BAB V ANALISIS DATA 5.1 ANALISIS AWAL TANPA PENANGANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS DATA 5.1 ANALISIS AWAL TANPA PENANGANAN"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS DATA 5.1 ANALISIS AWAL TANPA PENANGANAN Analisis awal yang dilakukan adalah untuk mengetahui kinerja lalu lintas ruas jalan dan kinerja lalu lintas simpang eksisting pada saat kondisi median terbuka dan tertutup. Kinerja lalu lintas eksisiting saat kondisi median terbuka dianalisis sebagai simpang tak bersinyal. Kinerja lalu lintas eksisting saat kondisi median tertutup dianalisis sebagai bundaran Kinerja Lalu Lintas Ruas Jalan Eksisting Analisis ruas jalan eksisting pada simpang Cileunyi dilakukan untuk mengetahui derajat kejenuhan pada masing-masing ruas. Hal tersebut perlu dilakukan karena derajat kejenuhan masing-masing ruas sangat mempengaruhi kinerja lalu lintas simpang dan juga diperlukan untuk menentukan penanganan simpang yang tepat untuk dilakukan. Analisis awal dari data lalu lintas ini adalah berupa analisis terhadap hasil survey. Metoda analisis yang digunakan adalah dengan metoda MKJI. Analisis ini lebih kepada evaluasi dari kondisi lalu lintas eksisting dengan menggunakan parameterparameter kinerja tertentu. Hasil analisis yang dilakukan dapat dilihat bahwa derajat kejenuhan yang ada di wilayah studi belum melampaui batas yang telah ditentukan yaitu kurang dari 0,75 yang menunjukkan bahwa kinerja ruas jalan eksisiting belum jenuh atau belum melebihi kapasitas. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa periode jam puncak pagi dan sore lebih besar derajat kejenuhannya dari pada periode jam puncak siang. Hasil perhitungan yang dilakukan dapat dilihat bahwa ruas yang mempunyai derajat kejenuhan tertinggi pada ruas Nagreg jam puncak sore yaitu sebesar 0,27. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas ruas Nagreg yang merupakan ruas yang memiliki derajat kejenuhan terbesar dan terjadi pada jam puncak sore akan dijelaskan berikut ini sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja untuk ruas Nagreg, ruas Jatinangor, ruas Terminal Cileunyi dan ruas Gerbang Tol pada

2 jam puncak pagi, jam puncak siang dan jam puncak sore dapat dilihat pada Tabel 5.1, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. Contoh Perhitungan Analisis Operasional Jalan Lima-Lajur Dua Arah Periode : Geometri : Jam Puncak Sore Lebar jalur lalu lintas efektif 16,5 m Lebar bahu efektif pada kedua sisi 3,5 m Lebar median efektif 5 m Lalu lintas : Pemisahan arah Lingkungan : Ukuran kota jiwa Banyak toko-toko di sisi jalan Arus total (Q) = 2576 kend/jam = 2098 smp/jam Menghitung kecepatan arus bebas kendaraan ringan (FV) Kecepatan arus bebas dasar (FV 0 ) = 61 km/jam (dapat dilihat pada Tabel B-1:1 MKJI 1997 hal 5-44) Faktor penyesuaian untuk lebar jalur (FV W ) = 0 km/jam (dapat dilihat pada Tabel B-2:1 MKJI hal 5-45) FV 0 + FV W = =61 km/jam Faktor penyesuaian hambatan samping (FFV SF ) =1,02 (dapat dilihat pada Tabel B- 3:1 MKJI 1997 hal 5-46) Faktor penyesuaian ukuran kota (FFV CS ) = 1,03 (dapat dilihat pada Tabel B-4:1 MKJI 1997 hal 5-48) Kecepatan arus bebas (FV) = (FV 0 + FV W ) * FFV SF * FFV CS = 61 * 1,02 * 1,03 = 64,1 km/jam Menghitung kapasitas (C) Kapasitas dasar (C 0 ) = 8250 smp/jam untuk dua arah (dapat dilihat pada Tabel C- 1:1 MKJI 1997 hal 5-50) Faktor penyesuaian lebar jalur (FC W ) = 0,92 (dapat dilihat pada Tabel C-2:1 MKJI 1997 hal 5-51) V-2

3 Faktor penyesuaian pemisahan arah (FC SP ) = 1,00 (dapat dilihat pada Tabel C-3:1 MKJI 1997 hal 5-52) Faktor penyesuaian hambatan samping (FC SF ) = 1,00 (dapat dilihat pada Tabel C- 4:1 MKJI 1997 hal 5-53) Faktor penyesuaian ukuran kota (FC CS ) =1,04 (dapat dilihat pada Tabel C-5:1 MKJI 1997 hal 5-55) Kapasitas (C) = C 0 * FC W * FC SP * FC SF * FC CS = 8250 * 0,92 * 1,00 * 1,00 * 1,04 = 7894 smp/jam Menghitung derajat kejenuhan (DS) Derajat kejenuhan (DS) = Q/C = 2098/7894 = 0,27 Tabel 5.1 Kapasitas dan Derajat Kejenuhan (DS) Pada Periode Waktu Puncak Ruas Jalan Eksisting Simpang Cileunyi Tanpa Penanganan Ruas Kapasitas Derajat Kejenuhan smp/jam Jam Puncak Pagi Jam Puncak Siang Jam Puncak Sore Jatinangor 3497,9 0,16 0,15 0,15 Nagreg 4736,2 0,20 0,24 0,27 Terminal Cileunyi 5601,4 0,14 0,19 0,18 Gerbang Tol 6651,2 0,10 0,11 0,13 Keterangan : warna merah menunjukkan DS terbesar Hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 5.1 diketahui bahwa ruas yang memiliki kapasitas terbesar adalah ruas Gerbang Tol dan memiliki derajat kejenuhan terkecil di antara ruas jalan yang lain. Ruas Nagreg memiliki kapasitas yang tidak terkecil tetapi memiliki derajat kejenuhan terbesar di antara ruas jalan yang lain. Derajat kejenuhan pada masing-masing ruas masih kurang dari 0,75 berarti kapasitas simpang masih mencukupi dan belum jenuh. Kinerja lalu lintas pada masing-masing ruas masih bisa dianggap baik Kinerja Lalu Lintas Simpang Cileunyi Eksisting Tanpa Penanganan Kondisi eksisting dari simpang pada ruas jalan arah ke Cileunyi ini adalah berupa jalan 4 lajur dua arah dengan median, kondisi jalan secara umum cukup mantap, dimana secara visual tidak ada kerusakan di permukaan jalan. Lalu lintasnya cukup padat dengan dominasi kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Kondisi kegiatan pada sisi jalan juga cukup padat, dimana dapat dilihat dari tingginya jumlah pejalan V-3

4 kaki dan jarak dari tata guna lahan (pertokoan, pasar, warung-warung) yang cukup dekat dengan badan jalan. Kondisi eksisting dari simpang pada ruas jalan arah ke Gerbang tol adalah berupa jalan 8 lajur dua arah dengan median, kondisi jalan secara umum cukup mantap, dimana secara visual tidak ada kerusakan di permukaan jalan. Lalu lintasnya cukup padat dengan dominasi kendaraan pribadi dan kendaraan bermuatan barang. Kondisi kegiatan pada sisi jalan cukup padat, dimana dapat dilihat dari tingginya jumlah pejalan kaki dan banyaknya kendaraan bermuatan barang yang parkir on street. Kondisi eksisting dari simpang pada ruas jalan arah ke Jatinangor adalah berupa jalan 4 lajur dua arah dengan median, kondisi jalan secara umum cukup mantap, dimana secara visual tidak ada kerusakan di permukaan jalan. Lalu lintasnya cukup padat dengan dominasi kendaraan pribadi, kendaraan umum dan kendaraan bermuatan barang. Kondisi kegiatan pada sisi jalan cukup padat, dimana dapat dilihat dari tingginya jumlah pejalan kaki, banyaknya kendaraan umum seperti minibus dan bus yang menunggu, menaikkan, dan menurunkan penumpang, dan adanya kebijakan parkir on street. Pada ruas jalan arah ke Nagreg adalah berupa jalan 5 lajur dua arah dengan median, kondisi jalan secara umum cukup mantap, dimana secara visual tidak ada kerusakan di permukaan jalan. Lalu lintasnya cukup padat dengan dominasi kendaraan pribadi dan kendaraan bermuatan barang. Kondisi kegiatan pada sisi jalan cukup padat, dimana dapat dilihat dari tingginya jumlah pejalan kaki, banyaknya kendaraan umum seperti minibus dan bus yang menaikkan, dan menurunkan penumpang, dan jarak dari tata guna lahan (pertokoan) yang cukup dekat dengan badan jalan. Hal ini tentunya kemudian mempengaruhi pergerakan dari lalu lintas menerus. Simpang Cileunyi yang sebelumnya merupakan simpang bersinyal memiliki kondisi eksisting yang menyerupai bundaran dengan 2 putaran. Analisis yang dilakukan dengan kondisi lalu lintas dari hasil survey menggunakan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal ternyata memiliki derajat kejenuhan kurang dari 0,75 yang berarti kapasitas simpang dengan menggunakan simpang tak bersinyal masih mencukupi dan tidak jenuh. Analisis awal dengan kondisi lalu lintas dari hasil survey menggunakan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal memiliki derajat kejenuhan maksimal terbesar adalah 0,42 pada jam puncak pagi. Analisis perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. V-4

5 Sedangkan analisis awal dengan dengan kondisi lalu lintas dari hasil survey menggunakan kinerja lalu lintas simpang bersinyal memiliki derajat kejenuhan maksimal terbesar adalah 0,37 pada jam puncak pagi. Analisis perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Kondisi eksisting yang menunjukkan bahwa simpang dengan kondisi median tertutup akan menyerupai bundaran akan menunjukkan derajat kejenuhan yang sangat kecil karena kapasitas simpang dengan menggunakan bundaran akan lebih besar daripada kapasitas simpang dengan menggunakan simpang tak bersinyal maupun simpang bersinyal. Analisis kinerja lalu lintas simpang sebagai bundaran akan dijelaskan pada subbab berikut Kinerja Lalu Lintas Simpang Cileunyi Eksisting Sebagai Bundaran Kinerja lalu lintas simpang sebagai bundaran dengan 2 putaran dilakukan perhitungan dan analisis dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja simpang eksisting ini dibedakan menjadi jam puncak pagi, jam puncak siang dan jam puncak sore. Simpang Cileunyi merupakan simpang bundaran dimana hasil perhitungan kinerja simpang eksisting mempunyai derajat kejenuhan maksimal terbesar pada jam puncak sore adalah 0,22. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas bagian jalinan DA yang merupakan jalinan yang memiliki derajat kejenuhan terbesar dan terjadi pada jam puncak sore akan dijelaskan berikut ini sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja untuk bagian jalinan AB, BC, CD dan DA pada jam puncak pagi, jam puncak siang dan jam puncak sore dapat dilihat pada Tabel 5.2, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. Gambar 5.1 menunjukkan bagian jalinan yang ada pada simpang Cileunyi. A adalah dari dan menuju arah Terminal Cileunyi, B adalah dari dan menuju arah Jatinangor, C adalah dari dan menuju arah Nagreg sedangkan D adalah dari dan menuju arah Gerbang Tol Cileunyi. Jalinan yang terdapat pada simpang Cileunyi ini ada 4 jalinan sehingga dapat dianalisis sebagai bundaran V-5

6 Cileunyi Gerbang Tol D A Jatinangor C B Nagreg Gambar 5.1 Bagian Jalinan Pada Simpang Bundaran Cileunyi Contoh Perhitungan Bagian Jalinan DA Pada Bundaran Cileunyi Periode : Geometri : Jam Puncak Sore Lebar masuk pendekat 1 7,5 m Lebar masuk pendekat 2 9,5 7,5 + 9,5 Lebar masuk rata-rata (W E ) = 2 Lebar jalinan (W W ) 12,5 m W E /W W = 8,5/12,5 = 0,680 Panjang Jalinan (Lw) 242,36 W W /L W = 12,5/242,36 = 0,051 = 8,5 m Lingkungan : Ukuran kota jiwa Daerah komersial dengan hambatan samping rendah Arus bagian jalinan DA (Q) = 1380 smp/jam Menghitung kapasitas (C) Faktor W W = 3600,118 (dapat dilihat pada Gambar B-2:1 MKJI 1997 hal 4-32) V-6

7 Faktor W E /W W = 2,178 (dapat dilihat pada Gambar B-2:2 MKJI 1997 hal 4-32) Faktor P W = 0,874 (dapat dilihat pada Gambar B-2:3 MKJI 1997 hal 4-33) Faktor W W /L W = 0,914 (dapat dilihat pada Gambar B-2:4 MKJI 1997 hal 4-33) Kapasitas dasar (C 0 ) = 135 * W W 1,3 * (1+W E /W W ) 1,5 * (1-P W /3) 0,5 * (1+W W /L W ) - 1,8 = 3600,118 * 2,178 * 0,874 * 0,914 = 6264 smp/jam Faktor penyesuaian ukuran kota (F CS ) =1,05 (dapat dilihat pada Tabel B-3:1 MKJI 1997 hal 4-34) Faktor penyesuaian lingkungan jalan (F RSU ) = 0,95 (dapat dilihat pada Tabel B-4:1 MKJI 1997 hal 4-34) Kapasitas (C) = C 0 * F CS * F RSU = 6264 * 1,05 * 0,95 = 6248 smp/jam Menghitung derajat kejenuhan (DS) Derajat kejenuhan (DS) = Q/C = 1380/6245 = 0,22 Tabel 5.2 Kapasitas dan Perilaku Lalu Lintas Simpang Cileunyi Eksisting Berupa Bundaran Tanpa Penanganan Jam Puncak Kapasitas Perilaku Lalu Lintas Derajat Bagian Jalinan (smp/jam) Kejenuhan Tundaan Lalu Lintas (detik/smp) Pagi AB 7088,78 0,17 0,79 BC 6374,53 0,18 0,84 CD 6833,58 0,15 0,69 DA 6259,51 0,20 0,93 Siang AB 7233,81 0,14 0,63 BC 6358,27 0,14 0,68 CD 6768,96 0,14 0,65 DA 6081,63 0,19 0,88 Sore AB 7135,21 0,15 0,69 BC 6377,90 0,17 0,80 CD 6848,56 0,16 0,73 DA 6244,20 0,22 1,04 Keterangan : warna merah menunjukkan DS terbesar Hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 5.2 diketahui bahwa kapasitas pada masing-masing bagian jalinan berbeda. Hal ini disebabkan karena kapasitas pada bagian jalinan dipengaruhi oleh rasio menjalin di mana arus menjalin di tiap bagian jalinan berbeda. Arus lalu lintas di setiap periode waktunya juga berbeda baik pada jam puncak pagi, jam puncak siang maupun jam puncak sore juga mempengaruhi kapasitas pada bagian jalinan tersebut. Semakin besar rasio jalinan maka semakin V-7

8 kecil kapasitas pada bagian jalinan tersebut. Bagian jalinan yang memiliki kapasitas terbesar adalah bagian jalinan AB. Bagian jalinan DA memiliki kapasitas terkecil dan memiliki derajat kejenuhan terbesar di antara bagian jalinan yang lain. Derajat kejenuhan pada masing-masing bagian jalinan kurang dari 0,75 berarti kapasitas simpang masih mencukupi dan belum jenuh. Kinerja lalu lintas pada masingmasing bagian jalinan masih bisa dianggap baik. Derajat kejenuhan pada simpang eksisting dengan kondisi median tertutup yang menyerupai bundaran lebih kecil dari derajat kejenuhan bila dilakukan pengaturan simpang tak bersinyal maupun simpang bersinyal. Kinerja lalu lintas simpang Cileunyi dengan menggunakan bundaran lebih baik daripada simpang tak bersinyal maupun simpang bersinyal. Derajat kejenuhan simpang Cileunyi yang dianalisis sebagai bundaran dan simpang tak bersinyal dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Tanpa Penanganan Tahun Bagian Jalinan Jam Puncak Pagi Bundaran Jam Puncak Siang Tanpa Penanganan Jam Puncak Sore AB 0,17 0,14 0,15 Simpang Tak Bersinyal Jam Jam Jam Puncak Puncak Puncak Pagi Siang Sore BC 0,18 0,14 0, ,42 0,37 0,41 CD 0,15 0,14 0,16 DA 0,2 0,19 0,22 Keterangan : warna merah menunjukkan DS terbesar Tabel 5.3 menunjukkan derajat kejenuhan maksimal terjadi pada jam puncak sore yang selanjutnya disebut jam sibuk. Derajat kejenuhan maksimal pada simpang Cileunyi sebagai bundaran maksimal terjadi pada bagian DA yaitu 0,22. Derajat kejenuhan maksimal pada simpang Cileunyi sebagai simpang tak bersinyal yaitu 0,42. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa bundaran memiliki kinerja yang lebih baik daripada simpang tak bersinyal dimana akan memiliki derajat kejenuhan yang lebih kecil. V-8

9 5.2 PROYEKSI ARUS LALU LINTAS Tugas Akhir SI-40Z1 Berdasarkan data sekunder berupa pertumbuhan lalu lintas yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, simpang Cileunyi yang dikaji kinerja lalu lintasnya sebagai bundaran memiliki pertumbuhan lalu lintas yang dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Tingkat Pertumbuhan Lalu Lintas Pada Simpang Cileunyi Tingkat PDRB Prov. Jawa Barat 6,08 % Tabel 5.4 menunjukkan tingkat pertumbuhan lalu lintas pada simpang Cileunyi. Tingkat pertumbuhan lalu lintas diperoleh dari data sekunder PDRB Provinsi Jawa Barat berdasarkan harga konstan tahun Prediksi arus lalu lintas untuk 25 tahun ke depan bagian jalinan pada periode jam sibuk yaitu pada jam puncak sore yang merupakan periode jam dengan derajat kejenuhan maksimal terbesar dapat dilihat pada Tabel 5.5. Proyeksi arus lalu lintas dapat dihitung sebagai berikut : P n = P o (1+i) n Di mana : P n = proyeksi arus lalu lintas tahun ke-n P o = proyeksi arus lalu lintas tahun ke-1 i = tingkat pertumbuhan lalu lintas n = tahun ke-n Tabel 5.5 Proyeksi Arus Lalu Lintas Bagian Jalinan 25 Tahun Pada Jam Sibuk Arus Bagian Jalinan (Q) Bagian smp/jam Jalinan Tahun AB BC CD DA Tabel 5.5 menunjukkan proyeksi arus lalu lintas dengan tingkat pertumbuhan untuk 25 tahun dari sekarang yaitu pada tahun 2032, arus lalu lintas mengalami peningkatan empat kali lipat dari tahun V-9

10 Simpang Cileunyi tanpa penanganan pada tahun 2032 akan menimbulkan masalah karena arus lalu lintas sangat tinggi dan kemungkinan besar akan melebihi kapasitas simpang sehingga pada simpang Cileunyi akan terjadi kejenuhan dan kapasitas simpang sudah tidak mencukupi lagi. 5.3 PEMILIHAN ALTERNATIF PENANGANAN SIMPANG CILEUNYI Alternatif terlaksana jika derajat kejenuhan yang ada di wilayah studi melampaui batas yang telah ditentukan yaitu melebihi nilai 0,75 yang menunjukkan bahwa kinerja lalu lintas eksisiting sudah terlampau jenuh atau melebihi kapasitas. Penanganan yang selanjutnya dilakukan adalah dengan pelebaran kaki simpang dan pembangunan flyover, dimana pembebanan lalu lintas berdasarkan arus lalu lintas prediksi sesuai besar tingkat pertumbuhan. Nilai arus lalu lintas yang menjadi acuan ditunjukan pada Gambar 5.2 yang merupakan nilai arus yang menghasilkan kinerja maksimal. Gambar 5.2 Arus Lalu Lintas Simpang Cileunyi 2007 (smp/jam) (Jam Puncak Sore) V-10

11 5.3.1 Pelebaran Kaki Simpang Tugas Akhir SI-40Z1 Metode paling sederhana untuk meningkatkan kapasitas simpang adalah dengan memperlebar jalan masuk dan keluar. Dikatakan sederhana karena tingkat kesulitan yang berkaitan dengan perencanaan geometri maupun biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan dengan pembangunan flyover. Apalagi didukung oleh kondisi eksisting sekitar simpang yang memungkinkan untuk dilakukan pelebaran kakikakinya. Setelah pelebaran kaki simpang maka derajat kejenuhan pada simpang tersebut akan mengalami penurunan Pembangunan Simpang Tak Sebidang (Flyover) Jenis penangganan lain yang digunakan adalah pembangunan simpang tak sebidang. Pemilihan alternatif penanganan simpang yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Arah Gerbang Tol Cileunyi-Nagreg 2. Arah Jatinangor-Terminal Cileunyi 3. Arah Nagreg-Jatinangor 4. Arah Nagreg-Terminal Cileunyi 5. Arah Terminal Cileunyi-Nagreg 6. Arah Terminal Cileunyi-Gerbang Tol Cileunyi 7. Arah Gerbang Tol Cileunyi-Jatinangor 8. Arah Jatinangor-Gerbang Tol Cileunyi 9. Arah Terminal Cileunyi-Jatinangor 10. Arah Jatinangor-Nagreg 11. Arah Nagreg-Gerbang Tol Cileunyi 12. Arah Gerbang Tol Cileunyi-Terminal Cileunyi Alternatif penanganan simpang berupa flyover tidak dilakukan untuk arah pergerakan belok kiri sehingga pemilihan alternatif penanganan simpang diminimalisasi menjadi delapan arah pergerakan yang memiliki arus lalu lintas dan konflik lalu lintas simpang terbesar yaitu: 1. Arah Gerbang Tol Cileunyi-Nagreg, yang selanjutnya disebut flyover I (FO I) 2. Arah Jatinangor-Terminal Cileunyi, yang selanjutnya disebut flyover II (FO II) 3. Arah Nagreg-Jatinangor, yang selanjutnya disebut flyover III (FO III) 4. Arah Nagreg-Terminal Cileunyi, yang selanjutnya disebut flyover IV (FO IV) 5. Arah Terminal Cileunyi-Nagreg, yang selanjutnya disebut flyover V (FO V) 6. Arah Terminal Cileunyi-Gerbang Tol Cileunyi, yang selanjutnya disebut flyover VI (FO VI) V-11

12 7. Arah Gerbang Tol Cileunyi-Jatinangor, yang selanjutnya disebut flyover VII (FO VII) 8. Arah Jatinangor-Gerbang Tol Cileunyi, yang selanjutnya disebut flyover VIII (FO VIII) Pemilihan alternatif penanganan simpang dapat dilihat pada Gambar 5.3. Jatinangor Cileunyi Nagreg Gerbang Tol Cileunyi Gambar 5.3 Sketsa Pemilihan Delapan Alternatif Arah Pembangunan Flyover Gambar 5.2 menunjukkan arus lalu lintas terbesar untuk kendaraan yang lurus dan belok kanan pada simpang yaitu pada periode jam puncak sore yang akan menjadi delapan alternatif perletakan flyover. Delapan alternatif tersebut berdasarkan data primer yang dilakukan melalui survei pelat nomor kendaraan dan analisis kinerja lalu lintas eksisting didapat bahwa simpang memiliki arus lalu lintas dan derajat kejenuhan terbesar terjadi pada periode jam puncak sore. Data mengenai banyaknya kendaraan dari satu tujuan ke tujuan yang lain yang terjadi pada jam puncak sore lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.6. V-12

13 Tabel 5.6 Arah Pergerakan Kendaraan (smp/jam) Pada Periode Jam Puncak Sore Arah Pergerakan Lalu Lintas smp/jam Arah Gerbang Tol Cileunyi-Nagreg 355 Arah Terminal Cileunyi-Gerbang Tol Cileunyi 103 Arah Jatinangor-Terminal Cileunyi 176 Arah Nagreg-Terminal Cileunyi 310 Arah Terminal Cileunyi-Nagreg 189 Arah Nagreg-Jatinangor 191 Arah Gerbang Tol Cileunyi-Jatinangor 136 Arah Jatinangor-Gerbang Tol Cileunyi 71 Tabel 5.6 menunjukkan bahwa arus lalu lintas terbesar pada periode jam puncak pagi yaitu 355 smp/jam adalah dari arah Gerbang Tol Cileunyi menuju Nagreg. Arah pergerakan Jatinangor menuju Terminal Cileunyi tidak perlu dibangun flyover karena terdapat jaringan jalan lain untuk arah pergerakan tersebut yang menyebabkan pengguna jalan memiliki perjalanan yang lebih singkat daripada harus melalui Simpang Cileunyi. Arah pergerakan lurus dibuat 1 flyover dengan 2 arah karena pergerakannya menimbulkan konflik lalu lintas yang besar dan menjadi lebih ekonomis yaitu arah pergerakan Terminal Cileunyi menuju Nagreg dan Nagreg menuju Terminal Cileunyi serta arah pergerakan Gerbang Tol Cileunyi menuju Jatinangor dan Jatinangor menuju Gerbang Tol Cileunyi. Arah pergerakan yang menjadi acuan arah flyover, sehingga kemungkinan banyaknya flyover dapat diminimalisasi adalah sebagai berikut. 1. Pergerakan arah Gerbang Tol Cileunyi menuju Nagreg (FO I) Dari perhitungan geometri didapat stasiun awal maupun akhir flyover yaitu STA ,22 dari arah tol menuju STA ,22 arah Nagreg. STA terletak pada titik potong sumbu utama jalan. 2 titik tersebut dijadikan lokasi awal dan akhir survei waktu tempuh. Ilustrasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4a. 2. Pergerakan arah Nagreg menuju Jatinangor (FO II) Dari perhitungan geometri didapat stasiun awal maupun akhir flyover yaitu STA ,54 arah Nagreg dan STA ,54 arah Jatinangor. STA terletak pada titik potong sumbu utama jalan. 2 titik tersebut dijadikan lokasi awal dan akhir survei waktu tempuh. Ilustrasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4b. 3. Pergerakan arah Nagreg menuju Terminal Cileunyi dan Terminal Cileunyi Nagreg (FO III) Dari perhitungan geometri didapat stasiun awal maupun akhir flyover yaitu STA ,54 arah Nagreg dan STA ,75 arah Terminal Cileunyi. STA terletak pada titik potong sumbu utama jalan. 2 titik tersebut V-13

14 dijadikan lokasi awal dan akhir survei waktu tempuh. Ilustrasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4c. 4. Pergerakan arah Terminal Cileunyi menuju Gerbang Tol Cileunyi (FO IV) Dari perhitungan geometri didapat stasiun awal maupun akhir flyover yaitu STA ,75 arah Terminal Cileunyi dan STA ,22 arah Gerbang Tol Cileunyi. STA terletak pada titik potong sumbu utama jalan. 2 titik tersebut dijadikan lokasi awal dan akhir survei waktu tempuh. Ilustrasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4d. 5. Pergerakan arah Gerbang Tol Cileunyi menuju Jatinangor dan Jatinangor menuju Gerbang Tol Cileunyi (FO V) Dari perhitungan geometri didapat stasiun awal maupun akhir flyover yaitu STA ,22 arah Gerbang Tol Cileunyi dan STA ,54 arah Jatinangor. STA terletak pada titik potong sumbu utama jalan. 2 titik tersebut dijadikan lokasi awal dan akhir survei waktu tempuh. Ilustrasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4e. Cileunyi Jatinangor STA STA ,22 STA ,22 Gerbang Tol Cileunyi Nagreg Gambar 5.4a Perletakan dan Stasioning Flyover I V-14

15 Cileunyi STA ,54 Jatinangor STA Gerbang Tol Cileunyi STA ,54 Nagreg Gambar 5.4b Perletakan dan Stasioning Flyover II Cileunyi Jatinangor STA ,75 STA Gerbang Tol Cileunyi STA ,54 Nagreg Gambar 5.4c Perletakan dan Stasioning Flyover III V-15

16 Cileunyi STA ,75 Jatinangor Gerbang Tol Cileunyi STA STA ,22 Nagreg Gambar 5.4d Perletakan dan Stasioning Flyover IV Cileunyi STA ,54 Jatinangor STA STA ,22 Gerbang Tol Cileunyi Nagreg Gambar 5.4e Perletakan dan Stasioning Flyover V V-16

17 5.4 ANALISIS LALU LINTAS Tugas Akhir SI-40Z1 Analisis lalu lintas yang akan dilakukan adalah analisis kinerja lalu lintas dengan proyeksi lalu lintas ke depan sampai simpang tersebut mengalami kejenuhan. Setelah simpang tanpa penanganan mengalami kejenuhan maka akan dilakukan pemilihan alternatif penanganan simpang yang tepat. Penangangan simpang yang akan dilakukan adalah pelebaran kaki simpang dan pembangunan simpang tak sebidang, ini dilakukan dalam konteks untuk memberikan masukan bagi analisis kelayakan manfaat Kinerja Lalu Lintas Simpang Cileunyi Tanpa Penanganan dengan Proyeksi Lalu Lintas Kinerja lalu lintas simpang yang dilakukan berdasarkan bundaran. Hasil perhitungan dan analisis menggunakan metoda MKJI diperoleh kinerja simpang dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun mendatang. Periode waktu berdasarkan jam puncak sore merupakan periode waktu di mana derajat kejenuhan simpang tersebut terbesar. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas bagian jalinan pada bundaran dijelaskan pada subbab lebih rinci. Perhitungan dilakukan dengan metode yang sama dijelaskan pada subbab tersebut dengan arus lalu lintasnya berubah-ubah sesuai dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun mendatang. Resume hasil analisis perhitungan kinerja untuk bagian jalinan AB, jalinan BC, jalinan CD, dan jalinan DA periode jam sibuk pada 25 tahun mendatang dapat dilihat pada Tabel 5.7 sedangkan analisis lengkapnya terlampir. Bagian Jalinan Tabel 5.7 Derajat Kejenuhan dengan Proyeksi Arus Lalu Lintas 25 Tahun Jam Sibuk Pada Simpang Cileunyi Tanpa Penanganan Derajat Kejenuhan Periode Jam Sibuk Tahun AB 0,147 0,156 0,165 0,175 0,186 0,197 0,265 0,356 0,478 0,642 BC 0,170 0,180 0,191 0,202 0,215 0,228 0,306 0,411 0,552 0,741 CD 0,156 0,165 0,175 0,186 0,197 0,209 0,281 0,378 0,507 0,681 DA 0,221 0,235 0,249 0,264 0,280 0,297 0,399 0,536 0,720 0,967 Keterangan : = DS mendekati 0,75; = DS mendekati 1,00 Tabel 5.7 menunjukkan hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun dapat dilihat bahwa derajat kejenuhan yang ada di wilayah studi tahun 2027 pada bagian jalinan DA pada jam sibuk adalah 0,720. V-17

18 Derajat kejenuhan simpang tersebut tanpa penanganan pada tahun 2032 ternyata sudah melampaui batas yang telah ditentukan yaitu melebihi dari 0,75 yang menunjukkan bahwa kinerja simpang sudah terlampau jenuh atau melebihi kapasitas dan dibutuhkan penanganan simpang misalnya berupa pelebaran kaki simpang dan pembangunan simpang tak sebidang berupa flyover Kinerja Lalu Lintas Simpang Cileunyi dengan Penanganan dan Proyeksi Lalu Lintas Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan akan dilakukan pada saat derajat kejenuhan simpang sudah melampaui batas yang telah ditentukan yaitu melebihi dari 0,75. Alternatif penanganan simpang yang akan dilakukan adalah berupa pelebaran kaki simpang dan pembangunan simpang tak sebidang berupa flyover. Proyeksi arus lalu lintas untuk kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan adalah arus lalu lintas pada saat jam sibuk. Simpang Cileunyi memiliki jam sibuk pada periode jam puncak sore dimana melalui analisis lalu lintas sebelumnya memiliki derajat kejenuhan terbesar. Selanjutnya arus lalu lintas yang akan dianalisis untuk simpang Cileunyi dengan penanganan adalah arus lalu lintas pada saat jam puncak sore Pelebaran Kaki Simpang Pelebaran kaki simpang (Gambar 5.5) adalah metode yang digunakan dengan memperlebar jalan masuk dan keluar pada simpang atau dengan kata lain mengubah parameter geometrik jalan di sekitar simpang. Pelebaran kaki simpang dilakukan sesuai dengan tata guna lahan yang ada simpang tersebut. Pelebaran kaki simpang adalah metode paling sederhana untuk meningkatkan kapasitas persimpangan. V-18

19 Gambar 5.5 Pelebaran Kaki Simpang Jalan keluar dan masuk simpang Cileunyi memiliki lingkungan jalan yang memiliki hambatan samping mulai dari sedang ke tinggi sehingga pelebaran kaki simpang yang dilakukan dengan menambah 1 lajur di tiap kaki simpang. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas bagian jalinan pada bundaran dijelaskan pada subbab lebih rinci. Perhitungan dilakukan dengan metode yang sama dijelaskan pada subbab tersebut, hanya di tiap kaki simpang yaitu lebar masuk dan lebar jalinan diperlebar 1 lajur dengan lebar standar 3,5 meter. Resume hasil analisis perhitungan kinerja untuk bagian jalinan AB, jalinan BC, jalinan CD, dan jalinan DA dengan penanganan pelebaran kaki simpang pada periode jam sibuk pada 25 tahun mendatang dapat dilihat pada Tabel 5.8 sedangkan analisis lengkapnya terlampir. V-19

20 Tabel 5.8 Derajat Kejenuhan Setelah Pelebaran Kaki Simpang pada Simpang Cileunyi Bagian Jalinan Derajat Kejenuhan Periode Jam Sibuk Tahun AB 0,105 0,111 0,118 0,125 0,132 0,140 0,189 0,254 0,341 0,457 BC 0,118 0,125 0,132 0,141 0,149 0,158 0,212 0,285 0,383 0,515 CD 0,111 0,118 0,125 0,133 0,141 0,149 0,201 0,270 0,362 0,487 DA 0,155 0,164 0,174 0,185 0,196 0,208 0,279 0,375 0,503 0,676 Tabel 5.8 menunjukan bahwa hasil perhitungan setelah dilakukan pelebaran kaki simpang, dapat dilihat untuk simpang Cileunyi mengalami penurunan derajat kejenuhan maksimal. Hasil analisis dengan proyeksi lalu lintas 25 tahun mendatang setelah dilakukan pelebaran kaki simpang maka pada bagian jalinan dengan derajat kejenuhan maksimal terbesar yaitu DA pada tahun 2027 untuk jam sibuk mengalami penurunan dari 0,720 menjadi 0,503. Perbandingan derajat kejenuhan pada bagian jalinan DA sebelum dan setelah penanganan dapat dilihat pada Gambar 5.6. Gambar ini juga mempermudah untuk mengetahui kapan waktu tepat terjadinya pencapaian kejenuhan, berbeda dengan tabel yang hanya mencantumkan nilai derajat kejenuhan dan kapasitas untuk setiap jangka waktu lima tahunan. 1,25 1,00 0,75 DS Tanpa Penanganan Pelebaran Kaki Simpang 0,50 0,25 0, Tahun Gambar 5.6 Derajat Kejenuhan Pada Bagian Jalinan DA Sebelum dan Setelah Pelebaran Kaki Simpang V-20

21 Gambar 5.6 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun sebelum dan setelah dilakukan pelebaran kaki simpang. Derajat kejenuhan sebelum dilakukan pelebaran kaki simpang akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun Derajat kejenuhan setelah dilakukan pelebaran kaki simpang akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2033 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa pelebaran kaki simpang setelah simpang eksisting jenuh adalah 6 tahun. Jadi dapat disimpulkan pelebaran kaki simpang untuk setiap tingkat pertumbuhan memberikan kontribusi terhadap penurunan derajat kejenuhan dan mampu memberikan waktu layan rata-rata 6 tahun Pembangunan Simpang Tak Sebidang Jenis penanganan lain yang digunakan adalah pembangunan simpang tak sebidang. Penjelasan mengenai simpang tak sebidang lebih rinci dapat dilihat pada Bab 2. Simpang tak sebidang yang akan digunakan pada simpang Cileunyi adalah flyover di mana arah pergerakan kendaraan hanya dari dan menuju 1 arah. Perletakan flyover berdasarkan arah pergerakan dengan arus dan konflik lalu lintas terbesar di simpang tersebut dijelaskan pada subbab sebelumnya. Pembangunan flyover dilakukan dengan 2 kondisi simpang yang berbeda yaitu pada saat kondisi median terbuka dan kondisi median tertutup. Pada saat kondisi median terbuka penanganannya dengan dilakukan dengan simpang tak bersinyal dan flyover sedangkan pada saat kondisi median tertutup dilakukan penanganan dengan bundaran dan flyover. Arus lalu lintas pada simpang yang akan terdapat perletakan flyover akan mengalami penurunan atau rasio kendaraan untuk simpang tersebut akan menurun karena kendaraan akan lebih memilih menggunakan flyover untuk bergerak daripada harus melewati simpang. Skenario penanganan simpang yang akan dilakukan adalah : 1. Simpang Cileunyi dengan kondisi median terbuka a. Skenario A : Simpang Tak Bersinyal dan FO I b. Skenario B : Simpang Tak Bersinyal dan FO II c. Skenario C : Simpang Tak Bersinyal dan FO III V-21

22 d. Skenario D : Simpang Tak Bersinyal dan FO IV e. Skenario E : Simpang Tak Bersinyal dan FO V 2. Simpang Cileunyi dengan kondisi median tertutup a. Skenario A : Bundaran dan FO I b. Skenario B : Bundaran dan FO II c. Skenario C : Bundaran dan FO III d. Skenario D : Bundaran dan FO IV e. Skenario E : Bundaran dan FO V 1. Simpang Cileunyi dengan kondisi median terbuka Skenario A : Simpang Tak Bersinyal dan FO I Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan simpang tak bersinyal dan FO I (Gambar 5.7). Arus lalu lintas setelah pemberlakuan perletakan flyover akan mengalami perbedaan. Perbedaannya adalah berupa penurunan arus lalu lintas pada perletakan flyover yaitu kendaraan yang akan belok kanan dari arah Gerbang Tol Cileunyi menuju Nagreg menjadi tidak ada karena ada larangan untuk belok kanan. Rasio kendaraan belok kiri dan kanan dari arah Gerbang Tol Cileunyi mengalami penurunan. Ilustrasi lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.8. Gambar 5.7 Tipe Simpang Tak Bersinyal dan FO I V-22

23 Gambar 5.8 Arus Lalu Lintas (smp/jam) Simpang Cileunyi Dengan Penanganan FO I Tahun 2007 Hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan dilakukan pada saat jam sibuk. Penanganan Simpang Cileunyi yang dilakukan berupa simpang tak bersinyal dan FO I. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada saat jam sibuk akan dijelaskan berikut ini sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada jam sibuk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.9, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. Contoh Perhitungan Simpang Tak Bersinyal 4 Lengan : Lebar pendekat jalan minor W A = 7,5 m W C = 7 m W AC = 7,5 + 7 = 7,25 m 2 Lebar pendekat jalan utama W B = 12,5 m V-23

24 W C = 8 m W BC = 12,5 + 8 = 10,25 m 2 WAC + WBC 7, ,25 Lebar pendekat rata-rata W 1 = = = 8,75 m 2 2 Jumlah lajur pada jalan minor 2 dan jalan utama 4 Tipe simpang 424 Arus lalu lintas tahun 2007 (Q) = 1868 smp/jam Menghitung Kapasitas (C) Kapasitas dasar (C 0 ) = 3400 smp/jam (dapat dilihat pada Tabel B-2 :1 MKJI 1997 hal 3-33) Faktor penyesuaian lebar pendekat rata-rata (F W ) = 1,258 (dapat dilihat pada Gambar B-3 :1 MKJI 1997 hal 3-33) Faktor penyesuaian median jalan utama (F M ) = 1,20 (dapat dilihat pada Tabel B- 4 :1 MKJI 1997 hal 3-34) Faktor penyesuaian ukuran kota (F CS ) =1,05 (dapat dilihat pada Tabel B-5 :1 MKJI 1997 hal 3-34) Faktor penyesuaian hambatan samping (F RSU ) =0,88 (dapat dilihat pada Tabel B- 6 :1 MKJI 1997 hal 3-35) Faktor penyesuaian belok kiri (F LT ) = 1,44 (dapat dilihat pada Gambar B-7 :1 MKJI 1997 hal 3-36) Faktor penyesuaian belok kanan (F RT ) = 1,00 (dapat dilihat pada Gambar B-8 :1 MKJI 1997 hal 37) Faktor penyesuaian rasio minor/total (F MI ) = 0,85 (dapat dilihat pada Gambar B- 9 :1 MKJI 1997 hal 38) Kapasitas (C) = C 0 * F W * F M * F CS * F RSU * F LT * F RT * F MI = 3400 * 1,258 * 1,20 * 1,05 * 0,88 * 1,44 * 1,00 * 0,85 = 5821 smp/jam Menghitung Derajat Kejenuhan Derajat Kejenuhan (DS) = Q/C = 1868/5821 = 0,32 Dari perhitungan di atas didapatkan bahwa penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO I pada tahun 2007 dengan memiliki derajat kejenuhan belum melebihi batas yang sudah ditentukan. Derajat kejenuhan yang diperoleh melalui penanganan pada tahun 2007 adalah 0,32 maka simpang belum mengalami V-24

25 kejenuhan. Derajat kejenuhan yang diperoleh melalui proyeksi arus lalu lintas dari tahun 2007 sampai dengan 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Dengan Penanganan Berupa Simpang Tak Bersinyal dan FO I Derajat Kejenuhan Dengan Penanganan Tahun Tanpa Penanganan Simpang Tak Bersinyal + FO I ,41 0, ,44 0, ,46 0, ,49 0, ,52 0, ,55 0, ,74 0, ,00 0, ,34 1, ,80 1,40 Tabel 5.9 menunjukkkan dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun mendatang bahwa tanpa penanganan akan mengalami kejenuhan pada tahun 2017 yaitu 0,74 dan setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO I pada tahun 2017 akan mengalami penurunan derajat kejenuhan menjadi 0,58. 2,00 1,75 1,50 1,25 DS 1,00 Tanpa Penanganan FO I 0,75 0,50 0,25 0, Tahun Gambar 5.9 Derajat Kejenuhan Tanpa dan Dengan Penanganan Simpang Tak Bersinyal dan FO I V-25

26 Gambar 5.9 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO I. Derajat kejenuhan tanpa penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun Derajat kejenuhan setelah dilakukan penangan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2021 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa simpang tak bersinyal dan FO I setelah simpang eksisting jenuh adalah 4 tahun. Skenario B : Simpang Tak Bersinyal dan FO II Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan simpang tak bersinyal dan FO II (Gambar 5.10). Arus lalu lintas setelah pemberlakuan perletakan flyover akan mengalami perbedaan. Perbedaannya adalah berupa penurunan arus lalu lintas pada perletakan flyover yaitu kendaraan yang akan belok kanan dari arah Nagreg menuju Jatinangor menjadi tidak ada karena ada larangan untuk belok kanan. Rasio kendaraan belok kiri dan kanan dari arah Nagreg mengalami penurunan. Ilustrasi lengkap dapat dilihat pada Gambar Gambar 5.10 Tipe Simpang Tak Bersinyal dan FO II V-26

27 Gambar 5.11 Arus Lalu Lintas (smp/jam) Simpang Cileunyi Dengan Penanganan FO II Tahun 2007 Hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan dilakukan pada saat jam sibuk. Penanganan Simpang Cileunyi yang dilakukan berupa simpang tak bersinyal dan FO II. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada saat jam sibuk dapat dilihat pada skenario A sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada jam sibuk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.10, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. V-27

28 Tabel 5.10 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Dengan Penanganan Berupa Simpang Tak Bersinyal dan FO II Derajat Kejenuhan Tanpa Dengan Penanganan Tahun Penanganan Simpang Tak Bersinyal + FO II ,41 0, ,44 0, ,46 0, ,49 0, ,52 0, ,55 0, ,74 0, ,00 0, ,34 1, ,80 1,60 Tabel 5.10 menunjukkkan dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun mendatang bahwa tanpa penanganan akan mengalami kejenuhan pada tahun 2017 yaitu 0,74 dan setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO II pada tahun 2017 akan mengalami penurunan derajat kejenuhan menjadi 0,66. 2,00 1,75 1,50 1,25 DS 1,00 Tanpa Penanganan FO II 0,75 0,50 0,25 0, Tahun Gambar 5.12 Derajat Kejenuhan Tanpa Penanganan dan Dengan Penanganan Simpang Tak Bersinyal dan FO II Gambar 5.12 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO II. Derajat kejenuhan tanpa penanganan akan melebihi batas yang V-28

29 ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun Derajat kejenuhan setelah dilakukan penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2019 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa simpang tak bersinyal dan FO II setelah simpang eksisting jenuh adalah 2 tahun. Skenario C : Simpang Tak Bersinyal dan FO III Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan simpang tak bersinyal dan FO III (Gambar 5.13). Arus lalu lintas setelah pemberlakuan perletakan flyover akan mengalami perbedaan. Perbedaannya adalah berupa penurunan arus lalu lintas pada perletakan flyover yaitu kendaraan yang akan lurus dari arah Nagreg menuju Terminal Cileunyi dan arah Terminal Cileunyi menuju Nagreg menjadi tidak ada. Ilustrasi lengkap dapat dilihat pada Gambar Gambar 5.13 Tipe Simpang Tak Bersinyal dan FO III V-29

30 Gambar 5.14 Arus Lalu Lintas (smp/jam) Simpang Cileunyi Dengan Penanganan FO III Tahun 2007 Hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan dilakukan pada saat jam sibuk. Penanganan Simpang Cileunyi yang dilakukan berupa simpang tak bersinyal dan FO III. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada saat jam sibuk dapat dilihat pada skenario A sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada jam sibuk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.11, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. V-30

31 Tabel 5.11 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Dengan Penanganan Berupa Simpang Tak Bersinyal dan FO III Derajat Kejenuhan Tanpa Dengan Penanganan Tahun Penanganan Simpang Tak Bersinyal + FO III ,41 0, ,44 0, ,46 0, ,49 0, ,52 0, ,55 0, ,74 0, ,00 0, ,34 0, ,80 1,24 Tabel 5.11 menunjukkkan dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun mendatang bahwa tanpa penanganan akan mengalami kejenuhan pada tahun 2017 yaitu 0,74 dan setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO III pada tahun 2017 akan mengalami penurunan derajat kejenuhan menjadi 0,51. 2,00 1,75 1,50 1,25 DS 1,00 Tanpa Penanganan FO III 0,75 0,50 0,25 0, Tahun Gambar 5.15 Derajat Kejenuhan dengan Penanganan Simpang Tak Bersinyal dan FO III Gambar 5.15 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO III. Derajat kejenuhan tanpa penanganan akan melebihi batas V-31

32 yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun Derajat kejenuhan setelah dilakukan penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2023 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa simpang tak bersinyal dan FO III setelah simpang eksisting jenuh adalah 6 tahun. Skenario D : Simpang Tak Bersinyal dan FO IV Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan simpang tak bersinyal dan FO IV (Gambar 5.16). Arus lalu lintas setelah pemberlakuan perletakan flyover akan mengalami perbedaan. Perbedaannya adalah berupa penurunan arus lalu lintas pada perletakan flyover yaitu kendaraan yang akan belok kanan dari arah Terminal menuju Gerbang Tol Cileunyi menjadi tidak ada karena ada larangan untuk belok kanan. Rasio kendaraan belok kiri dan kanan dari arah Terminal Cileunyi mengalami penurunan. Ilustrasi lengkap dapat dilihat pada Gambar Gambar 5.16 Tipe Simpang Tak Bersinyal dan FO IV V-32

33 Gambar 5.17 Arus Lalu Lintas (smp/jam) Simpang Cileunyi Dengan Penanganan FO IV Tahun 2007 Hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan dilakukan pada saat jam sibuk. Penanganan Simpang Cileunyi yang dilakukan berupa simpang tak bersinyal dan FO IV. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada saat jam sibuk dapat dilihat pada skenario A sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada jam sibuk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.12, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. V-33

34 Tabel 5.12 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Dengan Penanganan Berupa Simpang Tak Bersinyal dan FO IV Derajat Kejenuhan Tanpa Dengan Penanganan Tahun Penanganan Simpang Tak Bersinyal + FO IV ,41 0, ,44 0, ,46 0, ,49 0, ,52 0, ,55 0, ,74 0, ,00 0, ,34 1, ,80 1,68 Tabel 5.12 menunjukkkan dengan proyeksi arus lalu lintas pesimis 25 tahun mendatang bahwa tanpa penanganan akan mengalami kejenuhan pada tahun 2017 yaitu 0,74 dan setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO IV pada tahun 2017 akan mengalami penurunan derajat kejenuhan menjadi 0,69. 2,00 1,75 1,50 1,25 DS 1,00 Tanpa Penanganan FO IV 0,75 0,50 0,25 0, Tahun Gambar 5.18 Derajat Kejenuhan Tanpa dan Dengan Penanganan Simpang Tak Bersinyal dan FO IV Gambar 5.18 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas pesimis 25 tahun setelah dilakukan penanganan simpang berupa V-34

35 simpang tak bersinyal dan FO IV. Derajat kejenuhan tanpa penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun Derajat kejenuhan setelah dilakukan penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2018 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa simpang tak bersinyal dan FO VI setelah simpang eksisting jenuh adalah 1 tahun. Skenario E : Simpang Tak Bersinyal dan FO V Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan simpang tak bersinyal dan FO V (Gambar 5.19). Arus lalu lintas setelah pemberlakuan perletakan flyover akan mengalami perbedaan. Perbedaannya adalah berupa penurunan arus lalu lintas pada perletakan flyover yaitu kendaraan yang akan lurus dari arah Gerbang Tol Cileunyi menuju Jatinangor dan arah Jatinangor menuju Gerbang Tol Cileunyi menjadi tidak ada. Ilustrasi lengkap dapat dilihat pada Gambar Gambar 5.19 Tipe Simpang Tak Bersinyal dan FO V V-35

36 Gambar 5.20 Arus Lalu Lintas (smp/jam) Simpang Cileunyi Dengan Penanganan FO V Tahun 2007 Hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan dilakukan pada saat jam sibuk. Penanganan Simpang Cileunyi yang dilakukan berupa simpang tak bersinyal dan FO V. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada saat jam sibuk dapat dilihat pada skenario A sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada jam sibuk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.13, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. V-36

37 Tabel 5.13 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Dengan Penanganan Berupa Simpang Tak Bersinyal dan FO V Derajat Kejenuhan Dengan Penanganan Tahun Tanpa Penanganan Simpang Tak Bersinyal + FO V ,41 0, ,44 0, ,46 0, ,49 0, ,52 0, ,55 0, ,74 0, ,00 0, ,34 1, ,80 1,57 Tabel 5.13 menunjukkkan dengan proyeksi arus lalu lintas pesimis 25 tahun mendatang bahwa tanpa penanganan akan mengalami kejenuhan pada tahun 2017 yaitu 0,74 dan setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO V pada tahun 2017 akan mengalami penurunan derajat kejenuhan menjadi 0,65. 2,00 1,75 1,50 1,25 DS 1,00 Tanpa Penanganan FO V 0,75 0,50 0,25 0, Tahun Gambar 5.21 Derajat Kejenuhan Tanpa dan Dengan Penanganan Simpang Tak Bersinyal dan FO V V-37

38 Gambar 5.21 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas pesimis 25 tahun setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO V. Derajat kejenuhan tanpa penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun Derajat kejenuhan setelah dilakukan penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2019 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa simpang tak bersinyal dan FO V setelah simpang eksisting jenuh adalah 2 tahun. Tabel 5.14 Perbandingan Nilai Derajat Kejenuhan Untuk Skenario Penyelesaian dengan Kondisi Median Terbuka Derajat Kejenuhan Tahun Tanpa Penanganan Skenario 1 Skenario 2 Dengan Penanganan Skenario 3 Skenario 4 Skenario ,41 0,32 0,37 0,28 0,39 0, ,44 0,34 0,39 0,30 0,41 0, ,46 0,36 0,41 0,32 0,43 0, ,49 0,38 0,44 0,34 0,46 0, ,52 0,41 0,46 0,36 0,49 0, ,55 0,43 0,49 0,38 0,52 0, ,74 0,58 0,66 0,51 0,69 0, ,00 0,78 0,89 0,69 0,93 0, ,34 1,04 1,19 0,92 1,25 1, ,80 1,40 1,60 1,24 1,68 1,57 Dari Tabel 5.14 yang memberikan kesimpulan dari analisis lima skenario penyelesaian simpang dengan kondisi median terbuka, terlihat bahwa flyover arah Nagreg menuju Terminal Cileunyi dan arah Terminal Cileunyi menuju Nagreg dengan kombinasi penanganan simpang tak bersinyal memberikan nilai penurunan yang terbesar dibandingkan keenam alternatif flyover lainnya. Untuk tingkat pertumbuhan dimana nilai derajat kejenuhan adalah 0,74 untuk tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 0,51. Hal ini dapat dijadiakan salah satu pertimbangan untuk menentukan letak dari flyover. 2. Simpang Cileunyi dengan kondisi median tertutup Skenario A : Bundaran dan FO I V-38

39 Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan bundaran dan FO I (Gambar 5.22). Proyeksi arus lalu lintas 25 tahun yang digunakan adalah pada saat jam sibuk dapat dilihat pada skenario A dengan kondisi median terbuka. Gambar 5.22 Tipe Simpang Bundaran dan FO I Analisis perhitungan kinerja lalu lintas bagian jalinan pada bundaran dijelaskan pada subbab lebih rinci. Perhitungan dilakukan dengan metode yang sama dijelaskan pada subbab tersebut. Resume hasil analisis perhitungan kinerja untuk bagian jalinan AB, jalinan BC, jalinan CD, dan jalinan DA dengan penanganan berupa bundaran dan FO I pada periode jam sibuk pada tahun 2007 dan 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.15, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. Tabel 5.15 Derajat Kejenuhan Setelah Penanganan Simpang Cileunyi Berupa Bundaran dan FO I Bagian Jalinan Derajat Kejenuhan Periode Jam Sibuk Tahun AB 0,104 0,110 0,117 0,124 0,132 0,140 0,187 0,252 0,338 0,454 BC 0,111 0,117 0,125 0,132 0,140 0,149 0,200 0,268 0,361 0,484 CD 0,156 0,165 0,175 0,186 0,197 0,209 0,281 0,378 0,507 0,681 DA 0,161 0,171 0,181 0,192 0,204 0,216 0,290 0,390 0,523 0,703 V-39

KAJIAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG CILEUNYI TANPA DAN DENGAN FLYOVER

KAJIAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG CILEUNYI TANPA DAN DENGAN FLYOVER KAJIAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG CILEUNYI TANPA DAN DENGAN FLYOVER TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL oleh DUTO NUSWANTOKO

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA 4.1 DASAR-DASAR PENGUMPULAN DATA Perancangan simpang yang individual atau tidak terkoordinasi dengan simpang lainnya pada prinsipnya hanya dipengaruhi oleh kendaraan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Penelitian Berdasarkan survei yang dilakukan pada Simpang Gintung, maka diperoleh data geometrik simpang dan besar volume lalu lintas yang terjadi pada simpang tersebut.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 UMUM Analisa kinerja lalu lintas dilakukan untuk mengetahui tingkat pelayanan, dan dimaksudkan untuk melihat apakah suatu jalan masih mampu memberikan pelayanan yang

Lebih terperinci

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA Bimagisteradi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK : Surabaya merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Kondisi geometri dan kondisi lingkungan. memberikan informasi lebar jalan, lebar bahu, dan lebar median serta

BAB III LANDASAN TEORI Kondisi geometri dan kondisi lingkungan. memberikan informasi lebar jalan, lebar bahu, dan lebar median serta BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kondisi Simpang 3.1.1. Kondisi geometri dan kondisi lingkungan Kondisi geometri digambarkan dalam bentuk gambar sketsa yang memberikan informasi lebar jalan, lebar bahu, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja (Level of Services) Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran kualitatif yang digunakan di Amerika dan menerangkan kondisi operasional dalam arus

Lebih terperinci

PENGENDALIAN LALU LINTAS 4 LENGAN PADA PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. JERANDING DAN PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. HARUNA KOTA PONTIANAK

PENGENDALIAN LALU LINTAS 4 LENGAN PADA PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. JERANDING DAN PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. HARUNA KOTA PONTIANAK PENGENDALIAN LALU LINTAS 4 LENGAN PADA PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. JERANDING DAN PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. HARUNA KOTA PONTIANAK Kurniawan 1), Ir. H Komala Erwan MT 2), Sumiayattinah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DEFINISI DAN ISTILAH... xii ABSTRAKSI... xvi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vii DAFTAR ISI Judul Lembar Pengesahan Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Halaman i ii iii iv v vi vii

Lebih terperinci

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM SIMPANG TANPA APILL 1 Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM PENDAHULUAN Pada umumnya, simpang tanpa APILL dengan pengaturan hak jalan digunakan di daerah pemukiman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kinerja suatu simpang menurut MKJI 1997 didefinisikan sebagai ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara umum dinyatakan dalam kapasitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PERSETUJUAN iii HALAMAN PERSEMBAHAN iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR ISTILAH

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga BAB IV Bab IV Analisis Data ANALISIS DATA 4.1 Data Simpang Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga kaki RC Veteran yang telah dilakukan pada kedua simpang pada jam sibuk dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Volume Lalu Lintas Hasil penelitian yang dilaksanakan selama seminggu di ruas Jalan Mutiara Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan khususnya sepanjang 18 m pada

Lebih terperinci

Bundaran Boulevard Kelapa Gading mempunyai empat lengan masing-masing lengan adalah

Bundaran Boulevard Kelapa Gading mempunyai empat lengan masing-masing lengan adalah BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Geometri Bundaran Gambar 4.1 Geometri Jl. Boulevard Kelapa Gading Bundaran Boulevard Kelapa Gading mempunyai empat lengan masing-masing lengan adalah lengan A. (jl.boulevard

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Rekapitulasi Data Data yang direkap adalah data yang diperoleh melalui hasil pengamatan dan survei sesuai dengan kondisi sebenarnya pada simpang Jalan Tole Iskandar - Jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung merupakan Pusat Kegiatan Nasional dan daerah penyangga bagi ibukota Negara yaitu DKI Jakarta. Lokasinya sangat strategis, yaitu terletak pada jalur utama

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Motto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi DAFTAR NOTASI

Lebih terperinci

Langkah Perhitungan PERHITUNGAN KINERJA RUAS JALAN PERKOTAAN BERDASARKAN MKJI Analisa Kondisi Ruas Jalan. Materi Kuliah Teknik Lalu Lintas

Langkah Perhitungan PERHITUNGAN KINERJA RUAS JALAN PERKOTAAN BERDASARKAN MKJI Analisa Kondisi Ruas Jalan. Materi Kuliah Teknik Lalu Lintas Materi Kuliah Teknik Lalu Lintas Langkah Perhitungan PERHITUNGAN KINERJA RUAS JALAN PERKOTAAN BERDASARKAN MKJI 1997 Dr.Eng. M. Zudhy Irawan, S.T., M.T. 1. Masukkan data ruas jalan a. Kondisi ruas jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Simpang Tak Bersinyal Simpang tak bersinyal adalah jenis simpang yang paling banyak dijumpai di daerah perkotaan. Jenis ini cocok untuk ditetapkan apabila arus lalu lintas di

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan)

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan) EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 6 (Enam)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 6 (Enam) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 6 (Enam) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini :

Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini : 223 DEFINISI DAN ISTILAH Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini : Kondisi Geometrik LENGAN Bagian persimpangan jalan dengan pendekat masuk atau

Lebih terperinci

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA Ratih Widyastuti Nugraha 3108 100 611 Abstrak Pemerintah kota Surabaya membangun beberapa terminal baru. Salah satu terminal

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI A. Penggunaan dan Perlengkapan Jalan Berdasarkan Undang Undang Nomor Tahun 009 Tentang lalulintas dan Angkutan jalan, setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib

Lebih terperinci

ANALISA A KINERJA SIMPANG DAN RUAS JALAN AKIBAT PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT ROYAL DI KAWASAN RUNGKUT INDUSTRI SURABAYA

ANALISA A KINERJA SIMPANG DAN RUAS JALAN AKIBAT PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT ROYAL DI KAWASAN RUNGKUT INDUSTRI SURABAYA ANALISA A KINERJA SIMPANG DAN RUAS JALAN AKIBAT PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT ROYAL DI KAWASAN RUNGKUT INDUSTRI SURABAYA Oleh : JUFRI SONY 3108100634 PROGRAM LINTAS JALUR TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

STUDI PUSTAKA PENGUMPULAN DATA SURVEI WAKTU TEMPUH PENGOLAHAN DATA. Melakukan klasifikasi dalam bentuk tabel dan grafik ANALISIS DATA

STUDI PUSTAKA PENGUMPULAN DATA SURVEI WAKTU TEMPUH PENGOLAHAN DATA. Melakukan klasifikasi dalam bentuk tabel dan grafik ANALISIS DATA STUDI PUSTAKA PENGUMPULAN DATA SURVEI VOLUME DAN JENIS KENDARAAN SURVEI WAKTU TEMPUH SURVEI DATA GEOMETRIK PENGOLAHAN DATA Melakukan klasifikasi dalam bentuk tabel dan grafik ANALISIS DATA Analisis perhitungan

Lebih terperinci

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal. ABSTRAK Volume lalu lintas Kabupaten Badung mengalami peningkatan setiap tahunnya yang diakibatkan bertambahnya jumlah kepemilikan kendaraan. Kemacetan pada persimpangan Jalan Raya Denpasar Singaraja (KM-19)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMBANG, NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMBANG, NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAKSI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMBANG, NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN i ii iii iv viii x xi xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

Tahap persiapan yang dilakukan adalah menganalisis kondisi kinerja simpang eksisting.

Tahap persiapan yang dilakukan adalah menganalisis kondisi kinerja simpang eksisting. BAB III METODOLOGI 3.1 PENDAHULUAN Dalam melakukan suatu studi kasus diperlukan metodologi yang akan digunakan agar studi tersebut dapat berjalan sesuai dengan acuan dan pedoman yang ada. Tahapan yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur BAB 3 METODOLOGI 3.1. Pendekatan Penelitian Pada tahap awal dilakukan pengamatan terhadap lokasi jalan yang akan diteliti untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. yang mempegaruhi simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut.

BAB III LANDASAN TEORI. yang mempegaruhi simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Simpang Tak Bersinyal Simpang tak bersinyal adalah jenis simpang yang paling banyak dijumpai di daerah perkotaan. Jenis ini cocok diterapkan apabila arus lalu lintas dijalan

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA SIMPANG TIDAK BERSINYAL DI RUAS JALAN S.PARMAN DAN JALAN DI.PANJAITAN

ANALISA KINERJA SIMPANG TIDAK BERSINYAL DI RUAS JALAN S.PARMAN DAN JALAN DI.PANJAITAN ANALISA KINERJA SIMPANG TIDAK BERSINYAL DI RUAS JALAN S.PARMAN DAN JALAN DI.PANJAITAN Novriyadi Rorong Lintong Elisabeth, Joice E. Waani Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email:

Lebih terperinci

DAMPAK LALU LINTAS AKIBAT PEMBANGUNAN APARTEMEN BALI KUTA RESIDENCE (BKR) Di KUTA, BALI

DAMPAK LALU LINTAS AKIBAT PEMBANGUNAN APARTEMEN BALI KUTA RESIDENCE (BKR) Di KUTA, BALI DAMPAK LALU LINTAS AKIBAT PEMBANGUNAN APARTEMEN BALI KUTA RESIDENCE (BKR) Di KUTA, BALI Putu Kwintaryana Winaya dan A. A. Ngr. Jaya Wikrama, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Udayana Bukit Jimbaran,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KINERJA BAGIAN JALINAN AKIBAT PEMBALIKAN ARUS LALU LINTAS ( Studi Kasus JL. Kom. Yos Sudarso JL. Kalilarangan Surakarta ) Naskah Publikasi

PERHITUNGAN KINERJA BAGIAN JALINAN AKIBAT PEMBALIKAN ARUS LALU LINTAS ( Studi Kasus JL. Kom. Yos Sudarso JL. Kalilarangan Surakarta ) Naskah Publikasi ERHITUNGAN KINERJA BAGIAN JALINAN AKIBAT EMBALIKAN ARUS LALU LINTAS ( Studi Kasus JL. Kom. Yos Sudarso JL. Kalilarangan Surakarta ) Naskah ublikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Simpang Jalan Tak Bersinyal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Simpang Jalan Tak Bersinyal BAB III LANDASAN TEORI A. Simpang Jalan Tak Bersinyal Simpang tak bersinyal adalah perpotongan atau pertemuan pada suatu bidang antara dua atau lebih jalur jalan raya dengan simpnag masing-masing, dan

Lebih terperinci

ANALISIS LALU LINTAS SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL (STUDI KASUS PADA PERTIGAAN JALAN AHMAD YANI, KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR) Laporan Tugas Akhir

ANALISIS LALU LINTAS SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL (STUDI KASUS PADA PERTIGAAN JALAN AHMAD YANI, KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR) Laporan Tugas Akhir ANALISIS LALU LINTAS SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL (STUDI KASUS PADA PERTIGAAN JALAN AHMAD YANI, KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Data Masukan Data masukan untuk analisis kinerja simpang tak bersinyal menurut MKJI (1997) dibagi menjadi tiga, yaitu kondisi geometrik, kondisi lalulintas dan kondisi hambatan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Rambu yield

Gambar 2.1 Rambu yield BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaturan Simpang Tak Bersinyal Secara lebih rinci, pengaturan simpang tak bersinyal dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Aturan Prioritas Ketentuan dari aturan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Data Masukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Data Masukan 35 BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Data Masukan 1. Kondisi geometrik Data eksisting geometrikpertigaan Jln. Pakuningratan dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Kondisi geometrik simpang 2. Kondisi

Lebih terperinci

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN Winoto Surya NRP : 9921095 Pembimbing : Prof. Ir. Bambang Ismanto S. MSc. Ph.D. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG BUNDARAN BARON SURAKARTA

EVALUASI KINERJA SIMPANG BUNDARAN BARON SURAKARTA EVALUASI KINERJA SIMPANG BUNDARAN BARON SURAKARTA Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil IS WAHYUDI NIM : D 100 020 042 NIRM : 02 6 106 03010 5 00042

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Ruas Jalan Raya Ciledug Berikut adalah hasil survey total arus lalu lintas per jam. Nilai total arus ini di lihat dari tiap hari sibuk dan jam sibuk. Tabel 4.1

Lebih terperinci

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan digilib.uns.ac.id BAB 3 METODE 3.1. Metode Pengamatan Pada umumnya suatu pengamatan mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan menguji kebeneran suatu pengetahuan. Agar dapat menghasilkan data yang akurat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI Metode Pengamatan

BAB 3 METODOLOGI Metode Pengamatan BAB 3 METODOLOGI 3.1. Metode Pengamatan Pada umumnya suatu pengamatan mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Agar dapat menghasilkan data yang akurat dan tak meragukan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Data Geometrik Jalan Data geometrik jalan adalah data yang berisi kondisi geometrik dari segmen jalan yang diteliti. Data ini merupakan data primer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Ruas Jalan HB.Yasin Kota Gorontalo merupakan jalan Nasional yang menghubungkan berbagai pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal di Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN TUGAS AKHIR Oleh : IDA BAGUS DEDY SANJAYA 0519151030 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Simpang Bersinyal 3.1.1 Geometrik Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi

Lebih terperinci

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI... vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING TUGAS AKHIR... ii LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM

BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM Pada bab ini akan dijelaskan analisis data dari kondisi tanpa pembebanan hingga alternati-alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang muncul ketika pembebanan 100%

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 40012 E-mail: risnars@polban.ac.id

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kinerja Lalu Lintas Jalan Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai derajat kejenuhan atau kecepatan tempuh pada suatu kondisi jalan tertentu yang terkait

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Secara umum, inti dari dibuatnya metode penelitian adalah untuk menguraikan tata cara penelitian ini dilakukan. Tujuan dari adanya metodologi ini adalah untuk mempermudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Jalan merupakan salah satu instrument prasarana penghubung dari daerah yang satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun 2009 Jalan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Geometrik Jalan Jalan Arif Rahman Hakim merupakan jalan kolektor primer yang merupakan salah satu jalan menuju pusat Kota Gororntalo. Segmen yang menjadi objek

Lebih terperinci

JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA.

JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA. JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA Disusun Oleh : MASRUKHIN NPM : 08.111.001.7311.130 UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah suatu cara bagi peneliti untuk mendapatkan data yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU

STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU IRPAN ADIGUNA NRP : 9721041 NIRM : 41077011970277 Pembimbing : Ir. V. HARTANTO, M.SC FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Persimpangan Jalan Persimpangan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) adalah dua buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dimulainya penelitian terlebih dahulu dibuat tahapan-tahapan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dimulainya penelitian terlebih dahulu dibuat tahapan-tahapan dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sebelum dimulainya penelitian terlebih dahulu dibuat tahapan-tahapan dalam pelaksanaan penelitian dari mulainya penelitian sampai selesainya penelitian yang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Data Masukan 1. Kondis Geometrik Data eksisting geometrik simpang Jalan Wates KM 17 dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1. Tabel 5.1 Kondisi Geometrik Simpang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Untuk menganalisa lalulintas pada ruas jalan Jatiwaringin diperlukan data lalulintas pada lajur jalan tersebut. Dalam bab ini dibahas hasil dari penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Karakteristik Ruas Jalan 1. Volume lalu lintas Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan (mobil penumpang) yang melalui suatu titik tiap satuan waktu. Data volume dapat berupa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Survey Pendahuluan. Pengumpulan Data. Analisis data. Pembahasan. Kesimpulan dan saran.

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Survey Pendahuluan. Pengumpulan Data. Analisis data. Pembahasan. Kesimpulan dan saran. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Langka pelaksanaan penelitian Langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dijelaskan pada bagan atau gambar 3.1. di bawah ini : Mulai Studi Pustaka Survey

Lebih terperinci

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG Arbillah Saleh, Moh. Prima Sudarmo, Harnen Sulistio, M. Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

IV. DATA PENELITIAN. Beberapa data primer yang diperoleh melalui survei langsung di lapangan meliputi kondisi

IV. DATA PENELITIAN. Beberapa data primer yang diperoleh melalui survei langsung di lapangan meliputi kondisi 61 IV. DATA PENELITIAN A. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam analisis yakni terdiri dari data primer dan data sekunder. Beberapa data primer yang diperoleh melalui survei langsung di lapangan meliputi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. pada Gambar 3.1 di bawah ini. Terdapat lima langkah utama yang meliputi:

BAB III LANDASAN TEORI. pada Gambar 3.1 di bawah ini. Terdapat lima langkah utama yang meliputi: BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Prosedur Perhitungan Kapasitas Menurut PKJI (2014) tentang Kapasitas Simpang bersinyal, prosedur perhitungan dan analisa suatu Simpang APILL dapat diurutkan seperti bagan alir

Lebih terperinci

STUDI KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN TOL RUAS PASTEUR BAROS

STUDI KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN TOL RUAS PASTEUR BAROS STUDI KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN TOL RUAS PASTEUR BAROS Patra Bangun Nagara NRP : 9721063 NIRM : 41077011970298 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1. TINJAUAN UMUM Dalam pengolahan data ini, data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Data Jumlah Mahasiswa pada setiap Fakultas Menggunakan data tersebut karena mahasiswa

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI 1. Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang bersinyal terdapat dibawah : KONDISI GEOMETRIK LENGAN SIMPANG-3 DAN SIMPANG-4 Bagian persimpangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabel Analisis Variabel yang digunakan dalam analisis kinerja Ruas Jalan Otto Iskandardiata Kota Bandung akibat pertumbuhan lalu lintas selama 10 tahun mendatang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan

Lebih terperinci

Dari gambar 4.1 maka didapat lebar pendekat sebagai berikut;

Dari gambar 4.1 maka didapat lebar pendekat sebagai berikut; BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Geometri Simpang. Gambar 4.1 Geometri Simpang Utan Panjang Dari gambar 4.1 maka didapat lebar pendekat sebagai berikut; Lebar pendekat lengan A (W A ) = 8 m Lebar pendekat lengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan. 14 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Karakteristik Jalan Karakteristik utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan jika jalan tersebut dibebani arus lalu lintas. Karakteristik jalan tersebut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN. ABSTRAK... i. ABSTRACT... iii. KATA PENGANTAR...v. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN. ABSTRAK... i. ABSTRACT... iii. KATA PENGANTAR...v. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR...v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GRAFIK... xxi DAFTAR GAMBAR...xxv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum...1

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 7 (Tujuh)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 7 (Tujuh) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x x 50 menit Pertemuan : 7 (Tujuh) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam konektifitas suatu daerah, sehingga kegiatan distribusi barang dan jasa dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil analisa dan pembahasan pada BAB IV yaitu : (1) Karakteristik Lalu lintas Kecepatan Tempuh : 40 km/jam Volume lalu lintas pada jam puncak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 17 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kondisi Lalu Lintas Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana, atau lalu lintas harian rerata tahunan (LHRT) dengan faktor yang sesuai

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KOMPONEN SIKLUS SINYAL Siklus. Satu siklus sinyal adalah satu putaran penuh

Lebih terperinci

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK Dian Idyanata 1) Abstrak Kemacetan merupakan suatu konflik pada ruas jalan yang menyebabkan antrian pada ruas jalan

Lebih terperinci

UNSIGNALIZED INTERSECTION

UNSIGNALIZED INTERSECTION Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University UNSIGNALIZED INTERSECTION Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Asumsi 1. Persimpangan berpotongan tegak lurus 2. Terletak pada alinemen datar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA JALAN CILEDUG RAYA-BLOK M UNTUK PENGEMBANGAN JALUR ANGKUTAN UMUM MASSAL

TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA JALAN CILEDUG RAYA-BLOK M UNTUK PENGEMBANGAN JALUR ANGKUTAN UMUM MASSAL TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA JALAN CILEDUG RAYA-BLOK M UNTUK PENGEMBANGAN JALUR ANGKUTAN UMUM MASSAL Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : NAMA : AHMAD

Lebih terperinci

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN 1.1. Lingkup dan Tujuan 1. PENDAHULUAN 1.1.1. Definisi segmen jalan perkotaan : Mempunyai pengembangan secara permanen dan menerus minimum

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Simpang Bersinyal Simpang bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari beberapa lengan dan dilengkapi dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas (traffic light). Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGANTAR TRANSPORTASI

PENGANTAR TRANSPORTASI PENGANTAR TRANSPORTASI KINERJA PELAYANAN TRANSPORTASI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS FASILITAS ARUS TERGANGGU

Lebih terperinci

BAB V ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kondisi Eksisting 1. Data Masukan a. Kondisi Geometrik Data eksisting geometrik simpang Seropadan dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1 Tabel 5.1 Kondisi

Lebih terperinci

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG Oleh : Hendy NRP : 0021109 Pembimbing : Budi Hartanto S, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKHIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Tahapan pengerjaan Tugas Akhir secara ringkas dapat dilihat dalam bentuk flow chart 3.1 dibawah ini : Mulai

BAB 3 METODOLOGI. Tahapan pengerjaan Tugas Akhir secara ringkas dapat dilihat dalam bentuk flow chart 3.1 dibawah ini : Mulai BAB 3 METODOLOGI 3.1. Metode Pengamatan Pada umumnya suatu pengamatan mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan menguji kebeneran suatu pengetahuan. Agar dapat menghasilkan data yang akurat dan tak meragukan,

Lebih terperinci

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bundaran Pada umumnya bundaran dengan pengaturan hak jalan (prioritas dari kiri) digunakan di daerah perkotaan dan pedalaman bagi persimpangan antara jalan dengan arus lalu

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA PADA JALAN KOMYOS SUDARSO JALAN UMUTHALIB KOTA PONTIANAK

ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA PADA JALAN KOMYOS SUDARSO JALAN UMUTHALIB KOTA PONTIANAK ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA PADA JALAN KOMYOS SUDARSO JALAN UMUTHALIB KOTA PONTIANAK Welly Arya Dinata 1), Komala Erwan 2), Sumiyattinah 2) Wellyaryadinata4@gmail.com Abstrak Jalan raya merupakan salah

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 Julius Harpariadi NRP : 9821059 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Masukan 1. Kondisi geometrik dan lingkungan persimpangan Berdasarkan hasil survei kondisi lingkungan dan geometrik persimpangan Monumen Jogja Kembali dilakukan dengan

Lebih terperinci

STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG

STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG Hendra Saputera NRP : 9921020 Pembimbing : Prof. Ir. Bambang I. S., M.Sc., Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci