TANGGAPAN FREKUENSI. Analisis Tanggapan Frekuensi. Penggambaran Bode Plot. Polar Plot / Nyquist Plot. Log Magnitude vs Phase Plot / Nichols

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TANGGAPAN FREKUENSI. Analisis Tanggapan Frekuensi. Penggambaran Bode Plot. Polar Plot / Nyquist Plot. Log Magnitude vs Phase Plot / Nichols"

Transkripsi

1 TANGGAPAN FREKUENSI Analisis Tanggapan Frekuensi Penggambaran Bode Plot Polar Plot / Nyquist Plot Log Magnitude vs Phase Plot / Nichols Plot Kriteria Kestabilan Nyquist Beberapa Contoh Analisis Kestabilan Pembahasan Lanjut (Optional) Analisis Kestabilan Relatif/Transient Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 1 dari 65

2 ANALISIS TANGGAPAN FREKUENSI Tanggapan frekuensi = tanggapan keadaan mantap suatu sistem terhadap input sinusoida. Metoda konvensional dilakukan dengan mengubah frekuensi input dalam cakupan yang diinginkan dan mengamati tanggapannya. Ada Beberapa Teknik Analisis : 1. Polar Plot / Nyquist : Dapat diketahui kestabilan mutlak dan relatif sistem loop tertutup dari karakteristik tanggapan frekuensi loop terbukanya. Kurva Nyquist menggambarkan karakteristik tanggapan frekuensi untuk seluruh cakupan frekuensi.. Digram Bode: Kompensasi unjuk kerja sistem lebih mudah melalui diagram Bode. Penentuan fungsi alih secara eksperimen dapat dilakukan lebih mudah. 3. Log Magnitude Vs Phase Plot / Bagan Nichols: Kenaikan /penurunan konstanta penguat G(j ) hanya menggeser kurva keatas / kebawah, tanpa mengubah bentuknya. Kestabilan relatif sistem loop tertutup dapat dengan mudah ditentukan, sehingga kompensasi dapat mudah dilakukan Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal dari 65

3 Tanggapan Frekuensi vs Tanggapan Waktu Kestabilan tak perlu ditentukan dengan terlebih dulu mencari akar-akar persamaan karakteristik. Pengujian tanggapan frekuensi umumnya mudah dan dapat dibuat akurat dengan tersedianya generator sinus dan peralatan pengukuran yang diteliti. Fungsi alih komponen-komponen yang rumit dapat ditentukan secara eksperimen melalui pengujian tanggapan frekuensi. Metoda tanggapan frekuensi dapat diterapkan pada sistem-sistem yang telah memiliki fungsi-fungsi rasional, seperti fungsi dengan transport lags. Plant yang tak dapat dikarakterisasi dengan tepat dapat ditangani melalui metoda tanggapan frekuensi. Suatu sistem dapat dirancang melalui pendekatan tanggapan frekuensi sehingga derau yang tak diinginkan dapat dihilangkan. Analisis tanggapan frekuensi dapat dikembangkan pada sistem kendali non linear tertentu. Tanggapan waktu alih tak langsung dapat diketahui, tetapi ada hubungannya antara tanggapan frekuensi dengan tanggapan waktu alih. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 3 dari 65

4 Tanggapan terhadap Input Sinus Karakteristik tanggapan frekuensi suatu sistem dapat diperoleh langsung dari fungsi alih sinusoidanya : ( G( s) G( jω) ) Pandang sistem linear invarian waktu sebagai berikut : G( s) p( s) = = q( s) p( s) ( + )( + ) ( + ) s s1 s s L s s n Output : Y ( s) = G( s) x( s) = p q ( s) ωx L ( s) s + ω Bila Y(s) hanya mengandung pole-pole berbeda, maka Y ( s) * a a b1 b bn = L + s + jω s jω s + s s + s s + s atau y( t) = a e j ω t + a * e j ω t + b e s t + b e s t + + b n e s n t t 1 1 L 0 Untuk sistem stabil, pada t = ~, diperoleh y ss jω t * jωt ( t) = ae + a e (hal yang sama diperoleh meskipun ada pole-pole yang sama) dengan : 1 n a = G s a * ( ) ( s + jω ) s ωx + ω ( jω) xg = j s = jω xg = j ( jω) Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 4 dari 65

5 Bentuk kompleks dapat dinyatakan sebagai berikut : G( jω) = G( jω) e j φ = G( jω) φ G( jω ) = magnitude G(jω) G( jω) pergeseran fasa antara input sinus dengan output sinus = [ ( )] 1 I m G j ω R e G( jω ) φ = = tan [ ] ω = frekuensi yang cakupannya ditentukan dan frekuensi kerjanya. Untuk G( jω) = G( jω) e j φ G( jω) Sehingga : ( ) = ( ω) yss t x G j ( ω) sin( ωt φ) ( ωt φ) = x G j + = y sin + = e j φ ( ω + φ) ( ω φ) e j t e j t+ j Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 5 dari 65

6 Kesimpulan : 1. Bila sistem stabil linear invarian waktu diberi input sinus, maka akar memiliki output sinus dengan frekuensi sama dengan inputnya, meskipun amplitudo dan phasanya mungkin berbeda.. Fungsi alih sinus sistem dapat diperoleh melalui y( jω) G( jω) = x( jω) sedang fasa alih G(s) dapat diperoleh dengan mengganti jω menjadi s pada G(jω). ( ω) G j y( jω) = : magnitude fungsi alih x( jω) merupakan perbandingan amplitudo output sinus terhadap input sinus. y( jω) G( jω) = ; sudut phasa fungsi alih merupakan pergeseran x( jω) phasa output sinus terhadap inputnya. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 6 dari 65

7 Tanggapan Frekuensi dari Plot Pole-Zero Anggap : k( s + z) G( s) = s( s + p) dengan tanggapan frekuensi ( ω) G j = ( ω + z) ( ω + ) k j jω j p Magnitude : G G = ( jω) ( jω ) tan 1 = φ θ k jω + z = = jω jω + p ω 1 = jω + z jω jω + z 90 θ o tan 1 ω k AP OP BP p p Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 7 dari 65

8 Untuk sistem dengan akar kompleks sekawan p 1 dan p : G( s) = ( s + K p )( s + 1 p ) Magnitude : G( jω) = k jω + p1 jω + p = k AP BP G jω = θ 1 θ Sudut fasa : ( ) Untuk pole-pole kompleks sekawan yang dekat dengan sumbu maya : G( jω ) = besar sekali Dihasilkan tanggapan frekuensi dengan simpangan amplitudo besar sekali. Sebaliknya bila tanggapan frekuensi tak memiliki simpangan yang besar, berarti sistem tak memiliki pole kompleks sekawan yang dekat dengan sumbu maya. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 8 dari 65

9 PENGGAMBARAN BODE PLOT Diagram Bode terdiri dari 1. Kurva magnitude fungsi alih sinus 0 log G( jω) terhadap frekuensi dengan skala logaritmis. Kurva sudut fasa fungsi alih sinus G( jω) terhadap frekuensi dengan skala logaritmis. Keuntungan menggunakan kurva logaritma : Perkalian magnitude dikonversi menjadi penjumlahan Sketsa pendekatan kurva log magnitude dapat dilakukan dengan mudah melalui penjumlahan asimtotasimtot fungsi-fungsi (sederhana) penyusunannya. Penentuan fungsi alih secara ekperimen dapat dilakukan lebih mudah bila data tanggapan frekuensi tersedia seperti pada Diagram Bode. Karakteristik frekuensi rendah dan tinggi dari fungsi alih terekam dalam satu diagram. Memperluas cakupan frekuensi rendah memungkinkan analisis pada Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 9 dari 65

10 frekuensi rendah yang merupakan hal penting dalam sistem-sistem sebenarnya. Bentuk-Bentuk Dasar Fungsi G( jω) H( jω) 1. Penguatan k. Faktor-faktor Integral dan turunan ( jω ) Faktor-faktor orde-1 ( 1+ jωt) 4. Faktor-faktor kuadratis jω jω ζ ω n ω n Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 10 dari 65

11 1 Penguatan k ( ) ( ) G jω H jω = k Magnitude G( jω) H( jω ) = 0log k db Sudut fasa G( jω) = 0 db 0 log 0, ω φ 0 0, ω Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 11 dari 65

12 Faktor-faktor Integral dan Turunan 1 atau jω jω Untuk : G( jω) H( jω) = 1 jω 1 jω Magnitude G( jω ) H( jω) = 0log = 0logω db ω ω = 90 o Sudut fasa G( j ) H( j ) G jω H jω = jω, diperoleh Magnitude : 0 log ω db Sudut fasa : 90 o Untuk : ( ) ( ) Catatan: Bila 1 G( jω ) H ( jω) =, maka n ( jω) Magnitude : -0 n Log db; Sudut fasa : x n Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 1 dari 65

13 3 Faktor-faktor orde-1 : Untuk G( jω) H( jω) 1 = 1 + jωt j T atau j ω ω T Magnitude : 0 Sudut fasa : φ 1 log 1+ jωt = tan 1 ωt = 0log 1+ ω T db Pada frekuensi rendah : ω 1, maka T Magnitude ~ 0log1 = 0 db (asimtot pertama) Sudut fasa ~0 o Pada frekuensi tinggi : ω 1, maka T Magnitude ~ 0log ω T = 0log ωt (asimtot kedua) Sudut fasa ~90 o Pada frekuensi sudut ω = 1 T Sudut fasa φ = tan 1 T = 45 o T Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 13 dari 65

14 Galat Magnitude Akibat Pendekatan dengan Asimtot Pada ω = 1 T galat = 0log log 1 = 3, 03db Pada ω = 1 T (1 octave dibawah frekuensi sudut) 1 log 1 0log 1 0, 97db 4 galat = = Pada ω = T (1 octave diatas frekuensi sudut) galat = 0log log = 0, 97db dst. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 14 dari 65

15 Untuk ( ) ( ) G jω H jω = 1+ jωt dengan mengingat faktor reciprocal : 1 0log + jωt = 0log 1+ jωt dan 1+ = 1 1 jωt tan ωt = 1 + jωt Maka kurva Bodenya dapat diperoleh dengan mencerminkan kurva 1 1+ jωt terhadap sumbu frekuensi pada titik 0. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 15 dari 65

16 Faktor-Faktor Kuadratik Untuk G( jω) H( jω) 1 = ω ω + ζ j + j ωn 1 ωn Bila ζ 1, maka faktor orde- tersebut dapat dipecah menjadi faktor orde-1. Untuk 0 ζ 1 : Magnitude : 0log 1 ω 1+ + ω ζ j j ωn ωn = 0log ω 1 + ζ ω ω ω n n Sudut fasa : ω ζ ω φ = tan 1 n ω 1 ω n Pada frekuensi rendah : ω ωn : Magnitude : 0log1 = 0 db Sudut fasa : φ ~ tan 1 0 = 0 o (asimtot 1) Pada frekuensi tinggi : ω Magnitude : Sudut fasa : φ ~ 180 o ωn ω ω 0log = 40log ω ω n n db (asimtot ) Pada frekuensi sudut ω Mangitude : 0logζ = ω n : Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 16 dari 65

17 Sudut fasa : θ ζ = tan 1 = 90 o 0 Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 17 dari 65

18 ω ω G jω H jω = + ζ j + j ωn 1, ωn Untuk ( ) ( ) diagram Bodenya dapat diperoleh dengan membalik tanda pada magnitude dan sudut fasa dari faktor sebelumnya. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 18 dari 65

19 Frekuensi Resonansi ω r dan Simpangan Puncak Resonansi M r Perhatikan lagi : ( ω) G j = 1 ω ζ ω ω + ω n 1 n Nilai maksimum terjadi bila : atau ω g( ω) = ζ ω + ω ω n 1 n minimum ( ) ω ω n ( 1 ζ ) ( ) g ω = ω n ( ζ ) + 4ζ 1 g ω =minimum bila ω = ω ζ n 1 Sehingga : frekuensi resonansi (, ) ωr = ωn 1 ζ 0 ζ Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 19 dari 65

20 Bandingkan dengan frekuensi natural teredam pada respons transient : ωd= ωn 1 ζ Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 0 dari 65

21 Simpangan Puncak Resonansi : M r G j ( ω) ( ( ω ) max = G j r = 1 ζ 1 ζ Sudut Fasa pada Frekuensi Resonansi : φr ζ ω r ω = n tan 1 ω r 1 ωn dengan ω = ω 1 ζ, diperoleh r n φr ζ = tan 1 1 = 90 o + sin 1 ζ ζ 1 ζ Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 1 dari 65

22 Tahapan Membuat Diagram Bode 1. Ubah fungsi alih sinus G( jω) H( jω ) menjadi perkalian faktorfaktor dasar yang telah dibahas sebelumnya.. Tentukan frekuensi-frekuensi sudut setiap faktor-faktor dasar yang bersangkutan. 3. Gambar kurva-kurva asimtot masing-masing faktor dasar dengan memperhatikan kemiringan kurva (0,±0 db, ±40 db, dst) dibawah dan diatas frekuensi sudut. 4. Jumlahkan kurva-kurva asimtot pada butir 3 untuk setiap sedang frekuensi sudut. 5. Kurva sebenarnya yang terletak dekat dengan kurva asimtot pada butir 4 dapat diperoleh dengan melakukan koreksikoreksi (terutama pada frekuensi-frekuensi sudut). 6. Kurva sudut fasa G( jω) H( jω) dapat digambarkan dengan menjumlahkan kurva-kurva sudut fasa masing-masing faktor dasar pada butir 1. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal dari 65

23 Contoh: Suatu sistem orde 4 dengan umpanbalik satuan memiliki fungsi alih loop terbuka sbb: Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 3 dari 65

24 Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 4 dari 65

25 Sistem Phasa Minimum : Sistem dengan fungsi alih yang tak memiliki pole ataupun zero pada daerah tak stabil bidang-s. Sistem Phasa Non Minimum : Sistem dengan fungsi alih yang memiliki pole dan / atau zero pada daerah tak stabil bidang-s. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 5 dari 65

26 Hubungan antara Tipe Sistem dan Kurva Magnitude Tipe sistem menentukan kemiringan kurva Magnitude pada frekuensi rendah. Tipe-0 kemiringan 0 db/dec Tipe-1 kemiringan -0 db/dec Tipe- kemiringan -40 db/dec Penentuan Konstanta Galat Stabil melalui kurva Magnitude 1) k p = lim s 0 G( s) H( s) Dalam domain frekuensi : k lim p G( j ) H( j ) = ω 0 ω ω Terlihat bahwa untuk ω 0 : ( ) ( ) 0logG jω H jω = 0log kp Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 6 dari 65

27 = lim 0 ) k v s sg( s) H( s) Dalam domain frekuensi : G( jω) H( jω) kv Sehingga = untuk jω ω 1 k 0log v = 0log k jω v atau : 0log G( jω) H( jω) ω = 1 = 0log k v ω = 1 Alternatif lain : Perpotongan kurva -0 db/dec pada sumbu frekuensi terjadi pada 0 db, sehingga k v = 1 jω 1 Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 7 dari 65

28 k ( ) ( ) 3) a = G s H s lim s 0 Dalam domain frekuensi : G( jω) H( jω) = kv ( jω) sehingga : untuk ω 1 0log k v = 0log k v atau 0log ( ω) ( ω) ( jω) ω= 1 G j H j = 0log kv ω = 1 Alternatif lain : Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 8 dari 65

29 Perpotongan kurva -40 db/dec pada sumbu frekuensi terjadi pada 0 db, sehingga : 0log ka = 0, ( jωa ) = ω a diperoleh : k a Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 9 dari 65

30 POLAR PLOT / NYQUIST PLOT Kurva magnitude G(jω) terhadap sudut fasa G(jω) pada koordinat polar dengan ω dinaikkan dari 0 sampai ~ Untuk sistem yang dihubungkan seri sebagai berikut : G1 ( s) G ( s) Maka kurva Nyquist G( jω) = G 1 ( jω ) G ( jω) diperoleh dengan melakukan perkalian vektor. Bandingkan dengan Diagram Bode Kurva Nyquist menggambarkan karakteristik tanggapan frekuensi untuk seluruh cakupan frekuensi. Kurva Nyquist tak menunjukkan secara jelas kontribusi setiap faktor fungsi alih loop terbuka. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 30 dari 65

31 PENGGAMBARAN POLAR PLOT 1. Faktor-faktor Integral dan turunan Untuk G( jω) G( jω) = 1 ω G( jω) = 90 o Untuk G( jω) G( jω) = ω ( ) G jω = 90 o = 1 jω = jω I m ω ~ bid G(jω) R e ( ω) G j = 1 jω ω 0 ω ~ I m bid G(jω) ω = 0 R e Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 31 dari 65

32 . Faktor-Faktor Orde-1 1 Untuk G( jω ) = 1 + jωt 1 G( jω) = 1+ ω T G jω = tan 1 ωt ( ) Pada ω=0 G( j ) ω = 1 0 o Pada ω = 1 T 1 G( jω ) = 45 o pada ω ~ G( j ) ω = 0 90 o Kurva Nyquist berupa setengah lingkaran dikuadran IV dengan titik pusat -0,5+j0 dan jari-jari 0,5. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 3 dari 65

33 Bukti : G( jω ) = x + jy dengan 1 x = 1+ Pers lingkaran : dan y = ω T 1+ ωt ω T 1 x + y = r 1 1 T T ω ω + T + = + T 1 1 ω 1 ω Untuk G( jω) = 1+ jωt ( ) 1 pada ω G( jω) G jω = + ω T tan 1 ωt = 0 = 1 0 o 1 ω = G jω = 45o T ω ~ G jω = ~ 90 o pada ( ) pada ( ) Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 33 dari 65

34 Untuk G( jω ) = 1+ jωt Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 34 dari 65

35 3. Faktor-Faktor Kuadratik Untuk G( jω) 1 = ω ω + ζ j + j ωn 1 ωn ; ζ 0 ( ω) G j pada ω = 0 G( j ) pada ω ω = n = ω = 1 0 o ( ω) G j pada ω ~ G( j ) 1 ω + ζ ω ωn 1 ωn = 1 o ζ 90 ω = o ζ ω ω 1 tan n ω 1 ωn ω n dicari dari perpotongan G(jω) dengan sumbu maya. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 35 dari 65

36 ω r dicari dengan menentukan G( jω ) maximum. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 36 dari 65

37 Sedang simpangan resonansi dihitung sebagai berikut : Mr = ( ) ( ) G jω ω = ω r G jω ω = 0 Untuk G( jω) ω ω = + ζ j + j ζ ωn 1 ; 0 ωn ( ω) G j pada ω 0 : G( j ) pada ω = ω n : G( jω) pada ω ~ G( jω ) = ζ ω ω ζω ω = n + ω ω n 1 1 tan n ω 1 ω n ω = 1 0 o 90 o = ζ ~ 180 o Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 37 dari 65

38 Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 38 dari 65 Untuk ( ) 0 ; = ζ ω ω ω ω ζ ω n n j j j G

39 Contoh: Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 39 dari 65

40 Transport Lag Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 40 dari 65

41 Bentuk Umum Polar Plot Untuk sistem tipe-0 (λ=0) : Kurva berawal (ω=0), dan sumbu nyata positif dengan magnitude berhingga dan sudut fasa = -90 o pada titik tersebut kurva berakhir (ω=~). Pada salah satu sumbu (tergantung pada (n-m) Untuk sistem tipe-1 (λ=1) : Pada ω=0, kurva asimtotis terhadap sumbu maya negatif, akibat kontribusi suku jω pada penyebut. Kurva berakhir pada titik asal dan bersudut pada salah satu sumbu. Untuk sistem tipe- (λ=) : Kurva asimtotis terhadap sumbu nyata negatif untuk frekuensi rendah dan berakhir pada salah satu sumbu. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 41 dari 65

42 Bagian pembilang G(jω) menentukan kerumitan bentuk kurva Nyquist (kontanta waktu pembilang). Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 4 dari 65

43 Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 43 dari 65

44 Log Magnitude vs Phase Plot / Nichols Plot Merupakan kurva log magnitude vs sudut fasa atau phase margin untuk cakupan frekuensi kerja. Kenaikan konstanta penguatan G(jω) hanya menggeser kurva keatas/kebawah, tanpa mengubah bentuknya. Kestabilan relatif sistem loop tertutup dapat dengan mudah ditentukan, sehingga kompensasi dapat mudah dilakukan. Kurva G(jω) simetris terhadap titik asal dengan 1 G( jω 1 = G jω G jω mengingat 0log = 0logG( jω) ( ) ( ) 1 G( jω) Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 44 dari 65

45 Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 45 dari 65

46 KRITERIA KESTABILAN NYQUIST ( ) ( ) C s R s ( ) ( ) ( ) G s = 1+ G s H s Sistem stabil bila akar-akar persamaan karakteristik 1+ G( s) H( s ) = 0 terletak disebelah kiri bidang-s. Sistem tetap stabil bila kondisi diatas dipenuhi meskipun pole-pole/zero-zero fungsi alih loop terbuka ada yang terletak disebelah kanan bid-s. Kriteria Nyquist menghubungkan tanggapan frekuensi loop terbuka G( jω) H( jω) terhadap jumlah pole dan zero loop tertutup 1+ G( s) H( s) yang terletak di daerah tak stabil pada bid-s. Kestabilan dapat ditentukan dari kurva tanggapan frekuensi loop terbuka (diperoleh secara analisis eksperimen) tanpa perlu menentukan letak pole-pole loop tertutup. Perlu pemahaman konsep pemetaan bidang-s ke bidang F( s) = 1+ G( s) + H( s). Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 46 dari 65

47 Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 47 dari 65

48 Beberapa Catatan Penting dari Pemetaan 1. Bila ada n pole dikelilingi oleh kurva tertutup bidang-s, maka titik asal akan dikelilingi n kali berlawanan arah jarum jam pada di bidang F(s).. Bila ada pole dan zero dengan jumlah sama pada kurva tertutup di bidang -s, maka kurva tertutup di bidang F(s) tak mengelilingi titik asal. 3. Bila ada zero yang dilingkupi oleh kurva tertutup dibidang-s, maka kurva tertutup pada bidang F(s) nya akan mengelilingi titik asal searah jarum jam sebanyak jumlah zero tersebut. 4. Bila kurva tertutup di bidang-s tak mencakup pole atau zero, maka kurva pemetaannya di bidang F(s) tak mengelilingi titik asal pula. 5. Pemetaan dari bidang-s ke bidang T(s) merupakan pemetaan 1-1, sebaliknya tidak. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 48 dari 65

49 Teori Pemetaan : Anggap F( s) = p( s) q( s) Bila :P = jumlah pole F(s) yang terletak di dalam beberapa lintasan tertutup dibidang-s. Z = jumlah zero F(s) yang terletak di dalam beberapa lintasan tertutup di bidang-s. (lintasan tersebut tidak melalui pole-pole / zero-zero tersebut). Lintasan-lintasan tersebut dipetakan pada bidang F(s). Maka : Total jumlah N lintasan tertutup di bidang-s yang mengelilingi titik asal searah jarum jam = Z - P. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 49 dari 65

50 Aplikasi Teori Pemetaan pada Analisis Kestabilan Lintasan tertutup pada bid-s mencakup semua bidang sebelah kanan (lintasan Nyquist). Semua pole dan zero 1 + G(s) H(s) yang memiliki bagian nyata positip tercakup pada lintasan Nyquist. Sistem stabil bila tak ada akar-akar 1+G(s)H(s) = 0 didalam lintasan Nyquist. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 50 dari 65

51 Pemetaan Loop Tertutup ke Loop Terbuka Pengelilingan titik asal oleh kurva 1 + G(jω) H(jω) berubah menjadi pengelilingan titik -1 + j0 oleh kurva G(jω) H(jω). Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 51 dari 65

52 Kriteria Kestabilan Nyquist [Untuk kasus G(s)H(s) tak memiliki pole/zero pada sumbu maya jω]. Bila fungsi alih loop terbuka G(s)H(s) memiliki k pole di sebelah kanan bidang-s dan lim s ~ G(s)H(s) = konstan, maka sistem stabil bila kurva G(jω)H(jω) mengelilingi titik -1 + j0 sebanyak k kali berlawanan searah jarum jam. Lintasan Nyquist tak boleh melalui pole/zero 1+G(s)H(s). Bila ada satu atau lebih pole G(s)H(s) dititik asal (pada bid-s), maka lintasan Nyquist harus tidak mencakupnya). Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 5 dari 65

53 Banyaknya akar F(s)=1+G(s)H(s) yang terletak di daerah tak stabil sama dengan banyaknya pole G(s)H(s) di daerah tak stabil ditambah dengan berapa kali kurva F(s) mengelilingi titik asal searah jarum jam Z = N + P. Z = N + P Z = banyaknya akar 1+G(s)H(s) disebelah kanan bidang-s N = Berapa kali titik -1+j0 dikelilingi searah jarum jam. P = banyaknya pole loop terbuka G(s)H(s) disebelah kanan bidang-s. Sistem stabil bila Z = 0 : 1) P = 0 dan N = 0 ) Bila P 0, maka N = -P Sistem multi loop harus dianalisis kestabilannya secara hatihati. Lebih mudah gunakan kriteria Routh. Bila ada fungsi transendental (misal e -Ts ) pada G(s)H(s), dekati fungsi tersebut dengan suku pertama deret. e Ts Ts 1 = Ts ( Ts) 8 ( Ts) 8 ( Ts) 48 ( Ts) e Ts Ts 1 Ts 1+ = Ts + Ts selanjutnya gunakan kriteria Routh. Bila kurva G(jω)H(jω) melalui titik -1+j0, berarti ada polepole loop tertutup pada sumbu jω : sistem berosilasi. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 53 dari 65

54 Kasus Khusus Bila Ada Pole/Zero G(s)H(s) pada Sumbu jω Ambil G( s) H( s) = k s( s + 1) Pemetaan s = ε θ ; ε 0 dengan θ; 90 o sampai + 90 o, maka e j ( ε θ ) ( ε θ ) G e j H e j k k = e e j = jθ ε θ ε (setengah lingkaran dengan jari-jari ~ dan bermula dari hingga ) N = 0 ; P = 0 Z = 0 (stabil) Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 54 dari 65

55 Ambil G( s) H( s) = s k ( ) Ts + 1 Pemetaan jφ o s = ε e ; t 0; θ: 90 sampai + 90 o, diperoleh : lim ( ) ( ) s te j G s H s θ = k e jθ ε (lingkaran dengan jari-jari ~ dan berawal dari 180 o hingga o ). Terlihat: N=; P=, sehingga Z= (tak stabil) Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 55 dari 65

56 BEBERAPA CONTOH ANALISIS KESTABILAN Contoh 1: Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 56 dari 65

57 Contoh : Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 57 dari 65

58 Contoh 3: Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 58 dari 65

59 Contoh 4: Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 59 dari 65

60 Contoh 5: Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 60 dari 65

61 Pembahasan Lanjut (Optional): 1. Invers Polar untuk Memudahkan Analisis Kestabilan Nyquist pada Sistem Multiple Loop.. Analisis kestabilan Relatif / Transient melalui modifikasi Lintasan Nyquist. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 61 dari 65

62 Analisis Kestabilan Relatif/Transient Sistem harus stabil dan tanggapan transientnya memadai. Kurva Nyquist dapat menunjukkan keduanya dan bagaimana kestabilan diperbaiki bila diperlukan. Asumsi pada analisis. 1. Sistem Balikan Satuan. Sistem fasa minimum (tak memiliki pole loop terbuka didaerah tak stabil bidang-s) Analisis melalui 1) Pemetaan Konformal (optional) ) Pemetaan Phase Margin dan Gain Margin Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 6 dari 65

63 Phase Margin dan Gain Margin Untuk k besar, sistem tak stabil. Untuk k lebih kecil, kurva G(jω) melewati titik -1+j0, sistem berosilasi (batas kestabilan). Untuk k kecil, sistem menjadi stabil. Makin dekat kurva G(jω) mengelilingi titik -1+j0, tanggapan sistem makin berosilasi. Kedekatan kurva G(jω) ketitik -1+j0 merupakan ukuran batas kestabilan : phase margin dan gain margin. Phase margin : jumlah phase lag tambahan pada frekuensi gain crossover ( ωgco ) yang diperlukan untuk membuat sistem tak stabil. ω gco : frekuensi pada saat G( jω ) = 1 o γ = + φ 180 ; φ : sudut fasa G( jωgco) Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 63 dari 65

64 Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 64 dari 65

65 Gain margin : kestabilan magnitude G( jω ) pada frekuensi phase crossover ω pco ωpco : frekuensi pada saat G( jω) = 180 o k g G j 1 ( ωpco ) Bila kg 1 : gain margin positip Untuk sistem phase minimum : gain margin positip (negatip) menunjukkan berapa besar penguatan masih dapat dinaikkan (diturunkan) sebelum sistem menjadi tak stabil (stabil) Sistem phase minimum stabil bila gain margin dan phase margin positip. Untuk sistem stabil kondisional : ada atau lebih frekuensi phase crossover. Untuk sistem orde tinggi mungkin memiliki atau lebih frekuensi gain crossover : phase margin dihitung pada frekuensi gain crossover tertinggi. Tanggapan transient optimum bila : phase margin 30 0 sampai 60 0 gain margin > 6 db Untuk sitem phase minimum, phase margin berarti kemiringan kurva Bode G( jω) pada ωgco harus lebih landai dari -40db/dec. (yaitu -0db/dec) agar stabil. Bila kemiringan tersebut mencapai -60 db/dec, sistem hampir pasti tak stabil. Teknik Elektro ITB [EYS-1998] hal 65 dari 65

ROOT LOCUS. Aturan-Aturan Penggambaran Root Locus. Root Locus Melalui MATLAB. Root Locus untuk Sistem dengan

ROOT LOCUS. Aturan-Aturan Penggambaran Root Locus. Root Locus Melalui MATLAB. Root Locus untuk Sistem dengan ROOT LOCUS Pendahuluan Dasar Root Locus Plot Root Locus Aturan-Aturan Penggambaran Root Locus Root Locus Melalui MATLAB Kasus Khusus Analisis Sistem Kendali Melalui Root Locus Root Locus untuk Sistem dengan

Lebih terperinci

Tanggapan Frekuensi Pendahuluan

Tanggapan Frekuensi Pendahuluan Tanggapan Frekuensi 46 3 Tanggapan Frekuensi 3.. Pendahuluan Dalam bab 3, kita telah membahas karakteritik suatu sistem dalam lingkup waktu dengan masukan-masukan berupa fungsi step, fungsi ramp, fungsi

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI Pendahuluan Tahap Awal Desain Kompensasi Lead Kompensasi Lag Kompensasi Lag-Lead Kontroler P, PI, PD dan PID Hubungan antara Kompensator Lead, Lag & Lag-Lead

Lebih terperinci

Kriteria Nyquist. Dalam subbab ini, sistem lup tertutup yang akan dikaji seperti ditunjukkan dalam

Kriteria Nyquist. Dalam subbab ini, sistem lup tertutup yang akan dikaji seperti ditunjukkan dalam Kriteria Nyquist Dalam subbab ini, sistem lup tertutup yang akan dikaji seperti ditunjukkan dalam gambar. Persamaan karakteristik sistem diberikan oleh persamaan + G(s)H(s) 0 Persamaan ini menetukan stabilitas

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM KENDALI

ANALISIS SISTEM KENDALI ANALISIS SISTEM KENDALI PENDAHULUAN ANALISIS WAKTU ALIH Tanggapan Waktu Alih Orde 1 Tanggapan Waktu Alih Orde Spesifikasi Tanggapan Waktu Alih Penurunan Rumus Spesifikasi Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi

Lebih terperinci

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini SISTEM KENDALI; Disertai Contoh Soal dan Penyelesaian, oleh Made Santo Gitakarma, S.T., M.T. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057;

Lebih terperinci

METODA TANGGAPAN FREKUENSI

METODA TANGGAPAN FREKUENSI METODA TANGGAPAN FREKUENSI 1. Pendahuluan Tanggapan frekuensi adalah tanggapan keadaan mantap suatu sistem terhadap masukan sinusoidal. Dalam metoda tanggapan frekuensi, frekuensi sinyal masukan dalam

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya. MATERI Kriteria Kestabilan Nyquist

Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya. MATERI Kriteria Kestabilan Nyquist Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya MATERI Kriteria Kestabilan Nyquist Respon frekuensi suatu sistem adalah respon keadaan tunak sistem teerhadap sinyal masukan sinusoidal. Metode respon frekuensi

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya. MATERI Diagram Nyquist

Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya. MATERI Diagram Nyquist Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya MATERI Diagram Nyquist Tanggapan frekuensi suatu sistem adalah tanggapan keadaan tunak sistem terrhadap sinyal masukan sinusoidal. Metode tanggapan frekuensi

Lebih terperinci

RESPON / TANGGAPAN FREKUENSI

RESPON / TANGGAPAN FREKUENSI Institut Teknologi Sepuluh Nopember - Surabaya RESPON / TANGGAPAN FREKUENSI Diagram Nyquist Kriteria Kestabilan Nyquist Daftar Isi Diagram Nyquist Kriteria Kestabilan Nyquist Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Perangkat Ajar Dalam perancangan dan pembuatan perangkat ajar ini membutuhkan perangkat pendukung yang berupa piranti lunak dan perangkat keras. Adapun

Lebih terperinci

Metode lokasi akar-akar (Root locus method) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 8

Metode lokasi akar-akar (Root locus method) Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 8 Metode lokasi akar-akar (Root locus method) Pendahuluan Metode lokasi akar-akar 1. Metode lokasi akar-akar dapat digunakan untuk melukiskan secara kualitatif unjuk kerja sistem kontrol jika beberapa parameter

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 4 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Pertama Sebagaimana kita ketahui, kondisi operasi

Lebih terperinci

I. SISTEM KONTROL. Plant/Obyek. b. System terkendali langsung loop tertutup, dengan umpan balik. sensor

I. SISTEM KONTROL. Plant/Obyek. b. System terkendali langsung loop tertutup, dengan umpan balik. sensor I. SISTEM KONTROL I.Konsep dan Penegrtian Sistem Kontrol Cerita kasus : kehidupan sehari-hari, - Kasus Pendingin - Kasus kecepatan - Kasus pemanas - Kasus lainnya ( Sistem Komunikasi ) I.. System terkontrol/terkendali

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 5 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Ke-Dua 5.1. Rangkaian Orde Kedua Dengan Pole Riil

Lebih terperinci

Analisa Root-Locus Pendahuluan Magnitude dan Sudut Persamaan Polinomial s

Analisa Root-Locus Pendahuluan Magnitude dan Sudut Persamaan Polinomial s Analisa Root-Locus 48 4 Analisa Root-Locus 4.. Pendahuluan Karakteristik dasar ggapan waktu dari suatu sistem loop tertutup sangat berkai dengan lokasi dari pole-pole loop tertutupnya. Pole-pole loop tertutup

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI. Fatchul Arifin.

SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI. Fatchul Arifin. SISTEM KENDALI DASAR RESPON WAKTU DAN RESPON FREKUENSI Fatchul Arifin fatchul@uny.ac.id PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRONIKA JURUSAN TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS

ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS Materi VI ANALISIS KESTABILAN ROUTH HURWITZ DAN ROOT LOCUS Kestabilan merupakan hal terpenting dalam sistem kendali linear. Kestabilan sebuah sistem ditentukan oleh tanggapannya terhadap masukan atau gangguan.

Lebih terperinci

Tanggapan Alih (Transient Respond) dan Kestabilan System

Tanggapan Alih (Transient Respond) dan Kestabilan System Tanggapan Alih (Transient Respond) dan Kestabilan System Indrazno Siradjuddin April 8, 2017 1 Bilangan Kompleks (a) Koordinat cartesian (b) Koordinat polar Gambar 1: Representasi bilangan kompleks dalam

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN. Fatchul Arifin. Numerator dan denominator pada fungsi NALISArasional juga mempunyai nilai nol.

ANALISA KESTABILAN. Fatchul Arifin. Numerator dan denominator pada fungsi NALISArasional juga mempunyai nilai nol. ANALISA KESTABILAN Fatchul Arifin (fatchul@uny.ac.id) Pole, Zero dan Pole-Zero Plot Numerator dan denominator pada fungsi NALISArasional juga mempunyai nilai nol. Nilai nol dari numerator disebut ZERO

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. 3.1 Gambaran Umum Pengajaran Mata Kuliah Sistem Pengaturan Dasar

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. 3.1 Gambaran Umum Pengajaran Mata Kuliah Sistem Pengaturan Dasar BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Gambaran Umum Pengajaran Mata Kuliah Sistem Pengaturan Dasar Mata kuliah Sistem Pengaturan Dasar merupakan mata kuliah yang wajib diambil / dipelajari pada perkuliahan bagi

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI Amplitude To: Y(1) MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI 0.9 Step Response From: U(1) 0.8 0.7 oscillatory 0.6 0.5 underdamped 0.4 0.3 overdamped 0.2 0.1 critically damped 0 0 5 10 15 20 Time (sec.) LABORATORIUM

Lebih terperinci

Respons Sistem dalam Domain Waktu. Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 4

Respons Sistem dalam Domain Waktu. Dasar Sistem Kontrol, Kuliah 4 Respons Sistem dalam Domain Waktu Respons sistem dinamik Respons alami Respons output sistem dinamik + Respons paksa = Respons sistem Zero dan Pole Sistem Dinamik Pole suatu sistem dinamik : akar-akar

Lebih terperinci

Filter Orde Satu & Filter Orde Dua

Filter Orde Satu & Filter Orde Dua Filter Orde Satu & Filter Orde Dua Asep Najmurrokhman Jurusan eknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani 8 November 3 EI333 Perancangan Filter Analog Pendahuluan Filter orde satu dan dua adalah bentuk

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI

MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI Amplitude To: Y() MODUL PRAKTIKUM DASAR SISTEM KENDALI 0.9 Step Response From: U() 0.8 0.7 osillatory 0.6 0.5 underdamped 0.4 0.3 overdamped 0.2 0. ritially damped 0 0 5 0 5 20 Time (se.) LABORATORIUM

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2 Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Jilid Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 7 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Ke-Dua 7.. Rangkaian Orde Kedua Dengan Pole Riil Pole dari

Lebih terperinci

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks Transformasi Laplace Metode transformasi Laplace adalah suatu metode operasional yang dapat digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial linear. Dengan menggunakan transformasi Laplace,

Lebih terperinci

TRANSFORMASI LAPLACE

TRANSFORMASI LAPLACE TRANSFORMASI LAPLACE SISTEM KENDALI KLASIK Pemodelan Matematika Analisis Diagram Bode, Nyquist, Nichols Step & Impulse Response ain / Phase Margins Root Locus Disain Simulasi SISTEM KONTROL LOOP TERTUTUP

Lebih terperinci

PENGUAT OPERASIONAL. ❶ Karakteristik dan Pemodelan. ❷ Operasi pada Daerah Linear. ❸ Operasi pada Daerah NonLinear

PENGUAT OPERASIONAL. ❶ Karakteristik dan Pemodelan. ❷ Operasi pada Daerah Linear. ❸ Operasi pada Daerah NonLinear PENGUAT OPERASIONAL ⓿ Pendahuluan ❶ Karakteristik dan Pemodelan ❷ Operasi pada Daerah Linear Model Virtual Short Circuit Metoda Inspeksi Metoda Sistematik ❸ Operasi pada Daerah NonLinear Rangkaian Ekivalen

Lebih terperinci

Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY. Bab 8 1

Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY. Bab 8 1 Spesifikasi Sistem Respon Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY Bab 8 1 Pendahuluan Dari pelajaran terdahulu, rumus umum fungsi transfer order ke dua adalah : dimana bentuk responnya ditentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PERSAMAAN. a) 2x + 3 = 9 a) 5 = b) x 2 9 = 0 b) = 12 c) x = 0 c) 2 adalah bilangan prima genap d) 3x 2 = 3x + 5

BAB 1 PERSAMAAN. a) 2x + 3 = 9 a) 5 = b) x 2 9 = 0 b) = 12 c) x = 0 c) 2 adalah bilangan prima genap d) 3x 2 = 3x + 5 BAB PERSAMAAN Sifat Sifat Persamaan Persamaan adalah kalimat matematika terbuka yang menyatakan hubungan sama dengan. Sedangkan kesamaan adalah kalimat matematika tertutup yang menyatakan hubungan sama

Lebih terperinci

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi Tanggapan Watu Alih Orde Tinggi Sistem Orde-3 : C(s) R(s) ω P ( < ζ (s + ζω s + ω )(s + p) Respons unit stepnya: c(t) βζ n n < n ζωn t e ( β ) + βζ [ ζ + { βζ ( β ) cos ( β ) + ] sin ζ ) ζ ζ ω ω n n t

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

1.1. Definisi dan Pengertian

1.1. Definisi dan Pengertian BAB I PENDAHULUAN Sistem kendali telah memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Peranan sistem kendali meliputi semua bidang kehidupan. Dalam peralatan, misalnya proses

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGENDALI LAG, LEAD, DAN LAG-LEAD POSISI MOTOR DC SECARA DISKRIT MENGGUNAKAN MATLAB

PERANCANGAN PENGENDALI LAG, LEAD, DAN LAG-LEAD POSISI MOTOR DC SECARA DISKRIT MENGGUNAKAN MATLAB Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor, Maret 006 ISSN : 1858-3709 PERANCANGAN PENGENDALI LAG, LEAD, DAN LAG-LEAD POSISI MOTOR DC SECARA DISKRIT MENGGUNAKAN MATLAB Oleh : Yulastri Zulharbi Suar Julsam

Lebih terperinci

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 8 NO. 1 Maret 2015

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 8 NO. 1 Maret 2015 ANALISA KESTABILAN TANGGAPAN TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR TERHADAP PERUBAHAN PARAMETER DENGAN BANTUAN PERANGKAT LUNAK MATLAB Heru Dibyo Laksono 1 Doohan Haliman 2 Aidil Danas 3 ABSTRACT This journal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

Lampiran. Defenisi dan persamaan untuk penurunan kestabilan longitudinal. Simbol Defenisi Origin Persamaan Harga Khas C. Variasi dari hambatan (drag)

Lampiran. Defenisi dan persamaan untuk penurunan kestabilan longitudinal. Simbol Defenisi Origin Persamaan Harga Khas C. Variasi dari hambatan (drag) Lampiran Tabel 1 Defenisi dan persamaan untuk penurunan kestabilan longitudinal Simbol Defenisi Origin Persamaan Harga Khas C x u U F Variasi dari hambatan (drag) x C -0.05 D Sq u dan dorongan terhadap

Lebih terperinci

Di dalam perancangan filter-filter digital respons impuls tak terbatas diperlukan transformasi ke filter analog Diperlukan adanya pengetahuan filter

Di dalam perancangan filter-filter digital respons impuls tak terbatas diperlukan transformasi ke filter analog Diperlukan adanya pengetahuan filter FEG2D3 -INW- 206 Di dalam perancangan filter-filter digital respons impuls tak terbatas diperlukan transformasi ke filter analog Diperlukan adanya pengetahuan filter analog yang dapat bertindak sebagai

Lebih terperinci

DESAIN KOMPENSATOR KAWASAN FREKUENSI. Dalam bab terdahulu, telah dipelajari analisa TKA dan prosedur desain. Desain

DESAIN KOMPENSATOR KAWASAN FREKUENSI. Dalam bab terdahulu, telah dipelajari analisa TKA dan prosedur desain. Desain DESAIN KOMPENSATOR KAWASAN FREKUENSI Dalam bab terdahulu, telah dielajari analisa TKA dan rosedur desain. Desain TKA telah ditamilkan sebagai metode untuk menangani tanggaan eralihan (transien) sistem

Lebih terperinci

Stabilitas Sistem. Nuryono S.W., S.T.,M.Eng. Dasar Sistem Kendali 1

Stabilitas Sistem. Nuryono S.W., S.T.,M.Eng. Dasar Sistem Kendali 1 Stabilitas Sistem Nuryono S.W., S.T.,M.Eng. Dasar Sistem Kendali 1 Definisi Kestabilan Kestabilan sebuah sistem ditentukan oleh tanggapannya terhadap masukan atau gangguan. Secara naluriah, sistem yang

Lebih terperinci

Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2002/2003

Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2002/2003 DOKUMEN NEGARA SANGAT RAHASIA Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 00/00 SMU/MA Program Studi IPA Paket Utama (P) MATEMATIKA (D0) SELASA, 6 MEI 00 Pukul 07.0 09.0 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Hak Cipta

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i HALAMAN PERNYATAAN... ii HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH...iii ABSTRAK... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

Pemodelan dan Analisa Sistem Eksitasi Generator

Pemodelan dan Analisa Sistem Eksitasi Generator Vol. 2 No. Maret 24 ISSN : 854-847 Pemodelan dan Analisa Sistem Eksitasi Generator Heru Dibyo Laksono,*), M. Revan ), Azano Rabirahim ) ) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang

Lebih terperinci

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987 MATEMATIKA DASAR TAHUN 987 MD-87-0 Garis singgung pada kurva y di titik potong nya dengan sumbu yang absisnya positif mempunyai gradien 0 MD-87-0 Titik potong garis y + dengan parabola y + ialah P (5,

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI, oleh Heru Dibyo Laksono, M.T. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta Telp: ;

SISTEM KENDALI, oleh Heru Dibyo Laksono, M.T. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta Telp: ; SISTEM KENDALI, oleh Heru Dibyo Laksono, M.T. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-4462135; 0274-882262; Fax: 0274-4462136 E-mail: info@grahailmu.co.id Hak

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

EVALUASI POLA TINGKAH LAKU TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR DENGAN METODA PENEMPATAN KUTUB MENGGUNAKAN ALGORITMA BASS - GURA

EVALUASI POLA TINGKAH LAKU TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR DENGAN METODA PENEMPATAN KUTUB MENGGUNAKAN ALGORITMA BASS - GURA ol: 2 No.2 September 213 ISSN: 232-2949 EALUASI POLA TINGKAH LAKU TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR DENGAN METODA PENEMPATAN KUTUB MENGGUNAKAN ALGORITMA BASS - GURA Heru Dibyo Laksono, Noris Fredi Yulianto

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

Root Locus A. Landasan Teori Karakteristik tanggapan transient sistem loop tertutup dapat ditentukan dari lokasi pole-pole (loop tertutupnya).

Root Locus A. Landasan Teori Karakteristik tanggapan transient sistem loop tertutup dapat ditentukan dari lokasi pole-pole (loop tertutupnya). Nama NIM/Jur/Angk : Ardian Umam : 35542/Teknik Elektro UGM/2009 Root Locus A. Landasan Teori Karakteristik tanggapan transient sistem loop tertutup dapat ditentukan dari lokasi pole-pole (loop tertutupnya).

Lebih terperinci

Menurut jenisnya, fungsi dapat dibedakan menjadi (1) Fungsi aljabar (2) Fungsi transenden

Menurut jenisnya, fungsi dapat dibedakan menjadi (1) Fungsi aljabar (2) Fungsi transenden Lecture 3. Function (B) A. Macam-macam Fungsi Menurut jenisnya, fungsi dapat dibedakan menjadi (1) Fungsi aljabar (2) Fungsi transenden Fungsi aljabar dibedakan menjadi (1) Fungsi rasional (a) Fungsi konstan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi sistem tegangan. Ketidakstabilan

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi sistem tegangan. Ketidakstabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangkitan tenaga listrik, kestabilan tegangan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi sistem tegangan. Ketidakstabilan

Lebih terperinci

Pertemuan ke 8. GRAFIK FUNGSI Diketahui fungsi f. Himpunan {(x,y): y = f(x), x D f } disebut grafik fungsi f.

Pertemuan ke 8. GRAFIK FUNGSI Diketahui fungsi f. Himpunan {(x,y): y = f(x), x D f } disebut grafik fungsi f. Pertemuan ke 8 GRAFIK FUNGSI Diketahui fungsi f. Himpunan {(,y): y = f(), D f } disebut grafik fungsi f. Grafik metode yang paling umum untuk menyatakan hubungan antara dua himpunan yaitu dengan menggunakan

Lebih terperinci

METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR

METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR. Pendahuluan Karakteristik dasar tanggapan peralihan suatu sistem lingkar tertutup ditentukan oleh pole-pole lingkar tertutup. Jadi dalam persoalan analisis, perlu ditentukan

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2 Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Jilid Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik () BAB 6 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde Pertama Sebagaimana kita ketahui, kondisi operasi normal

Lebih terperinci

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt.

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt. 1. Pengertian Gelombang Berjalan Gelombang berjalan adalah gelombang yang amplitudonya tetap. Pada sebuah tali yang panjang diregangkan di dalam arah x di mana sebuah gelombang transversal sedang berjalan.

Lebih terperinci

Vol: 4, No.1, Maret 2015 ISSN: ANALISA PERFORMANSI TANGGAPAN TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR TERHADAP PERUBAHAN PARAMETER

Vol: 4, No.1, Maret 2015 ISSN: ANALISA PERFORMANSI TANGGAPAN TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR TERHADAP PERUBAHAN PARAMETER Vol: 4, No.1, Maret 215 ISSN: 232-2949 ANALISA PERFORMANSI TANGGAPAN TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR TERHADAP PERUBAHAN PARAMETER Heru Dibyo Laksono 1, Adry Febrianda 2 1 Staff Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BILANGAN KOMPLEKS. 1. Bilangan-Bilangan Real. 2. Bilangan-Bilangan Imajiner. 3. Bilangan-Bilangan Kompleks

BILANGAN KOMPLEKS. 1. Bilangan-Bilangan Real. 2. Bilangan-Bilangan Imajiner. 3. Bilangan-Bilangan Kompleks BILANGAN KOMPLEKS 1. Bilangan-Bilangan Real Sekumpulan bilangan-bilangan real yang dapat menempati seluruh titik pada garis lurus, hal ini dinamakan garis bilangan real seperti pada Gambar 1. Operasi penjumlahan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Computer Aided Instruction Sejarah Perkembangan CAI (Perangkat Ajar)

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Computer Aided Instruction Sejarah Perkembangan CAI (Perangkat Ajar) BAB LANDASAN TEORI.1 Computer Aided Instruction (CAI).1.1 Pengertian Computer Aided Instruction Computer Aided Instruction merupakan suatu perangkat ajar yang memanfaatkan komputer untuk menyampaikan bahan-bahan

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018 Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Jika diketahui x = 8, y = 25 dan z = 81, maka nilai dari x 2 y 2 z adalah.... (a) 0 (b) 00 (c) 500

Lebih terperinci

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 4 NO. 1 SEPTEMBER 2011

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 4 NO. 1 SEPTEMBER 2011 JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 86 498 VOL. 4 NO. SEPTEMBER PERANCANGAN PENGENDALI KECEPATAN MOTOR ARUS SEARAH (DC) DENGAN PENDEKATAN TANGGAPAN FREKUENSI DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB Heru Dibyo

Lebih terperinci

SOAL DAN SOLUSI MATEMATIKA SMA/MA IPA UNIVERSITAS GUNADARMA TAHUN 2015 PAKET SOAL A

SOAL DAN SOLUSI MATEMATIKA SMA/MA IPA UNIVERSITAS GUNADARMA TAHUN 2015 PAKET SOAL A SOAL DAN SOLUSI MATEMATIKA SMA/MA IPA UNIVERSITAS GUNADARMA TAHUN PAKET SOAL A. Diberikan premis-premis berikut : ) Politik tidak sehat atau Negara tentram dan damai ) Jika Negara tentram dan damai maka

Lebih terperinci

UN SMA IPA 2003 Matematika

UN SMA IPA 2003 Matematika UN SMA IPA 00 Matematika Kode Soal Doc. Version : 0-0 halaman 0. Persamaan kuadrat (k + )² - (k - ) +k - = 0, mempunyai akar-akar nyata dan sama. Jumlah kedua persamaan tersebut 9 9 0. Jika akar-akar persamaan

Lebih terperinci

SRI REDJEKI KALKULUS I

SRI REDJEKI KALKULUS I SRI REDJEKI KALKULUS I KLASIFIKASI BILANGAN RIIL n Bilangan yang paling sederhana adalah bilangan asli : n 1, 2, 3, 4, 5,. n n Bilangan asli membentuk himpunan bagian dari klas himpunan bilangan yang lebih

Lebih terperinci

Penerapan Bilangan Kompleks pada Rangkaian RLC

Penerapan Bilangan Kompleks pada Rangkaian RLC Penerapan Bilangan Kompleks pada Rangkaian RLC Hishshah Ghassani - 354056 Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 0 Bandung 403, Indonesia

Lebih terperinci

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA

ISTIYANTO.COM. memenuhi persamaan itu adalah B. 4 4 C. 4 1 PERBANDINGAN KISI-KISI UN 2009 DAN 2010 SMA IPA PERBANDINGAN KISI-KISI UN 009 DAN 00 SMA IPA Materi Logika Matematika Kemampuan yang diuji UN 009 UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh dari penarikan kesimpulan Menentukan negasi pernyataan

Lebih terperinci

OPTIMISASI Minimisasi Rugi-rugi Daya pada Saluran

OPTIMISASI Minimisasi Rugi-rugi Daya pada Saluran OPTIMISASI Minimisasi ugi-rugi Daya pada Saluran Oleh : uriman Anthony, ST. MT ugi-rugi daya pada saluran ugi-rugi pada saluran transmisi dan distribusi dipengaruhi oleh besar arus pada beban yang melewati

Lebih terperinci

Kondisi seperti tersebut dapat dikatakan bahwa antara flux (Ф) dan tegangan (e) terdapat geseran fasa sebesar π / 2 radian atau 90 o.

Kondisi seperti tersebut dapat dikatakan bahwa antara flux (Ф) dan tegangan (e) terdapat geseran fasa sebesar π / 2 radian atau 90 o. Bila dua buah gelombang dengan persamaan Ф = Фm cos ωt dan e = Em sin ωt dilukiskan secara bersama dalam satu susunan sumbu Cartesius seperti pada Gambar 1, maka terlihat bahwa kedua gelombang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangkit tenaga listrik, kestabilan tegangan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi sistem tegangan. Ketidakstabilan

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SINYAL DAN SISTEM DISKRIT. Pengolahan Sinyal Analog adalah Pemrosesan Sinyal. bentuk m dan manipulasi dari sisi sinyal dan informasi.

PENGOLAHAN SINYAL DAN SISTEM DISKRIT. Pengolahan Sinyal Analog adalah Pemrosesan Sinyal. bentuk m dan manipulasi dari sisi sinyal dan informasi. PENGOLAHAN SINYAL DAN SISTEM DISKRIT Pengolahan Sinyal Analog adalah Pemrosesan Sinyal yang mempunyai kaitan dengan penyajian,perubahan bentuk m dan manipulasi dari sisi sinyal dan informasi. Pengolahan

Lebih terperinci

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010

Soal UN 2009 Materi KISI UN 2010 Prediksi UN 2010 PREDIKSI UN 00 SMA IPA BAG. (Berdasar buku terbitan Istiyanto: Bank Soal Matematika-Gagas Media) Logika Matematika Soal UN 009 Materi KISI UN 00 Prediksi UN 00 Menentukan negasi pernyataan yang diperoleh

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

Deret Fourier untuk Sinyal Periodik

Deret Fourier untuk Sinyal Periodik x( t T ) x( Analisis Fourier Jean Baptiste Fourier (1768-1830, ahli fisika Perancis) membuktikan bahwa sembarang fungsi periodik dapat direpresentasikan sebagai penjumlahan sinyal-sinyal sinus dengan frekuensi

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang.

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi osilasi harmonik sederhana yang disarikan dari [Halliday,1987],

Lebih terperinci

TEKNIK SISTEM KONTROL

TEKNIK SISTEM KONTROL Pendahuluan i i Teknik Sistem Kontrol Daftar Isi iii TEKNIK SISTEM KONTROL Oleh : Sulasno Thomas Agus Prayitno Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2006 Hak Cipta 2006 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

DISAIN KOMPENSATOR UNTUK PLANT MOTOR DC ORDE SATU

DISAIN KOMPENSATOR UNTUK PLANT MOTOR DC ORDE SATU DISAIN KOMPENSATOR UNTUK PLANT MOTOR DC ORDE SATU TUGAS PAPER ANALISA DISAIN SISTEM PENGATURAN Oleh: FAHMIZAL(2209 05 00) Teknik Sistem Pengaturan, Teknik Elektro ITS Surabaya Identifikasi plant Identifikasi

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: MATEMATIKA IPA (KODE: A05) Petunjuk A digunakan untuk menjawab soal nomor 1 sampai dengan nomor 40.

PR ONLINE MATA UJIAN: MATEMATIKA IPA (KODE: A05) Petunjuk A digunakan untuk menjawab soal nomor 1 sampai dengan nomor 40. PR ONLINE MATA UJIAN: MATEMATIKA IPA (KODE: A05) Petunjuk A digunakan untuk menjawab soal nomor sampai dengan nomor 0. 5. Jika a b 5, maka a + b = 5 (A). (C) 0. 0.. 7.. Nilai x yang memenuhi pertidaksamaan

Lebih terperinci

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana

GERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana GERAK HARMONIK Pembahasan Persamaan Gerak untuk Osilator Harmonik Sederhana Ilustrasi Pegas posisi setimbang, F = 0 Pegas teregang, F = - k.x Pegas tertekan, F = k.x Persamaan tsb mengandung turunan terhadap

Lebih terperinci

Simulasi Control System Design dengan Scilab dan Scicos

Simulasi Control System Design dengan Scilab dan Scicos Simulasi Control System Design dengan Scilab dan Scicos 1. TUJUAN PERCOBAAN Praktikan dapat menguasai pemodelan sistem, analisa sistem dan desain kontrol sistem dengan software simulasi Scilab dan Scicos.

Lebih terperinci

Vol: 4, No. 2, September 2015 ISSN:

Vol: 4, No. 2, September 2015 ISSN: Vol: 4, No. 2, September 215 ISSN: 232-2949 ANALISA KEKOKOHAN ANGGAPAN EGANGAN SISEM EKSIASI GENERAOR IPE ARUS SEARAH DENGAN BERBAGAI PENGENDALI Heru Dibyo Laksono (1), Doohan Haliman (2), Aidil Danas

Lebih terperinci

D. (1 + 2 ) 27 E. (1 + 2 ) 27

D. (1 + 2 ) 27 E. (1 + 2 ) 27 1. Nilai dari untuk x = 4 dan y = 27 adalah... A. (1 + 2 ) 9 B. (1 + 2 ) 9 C. (1 + 2 ) 18 D. (1 + 2 ) 27 E. (1 + 2 ) 27 2. Persamaan 2x² + qx + (q - 1) = 0, mempunyai akar-akar x 1 dan x 2. Jika x 1 2

Lebih terperinci

Untai Elektrik I. Waveforms & Signals. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan.

Untai Elektrik I. Waveforms & Signals. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan. Untai Elektrik I Waveforms & Signals Dr. Iwan Setyawan Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana Secara umum, tegangan dan arus dalam sebuah untai elektrik dapat dikategorikan menjadi tiga jenis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

Rangkaian Matching. Matching dengan λ/4 Line

Rangkaian Matching. Matching dengan λ/4 Line Rangkaian Matching Matching dengan λ/4 Line Matching dengan Stub Saluran Transmisi Teknik Elektro, Univ. Mercu Buana 2004 8.1 Dari Pertemuan terdahulu: Transformasi impedansi dengan pemasangan saluran

Lebih terperinci

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata. Persamaan Gelombang.

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata. Persamaan Gelombang. KOMPETENSI DASAR 3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata INDIKATOR 3.11.1. Mendeskripsikan gejala gelombang mekanik 3.11.2. Mengidentidikasi

Lebih terperinci

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah ANALISIS KOMPLEKS Pendahuluan Bil Kompleks Bil Riil Bil Imaginer (khayal) Bil Rasional Bil Irasional Bil Pecahan Bil Bulat Sistem Bilangan Kompleks Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + Untuk maka bentuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Generator merupakan peralatan utama dalam proses pembangkitan tenaga listrik. Poin penting dalam menyuplai daya ke suatu sistem (beban). Proses pembangkitan tenaga

Lebih terperinci

Matematika Proyek Perintis I Tahun 1980

Matematika Proyek Perintis I Tahun 1980 Matematika Proyek Perintis I Tahun 980 MA-80-0 Di antara lima hubungan di bawah ini, yang benar adalah Jika B C dan B C, maka A C Jika A B dan C B, maka A C Jika B A dan C B, maka A C Jika A C dan C B,

Lebih terperinci

Perancangan dan Analisa Kendali Sistem Eksitasi Generator Tipe Arus Searah dengan Pidtool Model Paralel

Perancangan dan Analisa Kendali Sistem Eksitasi Generator Tipe Arus Searah dengan Pidtool Model Paralel Vol. 21 No. 3 Oktober 214 ISSN : 854-8471 Perancangan dan Analisa Kendali Sistem Eksitasi Generator Tipe Arus Searah dengan Pidtool Model Paralel Heru Dibyo Laksono 1,*), M. Revan 1) 1 Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a Soal - Soal UM UGM. Soal Matematika Dasar UM UGM 00. Jika x = 3 maka + 3 log 4 x =... a. b. c. d. e.. Jika x+y log = a dan x y log 8 = b dengan 0 < y < x maka 4 log (x y ) =... a. a + 3b ab b. a + b ab

Lebih terperinci

B. y = 1 x 2 1 UN-SMK-TEK Jika A = 2 0

B. y = 1 x 2 1 UN-SMK-TEK Jika A = 2 0 UN-SMK-TEK-04-0 Jarak kota A ke kota B pada peta 0 cm. Jika skala peta : 0.000, maka jarak kedua kota sebenarnya adalah..., km km 0 km.00 km.000 km UN-SMK-TEK-04-0 Hasil perkalian dari (4a) - (a) =...

Lebih terperinci

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu TE 226 - Sistem Linier Jimmy Hasugian Electrical Engineering - Maranatha Christian University jimlecture@gmail.com - http://wp.me/p4scve-g Sistem Waktu Kontinu Jimmy Hasugian (MCU) Sistem Waktu Kontinu

Lebih terperinci

Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola. Tim Kalkulus II

Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola. Tim Kalkulus II Koordinat Kartesius, Koordinat Tabung & Koordinat Bola Tim Kalkulus II Koordinat Kartesius Sistem Koordinat 2 Dimensi Sistem koordinat kartesian dua dimensi merupakan sistem koordinat yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA 3.1 Deskripsi Masalah Permasalahan yang dibahas di dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai aliran fluida yang mengalir keluar melalui sebuah celah

Lebih terperinci

PERILAKU TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR DENGAN METODA PENEMPATAN KUTUB DALAM DOMAIN WAKTU

PERILAKU TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR DENGAN METODA PENEMPATAN KUTUB DALAM DOMAIN WAKTU PERILAKU TEGANGAN SISTEM EKSITASI GENERATOR DENGAN METODA PENEMPATAN KUTUB DALAM DOMAIN WAKTU Heru Dibyo Laksono 1, Noris Fredi Yulianto 2 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Andalas Email : heru_dl@ft.unand.ac.id

Lebih terperinci