BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa definisi pengobatan sendiri menurut beberapa sumber adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa definisi pengobatan sendiri menurut beberapa sumber adalah"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengobatan Sendiri Beberapa definisi pengobatan sendiri menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut: a. Menurut World Health Organization (WHO), pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah pemilihan dan penggunaan obat modern dan obat tradisional oleh seseorang untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit. b. Menurut The International Pharmaceutical Federation (FIP), pengobatan sendiri adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri. c. Menurut World Self Medication Industry (WSMI), pengobatan sendiri adalah pengobatan untuk masalah kesehatan yang umum terjadi menggunakan obat yang dapat digunakan tanpa pengawasan dari tenaga kesehatan serta aman dan efektif untuk penggunaan sendiri. d. Pengobatan sendiri berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Tan dan Rahardja, 1993). Pengobatan sendiri adalah salah satu elemen dari self-care. Self care adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh diri sendiri untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menghadapi penyakit. Pengobatan sendiri biasa dilakukan untuk mengatasi penyakit ringan (Depkes RI, 2006). Menurut Winfield dan Richards (1998), kriteria suatu masalah kesehatan yang termasuk penyakit ringan adalah memiliki durasi penyakit yang terbatas dan tidak

2 mengancam bagi diri pasien. Beberapa penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, antara lain demam, nyeri, batuk, flu, diare, cacingan dan maag (Depkes RI, 2006). Pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat dalam menjaga kesehatan dan menjadi alternatif yang banyak dipilih oleh masyarakat karena dapat menanggulangi keluhan secara cepat dan efektif. Pengobatan sendiri merupakan sumbangan yang sangat besar bagi pemerintah dalam hal pemeliharaan kesehatan, karena mengurangi beban pelayanan kesehatan serta meningkatkan keterjangkauan obat oleh masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan. Keuntungan dari pengobatan sendiri adalah aman apabila digunakan sesuai petunjuk, efektif untuk menghilangkan keluhan karena 80% dari penyakit ringan bersifat self- limiting, yaitu sembuh sendiri tanpa intervensi tenaga kesehatan, biaya pembelian obat relatif murah daripada biaya pelayanan kesehatan, hemat waktu karena tidak perlu mengunjungi sarana dan profesi kesehatan serta berperan aktif dalam pengambilan keputusan terapi untuk diri sendiri (Supardi dan Notosiswoyo, 2006). Sebaliknya, pengobatan sendiri yang dilakukan secara tidak tepat memungkinkan terjadinya kesalahan dalam penggunaan obat dan kurangnya kontrol pada pelaksanaannya (Association of Real Change, 2006). Dampak lainnya yaitu dapat menyebabkan bahaya serius terhadap kesehatan, seperti reaksi obat yang merugikan, perpanjangan masa sakit, resiko kontraindikasi dan ketergantungan obat. Oleh karena itu, upaya untuk membekali masyarakat agar

3 mempunyai keterampilan untuk mencari informasi obat secara tepat dan benar perlu dilakukan (Holt, 1986). 2.2 Pengobatan Sendiri yang Sesuai Aturan Penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dan kondisi penderita akan mendukung upaya penggunaan obat yang tepat. Definisi penggunaan obat rasional menurut hasil konferensi WHO dalam Conference of Experts on the Rational Use of Drugs di Nairobi 1985 adalah penggunaan obat yang sesuai dengan kebutuhan pasien secara individu, mendapatkan obat dalam jangka terapi yang cukup dan biaya pengobatan yang terjangkau bagi masyarakat (Depkes RI, 2006). Pengobatan sendiri harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami. Pelaksanaannya sedapat mungkin harus memenuhi kriteria pengobatan sendiri yang sesuai aturan. Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan mencakup 4 kriteria antara lain: (a) tepat golongan obat, yaitu menggunakan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, (b) tepat kelas terapi obat, yaitu menggunakan obat yang termasuk dalam kelas terapi yang sesuai dengan keluhannya, (c) tepat dosis obat, yaitu menggunakan obat dengan dosis sekali dan sehari pakai sesuai dengan umur dan (d) tepat lama penggunaan obat, yaitu apabila berlanjut segera berkonsultasi dengan dokter (Depkes RI, 2006). 2.3 Pengobatan Sendiri yang Tidak Sesuai Aturan Pemakaian obat yang tidak tepat merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan yang menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Kesalahan penggunaan obat dalam pengobatan sendiri ternyata masih terjadi terutama karena ketidaktepatan obat dan dosis obat. Apabila

4 kesalahan terjadi terus-menerus dalam jangka waktu yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko pada kesehatan (Supardi dan Notosiswoyo, 2005). Kesalahan pengobatan (medication error) menurut National Coordinating Council Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP) adalah setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat sehingga membahayakan pasien sementara obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan, pasien atau konsumen. Kejadian medication error terdiri dari 4 fase, yaitu: a. Prescribing phase (fase penulisan resep) Kesalahan yang terjadi pada fase ini meliputi: obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau kontraindikasi, tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan aturan pakai. b. Trancribing phase (fase pembacaan resep) Kesalahan yang terjadi fase ini meliputi: kekeliruan saat membaca resep sehingga berdampak pada kesalahan pada obat yang diberikan, kesalahan pada pembacaan perintah pada resep yang disengaja atau tidak disengaja dan adanya perintah pada resep yang terlewatkan sehingga tidak dikerjakan. c. Dispensing phase (fase peracikan atau penyiapan resep) Fase ini meliputi peracikan, penyiapan sampai penyerahan resep kepada pasien oleh petugas apotek. Kesalahan yang dapat terjadi pada fase ini meliputi: kesalahan pengambilan obat karena adanya kemiripan nama atau kemiripan kemasan, kesalahan pemberian obat kepada pasien karena tidak teliti membaca identitas pasien, kesalahan pemberian label obat sehingga aturan dan

5 cara pakai obat tidak sesuai lagi, kesalahan pada penyampaian informasi obat kepada pasien. d. Administration phase (fase penggunaan) Kesalahan pada fase ini meliputi: kurangnya kepatuhan pasien terhadap cara dan aturan pakai obat yang digunakan. Menurut National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP) kategorisasi medication error adalah sebagai berikut: Kategori A: Keadaan atau kejadian yang memiliki kapasitas untuk menyebabkan menyebabkan kesalahan, tetapi tidak ada kesalahan yang sebenarnya terjadi. Kategori B: Terjadi kesalahan tetapi kesalahan tidak mencapai pasien Kategori C: Terjadi kesalahan yang mencapai pasien tetapi tidak membahayakan pasien Kategori D: Terjadi kesalahan yang mencapai pasien dan pemantauan yang diperlukan untuk mengkonfirmasikan bahwa kesalahan tersebut tidak mengakibatkan kerugian bagi pasien dan/atau intervensi yang diperlukan untuk mencegah bahaya. Kategori E: Terjadi kesalahan yang mungkin telah berkontribusi atau menyebabkan kerusakan sementara untuk pasien dan ada intervensi yang diperlukan. Kategori F: Terjadi kesalahan yang mungkin telah berkontribusi atau menyebabkan kerusakan sementara terhadap pasien dan diperlukan rawat inap berkepanjangan di rumah sakit. Kategori G: Terjadi kesalahan yang mungkin telah berkontribusi atau menyebabkan kerusakan pasien secara permanen.

6 Kategori H: Terjadi kesalahan dan membutuhkan intervensi untuk mempertahankan hidup. Kategori I: Terjadi kesalahan yang mungkin telah berkontribusi atau menyebabkan kematian pasien. Medication error dapat terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat kepada pasien, mulai dari industri, dalam peresepan, pembacaan resep, peracikan, penyerahan dan monitoring pasien. Setiap tenaga kesehatan dalam rantai ini dapat memberikan kontribusi terhadap kesalahan (Cohen, 1991). Faktor penyebab terjadinya medication error antara lain: a) komunikasi yang buruk baik secara tertulis dalam bentuk kertas resep maupun secara lisan (antara pasien, dokter dan apoteker), b) sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem penyimpanan obat), c) sumber daya manusia (kurangnya pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan), d) kurangnya edukasi kepada pasien, e) kurangnya peran pasien dan keluarga (Cohen, 1991). Pencegahan terjadinya medication error dapat didekati dengan konsepkonsep human error (Anonim, 2011). 1. Error awareness. Setiap individu harus menyadari bahwa medication error dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa siapa saja. Jika terjadi medication error maka akibat yang dapat timbul sangat beragam dari yang ringan/tanpa gejala hingga menyebabkan kematian. Pemahaman yang baik mengenai medication error perlu diterapkan di unit-unit pelayanan yang langsung berkaitan dengan obat dan pengobatan, mulai dari dokter, perawat, apoteker, asisten apoteker dan petugas administrasi obat. 2. Pengamatan Sistematik. Penyebab medication error dapat berasal dari individu ataupun dari sistem. Petugas yang lelah, ceroboh, atau dalam situasi psikologis

7 yang buruk dapat mengawali terjadinya medication error. Selain itu, sistem yang buruk yang tidak mendukung mekanisme kerja yang baik, atau tidak dijalankan atas dasar prosedur yang standar juga dapat menjadi sumber medication error. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan secara sistematik apakah system tersebut ikut berperan terhadap penyebab terjadinya medication error. Sebagai contoh, buruknya sistem kerjasama antara dokter, perawat, dan apoteker akan selalu menjadi penyebab timbulnya medication error. 3. Evaluasi Kinerja Petugas. Perlu dikembangkan suatu mekanisme evaluasi yang sistematik dan komprehensif untuk mengetahui kinerja petugas. Kinerja ini kemudian dievaluasi secara terus menerus sehingga masing-masing petugas mengetahui hal-hal yang berpotensi menimbulkan medication error. 4. Antisipasi Kesalahan Melalui Sistem Koding dan SOP. Standard Operational Procedure (SOP) untuk prescribing, transcribing, dispensing dan administration perlu dibuat untuk meminimalkan risiko medication error. Sebagai contoh, jika ada bagian resep yang tidak terbaca, maka konsultasi langsung ke penulis resep haruslah menjadi langkah pertama yang harus dilakukan. Pencatatan nama dan alamat pasien sebenarnya merupakan satu SOP yang baik, tetapi selama ini tidak pernah ada evaluasi harian bagi apotek untuk selanjutnya segera menghubungi pasien pada hari yang sama jika terbukti terjadi kekeliruan. 5. Computerised Prescribing. Metode ini telah dilakukan di berbagai rumah sakit di Amerika, khususnya untuk pasien rawat inap. Penulisan resep oleh dokter tidak dilakukan di secarik kertas resep tetapi melalui komputer. Suatu

8 perangkat lunak (software) kemudian menerjemahkan dan menginformasikan mengenai ketepatan dosis, frekuensi, dan cara pemberian obat serta kemungkinan interaksi obat yang terjadi dalam peresepan yang dituliskan oleh dokter. Melalui cara ini resiko medication error dapat dikurangi hingga 75%. 2.4 Faktor- Faktor Pengobatan Sendiri Tindakan pengobatan sendiri cenderung akan meningkat. Faktor- faktor yang memepengaruhi tindakan pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut: pengetahuan masyarakat tentang penyakit ringan dan berbagai gejala serta pengobatannya, motivasi masyarakat untuk mencegah atau mengobati penyakit ringan tersebut, ketersediaan dan kemudahan mendapatkan obat-obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter atau obat OTC (over the counter) secara luas dan terjangkau untuk mengatasi penyakit ringan (Supardi, 1997). Menurut Sukasediati (1996), faktor lain yang berperan pada tindakan pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat antara lain: a. Persepsi sakit Persepsi seseorang mengenai berat ringannya penyakit yang dirasakan dapat menentukan alternatif pengobatan yang paling cocok untuk dirinya sendiri. Untuk penyakit ringan, pasien akan memilih beristirahat saja atau membeli obat ditempat terdekat sesuai dengan keperluan pengobatan penyakit. b. Ketersediaan informasi tentang obat Ketersediaan informasi obat dapat menentukan keputusan pemilihan obat. Sumber informasi yang sampai ke masyarakat sebagian besar berasal dari media elektronik dan sumber-sumber lain seperti petugas kesehatan.

9 c. Ketersediaan obat di masyarakat Ketersediaan obat di masyarakat merupakan faktor penentu yang memungkinkan masyarakat mendapatkan dan menggunakan obat. Obat yang digunakan oleh masyarakat biasanya diperoleh di apotek, toko obat, warung dan minimarket. d. Sumber informasi cara pemakaian obat. Sumber informasi cara pemakaian obat dapat diperoleh dari kemasan atau brosur yang menyertai obat serta dapat menanyakannya langsung kepada petugas apotek atau penjaga toko. 2.5 Obat-Obatan Pada Pengobatan Sendiri Obat-obatan yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri sering disebut sebagai over the counter drugs (OTC). Bagi sebagian orang, obat-obat OTC dapat berbahaya ketika digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain. Tetapi bagi sebagian lainnya, obat-obat OTC sangat bermanfaat dalam pengobatan sendiri untuk mengatasi penyakit ringan hingga sedang (Fleckenstein, 2011). Golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri adalah golongan obat bebas dan obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (SK Menkes NO. 2380/1983) Obat Bebas (OB) Obat bebas adalah obat yang bebas dijual di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: vitamin atau mulitivitamin, dan beberapa obat analgetik-antipiretik (parasetamol) Obat Bebas Terbatas

10 Obat bebas terbatas disebut Daftar W (Waarschuwing = peringatan) masih termasuk golongan obat keras tetapi dapat dibeli tanpa resep dokter sehingga penyerahannya pada pasien hanya boleh dilakukan oleh Asisten Apoteker Penanggung Jawab. Tanda khusus untuk obat ini adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: obat batuk, obat flu, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam (analgetik-antipiretik), obat antimabuk (antimo), klorfeiramin maleat (CTM). Terdapat pula tanda peringatan P dalam labelnya. Label P ada beberapa macam, yaitu: a. Tanda peringatan nomor 1 (P1) adalah Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh: OBH Combi, Decolsin dan Saridon b. Tanda peringatan nomor 2 (P2) adalah Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine obat kumur. c. Tanda peringatan nomor 3 (P3) adalah Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh: Kalpanax, Daktarin dan Canesten d. Tanda peringatan nomor 4 (P4) adalah Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar. e. Tanda peringatan nomor 5 (P5) adalah Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Dulcolax f. Tanda peringatan nomor 6 (P5) adalah Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Superhoid Semua obat yang termasuk dalam golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pakai dan pernyataan lain yang

11 diperlukan. Semua kemasan obat bebas terbatas wajib mencantumkan tanda peringatan apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter (SK Menkes No. 386/1994) Obat Wajib Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan NO. 347/ MENKES/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Apoteker dalam melayani pasien yang memerlukan obat diwajibkan untuk: a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang termasuk Obat Wajib Apotek. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi meliputi dosis, aturan pakai, kontraindikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Sesuai Permenkes NO. 919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep adalah: a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia

12 e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisonal secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan resep nenek moyang, adat istiadat. Obat tradisional banyak digunakan masyarakat karena mudah didapat, harga terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM, 1994). Golongan obat yang tidak diperbolehkan penggunaannya pada pengobatan sendiri adalah golongan obat keras tetapi pada prakteknya golongan obat tersebut masih banyak digunakan oleh masyarakat. Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Obat keras mempunyai tanda khusus berupa lingkatan bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini antara lain: obat jantung, obat antihipertensi, obat antidiabetes, hormon, antibiotika dan obat ulkus lambung (Ditjen POM, 2008). 2.6 Penyakit dan Pilihan Obat Pada Pengobatan Sendiri Penyakit-penyakit yang banyak diatasi dengan pengobatan sendiri antara lain: demam, batuk, flu, nyeri, diare dan maag (Supardi, 2006; Abay, 2010) Demam

13 Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya atau diatas 37 o C dan merupakan gejala dari suatu penyakit. Demam dapat disebabkan karena faktor infeksi dan non infeksi. a. Faktor infeksi antara lain: kuman, virus, parasit atau mikroorganisme lain. b. Faktor non infeksi antara lain: dehidrasi, alergi, stress, trauma, kelainan kulit yang luas, penyakit keganasan seperti kanker. Pada demam karena infeksi kemungkinan dapat disertai menggigil. Menggigil bukan merupakan suatu gejala infeksi karena menggigil juga dapat terjadi karena demam yang disebabkan alergi atau penyakit keganasan. Keringat yang berlebihan umumnya terjadi pada saat temperatur tubuh turun secara tibatiba dan sering terjadi pada dini hari. Penanggulangan dengan terapi non obat untuk mengatasi demam ringan dapat diatasi dengan banyak minum, kompres, alkohol di daerah lipatan tubuh atau permukaan tubuh atau memakai pakaian yang tipis. Terapi obat yaitu dengan menggunakan obat penurun panas (antipiretik) dan hanya dianjurkan digunakan jika dengan cara terapi non obat demam tidak dapat diatasi. Obat penurun panas (antipiretik) yang dapat digunakan adalah parasetamol dan asetosal. Kedua obat ini mempunyai efek penurun panas dan pereda nyeri yang setara. Dosis pemakaian obat penurun panas untuk dewasa umumnya tiga hingga 4 kali sehari. Batas waktu pemakaian obat penurun panas pada pengobatan sendiri tidak lebih dari 2 hari. Obat penurun panas tidak boleh diminum bersamaan dengan obat flu karena umumnya obat flu sudah mengandung bahan obat yang sama dengan obat penurun panas. Jika menggunakan asetosal, sebaiknya diminum

14 setelah makan atau bersamaan dengan makanan karena obat tersebut berisiko mengiritasi lambung (Depkes RI, 2006). Hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan obat penurun panas adalah: a. Obat penurun panas hanya mengurangi gejala penyakit, tetapi tidak mengobati penyakit yang mendasarinya atau penyebab penyakit. b. Penderita demam harus berkonsultasi dengan dokter atau unit pelayanan kesehatan bila: - demam berlanjut lebih dari 2 hari - demam disertai gejala lain seperti kaku kuduk, pingsan, bintik merah pada kulit, nyeri hebat, mata kuning, diare hebat, kejang dan menggigil Nyeri Nyeri adalah suatu gejala subyektif yang kompleks berupa emosional yang tidak menyenangkan dan pengalaman sensoris yang terjadi karena adanya rangsangan pada ujung-ujung saraf yang sangat peka pada jaringan tubuh. Bila terjadi rangsangan pada ujung-ujung saraf maka senyawa kimia prostaglandin akan terbentuk. Zat inilah yang bekerja pada ujung-ujung saraf jaringan yang rusak dan akan mengalirkan kesan nyeri sepanjang serabut saraf menuju ke otak sehingga timbul rasa nyeri tersebut (Depkes RI, 1997). Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan pada ujung-ujung saraf karena kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan antara lain: trauma akibat benda tajam, benda tumpul, bahan kimia dan juga karena proses infeksi atau peradangan. Obat nyeri (analgetik) adalah obat yang dapat mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Beberapa obat nyeri yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri merupakan obat golongan NSAIDs atau analgetik-antipiretik,

15 antara lain ibuprofen, asetosal dan parasetamol. Obat-obat tersebut juga dapat digunakan untuk menurunkan panas. Ibuprofen memiliki terapi antiradang lebih tinggi dibanding efek penurun panas, sedangkan asetosal dan parasetamol efek penurun demamnya lebih tinggi dibanding efek anti nyeri (Depkes RI, 2006). Dosis pemakaian untuk dewasa umumnya tiga hingga empat kali sehari. Batas waktu penggunaan obat nyeri pada pengobatan sendiri adalah tidak lebih dari lima hari (Depkes RI, 2006) Batuk Batuk adalah refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran napas. Batuk juga membantu melindungi paru-paru dari aspirasi yaitu masuknya benda asing dari saluran cerna atau saluran napas bagian atas. Saluran pernapasan dimulai dari tenggorokan, trakhea, bronkus, bronkhioli sampai ke jaringan paru-paru. Penyebab batuk ada dua, yaitu: faktor infeksi oleh bakteri dan virus, misalnya tuberkulosis, influenza, campak, batuk rejan. Faktor non infeksi oleh debu, asap, alergi, makanan yang merangsang tenggorokan (Depkes RI, 2006). Batuk dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Batuk berdahak, yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak di tenggorokan. Batuk berdahak lebih sering terjadi pada saluran napas yang peka terhadap paparan debu dan lembab berlebih. b. Batuk tak berdahak (batuk kering), yaitu batuk yang terjadi apabila tidak ada sekresi saluran napas, iritasi pada tenggorokan, sehinga timbul rasa sakit. Penanggulangan dengan terapi non obat adalah:

16 a. Sering minum air putih, untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi iritasi atau rasa gatal. b. Hindari paparan debu, minuman atau makanan yang meragsang tenggorokan dan udara malam hari. Penanggulangan dengan terapi obat adalah dengan menggunakan obat batuk. Sesuai dengan jenis batuk, maka obat batuk dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ekspektoran (pengencer dahak), antitusif (penekan batuk). Banyak obat batuk dipasaran beredar dalam bentuk kombinasi yang tidak lebih unggul dari bentuk tunggal. a. Ekspektoran (Pengencer Dahak) Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi cairan saluran napas, sehingga mempermudah perpindahan dahak dan ekspektoransinya (pengeluarannya). Beberapa ekspektoran yang dapat diperoleh tanpa resep dokter adalah: gliserilguaiakolat, ammonium klorida, bromheksin, dan succus liquiritiae. b. Antitusif (Penekan Batuk) Obat-obat kelompok ini bekerja pada susunan saraf pusat menekan pusat batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk. Antitusif yang dapat diperoleh tanpa resep dokter adalah: dekstrometorfan HBr, noskapin dan difenhidramin HCl Dikenal juga istilah mukolitik, yaitu obat yang dapat mengencerkan sekret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Beberapa contoh mukolitik yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri antara lain bromheksin dan asetilsistein (Estuningtyas, 2007). Dosis pemakaian obat batuk untuk dewasa umumnya tiga hingga empat

17 kali sehari. Batas waktu penggunaan obat batuk pada pengobatan sendiri tidak lebih dari tiga hari (Depkes RI, 2006). Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan obat batuk adalah: a. Apabila batuk berlangsung lebih dari 3 hari atau setelah pengobatan sendiri tidak ada perbaikan atau batuk menjadi lebih berat, dahak bercampur darah atau berwarna hijau/kuning, sesak maka segera konsultasi ke dokter atau unit pelayanan kesehatan. b. Obat-obat batuk yang beredar di pasaran dimaksudkan untuk meringankan gejala batuk (Depkes RI, 1997) Flu Flu adalah penyakit yang menyerang bagian hidung, tenggorokan dan paruparu yang disebabkan oleh infeksi virus influenza. Penyakit ini dapat menyebar dengan mudah dari satu orang ke orang lain. Umumnya, penyebaran terjadi melalui udara, dari batuk atau bersin. Virus flu juga dapat disebarkan melalui kontak langsung dengan penderita atau kontak dengan benda-benda yang digunakan oleh penderita (WHO, 2012). Gejala yang dialami pada saat flu, antara lain demam, menggigil, batuk, sakit kepala, nyeri otot dan nyeri sendi, malaise parah (rasa tidak enak badan), sakit tenggorokan dan hidung berair. Gejala tersebut dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu satu minggu tanpa perlu menggunakan obat-obatan. Akan tetapi, gejala dapat muncul lebih parah pada orang-orang dengan sisitem imun yang rendah atau pada penderita penyakit kronis (WHO, 2012).

18 Obat flu hanya dapat meringankan keluhan dan gejala saja, tetapi tidak dapat menyembuhkan. Obat flu yang diperoleh tanpa resep dokter umumnya merupakan kombinasi dari beberapa zat berkhasiat, yaitu: a. Antipiretik-analgetik untuk menghilangkan rasa sakit dan menurunkan demam. b. Antihistamin, untuk mengurangi rasa gatal di tenggorokan atau reaksi alergi lain yang menyertai flu. Bekerja dengan menghambat efek histamin yang dapat menyebabkan alergi. Contoh: CTM dan difenhidramin HCl. c. Dekongestan, untuk meredakan hidung tersumbat. Contoh: fenilpropanolamin, fenilefrin, pseudoefedrin dan efedrin. d. Antitusif, ekspektoran dan mukolitik untuk meredakan batuk yang menyertai flu. Obat flu dengan berbagai merek dagang dapat mengandung kombinasi yang sama, sehingga tidak dianjurkan menggunakan berbagai merek obat flu pada saat bersamaan. Dosis pemakaian untuk dewasa umumnya tiga kali sehari. Batas waktu penggunaan obat flu pada pengobatan sendiri adalah tidak lebih dari tiga hari (Depkes RI, 2006) Maag Gastritis adalah radang selaput lendir lambung, dapat disertai tukak lambung usus 12 jari, atau tanpa tukak dan dikenal juga sebagai sakit maag. Selain karena infeksi bakteri Helicobacter pylori, gastritis disebabkan oleh rangsangan kelebihan asam lambung. Adapun kelebihan asam lambung dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a. Faktor kecemasan, emosi atau stress b. Obat-obat tertentu misalnya obat pereda nyeri dan radang

19 c. Makanan atau minuman yang merangsang produksi asam lambung Gejala berupa rasa nyeri dan panas pada perut bagian atas atau ulu hati, mual, muntah dan banyak gas (kembung). Penanggulangan dengan terapi non obat adalah dengan makan secara teratur, hindari makanan/minuman yang merangsang lambung dan hindari stress. Terapi obat untuk gastritis pada pengobatan sendiri dapat diobati dengan antasida. Antasida adalah obat yang bekerja dengan cara menetralkan asam lambung yang berlebih, dan melindungi selaput lendir lambung. Antasida yang beredar di pasaran biasanya terdiri dari campuran garam aluminium dan garam magnesium agar tidak menimbulkan sembelit ataupun diare. Kandungan lain antasida adalah simetikon, yaitu zat yang berkhasiat membantu pengeluaran gas yang berlebih di dalam saluran cerna. Dosis pemakaian antasida untuk dewasa umumnya tiga hingga empat kali sehari. Batas pemakaian antasida pada pengobatan sendiri tidak boleh lebih dari 2 minggu kecuali atas saran dokter. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pasien pada penggunaan antasida, antara lain: a. Antasida dalam bentuk tablet harus dikunyah terlebih dahulu sebelum ditelan b. Antasida diminum satu jam sebelum makan. Penggunaan terbaiknya adalah saat gejala timbul pada waktu lambung kosong dan menjelang tidur malam. c. Antasida dapat mengganggu absorbsi obat-obat tertentu, misalnya antibiotik. Beri jarak minimal satu jam bila digunakan bersamaan. d. Antasida tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin atau jangka panjang Diare

20 Diare adalah keadaan dimana terjadi peningkatan frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (3-4 kali dalam 24 jam) dan terjadi perubahan konsistensi tinja menjadi melembek sampai mencair. Wujud tinja merupakan ukuran yang lebih penting dibanding frekuensi buang air. Meski sering buang air tapi wujud tinja lunak dan berisi tidak dapat dikatakan diare. Diare dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: diare akut dan diare kronik. a. Diare akut (mendadak) adalah diare yang berlangsung kurang dari 2 minggu. Gejalanya berupa: tinja cair, biasanya terjadi mendadak, disertai rasa lemas, kadang-kadang demam atau muntah, biasanya berhenti/berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Diare akut dapat terjadi akibat infeksi virus, infeksi bakteri, akibat obat-obatan dan makanan tertentu. b. Diare kronik adalah diare yang menetap atau berulang dalam jangka waktu lama. Umumnya berlangsung lebih dari 2 minggu atau bahkan beberapa bulan. Diare merupakan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Umumnya diare merupakan gejala dari adanya infeksi di saluran cerna yang disebabkan oleh virus, bakteri dan mikrooganisme parasit lain. Namun banyaknya cairan tubuh yang dikeluarkan bersama tinja akan mengakibatkan dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan cairan yang dapat berakibat kematian, utamanya pada anak/bayi bila tidak segera diatasi. Oralit merupakan satu-satunya obat yang dianjurkan untuk mengatasi diare karena kehilangan cairan tubuh. Oralit tidak menghentikan diare, tetapi mengganti cairan tubuh yang hilang bersama tinja. Dengan mengganti cairan tubuh tersebut,

21 terjadinya dehidrasi dapat dihindari. Oralit merupakan campuran gula, garam kalium dan natrium yang tersedia dalam bentuk serbuk untuk dilarutkan. Pilihan obat lain yang dapat digunakan untuk mengatasi diare pada pengobatan sendiri adalah karbo adsorben dengan dosis pemakaian untuk dewasa adalah 3 sampai 4 tablet tiga kali sehari dan juga kombinasi kaolin-pektin attapulgit dengan dosis pemakaian untuk dewasa satu tablet tiap buang air besar dan maksimal 12 tablet selama 24 jam (Depkes RI, 2006). 2.7 Pengetahuan dan Sikap Pengobatan Sendiri Pengetahuan kesehatan merupakan pengetahuan tentang berbagai jenis penyakit yang dapat disembuhkan dengan penggunaan obat, penyebab penyakit dan cara menanggulanginya. Peningkatan pengetahuan dari pasien untuk dapat mendiagnosis dirinya sendiri menjadi bagian yang sangat penting. Pengetahuan yang dibutuhkan masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri secara benar adalah: a. Mengetahui jenis obat yang diperlukan untuk mengatasi penyakitnya, dalam hal ini mengetahui bahan aktif yang terdapat dalam obat yang digunakan. b. Mengetahui kegunaan dari tiap obat yang digunakan, biasa disebut indikasi. c. Mengetahui penggunaan obat tersebut secara benar (cara, aturan, lama pemakaian). Tahu batas kapan mereka harus menghentikan pengobatan sendiri dan segera meminta pertolongan petugas kesehatan jika penyakit tidak juga membaik. d. Mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul adalah penyakit baru atau efek samping obat.

22 e. Mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut, biasa disebut kontraindikasi. f. Mengetahui efek penggunaan obat jika diminum bersama dengan obat lain. Untuk melakukan pengobatan sendiri secara aman dan efektif, diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam memilih obat. Salah satu cara memperoleh pengetahuan adalah melalui informasi obat. Informasi obat yang paling banyak dijumpai masyarakat sehari-hari adalah yang berasal dari indusrti farmasi yang bersifat komersil dalam bentuk iklan (Suryawati, 1997). Peningkatan pengetahuan masyarakat dalam masalah kesehatan, khususnya dalam masalah penggunaan obat-obatan, harus didukung dengan sikap pengobatan sendiri yang baik. Sikap adalah respon atau prilaku seseorang terhadap tindakan yang akan dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan masyarakat ketika akan melakukan pengobatan sendiri (Depkes RI, 2008; Atmoko dan Kurniawati, 2009) adalah: a. Kenali gejala penyakit atau keluhan kesehatan yang diderita b. Gunakan obat yang termasuk golongan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek c. Obat dapat diperoleh di apotek atau toko obat berizin d. Sebelum menggunakan obat, bacalah sifat, cara pemakaian, tanggal kadaluarsa pada etiket, brosur dan kemasan obat agar penggunaannya tepat dan aman. e. Tentukan obat yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan yang dialami seperti: - Pilih obat dengan formula yang paling sederhana dengan memperhatikan komposisi dan dosis. Secara umum komposisi tunggal lebih dianjurkan.

23 - Pilih obat yang mengandung dosis efekif, serta mencantumkan komposisi dan jumlahnya. - Dianjurkan untuk menggunakan produk generik bila tersedia - Berhati-hatilah terhadap iklan yang melebihkan efek obat dibanding produk lain yang sejenis. - Perhatian khusus harus diberikan untuk pemberian pada anak-anak, terutama mengenai dosis, bentuk sediaan dan rasa. f. Perhatikan waktu penggunaan obat dengan kesembuhan atau berkurangnya keluhan penyakit, bila dalam beberapa hari tidak terdapat perubahan sebaiknya meminta bantuan dokter atau tenaga medis lainnya. g. Cara penggunaan obat harus memperhatikan hal-hal berikut: - Obat tidak untuk digunakan secara terus-menerus - Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur obat - Bila obat yang diminum menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan obat dan tanyakan kepada dokter atau apoteker - Hindari menggunakan obat orang lain, walaupun gejala penyakit sama - Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lengkap tanyakan kepada apoteker h. Gunakan obat tepat waktu sesuai dengan aturan penggunaan i. Pemakaian obat secara oral adalah cara yang paling lazim karena praktis, mudah dan aman. Cara terbaik adalah dengan meminum obat dengan segelas air putih matang. j. Cara penyimpanan obat harus memperhatikan hal-hal tersebut:

24 - Simpan obat dalam wadah kemasan asli dan tertutup rapat - Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung atau seperti yang tertera pada kemasan - Simpan obat pada tempat yang tidak panas dan tidak lembab karena dapat merusak obat - Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak - Jauhkan dari jangkauan anak-anak 2.8 Masalah-Masalah Pada Pengobatan Sendiri Di Indonesia tercatat bahwa ada 30% konsumen yang pernah dan biasa melakukan pengobatan sendiri dan diantaranya adalah untuk jenis obat-obatan antibiotik. Dari data World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, terdapat sekitar 25 ribu orang di Eropa yang meninggal karena infeksi bakteri yang kebal terhadap antibiotik. Jika dilakukan studi di Indonesia, ada kemungkinan ditemukan indikasi yang sama karena keberadaan antibiotik yang selama ini sangat mudah diperoleh sehingga penggunaannya menjadi cenderung tidak rasional. Antibiotik selama ini dianggap sebagai obat segala penyakit yang dapat dibeli bebas dengan harga terjangkau (Kartajaya, 2011). Adapun dalam fenomena pengobatan sendiri, peresepan sendiri (termasuk pembelian obat tanpa resep) ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, perkembangan teknologi informasi, dengan semakin berkembangnya teknologi, masyarakat akan lebih mudah dalam mengakses informasi termasuk didalamnya informasi mengenai kesehatan. Masyarakat menjadi terbuka dengan adanya informasi di internet mengenai pengobatan, termasuk juga pengobatan alternatif.

25 Masyarakat menjadi lebih berani untuk melakukan pengobatan berdasarkan informasi yang diperoleh dari internet. Informasi melalui media cetak dan elektronik juga memudahkan masyarakat memakai obat seperti analgetik atau antipiretik yang tidak tepat indikasi pemakaiannya. Seperti karena adanya beban pekerjaan, maka seseorang dengan mudah menggunakan analgetik karena merasa sakit kepala ringan. Begitu pula pada ibu rumah tangga yang cepat merasa khawatir apabila anaknya demam, maka segera memberikan antipiretik. Hal tersebut tidak semata-mata dapat menjadi acuan terhadap pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat. Karena dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter untuk mendiagnosa penyakit agar diperoleh pengobatan yang lebih efektif (Kartajaya, 2011). Selain itu, banyaknya obat dengan berbagai merek seringkali membuat konsumen bingung memilih antara obat yang baik dan aman untuk dikonsumsi. Begitu juga dengan maraknya penyebaran iklan obat-obatan melalui media televisi dan media-media lain mempunyai peran yang cukup besar bagi masyarakat untuk memilih obat tanpa resep (Kartajaya, 2011). Kemudahan mendapatkan obat juga mendukung peningkatan jumlah pengobatan sendiri di masyarakat. Kemudahan memperoleh obat secara bebas dapat menyebabkan masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah menjadi korban pemakaian obat yang tidak rasional. Hal tersebut terlihat dari perkembangan jumlah apotek dan toko obat di Indonesia yang meningkat. Selain itu, juga terjadi perkembangan baru dalam pelayanan penjualan obat melalui apotek. Kini apotek tidak hanya mau melakukan pengiriman obat ke rumah, tapi juga buka 24 jam, hingga melayani pemesanan melaui internet. Kemudahan

26 semacam ini juga mempunya kontribusi dalam pengobatan sendiri (Kartajaya, 2011). Seiring dengan terus bertambahnya jumlah apotek, secara tidak langsung apotek juga mendapatkan persaingan dari toko-toko obat modern seperti minimarket dan supermarket, terutama yang juga menyediakan berbagai obat over the counter (OTC) yang biasa digunakan untuk pengobatan sendiri. Survei yang dilakukan MarkPlus Insight mencatat bahwa supermarket dan minimarket merupakan tempat yang dituju untuk pembelian obat setelah apotek dan toko obat (Kartajaya, 2011). Berdasarkan peraturan pemerintah tentang pendirian apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002), salah satu kriteria wajib pendirian apotek adalah keberadaan apoteker pengelola apotek. Selain sebagai persyaratan wajib, keberadaan apoteker juga menjadi salah satu keunggulan apotek dari berbagai saluran distribusi obat lain yang biasa diakses konsumen untuk pengobatan sendiri. Apoteker memiliki peranan yang sangat penting bagi pengobatan sendiri karena langsung berinteraksi dengan konsumen dalam hal pemilihan obat. Posisi apoteker ini menjadi sangat strategis dalam mewujudkan pengobatan sendiri yang bertanggung jawab. Namun pada kenyataannya seringkali sebuah apotek tidak memilki apoteker yang selalu siap siaga melayani konsumen yang membutuhkan (Kartajaya, 2011). Jika apotek sudah memiliki keunggulan dibandingkan jenis outlet obat lain, maka apotek juga perlu memiliki keunggulan dibanding apotek lainnya. Dewasa ini, bisnis apotek tidak hanya dituntut untuk mengedepankan sisi produk saja melainkan juga pelayanan. Pelayanan dalam hal ini tidak hanya menyangkut

27 bentuk pelayanan yang ramah saja tetapi juga diperlukan suatu sistem operasi yang istimewa dalam kecepatan pelayanan dan ketersediaan obat (Kartajaya, 2011). Sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan, apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang besar pada pengobatan sendiri. Peran dan tanggung jawab apoteker ini didasarkan pada filosofi Pharmaceutical Care, dimana kegiatan apoteker yang sebelumnya berorientasi pada obat menjadi berorientasi pada pasien. Didasarkan pada filosofi ini, maka tanggung jawab apoteker adalah mengidentifikasi, memecahkan dan mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat (drug-related-problem), sehingga dapat tercapai terapi yang optimal. Penerapan asuhan kefarmasian yang baik atau GPP (Good Pharmaceutical Practice) di apotek telah diatur dalam Permenkes 1027 tahun Dalam PP no.51 Pasal 21 ayat 2 juga sudah dipaparkan, bahwa yang boleh melayani pemberian obat berdasarkan resep adalah apoteker. Secara tidak langsung tersirat bahwa apoteker harus selalu ada di apotek untuk melakukan asuhan kefarmasian. Tanggung jawab ini tidak hanya muncul pada pelayanan namun juga pada pengobatan sendiri. Secara lebih spesifik, tanggung jawab apoteker terhadap prilaku pengobatan sendiri masyarakat telah dirumuskan oleh FIP dan WSMI dalam suatu kesepakatan bersama. Dalam kesepakatan tersebut dikatakan bahwa tanggung jawab apoteker dalam pengobatan sendiri adalah memberikan saran dan mendampingi pasien dalam pemilihan obat, menginformasikan efek samping yang

28 muncul pada industri farmasi, menyarankan rujukan kepada dokter, dan memberitahu cara penyimpanan obat yang benar (FIP, 1999). Menurut WHO, fungsi atau tanggung jawab apoteker dalam pengobatan sendiri adalah sebagai komunikator (communicator), penyedia obat yang berkualitas (quality drug supplier), pengawas dan pelatih (trainer and supervisor) dan promoter kesehatan (health promoter) (WHO, 1998). a. Komunikator (communicator) Salah satu tugas yang harus dilakukan oleh apoteker adalah memberikan informasi yang objektif tentang obat kepada pasien agar pasien dapat menggunakan obat secara rasional. Informasi yang harus diberikan oleh apoteker meliputi informasi mengenai bentuk sediaan obat, efek terapi, cara penggunaan, dosis, frekuensi penggunaan, dosis maksimum, lama penggunaan, efek samping yang mungkin timbul dan memerlukan penanganan dokter, kontraindikasi obat, makanan dan aktivitas yang harus dihindari selama penggunaan obat tersebut dan penyimpanan obat (WHO, 1998; Jepson, 1990; Rudd, 1983). b. Penyedia obat yang berkualitas (quality drug supplier) Seseorang farmasis harus menjamin bahwa obat yang tersedia berasal dari sumber yang dapat dipertanggung jawabkan dan berkualitas bagus. Selain itu farmasis juga harus menjamin bahwa obat-obat tersebut disimpan dengan baik. c. Pengawas dan pelatih (trainer and supervisor) Untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan berkualitas, maka farmasis harus selalu membekali diri dengan ilmu-ilmu terbaru untuk meningkatkan kemampuan profesional seperti mengikuti pendidikan berkelanjutan. Farmasis harus menjamin bahwa pelayanan yang dilakukan oleh

29 staf yang bukan farmasis memiliki kualitas yang sama. Farmasis juga harus menyediakan pelatihan dan menjadi pengawas bagi staf yang bukan farmasis. d. Kolaborator (collaborator) Farmasis harus membangun hubungan profesional yang baik dengan profesional kesehatan yang lain, asosiasi profesi nasional, industri farmasi, pemerintah (Lokal/Nasional), klien dan masyarakat umum. Pada akhirnya hubungan yang baik ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dalam pelayanan pengobatan sendiri. e. Promotor Kesehatan (Health promotor) Farmasis harus berpartisipasi dalam mengidentifikasi masalah kesehatan dan resikonya bagi masyarakat, berpartisipasi dalam promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi (Pengobatan Sendiri). Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Dasar hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pilihan Pengobatan Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non perilaku

Lebih terperinci

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R BATUK Butet Elita Thresia Dewi Susanti Fadly Azhar Fahma Sari Herbert Regianto Layani Fransisca Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R BATUK Batuk adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Influenza (flu) adalah penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza yang dapat menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat (Abelson, 2009).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan sendiri Pengobatan sendiri merupakan upaya masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dan merupakan cara yang mudah, murah praktis untuk mengatasi gejala yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan keluhan yang dirasakan seseorang dan bersifat subjektif, sedangkan penyakit berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sakit merupakan gangguan psikososial yang dirasakan seseorang, berbeda dengan penyakit yang menyerang langsung pada organ tubuh berdasarkan diagnosis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apotek 2.1.1 Pengertian Apotek Apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti penyimpanan. Dalam bahasa Belanda, apotek disebut apotheek, yang berarti

Lebih terperinci

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batuk adalah refleks pertahanan tubuh ketika saluran nafas sedang dimasuki oleh benda asing yang mengiritasi atau bersentuhan dengan dinding saluran nafas. Refleks tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya masyarakat menjaga kesehatannya sendiri. Swamedikasi adalah penggunaan setiap zat yang dikemas dan dijual

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat saat ini sudah tidak pasif lagi dalam menanggapi situasi sakit maupun gangguan ringan kesehatannya. Mereka sudah tidak lagi segan minum obat pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim Flu adalah suatu infeksi saluran pernapasan atas. Orang dengan daya

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dalam Undang-Udang Nomor 36 tahun 2009 didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang mencapai keadaan sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun praktiknya telah berkembang secara luas dan menjadi tren di masyarakat. Pengobatan sendiri menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya penyakit mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan penggunaan obat baik itu obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk

Lebih terperinci

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANGGA ALIT ANANTA YOGA K.100.040.182 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IKLAN OBAT Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk melindungi masyarakat akibat dari promosi iklan yang bisa mempengaruhi tindakan pengobatan khususnya

Lebih terperinci

PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti

PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti 35 PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti ABSTRAK Untuk meningkatkan kesehatan sosial masyarakat diperlukan adanya upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar, et al., 2002). Di Indonesia obat yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaanya self medication dapat menjadi sumber

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

!"#!$%&"'$( Kata kunci : Pengobatan sendiri, Indonesia Sehat

!#!$%&'$( Kata kunci : Pengobatan sendiri, Indonesia Sehat EVALUASI PERILAKU PENGOBATAN SENDIRI TERHADAP PENCAPAIAN PROGRAM INDONESIA SEHAT 2010 Maya Dian Rakhmawatie Merry Tiyas Anggraini Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRAK Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu. ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu. ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu merupakan peran penting dalam menjaga kesehatan anak. Tidak bisa dipungkiri anak anak mudah sakit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengertian sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit merupakan keluhan yang dirasakan seseorang (bersifat subjektif), berbeda dengan penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 persentase jumlah penduduk berdasarkan usia di pulau Jawa paling banyak adalah

Lebih terperinci

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Samakah minum obat 3x1 dengan 1x3? Kadang masih ada pertanyaan dari masyarakat baik remaja maupun orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT MAAG PADA KONSUMEN YANG DATANG DI APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT MAAG PADA KONSUMEN YANG DATANG DI APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI 1 POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT MAAG PADA KONSUMEN YANG DATANG DI APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI Oleh: SUSANT0 SAPUTRO K 100050039 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2009 1

Lebih terperinci

CARA BIJAK MEMILIH OBAT BATUK

CARA BIJAK MEMILIH OBAT BATUK Penyakit batuk merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, bahkan bayi yang baru lahir pun akan mudah terserang batuk jika disekelilingnya terdapat orang yang batuk. Penyakit batuk ini terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Swamedikasi merupakan salah satu elemen penting dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut Departemen Kesehatan (Depkes) (1993)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hal kelangsungan hidup. Dalam hal ini, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN WARGA DALAM MEMILIH OBAT BEBAS UTUK PENGONATAN SENDIRI MELALUI PEMBERIAN INFORMASI LISAN

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN WARGA DALAM MEMILIH OBAT BEBAS UTUK PENGONATAN SENDIRI MELALUI PEMBERIAN INFORMASI LISAN UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN WARGA DALAM MEMILIH OBAT BEBAS UTUK PENGONATAN SENDIRI MELALUI PEMBERIAN INFORMASI LISAN Di RT. 18 KELURAHAN DUA ILIR PALEMBANG TAHUN 2013 ABSTRAK Tujuan umum penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut : BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden dijabarkan berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan. Dari hasil penelitian yang

Lebih terperinci

DEFENISI. Merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguangangguan. peradangan, infeksi dan kejang otot.

DEFENISI. Merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguangangguan. peradangan, infeksi dan kejang otot. KELOMPOK IV: Aslida Satiamirna Ernita Eunike V Fatimah Parinduri Happy Monda Lia Realita Mery Zuana Anggreyni Rusman Edi Sri Kurniawati Syaipul Alamsyah Yasmina Ginting Yunita Katarina S NYERI DEFENISI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH EDUKASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT SWAMEDIKASI PENGUNJUNG DI DUA APOTEK KECAMATAN CIMANGGIS, DEPOK SKRIPSI DIAN HERMAWATI 0806327742 FAKULTAS

Lebih terperinci

Jika ciprofloxacin tidak sesuai, Anda akan harus minum antibiotik lain untuk menghapuskan kuman meningokokus.

Jika ciprofloxacin tidak sesuai, Anda akan harus minum antibiotik lain untuk menghapuskan kuman meningokokus. CIPROFLOXACIN: suatu antibiotik bagi kontak dari penderita infeksi meningokokus Ciprofloxacin merupakan suatu antibiotik yang adakalanya diberikan kepada orang yang berada dalam kontak dekat dengan seseorang

Lebih terperinci

Mengapa disebut sebagai flu babi?

Mengapa disebut sebagai flu babi? Flu H1N1 Apa itu flu H1N1 (Flu babi)? Flu H1N1 (seringkali disebut dengan flu babi) merupakan virus influenza baru yang menyebabkan sakit pada manusia. Virus ini menyebar dari orang ke orang, diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI Oleh: INDAH KUSUMANINGRUM K 100050029 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemakaian obat banyak sekali yang digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Pengertian obat itu sendiri merupakan bahan yang hanya dengan takaran tertentu

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Demografi Responden. Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Demografi Responden. Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3. 2 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Umur Responden A. Demografi Responden Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Dalam Pengumpulan

Lebih terperinci

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN Ernita ¹; Eka Kumalasari, S.Farm., Apt ²; Maria Sofyan Teguh, S.Farm., Apt ³ Berkembangnya penyakit sekarang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk mengupayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya ± 40 juta

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi Muh, Saud *), Taufiq **), Ishak Abdul Jalil ***) *) Poltekes Kemenkes Makassar **) Akademi Farmasi Yamasi Makassar ***)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam struktur kesehatan, apotek termasuk salah satu pilar penunjang yang sering menjadi korban ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan apotek yang menganggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obatobatan yang dijual bebas

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN KABUPATEN TELUK WONDAMA

DINAS KESEHATAN KABUPATEN TELUK WONDAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TELUK WONDAMA INFO OBAT Paracetamol 500 mg Parasetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi komunitas merupakan salah satu bagian penting karena sebagian besar apoteker melakukan

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat yang setinggi tingginya (Depkes, 2009). Adanya kemajuan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat yang setinggi tingginya (Depkes, 2009). Adanya kemajuan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di Indonesia yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sebagian individu yang unik dan mempunyai. kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangannya. Kebutuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sebagian individu yang unik dan mempunyai. kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangannya. Kebutuhan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan sebagian individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangannya. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologis seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah suatu pengukuran untuk menentukan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas bertujuan untuk melihat sejauh

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang paling banyak terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak seluruh dunia, yang menyebabkan 1 miliyar kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA. obat atau farmakoterapi. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara

BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA. obat atau farmakoterapi. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Obat Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri Pengobatan sendiri adalah Menurut World Health Organization (WHO) pengobatan sendiri (swamedikasi) diartikan sebagai pemilihan dan penggunaan

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN LAMPIRAN- LAMPIRAN Perkiraan Biaya Istalasi dan Operasional Sistem Informasi akuntansi Berbasis Komputer Apotek Fatma Medika A. Investasi 1 Set Komputer Pentium IV Rp. 2.500.000,- 1 Set Printer Epson LX

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Keluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya?

Keluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya? Faktor psikis atau kejiwaan seseorang bisa pula meningkatkan produksi asam lambung. Selain itu penyakit maag juga bisa disebabkan insfeksi bakteri tertentu, misalnya helicobacter pylori yang merupakan

Lebih terperinci

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT BUKU PANDUAN LEBIH DEKAT DENGAN OBAT LAILATURRAHMI 0811012047 FAKULTAS FARMASI KKN-PPM UNAND 2011 Bab DAFTAR ISI Halaman I. Pengertian obat 2 II. Penggolongan obat 2 1. Obat bebas 2 2. Obat bebas terbatas

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 Roy Yani Dewi Hapsari, Sunyoto, Farida Rahmawati INTISARI Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan terapi, paradigma pelayanan kefarmasian di Indonesia telah bergeser dari pelayanan yang berorientasi pada obat (drug

Lebih terperinci

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa PENGGOLONGAN OBAT Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa penggolongan obat yang lain, dimana penggolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran dan farmasi diikuti dengan semakin meningkatnya kecerdasan masyarakat, semakin gencarnya promosi / iklan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan dapat menyediakan obat bagi pasien melalui pelayanan resep. Resep merupakan perwujudan akhir kompetensi dokter dalam medical

Lebih terperinci

St.Aniah Hardiyanti Sitti Hajar Irmawati Sri Rezeki Amalia Suci Febriyani Suparmin Romi Tuti Ernawati Ulmi fajri Vera Febrianti Yanti Sari Syam

St.Aniah Hardiyanti Sitti Hajar Irmawati Sri Rezeki Amalia Suci Febriyani Suparmin Romi Tuti Ernawati Ulmi fajri Vera Febrianti Yanti Sari Syam MAKALAH FARMAKOLOGI OBAT-OBAT MUKOLITIK KELOMPOK IV St.Aniah Hardiyanti Sitti Hajar Irmawati Sri Rezeki Amalia Suci Febriyani Suparmin Romi Tuti Ernawati Ulmi fajri Vera Febrianti Yanti Sari Syam POLITEKNIK

Lebih terperinci

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare.

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare. PENYAKIT CAMPAK Apakah setiap bintik-bintik merah yang muncul di seluruh tubuh pada anak balita merupakan campak? Banyak para orangtua salah mengira gejala campak. Salah perkiraan ini tak jarang menimbulkan

Lebih terperinci