II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Standar, Standardisasi, dan Perumusan Standar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Standar, Standardisasi, dan Perumusan Standar"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Standar, Standardisasi, dan Perumusan Standar Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Life cycle suatu standar Menurut PP No. 102/2000 tentang Standardisasi Nasional, perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) diartikan sebagai rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) sampai tercapainya konsensus dari semua pihak yang terkait. Perumusan standar pada umumnya melalui tahapan yang berbentuk siklus (life cycle). Life cycle suatu standar dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Life Cycle Suatu Standar (BSN, 2009)

2 4 Perumusan suatu standar umumnya melalui tujuh tahap utama (BSN, 2009), yaitu: 1) Identifikasi perlunya suatu standar tertentu oleh para pemangku kepentingan; 2) Penyusunan program kolektif berdasarkan analisis kebutuhan dan penetapan prioritas oleh semua pihak berkepentingan disusul adopsi dalam program kerja badan/lembaga standardisasi nasional; 3) Penyiapan rancangan standar oleh semua pihak yang berkepentingan yang diwakili oleh pakar (termasuk produsen, pemasok, pemakai, konsumen, administrator, laboratorium, peneliti dan sebagainya) yang dikoordinasikan oleh panitia teknis; 4) Konsensus mengenai rancangan standar; 5) Validasi melalui public enquiry nasional mencakup semua unsur ekonomi dan pelaku usaha untuk memastikan keberterimaan secara luas; 6) Penetapan dan penerbitan standar, dan; 7) Peninjauan kembali (revisi), amandemen atau abolisi. Suatu standar dapat direvisi setelah kurun waktu tertentu (umumnya 5 tahun sekali) agar selalu sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan baru. Prinsip dasar perumusan standar Prinsip yang harus dipenuhi dalam proses perumusan maupun pengembangan dalam menghasilkan dokumen standar adalah (BSN, 2009): 1. Transparan (Transparent) 2. Keterbukaan (Openness) 3. Konsensus dan tidak memihak (Consensus and impartiality) 4. Efektif dan relevan (Effective and relevant) 5. Koheren (Coherent) 6. Dimensi pengembangan (Development dimension) Transparan. Transparan berarti prosesnya mengikuti suatu prosedur yang dapat diikuti oleh berbagai pihak yang berkepentingan dan tahapan dalam proses dapat dengan mudah diketahui oleh pihak yang berkepentingan. Keterbukaan. Terbuka bagi semua pihak yang berkepentingan untuk mengikuti program pengembangan standar melalui kelembagaan yang terkait dengan

3 5 pengembangan standar, baik sebagai anggota PT (Panitia Teknis) / SPT (Sub Panitia Teknis) maupun sebagai anggota masyarakat. Hendaknya pihak yang berkepentingan dapat terlibat untuk memberikan masukan, menyatakan persetujuan atau keberatan mereka terhadap suatu rancangan standar. Konsensus dan tidak memihak. Memberikan kesempatan bagi pihak yang memiliki kepentingan berbeda untuk mengutarakan pandangan mereka serta mengakomodasikan pencapaian kesepakatan oleh pihak-pihak tersebut secara konsensus (mufakat atau suara mayoritas) dan tidak memihak kepada pihak tertentu. Hal ini dilaksanakan melalui proses konsensus di tingkat Panitia Teknis, dan juga di rapat konsensus nasional serta di tingkat jajak pendapat dan pemungutan suara. Untuk menjamin hal ini harus ada prosedur konsensus yang tidak memihak. Efektif dan relevan. Untuk memenuhi kepentingan para pelaku usaha dan untuk mencegah hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan, maka standar nasional tersebut harus relevan dan efektif memenuhi kebutuhan pasar, baik domestik maupun internasional sehingga bila diadopsi standar akan dipakai oleh dunia usaha atau pihak pengguna lainnya. Selain itu juga harus memenuhi kebutuhan regulasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Sedapat mungkin standar nasional berlandaskan unjuk kerja daripada berdasarkan desain atau karakteristik deskriptif dan hasilnya dapat diterapkan secara efektif sesuai dengan konteks keperluannya. Koheren. Untuk menghindari ketidakselarasan di antara standar, maka Badan Standardisasi Nasional (BSN) perlu mencegah adanya duplikasi dan tumpang tindih dengan kegiatan perumusan standar sejenis lain. Agar harmonis dengan kegiatan perkembangan dan perumusan standar perlu ada kerjasama dengan badan standar lain baik regional maupun internasional. Pada tingkat nasional duplikasi perumusan antara Panitia Teknis dan antara tahun pembuatan harus dihindari. Dimensi pengembangan. Hambatan yang biasanya dialami oleh usaha kecil/menengah untuk ikut berpartisipasi dalam perumusan standar nasional harus menjadi pertimbangan. Dalam memfasilitasi keikut-sertaan Usaha Mikro, Kecil,

4 6 dan Menengah (UMKM) serta penyuaraan pendapat mereka ini, diperlukan upaya yang nyata. Pembinaan peningkatan kemampuan UMKM harus dikedepankan sehingga UMKM akan mampu memenuhi standar yang dipersyaratkan pasar. Hal ini dimaksudkan agar UMKM dapat bersaing di pasar regional/internasional dan dapat menjadi bagian dari global supply chain. Dengan demikian standar yang dihasilkan akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dan negara. Menurut Winarno (2002) perumusan standar yang tergesa-gesa akan menimbulkan biaya tak terduga yang tidak dapat diprediksi. Dalam beberapa hal perumusan standar yang tetap harus melalui konsensus yang dapat dilaksanakan dengan cepat sepanjang ada alasan yang tepat dan hasilnya tetap objektif serta memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait. Pertanyaan yang perlu dijawab dalam merumuskan suatu standar adalah (i) Siapa yang memerlukan standar? (ii) Standar seperti apa yang diinginkan? (iii) Mengapa diperlukan standar? (iv) Dimana penerapannya? (v) Kapan standar tersebut diterapkan? (vi) Bagaimana cara perumusannya? Standar, SNI, dan Peraturan Keamanan Pangan Standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) disebut sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurut PP No. 102/2000 tentang Standardisasi Nasional, SNI didefinisikan sebagai standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. SNI yang ditetapkan oleh BSN bersifat sukarela (voluntary), sedangkan instansi teknis dapat memberlakukan wajib (mandatory) SNI dalam bentuk peraturan melalui surat keputusan menteri atau kepala badan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia peraturan didefiniskan sebagai tataan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat untuk mengatur (Kemendiknas, 2011). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sebagai salah satu instansi teknis dapat memberlakukan wajib sebagian atau keseluruhan ketentuan di dalam SNI yang telah ditetapkan oleh BSN. Pertimbangan utama BPOM RI di dalam

5 7 memberlakukan wajib SNI adalah faktor kesehatan masyarakat dan keamanan pangan. BPOM RI memberlakukan wajib SNI dituangkan dalam bentuk peraturan melalui surat keputusan (SK) kepala BPOM RI. Selain pemberlakuan wajib SNI tersebut, di dalam menjalankan fungsi pengawasan pangan, BPOM RI juga berwenang mengeluarkan peraturan lain dalam bentuk pedoman dan kode praktis. Untuk itu, pada pembahasan selanjutnya, peraturan yang dikeluarkan oleh BPOM RI baik berupa pemberlakuan wajib SNI, pedoman, maupun kode praktis disebut sebagai peraturan. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan mendefinisikan Keamanan Pangan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. BPOM RI berwenang menetapkan peraturan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas pangan untuk menciptakan keamanan pangan pada produk pangan yang beredar di Indonesia. Peraturan BPOM RI yang memberlakukan wajib SNI dapat disebut sebagai standar keamanan pangan. Secara umum di dalam kerangka SNI dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu (i) awal, (ii) umum, (iii) teknis, dan (iv) tambahan. Bagian Awal dan Tambahan bersifat informatif, sedangkan bagian Umum dan Teknis bersifat normatif. Bagian umum umumnya terdiri atas unsur (i) judul, (ii) ruang lingkup, dan (iii) acuan normatif. Bagian teknis umumnya terdiri atas unsur (i) istilah dan definisi, (ii) simbol dan singkatan, (iii) klasifikasi, (iv) persyaratan, (v) pengambilan contoh, (vi) metode uji, (vii) penandaan, dan (viii) lampiran normatif. Secara lengkap bagian dan unsur yang terdapat di dalam SNI dapat dilihat pada Lampiran 1 (BSN, 2007b). Jika dilihat dari bagian dan unsur di dalam SNI, dapat dilihat bahwa unsur persyaratan pada bagian teknis merupakan unsur yang menggambarkan standar keamanan pangan. Pada unsur persyaratan di dalam SNI pangan terdapat ketentuan persyaratan mutu baik yang bersifat fisik, kimia, maupun (mikro)biologi. Persyaratan mutu kimia dan mikrobiologi pada umumnya dijadikan sebagai standar keamanan pangan yang diwajibkan (mandatory) oleh

6 8 BPOM RI. Contoh SNI (SNI :2011 tentang Susu Segar Bagian 1: Sapi) yang ditetapkan oleh BSN dengan bagian yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2 (BSN, 2011a). Contoh peraturan dalam bentuk surat keputusan (SK) BPOM RI yang memberlakukan wajib SNI (HK tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan) dapat dilihat pada Lampiran 3 (BPOM, 2004). Untuk itu, definisi standar dan peraturan keamanan pangan di dalam tulisan ini mencakup: (i) parameter atau ketentuan di dalam SNI dari BSN yang memberikan persyaratan kimia dan mikrobiologi dan terkait dengan keamanan pangan dan (ii) peraturan yang ditetapkan melalui surat keputusan (SK) BPOM RI berupa pemberlakuan wajib standar (SNI), pedoman, dan kode praktis untuk menjalankan fungsi BPOM RI sebagai lembaga pengawas pangan guna menciptakan keamanan pangan produk pangan yang beredar di Indonesia. Sementara itu. peraturan keamanan pangan dari instansi teknis lain (misal Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Kehutanan) tidak dibahas secara lebih mendalam di dalam tulisan ini Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan dengan Pendekatan Ilmiah Perumusan dan pengembangan standar dan perturan keamanan pangan seharusnya mengikuti suatu prosedur yang berbasis ilmiah. Perumusan dan pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan dapat dilakukan melalui pendekatan analisis risiko (risk analysis). Analisis risiko terdiri dari komponen kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (CAC, 2007). Adapun keterkaitan antar komponen tersebut di dalam pendekatan analisis risiko dapat dilihat pada Gambar 2. Kerangka kerja analisis risiko memberikan sebuah proses secara sistematis dan transparan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang berkaitan dengan aspek ilmiah dan non-ilmiah mengenai bahaya kimia,

7 9 biologi, dan fisik yang kemungkinan terdapat di dalam pangan agar dapat memilih pilihan terbaik untuk mengatur berdasarkan risiko di dalam berbagai alternatif yang teridentifikasi (FAO/WHO, 2005). Gambar 2. Keterkaitan Komponen dalam Analisis Risiko (FAO/WHO, 2005) 2.4. Potret Standardisasi Keamanan Pangan di Indonesia Sistem Standardisasi Nasional Indonesia Sistem standardisasi di Indonesia telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah lembaga pemerintah yang berwenang dalam mengkoordinasikan sistem standardisasi nasional. Berbagai lembaga terlibat di dalam proses perumusan dan pengembangan standar. Selain BSN, lembaga yang terlibat dalam pengembangan standardisasi nasional di antaranya instansi teknis, pelaku usaha, masyarakat, lembaga perlindungan konsumen, dan pemerintah daerah. Di dalam menjalankan tugasnya, BSN berkoordinasi dengan Komite Nasional Standardisasi untuk Satuan ukuran (KSNSU) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN). Secara lengkap lembaga yang terlibat dan fungsinya dalam pengembangan sistem standardisasi nasional di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.

8 10 Gambar 3. Sistem Standardisasi Nasional Berdasarkan PP No. 102 Tahun 2000

9 11 Instansi teknis adalah Kantor Menteri Negara, Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang salah satu kegiatannya melakukan kegiatan standardisasi. Instansi teknis yang dimaksud misalnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Kehutanan Dasar Hukum dan Lembaga Otoritas Pembuat Kebijakan Pengembangan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia A. Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia Di Indonesia ada beberapa lembaga pemerintah yang berwenang menyusun dan menetapkan kebijakan pengembangan standar keamanan pangan, di antaranya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Selain itu, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kehutanan, dan Pemerintah Daerah juga berperan dalam pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada sistem keamanan pangan di Indonesia yang menganut sistem keamanan pangan terpadu. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan induk dan dasar hukum di Indonesia. Pengaturan pangan dan keamanan pangan merupakan amanah dari UUD 1945 terutama yang tersirat dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33. Pada peraturan di bawahnya telah ditetapkan undang-undang (UU) yang mewarnai sistem pengaturan keamanan pangan dan standardisasi di Indonesia, seperti UU No. 7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan WTO (World Trade Organization), UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, dan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang tersebut melahirkan Peraturan Pemerintah (PP) yang terkait, misalnya PP No. 28 tahun 2004 tentang Mutu,

10 12 Keamanan dan Gizi Pangan, PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dan PP No. 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Di dalam PP No. 28/2004 dan PP No. 102/2000 dijelaskan bahwa keamanan pangan dan standardisasi nasional merupakan tanggung jawab dan tugas berbagai lembaga pemerintah. Kewenangan berbagai lembaga pemerintah yang berperan dalam pengembangan standar dan pengaturan keamanan pangan di Indonesia berdasarkan kedua PP tersebut (PP No. 28/2004 dan PP No. 102/2000) dapat dilihat pada Tabel 1. B. Beberapa Lembaga Pemerintah yang Terlibat dalam Perumusan dan Pengembangan Standar Keamanan Pangan di Indonesia Pada bagian ini, secara khusus dibahas mengenai beberapa lembaga pemerintah yang terkait dengan perumusan dan pengembangan standar keamanan pangan di Indonesia. Lembaga pemerintah yang sangat berpengaruh dalam perumusan dan pengembangan standar dan peraturan tersebut adalah Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Meskipun berbagai lembaga pemerintah berperan dalam kebijakan pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan seperti telah dijelaskan pada Tabel 1, tetapi pada bagian ini akan dibahas mengenai 2 lembaga pemerintah yang paling dominan yaitu BSN dan BPOM sebagai perwakilan lembaga pemerintah lainnya. Di dalam era otonomi daerah sekarang ini, sekiranya perlu juga dikaji mengenai peran dari pemerintah daerah (Pemda) dalam kebijakan pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan di Indonesia. Untuk itu, peran dari Pemda akan dikaji sesuai dengan dasar hukum yang berlaku saat ini. Hal ini dimaksudkan agar rekomendasi dari kajian ini dapat diaplikasikan oleh semua lembaga terkait, termasuk Pemda.

11 13 Tabel 1. Dasar Hukum Otoritas Pembuat Kebijakan Pengembangan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia No Nomor Tugas/Uraian Pasal Lembaga Pemerintah yang Berwenang Pasal Instansi Teknis BSN BPOM Kemenkes Kementan KKP Kemenperin Kemenhut PP No. 28/2004 tentang Mutu, Keamanan dan Gizi Pangan Berwenang mewajibkan suatu standar dengan mempertimbangakan perjanjian TBT/SPS WTO Berwenang menetapkan standar mutu pangan yang dinyatakan sebagai SNI Berkoordinasi dengan BSN dalam menetapkan standar wajib Dapat menetapkan ketentuan mutu pangan di luar SNI untuk produk pangan berisiko keamanan tinggi Melakukan sertifikasi SNI yang diwajibkan atau persyaratan ketentuan mutu Berkoordinasi dengan BSN untuk mengupayakan saling pengakuan pelaksanaan penilaian kesesuaian dalam memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor PEMDA

12 14 No Nomor Pasal Tugas/Uraian Pasal Pengawasan dan pembinaan mutu, keamanan, dan gizi pangan PP No. 102/2004 tentang Standardisasi Nasional 1. 4 Penyelenggara pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi 2. 5 Menyusun dan menetapkan Sistem Standardisasi Nasional dan pedoman di bidang standardisasi nasional BSN Lembaga Pemerintah yang Berwenang Instansi Teknis BPOM Kemenkes Kementan KKP Kemenperin Kemenhut Pemberlakuan SNI secara wajib Pembinaan dan Pengawasan terhadap penerapan SNI secara wajib Keterangan: BSN BPOM Kemenkes Kementan KKP Kemenperin Kemenhut PEMDA : Badan Standardisasi Nasional : Badan Pengawas Obat dan Makanan : Kementerian Kesehatan : Kementerian Pertanian : Kementerian Kelautan dan Perikanan : Kementerian Perindustrian : Kementerian Kehutanan : Pemerintah Daerah PEMDA

13 15 1. Tentang Badan Standardisasi Nasional Sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional di bidang standardisasi dan dalam mengantisipasi era globalisasi perdagangan dunia, ASEAN Free Trade Area - AFTA (2003) dan APEC Asia Pasific Economic Cooperation (2010/2020), kegiatan standardisasi yang meliputi standar dan penilaian kesesuaian (conformity assessment) secara terpadu perlu dikembangkan secara berkelanjutan khususnya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan umum. Untuk membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional menjadi tanggung jawab Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011c). Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional (DSN). Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. Pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU). KSNSU mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional untuk satuan ukuran. Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan,

14 16 kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global. Visi Badan Standardisasi Nasional tahun adalah menjadi lembaga terpercaya dalam mengembangkan Standar Nasional Indonesia untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional sesuai dengan perkembangan iptek (BSN, 2011c). Sejalan dengan visi tersebut, maka misi BSN adalah memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi melalui : Mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mengembangkan sistem penerapan standar dan penilaian kesesuaian Meningkatkan persepsi masyarakat dan partisipasi pemangku kepentingan dalam bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian Mengembangkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan standardisasi dan penilaian kesesuaian Fungsi Badan Standardisasi Nasional adalah (BSN, 2011c): a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang standardisasi nasional; b. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BSN; c. fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan lembaga pemerintah di bidang standardisasi nasional; d. penyelenggaraan kegiatan kerjasama dalam negeri dan internasional di bidang standardisasi; e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, Badan Standardisasi Nasional mempunyai kewenangan : a. penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;

15 17 b. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro; c. penetapan sistem informasi di bidangnya; d. kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : 1) perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang standardisasi nasional; 2) perumusan dan penetapan kebijakan sistem akreditasi lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi dan laboratorium; 3) penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI); 4) pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidangnya; 5) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidangnya. 2. Tentang Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI Sebelum mengkaji kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (Direktorat Standardisasi Produk Pangan) berupa peraturan atau penetapan wajib standar, terlebih dahulu perlu diketahui mengenai profil lembaga ini. Hal ini diperlukan agar dalam mengkaji kebijakan yang dikeluarkannya lebih fokus dan terarah, sehingga dihasilkan suatu kajian yang efektif dan mudah diaplikasikan pada lembaga tersebut. Fungsi pengawasan keamanan pangan di Indonesia terutama dilakukan oleh BPOM RI. Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya adalah bagian yang berwenang untuk menyusun kebijakan berupa peraturan atau penetapan wajib standar untuk mendukung pelaksanaan fungsi pengawasan BPOM RI tersebut. A. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI (BPOM, 2008) Tugas Pokok Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI adalah, sebagai berikut: menyiapkan perumusan kebijakan, menyusun pedoman, standar, kriteria prosedur, dan

16 18 melaksanakan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk pangan Fungsi Direktorat Standardisasi Produk Pangan adalah: 1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis; penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur; pengendalian dan pemantauan; pemberian bimbingan dan pembinaan, di bidang pengaturan dan standardisasi bahan baku dan bahan tambahan pangan, pangan khusus dan pangan olahan. 2. Penyusunan rencana dan program standardisasi produk pangan 3. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di standardisasi produk pangan 4. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi produk pangan 5. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Output yang dihasilkan dari kegiatan Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI adalah berupa standar. Standar yang dimaksud di sini terdiri atas Peraturan, Pedoman, Code of Practice, dan peran untuk mendukung posisi delegasi RI pada sidang Codex. B. Rencana Strategi BPOM RI (BPOM, 2008) Visi BPOM RI adalah menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat. Adapun misi BPOM RI adalah: 1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional 2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten 3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini 4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan 5. Membangun organisasi pembelajar (Learning organization) Grand strategis BPOM RI dalam kurun waktu lima tahun ( ) adalah: Memperkuat sistem regulatory pengawasan obat dan makanan

17 19 Memperkuat sistem regulatory pengawasan pangan C. Sasaran (BPOM, 2008) Sasaran dari Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI adalah: Seluruh standar pangan yang berlaku diakui secara nasional dan internasional. Seluruh pangan harus memenuhi standar tersebut. Semua kode praktis, pedoman dan standar di-mandatori-kan (diberlakukan wajib) dalam bentuk peraturan perundang undangan. D. Indikator Keberhasilan (BPOM, 2008) Indikator keberhasilan program Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI adalah: 100% standar pangan yang berlaku diakui secara nasional dan internasional 100% pangan harus memenuhi standar tersebut 100% kode praktis, pedoman dan standar di-mandatori-kan (diberlakukan wajib) dalam bentuk perundang undangan 3. Tentang Peran Pemerintah Daerah dalam Standardisasi Keamanan Pangan Nasional Salah satu lembaga yang perlu diperhatikan peranannya dalam pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan adalah pemerintah daerah (Pemda). Di dalam era otonomi daerah saat ini, partisipasi dan peran daerah sangat diperlukan untuk mewujudkan keamanan pangan melalui pemberlakuan peraturan-peraturan dan standar yang diwajibkan di bidang pangan. Pembagian peran pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan standardisasi di bidang pangan di Indonesia telah dijelaskan pada Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan, Sub Bidang 5 Penunjang, sub sub bidang 7 Standardisasi dan Akreditasi, menjelaskan pembagian peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam bidang standardisasi dan akreditasi. Secara lengkap pembagian peran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

18 20 Tabel 2. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Standardisasi dan Akreditasi (PP No.38, 2007) Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Provinsi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 1. Perumusan kebijakan sektor pertanian di bidang standardisasi. 2. Penyusunan rencana dan penetapan program standardisasi sektor pertanian. 1. Rekomendasi usulan kebijakan sektor pertanian di bidang standardisasi sesuai pengalaman di daerah. 2. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan ekonomi dalam penyusunan rencana dan program standardisasi sektor pertanian. 3. Koordinasi standardisasi nasional 3. Koordinasi standardisasi sektor pertanian sektor pertanian. di provinsi. 4. Perumusan rancangan Standar 4. Koordinasi pengusulan kebutuhan standar Nasional Indonesia (SNI) sektor yang akan dirumuskan sesuai kebutuhan pertanian melalui konsensus untuk daerah. ditetapkan sebagai SNI. 5. Penetapan pemberlakuan SNI wajib. 5. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan bisnis dalam rencana pemberlakuan wajib SNI serta memberikan usulan pemberlakuan wajib SNI. 6. Fasilitasi kelembagaan sektor pertanian yang akan mengajukan akreditasi. 7. Penilaian kesesuaian terhadap pemohon akreditasi di sektor pertanian. 8. Penetapan sistem dan pelaksanaan sertifikasi sektor pertanian. 6. Penerapan sistem manajemen mutu kelembagaan dalam rangka proses akreditasi di provinsi Penerapan sistem sertifikasi yang mendukung standardisasi sektor pertanian di provinsi. 1. Rekomendasi usulan kebijakan sektor pertanian di bidang standardisasi sesuai pengalaman di daerah. 2. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan ekonomi dalam penyusunan rencana dan program nasional di bidang standardisasi di daerah. 3. Koordinasi standardisasi sektor pertanian di kabupaten/kota. 4. Pengusulan kebutuhan standar yang akan dirumuskan. 5. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan bisnis dalam rencana pemberlakuan wajib SNI serta mengusulkan usulan pemberlakuan wajib SNI. 6. Penerapan sistem manajemen mutu kelembagaan dalam rangka proses akreditasi di kabupaten/kota. 8. Penerapan sistem sertifikasi yang mendukung standardisasi sektor pertanian di kabupaten/kota.

19 21 Tabel 2. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Standardisasi dan Akreditasi (Lanjutan) Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Provinsi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 9. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan sistem sertifikasi sektor pertanian. 10. Pembinaan laboratorium penguji dan lembaga inspeksi dalam lingkungan pertanian. 10.Dukungan pengembangan laboratorium penguji dan lembaga inspeksi sektor pertanian di provinsi. 10. Pengembangan pembinaan laboratorium penguji dan lembaga inspeksi sektor pertanian di kabupaten/kota. 11. Pembinaan dan pengawasan lembaga sertifikasi dan laboratorium penguji dalam mendukung penerapan standardisasi di sektor pertanian. 12. Pengembangan dokumentasi dan informasi standardisasi sektor pertanian. 13. Menyusun dan melaksanakan program pemasyarakatan standardisasi sektor pertanian. 14. Penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan standardisasi sektor pertanian. 11.Kerjasama standardisasi dan penyampaian rekomendasi teknis dalam rangka penerapan standar dan peningkatan daya saing produk pertanian. 12.Fasilitasi penyebaran dokumentasi dan informasi standardisasi sektor pertanian di provinsi. 13.Fasilitasi pelaksanaan program pemasyarakatan standardisasi di provinsi. 14.Fasilitasi penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan standardisasi sektor pertanian sesuai kebutuhan di provinsi. 11. Kerjasama standardisasi dalam rangka penerapan standar dan peningkatan daya saing produk pertanian. 12. Fasilitasi penyebaran dokumentasi dan informasi standardisasi sektor pertanian di kabupaten/kota. 13. Fasilitasi pelaksanaan program pemasyarakatan standardisasi di kabupaten/kota. 14. Fasilitasi penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan standardisasi sektor pertanian sesuai kebutuhan di kabupaten/kota.

20 22 Peran pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan kebijakan keamanan pangan di Indonesia juga dapat dilihat pada Lampiran PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan, Sub Bidang 4. Ketahanan Pangan, sub sub bidang 2. Keamanan Pangan menjelaskan pembagian peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah di bidang keamanan pangan. Secara lengkap pembagian peran tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Keamanan Pangan (PP No.38, 2007) Pemerintah Pusat 1. Perumusan standar Batas Minimum Residu (BMR). 2. Penyusunan modul pelatihan inspektur, fasilitator, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) keamanan pangan. 3. Pembinaan sistem manajemen laboratorium uji mutu dan keamanan pangan nasional. 4. a. Monitoring otoritas kompeten provinsi. b. Pemerintah Daerah Provinsi 1. Pembinaan penerapan standar BMR wilayah provinsi. 1. Pelatihan inspektur, fasilitator, PPNS keamanan pangan wilayah provinsi. 2. Pembinaan sistem manajemen laboratorium uji mutu dan keamanan pangan provinsi. 3. a. Monitoring otoritas kompeten kabupaten/kota. b. Pelaksanaan sertifikasi dan pelabelan prima wilayah provinsi. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 1. Penerapan standar BMR wilayah kabupaten/kota. 2. Pelatihan inspektur, fasilitator, PPNS keamanan pangan wilayah kabupaten/kota. 3. Pembinaan sistem manajemen laboratorium uji mutu dan keamanan pangan kabupaten/kota. 4.a. b. Pelaksanaan sertifikasi dan pelabelan prima wilayah kabupaten/kota.

21 Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BSN, BPOM, dan CAC Lembaga pemerintah di tingkat pusat yang bertanggung jawab untuk menyusun dan mengatur standar keamanan pangan paling tidak ada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Meskipun berbagai lembaga pemerintah berperan dalam kebijakan pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya (Bagian B pada Tabel 1), tetapi pada bagian ini akan dilihat mengenai 2 lembaga pemerintah yang paling dominan yaitu BSN dan BPOM sebagai perwakilan lembaga pemerintah lainnya. BPOM RI bertanggung jawab dalam pengawasan pangan yang beredar di Indonesia, sedangkan BSN bertanggung jawab dalam mengatur sistem standardisasi nasional. Kedua lembaga pemerintah tersebut sangat berperan dalam sistem standardisasi keamanan pangan di Indonesia. Untuk membandingkan peran, bentuk kelembagaan, dan sifat standar yang dihasilkan atau diberlakukan wajib dalam bentuk peraturan pada Tabel 4 diperlihatkan perbedaan kedua lembaga pemerintah tersebut. Sebagai pembanding, disandingkan juga kelembagaan dan sifat standar yang ditetapkan Codex Alimentarius Committee (CAC). CAC merupakan lembaga internasional yang menghasilkan standar sebagai acuan dalam perselisihan perdagangan antar negara anggota WTO (World Trade Organization).

22 24 Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (BSN, 2011c; BPOM, 2011b; CAC, 2006) No Karakter BSN BPOM CAC 1 Mandat/Pendirian Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 Sebelumnya bernama Dewan Standardisasi Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan dibentuk dengan No. 178 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Lembaga Pemerintah Non Departemen Sebelumnya adalah Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan di bawah Departemen Kesehatan RI 2 Tujuan BSN merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia Tujuan utama BPOM RI: melakukan pengawasan obat dan makanan yang beredar di Indonesia, salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan berupa pemberlakuan wajib standar pangan Didirikan berdasarkan sidang ke- 11 Konferensi FAO tahun 1961 dan sidang ke-16 Konferensi WHO tahun 1963 Mempersiapkan standar pangan dan mempublikasikannya

23 25 Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (Lanjutan) No Karakter BSN BPOM CAC 3 Struktur Komite BSN memiliki 3 Deputi: Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi, Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi, dan Bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi memiliki 3 Pusat, yaitu: Pusat Penelitian dan Pengembangan Standardisasi, Pusat Perumusan Standar, dan Pusat Kerjasama Standardisasi BSN dibantu oleh: Komite Akreditasi Nasional (KAN): menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi Komite Standardisasi Nasional Satuan Ukuran (KSNSU): memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional untuk satuan ukuran BPOM memiliki 3 Deputi: Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya memiliki 5 Direktorat, yaitu: Dit. Penilaian Keamanan Pangan, Dit. Standardisasi Produk Pangan, Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Dit. Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, dan Dit. Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Pada bulan Agustus 2006, CAC memiliki 174 negara anggota dan 1 anggota organisasi (UE) Terdiri atas: Komisi Komite Eksekutif Sekretariat Badan subsidiary: Komite Subjek Umum (General Subject Committees), Komite Komoditi (Commodity Committees), Komite Ad hoc Satuan Tugas Antar Pemerintah (Ad hoc Intergovernmental Task Forces), dan Komite Koordinasi (Coordinating Committees)

24 26 Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (Lanjutan) No Karakter BSN BPOM CAC 4 Sekretariat Perumusan standar dilakukan oleh Pusat Perumusan Standar, Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi BSN Perumusan standar pangan di bawah tanggung jawab direktorat Standardisasi Produk Pangan, Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Komisi diganti setiap 2 tahun sekali, dan bertempat di kantor pusat FAO di Roma dan Markas WHO di Jenewa 5 Pengaturan Prioritas Dilakukan terutama oleh Pusat Perumusan Standar Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Melalui target yang ditetapkan Direktorat Standardisasi Produk Pangan 6 Lembaga superordinate Presiden RI dibawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi Presiden RI dibawah koordinasi Kementerian Kesehatan 7 Luaran Standar Nasional Indonesia (SNI) Peraturan kepala BPOM (misal batas cemaran kimia dan mikroba) Pedoman Kode praktis 8 Jumlah peraturan atau standar yang telah dikeluarkan 9 Wilayah pemberlakuan standar/peraturan 7010 SNI (1970 hingga 1 Mei 2011) 29 Peraturan/Keputusan Ka. BPOM terkait pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan untuk keluar organisasi BPOM (dari 2001 hingga Januari 2010) (lihat Lampiran 8) Dibuat oleh komite eksekutif FAO/WHO Codex standard Code of practices Guidelines Nasional Nasional Internasional 5342 Codex standards, guidelines dan codes of practice (1963 hingga Juni 2006) (CAC, 2006) 10 Lingkup standar Mutu dan keamanan pangan Keamanan pangan Mutu dan keamanan pangan 11 Sifat Sukarela Wajib Sukarela standar/peraturan

25 27 Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (Lanjutan) No Karakter BSN BPOM CAC 12 Dasar perumusan Melindungi kesehatan masyarakat standar/peraturan 13 Manfaat bagi pengguna standar/peraturan Meningkatkan mutu dan melindungi kesehatan masyarakat (kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi nasional) o Jaminan mutu produk o Membantu penyelesaian dalam masalah yang terkait TBT 14 Tim penyusun Panitia teknis: Pemerintah (instansi teknis), industri, konsumen, akademisi; dan MASTAN 15 Tim pengkaji risiko Gugus kerja/panitia teknis? (tidak eksplisit dijelaskan) Mendapatkan izin edar/mendaftar produk BPOM, industri, konsumen, dan akademisi Tim mitra bestari? (tidak eksplisit dijelaskan) Melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin perdagangan dunia yang fair Penyelesaian perselisihan perdagangan antar negara (WTO) yang terkait dengan Technical Barrier Trade (TBT) dan Sanitary and Phytosanitary (SPS) Codex committee: Pemerintah negara anggota dan NGO Joint FAO & WHO (misal JECFA - Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives, JEMRA - Joint FAO/WHO Expert Meetings on Microbiological Risk Assessment, -JMPR - Joint FAO/WHO Meetings on Pesticide Residues) 5 tahun 16 Target penyelesaian 19 bulan (berdasarkan PSN ) Tidak eksplisit dijelaskan 17 Waktu kaji ulang 5 tahun Tidak eksplisit dijelaskan Maksimal 6 tahun (CAC, 2010)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/2007................... TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perumusan Standar dan Peraturan oleh BSN, BPOM, dan CAC

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perumusan Standar dan Peraturan oleh BSN, BPOM, dan CAC IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perumusan Standar dan Peraturan oleh BSN, BPOM, dan CAC Setiap lembaga mempunyai cara yang berbeda dalam perumusan suatu peraturan dan standar. Paling tidak di Indonesia lembaga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI)

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: - 2 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN. BAB I

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 20118.A/PER/BSN/2/2010 TANGGAL : 1 Februari 2011 Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

j ajo66.wordpress.com 1

j ajo66.wordpress.com 1 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 170/Kpts/OT.210/3/2002 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. No.105, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN STANDARDISASI NASIONAL

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN Disampaikan oleh: Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Visi dan Misi Badan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang : Standardisasi Nasional Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang,

Lebih terperinci

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL SALINAN LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 3401/BSN-I/HK.71/11/2001 TANGGAL : 26 November 2001 SISTEM STANDARDISASI NASIONAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan

Lebih terperinci

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN)

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN) SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN) 1 SISTEM STANDARDISASI NASIONAL 1. Tatanan jaringan sarana dan kegiatan standarisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional. 2. Merupakan dasar dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN I. UMUM Untuk mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Republik Indonesia yang diamanatkan

Lebih terperinci

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL 1 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Standar adalah spesifikasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di dalam bab-bab sebelumnya mengenai pengaturan pengaturan technical barrier to trade sebagai salah satu perjanjian

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP (No HP ) data\:standardisasi_gun 1

STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP (No HP ) data\:standardisasi_gun 1 STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP. 19770625 200312 1 002 (No HP. 08121569151) data\:standardisasi_gun 1 REFERENSI Internet SAE Hand Book Volume 1-4 PP No 102 Tahun 2000 tentang SNI UU No. 5 Tahun

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 06 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN UMUM STANDARDISASI KOMPETENSI PERSONIL DAN LEMBAGA JASA LINGKUNGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Lebih terperinci

BADAN STANDARDISASI NASIONAL RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

BADAN STANDARDISASI NASIONAL RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN BADAN STANDARDISASI NASIONAL RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DALAM MENDUKUNG PRODUK UNGGULAN DAERAH SULAWESI SELATAN

PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DALAM MENDUKUNG PRODUK UNGGULAN DAERAH SULAWESI SELATAN PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DALAM MENDUKUNG PRODUK UNGGULAN DAERAH SULAWESI SELATAN Dr. Dra. Zakiyah, MM Kepala Pusat Perumusan Standar-BSN Makassar, 25 Oktober 2017 OUTLINE SEJARAH STANDARDISASI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN KETAHANAN PANGAN DAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.308, 2009 DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 86/M-IND/PER/9/2009 TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG

Lebih terperinci

Kebijakan Penerapan Standar Pedoman dan Manual Sekretariat Komite Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

Kebijakan Penerapan Standar Pedoman dan Manual Sekretariat Komite Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil 1 Kebijakan Penerapan Standar Pedoman dan Manual Sekretariat Komite Teknis 91-01 Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN Oleh: Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes. Kasubdit. Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan Disampaikan Pada Acara: Praktek Kerja Profesi Apoteker Jakarta,

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2016 DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2016 DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2016 DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2017 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan Departemen perdagangan adalah departemen dalam pemerintahan indonesia yang membidangi urusan perdagangan. Departemen perdagangan dipimpin oleh

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P No.1730, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. SNI. Air Mineral Demineral. Air Mineral CAlami. Air Minum Embun. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM)

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Bapedal No. 29 Tahun 1997 Tentang : Standardisasi, Akreditasi, Dan Sertifikasi Bidang Lingkungan

Keputusan Kepala Bapedal No. 29 Tahun 1997 Tentang : Standardisasi, Akreditasi, Dan Sertifikasi Bidang Lingkungan Keputusan Kepala Bapedal No. 29 Tahun 1997 Tentang : Standardisasi, Akreditasi, Dan Sertifikasi Bidang Lingkungan KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 27

BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 27 BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) A. Sejarah Pengaturan SNI Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.364, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Standar. Kompetensi. Kerja. Nasional. Indonesia. Pencabutan.

BERITA NEGARA. No.364, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Standar. Kompetensi. Kerja. Nasional. Indonesia. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.364, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Standar. Kompetensi. Kerja. Nasional. Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan tahap perkembangan kemampuan nasional di bidang

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... Daftar Isi... BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 6

Daftar Isi. Kata Pengantar... Daftar Isi... BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 6 RENCANA STRATEGIS PUSAT AKREDITASI LABORATORIUM DAN LEMBAGA INSPEKSI KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka

Lebih terperinci

PENGGUNAAN STANDAR, PEDOMAN DAN MANUAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KONSTRUKSI

PENGGUNAAN STANDAR, PEDOMAN DAN MANUAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KONSTRUKSI PENGGUNAAN STANDAR, PEDOMAN DAN MANUAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KONSTRUKSI oleh BADAN LITBANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Disusun dalam rangka Konsolidasi Perumusan Standar Bahan Konstruksi Bangunan

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI. Revisi 1

RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI. Revisi 1 RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI Revisi 1 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2016 RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL

Lebih terperinci

DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI

DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Sebagai salah satu unit eselon I BSN, Deputi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/2013-2014 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 19, 1991 ( EKONOMI. INDUSTRI. PERDAGANGAN Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KERALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL N0M0R3TAHUN 2017 TENTANG

BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KERALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL N0M0R3TAHUN 2017 TENTANG Salinan BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KERALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL N0M0R3TAHUN 2017 TENTANG KOMITE NASIONAL PENANGANAN HAMBATAN TEKNIS PERDAGANGAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.842, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Keamanan Pangan. Pengawasan Pemasukan. Pangan Segar. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011

Lebih terperinci

Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2006 Tanggal : 02 Agustus 2006 PEDOMAN UMUM STANDARDISASI KOMPETENSI PERSONIL DAN

Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2006 Tanggal : 02 Agustus 2006 PEDOMAN UMUM STANDARDISASI KOMPETENSI PERSONIL DAN Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2006 Tanggal : 02 Agustus 2006 PEDOMAN UMUM STANDARDISASI KOMPETENSI PERSONIL DAN LEMBAGA JASA LINGKUNGAN I. UMUM 1. Penetapan dan penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2011, No Pedoman Standardisasi Nasional tentang panduan keberterimaan regulasi teknis, standar dan prosedur penilaian kesesuaian untuk produk pe

2011, No Pedoman Standardisasi Nasional tentang panduan keberterimaan regulasi teknis, standar dan prosedur penilaian kesesuaian untuk produk pe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.106, 2011 BADAN STANDARDISASI NASIONAL. Pedoman Standardinasi Nasional. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks No.565, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Standadisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/M-DAG/PER/4/2016 TENTANG STANDARDISASI BIDANG PERDAGANGAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa dalam rangka peningkatan produktivitas dan daya guna

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No. 1083, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Tepung Terigu. Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/M-IND/PER/7/2015

Lebih terperinci

BAB IV KESESUAIAN PENGATURAN PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA SECARA WAJIB DENGAN PENGATURAN TBT DAN GRP

BAB IV KESESUAIAN PENGATURAN PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA SECARA WAJIB DENGAN PENGATURAN TBT DAN GRP 83 BAB IV KESESUAIAN PENGATURAN PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA SECARA WAJIB DENGAN PENGATURAN TBT DAN GRP 4.1 Perbandingan Ketentuan TBT Agreement dengan Peraturan Domestik Indonesia sebagai salah

Lebih terperinci

STANDARDISASI DAN KEGIATAN YANG TERKAIT ISTILAH UMUM

STANDARDISASI DAN KEGIATAN YANG TERKAIT ISTILAH UMUM 2012, No.518 4 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 5 TAHUN 2012 TANGGAL : 1 Mei 2012 STANDARDISASI DAN KEGIATAN YANG TERKAIT ISTILAH UMUM Ruang lingkup Pedoman ini menetapkan

Lebih terperinci

2016, No dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Keduduka

2016, No dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Keduduka No., 1184 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BSN. MTPS. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG MANAJEMEN TEKNIS PENGEMBANGAN STANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA MESIN PENGHANCUR (CRUSHER) BAHAN BAKU PUPUK ORGANIK - SYARAT MUTU DAN CARA UJI SECARA WAJIB DENGAN

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN KOMPETENSI LABORATORIUM LINGKUNGAN

PETUNJUK PELAKSANAAN KOMPETENSI LABORATORIUM LINGKUNGAN PETUNJUK PELAKSANAAN KOMPETENSI LABORATORIUM LINGKUNGAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN SARANA TEKNIS DAN PENINGKATAN KAPASITAS KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP 2010 KATA PENGANTAR Perlindungan dan pengelolaan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Pupuk Anorganik Majemuk. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/M-IND/PER/2/2014 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

Pengembangan SNI. Y Kristianto Widiwardono Pusat Perumusan Standar-BSN

Pengembangan SNI. Y Kristianto Widiwardono Pusat Perumusan Standar-BSN Pengembangan SNI Y Kristianto Widiwardono Pusat Perumusan Standar-BSN Struktur organisasi BSN Kepala Badan Standardisasi Nasional Sekretaris Utama Inspektorat Sekretariat Unit Nasional Korpri BSN Biro

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1084, 2015 KEMENPERIN. Biskuit. Wajib. Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-IND/PER/7/2015 TENTANG

Lebih terperinci

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan - 7 - BAB III STANDARDISASI Bagian Kesatu Perencanaan Pasal 10 (1) Perencanaan perumusan SNI disusun dalam suatu PNPS. (2) PNPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat program perumusan SNI dengan judul

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PP.05.01 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KACA UNTUK BANGUNAN BLOK KACA SPESIFIKASI DAN METODA UJI SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN KEDIRI

BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN KEDIRI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN KEDIRI 1. VISI BPM-P2TSP KAB. KEDIRI Visi merupakan cara pandang jauh ke depan dari suatu lembaga/institusi yang harus dibawa

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) CERMIN KACA LEMBARAN BERLAPIS PERAK SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

legal opinion Subbagian Analisa dan Bantuan Hukum Biro Hukum, Organisasi dan Humas

legal opinion Subbagian Analisa dan Bantuan Hukum Biro Hukum, Organisasi dan Humas legal opinion Subbagian Analisa dan Bantuan Hukum Biro Hukum, Organisasi dan Humas Semester 2 Tahun Identifikasi Penataan Peraturan Kepala dengan Peraturan Perundang-undangan Lain 1. Latar Belakang Peraturan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.854, 2015 KEMENPERIN. Standar Industri Hijau. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/M-IND/PER/6/2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

SNI Pengukuran

SNI Pengukuran 2.1.1. SNI Pengukuran Program Studi D3/D4 Teknik Sipil ITS Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah Pengantar Melaksanakan pekerjaan tanpa mengacu pada pedoman yang berlaku, dapat menimbulkan permasalahan pada aplikasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA ANTAR PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe No.1451, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Helm. Kendaraan Bermotor Roda Dua. Wajib. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/M-IND/PER/9/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 18 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 18 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci