RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan pengelolaannya untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat; b. bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi cenderung mengarah kepada sistem pasar bebas dan belum berwawasan kebangsaan serta belum mampu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional; c. bahwa pengelolaan minyak dan gas bumi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi belum memenuhi amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. bahwa Mahkamah Konstitusi telah membatalkan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi. Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI. 1 / 48

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, kondensat, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. 2. Gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi termasuk gas metana batubara dan gas alam cair. 3. Minyak dan gas bumi adalah minyak bumi dan gas bumi. 4. Bahan bakar minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi. 5. Bahan bakar gas adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari gas bumi. 6. Kuasa pertambangan minyak dan gas bumi yang selanjutnya disebut Kuasa Pertambangan adalah kuasa yang diberikan negara kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan usaha hulu. 7. Badan pengusahaan minyak dan gas bumi yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan adalah suatu badan hukum publik yang dibentuk khusus untuk melakukan pengusahaan di bidang hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Undang-Undang ini. 8. Survei umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya minyak dan gas bumi di luar wilayah kerja. 9. Kegiatan usaha hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi. 10. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan. 11. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. 12. Kegiatan usaha hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau niaga. 13. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi dan/atau gas bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan. 14. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan minyak bumi, gas bumi, dan/atau hasil olahannya dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan pengolahan, termasuk pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan distribusi. 15. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran minyak bumi dan/atau gas bumi. 2 / 48

3 16. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor minyak bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk niaga gas bumi melalui pipa. 17. Wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan, perairan, landas kontinen Indonesia, dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 18. Wilayah kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi. 19. Badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 20. Bentuk usaha tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia. 21. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha di bidang minyak dan gas bumi yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 22. Kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi berkeadilan dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 23. Izin usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk melaksanakan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. 24. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 27. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi. 28. Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang diatur dalam Undang-Undang ini berasaskan kedaulatan dan kemandirian energi minyak dan gas bumi nasional, ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan. Pasal 3 Penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi bertujuan: 3 / 48

4 a. mengembangkan dan memberi nilai tambah atas sumber daya minyak dan gas bumi nasional; b. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi yang dikuasai dan dimiliki oleh negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan; c. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan; d. menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya minyak bumi dan gas bumi baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri; e. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional; f. meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia; g. menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup; h. menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan produk bahan bakar minyak dan bahan bakar gas; dan i. menjamin perlindungan bagi rakyat terhadap mutu bahan bakar minyak dan bahan bakar gas. BAB III PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Pasal 4 (1) Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai dan dimiliki oleh negara. (2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan. (3) Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan membentuk badan pengusahaan untuk menyelenggarakan dan mengendalikan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Pasal 5 Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagai objek vital nasional berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 Pemerintah mengatur dan mengawasi kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 7 4 / 48

5 Kegiatan usaha minyak dan gas bumi terdiri atas: a. kegiatan usaha hulu yang mencakup: 1. eksplorasi; dan 2. eksploitasi. b. kegiatan usaha hilir yang mencakup: 1. pengolahan; 2. pengangkutan; 3. penyimpanan; dan/atau 4. niaga. Pasal 8 (1) Kegiatan usaha hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama. (2) Kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat persyaratan: a. kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; b. pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pengusahaan; dan c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung badan usaha atau bentuk usaha tetap. Pasal 9 (1) Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilaksanakan dengan izin usaha. (2) Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan, kecuali dalam penetapan harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi yang dipasarkan di dalam negeri. Pasal 10 (1) Pemerintah, Badan Pengusahaan, dan Badan Usaha Milik Negara: a. bertanggung jawab atas ketersediaan dan memberikan prioritas terhadap pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri; dan b. bertugas menyediakan cadangan strategis minyak bumi guna mendukung penyediaan bahan bakar minyak dalam negeri. (2) Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara wajib menjamin kelancaran pendistribusian bahan bakar minyak dan bahan bakar gas yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Pemerintah mengatur kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan umum, agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai. (4) Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). (5) Tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi pengaturan dan penetapan 5 / 48

6 mengenai: a. kebijakan umum tentang pemanfaatan minyak dan gas bumi; b. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak; c. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional; d. pengolahan minyak bumi dan gas bumi; e. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak; f. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa; g. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; dan h. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi. (6) Ketentuan mengenai tanggung jawab ketersediaan dan pemberian prioritas terhadap pemanfaatan gas bumi dan tugas penyediaan cadangan strategis minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 11 (1) Kegiatan usaha hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang pengusahaannya dapat bekerja sama dengan: a. badan usaha; atau b. bentuk usaha tetap. (2) Bentuk usaha tetap hanya dapat melakukan kegiatan usaha hulu. (3) Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha yang berbentuk: a. Badan Usaha Milik Negara; b. badan usaha milik daerah; c. koperasi; atau d. badan usaha swasta. (4) Badan usaha yang melakukan kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilarang melakukan kegiatan usaha hulu, kecuali membentuk badan hukum yang terpisah. (5) Pelaksanaan kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus didasarkan pada kemampuan keuangan, teknis, dan sumber daya manusia. BAB IV BADAN PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI Bagian Kesatu Struktur dan Kedudukan 6 / 48

7 Pasal 12 (1) Badan Pengusahaan dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini dan bertanggung jawab kepada Presiden. (2) Struktur Badan Pengusahaan terdiri dari Dewan Pimpinan dan Dewan Pengawas. (3) Dewan Pimpinan Badan Pengusahaan dipimpin oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dibantu oleh Wakil Kepala Badan Pengusahaan dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang Deputi. (4) Kepala Badan Pengusahaan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR. (5) Wakil Kepala Badan Pengusahaan dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden berdasarkan usul Kepala Badan Pengusahaan. (6) Masa jabatan Kepala Badan dan Wakil Kepala Badan ditetapkan paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pasal 13 (1) Pengawasan terhadap Dewan Pimpinan dilakukan oleh Dewan Pengawas. (2) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (3) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; b. Menteri Dalam Negeri; c. Menteri Keuangan; d. Menteri Pertahanan; e. Menteri Kehutanan; f. Menteri Negara Lingkungan Hidup; dan g. Menteri Perhubungan. (Kepala Badan Pertanahan Nasional) (4) Ketua Dewan Pengawas adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Pasal 14 Badan Pengusahaan berkedudukan di Ibukota Negara. Bagian Kedua Fungsi dan Tugas Paragraf 1 Fungsi dan Tugas Badan Pengusahaan 7 / 48

8 Pasal 15 (1) Badan Pengusahaan berfungsi menyelenggarakan dan mengendalikan kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi. (2) Badan Pengusahaan bertugas: a. menyelenggarakan pengusahaan minyak dan gas bumi; b. memberikan pertimbangan kepada Menteri dalam hal penyiapan dan penawaran wilayah kerja serta kontrak kerja sama; c. menawarkan wilayah kerja; d. menentukan syarat dan ketentuan kontrak kerja sama; e. menandatangani kontrak kerja sama; f. memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan; g. memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran badan usaha dan bentuk usaha tetap yang sudah menandatangani kontrak kerja sama; h. melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Presiden mengenai pelaksanaan kontrak kerja sama; i. menjual minyak dan/atau gas bumi bagian negara; j. membeli dan/atau mengimpor minyak dan gas bumi untuk menjaga cadangan minyak dan gas bumi dalam negeri; dan k. mengkoordinasikan Badan Usaha Milik Negara minyak dan gas bumi dalam proses kegiatan hulu. Paragraf 2 Tugas Dewan Pengawas Pasal 16 Tugas Dewan Pengawas adalah: a. menetapkan kebijakan umum Badan Pengusahaan; b. menyetujui pokok-pokok ketentuan dalam Kontrak Kerja Sama; c. menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Badan Pengusahaan; d. mengawasi pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Badan Pengusahaan; e. menyetujui usul Dewan Pimpinan atas persetujuan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksi; f. mengawasi pengurusan Badan Pengusahaan oleh Dewan Pimpinan; g. melaporkan kepada Presiden pelaksanaan pengawasan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan minimal 1 (satu) tahun sekali; dan h. mengevaluasi kinerja Dewan Pimpinan. Bagian Ketiga 8 / 48

9 Modal dan Anggaran Pasal 17 (1) Modal Badan Pengusahaan merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang jumlahnya tercatat dalam neraca pembukuan yang disahkan oleh Menteri Keuangan. (2) Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Modal Badan Pengusahaan tidak terbagi atas saham-saham. Pasal 18 Aset Badan Pengusahaan terdiri dari: a. aset yang diperoleh langsung oleh Badan Pengusahaan yang berasal dalam rencana kerja dan anggaran yang tertuang dalam pembukuan atau neraca Badan Pengusahaan; dan b. aset yang diperoleh dari pelaksanaan Kontrak Kerja Sama yang tertuang dalam pembukuan tersendiri. Pasal 19 (1) Aset yang diperoleh dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dimiliki oleh negara. (2) Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercatat atas nama Badan Pengusahaan dan berada dibawah pengelolaan, pembinaan dan pencatatan Badan Pengusahaan. Pasal 20 (1) Badan Pengusahaan mempunyai cadangan umum yang dipergunakan untuk menutupi kerugian yang mungkin timbul atas modal Badan Pengusahaan. (2) Badan Pengusahaan membentuk cadangan tujuan. (3) Cadangan-cadangan yang diadakan oleh Badan Pengusahaan dinyatakan dengan jelas dalam pembukuan Badan Pengusahaan. (4) Badan Pengusahaan dilarang mengadakan cadangan diam dan cadangan rahasia. Pasal 21 (1) Anggaran biaya operasional Badan Pengusahaan bersumber dari penerimaan Negara yang berasal dari bagian Negara. (2) Jumlah penerimaan Negara yang berasal dari bagian Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun anggaran. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan dan pengelolaan, diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 22 Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan, tata kerja, permodalan, dan pengawasan Badan Pengusahaan 9 / 48

10 diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB V KEGIATAN USAHA HULU Pasal 23 (1) Kegiatan usaha hulu dilaksanakan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap berdasarkan kontrak kerja sama dengan Badan Pengusahaan. (2) Setiap kontrak kerja sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada DPR. (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak kontrak kerja sama ditandatangani. (4) Kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat paling sedikit ketentuan pokok: a. wilayah Kerja dan pengembaliannya b. jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak c. berakhirnya kontrak d. kewajiban pengeluaran dana; e. kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri; f. penerimaan negara; g. pembukuan aset; h. perpindahan kepemilikan hasil produksi atas minyak dan gas bumi; i. rencana pengembangan lapangan; j. penyelesaian perselisihan; k. kewajiban pascaoperasi pertambangan; l. keselamatan dan kesehatan kerja; m. pengelolaan lingkungan hidup; n. pengalihan hak dan kewajiban; o. pelaporan yang diperlukan; p. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri; q. pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak masyarakat adat; dan r. pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia. Pasal 24 (1) Batas dan syarat wilayah kerja yang akan ditawarkan kepada badan usaha, atau bentuk usaha tetap ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah daerah yang bersangkutan. 10 / 48

11 (2) Badan Pengusahaan menyiapkan wilayah kerja yang akan ditawarkan kepada badan usaha dan bentuk usaha tetap. (3) Penawaran wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Badan Pengusahaan dengan memberikan prioritas kepada Badan Usaha Milik Negara. (4) Dalam hal Badan Usaha Milik Negara tidak dapat mengusahakan wilayah kerja baru yang ditawarkan, Badan Usaha Milik Negara berhak mendapatkan 25 % (dua puluh lima per seratus) participating interest atas wilayah kerja yang telah ditetapkan oleh Menteri dengan berdasar pada biaya nyata yang telah dikeluarkan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap dalam mendapatkan wilayah kerja dimaksud. (5) Menteri menetapkan badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk melakukan kegiatan usaha hulu pada wilayah kerja sesuai dengan ketentuan mengenai kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Pasal 25 (1) Setiap badan usaha atau bentuk usaha tetap hanya diberikan 1 (satu) wilayah kerja. (2) Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja. Pasal 26 (1) Jangka waktu kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) tahun. (2) Dalam hal jangka waktu kontrak kerja sama berakhir, wilayah kerja dikembalikan kepada Pemerintah. (3) Badan usaha dan bentuk usaha tetap dapat memperpanjang kontrak kerja sama setelah mendapatkan persetujuan DPR. (4) Persetujuan DPR diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak kontrak kerja sama berakhir. (5) Badan usaha dan bentuk usaha tetap yang akan memperpanjang kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan: a. membuka lapangan baru dan mendapatkan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari jumlah produksi dari lapangan yang dikelola saat ini; dan b. menerapkan teknologi yang lebih maju atau melakukan secondary recovery. (6) Dalam hal jangka waktu kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Menteri mengutamakan pengusahaan wilayah kerja kepada Badan Usaha Milik Negara. (7) Dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelum berakhirnya kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memberikan kesempatan kepada Badan Usaha Milik Negara, bekerja sama dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap. (8) Dalam hal Badan Usaha Milik Negara mengusahakan secara penuh wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Badan Usaha Milik Negara menawarkan participating interest 10% (sepuluh persen) kepada badan usaha milik daerah. (9) Dalam hal Badan Usaha Milik Negara tidak dapat mengusahakan wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Menteri dapat menentukan pengusahaan lebih lanjut. (10) Sejak Menteri menetapkan badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk melakukan pengusahaan lebih lanjut atas perpanjangan kontrak kerja sama, badan usaha atau bentuk usaha tetap menawarkan participating interest 10% (sepuluh persen) kepada badan usaha milik daerah. 11 / 48

12 (11) Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (10) yang berada pada 1 (satu) kabupaten/kota, badan usaha milik daerah di daerah kabupaten/kota yang bersangkutan yang mendapatkan participating interest 10% (sepuluh persen). (12) Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berada pada 2 (dua) atau lebih kabupaten/kota, badan usaha milik daerah yang mendapatkan prioritas participating interest 10% (sepuluh persen) adalah badan usaha milik daerah provinsi. (13) Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berada pada 2 (dua) provinsi yang berbatasan langsung, maka yang mendapatkan prioritas participating interest 10% (sepuluh persen) adalah badan usaha milik daerah dari kedua daerah provinsi tersebut, yang memenuhi syarat dan kompetensi. Pasal 27 (1) Kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) terdiri atas jangka waktu eksplorasi dan jangka waktu eksploitasi. (2) Jangka waktu eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) tahun. (3) Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap dalam jangka waktu eksplorasi selama 10 (sepuluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak menemukan cadangan minyak bumi dan/atau gas bumi yang dapat diproduksikan, badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib mengembalikan seluruh wilayah kerjanya dan kontrak kerja sama dinyatakan berakhir. Pasal 28 Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang tidak melaksanakan kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi paling lama 6 (enam) tahun atas wilayah kerja yang dikerjasamakan sejak ditandatangani kontrak kerja sama, wajib mengembalikan wilayah kerja dimaksud kepada Menteri untuk ditentukan pengusahaan lebih lanjut atas wilayah kerja dimaksud. Pasal 29 Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang telah mendapatkan persetujuan pengembangan lapangan yang pertama dalam suatu wilayah kerja tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya jangka waktu eksplorasi wajib mengembalikan seluruh wilayah kerjanya kepada Menteri. Pasal 30 Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, tata cara, dan syarat-syarat mengenai kontrak kerja sama, penetapan dan penawaran wilayah kerja, perubahan kontrak kerja sama, serta pengembalian wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 31 (1) Untuk menunjang penyiapan wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), dilakukan survei umum yang dilaksanakan oleh atau dengan izin Pemerintah. 12 / 48

13 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pelaksanaan survei umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 32 (1) Data yang diperoleh dari survei umum serta eksplorasi dan eksploitasi adalah milik negara yang dikuasai oleh Pemerintah. (2) Data yang diperoleh badan usaha atau bentuk usaha tetap di wilayah kerjanya dapat digunakan oleh badan usaha, atau bentuk usaha tetap dimaksud selama jangka waktu kontrak kerja sama. (3) Apabila kontrak kerja sama berakhir, badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama masa kontrak kerja sama kepada Pemerintah melalui Badan Pengusahaan. (4) Kerahasiaan data yang diperoleh badan usaha atau bentuk usaha tetap di wilayah kerja berlaku selama jangka waktu yang ditentukan. (5) Pemerintah mengatur, mengelola, dan memanfaatkan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk merencanakan penyiapan pembukaan wilayah kerja. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepemilikan, jangka waktu penggunaan, kerahasiaan, pengelolaan, dan pemanfaatan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 33 (1) Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja wajib mendapatkan persetujuan Badan Pengusahaan setelah berkonsultasi dengan pemerintah daerah penghasil minyak dan gas bumi. (2) Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dari suatu Wilayah Kerja, badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menawarkan participating interest 10% (sepuluh persen) kepada Badan Usaha Milik Daerah dengan berdasar kepada biaya nyata yang telah dikeluarkan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap di wilayah kerja dimaksud. (3) Dalam hal badan usaha milik daerah menerima penawaran Participating Interest sebagaimana dimaksud pada ayat (2), badan usaha milik daerah tidak dapat mengalihkan sebagian ataupun seluruh kepada pihak lain. (4) Dalam hal badan usaha milik daerah mengalihkan haknya kepada pihak lain, Participating Interest yang dimiliki oleh badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicabut dan ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Negara. (5) Dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan minyak dan gas bumi, badan usaha dan bentuk usaha tetap wajib melakukan optimasi dan melaksanakannya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan lapangan, pemroduksian cadangan minyak dan gas bumi, penawaran Participating Interest, dan ketentuan mengenai kaidah keteknikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 34 (1) Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menjamin standar dan mutu yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta menerapkan kaidah keteknikan yang baik. 13 / 48

14 (2) Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup dan menaati ketentuan peraturan perundangan-undangan dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. (3) Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pascaoperasi pertambangan. (4) Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing. (sesuai dengan kemampuan yang tersedia) (5) Bentuk usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi kepada mitra kerjanya. (6) Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 35 (1) Badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi minyak bumi dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan mempertimbangkan skala harga keekonomian. (2) Penyerahan bagian dari hasil produksi minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara fisik. (3) Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat meminta Badan Pengusahaan untuk merevisi dan/atau mengakhiri Kontrak Kerja Sama. (4) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 36 (1) Badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap mendapatkan kembali biaya operasi sesuai dengan kontrak kerja sama setelah wilayah kerja yang dikelola oleh badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap menghasilkan produksi komersial. (2) Biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: a. biaya eksplorasi; b. biaya eksploitasi; c. biaya untuk memindahkan gas dari titik produksi ke titik penyerahan; dan d. biaya kegiatan pasca operasi kegiatan usaha hulu. (3) Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghasilkan produksi komersial, terhadap seluruh biaya operasi yang telah dikeluarkan, sepenuhnya menjadi risiko dan beban badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap dan tidak ditanggung oleh Negara. 14 / 48

15 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI KEGIATAN USAHA HILIR Pasal 37 (1) Kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, dapat dilaksanakan oleh badan usaha setelah mendapat izin usaha dari Pemerintah. (2) Izin usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha minyak bumi dan/atau kegiatan usaha gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. izin usaha pengolahan; b. izin usaha pengangkutan; c. izin usaha penyimpanan; dan d. izin usaha niaga. (3) Setiap badan usaha dapat diberi lebih dari 1 (satu) Izin usaha sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 38 (1) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 paling sedikit memuat: a. nama badan usaha; b. jenis usaha yang diberikan; c. kewajiban dalam penyelenggaraan pengusahaan; dan d. syarat-syarat teknis. (2) Setiap izin usaha yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Pasal 39 (1) Setiap badan usaha yang melakukan: a. pelanggaran terhadap salah satu persyaratan yang tercantum dalam Izin Usaha; b. pengulangan pelanggaran atas persyaratan izin usaha; c. tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang ini, dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran tertulis; b. penangguhan kegiatan; 15 / 48

16 c. pembekuan kegiatan; atau d. pencabutan izin usaha. (3) Sebelum melaksanakan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah terlebih dahulu memberikan kesempatan selama jangka waktu tertentu kepada badan usaha untuk meniadakan pelanggaran yang telah dilakukan atau pemenuhan persyaratan yang ditetapkan. Pasal 40 (1) Terhadap kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan badan usaha atau bentuk usaha tetap di dalam satu wilayah kerja, tidak diperlukan izin usaha tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, apabila fasilitas yang dimiliki oleh badan usaha, atau bentuk usaha tetap dipergunakan bersama dengan pihak lain dengan memungut biaya atau sewa sehingga memperoleh keuntungan dan/atau laba. Pasal 41 (1) Menteri menetapkan rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional. (2) Terhadap badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi melalui jaringan pipa hanya dapat diberikan ruas pengangkutan tertentu. (3) Terhadap badan usaha pemegang izin usaha niaga gas bumi melalui jaringan pipa hanya dapat diberikan wilayah niaga tertentu. Pasal 42 Pengolahan minyak bumi bagian negara dan impor minyak bumi untuk menghasilkan bahan bakar minyak yang dipasarkan di dalam negeri diutamakan dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 43 Bahan bakar minyak dan gas bumi serta hasil olahannya yang dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 44 Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi yang dipasarkan di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR. Pasal 45 (1) Pada daerah atau wilayah yang mengalami kelangkaan bahan bakar minyak dan pada daerah-daerah terpencil, fasilitas pengangkutan dan penyimpanan termasuk fasilitas penunjangnya, dapat dimanfaatkan bersama pihak lain. (2) Pelaksanaan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Pemerintah dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis dan aspek ekonomis. 16 / 48

17 Pasal 46 Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 45, diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VII PENERIMAAN NEGARA Bagian Kesatu Penerimaan Pajak dan Bukan Pajak Pasal 47 (1) Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang sudah menghasilkan produksi minyak bumi dan/atau gas bumi wajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak. (2) Penerimaan negara yang berupa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. bagian negara; b. pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran produksi; dan/atau c. bonus-bonus. (4) Penerimaan Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipungut oleh Menteri melalui Badan Pengusahaan dari badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap yang selanjutnya disetorkan kepada Negara. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 48 Badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 wajib membayar pajak, bea masuk dan pungutan lain atas impor, cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, serta kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Bagian Daerah Pasal 49 (1) Daerah penghasil berhak mendapatkan jumlah persentase tertentu dari bagian produksi minyak dan gas bumi kotor (bruto) yang diterima oleh Pemerintah sebelum produksi (lifting) minyak dan gas bumi dibagihasilkan. 17 / 48

18 (2) Selain berhak mendapatkan bagian produksi minyak dan gas bumi kotor (bruto) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), daerah penghasil berhak mendapatkan jumlah persentase tertentu dari bonus tanda tangan yang diterima oleh Pemerintah. (3) Pemerintah Daerah penghasil minyak dan gas bumi berkewajiban mendukung kelancaran dan kelangsungan kegiatan hulu minyak dan gas bumi di daerahnya. (4) Pemerintah Daerah penghasil minyak dan gas bumi berkewajiban mengalokasikan atau menggunakan bagian produksi minyak dan gas bumi miliknya untuk pembangunan infrastruktur daerah, pengelolaan lingkungan hidup, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perolehan bagian daerah dan persentase dari hasil produksi minyak dan gas bumi dan pemanfaatannya diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VIII PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI Pasal 50 (1) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. (2) Hak atas wilayah kerja tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi. (3) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi mendapat prioritas dalam penggunaan tanah permukaan bumi, apabila: a. terdapat potensi minyak dan gas bumi yang terkandung di dalam tanah; b. terjadi tumpang tindih penggunaan tanah dengan industri atau sektor lain. (4) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (5) Badan usaha atau bentuk usaha tetap dapat melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah mendapat izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (6) Badan usaha atau bentuk usaha tetap hanya dapat melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi pada tanah milik masyarakat adat atau tanah ulayat, setelah mendapat persetujuan dari masyarakat adat yang bersangkutan. (7) Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang akan melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi pada tanah masyarakat, hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Pasal 51 (1) Dalam hal badan usaha, atau bentuk usaha tetap akan menggunakan bidang-bidang tanah hak atau tanah negara di dalam wilayah kerjanya, badan usaha atau bentuk usaha tetap yang bersangkutan wajib terlebih dahulu mengadakan penyelesaian dengan pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan cara jual beli, tukar menukar, penggantian yang layak dan wajar, serta pengakuan atau bentuk 18 / 48

19 penggantian lain kepada pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara. Pasal 52 (1) Dalam hal badan usaha atau bentuk usaha tetap telah diberikan wilayah kerja, serta telah menandatangani Kontrak Kerja Sama terhadap bidang-bidang tanah yang dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan areal pengamanannya, diberikan hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan wajib memelihara serta menjaga bidang tanah tersebut. (2) Dalam hal pemberian wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi areal yang luas di atas tanah negara, bagian-bagian tanah yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi, dapat diberikan kepada pihak lain oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agraria atau pertanahan dengan mengutamakan masyarakat setempat setelah mendapat rekomendasi dari Menteri. Pasal 53 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian penggunaan tanah hak atau tanah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IX DANA MINYAK DAN GAS BUMI Pasal 54 (1) Menteri, Menteri Keuangan, dan Badan Pengusahaan wajib mengusahakan dan mengelola dana minyak dan gas bumi secara bersama-sama dalam sebuah rekening bersama secara transparan dan akuntabel. (2) Dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan penggantian cadangan minyak dan gas bumi, pengembangan energi terbarukan, dan untuk kepentingan generasi yang akan datang. (3) Dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari persentase tertentu: a. hasil penerimaan kotor minyak dan gas bumi bagian Negara; b. bonus-bonus yang menjadi hak Pemerintah berdasarkan kontrak kerja sama dan Undang-Undang ini; c. pungutan dan iuran yang menjadi hak Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 55 Pengelolaan dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 wajib diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan Akuntan Publik. Pasal 56 Ketentuan lebih lanjut mengenai dana minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dan Pasal 55 diatur dalam Peraturan Pemerintah. 19 / 48

20 BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 57 Pembinaan terhadap kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilakukan oleh Pemerintah. Pasal 58 (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 meliputi: a. penyelenggaraan urusan Pemerintah di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi; dan b. penetapan kebijakan umum mengenai kegiatan usaha minyak dan gas bumi berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya minyak dan gas bumi yang dimiliki, kemampuan produksi, kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi dalam negeri, penguasaan teknologi, aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional, dan kebijakan pembangunan. (2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara cermat, transparan, dan adil terhadap pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sesuai dengan kebijakan di bidang energi nasional. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 59 Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 60 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi: a. konservasi sumber daya dan cadangan minyak dan gas bumi; b. pengelolaan data minyak dan gas bumi; c. penerapan kaidah keteknikan yang baik; d. jenis dan mutu hasil olahan minyak dan gas bumi; e. alokasi dan distribusi bahan bakar minyak dan bahan baku minyak dan gas bumi; f. keselamatan dan kesehatan kerja; g. pengelolaan lingkungan hidup; 20 / 48

21 h. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; i. penggunaan tenaga kerja asing; j. pengembangan tenaga kerja Indonesia; k. pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat; l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi minyak dan gas bumi;dan m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi sepanjang menyangkut kepentingan umum. Pasal 61 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. BAB XI LARANGAN Pasal 62 Setiap orang dilarang melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi tanpa mempunyai kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Pasal 63 Setiap orang dilarang tanpa hak melakukan survei umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1). Pasal 64 Setiap orang dilarang tanpa hak memiliki, menggunakan, memanfaatkan dan/atau membuka rahasia data survei umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dalam bentuk apapun. Pasal 65 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan usaha hilir tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37. Pasal 66 Setiap orang dilarang mengurangi standar dan mutu minyak bumi dan gas bumi yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43. Pasal 67 Setiap orang dilarang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak bumi dan gas bumi yang disubsidi Pemerintah. 21 / 48

22 BAB XII PENYIDIKAN Pasal 68 (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. (2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang diterima berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi; c. menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan minyak dan gas bumi; d. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan minyak dan gas bumi dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana; e. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan minyak dan gas bumi yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti; f. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan minyak dan gas bumi; g. menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan minyak dan gas bumi. (3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan perkara pidana kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan penyidikannya dalam hal peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana. (5) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 69 (1) Setiap orang yang tanpa hak melakukan survei umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (sepuluh milyar rupiah). (2) Setiap orang yang tanpa hak memiliki, menggunakan, memanfaatkan dan/atau membuka rahasia data 22 / 48

23 survei umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (sepuluh milyar rupiah). Pasal 70 Setiap orang yang melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi tanpa mempunyai kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling tinggi Rp ,00 (tiga ratus miliar rupiah). Pasal 71 Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha hilir tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga ratus milyar rupiah). Pasal 72 Setiap orang yang mengurangi standar dan mutu minyak bumi dan gas bumi yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga ratus milyar rupiah). Pasal 73 Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga ratus milyar rupiah). Pasal 74 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan usaha atau bentuk usaha tetap, tuntutan dan pidana dikenakan terhadap badan usaha atau bentuk usaha tetap dan/atau pengurusnya. (2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap, pidana yang dijatuhkan kepada badan usaha atau bentuk usaha tetap tersebut adalah pidana denda, dengan ketentuan paling tinggi pidana denda ditambah sepertiganya. Pasal 75 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh pejabat yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang minyak dan gas bumi, maka pidananya dapat ditambah sepertiga dari maksimum pidana yang diancamkan masing-masing dalam Bab ini. Pasal 76 (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 adalah pelanggaran. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, dan Pasal 75 adalah kejahatan. 23 / 48

24 Pasal 77 Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, sebagai pidana tambahan dikenai pencabutan hak atau perampasan barang yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 78 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun Badan Pelaksana yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) beralih bentuknya menjadi Badan Pengusahaan. Pasal 79 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. saat beralihnya Badan Pelaksana yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) menjadi Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, tugas dan fungsi, aset, kekayaan, hak dan kewajiban, personalia, wewenang, dan tanggung jawab Badan Pelaksana, dialihkan kepada Badan Pengusahaan. b. selama proses beralihnya Badan Pelaksana menjadi Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Badan Pelaksana tetap melaksanakan: 1. tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan pengusahaan badan usaha dan bentuk usaha tetap termasuk kontraktor kontrak kerja sama sampai terbentuknya Badan Pengusahaan; dan 2. pengaturan dan pengelolaan kekayaan, personalia serta hal penting lainnya yang diperlukan. Pasal 80 (1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Badan Pengatur yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152), dinyatakan bubar. (2) Dengan dibubarkannya Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) tahun, tugas dan fungsi, personalia, wewenang, serta tanggung jawab, dialihkan kepada Kementerian yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang minyak dan gas bumi. Pasal 81 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. dengan terbentuknya Badan Pengusahaan semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari kontrak kerja sama antara Badan Pelaksana dan pihak lain beralih kepada Badan Pengusahaan; 24 / 48

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 22 27/04/2008 11:59 AM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan

Lebih terperinci

NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm Page 1 of 16 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI RUU Perubahan Migas RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI Formatted: Left, Indent: Left: 0 cm, First

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya minyak dan gas bumi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat

Lebih terperinci

Rancangan Undang-Undang Tentang Minyak dan Gas Bumi Versi Masyarakat Sipil

Rancangan Undang-Undang Tentang Minyak dan Gas Bumi Versi Masyarakat Sipil Rancangan Undang-Undang Tentang Minyak dan Gas Bumi Versi Masyarakat Sipil 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I KETENTUAN UMUM... 4 BAB II TUGAS DAN KEWENANGAN PENGURUSAN MIGAS..... 8 BAB III RENCANA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Panas Bumi merupakan sumber daya alam terbarukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.217, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Panas Bumi. {enyelenggaraan. Pemanfaatan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5585) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Panas Bumi merupakan sumber daya alam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pres-lambang01.gif (3256 bytes) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 27/2003, PANAS BUMI *14336 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 27 TAHUN 2003 (27/2003) TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG BADAN PENGATUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG BADAN PENGATUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI I. UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM)

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM) FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM) No. FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DASAR FUNGSI 1. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG BADAN PENGATUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG BADAN PENGATUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Pre

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Pre No.99, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Minyak. Gas Bumi. Aceh. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5696). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Lampiran Surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 7372/30/MEM.S/2012 Tanggal : 29 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa potensi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, bahwa

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2002 TENTANG BADAN PENGATUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN GAS BUMI MELALUI PIPA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal No.480, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT MINERAL LOGAM, MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.169, 2018 KEMEN-ESDM. Pengusahaan Gas Bumi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUSAHAAN GAS

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI -1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8, Pasal 18,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa Panas Bumi merupakan energi yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumberdaya alam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM WILAYAH KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM WILAYAH KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM WILAYAH KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT No. Urut: 07, 2012 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 123, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DI KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DI KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa Minyak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN PERUSAHAAN DI BIDANG MINYAK DAN GAS BUMI DALAM WILAYAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No No.116, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2017 TENTANG KONTRAK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL DRAFT 15092011 LEMBARAN DAERAH PROVINSI JA R.AN WA BARAT TAHUN 2013 NOMO PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BIDANG MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand No.30, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Panas Bumi. Tidak Langsung. Pemanfaatan. Pencabutan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6023). PERATURAN

Lebih terperinci

*40950 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 35 TAHUN 2004 (35/2004) TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI

*40950 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 35 TAHUN 2004 (35/2004) TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI Copyright (C) 2000 BPHN PP 35/2004, KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI *40950 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 35 TAHUN 2004 (35/2004) TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan. No.274, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (PT) MALUKU ENERGI

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (PT) MALUKU ENERGI PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (PT) MALUKU ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa Provinsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (PT) PETROGAS JATIM UTAMA

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (PT) PETROGAS JATIM UTAMA PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (PT) PETROGAS JATIM UTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 7 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (PT) MIGAS MANDIRI PRATAMA KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (PT) MIGAS MANDIRI PRATAMA KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (PT) MIGAS MANDIRI PRATAMA KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

1 of 6 3/17/2011 3:59 PM

1 of 6 3/17/2011 3:59 PM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TENTANG POS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang : a. bahwa minyak dan gas bumi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa minyak dan gas bumi merupakan

Lebih terperinci