BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,"

Transkripsi

1 BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang: a. bahwa Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2002 tentang Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 8 Tahun 2008 belum mampu menampung dinamika nilainilai sosial budaya dan perkembangan arsitektur, ilmu pengetahuan, serta teknologi; b. bahwa pemerintah daerah berkewajiban mewujudkan penyelenggaraan bangunan dengan tertib baik persyaratan administratif maupun teknis guna mewujudkan bangunan yang fungsional, andal, menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan pengguna, serta serasi dan selaras dengan pembangunan; c. bahwa agar bangunan dapat terselenggara secara tertib dan terwujud sesuai dengan fungsinya, diperlukan peran masyarakat dan upaya pembinaan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung; 1

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 44); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470); 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833); 6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 2

3 9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 11. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 12. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 13. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 12, 13, 14 dan 15 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3520); 3

4 18. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3866); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat dalam Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3955); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Ijin Mendirikan Bangunan; 26. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai; 27. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; 28. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; 4

5 29. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi; 30. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; 31. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung; 32. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung; 33. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung; 34. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2008 tentang Jenis Kegiatan yang Wajib Upaya Kelola Lingkungan/Upaya Pengelolaan Lingkungan; 35. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02/PER/ M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi; 36. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, Nomor 18 Tahun 2009, 07/PRT/M/2009, 19/PER/M.KOMINFO/03/2009, 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi; 37. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan; 38. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul Nomor 5 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul (Lembaran Daerah Seri D Nomor 7 Tahun 1987); 39. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 13 Tahun 2007 tentang Penetapan Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Seri D Nomor 12 Tahun 2007); 40. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Seri D Nomor 14 Tahun 2007) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 7 Tahun 2010 (Lembaran Daerah Seri D Nomor 7 Tahun 2010); 5

6 41. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 04 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Seri D Nomor 04 Tahun 2011); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL dan BUPATI BANTUL MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Bantul. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Bantul. 5. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung. 6. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 7. Bangunan bukan gedung adalah bangunan yang fungsi dan kegiatannya bukan sebagai bangunan gedung. 8. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus yang dalam pembangunan dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya. 9. Bangunan gedung untuk kepentingan umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun sosial dan budaya. 10. Struktur Bangunan Gedung adalah bagian dari bangunan yang tersusun dan komponenkomponen yang dapat bekerjasama secara satu kesatuan, sehingga mampu menjamin kekakuan, stabilitas, keselamatan dan kenyamanan bangunan gedung terhadap macam beban, baik beban terencana maupun beban tak terduga, dan terhadap bahaya lain dari kondisi sekitarnya seperti tanah longsor, intrusi air laut, gempa, angin kencang, tsunami, dan sebagainya. 6

7 11. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan, kelompok orang atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung. 12. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk lainnya. 13. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan. 14. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung. 15. Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan, kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala. 16. Klasifikasi Bangunan Gedung adalah klasifikasi dan fungsi bangunan gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya. 17. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat RTBL adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum, dan panduan rancangan/rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan. 18. Keterangan Rencana Kabupaten adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh pemerintah kabupaten pada lokasi tertentu. 19. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 20. Kapling adalah suatu perpetakan bidang tanah, yang menurut pertimbangan Pemerintah Daerah dapat digunakan untuk tempat mendirikan bangunan. 21. Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian baik membangun bangunan baru maupun menambah, merubah, merehabilitasi dan/atau memperbaiki bangunan yang ada, termasuk pekerjaan menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan tersebut. 22. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administrative dan persyaratan teknis yang berlaku. 23. Persil adalah bidang tanah yang mempunyai bentuk, ukuran, peruntukan dan kelas tertentu. 24. Bidang Tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas. 25. Instansi Penyelenggara Perizinan adalah unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang penyelenggaraan perizinan. 26. Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan. 7

8 27. Sertifikat Laik Fungsi yang selanjutnya disingkat SLF adalah sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk menyatakan kelayakan fungsi suatu bangunan baik secara administratif maupun teknis, sebelum pemanfaatannya. 28. Merobohkan Bangunan adalah pekerjaan meniadakan sebagian atau seluruh bagian bangunan ditinjau dari segi fungsi bangunan dan/atau konstruksi. 29. Garis Sempadan adalah garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung terhadap batas lahan yang dikuasai, antar massa bangunan lainnya, batas tepi sungai/pantai, jalan kereta api, rencana saluran dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi. 30. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase berdasarkan perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 31. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 32. Koefisien Tapak Basemen yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka persentase berdasarkan perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 33. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka persentase berdasarkan perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 34. Tinggi bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan tanah, tempat bangunan tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak dari bangunan tersebut. 35. Pemohon adalah orang atau badan, kelompok orang atau perkumpulan yang mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan kepada pemerintah kabupaten. 36. Utilitas adalah perlengkapan mekanikal dan elektrikal dalam bangunan yang digunakan untuk menunjang fungsi bangunan dan tercapainya keselamatan, kesehatan, kemudahan, dan kenyamanan di dalam bangunan. 37. Dokumen administrasi adalah dokumen yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan administratif meliputi dokumen kepemilikan bangunan, kepemilikan tanah, dan dokumen izin mendirikan bangunan. 38. Surat Bukti Kepemilikan Bangunan adalah surat penetapan status kepemilikan bangunan yang dikeluarkan berdasarkan hasil pendataan pendaftaran bangunan yang diterbitkan oleh instansi yang ditunjuk sesuai dengan Peraturan Presiden. 39. Keandalan bangunan adalah kondisi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan yang memenuhi persyaratan teknis oleh kinerja bangunan. 40. Keselamatan adalah kondisi kemampuan mendukung beban muatan, serta kemampuan dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir yang memenuhi persyaratan teknis dan kinerja bangunan. 41. Kesehatan adalah kondisi penghawaan, pencahayaan, air bersih, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan teknis oleh kinerja bangunan gedung. 42. Kenyamanan adalah kondisi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan oleh kinerja bangunan gedung. 43. Kemudahan adalah kondisi hubungan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan teknis oleh kinerja bangunan gedung. 8

9 44. Kegagalan bangunan adalah kinerja bangunan dalam tahap pemanfaatan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum. 45. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan beserta prasarana dan sarananya agar selalu laik fungsi. 46. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan, komponen bahan bangunan dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan tetap laik fungsi. 47. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum. 48. Pemeriksaan adalah kegiatan pengamatan secara visual mengukur, dan mencatat nilai indikator, gejala atau kondisi bangunan meliputi komponen/unsur arsitektur, struktur, utilitas (mekanikal dan elektrikal), prasarana dan sarana bangunan, serta bahan bangunan yang terpasang untuk mengetahui kesesuaian atau penyimpangan terhadap spesifikasi teknis yang ditetapkan semula. 49. Pengujian adalah kegiatan pemeriksaan dengan menggunakan peralatan termasuk penggunaan fasilitas laboratorium untuk menghitung dan menetapkan nilai indikator kondisi bangunan meliputi komponen/unsur arsitektur, struktur, utilitas (mekanikal dan elektrikal), prasarana dan sarana bangunan serta bahan bangunan yang terpasang, untuk mengetahui kesesuaian atau penyimpangan terhadap spesifikasi teknis yang ditetapkan semula. 50. Rekomendasi adalah saran tertulis dari ahli berdasarkan pemeriksaan dan/atau pengujian, sebagai dasar pertimbangan penetapan pemberian sertifikat laik fungsi bangunan gedung oleh pemerintah daerah. 51. Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya disingkat AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. 52. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan yang selanjutnya disingkat UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. 53. Dokumen pelaksanaan adalah dokumen hasil kegiatan pelaksanaan konstruksi bangunan meliputi rencana teknis dan syarat-syarat, gambar-gambar pelaksanaan, hasil akhir, dan dokumen ikatan kerja. 54. Lingkungan bangunan gedung adalah lingkungan di sekitar bangunan gedung yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan gedung baik dar segi sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem. 55. Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya. 56. Site Plan adalah perencanaan lahan secara menyeluruh meliputi tapak bangunan dan infrastruktur lingkungan. 57. Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api dan jalan kabel. 9

10 BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang Lingkup Peraturan Daerah ini meliputi fungsi dan klasifikasi bangunan, persyaratan bangunan, penyelenggaraan bangunan, Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG), peran serta masyarakat, sanksi dan denda, penyidikan dan ketentuan lainnya dalam penyelenggaraan bangunan. BAB III FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN Bagian Kesatu Fungsi Bangunan Pasal 3 (1) Fungsi Bangunan merupakan ketetapan pemenuhan persyaratan teknis bangunan, baik ditinjau dari segi tata bangunan dan lingkungannya maupun keandalan bangunannya. (2) Penjabaran fungsi bangunan gedung adalah sebagai berikut: a. fungsi hunian mempunyai fungsi utama sebagai tempat tinggal manusia yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah tinggal susun, dan rumah tinggal sementara; b. fungsi keagamaan mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan ibadah yang meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng; c. fungsi usaha mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan usaha yang meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan bangunan gedung tempat penyimpanan; d. fungsi sosial dan budaya mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan budaya yang meliputi bangunan gedung panti sosial, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum; dan e. fungsi khusus mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi tingkat nasional atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi yang meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh Menteri. (3) Penjabaran fungsi bangunan bukan gedung yang memerlukan IMB adalah sebagai berikut: a. tower dan atau menara telekomunikasi; b. reklame jenis billboard dan megatron; c. Anjungan Tunai Mandiri (ATM); d. sclupture/tugu, tiang bendera; e. accesoris jalan meliputi : shelter, jembatan penyeberangan dan gapura; f. jembatan dan/atau talud; g. kolam renang; h. bangunan pengolah air; i. dinding penahan tanah dan/ atau pagar; j. pelataran untuk parkir, lapangan olah raga out door; dan k. lain-lain yang akan diatur oleh bupati. 10

11 (4) Suatu bangunan dapat memiliki lebih dari satu fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Fungsi bangunan diusulkan oleh pemilik bangunan dalam pengajuan permohonan IMB. Bagian Kedua Klasifikasi Bangunan Pasal 4 Klasifikasi bangunan terdiri atas : a. tingkat kompleksitas meliputi : 1. bangunan gedung sederhana; 2. bangunan gedung tidak sederhana, dan 3. bangunan gedung khusus. b. tingkat permanensi meliputi : 1. bangunan gedung permanen; 2. bangunan gedung semi permanen, dan 3. bangunan gedung darurat atau sementara. c. tingkat risiko kebakaran meliputi : 1. tingkat risiko kebakaran tinggi; 2. tingkat risiko kebakaran sedang, dan 3. tingkat risiko kebakaran rendah. d. zonasi gempa meliputi : 1. zona I / rendah; 2. zona II / sedang; 3. zona III / tinggi;dan 4. zona IV /sangat tinggi e. lokasi meliputi : 1. bangunan gedung di lokasi padat; 2. bangunan gedung di lokasi sedang; dan 3. bangunan gedung di lokasi renggang. f. ketinggian meliputi : 1. bangunan gedung bertingkat tinggi; 2. bangunan gedung bertingkat sedang, dan 3. bangunan gedung bertingkat rendah g. kepemilikan meliputi : 1. bangunan gedung milik negara; 2. bangunan gedung milik badan; dan 3. bangunan gedung milik perorangan. h. letaknya menurut jalan meliputi : 1. bangunan di tepi jalan Arteri; 2. bangunan di tepi jalan Kolektor; 3. bangunan di tepi jalan antar Lingkungan (lokal); dan 4. bangunan di tepi jalan lingkungan. Pasal 5 (1) Fungsi dan klasifikasi bangunan harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam rencana tata ruang yang berlaku. (2) Fungsi dan klasifikasi bangunan diusulkan oleh pemilik bangunan dalam pengajuan permohonan IMB. 11

12 (3) Pemerintah daerah menetapkan fungsi dan klasifikasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kecuali bangunan khusus oleh Pemerintah, dalam IMB berdasarkan rencana tata ruang yang berlaku. Bagian Ketiga Perubahan Fungsi Bangunan Pasal 6 (1) Fungsi dan klasifikasi bangunan dapat diubah melalui permohonan perubahan IMB dan perubahan SLF. (2) Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan diusulkan oleh pemilik dalam bentuk rencana teknis bangunan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW, RDTRK dan/atau RTBL yang berlaku. (3) Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan harus diikuti dengan pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan. (4) Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dalam IMB dan SLF, kecuali bangunan fungsi khusus ditetapkan oleh Pemerintah. BAB IV PERSYARATAN BANGUNAN Bagian Kesatu Persyaratan Administratif dan Teknis Bangunan Pasal 7 (1) Setiap bangunan wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan. (2) Persyaratan administratif dan persyaratan teknis untuk bangunan adat, bangunan semi permanen, bangunan darurat dan bangunan yang ada di daerah lokasi bencana, bangunan di daerah jaringan listrik tegangan ekstra tinggi diatur lebih lanjut oleh Bupati. Paragraf 1 Persyaratan Administratif Pasal 8 (1) Persyaratan administratif meliputi : a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah/ pengelola tanah; b. status kepemilikan bangunan; dan c. perizinan bangunan. (2) Setiap orang atau badan dapat memiliki bangunan atau bagian bangunan. (3) Pemerintah Daerah wajib melakukan pendataan bangunan untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan bangunan. 12

13 Pasal 9 Persyaratan administratif status hak atas tanah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a meliputi : a. setiap bangunan harus didirikan pada tanah yang status kepemilikannya jelas, baik milik sendiri maupun pihak lain; b. dalam hal tanahnya milik pihak lain, bangunan hanya dapat didirikan dengan izin pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dalam bentuk perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dengan pemilik bangunan sesuai aturan yang berlaku; dan c. apabila menggunakan tanah milik umum/jalan harus mendapatkan persetujuan/izin dari pengelola tanah/jalan sesuai aturan yang berlaku. Pasal 10 (1) Persyaratan administratif status kepemilikan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b meliputi : a. status kepemilikan bangunan dibuktikan dengan surat bukti kepemilikan bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan fungsi khusus oleh Pemerintah berdasarkan hasil kegiatan pendataan bangunan; b. kepemilikan bangunan dapat dialihkan kepada pihak lain; dan c. apabila pemilik bangunan bukan pemilik tanah, pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada huruf b harus mendapat persetujuan pemilik tanah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat bukti kepemilikan bangunan diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 11 (1) Kegiatan pendataan bangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) untuk bangunan baru, dilakukan bersamaan dengan proses IMB. (2) Pemilik bangunan wajib memberikan data yang diperlukan oleh pemerintah daerah dalam melakukan pendataan bangunan. (3) Berdasarkan pendataan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah mendaftar bangunan tersebut untuk keperluan sistem informasi bangunan. Paragraf 2 Persyaratan Teknis Bangunan Pasal 12 (1) Persyaratan Teknis Bangunan terdiri atas : a. persyaratan tata bangunan; dan b. persyaratan keandalan bangunan. (2) Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan, arsitektur bangunan, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan. (3) Persyaratan keandalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. 13

14 Pasal 13 (1) Persyaratan peruntukan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) merupakan persyaratan peruntukan lokasi yang bersangkutan, mengatur ketentuan yang meliputi : a. setiap mendirikan bangunan, fungsinya harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam Rencana Kabupaten; b. dalam hal terjadi perubahan Rencana Kabupaten yang mengakibatkan perubahan peruntukan lokasi, fungsi bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukan yang baru harus disesuaikan; dan c. terhadap kerugian yang timbul akibat perubahan peruntukan lokasi sebagaimana dimaksud pada huruf b, Pemerintah Daerah memberikan penggantian yang layak kepada pemilik bangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Persyaratan intensitas bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) meliputi persyaratan kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. Pasal 14 (1) Persyaratan kepadatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) ditetapkan dalam bentuk KDB maksimal. (2) KDB ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan dan kenyamanan bangunan. (3) Ketentuan besarnya KDB disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang pada wilayah yang bersangkutan atau yang diatur dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan untuk lokasi yang mempunyai atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Untuk kawasan yang belum ditentukan, KDB disesuaikan dengan aturan KDB di kawasan terdekat yang sudah memiliki aturan tata ruang. Pasal 15 (1) Persyaratan ketinggian maksimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) ditetapkan dalam bentuk KLB dan/atau jumlah lantai maksimal yang ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, keselamatan dan kenyamanan bangunan, keselamatan dan kenyamanan umum. (2) Ketentuan besarnya KLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang pada wilayah yang bersangkutan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 14

15 Pasal 16 (1) KDH ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air permukaan tanah. (2) Ketentuan besarnya KDH sebagaimana tersebut pada ayat (1) disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang pada wilayah yang bersangkutan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 17 (1) Ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) ditentukan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. (2) Untuk masing-masing lokasi yang belum dibuat tata ruangnya, ketinggian maksimum bangunan ditetapkan oleh Instansi Teknis Pembina Penyelenggaraan Bangunan dengan mempertimbangkan lebar jalan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan serta keserasian lingkungan. (3) Dalam hal perhitungan ketinggian bangunan bertingkat diukur dari muka lantai ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 (lima) meter, maka ketinggian bangunan dianggap sebagai dua lantai, kecuali untuk penggunaan ruang lobby. (4) Dalam hal perhitungan ketinggian bangunan yang tidak bertingkat dengan tinggi bangunan dari muka tanah sampai dengan puncak atap lebih dari 12 (dua belas) meter, maka ketinggian bangunan dianggap sebagai bangunan bertingkat. (5) Untuk bangunan yang berada di atas badan jalan maka ketinggian ambang bawah disesuaikan dengan fungsi jalan. Pasal 18 (1) Jarak bebas bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) ditentukan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. (2) Setiap bangunan yang didirikan tidak boleh melanggar ketentuan minimal jarak bebas bangunan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang berlaku. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk bangunan : a. pos keamanan /jaga; b. anjungan tunai mandiri (ATM); c. billboard/megatron; d. sculpture, tugu, tiang bendera; e. shelter, jembatan penyeberangan, gapura; f. jembatan dan/atau talud; g. kolam ikan; h. dinding penahan tanah; dan i. pelataran parkir. 15

16 Pasal 19 (1) Ketentuan jarak bebas bangunan gedung ditetapkan dalam bentuk: a. garis sempadan bangunan dengan as jalan, tepi sungai, tepi saluran irigasi, mata air, tepi pantai, jalan kereta api, cagar budaya, dan jaringan tegangan tinggi; dan b. jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas bidang tanah, jarak antar bangunan gedung, dan jarak antara as jalan dengan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan, yang diberlakukan per kapling, per bidang tanah, dan/atau per kawasan. (2) Untuk bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah (basement) sekurang-kurangnya berhimpit dengan garis sempadan bangunan. (3) Untuk bangunan yang berhimpit dengan batas bidang tanah, dilarang menempatkan pintu, jendela dan ventilasi. Pasal 20 (1) Ketentuan garis sempadan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a terhadap jalan dibedakan berdasarkan fungsi jalan. (2) Garis Sempadan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a terhadap jalur rel kereta api ditentukan berdasarkan posisi rel terhadap muka tanah. (3) Garis Sempadan Bangunan pada lokasi yang berada di tikungan jalan, maka sempadan berupa lengkungan. Pasal 21 Garis Sempadan Bangunan dengan tepi pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a ditentukan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari air pasang tertinggi. Pasal 22 (1) Garis sempadan bangunan terhadap sungai bertanggul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a meliputi : a. di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; dan b. dalam kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. (2) Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria : a. sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus) kilometer persegi atau lebih, yang ditentukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) pada ruas yang bersangkutan, ditetapkan 100 (seratus) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan b. sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai kurang dari 500 (lima ratus) kilometer persegi, ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. 16

17 (3) Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria : a. sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; b. sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter, sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; c. sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter, sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan d. sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan, sempadannya adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan sungai. (4) Untuk sungai yang terpengaruh pada pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai, dan berfungsi sebagai jalur hijau. Pasal 23 (1) Garis sempadan bangunan terhadap jaringan irigasi bertanggul diukur dari batas tepi kaki tanggul sebelah luar dengan jarak: a. pagar sekurang-kurangnya 2 (dua) meter dan bangunan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter pada saluran irigasi dengan debit di atas 4 (empat) meter kubik perdetik; b. pagar sekurang-kurangnya 1,5 (satu setengah) meter dan bangunan sekurangkurangnya 2,5 (dua setengah) meter pada saluran irigasi dengan debit di atas 2 (dua) meter kubik perdetik sampai dengan 4 (empat) meter kubik perdetik; c. pagar sekurang-kurangnya 1 (satu) meter dan bangunan sekurang-kurangnya 2 (dua) meter pada saluran irigasi dengan debit di atas 0,5 (setengah) meter kubik perdetik sampai dengan 2 (dua) meter kubik perdetik; d. pagar sekurang-kurangnya 0 (nol) meter dan untuk bangunan sekurang-kurangnya 1(satu) meter pada saluran irigasi dengan debit maksimal 0,5m 3 /detik; dan e. pada saluran pembuang untuk pagar sekurang-kurangnya 2 (dua) meter dan untuk bangunan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter. (2) Garis sempadan bangunan terhadap jaringan irigasi tidak bertanggul diukur dari batas luar tepi atas saluran dengan jarak: a. pagar sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter dan bangunan sekurang-kurangnya 4 (empat) meter pada saluran irigasi dengan debit di atas 4 m 3 /detik; b. pagar sekurang-kurangnya 2 (dua) meter dan bangunan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter pada saluran irigasi dengan debit di atas 2 (dua) meter kubik perdetik sampai dengan 4 (empat) meter kubik perdetik; c. pagar sekurang-kurangnya 1,5 (satu setengah) meter dan bangunan sekurangkurangnya 2,5 (dua setengah) meter pada saluran irigasi dengan debit di atas 0,5 (setengah) meter kubik perdetik sampai dengan 2 (dua) meter kubik perdetik; d. pagar sekurang-kurangnya 1 (satu) meter dan bangunan sekurang-kurangnya 2 (dua) meter pada saluran irigasi dengan debit maksimal 0,5m 3 /detik; dan e. pagar sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter dan bangunan sekurang-kurangnya 4 (empat) meter pada saluran pembuang. 17

18 Pasal 24 Garis Sempadan Bangunan dengan menara SUTT dan SUTET sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dibedakan berdasarkan jenis kegiatan, bahan bangunan dan jenis bangunan. Pasal 25 Garis Sempadan Bangunan dengan mata air ditetapkan sekurang kurangnya 200 (dua ratus) meter dari mata air. Pasal 26 (1) Garis Sempadan Bangunan dengan Benda Cagar Budaya (BCB) ditetapkan berdasarkan jenis benda cagar budaya. (2) Garis Sempadan Bangunan dengan Situs Cagar Budaya (SCB) ditetapkan berdasarkan jenis situs cagar budaya. Pasal 27 Ketentuan Garis Sempadan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 28 Persyaratan arsitektur bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) meliputi persyaratan penampilan bangunan, tata ruang-dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa. Pasal 29 (1) Penampilan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitektur, dan lingkungan yang ada di sekitarnya. (2) Penampilan bangunan gedung di kawasan cagar budaya harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah pelestarian. (3) Penampilan Bangunan pada Kawasan Cagar Budaya (KCB) harus mempertahankan karakter dan citra kawasan pada ketentuan bangunan tradisional jawa. (4) Penampilan bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan gedung yang dilestarikan harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah estetika bentuk dan karakteristik dari arsitektur bangunan gedung yang dilestarikan. (5) Dalam hal denah bangunan berbentuk T, L, H atau U, untuk bangunan bertingkat atau tinggi lebih 12 (dua belas) meter, maka harus dilakukan pemisahan struktur atau dilatasi. (6) Bentuk dan atau penampilan bangunan harus dirancang sedemikian rupa sehingga setiap ruang dalam dimungkinkan menggunakan pencahayaan dan penghawaan alami. 18

19 (7) Untuk bangunan tinggi, finishing atau kulit bangunan harus memenuhi prinsip-prinsip konservasi energi, memenuhi syarat keindahan dan keserasian dengan lingkungan yang ada. (8) Kaidah-kaidah arsitektur tertentu pada bangunan untuk suatu kawasan ditetapkan oleh Bupati setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan gedung dan mempertimbangkan pendapat publik. Pasal 30 (1) Tata ruang-dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus mempertimbangkan fungsi ruang, arsitektur bangunan dan keandalan bangunan. (2) Bangunan kantor sekurang-kurangnya memiliki ruang-ruang fungsi utama yang mewadahi kegiatan kerja, ruang umum dan ruang pelayanan. (3) Bangunan toko sekurang-kurangnya memiliki ruang fungsi utama yang mewadahi kegiatan toko, kegiatan umum dan pelayanan. (4) Suatu bangunan gudang sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan kamar mandi dan kakus serta ruang kebutuhan karyawan. (5) Suatu bangunan pabrik sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi dan kakus, ruang ganti pakaian karyawan, ruang makan, ruang istirahat, serta ruang pelayanan kesehatan yang memadai. Pasal 31 (1) Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan dan ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya, sesuai peraturan perundangan yang berlaku. (2) Pemanfaatan Ruang Sempadan Depan Bangunan harus mengindahkan keserasian lansekap pada ruas jalan yang terkait sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. (3) Keserasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pagar dan gerbang, vegetasi besar/pohon, bangunan penunjang seperti pos jaga, tiang bendera, bak sampah dan papan nama bangunan. Pasal 32 (1) Dalam hal pemisah antara jalan dengan bidang berbentuk pagar, maka tinggi pagar pada bagian depan bangunan rumah paling tinggi 1,50 (satu koma lima puluh) meter di atas permukaan tanah pekarangan / jalan, dan untuk bangunan bukan rumah tinggal termasuk untuk bangunan industri paling tinggi 2 (dua) meter di atas permukaan tanah pekarangan/ jalan. (2) Pagar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tembus pandang, dengan bagian bawahnya dapat tidak tembus pandang paling tinggi 1(satu) meter di atas permukaan tanah pekarangan dan tidak boleh menggunakan kawat berduri. 19

20 (3) Tinggi pagar batas pekarangan sepanjang pekarangan samping dan belakang untuk bangunan renggang paling tinggi 3 (tiga) meter di atas permukaan tanah pekarangan, dalam hal pagar tersebut merupakan dinding bangunan rumah tinggal bertingkat tembok paling tinggi 7 (tujuh) meter dari permukaan tanah pekarangan, atau ditetapkan lebih rendah setelah mempertimbangkan kenyamanan dan kesehatan lingkungan. Pasal 33 (1) Pemanfaatan ruang terbuka hijau pekarangan (RTHP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ditetapkan sesuai dengan peruntukan dalam rencana tata ruang yang telah ditetapkan setiap bidang paling rendah 10% (sepuluh persen) pada daerah sangat padat/padat. (2) Untuk keperluan penyediaan RTHP yang memadai, lantai besmen pertama (B-1) tidak dibenarkan keluar dari tapak bangunan (di atas tanah) dan atap besmen kedua (B-2) yang di luar tapak bangunan harus berkedalaman paling rendah 2 (dua) meter dari permukaan tanah tempat penanaman. (3) Pertimbangan terhadap terciptanya ruang luar bangunan dan ruang terbuka hijau diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan daerah resapan, akses penyelamatan, sirkulasi kendaraan dan manusia, serta terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana di luar bangunan gedung. Pasal 34 (1) Sistem sirkulasi yang direncanakan harus saling mendukung, antara sirkulasi eksternal dengan internal bangunan, serta antara individu pemakai bangunan dengan sarana transportasinya, sirkulasi harus memberikan pencapaian yang mudah dan jelas, baik yang bersifat pelayanan publik maupun pribadi. (2) Setiap bangunan harus mempunyai akses dengan jalan umum, apabila bangunan terletak pada bidang tanah yang tidak berbatasan langsung dengan jalan umum, maka harus dilengkapi dengan penyediaan akses jalan masuk yang dituangkan dalam gambar rencana. (3) Apabila akses jalan masuk sebagaimana dimaksud ayat (2) berupa tanah milik pihak lain, harus dilengkapi dengan bukti kerelaan digunakan sebagai jalan masuk. (4) Apabila akses jalan masuk berupa jembatan penyeberangan sebagaimana dimaksud ayat (2), maka harus dilengkapi dengan dokumen perizinan pembangunan jembatan. (5) Setiap bangunan gedung bukan rumah hunian diwajibkan menyediakan area parkir kendaraan sesuai dengan jumlah area parkir yang proporsional dengan jumlah luas lantai bangunan dan fungsi bangunan. (6) Rumah susun diwajibkan menyediakan area parkir sesuai dengan jumlah luas lantai bangunan. (7) Luas, distribusi dan perletakan fasilitas parkir diupayakan tidak mengganggu kegiatan bangunan dan lingkungannya. 20

21 Pasal 35 Persyaratan teknis bangunan bukan gedung disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 36 (1) Persyaratan teknis bangunan bukan gedung untuk jembatan dan/atau talud disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Persyaratan teknis bangunan jembatan di atas jaringan irigasi harus memenuhi : a. panjang pembuatan jembatan di atas jaringan irigasi yang diizinkan ditutup sebesar setengah panjang atau lebar persil yang berhimpit dengan saluran tersebut; b. pembuatan jembatan di atas jaringan irigasi dengan panjang lebih dari 5 (lima) meter harus ada ruang terbuka minimal 1 (satu) meter searah lebar jaringan atau dibuat dengan grill besi yang dapat dibuka pada setiap jarak 5 (lima) meter; c. pembangunan jembatan di atas jaringan irigasi untuk jalan umum yang mempunyai lebar lebih dari 5 (lima) meter wajib menyediakan bak pengendap lumpur minimal 1 (satu) meter selebar jaringan yang ada di bagian hulu; d. pembuatan jembatan di atas jaringan irigasi tidak boleh bertumpu langsung pada dinding saluran yang telah dibangun, tetapi harus membuat pondasi tersendiri untuk jembatan yang letaknya di belakang dinding saluran yang telah ada; dan e. jembatan di atas jaringan irigasi yang dibangun harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku. Pasal 37 (1) Persyaratan Pengendalian Dampak Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) meliputi : a. setiap bangunan yang akan mengajukan permohonan IMB yang mempunyai jenis usaha atau kegiatan bangunan yang mempunyai dampak besar dan penting diwajibkan untuk melengkapi persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); dan b. setiap kegiatan dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang menimbulkan dampak yang dapat diatasi dengan teknologi, tidak perlu dilengkapi AMDAL, tetapi dengan melakukan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL). (2) Penyusunan AMDAL, UPL dan UKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 38 Persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) meliputi persyaratan kemampuan bangunan untuk mendukung beban muatan serta kemampuan bangunan dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir. Pasal 39 (1) Setiap bangunan, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan, lokasi, keawetan dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. 21

22 (2) Dalam perencanaan struktur bangunan terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan, baik bagian dari sub struktur maupun struktur, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, katahanan terhadap gempa bumi dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. (4) Bangunan yang strukturnya tidak terhitung (non-engineered) harus mengikuti pedoman untuk rumah sederhana yang berlaku. Pasal 40 (1) Setiap bangunan, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif. (2) Penerapan sistem proteksi pasif sebagimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada fungsi/klasifikasi rasio kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung. (3) Penerapan sistem protektif aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada fungsi klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung. (4) Setiap bangunan dengan fungsi, klasifikasi, luas, jumlah lantai, dan/atau dengan jumlah penghuni tertentu harus memiliki fungsi unit manajemen pengamanan kebakaran. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif serta penerapan manajemen pengamanan kebakaran mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. Pasal 41 (1) Setiap bangunan gedung yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk, ketinggian, dan penggunaannya beresiko terkena sambaran petir harus dilengkapi dengan instalasi penangkal petir. (2) Sistem penangkal petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata resiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan gedung dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pamasangan, pemeliharaan instalasi sistem penangkal petir mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. Pasal 42 (1) Setiap bangunan gedung yang dilengkapi dengan instalasi listrik termasuk sumber daya listriknya harus dijamin aman, andal, dan akrab lingkungan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pamasangan, pemeriksaan dan pemeliharan instalasi listrik mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. 22

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa untuk mengendalikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa Bangunan Gedung sebagai tempat manusia melakukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penataan

Lebih terperinci

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa bangunan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG TATA BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI SALINAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib penyelenggaraan pendirian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa mendirikan bangunan penting

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 13 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

- 2 - Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran N

- 2 - Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran N PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 6 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Menimbang Mengingat : : WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, a. bahwa bangunan gedung penting

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, 1 BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung penting sebagai tempat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG Menimbang : a.

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, - 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan bangunan gedung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa agar bangunan gedung dapat menjamin keselamatan penghuni

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG

SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 k SALINAN Menimbang : BUPATI BULELENG PROVINSI

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : bahwa penyelenggaraan bangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DIHIMPUN OLEH : BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG 1 WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa agar kegiatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 37 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 37 TAHUN BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DI KABUPATEN NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 2 BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung harus

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ENREKANG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI TEBO PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEBO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEBO,

BUPATI TEBO PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEBO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEBO, BUPATI TEBO PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEBO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEBO, Menimbang: Mengingat: a. bahwa penyelenggaraan Bangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 61 TAHUN 2017 TENTANG SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 61 TAHUN 2017 TENTANG SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 61 TAHUN 2017 TENTANG SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 12 SERI C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 12 SERI C LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 12 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa demi terpeliharanya

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG,

DRAFT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG, Menimbang DRAFT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG, : a. bahwa penyelenggaraan bangunan gedung perlu

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 9 TAHUN 2016 T E N T A N G BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DITERBITKAN OLEH : BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN AGAM TAHUN 2013 1 PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

- 1 - BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG Desaign Vidian Santoso, 23 Mei 2013-1 - SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan Bangunan

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang : a. untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa agar pertumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung agar diselenggarakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 111 2016 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR BANGUNAN GEDUNG (BUILDING CODE) KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa untuk menata

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan bangunan gedung harus

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 05 Tahun 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan bangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TULANG BAWANG BARAT NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TULANG BAWANG BARAT NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TULANG BAWANG BARAT NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 109 Ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan bangunan gedung harus

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG STANDARISASI BANGUNAN GEDUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG STANDARISASI BANGUNAN GEDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG STANDARISASI BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan bangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTAENG Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BANGUNAN PADA JALUR HIJAU

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BANGUNAN PADA JALUR HIJAU TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BANGUNAN PADA JALUR HIJAU 1. PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi masyarakat dewasa ini berbanding lurus dengan pembangunan properti. Tumbuhnya masyarakat dengan kemampuan ekonomi

Lebih terperinci

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG Lampiran II Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05 /SE/M/2012 Tanggal : 25 Juni 2012 MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu : Pengertian (Pasal

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PROVINSI ACEH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PROVINSI ACEH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BARAT DAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 22 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung sebagai

Lebih terperinci

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS,

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, SALINAN BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan Bangunan Gedung harus

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR POLEWALI MANDAR SIPAMANDAQ S I PA M A N D AQ PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang Mengingat : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2017 TENTANG 1 BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERPANJANGAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung penting sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung sebagai tempat manusia

Lebih terperinci

Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung Kantor Pusat Monitoring Dan Evaluasi Perda Bagunan Dan Gedung

Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung Kantor Pusat Monitoring Dan Evaluasi Perda Bagunan Dan Gedung Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung Kantor Pusat Monitoring Dan Evaluasi Perda Bagunan Dan Gedung No. Uraian 1 Bab 0 Pembukaan 2 Menimbang 3 a. bahwa penyelenggaraan Bangunan Gedung harus dilaksanakan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a bahwa penyelenggaraan bangunan harus dilaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 12 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung merupakan tempat manusia melakukan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN 2012... 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG SALINAN WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTALUBUKLINGGAU, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAKALAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAKALAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAKALAR, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan bangunan gedung harus dilaksanakan secara

Lebih terperinci

WALIKOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

WALIKOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANGUNAN GEDUNG WALIKOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa untuk mengendalikan

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG SALINAN Salinan BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang: a. bahwa agar kegiatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2009 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar

Lebih terperinci