TUGAS KELOMPOK PERISTIWA EPIDEMIK (EPIDEMIOLOGI) TRAUMATIS DAN PTSD (POST-TROUMATIC STRESS DISORDER)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS KELOMPOK PERISTIWA EPIDEMIK (EPIDEMIOLOGI) TRAUMATIS DAN PTSD (POST-TROUMATIC STRESS DISORDER)"

Transkripsi

1 TUGAS KELOMPOK PERISTIWA EPIDEMIK (EPIDEMIOLOGI) TRAUMATIS DAN PTSD (POST-TROUMATIC STRESS DISORDER) Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling Kebencanaan dengan Dosen Pengampu : Dr. Imam Tadjri, M.Pd Oleh: Kaslani Dewi Ekasari Giyono PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa peperangan, pertengkaran, bencana alam, dan hal-hal lain semacamnya merupakan hal-hal yang selalu ada dalam kehidupan ini.bagi anakanak, kejadian-kejadian tersebut belum bisa diterima sebagai suatu hal yang biasa. Bagi orang dewasa yang mentalnya tidak kuatpun akan memandang peristiwa tersebut sebagai sesuatu yang membebani dan bisa menimbulkan stress baginya, apalagi bagi anak-anak. Termasuk di dalamnya kejadian ditinggal mati oleh orang tua atau orang yang paling dekat dengannya atau orang yang sangat dicintainya akan menyebabkan terjadinya trauma psikologis. Terdapat perbedaan antara peristiwa trauma dan PTSD dilihat melalui beberapa aspek. salah satunya yaitu perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Penelitian epidemiologi yang dilakukan oleh Breslau dalam jurnalnya (Vol 10: No. 3: 2009) telah melaporkan bahwa sebagian besar warga masyarakat di Amerika Serikat telah mengalami gangguan stres pasca trauma (PTSD) pada tingkat peristiwa traumatik, seperti yang didefinisikan dalam DSM-IV. Hanya sebagian kecil dari korban trauma akahirnya berkembang menjadi PTSD (<10%). Peningkatan terjadinya trauma karena adanya gangguan lain terjadinya eksposur terutama di antara para korban trauma dengan PTSD. Perempuan korban peristiwa traumatik berada pada risiko tinggi untuk PTSD dibandingkan korban laki-laki. Bukti langsung tentang penyebab perbedaan jenis kelamin dalam risiko bersyarat PTSD adalah tidak tersedia. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Vivia dll dalam jurnalnya (Vol 3, No.26: 2010) menemukan bahwa terdapat usia tingkat trauma yang dialami oleh individu yang mengacu pada jenis kelamis seseorang. Perbedaan resiko yang berkaitan dengan usia yang mengalami trauma yaitu kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan penelantaran, merupakan prediktor kuat dari PTSD yang dialami oleh remaja dan seorang dewasa awal. 2

3 Terjadinya kekerasan seksual merupakan prediktor awal pada peristiwa traumatik yang akan meningkatkan resiko dalam kehidupannya. Agar kita dapat memahami mengenai trauma dan PTSD maka dalam bab ini akan membahas mengenai epidemiologi traumatik dan PTSD. B. Rumusan Masalah Terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu: 1. Apa definisi dari peristiwa yang menimbulkan traumatis? 2. Bagaimana studi epidemiologi dari peristiwa yang menimbulkan traumatis dan PTSD? 3. Bagaimana epidemiologi PTSD? 4. Bagaimana kondisi kesehatan mental dan komordibitas apa yang ditimbulkan bagi penderita PTSD? C. Tujuan Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan makalah ini adalah: 1. Dapat mendefinisikan peristiwa yang menimbulkan traumatis. 2. Dapat memahami dan mengerti mengenai studi epidemiologi dari peristiwa yang menimbulkan traumatis dan PTSD. 3. Dapat memahami epidemiologi dari PTSD. 4. Dapat mengenal kondisi kesehatan mental dan komordibilitas pada individu yang mengalami PTSD. D. Manfaat Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk: 1. Memberikan pengetahuan mengenai definisi dari trauma dan PTSD. 2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai studi epidemiologi yang dilakukan diberbagai belahan dunia mengenai peristiwa trauma dan PTSD. 3

4 BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Peristiwa Yang Menimbulkan Traumatis a. Pengertian Trauma dan PTSD Pada saat seseorang individu mengalami peristiwa traumatik, maka beberapa individu dapat dimungkinkan untuk berkembang menjadi gangguan stres postraumatik yang sebelumnya telah memberi informasi mengenai peristiwa yang menimbulkan trauma dan hal tersebut dilihat secara umum. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tracie O Afifi, Gordon JG Asmundson, and Jitender Sareen dalam (Nutt, 2009: 12) banyak orang mengalami peristiwa traumatik dan stres setelah trauma dalam hidupnya. Peristiwa yang menimbulkan stres pasca traumatik menurut DSM (Diagnostik Manual Gangguan Mental) adalah peristiwa diluar jangkauan dari pengalaman hidup manusia, seperti kejadian luar biasa dan akan menimbulkan kesedihan dalam hidupnya (Nutt, 2009). Definisi mengenai peristiwa yang menimbulkan trauma dilihat dari kriteria diagnostik manual gangguan mental (DSM I) mengenai kriteria untuk seseorang yang mengalami PTSD maka akan terkena suatu peritiwa traumatik. DSM III mendefinisikan suatu peristiwa traumatik seperti sebuah kegiatan di luar jangkauan dari pengalaman manusia yang pernah dialami dan menyedihkan hal ini juga dialami siapapun. Sementara itu menurut penelitian dari Kelly M. Murray dalam Erfort (2004) menjelaskan bahwa seseorang akan sering menunjukkan mudah marah, kemarahan dan agresi, atau mungkin cukup dengan menunjukkan perilaku verbal mengenai peristiwa trauma dan yang mereka rasakan, sementara yang lain tidak ingin merasakan perasaan mereka atau tidak memperhatikannya. Seseorang yang mudah mengalami trauma dapat dengan berbagai gejalayang tercantum dalam DSM-IV-TR. Ini mungkin sebagian karena mereka tidak memiliki ketrampilan verbal atau kemampuan kognitif yang diperlukan untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, bayi, balita dan anak prasekolah dapat mengalami gejala-gejala kecemasan seperti kekhawatiran, kecemasan, pemisahan, dan takut dengan orang asing. 4

5 Menurut arus DSM-IV kriteria untuk mendiagnostik PTSD, melalui suatu peristiwa traumatik pada sebuah peristiwa yang dialami atau menyaksikan dan melibatkan diri sebenarnya atau mengancam kematian, peristiwa perang, bencana alam, serangan seksual secara fisik atau kekerasan, ancaman dengan senjata, kecelakaan, penyakit serius, dan tak terduga yaitu kematian pada orang-orang yang dicintai. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu peristiwa traumatik adalah sebuah peristiwa yang dialami atau menyaksikan dan melibatkan diri secara nyata atau mengancam kematian, cedera serius, atau ancaman integritas fisik dari diri sendiri atau orang lain dan mengalami respon takut, ketidakberdayaan, atau horor banyak tipe yang berbeda dari peristiwa yang menimbulkan trauma yang termasuk di bawah DSM-IV definisi seperti peristiwa perang, bencana alam, serangan fisik seksual atau kekerasan, ancaman dengan senjata, kecelakaan, penyakit serius, dan kematian tak terduga. b. Metode Menilai dalam Peristiwa yang Menimbulkan Traumatik Motode dalam menilai peristiwa trauma pada populasi umum dalam studi epidemiologi pada peristiwa yang menimbulkan trauma dan PTSD telah dilakukan dengan menggunakan sampel. Populasi umum kebanyakan dari penelitian ini menggunakan sampel dari Amerika Serikat. Studi pertama dilakukan pada tahun 1980-an dengan menggunakan DSM-III, ditengah tahun 1990-an dipelajari dengan menggunakan kriteria DSM-IV dan mulai diterbitkan. Prevalensi peristiwa yang menimbulkan trauma dilaporkan dalam studi epidemiologi bervariasi tergantung pada metode dan kriteria yang digunakan untuk menilai peristiwa yang menimbulkan trauma yang berkaitan dengan metode yang digunakan, beberapa studi sebelumnya menggunakan kriteria DSM-III tentang peristiwa yang menimbulkan trauma menggunakan satu pertanyaan, sementara mempelajari DSM-IV menggunakan kriteria responden dengan daftar kualifikasi peristiwa yang menimbulkan trauma. Meode lain dalam studi yang berbeda ketika responden mengalami lebih dari satu peristiwa traumatik. Ketika responden telah mengalami beberapa peristiwa yang menimbulkan trauma, maka yang akan diidentifikasi adalah 5

6 peritiwa traumatik yang terburuk, sementara studi lain akan memilih secara acak dalam suatu peristiwa traumatik guna menilai atau mengetahui gejala PTSD (Nutt, 2009). Kessler et al.(1995) dalam Nutt (2009) menyatakan, dalam mempelajari dan menggunakan metode, mungkin akan melebih-lebihkan peristiwa terburuk yang terasosiasi dari peristiwa itu dengan gejala PTSD, sementara menggunakan metode acak untuk memilih suatu peristiwa mungkin memberikan lebih banyak lagi informasi akurat mengenai trauma. Perbandingan langsung dari kedua metode telah mengindikasikan bahwa prevalensi dari ptsd berdasarkan metode peristiwa yang terburuk dan kegiatan metode acak adalah 13.6% dan 9,2 %, pada masingmasing namun, penyelidikan lebih lanjut ditentukan kedua metode tersebut dengan mengidentifikasi jenis kelamin dan peritiwa yang menimbulkan trauma yang akan mengakibatkan gejala PTSD. Selain itu, dipelajari juga metode pengumpulan data yang lain yaitu lokasi pendataan, usia responden, dengan menggunakan metode wawancara dan masyarakat luas sebagai sampel. Semua faktor ini mungkin akan bermain peran dalam mngungkapkan peristiwa traumatis dan PTSD yang telah dilaporkan dalam epidemiologi yang berbeda. B. Studi Epidemiologi Pada Peristiwa yang Menimbulkan Trauma dan PTSD a. Pravalensi Peristiwa Traumatik Pada studi epidemiologi, mengambil populasi umum dilakukan untuk peristiwa yang menimbulkan trauma dan rincian dengan survei juga yang menilai peristiwa yang menimbulkan trauma dan prevelensi PTSD. Penyelidikan pertama epidemiologi survei besar pada penderita PTSD dengan menggunakan kriteria DSM-III, dan sampel populasi umum dilakukan pada awal 1980-an dengan data dari st.louis menggunakan daerah resapan epidemiologi dan Piedmont wilayah North Carolina. Pada tahun 1989, Breslau et al.(1991) dalam Nutt (2009) melakukan penyelidikan pertama dari peristiwa yang menimbulkan trauma dan PTSD menggunakan kriteria DSM-III pada masyarakat dengan sampel dewasa muda dari Tenggara Michigan. Berikut ini, kriteria DSM- III yang digunakan untuk menilai pada peristiwa yang menimbulkan trauma pada 6

7 sebuah sampel dari tenggara kota (Charleston, Greenville, Charlotte, dan Savannah), sampel secara nasional pada orang dewasa. b. Perbedaan Jenis Kelamin Dalam Peristiwa Traumatik Menurut Kessler (1995) dalam Nutt (2009) ditemukan bahwa peristiwa traumatik yang tinggi adalah dalam bentuk umum, yaitu dengan prosentase 60,7% laki-laki dan 51,2 % wanita menndukung bahwa peristiwa traumatis dapat terjadi dalam hidup manusia. Dan yang paling umum yang dialami peristiwa di penelitian ini adalah kematian yang tak terduga. Dari data Winnipeg mengemukakan bahwa sampel yang digunakan untuk menemukan banyaknya orang yang terkena traumatik dalam hidupnya, diantaranya kematian seorang teman atau anggota keluarga dan serangan secara fisik yang paling umum terjadi baik dialami laku-laki maupun perempuan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Breslau et al (1991) dalam Nutt (2009) menunjukkan bahwa semua orang dewasa muda dalam masyarakat menjadi sampel yang terkena suatu peristiwa traumatik, yaitu 67,3% mengalami salah satu peristiwa traumatik, 23,3% mengalami dua peristiwa yang menimbulkan trauma dan 9,4% tiga mengalami peristiwa yang menimbulkan trauma, dengan sampel perwakilan perempuan-perempuan yang mengalami peristiwa yang menimbulkan trauma (crime-related) seperti pemerkosaan, serangan seksual, pembunuhan fisik dari anggota keluarga. Perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi peristiwa traumatik yang dialaminya, karena dalam penelitian telah diumumkan bahwa laki-laki lebih mungkin mengalami peristiwa yang menimbulkan trauma hidup dibandingkan wanita (Nutt, 15-16: 2009). Namun beberapa perbedaan jenis kelamis ditemukan ketika menyelidiki peristiwa yang menimbulkan trauma diantara pria dan wanita. Misalnya, Breslau et al (1991) dalam Nutt (16: 2009) ditemukan bahwa pemerkosaan merupakan peristiwa traumatik yang dilaporkan oleh wanita, sedangkan Norris et al (1992) dalam Nutt (16: 2009) menemukan bahwa laki-laki lebih besar mengalami peristiwa traumatik dibandingkan wanita yaitu seperti serangan fisik saat berada dikendaraan bermotor yang dahsyat, terkena pertempuran, sementara wanita lebih besar kemungkinannya untuk mengalami 7

8 penyerangan secara fisik dibanding laki-laki, yaitu meng sementara wanita lebih besar daripada laki-laki yaitu mengalami serangan secara seksual. Tidak ada perbedaan jenis kelamin jika dideteksi pada penelitian ini yang berkaitan dengan paparan perampokan, bencana lainnya atau bahaya, dan kematian. Temuan yang paling konsisten umum di antara semua populasi studi dari peristiwa yang menimbulkan trauma yang berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin adalah bahwa perempuan lebih mungkin mengalami traumatization seksual yang melibatkan pemerkosaan, seksual atau penganiayaan, sementara pria yang lebih besar kemungkinannya untuk mengalami pertempuran dan kekerasan seperti serangan-serangan fisik dan ancaman dengan senjata. Namun, membandingkan perbedaan jenis kelamin yang dipelajari ini menantang karena tidak semua mempelajari termasuk kualifikasi yang sama untuk peristiwa yang menimbulkan trauma (Nutt, 17: 2009). c. Faktor Resiko Dalam Peristiwa Traumatik Peristiwa yang menimbulkan traumatik pada beberapa yang dipelajari mengenai penggunaan sampel tertentu dalam populasi umum telah mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko untuk mengalami peristiwa traumatik. Selain itu yang berhubungan dengan jenis kelamin menjadi faktor resiko pada beberapa peristiwa yang menimbulkan traumatik, seperti yang telah dibahas di atas, faktor resiko lain telah diidentifikasi didalam literatur. Menurut Norris et al (1992) dalam Nutt (2009: 16) telah ditemukan ras perbedaan, antara responden berkulit putih yang jauh lebih banyak dibanding responden berkulit hitam yang mengalami peristiwa yang menimbulkan trauma dalam hidupnya di masyarakat dengan mengambil sampel pada warga Amerika Serikat di Tenggara kota. C. Epidemiologi Dari PTSD a. Pravelensi PTSD Dalam dua studi mengenai PTSD dilakukan di awal 1980-an menggunakan sampel populasi umum dan DSM-III dengan disediakan serupa kriteria untuk memperkirakan dari prevalensi PTSD selama seumur hidup. Studi pertama menggunakan data yang ditunjukkan bahwa hanya 1 % dari total yang 8

9 ditemui dengan sampel penuh kriteria DSM-III untuk mendiagnosis PTSD namun, 15 % laki-laki dan 16 % dari wanita mempunyai sebuah paling tidak satu gejala PTSD setelah mengalami suatu peristiwa traumatik. Demikian pula, data dari sebuah komunitas contoh dari North Carolina melaporkan bahwa 1.3% dari sampel yang ditemukan DSM-III kriteria untuk PTSD. Secara Kolektif, bahwa pada awal tahun 1980-an menunjukkan bahwa secara umum pravelensi PTSD dengan sampel dari pria dan wanita berkisar dari 1%-11 %. Faktor penurunan comparability dalam penelitian ini telah terjadi. Namun, harus dicatat bahwa kisaran besarnya jumlah dari PTSD diperkirakan mungkin dijelaskan oleh studi yang dilakukan di kota yang berbeda dan diberbagai negara. Pravelensi dari peristiwa yang menimbulkan trauma, dan gejala PTSD, mungkin tergantung pada kejahatan, kemiskinan, politik, kekerasan dan faktor lainnya, yang berbeda dalam berbagai belahan dunia. Misalnya, Zlonick et al. (2006) dalam Nutt (2009) berspekulasi bahwa perbedaan dalam prevalensi PTSD yang ditemukan di Meksiko dan Cile terjadi karena kejahatan disana lebih besar dibandingkan dengan angka kemiskinan di Meksiko dan Cile. Terlepas dari kisaran terjadinya PTSD yang dilaporkan dengan populasi umum maka, temuan dari studi epidemiologi ini telah menentukan bahwa PTSD merata di populasi umum dan dianggap sebagai masalah penting kesehatan umum. b. Durasi Terjadinya PTSD Gejala-gejala PTSD telah ditemukan menjadi sebuah kondisi kronis bagi banyak individu. Definisi mengenai kondisi kronis dari PTSD tidak didefinisikan dalam penelitian, namun banyak studi yang memahaminya melalui durasi gejala PTSD yang harus bertahan minimal enam bulan maka akan disebut sebagai kasus PTSD dengan kondisi kronis. Dari data ECA (Nutt, 2009: 18) bahwa data tersebut menunjukkan antara individu yang mengalami gejala PTSD yang berlangsung selama kurang dari enam bulan hanya 49% individu, dan hal ini berlangsung selama enam tahun untuk sepertiga dari gejala orang pada umumnya. Data menyebutkan bahwa panjangnya durasi ini terjadi pada laki-laki yang mengalami pertempuran 9

10 sedangkan pada wanita yang mengalami serangan fisik. Sampel yang di ambil di North Carolina, sekitar 50% individu yang mengalami gejala PTSD dianggap menjadi kasus yang kronis seperti diukur dengan gejala yang berlangsung selama lebih dari enam bulan. Sejarah perilaku anti sosial dan perilaku seks pada perempuan adalah faktor resiko tertentu untuk PTSD menjadi kronis. Data NSC perwakilan Nasional juga mengemukakan bahwa PTSD kronis dengan sepertiga dari individu yang tidak sembuh dari gejala tersebut mereka bahkan setelah bertahun-tahun dan terlepas dari pengobatan. Breslau et al (1998) dalam Nutt (2009) menemukan bahwa 26% dan 49% individu dengan PTSD. Data menunjukkan bahwa durasi gejala berlangsung lebih lama pada wanita (rata-rata durasinya 48.1 bulan) dibandingkan dengan laki-laki (rata-rata durasi 12.0 bulan). Sedangkan sampel yang dilakukan pada komunitas dari Meksiko menunjukkan bahwa 62% dari mereka yang mengalami PTSD gejalanya berlangsung lebih lama dari satu tahun dan dianggap sebagai kasus PTSD kronis. c. Perbedaan Jenis Kelamin Dalam PTSD Epidemiologi penyelidikan mengenai PTSD telah menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan daripada laki-laki untuk mengembangkan PTSD setelah mengalami peristiwa traumatik. Beberapa studi juga mengemukakan bahwa PTSD terjadi lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Breslau et al (1997) dalam Nutt (2009) memeriksa perbedaan jenis kelamin dalam PTSD secara detail yang digunakan di pada komunitas Tenggara Michigan dengan sampel orang dewasa dan menemukan bahwa laki-laki dan perempuan tidak mengalami perbedaan dalam peristiwa traumatis, namun wanita dua kali lipat lebih memungkinkan untuk mengalami PTSD setelah suatu peristiwa traumatik yang dialaminya. Faktor resiko yang menjelaskan mengenai perbedaan jenis kelamin dalam data tersebut ada yang sebelumnya mengalami gangguan kecemasan atau gangguan depresi utama dan peristiwa yang lebih besar seperti traumatis di masa kanak-kanak. 10

11 Penelitian menunjukkan bahwa wanita rentan mengalami gejala PTSD dengan prosentase mengalami kekerasan (36%) dibandingkan laki-laki yang hanya (6%) data ini mengindikasikan kalau trauma ini menunjukkan peningkatan resiko PTSD yang kemudian diikuti dengan peristiwa traumatik. Hal ini penting bahwa perbedaan jenis kelamin yang telah dikemukakan pada studi epidemiologi. Hasil dari sampel di Australia menunjukkan bahwa selama 12 bulan anatar laki-laki dan perempuan yang mengalami PTSD adalah serupa (1,2% versus 1,4%). Namun penelitian di Jerman menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan bukanlah faktor resiko dalam PTSD, para penulis menyarankan bahwa peningkatan resiko PTSD pada perempuan mungkin karena mereka lebih besar mengalami peristiwa paling terkait dengan PTSD (yaitu, pemerkosaan, dan pelecehan seksual) dan memiliki gangguan yang berhubungan dangan peningkatan resiko PTSD, dibandingkan dengan laki-laki. Secara umum perempuan tidak memiliki kerentananlebih besar terhadap PTSD. d. Peristiwa Paparan Traumatik dan PTSD Paparan dan peristiwa yang menimbulkan trauma dan PTSD telah ditemukan dengan berbagai variasi tergantung pada jenis peristiwa traumatik yang dialaminya. Pria dan wanita juga mengalami peristiwa yang menimbulkan trauma tertentu, yang membedakan adalah peristiwa yang menimbulkan traumatik dengan pengembangan dari PTSD. Pada awal studi oleh helzer et al.( 1987 ) dalam Nutt (2009:19), hanya dua pengalaman yang berhubungan dengan PTSD antara lakilaki adalah pertempuran dan melihat seseorang sakit atau mati, sementara kecelakaan serius, serangan fisik, dan ancaman, sedangkan pada wanita, ini peristiwa yang menimbulkan trauma PTSD yang paling umum di kalangan wanita yang secara fisik diserang. Data ini juga mengindikasikan bahwa mengalami bencana alam tidak menjelaskan salah satu dari PTSD kasus di antara laki-laki atau perempuan. 11

12 e. Faktor Resiko Dalam Peristiwa PTSD Faktor resiko pada peristiwa PTSD seperti disebutkan sebelumnya, bahwa jenis kelamin perempuan dikaitkan dengan resiko yang lebih besar terhadap PTSD. Selain itu penelitian telah mengidentifikasi faktor resiko pentiny yang lain untuk meningkatkan kemungkinan PTSD setelah mengalami peristiwa traumatik. Masalah perilaku pada masa kanak-kanak (yaitu berbohong, perkelahian dll) sebelum usia 15 tahun maka telah ditemukan yang berhubungan dengan PTSD, yang mungkin mencerminkan kemungkinan besar peristiwa traumatis dan/atau kecenderungan untuk mengalami gejala setelah peristiwa trauma. Faktor-faktor lain pada masa kanak-kanak dan keluarga telah diidentifikasi dalam sampel komunitas lain, yang menunjukkan bahwa individu yang mengalami PTSD lebih cenderung dialami pada masa kanak-kanak, kemiskinan, riwayat keluarga penyakit jiwa, perceraian orangtua atau perpisahan sebelum anak usia 10 tahun dan pelecehan anak. Dalam sebuah studi dari orang dewasa muda, bahwa PTSD adalah dikaitkannya dengan neurotisme, pemisahan dari orangtua dimasa kanak-kanak, kecemasan dan depresi, riwayat keluarga kecemasan atau perilaku anti sosial. D. Kesehatan Mental dan Komordibitas a. Kesehatan Mental Gangguan kejiwaan lain secara umum disamakan dengan individu yang mengalami PTSD. Helzer dkk (1987) dalam Nutt (2009:20) menemukan bahwa individu yang mengaami PTSD dua kali dimungkinkan akan memiliki komorbiditas gangguan kejiawaan, dengan obsessive compulsive disorder (OCD) dan gangguan manic depressive yang menjadi paling lazim didagnosa menjadi komorbiditas. Sementara itu Davidso dll (1991) dalam Nutt (2009:20) menemukan bahwa bila dibandingkan dengan individu tanpa PTSD dengan individu yang mengalami PTSD lebih mungkin untuk mengalami somatization disorder, skizofrenia, gangguan panik, fobia sosial, OCD, penyalahggunaan obat atau ketergantungan, depresi, agorophobia, fobia sederhana dan gangguan kecemasan umum 12

13 Breslau dkk (19910 dalam Nutt (20090 dengan ditemukan dalam posisi sampel populasi secara umum dari orang dewasa, 82,8% dari mereka dengan gangguan PTSD yang juga memiliki satu atau lebih komorbiditas kelainan jiwa, termasuk OCD, agorapobhia, manik, panik, depresi, GAD, penyalahgunaan obat atau ketergantungan, penyalahan alkohol atau ketergantungan. Demikian pula hasil dari NSC menunjukkan bahwa 88,3% laki-laki dan 79% perempuan mengalami PTSD dengan memiliki setidaknya satu didiagnosis psikiatri mengalami komorbiditas lainnya. Perilaku bunuh diri dalam penelitian telah menemukan hubungan yang signifikan antara PTSD dan keinginan bunuh diri. Studi sebelumnya menemukan bahwa individu dengan PTSD 14.9 kali (95% CI = 5.10 %) lebih cenderung mencoba untuk bunuh diri dibandingkan dengan individu tanpa PTSD. Menurut penelitian yang lain bahwa perempuan yang diambil datanya dari NSC bahwa PTSD dikaitkan dengan peningkatan peluang keinginan untuk bunuh diri, PTSD dipertalikan dengan 2,5 kali lebih besar peluangnya dari keinginan bunuh diri dilihat dari efek sosiodemografi, pengalaman serangan seksual, karakteristik psikologi, penyalahgunaan alkohol, dan depresi. Kondisi PTSD bagi kesehatan fisik ditemukan memiliki pengaruh terhadap kondisi kesehatan fisik. Sebuah studi pada komunitas telah ditemukan bahwa individu yang mengalami PTSD dibandingkan dengan orang yang tanpa PTSD lebih mungkin memiliki penyakit asma bronkitis (13,5% versus 4,8%, p = 0,02), ulkus peptikum (12,8% dibandingkan 4.1%, p = 0,02) dan hipertensi (31,4 % dibandingkan 18,5%, p = 0,04), data ini tidak mengungkapkan hubungan antara PTSD dengan kesehatan fisik lainnya seperti (paru-paru, diabetes, penyakit jantung, artrtis, penyakit serebrovaskular, kanker, arteriosklerosis, dan ganguan neurologis). PTSD kronis didefinisikan sebagai gejala yang berlangsung setidaknya satu tahun yang juga telah ditemukan hubungannya dengan kemungkinan peningkatan dibandingkan dengan PTSD non kronis, yaitu penyakit rematik, bronkitis, migran, dan masalah-masalah Ginekologi (bagi perempuan). 13

14 b. Gejala-gejala PTSD Menurut penelitian yang dilakukan oleh indah lestari dalam penelitiannya bahwa gejala-gejala yang dialami oleh individu PTSD adalah: 1) Pada gangguan PTSD orang mengalami frekuwensi ingatan yang tidak diinginkan menimbulkan kembali peristiwa traumatik. 2) Mimpi buruk adalah biasa. 3) Kadangkalaperistiwa hidup kembali sebagaimana jika terjadi (flashback). 4) Gangguan hebat seringkali terjadi ketika orang berhadapan dengan peristiwa atau keadaan yang mengingatkan mereka pada trauma asal. 5) Misalkan beberapa ingatan adalah perasaan pada peristiwa traumatik tersebut, melihat senjata setelah dipukul dengan senjata ketika terjadi perampokan, dan berada diperahu kecil setelah kecelakaan dan tenggelam. Data penelitian yang diperoleh dari jurnal nasional (Margaretha dkk, 2013) mengenai trauma masa kanak-kanak dan kekerasan relasi intim, menyebutkan bahwa data yang diperoleh memberikan bukti empiris atas pengaruh negatif jangka panjang trauma yang menyaksikan dan mengalami KDRT masa kanak. Sedangkan studi berikutnya tidak menemukan hubungan antara trauma KDRT dengan pengalaman sebagai korban kekerasan dalam relasi intim, namun dipertimbangkan hubungan ini dapat terjadi secara tidak langsung. Melihat dampak psikologis yang dapat ditimbulkan oleh peristiwa yang menyebabkan trauma, menjadikan setiap orang untuk dapat memahami dampakdampak yang terjadi. Dampak psikologis dari trauma dan PTSD diharapkan setiap individu dapat pemahamannya maupun upaya penanganannya. Hal ini memang belum mendapat perhatian maksimal dari pemerintah maupun anggota masyarakat. Perhatian pemerintah dan anggota masyarakat lebih terpusat pada penanganan bidang sosial dan materi. Upaya-upaya tersebut dapat terlihat dengan mengalirnya bantuan bagi pembangunan kembali tempat tinggal dan dilakukannya upaya perdamaian antara pihak yang bertikai serta pemulihan situasi keamanan. Sangat disayangkan bahwa upaya penyelesaian ini belum menyeluruh, karena dampak psikologisnya 14

15 Keterangan: DSM-IV Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan PTSD (Nutt, 2009:2) A. Orang yang telah terkena peristiwa traumatis dimana kedua hal berikut yang dialaminya: 1) Orang yang dialami, disaksaikan, atau dihadapkan dengan suatu peristiwa atau kejadian bahwa kematian terlibat aksi atau ancaman atau cedera serius, atau ancaman bagi integritas fisik diri sendiri atau orang lain 2) Respon seseorang yang terlibat ketakutan yang intens, tidak berdaya, atau horor. B. Peristiwa traumatis yang terus-menerus dialaminya lagi dalam satu atau lebih dengan cara sbb: 1) Berulang dan kenangan menyedihkan yang mengganggu, termasuk gambar, pikiran dan persepsi. 2) Mempi menyedihkan yang berulang-ulang. 3) Bertindak atau merasa seolah-olah peristiwa traumatik yang berulang 4) Tekanan psikologis yang intens pada peristiwa isyarat internal dan eksternal yang melambangkan atau menyerupai suatu aspek dari peristiwa traumatik. 5) Reaktivitas fisiolpgis pada peristiwa internal atau eksternal yang melambangkan atau menyerupai aspek peristiwa traumatik. C. Menghindari rangsangan yang terkait dengan trauma dan respon mati rasa 1) Upaya untuk menghindari pikiran, perasaan, atau percakapan yang berhubungan dengan trauma. 2) Upaya untuk menghindari aktivitas, tempat, atau orang-orang yang membangkitkan kenangan trauma. 3) Ketidakmampuan untuk mengingat aspek pentingdari trauma. 4) Secara nyata berkurangnya minat atau partisipasi dalam kenangan yang signifikan. 5) Perasaan keterasingan dari orang lain. 6) Dibatasinya kisaran yang mempengaruhi (misalnya: tidak dapat memiliki perasaan yang penuh kasih). 15

16 7) Memiliki rasa masa depan yang menyempit (misalny tidak berharap untuk memiliki karir, pernikahan dll dalam jangka hidup yang normal) D. Gejala Persistent peningkatan gairah ( tidak hadir sebelum trauma ) seperti yang ditunjukkan oleh dua ( atau lebih ) sebagai berikut: 1) Kesulitan jatuh atau tetap tertidur 2) Lekas marah atau ledakan kemarahan 3) Kesulitan berkonsentrasi 4) hypervigilance 5) Respon kejut berlebihan E. Durasi dari gangguan ( gejala dalam kriteria B, C, dan D ) lebih dari satu bulan F. Gangguan menyebabkan distress klinis signifikan atau penurunan sosial bidang-bidang penting lainnya pada pekerjaan atau fungsinya. 16

17 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Peristiwa yang menimbulkan trauma merupakan peristiwa yang secara umum juga dialami oleh manusia. Dalam penelitian telah mengidentifikasikan faktor tertentu yang menimbulkan trauma. Trauma dilihat dari segi kesehatan yang terpenting adalah sebuah masalah bukan saja karena tingginya pravelensi yang ditemukan secara umum namun juga karena adanya komorbiditas dan hubungan yang ditemukan antara PTSD dengan komorbiditas lainnya, seperti gangguan kejiwaan, perilaku bunuh diri, masalah kesehatan dan fisik dll. Pengetahuan tentang studi epidemiologi pada peristiwa yang menimbulkan trauma dan PTSD akan membantu menginformasikan upaya pencegahan dan peningkatan kemampuan untuk mengatasi PTSD dan individu-individu yang terkena faktor resiko lainnya. B. Saran Saran yang dapat diberikan dalam pembahasan makalah mengenai epidemiologi trauma dan PTSD adalah: 1. Menggali lebih banyak lagi gejala-gejala lain yang menimbulkan trauma dan PTSD dari barbagai macam sumber. 2. Menelaah beberapa penelitian mengenai epidemiologi trauma dan PTSD dari berbagai belahan dunia/populasi yang berbeda. 17

18 DAFTAR PUSTAKA Breslau, N Articles International The Epidemiology of Trauma, PTSD, and Other Posttrauma Disorders. Erfort, T Professional School Counseling: a Handbook of Theories,Program & Pracices. Texas: CAPS Press Lestari, Indah Konseling Post-Traumatic. FKIP Universitas Muria Kudus. Kudus Margaretha, dkk Jurnal Nasional Trauma Kekerasan Masa Kanak dan Kekerasan dalam Relasi Intim. DOI: /mssh.v17i Nutt, D. J Posttroumatic Stress Disorder: Diagnostik, Menejement, and Treatment. UK. InformaHealthcare Vivia, dkk Journal International Age at Trauma Exposure and PTSD Risk in Young Adult Women. Vol 23, No. 6 : Hal 1 18

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Materi ini merupakan salah satu bahan kuliah online gratis bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Oleh: Tirto Jiwo Juni 2012 Tirto Jiwo

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Oleh : Husna Nadia 1102010126 Pembimbing : dr Prasila Darwin, SpKJ DEFINISI PTSD : Gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah mengalami /menyaksikan suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya fisik, mental,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya fisik, mental, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Permasalahan Dalam menjalani hidup, setiap manusia akan menemui berbagai permasalahan. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya

Lebih terperinci

Adhyatman Prabowo, M.Psi

Adhyatman Prabowo, M.Psi Adhyatman Prabowo, M.Psi SOLO,2011 KOMPAS.com Beberapa korban bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, mengaku masih mengalami trauma. Korban masih merasa takut

Lebih terperinci

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA MAKALAH DISKUSI TOPIK GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA Disusun oleh: NUR RAHMAT WIBOWO I11106029 KELOMPOK: VIII KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Istilah secondary traumatic stress mengacu pada pengalaman kondisi psikologis negatif yang biasanya dihasilkan dari hubungan yang intens dan dekat

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK 1 ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: PRIMA NURUL ULUM F. 100 040 011 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung) Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual, usaha untuk memperoleh aktivitas seksual, maupun komentar seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi tindak kekerasan yang terjadi di berbagai tempat di lingkungan sekitar kita. Tindak kekerasan yang terjadi berbagai macam dan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun. diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung es yang hanya nampak puncaknya saja di permukaan, namun sebagian besar badan

Lebih terperinci

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Begitu banyak anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan seksual merupakan suatu ancaman yang sangat mengerikan saat ini terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kekerasan 2.1.1. Pengertian Kekerasan Krug, Dahlberg, Mercy, Zwi, dan Lozano (2002) kesengajaan menggunakan kekuatan fisik atau kekuasaan, mengancam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, namun biasanya tidak dapat disembuhkan melainkan hanya diberikan penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah depresi kini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat karena dapat menyerang seluruh usia dan lapisan masyarakat. Depresi merupakan gangguan suasana perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada pasien kanker amputasi dilakukan sebagai prosedur menyelamatkan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada pasien kanker amputasi dilakukan sebagai prosedur menyelamatkan jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amputasi adalah menghilangkan satu atau lebih bagian tubuh dan belum pernah terjadi sebelumnya yang bisa sebabkan oleh malapetaka atau bencana alam seperti kecelakaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6

2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seseorang yang mengalami hal besar dalam hidupnya, seperti kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera sementara ataupun menetap pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Bipolar I Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Text Revision edisi yang ke empat (DSM IV-TR) ialah gangguan gangguan mood

Lebih terperinci

Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan)

Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan) Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping Anxiety (kecemasan) Oleh: TirtoJiwo, Juni 2012 TirtoJiwo 1 Gelisah atau cemas

Lebih terperinci

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya. IPAP PTSD Tambahan Prinsip Umum I. Evaluasi Awal dan berkala A. PTSD merupakan gejala umum dan sering kali tidak terdiagnosis. Bukti adanya prevalensi paparan trauma yang tinggi, (termasuk kekerasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health. KTP di Indonesia berjumlah kasus dan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health. KTP di Indonesia berjumlah kasus dan meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) merupakan fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health Organization, 2005), demikian pula di Indonesia. Komisi Nasional

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Istilah kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) dalam tulisan ini merujuk pada segala bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam konteks kehidupan berkeluarga.

Lebih terperinci

PERCOBAAN BUNUH DIRI PADA PASIEN PSIKIATRI DI TURKI

PERCOBAAN BUNUH DIRI PADA PASIEN PSIKIATRI DI TURKI PERCOBAAN BUNUH DIRI PADA PASIEN PSIKIATRI DI TURKI Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik sosiodemografi dari mereka yang berusaha bunuh diri di negara Islam, pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Rice dalam Sayasa, 2004). Dalam perjalanan menuju dewasa tersebut para remaja menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah penyebab sepertiga kematian pada anak-anak muda di beberapa bagian

BAB I PENDAHULUAN. adalah penyebab sepertiga kematian pada anak-anak muda di beberapa bagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tak kurang dari 320.000 orang antara usia 15-29 tahun meninggal setiap tahun karena berbagai penyebab terkait alkohol. Jumlah ini mencapai sembilan persen

Lebih terperinci

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model Oleh:

Lebih terperinci

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kriminalitas di Indonesia semakin meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, diperkirakan kejahatan yang terjadi sekitar 209.673 kasus, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan sekitar kita, seperti gempa bumi yang melanda Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan sekitar kita, seperti gempa bumi yang melanda Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila kita menyaksikan dan mendengarkan berita-berita di media massa, maka kita akan mendengarkan beberapa peristiwa yang kerap terjadi di lingkungan sekitar kita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan fenomena yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh kecenderungan para pengemudi angkutan umum maupun kendaraan pribadi untuk mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

Nn. S. adalah seorang mahasiswa berusia 25 tahun yang dirujuk untuk evaluasi psikiatri dari Departemen darurat medis di besar berbasis university medi

Nn. S. adalah seorang mahasiswa berusia 25 tahun yang dirujuk untuk evaluasi psikiatri dari Departemen darurat medis di besar berbasis university medi Gangguan panik juga harus dibedakan dari sejumlah gangguan kejiwaan, khususnya gangguan kecemasan lainnya. Serangan panik terjadi di banyak gangguan kecemasan, termasuk fobia sosial dan spesifik, PTSD,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun, disebabkan oleh mycobacterium leprae yang menyerang kulit saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Pada sebagian besar

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUH

ASSALAMU ALAIKUM WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUH ASSALAMU ALAIKUM WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUH JURNAL READING PROTECTIVE FACTORS AGAINST SUICIDAL ACTS IN MAJOR DEPRESSION: REASONS FOR LIVING KELOMPOK A-13 Ilham Noeryosan 1102012119 Erni Vuspita Dewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah BAB I PENDAHULUAN Bab ini menggambarkan tentang latar belakang masalah, perumusan penelitian, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian serta manfaat yang diperoleh dari penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang yang mengkonsumsi dan kecanduan minuman keras atau alkohol disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan dan kelahiran anak adalah proses fisiologis, namun wanita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan dan kelahiran anak adalah proses fisiologis, namun wanita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi kodrat seorang wanita untuk mengandung kemudian melahirkan, yang tentunya akan sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Kehamilan dan kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu misteri yang dijalani seseorang. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman

Lebih terperinci

Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup

Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup Gangguan Anxietas Gangguan jiwa paling umum di seluruh dunia Dua komponennya yaitu kesadaran akan sensasi fisiologis dan kesadaran bahwa ia gugup Mengganggu proses pembelajaran Anxietas patologis: prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini. Sejarah kasus dari penyakit dan serangkaian treatment atau

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini. Sejarah kasus dari penyakit dan serangkaian treatment atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu jenis penyakit kronis yang mematikan di dunia. Kanker menjadi salah satu penyakit yang menakutkan bagi setiap orang. Setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tiga kriteria utama, yaitu gangguan fungsi intelektual secara bermakna,

BAB I PENDAHULUAN. dengan tiga kriteria utama, yaitu gangguan fungsi intelektual secara bermakna, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Disabilitas intelektual (dahulu dikenal dengan retardasi mental) didiagnosis dengan tiga kriteria utama, yaitu gangguan fungsi intelektual secara bermakna, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita gangguan jiwa (skizofrenia). Sampai saat ini penanganan penderita gangguan jiwa masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia sejak lahir dibagi dalam beberapa masa, yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta masa usia lanjut. Keberhasilan pemerintah

Lebih terperinci

Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi. Disusun oleh : Carissa Erani

Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi. Disusun oleh : Carissa Erani Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi Disusun oleh : Carissa Erani 190110080106 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2011 BAB I Ilustrasi Kasus Kasus : Letusan Gunung Merapi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi setiap orang yang telah menikah, memiliki anak adalah suatu anugerah dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, tumbuh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun. Pada usia ini anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, dan mengabungkan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia sejak lahir dibagi dalam beberapa masa, yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta masa lansia. Keberhasilan pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masyarakat modern perilaku seks bebas sudah menjadi suatu hal yang wajar. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan suatu sindrom penyakit klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Gangguan psikologis ini adalah salah satu jenis gangguan yang

Lebih terperinci

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam

Lebih terperinci

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi, dan tingkah laku dimana individu tidak mampu menyesuaikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada korbannya, stres pascatrauma merupakan sebuah respon emosional dan behavioral terhadap berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada usia ini sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, sejumalah faktor psikososial seperti stress, depresi, kelas sosial, dan kepribadian tipe A dimasukkan dalam faktor risiko klasik untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tidak Menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

Krisis dan Trauma. Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi danangsetyobudibaskoro.wordpress.com

Krisis dan Trauma. Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi danangsetyobudibaskoro.wordpress.com Krisis dan Trauma Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi danangsetyobudibaskoro.wordpress.com Saiful Munif terus saja menangis di bahu ibunya. Siswa Sekolah Dasar Negeri Cinere I ini terlihat sangat takut saat

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM Kartika Adhyati Ningdiah 10508117 Latar Belakang Masalah Bencana merupakan peristiwa atau kejadian yang dapat menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enuresis atau yang lebih kita kenal sehari-hari dengan istilah mengompol, sudah tidak terdengar asing bagi kita khususnya di kalangan orang tua yang sudah memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER POST TRAUMATIC STRESS DISORDER 1. Definisi Gangguan stress pasca trauma merupakan sindrom kecemasan, labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang amat pedih setelah stress fisik maupun

Lebih terperinci