BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN"

Transkripsi

1 BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 35, disebutkan bahwa : Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Dengan demikian fungsi pengendalian pemanfaatan ruang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kedetailan rencana yang ada, dan selanjutnya digunakan menciptakan tertib tata ruang. a. Peraturan Zonasi Peraturan zonasi ditetapkan dengan : - Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; - Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; - Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi. b. Ketentuan Perizinan Yang dimaksud dengan perijinan adalah perijinan yang terkait dengan ijin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. c. Pemberian Insentif dan Disinsentif Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perijinan skala kecil atau individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perijinan skala besar atau kawasan karena dalam skala besar atau kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan. d. Pengenaan Sanksi Merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Pasal 8 dalam Permendagri No. 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di daerah disebutkan bahwa : VII - 1

2 1. Penyususunan rencana tata ruang dilakukan melalui serangkaian pekerjaan teknis, yang meliputi : a. penetapan arah dan visi pengembangan wilayah b. pengidentifikasian potensi dan masalah serta analisa pengembangan wilayah c. perumusan struktur dan pola pemanfaatan ruang d. perumusan rencana tata ruang 2. Penyusunan rencana tata ruang di daerah berpedoman pada pedoman teknis yang sesuai dengan perundangan yang berlaku. 3. Dalam proses penyusunan rencana tata ruang sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1, dilakukan diskusi dan lokakarya atau sarasehan dengan mengundang instansi yang terkait, pakar, tokoh masyarakat, organisasi profesi atau kemasyarakatan serta dunia usaha. 4. Kepala daerah wajib mengumumkan rancangan final rencana tata ruang daerah kepada masyarakat umum. Lebih lanjut dalam pasal 11 Permendagri No. 8 Tahun 1998 disebutkan bahwa : 1. Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, kepala daerah mempersiapkan kebijaksanaan yang berisi pengaturan bagi wilayah atau kawasan yang akan dimanfaatkan sesuai dengan fungsi kawasan lindung dan kawasan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah. 2. Pengaturan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1, berupa penetapan Keputusan Kepala Daerah tentang ketentuan persyaratan teknis bagi pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung dan budidaya. 3. Ketentuan persyaratan teknis bagi pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya, sesuai dengan perundangan yang berlaku. 4. Ketentuan persyaratan teknis yang dilakukan oleh gubernur sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2, berupa kebijaksanaan umum dengan mempertimbangkan rona dari kemampuan wilayah serta nilai budaya setempat. 5. Penentuan persyaratan teknis yang dilakukan oleh Bupati sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2, berupa kebijaksanaan operasional dengan berpedoman pada kebijakan umum ditetapkan oleh gubernur. VII - 2

3 Untuk mewujudkan pembangunan yang tertib berdasarkan rencana tata ruang yang telah disusun, maka diperlukan pengendalian penataan ruang. Dalam pasal 35 UU No. 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa : Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, peizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Didalam penjelasan UU No. 26 tahun 2007 lebih lanjut diperjelas bahwa : 1. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukkan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. 2. Yang dimaksud dengan perijinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. 3. Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perijinan skala kecil atau individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perijinan skala besar atau kawasan karena dalam skala besar atau kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan. Beberapa hal yang terkait dengan sanksi administratif antara lain adalah : pembatalan ijin yang diperoleh, pencabutan atas hak atas rekomendasi suatu pembentukan. Sanksi administratif ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang. Sanksi perdata : berupa pengenaan denda, pengenaan ganti rugi dan lainlain. Sanksi perdata ini dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang. Kelompok orang atau badan hukum. Sanksi pidana dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan. Sanksi pidana dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan umum. VII - 3

4 Ad) 1. Pengawasan Pemanfaatan Ruang a. Pelaporan Adapun tindakan pelaporan ini harus dilakukan secara berkala meliputi : 1. Penyiapan rencana tata ruang 2. Penyiapan peta seluruh sektor rencana tata ruang 3. Mengecek kesesuaian dan ketidak sesuaian rencana tata ruang 4. Membuat daftar penyimpangan rencana tata ruang. b. Pemanfaatan Tindakan ini meliputi : 1. Berdasarkan pelaporan ditetapkan lokasi yang mempunyai masalah sehingga perlu dipantau 2. Menetapkan besaran simpangan yang ditentukan 3. Membuat kelas klasifikasi kelas pelanggaran 4. Memperkirakan dampak yang muncul dari pelanggaran yang ada 5. Dibahas dalam forum BKPRD 6. Membuat laporan kepada Bupati c. Evaluasi Tindakan evaluasi ini antara lain meliputi : 1. Menetapkan rencana tata ruang 2. Menetapkan indikasi program 3. Menetapkan program prioritas 4. Menetapkan instansi (pihak yang terkait) dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang Penilaian besaran kesesuaian dalam pelaksanaan pembangunan berdasarkan tata ruang yang telah disusun, maka tindakan yang diperlukan adalah : a. Peta penggunaan tanah eksisting b. Rencana struktur ruang c. Rencana penggunaan tanah d. Rencana distribusi penduduk e. Rencana infrastruktur VII - 4

5 f. Daftar kegiatan proyek yang sedang dan akan dilaksanakan untuk setiap sektor, baik yang dilaksanakan pemerintah, swasta, masyarakat maupun investor asing (termasuk LSM, lembaga Donor tertentu) g. Periksa ijin lokasi/prinsip/keterangan perencanaan yang ada h. Pemetaan semua kegiatan tersebut diatas i. Cek kesesuaian/ketidak sesuaian dengan rencana tata ruang j. Bila terdapat kesesuaian, maka masukkan dalam daftar simpangan kegiatan kemudian dibuatkan agenda perubahan tata ruang yang telah dilaksanakan. k. Buat ukuran simpangan penataan ruang yang telah dilaksanakan Penyusunan revisi tata ruang harus disusun dengan masukan utama dari keberhasilan/kegagalan pelaksanaan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang pernah disusun. Dalam menyusun revisi juga harus dibuat perkiraan kecenderungan perkiraan fenomena yang akan datang. Ad) 2. Penertiban pemanfaatan ruang Penertiban pemanfaatan ruang diperlukan untuk mengambil tindakan terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang. Pelanggaran yang dimaksud yaitu: 1) Pelanggaran fungsi Yaitu pelanggaran di kawasan fungsi kawasan lindung dan budidaya. Pelanggaran fungsi kawasan lindung Untuk memberlakukan penertiban terhadap kawasan ini, maka perlu beberapa kegiatan berikut : 1. Tetapkan luasan kawasan lindung 2. Tetapkan jenis kawasan lindung (misal karena kelerengan, karena fungsi) 3. Perkiraan dampak yang muncul dari pemanfaatan kawasan lindung tersebut 4. Mencari solusi untuk meminimasi dari dampak yang terjadi, misalnya tanah yang memiliki kelerengan yang tajam agar tidak mengalami erosi 5. Melakukan upaya pembatasan pengembangan lebih lanjut. Bila pelanggaran terhadap pemanfaatan kawasaan lindung masih dalam batas toleran maka mungkin kegiatan tersebut dapat dipertahankan namun dengan pengawasan yang ketat. VII - 5

6 Bila kegiatan tersebut termasuk dalam kategori mengganggu maka perlu tindakan : a. Pencegahan perluasan kawasan yang melanggar fungsi b. Menetapkan kelas pelanggaran c. Memberlakukan sanksi (perdata atau pidana) Berdasar kajian tersebut diatas maka pada kawasan yang rawan diperlukan kajian yang lebih mendalam dalam bentuk pengolaan kawasan lindung. Pengelolaan tesebut merupakan indikasi program tata cara penanganan kawasan secara lebih rinci. Pelanggaran kawasan budidaya Pada dasarnya pelanggaran dikarenakan mismanagement kawasan budidaya sehingga terlampaui daya dukungnya atau kesalahan pengalokasian kegiatan. Berdasarkan bentuk pelanggaran yang dibuat dan sifat kegiatan yang muncul maka perlu diidentifikasi : a. fungsi utama lahan semula b. fungsi yang ada (berkembang saat ini) c. cek kecenderungan perkembangan pada masa yang akan datang d. ukur besaran simpangan dan masalah yang muncul e. mencari solusi bila terjadi masalah di lapangan. f. Bila solusi yang ada ternyata dirasa tidak memecahkan masalah yang mendasar, baru yang dapat dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuat. 2) Pelanggaran peruntukan Beberapa bentuk pelanggaran ini antara lain adalah : a. Pelanggaran ruang terbuka hijau b. Pelanggaran fungsi sempadan c. Pelanggaran ketinggian bangunan d. Upaya sengaja pengeringan sawah e. Kawasan perumahan digunakan untuk perdagangan Berdasar pada pelanggaran tersebut maka tindakan yang diambil adalah : a. Cek ketentuan dalam rencana tata ruang b. Cek intensitas kegiatan yang ditetapkan dalam tata ruang VII - 6

7 c. Cek penyebab pelanggaran peruntukan (termasuk imb) d. Ukuran besaran simpangan e. Perkiraan dampaknya f. Cari solusi g. Berlakukan sanksi sesuai dengan pelanggaran 3) Pelanggaran Teknis Pelanggaran teknis yang dimaksud adalah pelanggaran yang tidak sesuai dengan ketetapan RTRW, RTRK, RDTRK dan IMB. Antara lain meliputi : a. Pelanggaran ketentuan kontruksi b. Pelanggaran standart pengaman bangunan c. Pelanggaran KDB/KLB d. Pelanggaran design bangunan Berdasar pelanggaran yang dibuat, maka perlu tindakan : a. Lihat ketentuan dalam rencana tata ruang b. Lihat ketentuan standart bangunan c. Lihat perijinan d. Ukuran besaran pelanggaran e. Ukur dampak pelanggaran terhadap lingkungan f. Cari solusi dari masalah yang muncul g. Tetapkan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dibuat 7.1 PERATU ZONASI Pasal 36, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyebutkan tentang peraturan zonasi yang ditetapkan dengan : 1. Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; 2. Peraturan daerah propinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem propinsi; dan 3. Peraturan daerah kabupaten / kota untuk peraturan zonasi. Pengaturan zoning kawasaan akan disesuaikan dengan sifat penggunaan tanah dan dampak yang akan ditimbulkan dari kegiatan yang ada, sehingga pengaturan zoning kawasan nantinya digunakan sebagai acuan umum pengembangan wilayah jangka panjang, dan dijabarkan dalam rencana yang lebih detail misalnya kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan permukiman dan perencanaan kawasan lindung. Disebutkan juga di pasal tersebut bahwa VII - 7

8 peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, yang boleh, atau yang tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi. Peraturan zonasi sistem wilayah meliputi indikasi arahan peraturan zonasi untuk struktur ruang dan pola ruang, yang terdiri dari : a. Struktur ruang dan sistem perkotaan; b. Sistem jaringan prasarana wilayah; c. Kawasan lindung dan budi daya. Dan untuk lebih jelasnya tentang peraturan zonasi seperti yang telah disebutkan diatas, berikut adalah penjelasannya. I. Peraturan Zonasi untuk Struktur Ruang dan Sistem Perkotaan A. Peraturan zonasi untuk struktur ruang wilayah dan jaringan prasarana wilayah meliputi : 1. Zonasi pemanfaatan ruang di sekitar jaringan prasarana wilayah untuk mendukung berfungsinya sistem perkotaan wilayah dan jaringan prasarana wilayah terdiri dari kegiatan lindung dan budidaya sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan;. 2. Pelarangan melakukan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan terhadap berfungsinya sistem perkotaan wilayah dan jaringan prasarana wilayah; dan 3. Pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi sistem perkotaan wilayah dan jaringan prasarana wilayah. VII - 8

9 B. Peraturan zonasi untuk sistem perkotaan PKL disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala kabupaten yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya. II. Peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana wilayah A. Peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten disusun dengan meliputi jaringan sarana prasarana transportasi, jaringan dan sarana prasarana telematika, jaringan sarana prasarana pengairan, jaringan sarana prasarana energi dan jaringan sarana prasarana lingkungan. B. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana transportasi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: 1. Pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan Nasional dan Kabupaten harus sesuai dengan ketentuan perundangan yang mengatur tentang jalan; 2. Pengendalian ketat dilakukan pada kawasan dengan kecenderungan perkembangan tinggi dengan memperhatikan bangkitan dan tarikan laulintas, ketersediaan sarana prasarana jalan dan persimpangan lalulintas; C. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana telematika sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi : 1. Pengembangan jaringan telematika disesuaikan dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku; 2. Penempatan sarana dan prasarana telematika bisa memanfaatkan kawasan lindung maupun budidaya selama tidak mengganggu fungsi dasar yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya. D. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : 1. Pengembangan jaringan pengairan disesuaikan dengan kebutuhan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. Pembatasan dan pengendalian pemanfaatan ruang budidaya di sepanjang sisi jaringan pengairan dan di kawasan yang peka terhadap fungsi dan keberadaan jaringan sarana prasarana pengairan; VII - 9

10 3. Pemanfaatan ruang di sepanjang jaringan sarana prasarana pengairan tidak boleh mengurangi dan mengganggu fungsi dan keberadaan sarana prasarana yang ada. E. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : 1. Pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; dan 2. Pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. F. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persampahan dan sanitasi lingkungan. 1. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana persampahan meliputi : a. Pemanfaatan ruang di sekitar lokasi TPA harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; dan b. Pemanfaatan ruang pada sekitar jaringan persampahan harus memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan lingkungan dan meminimalisasi kemungkinan terkena dampak. 2. Peraturan zonasi pada jaringan sarana prasarana sanitasi meliputi: a. Pemanfaatan ruang diwajibkan mempertimbangkan penyediaan sanitasi dan mendukung pengembangan sistem pengelolaan sanitasi wilayah. b. Pemanfaatan ruang di sekitar lokasi instalasi pengelolaan limbah harus memperhatikan dampak yang akan timbul dari kegiataan pengelolaan. III. Peraturan Zonasi Kawasan Lindung dan Budidaya Peraturan zonasi untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya disusun dengan memperhatikan : 1. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan dan penelitian tanpa mengubah bentang alam; 2. Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang membahayakan keselamatan umum; VII - 10

11 3. Pembatasan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana alam; 4. Pembatasan pemanfaatan ruang yang menurunkan kualitas fungsi lingkungan. Berikut adalah penjelasan tentang peraturan zonasi kawasan lindung dan budidaya. A. Peraturan zonasi kawasan lindung 1. Peraturan zonasi kawasan lindung diarahkan pada kawasan-kawasan lindung yang ditetapkan sebagai fungsi lindung dan berdasarkan kewenangan perencanaan sampai pengelolaannya. 2. Peraturan zonasi kawasan hutan lindung disusun dengan memperhatikan: a. Arahan peraturan zonasi kawasan hutan lindung dilakukan pada kawasan yang ditetapkan fungsi sebagai hutan lindung yang menjadi kewenangan daerah. b. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam; c. Pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi permukiman penduduk asli dengan luasan tetap/terbatas, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat secara teknis oleh instansi terkait yang berwenang. d. Ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi; 3. Peraturan zonasi untuk kawasan resapan air disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan; b. Penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; 4. Peraturan zonasi untuk sempadan pantai disusun dengan memperhatikan: VII - 11

12 a. Prioritas pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau dan fungsi konservasi lainnya; b. Pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi; c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pelabuhan, perikanan dan rekreasi pantai; d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c kecuali bangunan penunjang pelabuhan dan perikanan; e. Ketentuan pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan. 5. Peraturan zonasi untuk sempadan sungai dan kawasan sekitar bendungan disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; b. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air; c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi maupun fasilitas pendukungnya, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kualitas dan daya dukung-daya tampung sungai dan atau bendungan yang ada serta keamanan dari masyarakat secara umum yang memanfaatkan ruang tersebut; d. Penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. Peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau disusun dengan memperhatikan: a. RTH dimanfaatkan sebagai ruang untuk kegiatan rekreasi, perlindungan kawasan, makam, pendidikan dan penelitian serta kegiatan sejenis; b. RTH diperuntukan kepentingan publik maupun privat, dimana RTH publik antara lain taman kota, taman pemakaman umum dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai dan pantai; sedangkan RTH privat VII - 12

13 antara lain kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan; c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang dimaksud pada huruf b; e. Fungsi dasar RTH tidak boleh berkurang karena pendirian bangunan penunjang RTH dimaksud; 7. Peraturan zonasi untuk taman nasional, disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam; b. Ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a; c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a; d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c; dan e. Ketentuan pelarangan terhadap penanaman flora dan pelepasan satwa yang bukan merupakan flora dan satwa endemik kawasan. 8. Peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata; dan b. Ketentuan pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan. 9. Peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir disusun dengan memperhatikan: a. Penetapan batas dataran banjir; b. Pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan c. Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting lainnya. 10. Peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; dan VII - 13

14 b. Pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air. B. Peraturan zonasi kawasan lindung 1. Peraturan Zonasi untuk Kawasan Budidaya diarahkan pada kawasankawasan budidaya yang ditetapkan sebagai fungsi budidaya dan berdasarkan kewenangan perencanaan sampai pengelolaannya. 2. Peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi disusun dengan memperhatikan: a. Pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya kehutanan; b. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan c. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf b. 3. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian lahan basah (sawah) disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah; b. Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian (terbangun) kecuali terbatas untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama, dan fasilitas pendukung pertanian yang sangat mempengaruhi pada upaya peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil panen sesuai Ketentuan/Peraturan yang berlaku; c. Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian (terbangun) sebagaimana diuraikan pada huruf a dan b diatas, yang termasuk sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan atau yang ditetapkan oleh sebagai sentra lahan pertanian basah (sawah); d. Ketentuan alih fungsi lahan pertanian sawah mengikuti ketentuan yang berlaku. VII - 14

15 4. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian lahan kering disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk rencana pengembangan kawasan pertanian sawah tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campur, perkebunan, hortikultura, peternakan, serta perikanan darat, sesuai kebijakan dan strategi pengembangan dari masing-masing jenis kawasan; b. Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian (terbangun) kecuali terbatas untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama, dan fasilitas pendukung pertanian yang sangat mempengaruhi pada upaya peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil panen sesuai Ketentuan/Peraturan yang berlaku; c. Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian (terbangun) sebagaimana diuraikan pada huruf a dan b diatas, yang termasuk sebagai kawasan sentra budidaya pertanian khusus sesuai Ketentuan/Peraturan yang berlaku. 5. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan (pantai dan laut) disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan/atau nelayan dengan kepadatan rendah; b. pemanfaatan ruang untuk kawasan penghijaun dan/atau c. kawasan sabuk hijau; d. pemanfaatan sumber daya perikanan agar tidak melebihi potensi lestari. 6. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertambangan disusun dengan memperhatikan: a. Ketentuan pelarangan pemanfaatan pertambangan pada kawasan dengan fungsi lindung, kawasan pertanian lahan basah (sawah), serta kawasan budidaya terbangun (permukiman, industri, pariwisata, dan sejenisnya termasuk sistem jaringan prasarana utama); b. Ketentuan pemanfaatan pertambangan pada kawasan yang telah diarahkan sebagai rencana pengembangan penambangan, dengan memperhatikan keseimbangan antara biaya dan manfaat serta VII - 15

16 keseimbangan antara risiko dan manfaat, termasuk pengaturan bangunan lain disekitar instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan, berdasarkan analisa teknis dari instansi Teknis yang Terkait. 7. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri dan pergudangan disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan kawasan industri, kawasan peruntukan industri, dan home industri, b. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah sekitarnya; c. pembatasan pembangunan rumah tinggal di dalam lokasi Kawasan Peruntukan Industri untuk mengurangi dampak negatif pengaruh dari keberadaan industri terhadap permukiman yang ada; d. Ketentuan pelarangan peruntukkan lain selain industri maupun fasilitas pendukungnya dalam Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan industri sesuai Ketentuan/Peraturan yang berlaku, kecuali Kawasan Peruntukan Industri, Home Industri serta kawasan industri e. Pemanfaatan ruang kawasan industri, diarahkan untuk pemanfaatan rumah tinggal, kegiatan produksi, tempat proses produksi, fasilitas pendukung/penunjang permukiman maupun industri akan diatur tersendiri secara khusus berdasarkan peraturan yang berlaku; f. Pemanfaatan ruang untuk Home Industri, diijinkan pemanfaatannya dalam kawasan permukiman dengan pembatasan pada luasan lahan, dan dampak yang ditimbulkan (berdasarkan batasan kapasitas produksi, tenaga kerja, transportasi yang dihasilkan, dan limbah yang dihasilkan berdasarkan analisa daya dukung dan daya tampung lokasi) sesuai peraturan yang berlaku; g. Pemanfaatan ruang untuk pergudangan antara lain berupa gudang untuk industri, perdagangan, stasiun pengisian bahan bakar dan kegiatan sejenis diijinkan pemanfaatannya dalam kawasan VII - 16

17 permukiman dengan pembatasan pada luasan lahan, dan dampak yang ditimbulkan sesuai peraturan yang berlaku. 8. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan; b. Perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau; c. Pembatasan pendirian bangunan (kecuali permukiman penduduk) pada koridor jalur wisata utama maupun kawasan/obyek wisata hanya untuk kegiatan/peruntukan lahan yang menunjang kegiatan pariwisata; dan d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c. 9. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman disusun dengan memperhatikan: a. Pemanfaatan ruang untuk peruntukkan home industri dengan kepadatan rendah dan batasan khusus sesuai ketentuan yang berlaku; b. Penetapan fasilitas pendukung kegiatan permukiman dan aktivitas masyarakat yang dibutuhkan secara proporsional sesuai peraturan yang berlaku, antara lain berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi, olah raga dan lain-lain sesuai kebutuhan masyarakat setempat; c. Penetapan amplop bangunan; d. Penetapan tema arsitektur bangunan; e. Penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan f. Penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan. Secara umum kawasan atau zona di Kabupaten Rote dibagi menjadi kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan. Masing-masing zona akan memiliki ketentuan umum zoningnya. Pada skala kabupaten, klasifikasi zonasi yang digunakan untuk penyusunan zoning untuk Kabupaten Rote adalah berdasarkan VII - 17

18 hirarki 3 (zona penggunaan lahan) dan hirarki 4 (daftar kegiatan) yang dapat dilihat pada tabel 7.1. VII - 18

19 VII - 19

20 VII - 20

21 VII - 21

22 VII - 22

23 7.2 KETENTUAN PERIZINAN Yang dimaksud dengan perizinan berdasarkan UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang. Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 pasal 37 disebutkan bahwa : 1. Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 2. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum. 4. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. 5. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin. 6. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak. 7. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 8. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah. 9. Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 37 dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang- VII - 23

24 undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang. Berkaitan dengan pemberian izin, maka Pemerintah Kabupaten diharuskan memeriksa kesesuaian izin pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan peraturan zonasi kabupaten yang berlaku. Jenis-jenis izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten, meliputi: a. Izin prinsip; b. Izin lokasi; c. Izin penggunaan pemanfaatan tanah; d. Izin mendirikan bangunan; dan e. Izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk: a. Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; b. Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan c. Melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas. Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan atau zona berdasarkan rencana tata ruang. Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan diatur diatur dalam Peraturan Bupati 7.3 KETENTUAN INSENTIF DAN DISINSENTIF Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 disebutkan bahwa: 1. Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. 2. Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: a. Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; VII - 24

25 b. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur; c. Kemudahan prosedur perizinan; serta d. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. e. contoh pada kawasan lindung 3. Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: a. Pengenaan pajak yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; serta b. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti. 4. Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat. 5. Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh: a. Pemerintah kepada pemerintah daerah; b. Pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; serta c. Pemerintah kepada masyarakat. 6. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 dijelaskan bahwa penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan skala kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan. Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi. Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan pemanfaatan ruangnya VII - 25

26 memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang. Selain ketentuan menurut undang undang penataan tata ruang seperti yang dijelaskan diatas, terdapat juga ketentuan insentif disinsentif menurut pedoman penyusunan RTRW Kabupaten oleh Kepmen P.U. No. 16 tahun 2009, yang menyebutkan bahwa: A Ketentuan Pemberian Insentif 1. Ketentuan pemberian insentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pemberian imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang didorong perwujudannya dalam rencana tata ruang; 2. Ketentuan pemberian insentif berfungsi sebagai: a) Perangkat untuk mendorong kegiatan dalam pemanfaatan ruang pada promoted area yang sejalan dengan rencana tata ruang; dan b) Katalisator perwujudan pemanfaatan ruang; 3. Ketentuan pemberian insentif disusun berdasarkan: a) Rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah kota dan/atau rencana detail tata ruang wilayah kabupaten; b) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten; dan c) Peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. 4. Ketentuan insentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dalam wilayah kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya, dapat diberikan dalam bentuk: a) Pemberian kompensasi; b) Subsidi silang; c) Penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau d) Publisitas atau promosi daerah; 5. Ketentuan insentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya), dapat diberikan dalam bentuk: a) Pemberian kompensasi; b) Pengurangan retribusi; c) Imbalan; VII - 26

27 d) Sewa ruang dan urun saham; e) Penyediaan prasarana dan sarana; f) Penghargaan; dan/atau g) Kemudahan perizinan. 6. Ketentuan insentif dimaksud harus dilengkapi dengan besaran dan jenis kompensasi yang dapat diberikan. B Ketentuan Pemberian Disinsentif 1. Ketentuan pemberian disinsentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pengenaan bentuk-bentuk kompensasi dalam pemanfaatan ruang; 2. Ketentuan pemberian disinsentif berfungsi sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang (atau pada non-promoted area); 3. Ketentuan pemberian disinsentif disusun berdasarkan: a) Rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah kabupaten; b) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten; dan c) Peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. 4. Ketentuan disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dalam wilayah kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya, dapat diberikan dalam bentuk: a) Pengenaan retribusi yang tinggi; dan/atau b) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana. 5. Ketentuan disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya), dapat diberikan dalam bentuk: a) Pengenaan pajak/retribusi yang tinggi; b) Pemberian persyaratan khusus dalam proses perizinan; dan/atau c) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur. 6. Ketentuan disinsentif dimaksud harus dilengkapi dengan besaran dan jenis kompensasi yang dapat diberikan. Contoh bentuk-bentuk pengenaan insentif dan disinsentif dapat dibagi menjadi sanksi administratif, sanksi ekonomi dan sanksi fisik. Secara detail pembagian insentif dan disinsentif dapat dilihat pada tabel berikut. VII - 27

28 Tabel 7.2 Arahan Insentif Dan Disinsentif BIDANG INSENTIF DISINSENTIF ADMINISTRATIF EKONOMI FISIK Kemudahan ijin Penghargaan Keringanan pajak Kompensasi Imbalan Pola pengelolaan Subsidi prasarana Bonus/insentif TDR (Transfer of Development Right/pengalihan hak membangun) Ketentuan teknis (bersifat lokalistrik sesuai kemampuan Pemda) Perpanjang prosedur Perketat/tambah syarat Pajak tinggi Retribusi tinggi Denda/charge Pembatasan prasarana 7.4 ARAHAN SANKSI Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 disebutkan bahwa pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Arahan sanksi dalam pengenaan saksi terhadap : a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten; b. Pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten; c. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; d. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan raung yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; e. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan raung yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; f. pemanfaatang ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/ atau g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar. VII - 28

29 Pelanggaran yang terkait dengan huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administrasi berupa : a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara kegiatan; c. Penghentian sementara pelayanan umum; d. Penutupan lokasi; e. Pencabutan izin; f. Pembatalan izin; g. Pembongkaran bangunan; h. Pemulihan fungsi; dan/atau i. Denda administratif. Terhadap pelanggaran yang terkait dengan huruf c dikenakan sanksi administratif berupa : a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara kegiatan; c. Penghentian sementara pelayanan umum; d. Penutupan lokasi; e. Pembongkaran bangunan; f. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau g. Denda administratif. Selain arahan sanksi menurut undang undang penataan ruang No.26 tahun 2007, terdapat pula arahan pengenaan sanksi menurut pedoman penyusunan RTRW kabupaten menurut Kepmen P.U. No.16 tahun 2009, adapun penjelasan mengenai arahan pengenaan sanksi tersebut dapat dilihat dibawah ini: 1. Arahan pengenaan sanksi merupakan arahan ketentuan pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang yang akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah kabupaten; 2. Arahan pengenaan sanksi administratif berfungsi sebagai: a) Perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan b) Penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 3. Arahan pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan: VII - 29

30 a. Hasil pengawasan penataan ruang; b. Tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang; c. Kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan d. Peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. 4. Arahan pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam bentuk: a) Peringatan tertulis; Peringatan tertulis diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali. b) Penghentian sementara kegiatan; Penghentian kegiatan sementara dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut: 1. Penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; 2. Apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang; 3. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban; 4. Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan 5. Setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya VII - 30

31 dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku. c) Penghentian sementara pelayanan umum; Penghentian sementara pelayanan umum dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut: 1. Penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum); 2. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus; 3. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum yang akan segera dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus; 4. Pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar, disertai penjelasan secukupnya; 5. Penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar; dan 6. Pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku. d) Penutupan lokasi; Penutupan lokasi dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; VII - 31

32 2. Apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penutupan lokasi kepada 3. Pelanggar; pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan; 4. Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan 5. Pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku. e) Pencabutan izin; Pencabutan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; 2. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi pencabutan izin pemanfaatan ruang; 3. Pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pencabutan izin; 4. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin; 5. Pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin menerbitkan keputusan pencabutan izin; 6. Memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan VII - 32

33 7. Apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. f) Pembatalan izin; Pembatalan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pola pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku; 2. Memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat pembatalan izin; 3. Menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; 4. Memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan izin; 5. Menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan 6. Memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dibatalkan. g) Pembongkaran bangunan; Pembongkaran bangunan dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang; 2. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan; VII - 33

34 3. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan yang akan segera dilaksanakan; dan 4. Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan pembongkaran bangunan secara paksa. h) Pemulihan fungsi ruang; Pemulihan fungsi ruang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagianbagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya; 2. Pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang; 3. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang; 4. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban, memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu; 5. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; 6. Apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk melakukan pemulihan fungsi ruang; dan 7. Apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban pelanggar di kemudian hari. VII - 34

35 i) Denda administratif; yang dapat dikenakan secara tersendiri atau bersamasama dengan pengenaan sanksi administratif dan besarannya ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah kabupaten. Ketentuan pengenaan sanksi administratif ini dapat diatur lebih lanjut melalui Peraturan Gubernur. Ketentuan lebih lanjut terkait pengenaan sanksi pidana dan sanksi perdata mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Secara detail peraturan arahan sanksi dapat dilihat pada tabel berikut. VII - 35

36 Tabel 7.3 Arahan Sanksi Terhadap Pelanggaran Penataan Ruang SANKSI TURUNAN PELANGGAR JENIS SANKSI UTAMA BERDAMPAK PERUBAHAN FUNGSI RUANG BERDAMPAK KERUGIAN FISIK BERDAMPAK KEMATIAN MANUSIA SETIAP OG Tidak didefinisikan penjara maks 3 tahun Denda maks 500 juta rupiah penjara maks 8 tahun Denda maks 1,5 milyar rupiah penjara maks 15 tahun Denda maks 5 milyar rupiah KOORPOR ASI Tidak menaati rencana tata ruang (Pasal 69) Tidak didefinisikan penjara dan denda pada pengurusnya denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan tambahan berupa pencabutan ijin usaha dan penjara dan denda pada pengurusnya denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan tambahan berupa pencabutan ijin usaha dan penjara dan denda pada pengurusnya denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda pelanggar perorangan tambahan berupa pencabutan ijin usaha dan

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pranata (TKP162P) Dikerjakan Oleh Nur Hilaliyah 21040111060045 DIPLOMA III PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2003 SERI D.14 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA SUMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah diatur dalam undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 dan diatur dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah diatur dalam undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 dan diatur dalam Peraturan Pemerintah RI

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

Pengendalian pemanfaatan ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang Assalamu alaikum w w Pengendalian pemanfaatan ruang Surjono tak teknik UB Penyelenggaraan penataan ruang (UU no 26 /2007) PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG PENGATURAN PEMBINAAN PELAKSANAAN PENGAWASAN Pasal

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang

Lebih terperinci

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan;

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan; Penataan ruang kota pada dasarnya mencakup kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh sebab itu dalam Rencana Umum Tata Ruang Kawasan (RUTRK) Kota Sei

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PANIMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 I. UMUM Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN 2010-2030 I. UMUM Kota Surabaya memiliki kedudukan yang sangat strategis baik dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PROVINSI KAWASAN PERKOTAAN BREBES-TEGAL-SLAWI-PEMALANG TAHUN 2016-2036 I

Lebih terperinci

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G DENGAN UNDANG-UNDANG PENATAAN RUANG MENUJU RUANG NUSANTARA YANG AMAN, NYAMAN, PRODUKTIF, DAN BERKELANJUTAN Sosialisasi Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Medan, 10 Mei 2010 K E M E

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (DALAM RANGKA WORKSHOP DAN STUDI KASUS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG)

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (DALAM RANGKA WORKSHOP DAN STUDI KASUS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG) PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (DALAM RANGKA WORKSHOP DAN STUDI KASUS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG) PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (Dalam Rangka Workshop dan Studi Kasus

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

d. ketentuan tentang prosedur perubahan perizinan dari satu kegiatan menjadi kegiatan lain

d. ketentuan tentang prosedur perubahan perizinan dari satu kegiatan menjadi kegiatan lain 8.1 KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Dalam pasal 26 ayat (1) UU No. 26 tahun 2007 disebutkan bahwa ketentuan pengendalian

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 I. PENJELASAN UMUM Pertumbuhan penduduk menyebabkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (Dalam Rangka Workshop dan Studi Kasus Pengendalian Pemanfaatan Ruang)

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (Dalam Rangka Workshop dan Studi Kasus Pengendalian Pemanfaatan Ruang) PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (Dalam Rangka Workshop dan Studi Kasus Pengendalian Pemanfaatan Ruang) Oleh: Andi Renald, ST, MT (PLT. Kasubdit Penertiban Pemanfaatan Ruang Wilayah 1 dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai upaya pengendalian agar penggunaan tanah dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG IZIN PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara digunakan sebagai merupakan acuan dalam pelaksanaan pengendalian

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

Lampiran 9. Keterkaitan Substansi RTRW Kabupaten/Kota dan RDTR

Lampiran 9. Keterkaitan Substansi RTRW Kabupaten/Kota dan RDTR Lampiran 9. Keterkaitan Substansi RTRW Kabupaten/Kota dan POKOK-POKOK Jenis Rencana rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota rencana detail tata ruang Wilayah Perencanaan administrasi kabupaten a. wilayah

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah dan air dalam wilayah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA SEMARANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA SEMARANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA SEMARANG TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sebagai pelaksanaan peninjauan kembali Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : Menetapkan :

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana

Disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Denpasar, 15 Desember 2010 2 P E R M A S A L A H A N A. PERKOTAAN (URBAN) Kemacetan Sumber: http://beworosidarkas ih.wordpress.com/2010/06/29/beberapaide-untuk -mengatas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK, Menimbang Mengingat : : PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK, a. bahwa untuk melaksanakan pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 18 BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Dengan diundangkannya UUPA itu, berarti sejak saat itu telah memiliki

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAMPANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAMPANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAMPANG TAHUN 2012-2032 I. UMUM Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa air merupakan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

L E M B A R A N D A E R A H

L E M B A R A N D A E R A H L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2004 NOMOR 1 SERI E NO. SERI 1 P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat Undang-undang Nomor 24 Tahun

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa agar pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN SOLUSI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UNTUK KEGIATAN NON KEHUTANAN Disampaikan oleh : Kementerian

Lebih terperinci

MODUL 6 : PENILAIAN KELENGKAPAN SUBSTANSI MATERI TEKNIS, RAPERDA, DAN PETA UNTUK STANDAR REKOMENDASI GUBERNUR

MODUL 6 : PENILAIAN KELENGKAPAN SUBSTANSI MATERI TEKNIS, RAPERDA, DAN PETA UNTUK STANDAR REKOMENDASI GUBERNUR 0 2 5 12 15 24 25 PENDAHULUAN EVALUASI MATERI TEKNIS EVALUASI RAPERDA EVALUASI PETA PEMBENTUKAN TIM UNTUK PENILAIAN KEAN SUBSTANSI REFERENSI DASAR HUKUM PENILAIAN KEAN SUBSTANSI TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.299, 2014 LINGKUNGAN. Tanah. Air. Konservasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5608) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Latar Belakang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai salah satu pedoman perencanaan daerah yang bersifat

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

21. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

21. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman 1 PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PELABUHAN KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci