PEMETAAN DAN ANALISIS KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANTAENG PROPINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2009
|
|
- Hadi Iskandar
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMETAAN DAN ANALISIS KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANTAENG PROPINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2009 Mujida Abdul Munsyir¹ Ridwan Amiruddin² ¹Dinas Kesehatan Kabupaten Boalemo Propinsi Gorontalo ²Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Univ.Hasanuddin Makassar, Indonesia. Alamat Korespondensi Ridwan Amiruddin Komp. Dosen Unhas Blok AI. No.30 Tamalanrea Makassar, Hp
2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui kejadian DBD dengan menggunakan sistem informasi geografis di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari s.d. April 2010 Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan studi cross sectional dan menggunakan Sistem Informasi Geografis dalam memvisualisasikan, mengeksplorasi dan menganalisis data secara spasial. Sampel sebanyak 86 kasus yang terdistribusi di empat kelurahan wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik melalui uji z (α = 5%) dari aplikasi Geoda 95i. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelurahan Tappanjeng, Pallantikang dan Malillingi berada pada strata endemis. Kepadatan penduduk yang tinggi dan Angka Bebas Jentik <95% memiliki jumlah kasus yang tinggi, sedangkan proporsi PSN <80% memiliki jumlah kasus yang rendah. Uji statistik menunjukan ada hubungan antara kepadatan penduduk dengan kejadian DBD (p = 0,018), tidak ada hubungan antara Angka Bebas Jentik (p = 0,051), ada hubungan antara proporsi PSN dengan kejadian DBD (p = 0,008). Kata kunci: Kejadian DBD, Sistem Informasi Geografis, PSN, ABJ Abstract The study is devoted to investigating dengue haemorrhagic fever incidence by means of geographical information systems in the operational area Kota Primary Health Care of Bantaeng Regency in This study is observational with cross sectional in its design and uses Geographical Information Systems to visualise, explore and analyse spatial data. The sample are 86 cases spread in the four villages of the operational area Kota Primary Health Care of the regency. The study was carried out from Pebruary to April The data were statistically analysed with z test (α = 5%) of Geoda 95i applications. The spatial analysis indicates that Tappanjeng, Pallantikang and Malillingi village are in an endemic stratum. High population density and lava free index of <95% signify high number of cases, while PSN proportion <80% indicates fewer number of cases. Statistical examination reveals that there is a correlation between the population density and dengue haemorrhagic fever incidence (p=0.018), no correlation exists between lava free index (p=0.051), there is a correlation between PSN proportion and the dengue haemorrhagic fever incidence (p=0.008). Keywords: dengue haemorrhagic fever incidence, Geographical Information System, PSN, lava-freeindex. 2
3 Pendahuluan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, di Indonesia jumlah kasus DBD menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah, maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit DBD, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk (PSN), terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat serotype virus yang bersirkulasi sepanjang tahun ¹. Data surveilans epidemiologi yang dihasilkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, sebagian masih diolah secara manual dan semi otomatis dengan penyajian masih terbatas dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan penyajian dalam bentuk peta belum dilakukan. Berdasarkan kenyataan tersebut, dikembangkan sistem surveilans epidemiologi DBD untuk kewaspadaan dini berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Pada sistem ini, dilakukan pendataan faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD melalui Rapid Survey untuk mendapatkan data terbaru dalam menentukan jenis intervensi. Bahan dan Metode Lokasi, populasi dan sampel penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng. Kabupaten Bantaeng secara administratif terdiri dari 8 kecamatan, 46 desa dan 21 kelurahan. Letak geografis kabupaten Bantaeng terdiri dari bukit pegunungan, lembah daratan dan pesisir pantai. Kabupaten Bantaeng dengan ketinggian antara m dari permukaan laut merupakan wilayah yang terluas (29,6%) dan yang terkecil adalah wilayah dengan ketinggian 0-25 m dari permukaan laut (10,3%) ². Puskesmas Kota merupakan salah satu puskesmas yang berada di wilayah kecamatan Bantaeng dengan luas wilayah 28,85 km², puskesmas ini terletak di kelurahan Pallantikang. Wilayah kerja puskesmas Kota terdiri dari 1 desa dan 6 kelurahan 3. 3
4 Populasi dalam penelitian ini adalah penderita DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng sejak bulan Januari 2009 hingga bulan Desember 2009 sebanyak 99 penderita diambil titik koordinatnya. Pengumpulan data 1. Data Primer, tahapan pengumpulan data sbb: a. Pengambilan data kasus DBD yang tercatat di puskesmas. b. Penyusunan data berdasarkan alamat yang berdekatan untuk mempermudah peneliti dalam penelusuran kasus. c. Pengambilan titik koordinat (lintang bujur) kasus DBD dengan menggunakan GPS 4. d. Pencatatan titik koordinat secara manual. e. Pemasukan data titik koordinat pada program excel. f. Pengolahan data dari program excel ke program Arcview GIS. 2. Data Sekunder a. Data kasus DBD diperoleh dari register puskemas. b. Diagnosa laboratorium kasus DBD diperoleh dari catatan medik penderita. c. Profil kesehatan diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng. Analisis data Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan bantuan komputer dengan perangkat lunak (software) Geoda 95i dan Arcview GIS 3.3. Analisis dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Analisis Univariat, digunakan untuk mendeskripsikan data hasil pengukuran dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, rate dan persentase. 2. Analisis spasial kejadian DBD dengan spatially weighted regression menggunakan GeoDa 5 untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. 3. Arcview, digunakan untuk mendapatkan peta kejadian DBD sehingga dapat ditentukan daerah-daerah yang rawan terhadap kejadian DBD. 4
5 Hasil Penelitian Karakteristik responden Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 1. Subjek penelitian tahun 2009 sebanyak 86 kasus yang kemudian setiap kasus diambil titik koordinatnya. Kejadian DBD lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 48 kasus (56%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 38 kasus (44%). Hal ini berarti bahwa kejadian DBD lebih berpotensi terjadi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan jenis kelamin perempuan. kejadian DBD lebih banyak terjadi di kelurahan Pallantikang yaitu sebanyak 30 kasus (34,9%) dan terendah di kelurahan Letta sebanyak 8 kasus (9,3%). Peta spasial kejadian DBD Peta spasial, stratifikasi, kepadatan penduduk, angka bebas jentik proporsi PSN dapat dilihat pada tabel 2. Lokasi penderita DBD tahun 2009 di wilayah puskesmas Kota tersebar di seluruh desa/kelurahan kecamatan Bantaeng dengan pengelompokan atau persebaran yang berbeda di setiap desa/kelurahan. Peta penderita DBD di masing-masing kelurahan dapat dilihat pada gambar 1. Stratifikasi kejadian DBD Stratifikasi kejadian DBD bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai wilayah desa/kelurahan yang endemis ataupun kelurahan yang bebas dari kasus DBD. Setiap strata mempunyai kategori tersendiri sehingga memudahkan dalam analisis. terdapat tiga kelurahan yang tiga tahun berturut-turut telah terjadi penyakit DBD yaitu kelurahan Tappanjeng, kelurahan Pallantikang dan kelurahan Malillingi. satu kelurahan yang hanya dua tahun terakhir terjadi penyakit DBD yaitu kelurahan Letta, satu kelurahan yang tidak pernah terjadi penyakit DBD selama tiga tahun berturut-turut tetapi dari hasil pengamatan jentiknya ditemukan House Indeks 5 % yaitu kelurahan Karatuang dan dua kelurahan yang tidak pernah terjadi penyakit DBD selama tiga tahun berturut-turut tetapi dari hasil pengamatan jentiknya ditemukan House Indeks <5 % DBD yaitu kelurahan Onto dan desa Kayuloe, seperti terlihat pada gambar 2 5
6 Peta spasial kejadian DBD berdasarkan kepadatan penduduk Gambar 3 memperlihatkan bahwa terdapat tiga kelurahan yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi mempunyai kasus DBD yang tinggi pula yaitu kelurahan Tappanjeng (28 kasus), kelurahan Pallantikang (30 kasus) dan kelurahan Malillingi (20 kasus). Satu kelurahan yang tingkat kepadatan penduduknya sedang mempunyai kasus DBD yang sedikit yaitu kelurahan Letta (8 kasus). Tiga kelurahan/desa yang tingkat kepadatan penduduknya rendah tidak mempunyai kasus DBD yaitu kelurahan Karatuang, kelurahan Onto dan desa Kayuloe. Peta spasial kejadian DBD berdasarkan angka bebas jentik Gambar 4 memperlihatkan bahwa terdapat tiga kelurahan/desa yang mempunyai angka bebas jentik 95% yaitu kelurahan Karatuang, kelurahan Onto dan desa Kayuloe tidak mempunyai kasus DBD sedangkan empat kelurahan yang mempunyai angka bebas jentik <95% mempunyai kasus yang tinggi yaitu kelurahan Tappanjeng (28 kasus), kelurahan Pallantikang (30 kasus) dan kelurahan Malillingi (20 kasus) dan kelurahan Letta (8 kasus). Peta spasial kejadian DBD berdasarkan proporsi PSN Gambar 5 memperlihatkan bahwa terdapat tiga kelurahan/desa yang mempunyai proporsi PSN <80% yaitu kelurahan Karatuang, kelurahan Onto dan desa Kayuloe tidak mempunyai kasus DBD sedangkan tiga kelurahan yang mempunyai proporsi PSN <80% mempunyai kasus DBD yaitu kelurahan Tappanjeng (28 kasus), kelurahan Malillingi (20 kasus) dan kelurahan Letta (8 kasus). Untuk kelurahan Pallantikang yang mempunyai proporsi PSN >80% tetapi jumlah kasus DBDnya juga tinggi yaitu sebanyak 30 kasus. Pengujian hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis spasial, analisis dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian peta kepadatan penduduk, ketinggian, ABJ dan PSN dengan kejadian DBD di wilayah puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun Hasil analisis analisis statistik pada gambar 6 diperoleh z value = 3,453 p = 0,018 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara kepadatan 6
7 penduduk dengan kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng. Hasil analisis statistik pada gambar 7 diperoleh z value = -2,557 p = 0,051 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara angka bebas jentik dengan kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng. Hasil analisis statistik pada gambar 8 diperoleh z value = 4,222 p = 0,008 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara proporsi PSN dengan kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng. Dapat juga dikatakan bahwa tingkat kejadian DBD berhubungan dengan proporsi PSN. Pembahasan Karakteristik responden Hasil penelitian ini menunjukan distribusi penderita DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun 2009 menurut jenis kelamin sebagian besar penderita adalah laki-laki yaitu 56%, tingginya insidensi pada jenis kelamin laki-laki dapat disebabkan tingginya aktifitas yang menyebabkan risiko tergigit oleh nyamuk Ae. aegypti di setiap tempat sangat besar pada laki-laki. Rasio jenis kelamin selalu diperhitungkan pada berbagai peristiwa penyakit tertentu karena bila suatu penyakit lebih tinggi frekuensinya pada pria dibanding wanita, tidak selalu berarti pria mempunyai risiko lebih tinggi, karena hal ini juga dipengaruhi oleh rasio jenis kelamin pada populasi tersebut 6. Peta spasial kasus DBD Peta spasial kasus DBD adalah gambaran penyebaran kasus DBD dengan cara tumpang susun (map overlay) di berbagai wilayah berdasarkan titik kordinat lintang-bujur yang menggunakan alat GPS dan aplikasi arcview. Peta spasial memperlihatkan bahwa penyebaran kasus DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun 2009 pada empat kelurahan yaitu kelurahan Pallantikang sebanyak 30 kasus (34,9%), kelurahan Tappanjeng sebanyak 28 kasus (32,6%), kelurahan Malillingi sebanyak 20 kasus (23,2%) dan kelurahan Letta sebayak 8 kasus (9,3%). Kelurahan Pallantikang merupakan ibukota kecamatan Bantaeng sehingga konsentrasi penduduk banyak terjadi di kelurahan ini, selain itu kelurahan Pallantikang memiliki kepadatan penduduk 7
8 tertinggi yaitu jiwa/km² dengan luas wilayah 0.93 km 2, rumah-rumah yang saling berdekatan memudahkan penularan penyakit ini, mengingat nyamuk Aedes aegypti jarak terbangnya maksimal 100 meter 7. Hubungan transportasi yang baik antar daerah memudahkan penyebaran penyakit ini ke daerah lain, Semakin padat penduduk di suatu wilayah maka semakin rentan terhadap penyakit DBD diiringi dengan kurangnya kebersihan lingkungan menyebabkan populasi nyamuk Ae. aegypti meningkat 8. Pemetaan terhadap kasus DBD sangat membantu dalam memberikan gambaran deskriptif distribusi penyakit DBD di setiap wilayah, peta yang akurat diharapkan dapat menjawab pertanyaan apa yang terjadi dan mengapa. Pemetaan ini juga diharapkan dapat memprediksi secara cepat penyebaran penyakit yang akan terjadi di wialayah tersebut, di samping itu dapat menentukan intervensi yang dapat dilakukan untuk mencagah maupun menanggulangi penyakit-penyakit yang akan terjadi di suatu wilayah 9. Stratifikasi kejadian DBD Salah satu strategi untuk pengendalian penyakit DBD yaitu dengan menentukan strata tiap desa/kelurahan 1. Stratifikasi kasus DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun 2009 berdasarkan jumlah kasus tiga tahun berturut-turut dan persentase house indeks dapat menentukan stratifikasi desa/kelurahan menjadi empat strata yaitu bebas, potensial, sporadis dan endemis 1 Penentuan wilayah dengan stratifikasi ini adalah untuk upaya pencegahan dan penanggulangan yang lebih fokus terutama pada kelurahan yang endemis, selain itu dapat memberikan informasi program-program yang akan dilakukan guna mencegah terjadinya KLB. Peta spasial kasus DBD berdasarkan kepadatan penduduk Kelurahan Pallantikang yang memiliki kepadatan penduduk tinggi yaitu sebesar Jiwa/Km², kelurahan Tappanjeng sebesar Jiwa/Km², kelurahan Malillingi sebesar Jiwa/Km², kelurahan Letta sebesar Jiwa/Km², kelurahan Karatuang sebesar 344 Jiwa/Km², kelurahan Onto sebesar 846 Jiwa/Km² dan terendah di desa Kayuloe yaitu sebesar 190 jiwa/km². Kelurahan yang diteliti memiliki jumlah penduduk yang dikategorikan sedang 8
9 sampai padat. Dengan demikian di daerah dengan penduduk padat disertai dengan distribusi nyamuk yang tinggi, potensi transmisi virus meningkat dan akan menyebabkan terbentuknya suatu daerah endemis DBD. Suatu wilayah yang padat penduduknya menyebabkan populasi nyamuk Ae. aegypti meningkat, oleh karena itu kasus DBD lebih banyak ditemukan di daerah perkotaan yang padat penduduknya dan memiliki mobilitas tinggi. Berbeda dengan penyakit berbasis lingkungan lainnya, seperti malaria yang umumnya ditemukan di daerah pedesaan, dimana tempat perkembangbiakan nyamuk penyebab penyakit malaria adalah di daerah tergenangnya air yang langsung berhubungan dengan tanah seperti rawa, sedangkan vektor penyakit DBD berkembang biak pada tempat yang dapat menampung air bersih/jernih, seperti bak mandi, kaleng, botol, ban bekas dan lain sebagainya yang terdapat di lingkungan tempat tinggal kita. Peta spasial kasus DBD berdasarkan angka bebas jentik Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat tiga kelurahan/desa yang mempunyai angka bebas jentik 95% yaitu kelurahan Karatuang, kelurahan Onto dan desa Kayuloe tidak mempunyai kasus DBD sedangkan empat kelurahan yang mempunyai angka bebas jentik <95% mempunyai kasus yang tinggi yaitu kelurahan Tappanjeng (28 kasus), kelurahan Pallantikang (30 kasus) dan kelurahan Malillingi (20 kasus) dan kelurahan Letta (8 kasus). Kejadian DBD pada setiap kelurahan tidak terlepas dari perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti itu sendiri, semakin tinggi angka bebas jentik pada suatu wilayah maka semakin rendah kasus DBD yang akan terjadi 1. Untuk itu peran juru pemantau jentik dalam melakukan pemeriksaan jentik berkala (PJB) harus diaktifkan. Peta spasial kasus DBD berdasarkan proporsi PSN Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat tiga kelurahan/desa yang mempunyai proporsi PSN <80% yaitu kelurahan Karatuang, kelurahan Onto dan desa Kayuloe tidak mempunyai kasus DBD, sedangkan kelurahan Pallantikang yang mempunyai proporsi PSN >80% jumlah kasus DBDnya juga tinggi yaitu sebanyak 30 kasus. 9
10 Proporsi pemberantasan sarang nyamuk yang kurang di 6 kelurahan/desa disebabkan karena masyarakat belum paham arti pentingnya mengendalikan populasi nyamuk Ae. aegypti, peran serta masyarakat yang kurang juga tidak terlepas dari motivasi dan dukungan pemerintah dalam melaksanakan kegiatan PSN tersebut. Pengujian Hipotesis Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan antara kepadatan penduduk dan proporsi PSN dengan kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng, sedangkan untuk angka bebas jentik menunjukan tidak ada hubungan dengan kejadian DBD. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Ali dkk 10 di Bangladesh yang menunjukan bahwa distribusi dan transmisi kasus DBD berhubungan dengan kepadatan penduduk yang tinggi yaitu di daerah perkotaan. Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Daud yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara Angka Bebas Jentik dengan kejadian DBD di kecamatan Palu 11. Hasil penelitian Duma dkk. menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tempat penampungan air (TPA) yang meliputi pengurasan TPA, penutupan TPA dan ada tidaknya jentik di TPA dengan kejadian DBD 12, hal ini berhubungan dengan persentase proporsi PSN di suatu wilayah. Kesimpulan dan Saran Jumlah kasus DBD tahun 2009 yang dipetakan sebanyak 86 kasus yang terdistribusi di empat kelurahan wilayah kerja puskesmas Kota Kabupaten Bantaeng. Stratifikasi kasus DBD terbagi dalam 4 klasifikasi yaitu bebas (kelurahan Onto dan kelurahan Kayuloe), potensial (kelurahan Karatuang), sporadis (kelurahan Letta) dan endemis (kelurahan Tappanjeng, kelurahan Pallantikang dan kelurahan Malillingi). Kepadatan penduduk yang tinggi (kelurahan Pallantikang) angka kejadian DBD juga banyak (30 kasus). Angka Bebas Jentik 95% (kelurahan Karatuang, kelurahan Onto dan desa Kayuloe) tidak mempunyai angka kejadian DBD. Proporsi PSN yang kurang memiliki jumlah kasus yang rendah. Kejadian DBD berhubungan dengan kepadatan 10
11 penduduk dan proporsi PSN. Kejadian DBD tidak berhubungan dengan Angka Bebas Jentik. Perlu dilakukan penyuluhan tentang DBD kepada keluarga/masyarakat di daerah yang endemis tanpa mengesampingkan daerah yang bebas jentik. Pemeriksaan jentik secara rutin. Membuat suatu kebijakan yang dapat lebih memberdayakan masyarakat untuk pencegahan dan pemberantasan DBD secara menyeluruh. Adanya suatu kajian mengenai beberapa program yang digalakan pemerintah untuk mencegah dan memberantas DBD. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih dan rasa hormat ingin saya sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Rasdi Nawi, M.Sc. kepada Bupati Kabupaten Bantaeng, Kepala Kantor LITBANG Kabupaten Bantaeng, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, Kepala Puskesmas Kota dan juga kepada keluarga responden yang telah memberikan dukungannya pada penelitian ini. Daftar Pustaka 1. Departemen Kesehatan RI Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta. 2. Dinkes Kabupaten Bantaeng Profil Kesehatan Kabupaten Bantaeng. Bantaeng. 3. Dinkes Kabupaten Bantaeng Profil Kesehatan Puskesmas Kota. Bantaeng 4. Departemen Kesehatan RI Modul Penggunaan GPS Garmin. Jakarta. 5. Anselin Luc GeoDa User s Guide.( diakses 30 maret 2010). 6. Noor Nasry Epidemiologi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 7. Departemen Kesehatan RI Modul Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Jakarta. 8. Anies Manajemen Berbasis Lingkungan. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. 9. Darmawam, Arif Sistem Informasi Geografis. Jogjakarta. 10. Am. J. Trop. Med. Hyg., 69(6), 2003, pp Daud, 2007, Studi Epidemiologi Kejadian Kasus DBD di kecamatan Palu Selatan kota Palu tahun Jogjakarta. 12. Duma S. dkk., Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Baruga Kota Kendari Jurnal FKM Unhas,, Vol. 4 No. 2 September 2007:
12 Tabel 1. Distribusi kejadian DBD berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun 2009 No. Kelurahan Jenis kelamin Jumlah % Laki-laki Perempuan 1 Tappanjeng ,6 2 Pallantikang ,9 3 Mallilingi ,2 4 Letta ,3 Jumlah Sumber : Data Primer Tabel 2. No. Distribusi kejadian DBD berdasarkan kepadatan penduduk, Angka Bebas Jentik, PSN di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun 2009 Kejadian Kepadatan Angka Kelurahan/ DBD penduduk Bebas PSN Stratifikasi Desa (%) (jiwa / Km²) Jentik ( % ) ( % ) 1 Tappanjeng 32, Endemis 2 Pallantikang 34, Endemis 3 Mallilingi 23, Endemis 4 Letta 9, Sporadis 5 Karatuang Potensial 6 Onto Bebas 7 Kayuloe Bebas Sumber : Data primer 12
13 Jumlah kasus = 0 Jumlah kasus = 0 Jumlah kasus = 0 Jumlah kasus = 30 (34,9%) Jumlah kasus = 20 (23,2%) Jumlah kasus = 28 (32,6%) Jumlah kasus = 8 (9,3%) Gambar 1. Peta distribusi kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun
14 Puskesmas Kota Bantaeng Kab. Bantaeng Gambar 2. Peta stratifikasi kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun
15 Jumlah kasus = 0 Kepadatan = 846 jiwa/km 2 Jumlah kasus = 30 (34,9%) Kepadatan = 7500 jiwa/km 2 Jumlah kasus = 0 Kepadatan = 190 jiwa/km 2 Jumlah kasus = 0 Kepadatan = 344 jiwa/km 2 Jumlah kasus = 28 (32,6%) Kepadatan = 4984 jiwa/km 2 Jumlah kasus = 8 (9,3%) Kepadatan = 2756 jiwa/ km 2 Jumlah kasus = 20 (23,2%) Kepadatan = 4581 jiwa/km 2 Gambar 3. Overlay kejadian DBD dengan kepadatan di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun
16 Jumlah kasus = 0 ABJ = 100% Jumlah kasus = 0 ABJ = 100% Jumlah kasus = 0 ABJ = 100% Jumlah kasus = 30 (34,9%) ABJ = 90% Jumlah kasus = 20 (23,2%) ABJ = 81% Jumlah kasus = 28 (32,6%) ABJ = 87% Jumlah kasus = 8 (9,3%) ABJ = 75% Gambar 4. Overlay kejadian DBD dengan angka bebas jentik di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun
17 Jumlah kasus = 0 PSN = 0% Jumlah kasus = 0 PSN = 0% Jumlah kasus = 30 (34,9%) PSN = 83% Jumlah kasus = 0 PSN = 0% Jumlah kasus = 20 (23,2%) PSN = 56% Jumlah kasus = 28 (32,6%) PSN = 61% Jumlah kasus = 8 (9,3%) PSN = 63% Gambar 5. Overlay kejadian DBD dengan proporsi pemberantasan sarang nyamuk di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun 2009 Gambar 6. Scatter plot kepadatan penduduk dengan kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun
18 Gambar 7. Scatter plot Angka Bebas Jentik dengan kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun 2009 Gambar 8. Scatter plot proporsi PSN dengan kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kota kabupaten Bantaeng tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005
ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005 Oleh: TH.Tedy B.S.,S.K.M.,M.Kes. PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang No.23
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus ditularkan melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dekade terakhir menjadi masalah kesehatan global, ditandai dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk salah satu penyakit yang tersebar di kawasan Asia Tenggara dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue atau disingkat DBD merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus DBD di dunia pada tahun 2010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) dan dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinciHUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN TINGKAT ENDEMISITAS DBD DI KOTA MAKASSAR
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN TINGKAT ENDEMISITAS DBD DI KOTA MAKASSAR THE RELATIONSHIP OF THE ENVIRONMENTAL FACTORS TO THE LEVEL OF DENGUE ENDEMICITY IN THE CITY OF MAKASSAR Suryadi Hs. Rahim 1, Hasanuddin
Lebih terperinciPERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Yunita K.R. dan Soedjajadi K., Perilaku 3M, Abatisasi PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE 3M Behavior, Abatitation, Aedes aegypti Larva
Lebih terperinciPEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN
PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN Wiwik Setyaningsih, Dodiet Aditya Setyawan Kementerian Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia yang jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena jumlah penderita penyakit DBD cenderung meningkat dari tahun ke
Lebih terperinci*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD
HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama hampir dua abad, penyakit Demam Berdarah Dengue dianggap sebagai penyakit penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah di negara yang berada di wilayah tropis maupun sub tropis. DBD termasuk dalam penyakit menular yang disebabkan karena
Lebih terperinciSumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Insidensi DBD di seluruh dunia telah meningkat tajam dalam beberapa dekade terakhir. Lebih dari 2,5 miliar orang atau 40% penduduk dunia beresiko untuk terkena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
Lebih terperinciHUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR
HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR Relationship Implementation of Mosquito Nest Eradication With Density Aedes aegypti Larvae in DBD Endemic
Lebih terperinciKata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado
HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,
Lebih terperinciSUMMARY HASNI YUNUS
SUMMARY HUBUNGAN KEGIATAN SURVEY JENTIK SEBELUM DAN SETELAH ABATESASI TERHADAP ANGKA BEBAS JENTIK DI KELURAHAN BOLIHUANGGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013 HASNI YUNUS 811409153 Program Studi Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akut bersifat endemik yang di sebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran
Lebih terperinciINFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE
INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE I. Kondisi Umum Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di
Lebih terperinciPromotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN PALU TIMUR KOTA PALU 1) DaraSuci 2) NurAfni Bagian Epidemiologi
Lebih terperinci* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ANALISIS SPASIAL SEBARAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MINANGA KOTA MANADO Delvi Titahena*, Afnal Asrifuddin *, Budi. T. Ratag* * Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari
Lebih terperinciPEMETAAN PENYAKIT DBD BERDASARKAN WILAYAH DI PUSKESMAS PEGANDAN SEMARANG TAHUN 2011
HALAMAN PERSETUJUAN ARTIKEL PEMETAAN PENYAKIT DBD BERDASARKAN WILAYAH DI PUSKESMAS PEGANDAN SEMARANG TAHUN 2011 Disusun oleh : Yusuf Asroni Sudibyo D22.2009.00882 Pembimbing Maryani Setyowati, M.Kes SURAT
Lebih terperinciFAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 I Gusti Putu Anom Surya 1, I Ketut Aryana 2, I Wayan Jana 3 Abstract:
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakit menular yang jumlah kasusnya dilaporkan cenderung meningkat dan semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu kejadian luar biasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI Wulan Sari a dan Tri Puji Kurniawan b a Prodi Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah terinfeksi salah satu dari empat subtipe virus dengue (Sulehri, et al.,
Lebih terperinciAl Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman
Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman 44-48 44 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP,TINDAKAN MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH PUSKESMAS MARTAPURA KABUPATEN BANJAR TAHUN 2011
Lebih terperinciSARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan mencapai derajat
Lebih terperinciBAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui
1 BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) atau lazimnya disebut dengan DBD / DHF merupakan suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia, terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor pembawanya.
Lebih terperinciHUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI
HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI Dhina Sari dan Sri Darnoto Program Studi Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.
BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk keperedaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI Skripsi ini Disusun guna Memenuhi Salah Satu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health Organization (WHO) menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Denge (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai pembawa virus. Penyakit ini dapat
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama bertahun-tahun penyakit Demam Berdarah Dengue telah menjadi masalah yang serius di negara-negara beriklim tropis termasuk di Indonesia. Seluruh wilayah di Indonesia
Lebih terperincimasyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini banyak menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena perjalanan penyakit
Lebih terperinciPEMETAAN PENYAKIT DBD BERDASARKAN WILAYAH DI PUSKESMAS PEGANDAN SEMARANG TAHUN 2011
PEMETAAN PENYAKIT DBD BERDASARKAN WILAYAH DI PUSKESMAS PEGANDAN SEMARANG TAHUN 2011 Yusuf Asroni Sudibyo*), Maryani Setyowati, M.Kes**) *) Alumni Progdi RMIK Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan penyebaranya semakin
Lebih terperinciPENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015
PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR
Lebih terperinciPENINGKATKAN KEMANDIRIAN DASA WISMA KELURAHAN SEKARAN DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE
PENINGKATKAN KEMANDIRIAN DASA WISMA KELURAHAN SEKARAN DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE Yuni Wijayanti Prodi IKM UNNES, yuniwija@gmail.com Abstrak Untuk memutuskan rantai penularan penyakit demam
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung
Lebih terperinciSURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU
SURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU Zrimurti Mappau, Siti Rahmah, Ridhayani Adiningsih Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Mamuju ABSTRACT Aedes aegypti
Lebih terperinciJURNAL. Suzan Meydel Alupaty dr. H. Hasanuddin Ishak, M.Sc,Ph.D Agus Bintara Birawida, S.Kel. M.Kes
JURNAL PEMETAAN DISTRIBUSI DENSITAS LARVA AEDES AEGYPTI DAN PELAKSANAAN 3M DENGAN KEJADIAN DBD DI KELURAHAN KALUKUANG KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR TAHUN 2012 Suzan Meydel Alupaty dr. H. Hasanuddin Ishak,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES
HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES sp. DI LINGKUNGAN II KELURAHAN TUMINTING KECAMATAN TUMINTING KOTA MANADO Gabriella P. Talumewo*, Nova H.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kini telah menjadi endemik di lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 2011, menurut World Health Organization
Lebih terperinciSKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG
SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciKEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015
KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015 Aidil Onasis (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT
Lebih terperinciSTUDI ANGKA BEBAS JENTIK (ABJ) DAN INDEKS OVITRAP DI PERUM PONDOK BARU PERMAI DESA BULAKREJO KABUPATEN SUKOHARJO. Tri Puji Kurniawan
STUDI ANGKA BEBAS JENTIK (ABJ) DAN INDEKS OVITRAP DI PERUM PONDOK BARU PERMAI DESA BULAKREJO KABUPATEN SUKOHARJO Tri Puji Kurniawan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo.
Lebih terperinciModel Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy
Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Dia Bitari Mei Yuana Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Negeri Jember, Jl. Mastrip PO Box 164, Jember,
Lebih terperinciDemam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak
Lebih terperinciPREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay
PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN 2012-2014 Ronald Imanuel Ottay *Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Abstrak Manado
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue
Lebih terperinciABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto L, dr., MH
ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU WARGA KECAMATAN ARCAMANIK PROVINSI JAWA BARAT MENGENAI VEKTOR DBD DAN CARA PEMBERANTASANNYA TAHUN 2012-2013 Indra Bayu, 2013; Pembimbing I : Dr. Felix
Lebih terperinciHUBUNGAN PRAKTIK PSN DAN AKSES AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN DBD PADA SISWA SD DI KECAMATAN PALU SELATAN
HUBUNGAN PRAKTIK PSN DAN AKSES AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN DBD PADA SISWA SD DI KECAMATAN PALU SELATAN RELATIONS PSN PRACTICE AND WATER SUPPLY TO DBD EVENTS ON ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS IN PALU SOUTHERN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue menjadi masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Kejadian demam berdarah tidak kunjung berhenti walaupun telah banyak program dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu sistem informasi yang dapat dipakai sebagai alat untuk melakukan analisis data sehingga dihasilkan gambaran yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan global di seluruh dunia dan sering terjadi di negara tropis dan sub tropis, terutama di daerah perkotaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit
Lebih terperinciHUBUNGAN PERILAKU 3M DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK DI DUSUN TEGAL TANDAN, KECAMATAN BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
Pekerja Industri Pengolahan KayuDi Industri Pengolahan Kayu PerusahaanX, Badung, Bali. HUBUNGAN PERILAKU 3M DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK DI DUSUN TEGAL TANDAN, KECAMATAN BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program kesehatan di Indonesia adalah pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat
Lebih terperinciHUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG
HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG Hilda Irianty, Norsita Agustina, Adma Pratiwi Safitri Fakultas Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs) poin ketiga yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di
Lebih terperinciHUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I
0 HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun
Lebih terperinciTESIS. Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S2
ENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE UNTUK KEWASPADAAN DINI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI WILAYAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEPARA (STUDI KASUS DI PUSKESMAS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hampir di seluruh belahan dunia terutama negara tropik dan subtropik sebagai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Demam Berdarah Dengue atau DBD merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang mengalami peningkatan beberapa
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG Istiqomah, Syamsulhuda BM, Besar Tirto Husodo Peminatan Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama, tetapi kemudian merebak kembali. Chikungunya berasal dari
Lebih terperinciKEPADATAN JENTIK VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Aedes sp. DI DAERAH ENDEMIS, SPORADIS DAN POTENSIAL KOTA SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH
BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 71-76 KEPADATAN JENTIK VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Aedes sp. DI DAERAH ENDEMIS, SPORADIS DAN POTENSIAL KOTA SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH LARVAE DENSITY OF
Lebih terperinciSitti Badrah, Nurul Hidayah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman 1) ABSTRACT
HUBUNGAN ANTARA TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN PENAJAM KECAMATAN PENAJAM KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Sitti Badrah, Nurul Hidayah Fakultas Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak penyakit yang menyerang seperti dengue hemoragic fever.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan suatu hal yang paling penting. Dengan hidup sehat kita dapat melakukan segala hal, sehat tidak hanya sehat jasmani saja namun juga sehat rohani juga
Lebih terperinciHUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI BAB I
HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI BAB I NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih
Lebih terperinciABSTRAK. Pembimbing II : Kartika Dewi, dr., M.Kes., Sp.Ak
ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KECAMATAN PANGANDARAN KABUPATEN PANGANDARAN TAHUN 2014 Leuwih Mentari, 2014 ; Pembimbing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD
Lebih terperinci