JURNAL PELAKSANAAN TINDAKAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA YANG MELANGGAR PERATURAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA PADANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL PELAKSANAAN TINDAKAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA YANG MELANGGAR PERATURAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA PADANG"

Transkripsi

1 JURNAL PELAKSANAAN TINDAKAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA YANG MELANGGAR PERATURAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA PADANG Oleh FADJRI PRATHAMA NPM: PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015 No.Reg : FAD/557/VIII/SKP/IH

2 PELAKSANAAN TINDAKAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA YANG MELANGGAR PERATURAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA PADANG Fadjri Prathama, NPM , hal.55 Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang, 2015 ABSTRAK Narapidana sebagai subjek hukum yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan dan dapat dikenai pidana.macammacam metode pembinaan dalam sistem pemasyarakatan telah tersusun dan dikelompokkan kedalam bentuk pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan di luar Lembaga Pemasyarakatan. Metode pendekatan yang dilakukan pada penulisan ini yuridis sosiologis yaitu dengan mengkaji aturan-aturan positif yang berlaku.adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah, bagaimanakah pelaksanaan tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang. Kedua apa kendala dan upaya dalam pelaksanaan tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar keamanan dan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang. Lalu kendala dan upaya yang dilakukan Lapas dalam mencegah terjadinya gangguan ketertiban dan keamanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang. Dari Hasil penelitian penulis dapat disimpulkan menjatuhi hukuman disiplin berupa hukuman tutupan sunyi dan menunda atau meniadakan hak-hak tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun kendala dan upaya dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang adalah faktor petugas Pemasyarakatan sarana dan prasarana serta situasi dan kondisi lapas. Upaya yang dilakukan yaitu, pendekatan pribadi, sosialisasi sanksi dan memenuhi semua hak-hak narapidana selama menjalani masa pidananya di Lapas sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perundang-undangan memegang peranan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Dalam hal ini Roeslan Saleh menegaskan bahwa Jika sebelum ini yang mendapat perhatian adalah hubungan antara masyarakat dan hukum, dan melihat hukum terutama sebagai pernyataan dari hubungan kemasyarakatan yang ada, sekarang perhatian diarahkan juga kepada persoalan seberapa jauhkah hukum itu mampu mempengaruhi hubungan-hubungan masyarakat itu sendiri. 1 Pembinaan narapidana adalah persiapan terhadap narapidana agar dapat melakukan proses berintergrasi terhadap masyarakat, sehingga dapat berperan kembali menjadi anggota masyarakat yang bebas bertanggung jawab. Pembinaan 1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2003, hlm. 40 1

3 narapidana di Indonesia dewasa ini dikenal dengan nama pemasyarakatan yang mana istilah penjara telah diubah menjadi lembaga pemasyarakatan sebagai Pembinaan ini merupakan bagian penting dari evaluasi hasil pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana selama di Lembaga Pemasyarakatan. Adapun tujuannya adalah untuk dapat menciptakan keadilan, diperlukan beberapa prasyarat yang saling terkait dan satu sama lain saling mempengaruhi, diantaranya adalah transparansi, akuntabilitas, kepastian dan partisipasi. 2 Namun narapidana yang telah mendapatkan pembinaan dan pengajaran tetap saja ada yang melakukan pelanggaran yang bertentangan dengan peraturan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan, sehingga ini akan berpengaruh pada proses pembinaan sehingga kualitas narapidana menjadi lebih buruk. Adapun pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana mempunyai bentuk dan variasi yang bermacam-macam, antara lain dapat berupa pelanggaran yang dilakukan terhadap sesama narapidana atau pelanggaran terhadap peraturan tata tertib yang diatur oleh Lapas itu sendiri. Misalnya ada beberapa narapidana laki-laki yang mencoba melarikan diri, membuat keributan pada waktu seluruh narapidana berkumpul. Malah ada sebagian narapidana baik wanita maupun laki-laki yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh Lapas itu sendiri. Maka untuk itu diperlukan dukungan baik menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai, termasuk peran narapidana sendiri juga diperlukan karena apabila narapidana tidak berperan aktif maka program pembinaan tidak dapat berhasil dengan baik dan lancar. 3 B. Perumusan Masalah Pembahasan dalam penelitian ini akan dibatasi pada masalah-masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang? 2. Apa kendala dan upaya dalam pelaksanaan tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar peraturan keamanan dan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari pada penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang. 2. Untuk mengetahui kendala dan upaya dalam pelaksanaan tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar peraturan keamanan dan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang. 2 Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm

4 D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum pidana dalam hal pelanggaran peraturan keamanan dan ketertiban oleh narapidana dihubungkan dengan program pembinaan narapidana. 2. Secara Praktis Secara praktis, penelitian ini akan memberikan manfaat diantaranya ; a. Bagi Narapidana, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi narapidana dengan tujuan narapidana mengetahui dan mentaati tata tertib yang berlaku di dalam Lembaga Pemasyarakatan. b. Bagi Pemerintah dan Para Penegak Hukum, diharapkan dapat memberikan masukan-masukan serta manfaat dalam melakukan pengawasan terhadap narapidana sehingga tercipta ketertiban dan keamanan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. c. Bagi Masyarakat, penelitian ini dapat memberikan suatu pengetahuan tentang sanksi yang diterima narapidana yang melakukan pelanggaran ketertiban dan keamanan serta mengetahui tindakan pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana tersebut. F. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Sifat Penelitian dalam penulisan ini adalah berupa penelitian deskriptif, yaitu berusaha memberikan gambaran-gambaran dari hal-hal tertentu yang menjadi permasalahan dalam penelitian. 2. Metode Pendekatan Dalam penulisan skripsi ini penulis memakai metode penelitian Yuridis Sosiologis, artinya peneliti akan mengkaji aturan-aturan positif yang berlaku, selanjutnya menghubungkan dengan kenyataan atau pelaksanaan di lapangan. 3. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah: a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan melalui wawancara dengan Petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang, Kasi Minkamtib dan Kasi Binadik Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang. b. Data Sekunder yaitu data yang bersifat dan merupakan bahan-bahan hukum yang terdiri dari : 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti Peraturan Perundang-undangan, dan Yurisprudensi diantaranya : a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) b) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) c) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 3

5 d) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.02-Pk Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan Menteri Kehakiman Republik Indonesia e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan g) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan h) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, literatur atau hasil penulisan yang berupa hasil penelitian yang terdiri dari buku-buku, dan jurnal-jurnal ilmiah serta hasil karya dari kalangan praktisi hukum serta tulisan-tulisan para pakar. 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam usaha menghimpun data langkah-langkah yang dilakukan dengan cara: a. Studi Dokumen Studi dokumen artinya data yang diperoleh dalam penelitian ini didapat dengan mengumpulkan data dari peraturan perundangundangan, buku-buku, literatur, jurnal dan karya ilmiah lainnya yang terkait dengan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian b. Wawancara Dilakukan dengan cara memperoleh data di lapangan yang dilakukan dengan teknik wawancara secara semi terstruktur dengan pihak yang terkait. Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai. 4 Responden yang diwawancarai adalah pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan pembinaan narapidana yaitu dengan Kasi Minkamtib dan Kasi Binadik Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang. 5. Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis 4 Burhan Ashofa, 2007, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 21 4

6 data-data yang telah diperoleh sebelumnya yang dilakukan dengan cara: 1) Editing, yaitu data yang diperoleh akan diperiksa dan diteliti untuk menjamin apakah data tersebut sudah sesuai dengan kenyataan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. 2) Coding, yaitu data-data primer dan sekunder ditandai (code) dalam upaya mengumpulkan data. 3) Tabulating, yaitu membuat tabulasi data terhadap data yang terkumpul baik berbentuk angka atau persentase yang nantinya dianalisis secara kuantitatif. b. Analisis Data Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif yaitu dengan cara memberikan penjelasan seputar permasalahan dalam penelitian dengan tidak menggunakan angka-angka dan rumus statistik, sehingga penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu hanya akan menggambarkan saja permasalahan yang diteliti. BAB II TINJAUAN TENTANG PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA A. Tinjauan Tentang Narapidana 1. Pengertian dan Pengaturan Narapidana Kata narapidana akan diberikan pada orang yang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana, yang kemudian atas perbuatannya tersebut ini harus menjalankan suatu hukuman di suatu lembaga khusus (Lembaga Pemasyarakatan). Menurut kamus besar bahasa Indonesia, narapidana adalah orang hukuman atau orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana. 5 Menurut C.I Harsono narapidana adalah orang yang tengah menjalankan pidana, tidak peduli apakah itu pidana penjara, pidana denda, atau pidana percobaan. 6 Sedangkan menurut Bambang Poernomo, narapidana adalah seorang manusia anggota masyarakat yang dipisahkan dari induknya dan selama waktu tertentu itu diproses dalam lingkungan tempat tertentu dengan tujuan, metode, dan sistem pemasyarakatan dimana pada suatu saat narapidana itu akan kembali menjadi anggota yang bak dan taat kepada hukum. 2. Hak dan Kewajiban Narapidana Selama berada di Lembaga Pemasyarakatan narapidana mempunyai hakhak yang telah diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Pemasyarakatan, yaitu : a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani, c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran, d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm, C.I Harsono, Op Cit, hlm.50 5

7 e. Menyampaikan keluhan, f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang, g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan, h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya, i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi), j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga, k. Mendapatkan pembebasan bersyarat, l. Mendapatkan cuti menjelang bebas, m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Adapun kewajiban narapidana antara lain : 7 a. Setiap narapidana wajib mentaati dan melaksanakan peraturan, ketentuan yang ditetapkan Lembaga Pemasyarakatan, b. Setiap narapidana wajib mengikuti program pembinaan yang dijadwalkan oleh Lembaga Pemasyarakatan, c. Setiap narapidana wajib menjaga dan memelihara kebersihan, keindahan, keamanan dan kenyamanan lingkungan Lembaga Pemasyarakatan, d. Setiap narapidana wajib berprilaku baik, berpenampilan rapi serta bertutur kata sopan dan santun, e. Setiap narapidana wajib menghormati petugas maupun sesama narapidana lainnya, f. Setiap narapidana wajib mengikuti program pembinaan lainnya, g. Setiap narapidana wajib menjaga dan memelihara sarana dan prasarana Lembaga Pemasyarakatan, h. Setiap narapidana wajib melaporkan secara langsung kepada petugas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana lainnya 3. Penggolongan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Menurut Pasal 12 angka (1) UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa, dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lapas dilakukan atas dasar : a. Umur, b. Jenis Kelamin, c. Lama Pidana yang dijatuhkan, d. Jenis Kejahatan, dan e. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. B. Tinjauan Tentang Pemasyarakatan 1. Pengertian Pemasyarakatan dan Sistem Pemasyarakatan Sampai pada saat ini masih ada perselisihan paham dan keragu-raguan tentang apa yang dimaksud dengan pemasyarakatan, dan akibatnya terlihat dalam 7 pidana dan pemasyarakatan (diakses tanggal 15 Juni 2015) 6

8 pelaksanaannya. Sebagian pelaksanaan dalam gerak usahanya mengidentikkan pemasyarakatan itu dengan memberikan kelonggaran-kelonggaran yang lebih banyak kepada narapidana, dengan jalan memberikan narapidana berkeluyuran di luar tembok, sebagian pelaksanaan mewujudkan pemasyarakatan itu sebagai fase behandeling (perlakuan) terakhir, sebagian lagi menyamakan pemasyarakatan itu dengan resosialisasi. Perbedaan tafsiran tentang pemasyarakatan itu sebagai akibat dari pengaruh-pengaruh yang telah berkarat dalam fikiran liberal Tujuan Pemasyarakatan Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan itu, maka dapat ditempuh beberapa pendekatan antara lain dengan membuat Kode Perilaku dalam Lembaga Pemasyarakatan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dituangkan di dalam Catur Dharma Narapidana. Catur Dharma Narapidana adalah ikrar sebagai berikut : 9 1. Kami Narapidana, berjanji menjadi manusia susila yang ber-pancasila dan menjadi manusia pembangunan yang aktif dan produktif. 2. Kami narapidana, menyadari dan menyesali sepenuhnya perbuatan pelanggaran hukum yang pernah kami lakukan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut. 3. Kami narapidana, berjanji untuk memelihara tata krama dan tata tertib, melakukan perbuatan yang utama dan menjadi teladan dalam lembaga pemasyarakatan. 4. Kami narapidana, dengan tulus ikhlas bersedia menerima bimbingan, dorongan dan teguran serta patuh, taat dan hormat kepada petugas dan pembimbing pemasyarakatan. 3. Sejarah Lahirnya Sistem Pemasyarakatan Pada awalnya tidak dikenal sistem pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum adanya sistem pemasyarakatan dikenal sistem kepenjaraan, dalam sistem kepenjaraan dikenal pula sistem pidana penjara. Sistem pidana penjara baru dikenal pada zaman penjajahan. Pada zaman VOC pun belum dikenal penjara seperti yang sekarang ini, yang ada hanyalah rumah tahanan yang diperuntukkan bagi wanita tuna susila, penganggur atau gelandangan, pemabuk dan sebagainya. Diberikan pula pekerjaan dan pendidikan agama, tetapi ini hanya ada di Batavia dengan sebutan spinhuis dan rasphuis. Ada 3 (tiga) macam tempat tahanan demikian yaitu : Bui yang terdapat di pinggir kota. 2. Tempat perantaian (kettingkwartier). 3. Tempat menampung wanita bangsa Belanda yang melakukan mukah (overspel). 8 Artasari Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT. Eresco, Bandung, 1992, hlm Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02-PK Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana 10 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hlm. 92 7

9 Perbaikan mulai dilakukan pada zaman Inggris (Raffles), bui-bui yang kecil dan sempit diperbaiki dan didirikan bui dimana ada pengadilan. Perbaikan terus dilakukan oleh Belanda setelah berkuasa kembali, diadakan klasifikasi ; 1. Kerja paksa dengan sistem rantai 2. Kerja paksa dengan sistem upah C. Tinjauan Tentang Tindakan Pembinaan Narapidana 1. Bentuk-bentuk Tindakan Pembinaan Narapidana Bentuk-bentuk pembinaan yang diberikan kepada warga binaan saat ini, yaitu : 11 a. Pembinaan mental Pembinaan ini merupakan dasar untuk menempa seseorang yang telah sempat terjerumus terhadap perbuatan jahat, sebab pada umumnya orang menjadi jahat itu karena mentalnya sudah turun (retardasi mental), sehingga untuk memulihkan kembali mental seseorang seperti sediakala sebelum dia terjerumus, maka pembinaan mental harus benar-benar diberikan sesuai dengan porsinya. b. Pembinaan sosial Pembinaan sosial ini diberikan kepada warga binaan dalam kaitannya warga binaan yang sudah sempat disingkirkan dari kelompoknya sehingga diupayakan bagaimana memulihkan kembali kesatuan hubungan antara warga binaan dengan masyarakat sekitarnya. c. Pembinaan keterampilan Dalam pembinaan ini diupayakan untuk memberikan berbagai bentuk pengetahuan mengenai keterampilan misalnya bentuk pengetahuan mengenai keterampilan berupa pendidikan menjahit, pertukangan. 2. Metode Pembinaan Narapidana Dasar pemikiran pembinaan narapidana ini berpatokan pada sepuluh prinsip pemasyarakatan, yaitu : Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna. 2. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan. Ini berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak didik pada umumnya, baik yang berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan. Satu-satunya derita yang dialami oleh narapidana dan anak didik hanya dibatasi kemerdekaannya untuk leluasa bergerak di dalam masyarakat bebas. 3. Berikan bimbingan (bukannya penyiksaan) supaya mereka bertobat. Berikan kepada mereka pengertian mengenai norma-norma hidup dan kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatannya. 4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana. Salah satu cara diantaranya 11 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. 10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana 12 ibid 8

10 agar tidak mencampur-baurkan narapidana dengan anak didik, yang melakukan tindak pidana berat dengan yang ringan dan sebagainya. PELAKSANAAN TINDAKAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA YANG MELANGGAR KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA PADANG A. Pelaksanaan Tindakan Pembinaan Terhadap Narapidana Yang Melanggar Peraturan Keamanan Dan Ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang Berdasarkan buku Register F Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang, terlihat bahwa pada tahun 2013 terjadi 7 (tujuh) orang yang melakukan pelanggaran keamanan dan ketertiban yang dilakukan oleh narapidana yaitu melakukan tindakan kekerasan terhadap warga binaan lainnya dan melakukan percobaan pelarian dari lembaga pemasyarakatan. Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa narapidana tersebut tindakan disiplin yang diberikan oleh Kalapas adalah berupa memproses tindakan pelanggaran tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu mengacu kepada pasal 47 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dengan menjatuhkan hukuman tutupan sunyi selama 6 (enam) hari. Apabila narapidana yang telah dijatuhi hukuman tutupan sunyi, dan kemudian mengulangi pelanggaran keamanan dan ketertiban dan berusaha melarikan diri maka mereka akan dijatuhi lagi hukuman tutupan sunyi paling lama 2 (dua) x 6 (enam) hari. Berdasarkan buku Register F Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA padang pada tahun 2014 proses pemasyarakatan sebagai metode pembinaan narapidana bagi narapidana yang melanggar keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang mengacu kepada Pasal 47 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 dimana sejumlah narapidana yang melanggar keamanan dan ketertiban pada tahun 2014 dalam hal penyalahgunaan Narkoba. Oleh karena itu Kalapas dalam mengambil tindakan penjatuhan hukuman disiplin selain menerapkan hukuman tutupan sunyi diambil tindakan tambahan yaitu menjatuhkan hukuman menunda dan/atau meniadakan hak-hak tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti hak mendapatkan remisi, hak mendapatkan cuti bebas bersyarat dan hak mendapatkan cuti bersyarat. Dalam hal pelanggaran keamanan dan ketertiban penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang tergolong ke dalam tindakan pidana maka Kalapas menyerahkan proses pemeriksaan tindak pidana Lapas bekerja sama dengan kepolisian untuk proses penyidikan lebih lanjut. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan bapak Rusdi, S.Sos, M.H selaku Kasi Minkamtib pada tanggal 8 Juni 2015 menyatakan bahwa untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban lembaga pemasyarakatan sebagaimana pelaksanaan diatur oleh Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 6 Tahun 2013 dimana tertuang tindakan disiplin bagi narapidana yang melanggar keamanan dan ketertiban Hasil wawancara dengan Bapak Rusdi S.Sos., M.H., selaku Kasi Minkamtib Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Padang tanggal 8 Juni

11 Pemeriksaan yang dilakukan pada saat narapidana dalam proses tindakan disiplin dibahas oleh TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) untuk selanjutnya dijadikan bahan pertimbangan KALAPAS dalam menjatuhkan hukuman disiplin. Sidang TPP berlangsung setiap waktu sesuai dengan kebutuhan pembinaan. Keputusan hasil sidang TPP dapat dianggap sah apabila dihadiri 2/3 dari anggota TPP yang hadir. Setiap selesai dilaksanakan sidang TPP, diajukan berita acara persidangan dan setiap hasil sidang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris serta anggota TPP yang hadir. Hasil keputusan sidang TPP diajukan kepada Kalapas untuk mendapat persetujuan pengesahan. Hukuman disiplin dapat berupa: a. Tutupan sunyi paling lama 6 (enam) hari, dan/atau b. Menunda atau meniadakan hak-hak tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Bagi narapidana yang pernah dijatuhi hukuman tutupan sunyi, apabila mengulangi pelanggaran atau berusaha melarikan diri dapat dijatuhi lagi hukuman tutupan sunyi paling lama 2 (dua) x 6 (enam) hari. Adapun jenis-jenis pelanggaran keamanan dan ketertiban yang pernah dilakukan oleh narapidana di lembaga pemasyarakatan antara lain: 1. Narapidana melarikan diri, 2. Membuat keributan, 3. Melanggar peraturan, 4. Mencoba melarikan diri, 5. Memakai menyimpan dan mengedarkan Narkoba, 6. Memakai menyimpan dan menyalahgunakan Handphone (HP), Berkelahi menghasut dan memberontak. Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Elfiandi A.Md, I.P, S.H selaku Kasi Binadik di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang dimana narapidana yang melanggar peraturan dan telah di tindak sesuai kesalahannya dan mengakui dan sadar atas kesalahannya kembali dibina sesuai program pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang. 14 Adapun wujud pembinaan yang dilakukan adalah: 1. Pendidikan umum, pemberantasan tiga buta (buta aksara, buta angka, dan buta bahasa) melalui pelajaran Kejar Paket A yang dilaksanakan oleh para narapidana dengan Pamong dan Tutor para pegawai Lapas/Rutan serta secara teknis mendapat bimbingan dan pengawasan dari Kantor Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Pendidikan keterampilan, las, reparasi radio, montir, menjahit, anyaman, rekayasa pipa, ukir, pertukangan, pertambakan dan pabrik/industri dan sebagainya. 3. Pembinaan mental spiritual, pendidikan agama dan Budi pekerti. Sarana dan prasarana pembinaan agama salah satu hal yang dianggap penting dalam pembinaan karena dengan meyakini kepercayaan dari agama masing-masing maka akan mendapatkan hikmah yaitu ketenangan hati. Pembinaan mental narapidana ditujukan untuk meningkatkan mental 14 Hasil wawancara dengan Bapak Elfiandi, Amd, I.P, SH selaku Kasi Binadik Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Padang tanggal 8 Juni

12 narapidana sehingga dapat mempunyai mental yang lebih baik setelah dilaksanakan pembinaan. Dalam pembinaan mental selama penulis melakukan pengamatan di lapangan, dijumpai bahwa para narapidana diberi ceramah agama yang dilakukan oleh tokoh agama baik dari dalam maupun dari luar lembaga pemasyarakatan. Sarana dan prasarana pembinaan mental yaitu telah disediakannya Mesjid bagi yang beragama Islam dan ruang khusus bagi yang non muslim. Hal ini dilakukan untuk memberikan pembekalan yang lebih mendalam agar para narapidana dapat memahami bahwa perbuatannya dapat merusak mental. Dengan demikian selama menjalani masa pidananya narapidana dapat melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat sekaligus mengatasi rasa bosan selama berada di dalam lembaga pemasyarakatan, dan ditujukan agar selama masa pembinaan dan sesudah selesai menjalankan masa pidananya, narapidana: a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis terhadap masa depannya. b. Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional. c. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib disiplin serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan sosial. d. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara. B. Kendala dan upaya dalam pelaksanaan tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang Kendala dalam pelaksanaan tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang adalah: 1. Petugas Pemasyarakatan a. Jumlah petugas pengamanan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang tidak mencukupi sehingga perbandingan jumlah petugas pemasyarakatan dengan narapidana menjadi tidak ideal. b. Jumlah pembimbing pemasyarakatan dari luar lembaga pemasyarakatan juga perlu ditingkatkan, bahkan di lembaga pemasyarakatan tersebut sebaiknya tersedia ahli tingkah laku misalnya, psikolog, ahli pendidikan dewasa untuk menopang ahli pembinaan tingkah laku yang selama ini sudah dilaksanakan. c. Telah over kapasitas narapidana yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang dimana daya tampung hanya 315 narapidana namun pada saat penulis meneliti jumlah narapidana mencapai 900 orang, mengakibatkan penanganan pembinaan narapidana dalam lembaga pemasyarakatan tidak maksimal karena tidak seimbangnya peningkatan kualitas dan kuantitas lembaga pemasyarakatan antara pembimbing pemasyarakatan dengan jumlah narapidana. 11

13 2. Sarana dan Prasarana lembaga pemasyarakatan Sarana dan prasarana cukup memadai dan dalam kondisi siap pakai. Meskipun demikian, sarana dan prasarana latihan keterampilan kerja perlu ditambah untuk mewujudkan konsep pembinaan yang di dasarkan pada bakat dan kemampuan narapidana. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut pihak lembaga pemasyarakatan mengadakan kerjasama dengan pihak di luar lembaga pemasyarakatan. Jika para narapidana dibekali dengan kemampuan manajerial dan keterampilan kerja yang memadai, kemungkinan mereka akan tidak mengulangi kejahatannya. Pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana lembaga pemasyarakatan perlu disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan narapidana, karena pidana dan pemidanaan harus sesuai dengan kondisi terpidana sehingga tujuan pidana akan tercapai secara efektif. 3. Situasi dan Kondisi lembaga pemasyarakatan Situasi dan kondisi lembaga pemasyarakatan mendukung mencegah faktor penghambat pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Padang, karena: a. Lembaga pemasyarakatan kurang memadai karena gedungnya masih peninggalan Belanda. b. Kendala yang dihadapi oleh lembaga pemasyarakatan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana adalah jumlah narapidana melebihi kapasitas. c. Beberapa narapidana yang kurang bersemangat dalam mengikuti pembinaan. d. Jumlah petugas pemasyarakatan yang relatif kurang, relatif kurangnya keikutsertaan petugas pemasyarakatan dalam pelatihan atau pertemuan ilmiah tentang pemasyarakatan, fasilitas-fasilitas tertentu terutama yang berkaitan dengan latihan kerja kurang, belum optimalnya kerja lembaga pemasyarakatan dengan Instansi di luar lembaga pemasyarakatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Elfiandi, A.Md, I.P, S.H selaku Kasi Binadik pada tanggal 10 Juni 2015 di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang, menguraikan berbagai upaya yang dilakukan Lapas dalam pelaksanaan tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban yang terdiri dari: 1. Upaya terhadap narapidana yaitu upaya pembinaan kesadaran hukum, dengan jalan melakukan pendekatan berupa: a. Pendekatan Pribadi, dimana warga binaan lembaga pemasyarakatan diberikan pembinaan rohani dan pembinaan mental spiritual b. Sosialisasi sanksi, yang dimaksud dengan sosialisasi yaitu memperkenalkan sanksi yang akan diberikan apabila terjadi perbuatan melanggar tata tertib, misalnya kerusuhan, perkelahian dan sebagainya. Sanksi-sanksi tersebut meliputi: 1) Pengasingan yaitu hukuman bagi narapidana yang tertangkap melakukan perbuatan atau suatu tindakan yang melanggar tata tertib Lembaga Pemasyarakatan, ini akan ditempatkan di sel pengasingan 12

14 2) Pengurangan hak-hak tertentu, antara lain tidak boleh menerima kunjungan, tidak mendapat pengurangan masa hukuman (remisi), maupun cuti untuk mengunjungi keluarga dan sebagainya. 2. Petugas Pemasyarakatan a. kemampuan petugas pengamanan ditingkatkan, yaitu secara rutin mengikuti pelatihan, baik formal maupun non formal b. Petugas pembimbing pemasyarakatan perlu ditingkatkan dan ditambah demi terwujudnya pembinaan 3. Sarana dan prasarana lembaga pemasyarakatan Upaya mengatasinya a. Melakukan pemugaran gedung b. Merenovasi bangunan pengamanan lembaga pemasyarakatan c. Menambah fasilitas pengamanan. 15 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang yaitu berupa menjatuhi hukuman disiplin berupa hukuman tutupan sunyi dan menunda atau meniadakan hak-hak tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Adapun kendala dan upaya dalam pelaksanaan tindakan pembinaan terhadap narapidana yang melanggar keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Padang adalah faktor dari narapidana yang heterogen, petugas pemasyarakatan, sarana dan prasarana serta situasi dan kondisi Lapas. Upaya yang dilakukan Lapas dalam pembinaan narapidana yang melanggar keamanan dan ketertiban yaitu, pendekatan pribadi, sosialisasi sanksi dan memenuhi semua hak-hak narapidana selama menjalani masa pidananya di Lapas sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. B. Saran-saran 1. Perlunya menambah personil serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada. Penambahan jumlah personil sangat diperlukan mengingat tugas utama dari petugas Lapas selain memberikan pembinaan bagi narapidana tetapi juga menjaga keamanan dan ketertiban lembaga pemasyarakatan. 2. Menambah daya tampung dan mengembalikan fungsi Lapas sangat diperlukan mengingat jumlah penghuni Lapas yang sudah over capacity. 3. Mengusulkan kepada lembaga yang berwenang untuk membuat peraturan baru/ norma hukum baru yang mengatur mengenai perbuatan narapidana 15 Hasil wawancara dengan Bapak Elfiandi, A.Md, I.P., S.H., selaku Kasi Binadik Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Padang tanggal 10 Juni

15 yang melanggar tata tertib di dalam Lapas sehingga mendatangkan efek bagi narapidana. 14

16 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002 Adrian Sutedi, Prinsip Keterbukaan dalam Pasar Modal dan Good Corporate Governance, Jakarta, Cipta Jaya, 2002 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia (dari retribusi ke reformasi), PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1983 Artasari Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT. Eresco, Bandung, 1992 Baharuddin Soerjobroto, Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1992 Bambang Margono, Bimbingan Karir dan Pekerjaan Warga Binaan Pemasyarakatan, Akademi Ilmu Pemasyarakatan, Jakarta, 2004 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004 C.I Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, PT. Djambatan, Solo, 1995 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002 P.A.F Lamintang, Hukum Penitensir Indonesia, Armico, Bandung, 1984 Romli Atmasasimita, Kepenjaraan, Armico, Bandung, 1983 Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003 Soedjono D, Usaha Pembaharuan Sistem Kepenjaraan dan Pembinaan Narapidana (Dasar-dasar Penologi), Penerbit Alumni Bandung, 1972 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2003 B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02-PK Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara C. Sumber lain pidana dan pemasyarakatan (diakses tanggal 15 Juni 2015) 15

17 16

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial

Lebih terperinci

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib, demikian juga hukum pidana yang dibuat oleh manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pemerintahan suatu negara pasti diatur mengenai hukum dan pemberian sanksi atas pelanggaran hukum tersebut. Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berasaskan Pancasila. Dalam usaha-usahanya Negara menjumpai banyak rintangan dan

Lebih terperinci

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik, aliran neo-klasik, dan aliran modern menandai babak baru dalam wacana hukum pidana. Pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Norma atau kaidah hukum selalu ada dalam masyarakat yang berguna untuk mengatur masyarakat itu sendiri. Apabila mereka melanggar kaidah-kaidah hukum itu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem pembinaan narapidana yang dilakukan oleh Negara Indonesia mengacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pembinaannya haruslah dilakukan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memandang narapidana sebagai individu anggota

Lebih terperinci

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA A. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.

Lebih terperinci

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta) SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pembaharuan sistem secara lebih manusiawi dengan tidak melakukan perampasan hak-hak kemerdekaan warga binaan pemasyarakatan, melainkan hanya pembatasan kemerdekaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan ini terdapat jelas di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hasil amandemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (1) menyebutkan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Lebih terperinci

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah BAB IV EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I SUKAMISKIN DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu unit pelaksana tekhnis dari jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas pokok melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penjara di Indonesia pada awalnya tidak jauh berbeda dengan negaranegara lain, yaitu sekedar penjeraan berupa penyiksaan, perampasan hak asasi manusia dan lebih

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi BAB I PENDAHULUHAN A. Latar belakang permasalahan Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945. Fungsi hukum

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJALANI PIDANA PENJARA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJALANI PIDANA PENJARA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Abstrak PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJALANI PIDANA PENJARA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Oleh Putu Indah Dwi Lestari Martha I Ketut Keneng, I Ketut Sudjana Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi penegak hukum, merupakan muara dari peradilan pidana yang menjatuhkan pidana penjara kepada para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab negara yang dalam hal ini diemban oleh lembaga-lembaga. 1) Kepolisian yang mengurusi proses penyidikan;

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab negara yang dalam hal ini diemban oleh lembaga-lembaga. 1) Kepolisian yang mengurusi proses penyidikan; 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum sebagaimana yang tertuang di dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana Indonesia pidana penjara diatur sebagai salah satu bentuk pidana pokok berdasarkan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Terpidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan merupakan masalah krusial yang sangat meresahkan masyarakat, baik itu dari segi kualitas maupun dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembinaan Narapidana Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai suatu sistem perlakuan bagi narapidana baik di pembinaan. Pembinaan adalah segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pidana penjara adalah suatu bentuk pidana yang berupa pembatasan gerak yang dilakukan dengan menutup pelaku tindak pidana dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan. mereka yang telah melanggar peraturan tersebut 1

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan. mereka yang telah melanggar peraturan tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis pidana yaitu pidana penjara. Menurut P.A.F. Lamintang pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D 101 10 002 ABSTRAK Dalam Hukum Pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat dan semakin memudahkan kehidupan manusia, namun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau ditaati, tetapi melalui proses pemasyarakatan yang wajar dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. atau ditaati, tetapi melalui proses pemasyarakatan yang wajar dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum terbentuk dan dimasyarakatkan dalam kehidupan manusia. Ia tidak begitu saja bekerja secara mekanis. Misalnya, ketika undang-undang diumumkan atau diberlakukan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TATA TERTIB LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur masyarakat itu, kaidah hukum itu berlaku untuk seluruh masyarakat. Kehidupan manusia di dalam pergaulan

Lebih terperinci

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 58 TAHUN 1999 (58/1999) Tanggal: 22 JUNI 1999 (JAKARTA)

Lebih terperinci

JAMINAN KEAMANAN BAGI TERPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN 1 Oleh : Billy L. Paulus 2

JAMINAN KEAMANAN BAGI TERPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN 1 Oleh : Billy L. Paulus 2 JAMINAN KEAMANAN BAGI TERPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN 1 Oleh : Billy L. Paulus 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah yang menjadi prinsip-prinsip dasar pembinaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana, tetapi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara hukum Indonesia disebut sebagai negara hukum sesuai dengan landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak BAB II Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Anak 2.1 Dasar Hukum Perlindungan Hak Anak Di Lembaga Pemasyarakatan. Kenakalan anak disebut juga dengan Juvenile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.03 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. seksual Narapidana yang terikat perkawinan, yaitu meliputi : a. Penggunaan hak cuti menjelang bebas (CMB)

BAB III PENUTUP. seksual Narapidana yang terikat perkawinan, yaitu meliputi : a. Penggunaan hak cuti menjelang bebas (CMB) BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya, maka penulis menyimpulkan bahwa : 1. Upaya Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto dalam memenuhi kebutuhan seksual Narapidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Lembaga Pemasyarakatan tentu sangat tidak asing bagi seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para Pemimpin di jajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Majelis Hakim menggunakan putusan peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejahatan dewasa ini menunjukan tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Hal ini dapat diketahui melalui pemberitaan media cetak maupun elektronik serta sumber-sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang berpotensi sebagai pelaku kejahatan, tidak mengenal jenis kelamin pria atau wanita, dewasa maupun anak-anak. Masyarakat menganggap siapapun pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai pelaku tindak pidana, proses hukum pertama yang akan dijalani adalah proses penyelidikan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan (machtstaat). Pernyataan tersebut secara tegas dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBINAAN ANAK PIDANA BERDASARKAN PASAL 20 UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN SKRIPSI

IMPLEMENTASI PEMBINAAN ANAK PIDANA BERDASARKAN PASAL 20 UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN SKRIPSI IMPLEMENTASI PEMBINAAN ANAK PIDANA BERDASARKAN PASAL 20 UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II B Tanjung Pati) SKRIPSI Diajukan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas

Lebih terperinci

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Pro dan kontra terkait pidana mati masih terus berlanjut hingga saat ini, khususnya di Indonesia yang baru melakukan eksekusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi, kadang meningkat dan turun, baik secara kuantitas maupun kualitas. Namun jika dicemati, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada umumnya mempunyai kedudukan sebagai mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya untuk dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk norma yang hidup di masyarakat. Sebagai ultimum remedium,

BAB I PENDAHULUAN. membentuk norma yang hidup di masyarakat. Sebagai ultimum remedium, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana merupakan hukum yang menjadi senjata terakhir dalam membentuk norma yang hidup di masyarakat. Sebagai ultimum remedium, hukum pidana memegang peran

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia yang dilaksanakan disegala bidang sudah barang tentu akan menimbulkan suatu perubahan dan perkembangan bagi kehidupan masyarakat, serta

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kelas I A Padang Perkara Nomor:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa di dalam Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Secara substansial,

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun

Lebih terperinci

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat)

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat) SKRIPSI PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat) Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Geiar Sarjana Hukum Pada

Lebih terperinci