BAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA"

Transkripsi

1 BAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA III.1. Tujuan Penentuan Batas Wilayah negara baik itu darat maupun laut serta ruang diatasnya merupakan salah satu unsur utama dari suatu negara. Tujuan kegiatan penentuan batas wilayah darat ini adalah untuk mengetahui sejauh mana batas spasial suatu status hukum, langkah ini guna mengantisipasi terjadinya permasalahan batas, sehingga mewujudkan batas daerah yang jelas dan pasti, baik itu dari aspek yuridis maupun aspek teknis. Pekerjaan penentuan batas mencakup: 1. penetapan batas menurut aspek yuridis. 2. pengukuran koordinat batas di lapangan. 3. pemetaan kawasan perbatasan di atas peta ataupun di atas basis data digital. III.2. Aspek Penentuan Batas. Batas wilayah yang dianggap paling mudah ditentukan secara alami adalah adanya air misalnya garis tengah sungai dan batas teritorial 12 mil laut dari pantai. Namun sungai atau pantai ini ternyata mengalami dinamika. Pantai atau tepi sungai bisa bergeser karena pasang surut, sedimentasi, erosi bahkan deformasi karena gempa. Selain air, yang juga sering dijadikan batas alam adalah patahan bukit, di mana air hujan akan mengalir ke dua arah yang berbeda. Definisi ini menguntungkan karena dengan demikian air tidak harus mengalir dari satu wilayah ke wilayah lain selain pada sungai. Selain batas alam, batas buatan dibuat dengan suatu perjanjian. Batas ini bisa berupa jalan raya yang secara fisis kelihatan, atau bisa pula batas maya yang hanya didefinisikan secara verbal, misalnya dalam bentuk undang-undang, peraturan daerah, perjanjian historis atau juga sertifikat tanah. Baik batas fisik maupun maya ternyata memiliki dinamika., jika tidak mencantumkan koordinat dan datum geodetiknya, masih akan memiliki potensi sengketa, terutama bila apa yang dideskripsikan secara verbal sudah sulit dijumpai di lapangan. Patok yang hilang tidak berkoordinat, maka sangat sulit 17

2 untuk direkonstruksi. Satu-satunya bentuk batas dengan perjanjian yang mudah direkonstruksi adalah batas dengan angka-angka lintang atau bujur ataupun elevasi tertentu dan datum yang diakui bersama. III.3. Penentuan Batas Daerah Penentuan batas daerah meliputi dua bagian, yaitu di darat dan di laut. III.3.1 Penentuan Batas Daerah Di Darat Kegiatan penentuan batas di darat terdiri dari dua tahap, yaitu tahap penetapan batas dan tahap penegasan batas. III Tahap Penetapan Batas Daerah Di Darat Penetapan batas wilayah di darat adalah proses penetapan batas daerah secara kartometrik diatas suatu peta dasar yang disepakati. Proses penetapan ini terdiri atas tiga tahapan kegiatan, yaitu: 1. Penelitian dokumen batas Dokumen batas yang perlu diteliti adalah ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pembentukan daerah yang bersangkutan serta data dan dokumen lainnya yang dianggap perlu. Selain itu perlu dipersiapkan juga antara lain: a. peta rupabumi (topografi) kawasan perbatasan, b. peta perbatasan wilayah yang telah ada, c. peta batas wilayah di darat yang ada, d. dokumen sejarah, 2. Penentuan peta dasar Peta dasar yang digunakan untuk menggambarkan batas wilayah di darat secara kartometrik adalah peta rupabumi atau peta topografi dengan spesifikasi: a. Ketentuan skala 1: (untuk propinsi), 1: (untuk kabupaten) dan 1: (untuk kota), b. Datum yang digunakan adalah DGN 95 (WGS 1984), c. Sistem proyeksi peta yang digunakan adalah TM (Traverse Mercator), 18

3 d. Sistem grid yang digunakan adalah UTM (Universal Traverse Mercator), dengan grid geografis dan metrik, 3. Pembuatan peta batas wilayah kartometrik Peta batas wilayah kartometrik dibuat sesuai spesifikasi teknis yang ditentukan. Peta batas wilayah ini kemudian akan digunakan dalam tahap penegasan batas wilayah darat. III Tahap Penegasan Batas Daerah Di Darat Tahapan kegiatan penetapan dan penegasan batas wilayah di darat meliputi : 1. Tahap penelitian dokumen batas Pada tahap ini dilakukan inventarisasi dasar hukum tertulis maupun dasar hukum lainnya yang berkaitan dengan batas wilayah. Dasar hukum penegasan batas wilayah di darat antara lain adalah : staatsblad, nota residen, undang-undang pembentukan daerah, atau kesepakatan-kesepakatan yang pernah ada termasuk peta-peta kesepakatan mengenai batas wilayah, peta minuteplan, peta topografi, peta rupabumi, atau peta-peta lain yang memuat tentang batas daerah yang bersangkutan dan kesepakatan antara dua daerah yang berbatasan yang dituangkan dalam dokumen kesepakatan penentuan batas wilayah. Jika tidak ada sumber hukum yang disepakati, maka kedua tim bermusyawarah untuk membuat kesepakatan baru dalam menentukan batas wilayah. Tetapi sebelum membuat kesepakatan kedua tim harus melakukan penelitian/pengkajian terhadap dokumen/data batas wilayah tersebut untuk: a. Menentukan dokumen/data yang akan dijadikan dasar dalam melakukan pelacakan di lapangan, b. Menentukan titik-titik batas yang disepakati, c. Pembuatan peta kerja pelacakan dan penegasan batas wilayah, d. Menentukan metode pelacakan, pemasangan pilar batas, pengukuran dan penentuan posisi pilar batas dan pembuatan peta batas wilayah. 19

4 2. Tahap pelacakan batas Kegiatan penentuan garis batas sementara adalah untuk menentukan garis batas sementara diatas peta yang sudah disepakati sebagai dasar hukum batas wilayah. Pelacakan di lapangan adalah kegiatan untuk menentukan letak batas wilayah secara nyata di lokasi sepanjang batas wilayah berdasarkan garis batas sementara pada peta atau berdasarkan kesepatakan sebelumnya. Kegiatan ini merupakan tahap untuk mendapatkan kesepakatan letak garis batas di lapangan, dengan atau tanpa sumber hukum tertulis mengenai batas tersebut. Kegiatannya dimulai dari titik awal yang diketahui kemudian menyusuri garis batas sampai dengan titik akhir sesuai dengan peta kerja. Berdasarkan kesepakatan, pada titik-titik tertentu atau pada jarak tertentu di lapangan dapat dipasang tanda atau patok kayu sementara sebagai tanda posisi untuk memudahkan pemasangan pilar-pilar batas. Penentuan garis batas sementara didasarkan pada : a. Tanda/simbol batas-batas yang tertera di peta, baik batas administratif maupun batas kenampakan detail lain di peta, b. Koordinat titik batas yang tercantum dalam dokumen-dokumen batas daerah, c. Nama geografis dari obyek-obyek geografis sepanjang garis batas, baik itu obyek alam, obyek buatan manusia, maupun obyek administratif, d. Jika tidak ada tanda-tanda batas yang tertera sebelumnya, maka penentuan garis sementara diatas peta ini dilakukan melalui kesepakatan bersama, 3. Tahap pemasangan pilar batas wilayah Pembuatan dan pemasangan pilar batas wilayah ditujukan untuk memperoleh kejelasan dan ketegasan batas antar wilayah di darat sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jenis-jenis pilar batas adalah: a. Pilar Batas Utama (PBU) yaitu pilar batas yang dipasang di titik-titik tertentu terutama di titik awal, titik akhir garis batas, dan atau pada jarak tertentu di sepanjang garis batas wilayah. b. Pilar Batas Antara (PBA) adalah pilar batas yang dipasang diantara pilar-pilar batas utama dengan tujuan untuk menambah kejelasan garis batas antara dua 20

5 wilayah, atau pada titik-titik tertentu yang dipertimbangkan perlu untuk dipasang pilar batas utama. c. Pilar Acuan Batas (PAB) adalah pilar yang dipasang di sekitar batas wilayah dengan tujuan sebagai petunjuk keberadaan batas wilayah. Pilar acuan dipasang sehubungan pada batas yang dimaksud tidak dapat dipasang pilar batas utama karena kondisinya yang tidak memungkinkan (seperti pada kasus sungai atau jalan raya sebagai batas) atau keadaan tanah yang labil. Letak PBA dan PBU dapat dilihat pada gambar III.1 Gambar III.1 Contoh kedudukan PBU dan PBA (buku pedoman penetapan dan penegasan batas daerah) Pemasangan pilar batas harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Pada kondisi tanah yang stabil, terhindar dari erosi dan abrasi. b. Mudah ditemukan dan mudah dijangkau. c. Aman dari gangguan aktivitas manusia maupun binatang. d. Punya ruang pandang ke langit yang relatif luas (untuk pilar batas yang akan diukur dengan metode GPS). 4. Tahap penentuan posisi pilar batas dan pengukuran garis batas Penentuan posisi pilar batas diukur sesegera mungkin setelah tahap pemasangan pilar batas selesai dlaksanakan. Standar ketelitian untuk koordinat pilar batas (satu simpangan baku) adalah (berdasarkan pedoman penetapan dan penegasan batas daerah): Untuk PBU dan PABU (Pilar Acuan Batas Utama) = ± 15 cm Untuk PBA dan PABA (Pilar Acuan Batas Antara) = ± 25 cm 21

6 Pengukuran garis batas hanya dilaksanakan kalau dianggap perlu, dan dilaksanakan terhadap segmen garis batas yang dianggap penting dan ditetapkan secara bersama oleh wilayah-wilayah yang berbatasan. Pengukuran garis batas dimaksudkan untuk menentukan koordinat horizontal dan vertikal titik-titik batas yang berbentuk patokpatok pada jarak tertentu sehingga dapat digambarkan bentuk garis batas sepanjang batas wilayah. 5. Tahap pembuatan peta batas wilayah Peta batas wilayah dapat dibuat berdasarkan penurunan/kompilasi dari peta-peta yang sudah ada, pemetaan terestris, atau pemetaan fotogrametris. Selain berdasarkan batas wilayah, jenis peta batas dapat dibuat berdasarkan prosedur pembuatannya, yaitu : a. Peta hasil penetapan batas b. Peta batas hasil penetapan batas adalah peta yang dibuat secara kartometrik dari peta dasar yang telah ada dengan tidak melakukan pengukuran di lapangan. c. Peta hasil penegasan batas d. Peta batas hasil pengukuran adalah peta yang dibuat dengan peta dasar yang ada ditambah dengan data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan. e. Peta hasil verifikasi f. Peta batas hasil verifikasi adalah peta batas yang telah dibuat oleh daerah dan hasilnya dilakukan verifikasi oleh tim PPBD pusat sebelum ditandatangani oleh menteri dalam negeri. Proses pembuatan peta batas wilayah dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain penurunan/kompilasi dari peta-peta yang sudah ada dan pemetaan terestris. III.3.2. Penentuan Batas Daerah Di laut Undang-undang no.22 tahunm 1999 tentang pemerintah daerah, pasal 3 dan pasal 10, ayat 3 harus diartikan bahwa kewenangan provinsi di wilayah laut adalah selebar 12 millaut diukur dari garis pantai ke arah laut terbuka (kearah laut teritorial) dan kearah laut kepulauan (perairan nusantara). Tentu banyak yang bertanya garis pantai mana yang dimaksud, karena garis pantai itu bervariasi mengikuti variasi antarapasang surut (pasut) tinggi dan pasut rendah, dan 22

7 berubah setiap hari. Dalam UNCLOS 1982 maupun dalam UU no.6 tahun 1996, dipakai garis air rendah atau surut, low water line, untuk menentukan lebar laut teritorial. Oleh karena itu dalam penentuan lebar laut kewenangan daerah juga dipakai garis air rendah yang ditentukan pada saat pengukuran dilapangan. (Jacub Rais, 2003). Kegiatan penentuan batas di laut seperti halnya batas di darat terdiri dari dua tahap, yaitu tahap penetapan batas dan tahap penegasan batas. Penetapan batas wilayah di laut adalah proses penetapan batas daerah secara kartometrik diatas suatu peta dasar yang disepakati. Dalam setiap tahap kegiatan penegasan batas daerah di lapangan harus melibatkan tim PPBD daerah yang saling berbatasan. Tim teknis melakukan survey di lapangan menggunakan acuan peta batas kartometrik yang dimiliki, langkah pelacakan dimulai dilapangan. Pelacakan batas dimaksud pada tahap ini adalah kegiatan secara fisik di lapangan untuk meyakinkan apabila titik acuan yang ada pada peta kartometrik dapat dibuatkan titik referensinya. Sebagai hasil kegiatan pelacakan ini dapat ditandai dengan dipasangnya titik acuan atau pilar sementara ynag belum ditentukan titik koordinatnya. Idealnya setiap titik awal dilengkapi dengan satu titik acuan. Maka pembuatan pilar titik acuan diutamakan pada: a) daerah dengan pantai saling berhadapan dengan jarak kurang dari 2x12 mil laut b) pulau terluar dari satu daerah c) Daerah yang saling berbatasan dengan negara lain atau laut lepas d) Daerah yang pantainya sangat dinamis e) Daerah yang disekitar pantainya terdapat sumber daya alam yang potensial III.4. Penentuan Batas Negara di Laut Dalam pembahasan penentuan batas negara, akan dititik beratkan pada penentuan batas negara di laut, karena daerah studi kasus penyusunan tugas akhir ini (Nanggro Aceh Darussalam) hanya memiliki batas dengan negara tetangga di laut saja. III.4.1. Aspek Hukum Latar belakang dari penentuan batas negara di laut berawal dari klaim bangsa Indonesia dengan mengeluarkan Deklarasi Djuanda (13 Desember 1957) dan UU 23

8 No.6/1996 (Pengganti Perpu No.4/1960). Pada deklarasi ini Negara Indonesia mengklaim dirinya sebagai negara kepulauan. Dengan kedua produk hukum ini, maka ordonasi laut teritorial yang sebelumnya berlaku di Indonesia, tidak berlaku. Dalam Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim 1939, laut teritorial membentang ke arah laut hanya sampai jarak tiga mil laut dari garis surut pulau-pulau atau bagian-bagian pulau dan daerah laut yang terletak pada sisi laut daerah laut dalam batas bandar yang ditetapkan. Sedangkan dalam Deklarasi Djuanda 1957, batas laut teritorial ditentukan sejauh 12 mil laut dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pulau-pulau dan dalam PP Pengganti UU/Perpu No. 4 Tahun 1960 perairan Indonesia terdiri dari laut teritorial (lajur laut selebar 12 mil laut yang garis luarnya diukur tegak lurus terhadap garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah pulau-pulau atau bagian pulau-pulau terluar) dan perairan pedalaman (semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis dasar) Dengan adanya Konvensi PBB tentang Hukum Laut III (10 Desember 1982) yang berlaku efektif sejak 16 November 1994, dimana Konvensi internasional ini untuk mengatur masalah kelautan. Karena Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan UU No.17/1985, sehingga status Indonesia sebagai Negara Kepulauan diakui secara internasional, namun dengan begitu Indonesia harus melaksanakan kewajiban yang berkaitan dengan wilayah kepulauan. Dan pada prakteknya UNCLOS 1982 dijadikan landasan hukum dalam melakukan kegiatan survei dan penetapan batas negara di wilayah perairan. Selain di atas landasan Hukum Laut Nasional lainya adalah: UU No.6/1996 tentang Perairan Indonesia UU No.1/1973 tentang Landas Kontinen Indonesia UU No.5/1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia UU No.17/1985 tentang Pengesahan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 Lampiran peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 38 Tahun 2002 tanggal 28 JUNI 2002 daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia (yang digunakan dalam tugas akhir ini) 24

9 Dan landasan hukum internasionalnya adalah: Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 : Pasal 5 : Garis Pangkal Normal Pasal 6 : Karang Pasal 7 : Garis Pangkal Lurus Pasal 9 : Mulut Sungai Pasal 10 : Teluk Pasal 13 : Elevasi Surut Pasal 14 : Kombinasi Cara Penetapan Garis Pangkal Pasal 47 : Garis Pangkal Kepulauan Selain itu terdapat pula batas-batas yang didapat dari hasil perjanjian dengan negara tetangga, misalnya pada tugas akhir ini digunakan koordinat titik-titik batas dari perjanjian: Persetujuan antara Thailand Indonesia India mengenai titik Trijunction dan batas ke tiga negara di sekitar laut Andaman, tanggal 22 Juni tahun Persetujuan antara pemerintah Kerajaan Thailand, Pemerintah Republik India, dan Pemerintah Republik Indonesia mengenai penentuan Titik Trijunction dan deliminasi batas yang berhubungan dari ketiga negara dilaut Andaman III.4.2. Aspek Teknis Dalam penetapan batas suatu negara dengan negara lain di laut, aspek Geodesi adalah aspek yang menjadi pertimbangan utama. Aspek-aspek tersebut antara lain: titik pangkal, garis pangkal, garis air rendah, dan datum geodetik. III Titik Pangkal Titik pangkal merupakan titik-titik yang memiliki koordinat geografis yang dapat digunaklan untuk membentuk garis pangkal dalam penentuan batas suatu negara. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan bahwa garis pangkal harus ditunjukan pada peta, oleh karena itu titik pangkal yang membentuknya harus memiliki sistim koordinat yang sesuai sertatinkat ketelitian yang handal. Namun tingkat ketelitiannya tidak dicantumkan dalam 25

10 UNCLOS 1982, sehingga ketelitianya adalah ketelitian maksimal yang memungkinkan dicapai. III Garis Pangkal Garis pangkal merupakan acuan awal untuk menentukan batas zona maritim suatu negara pantai. Pengertian garis pangkal itu sendiri menurut UNCLOS 1982, adalah kedudukan garis air rendah sepanjang pantai yang ditunjukan pada peta sekala besar resmi dari suatu negara pantai. Ada beberapa macam garis pangkal, antara lain: a) Garis Pangkal Normal (Normal Baseline) b) Garis Pangkal Lurus (Straight Baseline) c) Garis Penutup (Closing Line) d) Garis Pangkal Kepulauan (Archipelagic Baseline) Berikut ini akan diberikan penjelasan mengenai masing-masing garis pangkal tersebut. a) Garis Pangkal Normal (Normal Baseline) Menurut UNCLOS 1982, garis pangkal normal didefinisikan sebagai garis air rendah sepanjang tepian daratan dan sekeliling pulau, atol dan batas instalasi pada pelabuhan permanen yang ditandai dengan simbol yang sesuai pada peta laut skala besar, ilustrasi garis pangkal normal dapat dilihat pada gambar III.2 Laut sepanjang Pantai = Garis Pangkal Normal Pantai Garis Pantai ( Tinggi) Gambar III.2. Garis Pangkal Normal (Normal Baseline) (Djunarsjah, 2000) 26

11 b) Garis Pangkal Lurus (Straight Baseline) Menurut UNCLOS 1982, garis pangkal lurus didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari garis-garis lurus yang menghubungkan titik tertentu pada garis air rendah yang merupakan titik terluar. Penarikan terhadap garis pangkal lurus dapat ditentukan bila telah dilakukan survei terhadap kedinamikan pantai. Ilustrasi garis pangkal lurus dapat dilihat pada gambar III.3 Terluar Tidak Boleh Negara AA ` Elevasi Surut Kepentingan Ekonomi < 12 mil laut Tidak Boleh Negara B Gambar III.3. Garis Pangkal lurus (Straight Baseline) (Djunarsjah, 2000) c) Garis Penutup (Closing Line) Secara umum merupakan garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik pada muara sungai, teluk, instalasi pelabuhan dan lain-lain yang panjangnya tidak lebih dari 24 mil laut. Terdapat 3 macam garis penutup, yaitu: garis penutup sungai, garis penutup teluk dan garis penutup pelabuhan. Ilustrasi garis penutup dapat dilihat pada gambar III.4 27

12 Laut Garis Lurus Garis Penutup Laut Sungai Laut Garis Penutup Teluk Pelabuhan Gambar III.4 Garis Penutup (Closing Line) (Djunarsjah, 2000) Garis penutup sungai dapat digunakan jika terdapat sungai yang mengalir langsung ke laut, maka garis pangkalnya yang ditarik adalah suatugaris lurus yang menghubungkan titik-titik pada garis air rendah kedua tepi sungai yang melintasi mulut sungai atau muara. Sedangkan mengenai garis penutup teluk, teluk itu sendiri didefinisikan sebagai suatu lekukan pantai, dimana luasnya sama atau lebih besar dari lauas setengah lingkaran yang mempunyai garis tengah yang melintasi mulut lekukan tersebut. d) Garis Pangkal Kepulauan (Archipelagic Baseline) Garis Pangkal Kepulauan (Archipelagic Baseline) didefinisikan sebagai garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-tititk terluar dari pulau-pulau atau karang-karang terluar yang digunakan untuk menutup seluruh atau sebagaian dari negara kepulauan. Ilustrasi garis pangkal kepulauan dapat dilihat pada gambar III.5 28

13 Mercusuar Pulau Elevasi Surut Luas Perairan : Luas Daratan antara 1 : 1 dan 9 : 1 Garis Pangkal Kepulauan Pula u Pulau =< 100 M atau 125 M (3 % dari Total) Gambar III.5 Garis Pangkal Kepulauan (Archipelagic Baseline) (Djunarsjah, 2000) IV Garis air rendah merupakan garis yang menandakan pertemuan permukaan air pada saatv air rendah dengan daratan. Tentu banyak yang bertanya garis mana yang dimaksud, karena garis pantai itu bervariasi mengikuti variasi antarapasang surut (pasut) tinggi dan pasut rendah, dan berubah setiap hari. Dalam UNCLOS 1982 maupun dalam UU no.6 tahun 1996, dipakai garis air rendah atau surut, low water line, untuk menentukan lebar laut teritorial. Oleh karena itu dalam penentuan lebar laut kewenangan juga dipakai garis air rendah yang ditentukan pada saat pengukuran dilapangan. (Jacub Rais, 2003). Secara praktis bidang pertemuan tersebut diwakili oleh muka surutan peta atau chart datum. PANTAI MUKA AIR TINGGI MSL MSL θ MUKA AIR RENDAH GARIS AIR RENDAH TITIK PANGKAL ACUAN PENARIKAN BATAS LAUT DASAR LAUT Gambar III.6 Garis air rendah, serta kedudukannya dengan garis air tinggi dan MSL 29

14 IV Datum Geodetik Datum geodetik adalah sejumlah parameter yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk dan ukuran ellipsoid referensi yang digunakan untuk pendefinisian koordinat geodetik, serta kedudukan dan orientasinya dalam ruang terhadap tubuh Bumi. Definisi lain dari datum geodetik adalah besaran-besaran yang menggambarkan kedudukan dan orientasi spasial elipsoid referensi terhadap bumi atau geoid (Purworahardjo,1986). Elipsoid referensi yag digunakan sebagai datum geodetik dapat diwakili oleh: Parameter elipsoid (setengah sumbu panjang dan penggepengan) Koordinat titik datum, termasuk defleksi vertikal Undulasi deoid yang biasanya bernilai nol Azimuth geodetik (untuk penentuan orientasi jaring survei) Penetapan batas laut antara dua negara, akan mengalami kesulitan apabila masing-masing negara yang berbatasan tersebut menggunakan datum lokal yang berbeda-beda. Kesulitan ini terjadi karena posisi garis pantai dari masing-masing negara harus dibandingkan dalam rangka penentuan titik pangkal. Untuk mengantisipasi itu, maka IHO menyarankan penggunaan datum bersama sebagai referensi dalam penentuan batas tersebut. Penggunaan datum bersama bisa dilakukan dengan transformasi antar datum, dari datum lokal ke datum bersama atau dengan memakai datum salah satu negara yang berbatasan. IV Proyeksi Peta Sistem proyeksi peta adalah suatu persamaan tertentu untuk memindahkan unsurunsur pada permukaan yang melengkung ke bidang datar untuk dapat menyajikan unsurunsur dipermukaan bumi (bentuk ellipsoid) ke bidang datar dilakukan suatu transformasi dengan menggunakan rumus matematika tertentu, cara ini disebut proyeksi peta. Dalam kaitannya dengan penetrapan garis pangkal dan batas-batas di wilayah perairan, tidak ada ketentuan UNCLOS 1982 yang mengharuskan untuk menggunakan sistim proyeksi tertentu. Pada dasarnya tidak ada sistem proyeksi yang tidak 30

15 menimbulkan kesalahan atau distorsi, akan tetapi kita akan meminimalkan pengaruh tersebut dengan memperhatikan berbagai faktor dalam pemilihan sisitem proyeksi. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan sistem proyeksi diantaranya adalah tingkat ketelitian yang ingin dicapai, lokasi geografis,bentuk dan luas wilayah yang akan dipetakan setra ciri-ciri yang akan dipertahankan. Untuk keperluan pembuatan peta batas laut sebaiknya dipilih sistim proyeksi konform, dimana arah dapat dipertahankan, sehingga sudut dapat dipertahankan pula dengan baik terutama untuk keperluan pelayaran. Sistim proyeksi konform yang dapat dipilih antara lain proyeksi mercator dan proyeksi UTM. III.5. Batas-Batas Di Sekitar Aceh Aceh yang berada di ujung utara pulau Sumatra, merupakan provinsi yang berada paling ujung dari Republik Indonesia, sehingga selain ada batas daerah antara provinsi Aceh provinsi Sumatra Utara, batas-batas antara kabupaten-kabupaten di Aceh, terdapat pula batas negara Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan India. Diutara Aceh terdapat Laut Andaman, di laut tersebut terdapat batas seabed antara Indonesia dan Thailand, batas kontinen antara Indonesia dan India, batas seabed India dan Thailand serta titik trijunction yang merupakan titik pertigaan batas antara ketiga negara di laut Andaman, dapat dilihat pada gambar III.7. Ketiga negara tersebut melakukan perjanjian atas titik-titik batas tersebut, dengan nama perjanjian PERSETUJUAN THAILAND-INDIA-INDONESIA MENGENAI TITIK TRIJUNCTION DAN BATAS KE TIGA NEGARA DI SEKITAR LAUT ANDAMAN tanggal 22 Juni tahun Dengan daftar koordinatnya dapat dilihat pada tabel IV.1 Sedangkan di sekitar selat malaka terdapat batas kontinen antara Indonesia dan Malaysia (lihat gambar III.9) dengan perjanjian Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara Tahun 1969 dengan daftar koordinatnya dapat dilihat pada tabel IV.2. Selain batas kontinen, di sekitar Aceh pada selat Malaka ini terdapat 31

16 pula titik-titik pangkal kepulauan Indonesia. Dimana titik-titik ini sebagai titik acuan dalam menentukan garis pangkal untuk mengklaim laut teritoral Indonesia. Laut teritorial ini ditarik sejauh 12 mil laut dari garis pangkal tersebut. Titik-titik pangkal tersebut tercantum dalam Lampiran PP RI Nomor 38 Tahun 2002 Tanggal 28 Juni 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Ttitik-titik Garis Pangkal Kepulauan IIndonesia. Untuk titik-titik batas kontinen dan titik-titik pangkal yang akan dilihat besar pergeseran deormasi co-seimicnya hanya diambil pada titik-titik yang berada di sekitar Aceh saja. Dengan daftar koordinatnya dapat dilihat pada tabel IV.3, dan plotingnya pada gambar III.9 Titik-titik batas antara kabupaten di Aceh diambil dari Kordinat beberapa titiktitik batas Kabupaten di Provinsi Aceh, yang didapat dari interpolasi titik-titik batas dari garis batas pada peta rupa bumi, lembar peta nomor 0421, skala 1: Dan batas antara Kabupaten yang diambil adalah batas antara kabupaten Aceh Barat dan Aceh Besar (sebelum dimekarkan) di dekat pantai barat Aceh, serta antara kabupaten Aceh Besar dan kabupaten Pidie. Untuk melihat daftar koordinat batas antara kabupaten Aceh Barat dan Aceh Besar dapat dilihat pada tabel IV.5. Sedangkan untuk melihat daftar koordinat batas antara kabupaten Aceh Besar dan Pidie dapat dilihat pada tabel IV.4. Dan ploting titik batas antara ketiga kabupaten dapat dilihat pada gambar III.8. Gambar III.7 plot batas kontinen, seabed dan trijunction Indonesia-India-Thailand di laut Andaman pada google earth 32

17 Gambar III.8 plot batas kabupaten Aceh Barat-Aceh Besar-Pidie pada google earth Gambar III.9 plot batas provinsi Aceh-Sumut, batas kontinen Indonesia- Malaysia dan titik-titik pangkal kepulauan Indonesia pada google earth 33

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura Seperti yang telah kita ketahui, permasalahan batas maritim untuk Indonesia dengan Singapura sudah pernah disinggung dan disepakati

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 61-1998 diubah: PP 37-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 72, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : BAB II DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999

ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 Danar Guruh Pratomo Program Studi Teknik Geodesi, FTSP-ITS guruh@geodesy.its.ac.id Abstrak Lahirnya UU No.22/1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Edisi : I Tahun 2003 KERJASAMA ANTARA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAAN NASIONAL Cibogo, April 2003 MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Oleh:

Lebih terperinci

ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT

ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT Aspek-aspek Geodetik... ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT Joko Hartadi Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta email: jokohartadi@upnyk.ac.id

Lebih terperinci

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut: Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif

Lebih terperinci

Bab III KAJIAN TEKNIS

Bab III KAJIAN TEKNIS Bab III KAJIAN TEKNIS 3.1 Persiapan Penelitian diawali dengan melaksanakan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan: a. Konsep batas daerah b. Perundang-undangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA

BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA 1. Pergeseran titik-titik pada garis batas yang berada di sekitar Aceh akibat deformasi co-seimic memberikan dampak beragam,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA 3.1 Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Penyeleksian data untuk pemetaan Laut Teritorial dilakukan berdasarkan implementasi UNCLOS

Lebih terperinci

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kebijakan penetapan batas desa sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH

PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 1 Tahun 2006 TANGGAL : 12 Januari 2006 PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH I. Batas Daerah di Darat A. Definisi teknis 1. Koordinat adalah suatu besaran untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Unsur yang ditampilkan pada Peta Laut Teritorial Indonesia, meliputi : unsur garis pantai, unsur garis pangkal, unsur

Lebih terperinci

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT Dalam penentuan batas laut, setiap negara pantai diberikan wewenang oleh PBB untuk menentukan batas lautnya masing-masing dengan menjalankan pedoman yang terkandung

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH

BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH Dalam kegiatan penetapan dan penegasan batas (delimitasi) terdapat tiga mendasar, yaitu: pendefinisian, delineasi, dan demarkasi batas. Hubungan ketiganya

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pekerjaan penetapan dan penegasan batas daerah di laut akan mencakup dua kegiatan

Lebih terperinci

PERANAN STRATEGIS PETADALAM PENETAPAN BATAS WILAYAH DESA

PERANAN STRATEGIS PETADALAM PENETAPAN BATAS WILAYAH DESA PERANAN STRATEGIS PETADALAM PENETAPAN BATAS WILAYAH DESA Antara lain membahas: Peta dan Batas Wilayah Batas Wilayah Desa Karakteristik Peta Jenis-jenis Peta Batas Wilayah Peran Strategis Peta dan Batas

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN GARIS BATAS MARITIM INDONESIA SINGAPURA PADA SEGMEN TIMUR MENGGUNAKAN PRINSIP EKUIDISTAN

BAB III PENENTUAN GARIS BATAS MARITIM INDONESIA SINGAPURA PADA SEGMEN TIMUR MENGGUNAKAN PRINSIP EKUIDISTAN BAB III PENENTUAN GARIS BATAS MARITIM INDONESIA SINGAPURA PADA SEGMEN TIMUR MENGGUNAKAN PRINSIP EKUIDISTAN Garis batas maritim antara Indonesia dengan Singapura sebelumnya telah disepakati khususnya pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA DI LAUT NATUNA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal BAB IV ANALISIS Setelah dilakukan kajian mengenai batas maritim antara Indonesia dengan Singapura pada segmen Timur, maka dapat dilakukan proses analisis dengan hasil sebagai berikut ini : 4.1 Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat, gempa sendiri terjadi akibat pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini terjadi karena adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik (2014), Indonesia memiliki 17.504 pulau dan luas daratan mencapai 1.910.931,32 km 2. Karena kondisi geografisnya yang

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL)

Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL) Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL) DIKA AYU SAFITRI 3507 100 026 Page 1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA - FILIPINA DI LAUT SULAWESI. Tabel 3.1 Tahapan Penetapan Batas Laut

BAB III PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA - FILIPINA DI LAUT SULAWESI. Tabel 3.1 Tahapan Penetapan Batas Laut BAB III PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA - FILIPINA DI LAUT SULAWESI Kegiatan penetapan batas laut antara dua negara terdiri dari beberapa tahapan.kegiatan penetapan batas beserta dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terbentang memanjang dari Sabang hingga Merauke dan dari Pulau Miangas di ujung Sulawesi Utara sampai ke Pulau Dana di selatan

Lebih terperinci

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111

Abstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111 Alternatif Peta Batas Laut Daerah Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 (Studi Kasus: Perbatasan Antara Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik) ALTERNATIF PETA BATAS LAUT DAERAH BERDASARKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk dapat mengelola daerahnya masing masing setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI DAN DATA CHECKING

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI DAN DATA CHECKING BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI DAN DATA CHECKING 4.1 ANALISIS IMPLEMENTASI Dari hasil implementasi pedoman penetapan dan penegasan batas daerah pada penetapan dan penegasan Kabupaten Bandung didapat beberapa

Lebih terperinci

Pendekatan Aspek Hukum, Geomorfologi, dan Teknik Dalam Penentuan Batas Wilayah Laut Daerah

Pendekatan Aspek Hukum, Geomorfologi, dan Teknik Dalam Penentuan Batas Wilayah Laut Daerah Pendekatan Aspek Hukum, Geomorfologi, dan Teknik Dalam Penentuan Batas Wilayah Laut Daerah Heryoso Setiyono, Ibnu Pratikto, Hariyadi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP Semarang Abstrak UU No 32

Lebih terperinci

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK Penentuan posisi merupakan salah satu kegiatan untuk merealisasikan tujuan dari ilmu geodesi. Dan salah satu wujud penentuan posisi tersebut adalah penentuan posisi di laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan bagian tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena laut merupakan perekat persatuan dari ribuan kepulauan nusantara yang

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH

BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH Dalam kajian penentuan batas kewenangan wilayah laut Provinsi Nusa Tenggara Barat menggunakan dua prinsip yaitu, pertama mengacu

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR: 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH DESA KAUMAN KECAMATAN KARANGREJO PROPINSI JAWA TIMUR

PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH DESA KAUMAN KECAMATAN KARANGREJO PROPINSI JAWA TIMUR PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH DESA KAUMAN KECAMATAN KARANGREJO PROPINSI JAWA TIMUR Oleh : Bilal Ma ruf (1), Sumaryo (1), Gondang Riyadi (1), Kelmindo Andwidono Wibowo (2) (1) Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Batas Darat

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Batas Darat BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Batas Darat Batas darat ialah tempat kedudukan titik-titik atau garis-garis yang memisahkan daratan atau bagiannya kedalam dua atau lebih wilayah kekuasaan yang berbeda

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah penetapan batas laut yang lebih tepatnya Zona Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1252, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Wilayah Batas Daerah. Penegasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6 I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Peta laut, Basepoint (Titik Pangkal), dan Baseline (Garis Pangkal) untuk delimiasi batas maritim. B.POKOK BAHASAN/SUB

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,

Lebih terperinci

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI xvii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vii SAMBUTAN... x UCAPAN TERIMA KASIH... xiii DAFTAR ISI... xvii DAFTAR GAMBAR... xxii BAB 1 DELIMITASI BATAS MARITIM: SEBUAH PENGANTAR... 1 BAB 2 MENGENAL DELIMITASI

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kartografi Kelautan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kartografi Kelautan BAB II DASAR TEORI 2.1 Kartografi Kelautan Kartografi merupakan sebuah disiplin yang meliputi ilmu, teknik, dan seni dalam proses perancangan dan produksi peta. Seperti halnya kartografi pada umumnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah merupakan awal pelaksanaan konsep otonomi daerah, sebagai wujud proses desentralisasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan berlakunya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982 yang diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 maka salah satu prioritas utama bagi

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2016 KEMENDAGRI. Batas Desa. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR

BAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR BAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR Pada dasarnya pekerjaan penetapan batas wilayah di laut akan mencakup dua kegiatan utama, yaitu penetapan batas wilayah laut secara kartometrik

Lebih terperinci

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA Hasanuddin Z. Abidin Jurusan Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 e-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KOTA PONTIANAK DENGAN KABUPATEN MEMPAWAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Lebih terperinci

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004] ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT (Studi Kasus : Batas Maritim Indonesia dengan Negara Tetangga) Oleh : Ratih Destarina I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan yang berbatasan dengan sepuluh Negara

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Spesifikasi Pekerjaan Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan

Lebih terperinci

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER III.1 Peta Dasar Peta yang digunakan untuk menentukan garis batas adalah peta

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN MELAWI KALIMANTAN BARAT DENGAN KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara pantai yang secara hukum internasional diakui sebagai negara kepulauan yang 80% wilayahnya adalah wilayah lautan (Patmasari dkk, 2008). Hal

Lebih terperinci

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012 Sistem Proyeksi Peta Arif Basofi PENS 2012 Tujuan Sistem Proyeksi Peta Jenis Proyeksi Peta Pemilihan Proyeksi Peta UTM (Universal Transverse Mercator) Sistem Proyeksi Peta Bentuk bumi berupa ruang 3D yg

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan kondisi geografisnya, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan dua pertiga wilayahnya yang berupa perairan. Kondisi geografis tersebut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut Ada dua peraturan yang dijadikan rujukan dalam penulisan Tugas Akhir ini, yaitu UU No.32 Tahun 2004 yang menerangkan tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA PERPETAAN - 2 KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan Extra

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN BULELENG DENGAN KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI EMPAT LAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 30 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 30 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 30 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA

BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA A. Dasar Hukum Pembagian Wilayah 1. UUD 1945 Hasil Amandemen Kerangka Yuridis mengenai pembagian wilayah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMODELAN DEFORMASI CO-SEISMIC

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMODELAN DEFORMASI CO-SEISMIC BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMODELAN DEFORMASI CO-SEISMIC Berikut ini akan di jelaskan pengukuran GPS di segmen Aceh, strategi pengolahan data dan pemodelan deformasi dengan menggunakan program RNGCHN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci

Hukum Laut Indonesia

Hukum Laut Indonesia Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 216 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA DENGAN KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus 31/03/2015 8:34 Susunan Lapisan Bumi Inside eartth Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN BANYUASIN DENGAN KABUPATEN PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR

Lebih terperinci

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut PEMBUKAAN Negara-negara Peserta pada Konvensi ini, Didorong oleh keinginan untuk menyelesaikan, dalam semangat saling pengertian dan kerjasama, semua

Lebih terperinci