Pengaruh Ekstrak Temu Putih (Curcuma zedoaria Rosc.) terhadap Spermatogenesis dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Ekstrak Temu Putih (Curcuma zedoaria Rosc.) terhadap Spermatogenesis dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.)"

Transkripsi

1 BioSMART ISSN: X Volume 5, Nomor 1 April 2003 Halaman: Pengaruh Ekstrak Temu Putih (Curcuma zedoaria Rosc.) terhadap Spermatogenesis dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) The effect of zedoary extract (Curcuma zedoaria Rosc.) on spermatogenesis and quality of sperms of Mus musculus L. TUTIK SISWANTI, OKID PARAMA ASTIRIN, TETRI WIDIYANI Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta Diterima: 6 Agustus Disetujui: 15 Januari 2003 ABSTRACT The aims of the study were to know the effect of zedoary or temu putih extract (Curcuma zedoaria Rosc.) on mice spermatogenesis (Mus musculus L.) and the quality of sperms. Male mice were treated with zedoary extract orally for 34 days, then testis sperms were collected, and the histological section was made using paraffin and Hematoxyllin-Eosin (HE) method. The results indicated that the extract affect spermatogenesis by decreasing spermatogonia cells, spermatocyte and spermatid, as well as decreasing spermatogenic cell layer of mice (Mus musculus L.), sperm viability, and tend to decrease sperm motility. Key words: zedoary extract (Curcuma zedoaria Rocs.), spermatogenesis, sperm quality. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara tropis yang kaya akan tumbuhan obat. Obat tradisional merupakan salah satu alternatif dalam pengobatan karena efek sampingnya dianggap lebih kecil dan harganya lebih murah dibandingkan obat modern. Salah satu rempah yang banyak tumbuh di Indonesia dan dimanfaatkan untuk obat tradisional adalah temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.). Temu putih termasuk dalam familia Zingiberaceae, memiliki kandungan kimia berupa minyak atsiri 1-1,5%, kurkumin, gum, resin, amilum, dan tanin. Temu putih dapat digunakan sebagai antikanker, antibakteri, antitrombik, antifungal, antioksidan, dan hepatoprotektif (Nurrochmad dan Murwanti, 2000). Adapun wujud efek toksik kurkumin in-vivo adalah antifertilitas (Garg dalam Listyaningsih dkk., 2000). Agar dapat dimanfaatkan secara luas dan bertanggungjawab, perlu dilakukan penelitian obat tradisional yang mencakup pengujian, pengembangan khasiat, dan keamanannya (Sumarjan, 1992). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (i) pengaruh pemberian ekstrak temu putih terhadap spermatogenesis dan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus L.) yang meliputi kecepatan gerak, motilitas, morfologi, dan viabilitas, serta (ii) pengaruh variasi dosis ekstrak temu putih yang diberikan pada mencit terhadap spermatogenesis dan kualitas spermatozoa. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diketahui tingkat keamanan ekstrak temu putih sebagai salah satu obat tradisional terutama terhadap proses reproduksi jantan, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang kemungkinan adanya efek samping penggunaan obat tradisional temu putih. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan mulai bulan Juli s.d Oktober 2001 di BPTO Tawangmangu, PPOT UGM Yogyakarta, UPHP UGM Yogyakarta, dan sub Lab. Biologi Laboratorium Pusat MIPA UNS Surakarta. Cara kerja dalam penelitian ini meliputi persiapan, preparasi temu putih dengan metode soxletasi, serta perlakuan pemberian ekstrak temu putih dengan menggunakan disposable syringe 2,5 ml yang ujungnya diganti dengan kanul dan dimasukkan secara per oral selama 34 hari. Penelitian dibagi dalam 4 kelompok, yaitu: (i) dosis 0 mg/kg BB/hari (diberi akuades), (ii) dosis 100 mg/kg BB/hari, (iii) dosis 200 mg/kg BB/hari, dan (iv) dosis 300 mg/kg BB/hari. Setelah diberi ekstrak temu putih selama 34 hari, mencit dibedah dan diambil testisnya untuk dibuat preparat histologis dengan metode parafin dan pewarnaan HE, sedangkan spermatozoa diambil dari sel epididimis. Pemeriksaan kualitas spermatozoa meliputi pengamatan motilitas, morfologi, viabilitas dan pemeriksaan kecepatan gerak. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan DMRT. HASIL DAN PEMBAHASAN Spermatogenesis Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa yang terjadi dalam tubulus seminiferus. Pada proses ini terjadi serangkaian tahapan pembentukan sel-sel yang terdiri dari sel spermatogonia, spermatosit dan 2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

2 BioSMART Vol. 5, No. 1, April 2003, hal spematid (Frandson, 1993). Penghitungan jumlah sel-sel ini dilakukan dengan cara menghitung sel-sel spermatogenik pada tubulus seminiferus testis dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 200 kali (Tabel 1). Tabel 1. Jumlah rata-rata sel spermatogenik mencit per tubulus seminiferus setelah perlakuan dengan ekstrak temu putih. Perlakuan (mg/kg BB/hari) Spermatogonia Spermatosit Spermatid Lapisan sel spermatogenik 0 45,2 ± 1,72 a 39,8 ± 2,14 a 49,6 ± 3,0 a 6,6 ± 0,8 a ,8 ± 2,56 a 35,0 ± 3,40 a 41,2 ± 4,26 a 4,2 ± 0,4 b ,6 ± 2,87 b 29,4 ± 2,58 b 35,8 ± 3,25 b 4,2 ± 0,4 b ,6 ± 2,15 b 27,6 ± 2,50 b 34,0 ± 1,90 b 3,4 ± 0,49 b Dari Tabel 1 diketahui adanya penurunan jumlah sel spermatogenik pada tubulus seminiferus mencit setelah diberi ekstrak temu putih, baik spermatogonia, spermatosit mau-pun spermatid dibandingkan kontrol. Semakin tinggi dosis temu putih yang diberikan, maka jumlah sel-sel sperma-togen semakin menurun. Berdasarkan uji statistik terhadap sel spermatogonia, spermatosid, spermatid, dan lapisan sel spermatogenik terdapat beda nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekstrak temu putih mempengaruhi spermatogenesis dan lapisan sel spermatogenik mencit. Penurunan jumlah sel spermatogenik ini, menurut Winarni (1996), kemungkinan dikarenakan terganggunya sintesis testosteron pada sel Leydig (Gambar 3B.), sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi sel Sertoli. Lebih lanjut oleh Sudomo dan Tamtomo (1979), dikatakan bahwa dengan terganggunya sel Sertoli dapat mengakibatkan terjadinya degenerasi sel-sel spermatogenik. Hal ini terjadi karena salah satu fungsi sel Sertoli adalah memberi nutrisi sel-sel spermatogenik. Akibat kekurangan nutrisi, sel-sel spermatogenik tidak dapat berkembang secara optimal. Semakin tinggi dosis temu putih yang diberikan, akan mengakibatkan semakin banyak sel Sertoli yang rusak dan sel spermatogenik yang terbentuk juga semakin sedikit. Selain itu, penurunan sel spermatogenik dapat pula disebabkan adanya zat sitotoksik dalam temu putih, sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan jaringan sel (Purwaningsih dan Susmiarsih, 1998). Akibat terganggunya pertumbuhan dan perkembangan jaringan ini, maka jumlah sel spermatogenik menurun karena sel-sel spermatogen merupakan sel yang aktif melakukan pembelahan. Hasil pengamatan terhadap tubulus seminiferus menunjukkan terjadinya perbedaan struktur tubulus seminiferus antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Tubulus seminiferus kelompok kontrol tersusun atas sel-sel spermatogenik yang tersusun kompak dan padat. Lapisan sel pada kelompok ini rata-rata terdiri dari 6 lapis sel. Lumen tubulus seminiferus kelompok kontrol terlihat lebih sempit karena jumlah lapisan sel pada kelompok ini lebih banyak dan penuh berisi spermatozoa daripada kelompok perlakuan (Gambar 1). Struktur histologis tubulus seminiferus mencit kelompok perlakuan I (dosis 100 mg/kg BB/hari) sudah mulai menunjukkan terjadinya kerusakan. Pada kelompok ini sel-sel spermatogenik mulai tersusun tidak teratur dan susunan sel mulai tidak rapat. Selain itu membrana basalis antara tubulus seminiferus sudah saling merapat satu dengan yang lain dan lapisan sel sudah mulai berkurang, sehingga lumen tubulus terlihat lebih lebar dibandingkan kelompok kontrol dan tampak kososng, tidak berisi spermatozoa (Gambar 2). Gambar 1. Struktur tubulus seminiferus mencit kelompok kontrol. Pewarnaan HE. Perbesaran 200 kali. Keterangan: a. membranan basalis, b. sel interstiil, c. spermatogonia, d. spermatosit, e. spermatid, dan f. sel sertoli. Gambar 2. Struktur tubulus seminiferus mencit kelompok I (dosis 100 mg/kg BB/hari). Pewarnaan HE. Perbesaran 200 kali. Keterangan: a. membranan basalis, b. sel interstiil, c. spermatogonia, d. spermatosit, e. spermatid, dan f. sel sertoli. Struktur tubulus seminiferus mencit pada kelompok perlakuan II (dosis 200 mg/kg BB/hari) (Gambar 3A) dan III (dosis 300 mg/kg BB/hari) (Gambar 3B) menunjukkan kerusakan yang semakin terlihat nyata. Sel-sel spermatogenik pada kelompok perlakuan II tersusun agak jarang dan pada kelompok perlakuan III struktur tubulus seminiferus mencit sudah mengalami kerusakan yang semakin komplek. Selain jumlah sel-sel spermatogenik mengalami penurunan, sel Leydig pada kelompok perlakuan III ini juga mengalami degradasi dan jarak antara tubulus seminiferus makin rapat sehingga sukar untuk dibedakan jarak antar tubulus. Lapisan sel spermatogenik pada kelompok ini juga semakin menurun dan sel-sel tersusun lebih jarang, sehingga lumen juga terlihat semakin lebar.

3 40 SISWANTI dkk. Pengaruh Curcuma zedoaria pada testis Mus musculus Gambar 3. A. Struktur tubulus seminiferus mencit kelompok perlakuan II (dosis 200 mg/kg BB/hari). B. Struktur tubulus seminiferus mencit kelompok perlakuan III (dosis 300 mg/kg BB/hari). Pewarnaan HE. Perbesaran 200 kali. Keterangan: a. membranan basalis, b. sel interstiil, c. spermatogonia, d. spermatosit, e. spermatid, dan f. sel sertoli. Pengamatan terhadap tubulus seminiferus menunjukkan terjadi perubahan struktur tubulus seminiferus antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Penurunan jumlah sel spermatogenik yang terjadi dapat dilihat pada lapisan sel spermatogenik dalam tubulus seminiferus yang berkurang akibat terganggunya spermatogenesis. Menurut Gufron dan Herwiyanti (1995), hambatan atau gangguan spermatogenesis dapat dilihat dari letak sel spermatogenik yang tidak teratur sehingga lumen tidak mempunyai batas yang tegas. Menurut Yen dan Jaffe (dalam Gufron dan Herwiyanti, 1995), terganggunya spermatogenesis ini kemungkinan karena adanya zat dalam temu putih yang bersifat kompetitif terhadap reseptor FSH (Follicle Stimulating Hormone), sehingga mengganggu keseimbangan FSH pada aksis hipotalamus-hipofisis dan selanjutnya menghambat spermatogenesis. Lebih lanjut oleh Junqueira, dkk. (1995), dijelaskan bahwa spermatogenesis dipengaruhi oleh kerja FSH dan hormon lutein (LH) dari hipofisis pada sel-sel testis. LH mempengaruhi sel interstitiil merangsang produksi testosteron yang diperlukan untuk perkembangan normal sel spermatogenik. Jika sel ini mengalami degenerasi, maka sintesis testosteron akan terganggu, sehingga pemasakan sel saat spermatogenesis menjadi terganggu juga, karena hormon ini merupakan hormon yang mutlak diperlukan untuk spermatogenesis selain FSH. FSH juga meningkatkan sintesis dan sekresi ABP (Androgen Binding Protein). ABP berikatan dengan testosteron dan mengangkutnya ke dalam lumen tubulus seminiferus. A B Dengan terganggunya keseimbangan hipotalamus-hipofisis, maka kerja FSH menjadi tidak optimal dan mempengaruhi sel Sertoli sebagai pemberi nutrisi sel spermatogenik, akibatnya spermatogenesis terhambat dan sel-selnya mengalami degenerasi. Semakin tinggi dosis ekstrak temu putih yang diberikan, maka degenerasi sel semakin banyak. Menurut Lu (1995), terganggunya spermatogenesis ini dapat menyebabkan atrofi testis. Untuk mengetahui apakah terganggunya spermatogenesis yang terjadi menyebabkan atrofi testis, maka setelah diberi perlakuan testisnya ditimbang terlebih dahulu. Berdasarkan uji ANOVA terdapat beda nyata pada berat testis. Menurut Turner dan Bagnara (1988), hipofungsi sel Leydig ditunjukkan dengan adanya atrofi organ-organ seks, yang diikuti disorganisasi epitel tubulus seminiferus dan dapat berakibat berhentinya spermatogenesis. Ekstrak temu putih dapat mengakibatkan hipofungsi dari sel Leydig yang ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah sel ini. Selain penurunan jumlah sel, hipofungsi sel Leydig juga ditunjukkan dengan penurunan berat testis (atrofi). Gambar 1-4 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis ekstrak temu putih yang diberikan, semakin tinggi disorganisasi epitel tubulus seminiferus. Penurunan ratarata berat testis mencit antara kelompok kontrol dan perlakuan ditunjukkan Tabel 2. Tabel 2. Berat rata-rata testis kanan mencit setelah perlakuan dengan ekstrak temu putih. Berat rata-rata testis (gram) 0 mg/kg BB/hari 0,2072 ± 0,020 a 100 mg/kg BB/hari 0,1766 ± 0,019 a 200 mg/kg BB/hari 0,1722 ± 0,034 ab 300 mg/kg BB/hari 0,1546 ± 0,013 c Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan Kualitas spermatozoa Spermatozoa yang diamati diambil dari bagian epididimis yang dipotong dan dibuat suspensi dengan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) bersuhu 40 o C. Pemeriksaan kualitas spermatozoa dilakukan secara mikroskopis meliputi motilitas, kecepatan gerak dan viabilitas (Tabel 3, 4 dan 5.). Pemeriksaan kualitas spermatozoa yang pertama adalah kecepatan gerak. Menurut Soekarno dan Pietersono (dalam Fitria, 2000), kecepatan gerak spermatozoa merupakan variabel penting untuk menguji kemampuan motilitas spermatozoa. Kecepatan gerak spermatozoa tergantung kecepatan pukulan dan gerakan ekor spermatozoa. Spermatozoa yang kekurangan energi bergerak lambat, meskipun arahnya tetap ke depan dan ekor bergerak teratur (Hafez dalam Panghiyangani, 1994). Pemeriksaan kecepatan gerak spermatozoa dilakukan dengan menggunakan bilik hitung hemositometer Neubeuer dengan cara mengambil spermatozoa yang telah diencerkan dengan NaCl 0,9% dan diperiksa di bawah mikroskop perbesaran 400 kali. Kecepatan gerak spermatozoa dinyatakan dalam satuan µm/detik (Tabel 3.).

4 BioSMART Vol. 5, No. 1, April 2003, hal Tabel 3. Rata-rata kecepatan gerak spermatozoa mencit setelah perlakuan dengan ekstrak temu putih. Kecepatan gerak (µm/dt) 0 mg/kg BB/hari 175,2 ± 40,78 a 100 mg/kg BB/hari 156,6 ± 16,80 a 200 mg/kg BB/hari 128,4 ± 21,59 ab 300 mg/kg BB/hari 120,8 ± 42,83 c Tabel 3 menunjukkan adanya penurunan kecepatan gerak spermatozoa setelah pemberian ekstrak temu putih. Semakin besar dosis ekstrak temu putih yang diberikan, maka kecepatan gerak spermatozoa semakin menurun. Berdasarkan analisis statistik, secara umum tidak terdapat beda nyata kecepatan gerak spermatozoa antara kelompok kontrol dan perlakuan, meskipun antara kontrol dan perlakuan III (dosis 300 mg/kg BB/hari) terdapat beda nyata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekstrak temu putih baru mempengaruhi kecepatan gerak spermatozoa secara nyata pada dosis 300 mg/kg BB/hari. Untuk mengetahui gerakan spermatozoa baik atau buruk, maka dilakukan pemeriksaan motilitas spermatozoa dengan cara melihat gerakan spermatozoa di bawah mikroskop perbesaran 200 kali. Adapun yang dimaksud spermatozoa dengan motilitas baik adalah spermatozoa yang bergerak lincah lurus ke depan (progesif), sedangkan spermatozoa dengan motilitas buruk adalah spermatozoa dengan gerakan apapun selain gerak tersebut. Tabel 4. Motilitas spermatozoa mencit setelah perlakuan dengan ekstrak temu putih. Baik (%) Buruk (%) Immotil (%) 0 mg/kg BB/hari 38,0 ± 5,18 a 28,8 ± 5,78 a 34,4 ± 7,12 a 100 mg/kg BB/hari 30,0 ± 14,14 a 36,0 ± 8,0 a 34,0 ± 8,0 a 200 mg/kg BB/hari 29,8 ± 11,79 a 22,2 ± 6,64 ab 48,0 ± 9,27 a 300 mg/kg BB/hari 28,8 ± 6,76 a 30,0 ± 6,32 b 42,0 ± 11,66 a Tabel 4 menunjukkan persentase spermatozoa yang motilitasnya baik cenderung mengalami penurunan dengan meningkatnya dosis temu putih yang diberikan, artinya ekstrak temu putih dapat menyebabkan spermatozoa menjadi immotil atau bergerak tak teratur. Rata-rata spermatozoa immotil paling banyak ditemukan pada kelompok dosis 200 mg/kg BB/hari. Spermatozoa yang tidak bergerak ini belum tentu mati. Immotilitas spermatozoa ini dapat saja terjadi karena spermatozoa tidak memiliki energi yang cukup. Keterbatasan energi ini mungkin disebabkan kondisi spermatozoa itu sendiri sejak sebelum dilakukan pemeriksaan. Untuk mengetahui spermatozoa yang tidak bergerak ini masih hidup atau sudah mati, dilakukan pengecatan supravital. Penurunan motilitas spermatozoa ini kemungkinan disebabkan adanya zat toksik dalam temu putih yang dapat menurunkan motilitas spermatozoa. Menurut Soeharso (1985), perangkat motilitas spermatozoa atau aksonem disusun oleh mikrotubulus dan proteinprotein kontraktil lain. Susunan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengorganisasi gerakan-gerakan yang pada akhirnya tampak sebagai simpangan ke kanan dan ke kiri ekor spermatozoa. Tenaga yang diperlukan untuk menggerakkan aksonem itu diperoleh dari pemecahan ATP oleh enzim ATP-ase melalui proses respirasi atau glikolisis. Selain itu, motilitas spermatozoa juga dipengaruhi oleh fisiologi spermatozoa itu sendiri, yang antara lain distribusi ion dalam sel. Zat toksik dalam temu putih mungkin dapat mengganggu respirasi atau glikolisis dalam aksonem sehingga mengganggu aktivitas enzim ATP-ase pada membran spermatozoa. Kemungkinan lain dapat juga disebabkan terganggunya aktivitas protein dinein, salah satu protein pada ekor spermatozoa, yang mempunyai aktivitas ATP-ase (Grady dan Nelson, 1972), sehingga energi yang dihasilkan tidak maksimal dan motilitas spermatozoa terganggu. Kecenderungan penurunan motilitas spermatozoa ini setelah dianalisis statistik tidak menunjukkan adanya beda nyata. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak temu putih sampai dosis 300 mg/kg BB/hari tidak menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa secara nyata. Untuk mengetahui apakah spermatozoa immotil pada kelompok perlakuan hidup atau mati dilakukan pewarnaan diferensial dengan menggunakan zat warna neutral red. Setelah diwarnai, selanjutnya diamati di bawah mikroskop perbesaran 200 kali dan dihitung spermatozoa yang berwarna dan tidak berwarna sampai berjumlah 100. Menurut Nalbandov (1990), terdapat perbedaan afinitas menghisap zat warna antara sel spermatozoa hidup dan mati, sehingga memberi kemungkinan untuk menaksirkan jumlah spermatozoa hidup atau mati. Perbedaan afinitas menghisap zat warna ini karena selsel yang mati akan menyerap warna. Hal ini disebabkan karena permeabilitas membran sel spermatozoa mati meningkat terutama di daerah kepala yang tidak tertutup akrosom, sedangkan pada spermatozoa hidup membran sel utuh dan sukar ditembus zat warna (Nalbandov, 1990). Tabel 5. Viabilitas spermatozoa setelah perlakuan temu putih. Spermatozoa hidup Spermatozoa mati (%) (%) M ±SD 0 mg/kg BB/hari 73,6 ± 1,62 a 26,4 ± 1,62 a 100 mg/kg BB/hari 68,2 ± 2,71 b 31,8 ± 2,12 b 200 mg/kg BB/hari 59,0 ± 3,49 c 41,0 ± 3,52 c 300 mg/kg BB/hari 50,8 ± 3,25 d 49,2 ± 3,25 d Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata Tabel 5 menunjukkan adanya penurunan viabilitas (kemampuan hidup) spermatozoa sejalan dengan penambahan dosis ekstrak temu putih. Penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa akibat pemberian ekstrak temu putih, kemungkinan disebabkan adanya zat toksik dalam temu putih khususnya yang bersifat antifertilitas, sehingga menurunkan motilitas atau bahkan mematikan spermatozoa dan menurunkan viabilitasnya (Purwaningsih dan Susmiarsih, 1998). Zat toksik ini kemungkinan berupa kurkumin (Listaningsih, 2000). Kemungkinan lain adalah terganggunya fungsi sel Sertoli sebagai penunjang, pelindung dan pengatur nutrisi bagi spermatozoa yang

5 42 SISWANTI dkk. Pengaruh Curcuma zedoaria pada testis Mus musculus berkembang (Junqueira, dkk., 1995). Terganggunya fungsi sel Sertoli menyebabkan terganggunya pertukaran dan metabolisme sel sehingga dapat mematikan spermatozoa. Dari uji ANOVA untuk viabilitas spermatozoa, secara umum dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekstrak temu putih bersifat toksik sehingga dapat mematikan spermatozoa. Jadi, meskipun ekstrak temu putih tidak mempengaruhi motilitas atau kecepatan gerak, tapi justru dapat mematikan spermatozoa mencit. Untuk mengetahui abnormalitas spermatozoa setelah perlakuan ekstrak temu putih, maka dibuat preparat apus yang diwarnai dengan neutral red dan dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Morfologi spermatozoa mencit normal terdiri dari kepala, badan dan ekor. Kepala spermatozoa mencit berbentuk kait dan mempunyai panjang ± 0,008 mm. Panjang keseluruhan spermatozoa mencit ± 0,1226 mm (Rugh, 1968). Bentuk abnormalitas yang muncul setelah perlakuan ekstrak temu putih dapat dibedakan menjadi abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas primer merupakan abnormalitas yang berasal dari gangguan testis dan biasanya terjadi pada daerah kepala (Partodihardjo, 1980). Kelainan pada kepala umumnya berupa kelainan tudung akrosom (Purwaningsih, 1996). Kelainan ini dapat terjadi pada fase spermiogenesis, dimana terjadi pembelahan sel secara meiosis yang salah satu tahapannya adalah pembentukan tudung akrosom. Tudung akrosom berperan menembus sel telur pada saat pembuahan. Selain pada kepala, bentuk abnormalitas primer dapat pula terjadi pada daerah leher. Kelainan ini akan menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa, karena selain di bagian ekor pada bagian leher spermatozoa juga terdapat berkas fibril yang penting untuk pergerakan spermatozoa. Abnormalitas sekunder menurut Toelihere (1985), dapat terjadi setelah spermatozoa meninggalkan tubulus seminiferus, selama perjalanan melalui saluran epididimis dan vas deferens, selama ejakulasi atau dalam perjalanan melalui saluran urethra. Tetapi abnormalitas sekunder dapat juga disebabkan perlakuan yang terlalu keras pada saat pembuatan preparat.bentuk abnormalitas sekunder pada penelitian ini antara lain spermatozoa tanpa kepala atau tanpa ekor, dan ekor melingkar atau pertautan pada kepala. Spermatozoa tanpa kepala atau tanpa ekor ini mungkin disebabkan kesalahan pembuatan preparat. Menurut Lu (1995), suatu toksikan dapat menurunkan jumlah sel-sel spermatogenik dan menyebabkan abnormalitas spermatozoa. Hal ini dapat dimengerti karena spermatozoa merupakan hasil akhir dari spermatogenesis, sehingga apabila proses ini dihambat atau dipengaruhi oleh suatu zat, maka spermatozoa yang dihasilkan juga megalami gangguan yang dapat dilihat sebagai abnormalitas. Dengan demikian selain mempengaruhi spermatogenesis dan menurunkan kualitas spermatozoa, ekstrak temu putih juga mengakibatkan abnormalitas spermatozoa mencit. KESIMPULAN Ekstrak temu putih (C. zedoaria Rosc.) dapat mempengaruhi spermatogenesis mencit dengan menurunkan jumlah sel spermatogonia, spermatosit, spermatid, dan lapisan sel spermatogenik, serta menurunkan kualitas spermatozoa mencit dengan menurunkan kecepatan gerak, motilitas dan viabilitasnya. Pemberian dosis temu putih sebanyak 300 mg/kg BB/hari secara nyata mempengaruhi spermatogenesis dan kualitas spermatozoa. DAFTAR PUSTAKA Fitria, L Pengaruh Ekstrak Kuda Laut (Hippocampus kuda Blecker) terhadap Spermatogenesis dan Kualitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus). [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM Frandson, A Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi 4. Yogyakarta: UGM Press Grady, A.V. dan L. Nelson, Cationic influences on sperm biopotential. Experimental Cell Research 73: Gufron, M, dan S. Herwiyanti Gambaran Histologik Spermatogenesis Tikus Putih (Rattus norvegicus) setelah Diberi Makan Terong Tukak (Solanum torvum). Jurnal Kedokteran Yarsi 2 (3): Junqueira, L.C., J Carneiro dan R.O Kelley Histologi Dasar. Edisi 8. Penerjemah: Tambayong, J. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Listyaningsih, S., B. Widjokongko dan O.P Astirin Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit Putih terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Mencit. Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS. Lu, F.C Toksikologi Dasar Azas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Edisi Kedua. Penerjemah: Nugroho, E. Jakarta: UI Nalbandov, A.V Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas Penerjemah: Keman, S. Jakarta: UI Press. Nurrochmad, A dan R. Murwanti Efek hepatoprotektif ekstrak alkohol rimpang temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.) pada tikus putih jantan. Pharmacon 1 (1): Panghiyangani, R Struktur Histologis Tubulus Seminiferus Testis dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) setelah Perlakuan Kafein. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. Partodihardjo, S Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Penerbit Mutiara Purwaningsih, E dan T. Susmiarsih Efek spermatisida ekstrak biji oyong (Luffa acutangula Roxb.) terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa in-vitro. Jurnal Kedokteran Yarsi 6 (3): Purwaningsih, E Morfologi Spermatozoa : Adakah Kaitannya dengan Keberhasilan Kehamilan?. Jurnal Kedokteran Yarsi 4 (1): Soeharso, P Beberapa aspek biokimia plasma semen dan spermatozoa. Dalam Nukman, M. dan T. Arjatmo (ed). Proses Reproduksi, Kesuburan dan Seks Pria dalam Perkawinan. Jakarta: FKUI. Sudomo, A dan D.G. Tamtomo Perubahan Struktur Histologis Testis sesudah Vasektomi. Dalam Hadi, K. (ed): Spermatologi. Surabaya: Perkumpulan Andrologi Indonesia. Sumarjan, S Jamu suatu tinjauan dari sudut sosiologi. Dalam Agoes, A. dan Jacob (ed): Antropologi Kesehatan Indonesia. Jilid I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Toelihere, M.R Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Penerbit Angkasa. Turner, C.D. dan Bagnara Endokrinologi Umum. Surabaya: Universitas Airlangga. Winarni, D Kadar lutenaizing hormon serum dan spermatogenesis tikus putih (Rattus norvegicus L.) dewasa setelah pemberian estrogen dengan lama waktu berbeda. Berkala Penelitian Hayati, Journal of Biological Researches 2 (1):

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2004 Pebruari 2005 di Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat MIPA UNS Surakarta sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni 2,6 juta jiwa per tahun. Menurut Syarief (2010) pada 2006 rata-rata angka kelahiran mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME Hasil pengamatan pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Biofarmasi 1 (1): 13-19, Pebruari 2003, ISSN: Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.

PENDAHULUAN. Biofarmasi 1 (1): 13-19, Pebruari 2003, ISSN: Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta. Biofarmasi 1 (1): 13-19, Pebruari 2003, ISSN: 1693-2242 2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta. Pengaruh Vitamin C terhadap Perbaikan Spermatogenesis dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.)

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus)

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus) Seminar Nasional Hasil Penelitian Universitas Kanjuruhan Malang 2017 POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus) Susie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 adalah sebesar 210.241. 999 dengan pertambahan penduduk sekitar 1,9 % (BPS, 2001) dan menurut infomasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Roy Morgan Research di Australia

Lebih terperinci

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas atau gangguan kesuburan dapat dimengerti sebagai ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mendapatkan keturunan setelah satu tahun menikah tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan pada sampel yang telah dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

PENGARUH TOMAT (Solanum lycopersicum L.) TERHADAP SPERMATOGENESIS DAN KUALITAS SPERMATOZOA Rattus norvegicus L. PASCA PEMBERIAN NIKOTIN

PENGARUH TOMAT (Solanum lycopersicum L.) TERHADAP SPERMATOGENESIS DAN KUALITAS SPERMATOZOA Rattus norvegicus L. PASCA PEMBERIAN NIKOTIN PENGARUH TOMAT (Solanum lycopersicum L.) TERHADAP SPERMATOGENESIS DAN KUALITAS SPERMATOZOA Rattus norvegicus L. PASCA PEMBERIAN NIKOTIN Naskah Publikasi Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan sekitar 30% infertilitas disebabkan faktor laki-laki (Carlsen et al., 1992; Isidori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh polisakarida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

UJI KUALITAS SPERMATOZOID MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.)

UJI KUALITAS SPERMATOZOID MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.) UJI KUALITAS SPERMATOZOID MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.) Mitayani 1, Nova Fridalni 2 dan Elmiyasna 3 STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG 1,2,3 mitayani_dd@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) TERHADAP PERKEMBANGAN SEL SPERMATOGENIK MENCIT (Mus musculus L.

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) TERHADAP PERKEMBANGAN SEL SPERMATOGENIK MENCIT (Mus musculus L. Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, 27 Agustus 2016 p-issn: 2540-752x e-issn: 2528-5726 PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU METE

Lebih terperinci

kontrasepsi untuk kaum pria supaya kaum pria memiliki alternatif penggunaan alat kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan fakta di atas,

kontrasepsi untuk kaum pria supaya kaum pria memiliki alternatif penggunaan alat kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan fakta di atas, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Populasi penduduk semakin meningkat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Badan Pusat Statistik, bahwa kenaikan jumlah penduduk Indonesia dari tahun 2000

Lebih terperinci

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) SELAMA MASA PREPUBERTALTERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER Antonius Budi Santoso, 2007. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai usaha telah dilakukan oleh para peneliti anti fertilitas untuk menemukan obat yang tepat dalam mengatasi masalah Keluarga Berencana. Bagi pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma) yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi secara

Lebih terperinci

LAMA PEMULIHAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.

LAMA PEMULIHAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L. LAMA PEMULIHAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) Marlina Kamelia 1 Siti Adha Sari 2 1,2 Prodi Pendidikan Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu : Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan

Lebih terperinci

Pengaruh Pajanan Gelombang Telepon Seluler terhadap Struktur Histologi Testis pada Mencit (Mus musculus)

Pengaruh Pajanan Gelombang Telepon Seluler terhadap Struktur Histologi Testis pada Mencit (Mus musculus) Pengaruh Pajanan Gelombang Telepon Seluler terhadap Struktur Histologi Testis pada Mencit (Mus musculus) The Effect of The Exposure of Telephone Celluler Wave toward Testes Histology to Mice (Mus musculus)

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

Wijayanti, et al, Pengaruh Ekstrak Metanol Biji Pepaya Tua dan Ekstrak Metanol Biji Pepaya Muda...

Wijayanti, et al, Pengaruh Ekstrak Metanol Biji Pepaya Tua dan Ekstrak Metanol Biji Pepaya Muda... Pengaruh Ekstrak Metanol Biji Pepaya Tua dan Ekstrak Metanol Biji Pepaya Muda (Carica papaya L.) terhadap Kualitas dan Kuantitas Spermatozoa Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) (Effect of Methanolic

Lebih terperinci

Key words : sukun, mencit dan fertilitas.

Key words : sukun, mencit dan fertilitas. Saintek Vol 5, No 2 Tahun 2010 PENGARUH EKSTRAK DAUN SUKUN (Arthocarpus communis ) TERHADAP FERTILITAS MENCIT (Mus musculus) ICR JANTAN Ekawaty Prasetya Staf Dosen Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas adalah menurunnya atau hilangnya kemampuan menghasilkan keturunan, istilah ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan menghasilkan keturunan sepertinya

Lebih terperinci

DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR

DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR ABSTRAK PENGARUH PASTA TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR BALB/c YANG DIINDUKSI CISPLATIN Irene, 2008. Pembimbing

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus pada gonad ikan lele jantan setelah dipelihara selama 30 hari disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan, 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan, perlakuan, pengamatan jumlah, morfologi, viabilitas, dan motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Namun, selain menghasilkan dampak positif, kemajuan teknologi juga membawa dampak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai sampel

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Anatomi. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK PEMBERIAN ETANOL 40% PERORAL TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS WISTAR JANTAN DEWASA

ABSTRAK EFEK PEMBERIAN ETANOL 40% PERORAL TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS WISTAR JANTAN DEWASA ABSTRAK EFEK PEMBERIAN ETANOL 40% PERORAL TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS WISTAR JANTAN DEWASA Kadek Devi Aninditha Intaran, 2016 Pembimbing I : Hartini Tiono, dr.,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN SARI TOMAT

PENGARUH PEMBERIAN SARI TOMAT PENGARUH PEMBERIAN SARI TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) TERHADAP STRUKTUR TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN BALB C SETELAH PAPARAN METHOXYCHLOR SKRIPSI Oleh: Firda Lutfiatul Fitria NIM 061810401043

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rokok adalah masalah utama kesehatan sebagai penyebab penyakit dan penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh dunia meninggal

Lebih terperinci

ABSTRAK. Susan, 2007, Pembimbing I : Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II : Sri Utami S., Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Susan, 2007, Pembimbing I : Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II : Sri Utami S., Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PASTA TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP KECEPATAN GERAK, JUMLAH, DAN VIABILITAS SPERMATOZOA PADA MENCIT GALUR BALB/c YANG MENGALAMI SPERMIOTOKSISITAS AKIBAT INDUKSI SISPLATIN Susan,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 (lima) kelompok

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Rattus sp, asap rokok, ekstrak buah juwet, kualitas spermatozoa, ROS, antioksidan.

ABSTRAK. Kata kunci: Rattus sp, asap rokok, ekstrak buah juwet, kualitas spermatozoa, ROS, antioksidan. ABSTRAK Penelitian yang bertujuan mengetahui kualitas spermatozoa tikus putih jantan dewasa (Rattus sp.) setelah diberikan paparan asap rokok dan ekstrak buah juwet (Syzygium cumini L.) telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees.) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS Mencit (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER.

PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees.) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS Mencit (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER. PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees.) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS Mencit (Mus musculus L.) SWISS WEBSTER Oleh: Margaretta 1, Ramadhan Sumarmin 2, Rina Widiana 1 1 Program

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai Endocrine Disrupts Chemical (EDC) atau dalam bahasa awamnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai Endocrine Disrupts Chemical (EDC) atau dalam bahasa awamnya disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini, perhatian tentang pengaruh senyawa lingkungan atau bahan polutan kimia terhadap kesehatan semakin meningkat. Senyawa tersebut bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental (experimental research) yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap

Lebih terperinci

PERSENTASE HIDUP DAN ABNORMALITAS SEL SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DENGAN PAKAN YANG DISUPLEMENTASI DAUN BINAHONG

PERSENTASE HIDUP DAN ABNORMALITAS SEL SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DENGAN PAKAN YANG DISUPLEMENTASI DAUN BINAHONG On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PERSENTASE HIDUP DAN ABNORMALITAS SEL SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DENGAN PAKAN YANG DISUPLEMENTASI DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Hewan Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi,

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi, 21 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi, histologi, dan patologi anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 1) Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon yang biasanya memiliki tinggi mencapai 10 m sampai 20 m. Tanaman ini merupakan tanaman dikotil

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT

PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini industri dan perdagangan produk herbal serta suplemen makanan di seluruh dunia yang berasal dari bahan alami cenderung mengalami peningkatan. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden BAB 1 PEBDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok sudah menjadi kebiasaan manusia sejak ratusan tahun yang lalu dan jumlah penggunanya semakin meningkat. Di Amerika perokok baru bertambah 6.300 orang

Lebih terperinci

Tanaman Obat Alami Indonesia Sebagai Alternatif Antifertilitas Laki-Laki

Tanaman Obat Alami Indonesia Sebagai Alternatif Antifertilitas Laki-Laki Artikel Penelitian Tanaman Obat Alami Indonesia Sebagai Alternatif Antifertilitas Laki-Laki Rina Priastini Bagian Biologi, FK UKRIDA Alamat Korespondensi: Jalan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat Abstrak

Lebih terperinci

EFEK PEMAPARAN KEBISINGAN TERHADAP JUMLAH SEL-SEL SPERMATOGENIK DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus L.)

EFEK PEMAPARAN KEBISINGAN TERHADAP JUMLAH SEL-SEL SPERMATOGENIK DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus L.) EFEK PEMAPARAN KEBISINGAN TERHADAP JUMLAH SEL-SEL SPERMATOGENIK DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus L.) Mustika Apriliani 1, Nuning Nurcahyani 1 dan Hendri Busman 1 Jurusan Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) Ummi Kalsum 1, Syafruddin Ilyas 2 dan Salomo Hutahaean 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Rokok

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Rokok BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Rokok Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2003, rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 2 Tahun 2015 ISSN: Halaman

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 2 Tahun 2015 ISSN: Halaman JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 2 Tahun 2015 ISSN: 2407-1269 Halaman 237-241 Pengaruh Ekstrak Daun Cincau Hijau terhadap Histopatologi Testis dan Kualitas Sperma Mencit yang Diinduksi MSG sebagai Materi Pembelajaran

Lebih terperinci

A. JUMLAH SEL SPERMIOGENESIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI TANIN DAUN BELUNTAS (Pluchea indica) SEBAGAI SUMBER BELAJAR

A. JUMLAH SEL SPERMIOGENESIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI TANIN DAUN BELUNTAS (Pluchea indica) SEBAGAI SUMBER BELAJAR 16-159 A JUMLAH SEL SPERMIOGENESIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI TANIN DAUN BELUNTAS (Pluchea indica) SEBAGAI SUMBER BELAJAR Rr. Eko Susetyarini Jurusan Biologi FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis statistika dengan menggunakan ANOVA, maka diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Blustru (Luffa aegyptica Roxb.) Tumbuhan Luffa aegyptica Roxb. disebut dengan blustru (Gambar 2.1) merupakan tumbuhan khas Tropis dan sering digunakan sebagai makanan terutama

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN CAP TIKUS TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus)

PENGARUH PEMBERIAN CAP TIKUS TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus) Jurnal e-biomedik (ebm), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015 PENGARUH PEMBERIAN CAP TIKUS TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus) 1 Ellen E. Melmambessy 2 Lydia Tendean 2 Janette

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa Liliana W., S. Si., M. Kes Pembimbing II : Djaja Rusmana, dr., M. Si

ABSTRAK. Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa Liliana W., S. Si., M. Kes Pembimbing II : Djaja Rusmana, dr., M. Si ABSTRAK PEMBERIAN VITAMIN C, E, SERTA KOMBINASINYA MENINGKATKAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus) GALUR Swiss Webster YANG DIBERI PAJANAN Allethrin Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan masalah yang memiliki angka kejadian yang cukup besar di Indonesia. Penyebab infertilitas pria dipengaruhi oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi FUNGSI REPRODUKSI PRIA DAN HORMONAL PRIA dr. Yandri Naldi Fisiologi Kedokteran Unswagati cirebon Sistem reproduksi pria Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon

Lebih terperinci

PERBEDAAN JUMLAH SEL-SEL SPERMATOSIT PRIMER DAN SPERMATID SETELAH PEMBERIAN NIKOTIN ANTARA 2 MINGGU DAN 3 MINGGU PADA MENCIT (Mus Musculus)

PERBEDAAN JUMLAH SEL-SEL SPERMATOSIT PRIMER DAN SPERMATID SETELAH PEMBERIAN NIKOTIN ANTARA 2 MINGGU DAN 3 MINGGU PADA MENCIT (Mus Musculus) PERBEDAAN JUMLAH SEL-SEL SPERMATOSIT PRIMER DAN SPERMATID SETELAH PEMBERIAN NIKOTIN ANTARA 2 MINGGU DAN 3 MINGGU PADA MENCIT (Mus Musculus) Iis Rahmawati* *Staf Pengajar Keperawatan Maternitas Program

Lebih terperinci

Sains dan Terapan Kimia, Vol.4, No. 1 (Januari 2010), 72-78

Sains dan Terapan Kimia, Vol.4, No. 1 (Januari 2010), 72-78 72 EFEK SPERMATISIDA EKSTRAK KULIT KAYU DURIAN (Durio zibethinus Murr) TERHADAP MOTILITAS DAN KECEPATAN GERAK SPERMATOZOA MANUSIA SECARA IN VITRO Anni Nurliani, Heri Budi Santoso Program Studi Biologi

Lebih terperinci

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 2 Tahun 2015 ISSN: Halaman

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 2 Tahun 2015 ISSN: Halaman JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 2 Tahun 2015 ISSN: 2407-1269 Halaman 212-218 Aktivitas Antispermatogenik Ekstrak Etanol Daun Jambu Mete (Anacardium Occidentale L.) terhadap Mencit (Mus Musculus L.) sebagai Materi

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS

ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP JUMLAH SEL SERTOLI DAN LEYDIG TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR Penyusun NRP Pembimbing I Pembimbing II : Alvian Andriyanto

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (AndrographispaniculataNees.) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EJAKULAT MENCIT (Musmusculus L.) SWISS WEBSTER ABSTRACT

PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (AndrographispaniculataNees.) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EJAKULAT MENCIT (Musmusculus L.) SWISS WEBSTER ABSTRACT PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (AndrographispaniculataNees.) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EJAKULAT MENCIT (Musmusculus L.) SWISS WEBSTER Oleh: Rahmapela Zaima 1, Ramadhan Sumarmin 2, Rina Widiana 1. 1 Program

Lebih terperinci