BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia membentuk suatu Undang-Undang mengenai desain

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia membentuk suatu Undang-Undang mengenai desain"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia membentuk suatu Undang-Undang mengenai desain industri yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun Hak atas Desain Industri merupakan bagian dari pada Industrial Properti ( Hak atas Kekayaan Industri ) dan hak ini merupakan cabang dari pada HAKI, karena objek desain industri adalah barang yang merupakan desain yang digunakan dalam proses industri. 2 Perlindungan hukum terhadap desain industri sebagai salah satu karya intelektual sangat diperlukan, bukan saja karena untuk kepentingan pendesain semata akan tetapi dimaksudkan juga untuk merangsang kreatifitas pendesain untuk terus menerus menciptakan desain baru. Tidak semua desain industri yang baru dapat diberikan hak atas desain industri dan perlindungan hukum. Pasal 4 Undang-Undang Desain Industri mengatur tentang desain industri yang tidak mendapat perlindungan, yakni desain industri yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, dan kesusilaan. Selain itu hak desain industri baru akan diberikan kepada desain industri yang bersifat novelty ( baru ) dan telah terdaftar. Hanya desain industri yang mempunyai kebaruan saja yang diberikan perlindungan hukum dan dengan sendirinya dapat didaftarkan. Pendaftaran 1 Selanjutnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. 2 Sudargo Gautama dan Rizwanto Winata, Hak Atas Kekayaan Intlektual ( Peraturan Baru Desain Industri ), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.12.

2 2 merupakan syarat mutlak agar industri yang mempunyai kebaruan dapat diberikan perlindungan hukum dalam jangka waktu tertentu. 3 Melalui permohonan pendaftaran desain industri maka akan ada landasan yang efektif untuk menekan dari berbagai macam tindakan penjiplakan, pembajakan, atau peniruan atas desain industri. 4 Atau dengan kata lain mendapat perlindungan hukum. Disamping itu juga mempunyai keuntungan ekonomi dan budaya. Dengan didaftarkannya desain tersebut maka mereka akan mendapatkan beberapa keuntungan, antaranya dari segi hukum jelas mereka akan mendapat perlindungan hukum terhadap siapapun yang akan melakukan penjiplakan dan pembajakan, sedangkan dari sudut ekonomi keuntungan akan semakin bertambah, karena ia dapat memberikan lisensinya kepada pihak lain yang menginginkannya. Ditinjau dari sudut normatif, khususnya Undang-Undang Desain Industri ternyata belum memiliki suatu jaminan upaya perlindungan terhadap Desain Industri. Jika dicermati materi-materi yang ada pada Undang-Undang Desain Industri masih menyimpan beberapan kelemahan, sehingga kelemahan yang muncul dalam muatan materi tersebut akan berpengaruh terhadap optimalisasi perlindungan hukum terhadap Desain Industri. Ada dua kelemahan yang terkandung dalam Undang-Undang Desain Industri yang terletak pada 5, pertama, ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Desain Industri yang menjelaskan bahwa unsur-unsur desain industri harus mengandung kesan estetika. Akan tetapi batasan obyektifnya atas suatu kreasi yang mempunyai kesan estetis tidak dijelaskan 3 Sri Rahayu, Kriteria Syarat Subjektif Pendaftaran Desain Industri, Skripsi, FH Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2004, hlm Sudargo Gautama dan Rizwanto Winata, Op.Cit. hlm Budi Agus Riswandi, Diktat Kuliah, FH UII, Yogyakarta, 2003, hlm.43.

3 3 dalam Undang-Undang Desain Industri. Untuk menyatakan suatu kreasi mempunyai kesan estetis sangat subjektif. Undang-undang tidak memberikan penegasan siapa yang mempunyai hak untuk menentukan suatu kreasi mempunyai kesan estetis atau tidak adalah dilakukan oleh pihak Direktorak Jendaral HAKI. Kedua, dalam proses pendafttaran desain industri yang mengandung ketidakadilan hukum antara ketentuan Pasal 26 dan Pasal 29 Undang-Undang Desain Industri. Hal ini dibuktikan dimana disatu sisi apabila dalam pengumuman permohonan desain industri itu ada keberatan dari pihak ketiga, maka pemeriksaan akan dilakukan secara substantif. Namun, ketika tidak ada keberatan atas permohonan desain industri, maka secara serta merta pihak Direktorat Jendral HAKI begitu saja memberikan hak desain industri. Kota gede merupakan daerah sentra industri berbasis kerajinan perak, dimana banyak sekali hasil karya tangan para pengrajin yang berinovasi menghasilkan desain yang mutu dan hasilnya tidak kalah dengan desain emas dan barang berharga lainnya dan dimana desain-desain itu menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi. Dari hasil desain tersebut pengrajin-pengrajin perak memasarkan hasil karyanya kepada konsumen. Pada saat ini justru para pengrajin menghadapi masalah dalam hal peniruan, penjiplakan, pembajakan hasil karya mereka ciptakan. 6 Namun, para pengrajin dan pengusaha kurang menyadari akan arti pentingnya pendaftaran atas hasil karya desain mereka. Desain-desain produk perak yang telah diciptakan oleh pengrajin di satu toko mudah sekali ditemui di toko-toko lain. Seperti contohnya 6 Hasil Wawancara dengan Ibu Sofi, Pegawai Di Jono s Silver, 14 maret 2009.

4 4 desain Gelang Asmat dapat ditemui di toko-toko silver di Kota Gede. Penjiplakan desain sangat mudah sekali ditiru dan merugikan pengusaha atau pengrajin yang pertama kali menciptakan desain tersebut. Dari sekian banyak pengusaha di Kota gede hampir sebagian besar desain industrinya belum terdaftar 7. Karena itulah hasil karya desain yang diciptakan sering kali mengalami peniruan, penjiplakan, dan pembajakan dimana tidak adanya perlindungan hukum itu tadi. Pada saat desain mengalami penjiplakan, peniruan, dan pembajakan, pengusaha dan pengrajin justru tidak dapat berbuat banyak. Tanpa disadari betapa pentingnya perlindungan hukum atas hasil karya kita agar tidak ada lagi peniruan, penjiplakan, dan pembajakan. B. Rumusan Masalah Sesuai dengan judul penelitian judul penelitian tersebut dimana penulis mengambil permasalahan yaitu : 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pengrajin atas desain perak di Kota Gede? 2. Upaya hukum yang dapat ditempuh untuk melindungi desain industri perak di Kota Gede? 7 Ibid

5 5 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pengrajin atas desain perak di Kota Gede. 2. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh untuk melindungi desain industri perak di Kota Gede. D. Tinjauan Pustaka Perjanjian mengenai Trade Related Aspect Of Intellectual Property Rights ( TRIPs ) atau Aspek Perdagangan HAKI merupakan salah satu perjanjian utama yang dihasilkan oleh perundingan Uruguay Round yang telah berjalan dari tahun 1986 hingga Atas desakan negara maju, masalah perlindungan HAKI merupakan masalah yang harus dirundingkan sebagai bagian dari paket Perjanjian Uruguay Round. Untuk memahami isi perjanjian HAKI tersebut secara lengkap kiranya perlu juga dikemukakan latar belakang perkembangan sebelum putaran Uruguay dimulai serta perkembangan pada waktu perundingan berjalan. Dalam wujud terakhirnya HAKI putaran Uruguay merupakan perjanjian yang sifatnya sangat teknis dan mengandung banyak aspek yuridis yang berkaitan dengan klausula dan ketentuan yang terdapat pada perjanjian internasional lainya dibidang HAKI. Untuk mendalami secara lengkap diperlukan pula upaya untuk lebih mendalami aspek hukumnya dan mengenal aspek teknis dari berbagai jenis kekayaan intelektual.

6 6 HAKI merupakan suatu bagian integral dari perjanjian putaran Urugay. Perjanjian itu merupakan sesuatu yang kompleks, komprehensif, dan akstensif. Secara keseluruhan perjanjian tersebut merupakan cakupan dan batas-batas dari perjanjian HAKI yang cukup luas. Perjanjian putaran Uruguay menentukan jenisjenis hak atas kekayaan intelektual yang termasuk dalam perjanjian. Hak tersebut menyangkut: copyrights atau hak cipta dan hak-hak yang terkait, trade marks atau merek dagang, geographical indication, industrikal design, paten topografi mengenai integrated circuit, undisclosed information atau rahasia dagang. 8 Persetujuan TRIPs memberikan kebebasan kepada negara anggota WTO untuk mengatur desain industri dalam peraturan perundang-undangannya baik melalui peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur desain industri atau digabungkan dengan undang-undang yang mengatur tentang hak cipta. Setelah indonesia merdeka, untuk pertama kali pengaturan desain industri dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Peerindustrian. Dalam Pasak 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 dinyatakan Desain Produk Industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuan-ketentuannya diatur dengan pemerintah. Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ini, dijelaskan bahwa desain industri atau desain produk industri diberikan perlindungan hukum yang ketentuan-ketentuan akan diatur dengan paraturan pemerintah. Dengan adanya perlindungan hukum atas desain industri tersebut, tidak lain dilarang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan peniruan desain industri yang telah dicipta dan didaftar. Namun, hlm HS Kartadjumena, GATT, WTO, dan Hasil Uruguay Round, UI Press, Jakarta, 1997,

7 7 sampai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, peraturan pemerintah yang dimaksud tidak pernah ada, walaupun sebelumnya telah dipersiapkan konsep rancangan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan desain industri atau desain produk industri. 9 Desain industri merupakan salah satu bangunan dari hak atas kekayaan intelektual. Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya desain industri tidak lepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa, dan karsa yang dimiliki oleh manusia. Jadi, ia merupakan produk intelektual manusia, produk peradaban manusia. 10 Jika desain industri itu semula diwujudkan dalam bentuk lukisan, karikatur atau gambar ( grafik ), satu dimensi yang dapat diklaim sebagai hak cipta, maka pada tahapan berikutnya ia disusun dalam bentuk dua atau tiga dimensi dan dapat diwujudkan dalam suatu pola yang melahirkan produk material dan dapat diterapkan dalam aktivitas industri, dalam wujud itulah kemudian dirumuskan sebagai desain industri. 11 Undang-undang Desain Industri adalah Undang-Undang Desain Industri yang pertama yang dimiliki di Indonesia. Undang-undang ini disahkan pemerintah pada tanggal 20 Desember Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Desain Industri, Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau 9 Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual : Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, 2003, hlm OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Ketiga, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm Ibid.

8 8 warna atau garis dan warna atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan pesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serata dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Berdasarkan definisi tersebut, dapat diketahui bahwa unsur-unsur dari desain industri adalah sebagai berikut : 1. Kreasi dilindungi oleh undang-undang desain dapat berbentuk tiga dimensi (bentuk dan konfigurasi) serta dua dimensi (komposisi garis warna). 2. Kreasi tersebut memberikan kesan estetis. 3. Kreasi tersebut dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas, industri, atau kerajinan tangan. Berdasarkan ketiga unsur tersebut, kalimat yang menyatakan bahwa kreasi memberikan kesan estetis merupakan hal yang dapat mendatangkan kesulitan baik bagi pemilik desain maupun pemeriksa desain. Hal ini dikarenakan penilaian estetika bersifat sangat subyektif. 12 Begitu pentingnya unsur seni atau estetis dalam desain industri ini. Seni yang mengandung unsur keindahan atau estetika itu adalah hasil kreasi atau aktifitas manusia, karenanya ia merupakan karya intelektualitas manusia yang seharusnya dilindungi sebagai property rights. Disisi lain jika karya intelektualitas itu dapat diterapkan dan menghasilkan suatu produk berupa barang atau 2000, hlm Tim Lindsey, dkk, Hak Kekayaan Intelektual:Suatu Pengantar, Alumni, Bandung,

9 9 komoditas industri, maka gabungan keduanya ( antara nilai estetika dan nilai produk ) dirumuskan sebagai desain industri. 13 Perlindungan atas desain industri dimaksudkan untuk merangsang aktivitas yang kreatif dari pihak pendesain untuk secara terus menerus menciptakan desaindesain baru dan estetis, karena itu perlindungan hukum terhadap desain industri penting adanya untuk suatu negara membangun, membina, dan mengembangkan industri seperti Indonesia sekarang. 14 Kandungan materi Undang-Undang Desain Industri bila dikaji secara seksama mengatur pokok persoalan sebagai berikut : 1. Memberikan perusmusan dari 13 istilah yang terdapat atau digunakan dalam Undang-Undang Desain Industri agar terdapat keseragaman pengertian istilah yang merupakan konsep-konsep dasar yang nantinya akan dikembangkan dalam pengaturan mengenai hukum desain industri (Pasal 1). 2. Meletakkan lingkup desain industri yang meliputi pengaturan persyaratan desain industri yang mendapatkan perlindungan dan yang tidak mendapatkan perlindungan, jangka waktu perlindungan desain industri, subjek desain industri, ruang lingkup hak desain industrial ( Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 ). 3. Mengatur mengenai mekanisme pendaftaran dan pemeriksaan desain industri ( Pasal 10 sampai dengan Pasal 30 ). 4. Pengalihan hak dan perjanjian lisensi hak atas desain industri ( Pasal 31 sampai dengan Pasal 36 ). 13 OK. Saidin, Op.Cit,hlm Sudargo Gautama, Rizwanto Winata, Op.Cit, hlm.12.

10 10 5. Mengatur mengenai mekanisme dan cara pembatalan desain industri ( Pasal 37 sampai dengan 44 ). 6. Mengatur biaya permohonan pendaftaran desain industri ( Pasal 45 ). 7. Pengaturan gugat ganti kerugian dan lembaga penyelesaiannya ( Pasal 46 sampai dengan Pasal 48 ). 8. Mengatur mengenai penetapan sementara pengadilan ( Pasal 49 sampai dengan Pasal 52 ). 9. Kewenangan penyilidik tindak pidana dibidang desain industri ( Pasal 53 ). 10. Ancaman dan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana dibidang desain industri ( Pasal 54 ). 11. Ketentuan peralihan ( Pasal 55 ). 12. Ketentuan pernyataan tidak berlakunya undang-undang yang lama dan mulai berlaku dan kewajiban pengundangan Undang-Undang Desain Industri ( Pasal 56 sampai dengan Pasal 57 ). Berbagai pelanggaran desain industri yang terjadi telah banyak merugikan pihak-pihak yang pertama kali mendesain suatu barang. Oleh karena itu, pengaturan masalah perlindungan desain industri ke dalam peraturan perundangundangan sangat penting artinya mengingat dampak negatif yang timbul dari perbuatan itu ( peniru atau penjiplak ) sangat merugikan para pendesaian. Menurut Insan Budi Maulana 15, elemen utama yang menyamakan definisi desain industri Indonesia dengan negara-negara lain adalah desain merupakan bentuk, pola, warna, atau kombinasi itu semua yang memiliki nilai estetis. Jadi 2000, hlm Insan Budi Maulana, Pelangi HAKI dan Anti Monopol, PSH FH UII, Yogyakarta,

11 11 ada 2 unsur utama yaitu bentuk nilai estetis yang dapat dilihat oleh mata. Sebagai perbandingan umpamanya Pasal 2 ayat ( 1 ) Undang-Undang Desain Korea mendefinisikan desain dengan menyatakan means the shape, pattern or colour or any a design combination of these in and article which produces on a esthetic impression in the same of sight Jika dilihat dari pengertian yang diberikan oleh Pasal 1 Undang-Undang Desaian Industri tidak berarti secara otomatis desain industri yang dimaksud akan mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini mengingat konsep perlindungan desain industri yang dianut dalam Undang-Undang Desain Industri di Indonesia mengedepankan prinsip first to file principle, siapa yang mendaftarkan pertama maka ia yang berhak atas suatu desain apabila mengacu kepada Undang-Undang Desain Industri tampak terlihat dibedakan anatar desain yang dapat diberikan perlindungan hukum dengan desain yang tidak diberikan perlindungan. Bagi desain yang industri yang mendapat perlindungan harus memenuhi syarat 16 : 1. Desain industri yang baru. Desain industri dianggap baru jika pada tanggal penerimaan, Desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Jadi, jika ada pendaftaran dan juga tidak ada pengungkapan lain mengenai desain industri yang sama yaitu melalui media cetak maupun elektronik atau pameran yang dilakukan secara umum. 2. Desain industri tidak sama pengungkapan dengan desain industri sebelumnya. Pengungkapan sebelumnya adalah pengungkapan desain 16 Ibid.

12 12 industri yang sebelum tanggal penerimaan atau sebelum tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau diluar Indonesia ( Pasal 12 Undang-Undang Desain Industri ). Pengungkapan yang dimaksud disini adalah pengungkapan melaluimedia cetak ataupun elektronik, termasuk juga keikutsertaan dalam pameran. Perlindungan desain memberikan hak monopoli kepada pemilih desain atas bentuk, konfigurasi, pola atau ornamentasi tertentu dari sebuah desain. Dengan demikian, hukum desain hanya melindungi penampilan bentuk terluar ( apperance ) dari suatu produk. Undang-Undang Desain Industri tidak melindungi aspek fungsional dari sebuah desain, seperti cara pembuatan produk, cara kerja, atau aspek keselamatannya. Pembuatan, pengoperasiaan dan ciri-ciri barang tertentu dilindungi oleh hukum paten 17. Dalam dimensi lain, eksklusif berbeda dari monopoli, HAKI sebenarnya tidak memberikan hak yang bersifat monopolistik. Sebab, pertama, hak eksklusif yang diberikan kepada Pemegang Hak adalah hak yang sewajarnya, kompensasi atas prestasi, upaya dan biaya yang telah dikeluarkan oleh pendesain untuk menghasilkan karya intelektualnya. Kedua, hak eksklusif ini hanya berlaku untuk waktu tertentu, setelah itu karya tersebut menjadi milik publik. Selanjutnya dalam kaitannya dengan Desain Industri yang tidak mendapatkan perlindungan hukum, jika desain industri tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. 17 Tim Lindsey, dkk, Op.Cit. hlm.221.

13 13 Eksistensi desain industri merupakan instrumen yang dapat diharapkan memberikan perlindungan efektif dan komprehensif dalam bidang HAKI umumnya dan desain industri pada khususnya untuk mencapai tujuan tersebut, maka dapat diukur dengan meneliti pada tataran normatif maupun implementatif. 18 Keberadaan Undang-Undang Desain Industri yang sekarang ini telah diberlakukan menjadi alat yuridis dalam memberikan perlindungan dalam hal desain industri diyakini dalam tataran normatif masih memiliki beberapa kelemahan, yang akan membawa konsekuensi lebih lanjut terhadap implementasi dari norma-norma yang ada pada Undang-Undang Desain Industri. Terdapat dua kelemahan yang terkandung dalam ketentuan Unsdang-Undang Desain Industri dari perspek normatif. Kelemahan ini terletak pada pertama, ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Desain Industri menjelaskan bahwa unsur-unsur desain industri itu harus mengandung kesan estetika. Kedua, adanya ketidakadilan hukum antara ketentuan pada Pasal 26 dan Pasal 29 Undang-Undang Desain Industri 19 seperti dinyatakan di atas, salah satu unsur yang dapat melengkapi suatu kreasi itu dikatakan desain industri jika terkandung kesan estetis dalam kreasi tersebut, namun sendainya ditelusuri dalam Undang-Undang Desain Industri batasan obyektif atas suatu kreasi yang mempunyai kesan estetis tidak dijelaskan dalam undang-undang, di sini dapat dinyatakan untuk mengatakan suatu kreasi mempunyai kesan estetis sangat subyektif. Pada kenyataanya, pernyataan ini dapat dibenarkan terlebih undang-undang tidak memberikan penegasan siapa yang 18 Budi Agus Riswandi, Op.Cit, hlm Ibid.hlm 43.

14 14 mempunyai hak untuk menentukan suatu kreasi mempunyai kesan estetis atau tidak adalah dilakukan oleh Direktorat Jendral HAKI. 20 Kelemahan kedua dari Undang-Undang Desain Industri, nampak dalam proses pendaftaran desain industri, antara ketentuan Pasal 26 dan Pasal 29 Undang-Undang Desain Industri mengandung nilai ketidakadilan yang mana disatu sisi apabila dalam pengumuman permohonan desain industri itu ada keberatan dari pihak ketiga maka pemeriksaan akan melakukan pemeriksaan secara substantif. Namun ketika tidak ada keberatan atas permohonan desain industri, maka secara serta merta pihak Direktorat Jenderal HAKI begitu juga memberikan hak desain industri. 21 Mengenai tata cara memperoleh hak desain industri, diberikan atas dasar permohonan. Permohonan tersebut harus memuat : 1. Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan. 2. Nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pendesaian. 3. Nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemohon. 4. Nama, alamat lengkap kuasa apabila pemohon diajukan melalui kuasa. 5. Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas. Permohonan tersebut juga harus dilampiri dengan contoh fisik atau gambar dari desain industri yang dimohonkan pendaftaranya, surat kuasa khusus jika permohonan diajukan melalui kuasa, serta surat pernyataan bahwa desain industri yang dimohonkan pendaftarannya merupakan milik pendesain. 20 Ibid. 21 Ibid.

15 15 Dalam hal permohonan diajukan secara bersama-sama, permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu pemohon dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para pemohon lain jika diajukan bukan oleh pendesain, permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa pemohon berhak atas desain industri tersebut. Negara tentunya memberikan hak atas desain industri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh satu orang pemohon atau secara bersama-sama apabila desain itu dilakukan oleh beberapa orang. Secara normatif diisyaratkan untuk lahirnya hak tersebut harus dilakukan dengan cara-cara tertentu. Dalam Pasal 16 Undang-Undang Desain Industri pemohon juga dapat dilakukan dengan menggunakan hak prioritas dalam waktu paling lama enam bulan sejak tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris atau anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO ). Jangka waktu perlindungan atas hak desain industri selama 10 tahun, diberikan secara limitatif dengan waktu tertentu yang terhitung sejak tanggal penerimaan. Adapun tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu perlindungan termaksud dalam konsepsi pendaftaran hak atas kekayaan intelektual biasanya akan dicatat dalam Daftar Umum dan diumumkan dalam Berita Resmi dari kantor yang membidangi pendaftaran hak atas kekayaan intelektual termaksud. Hak desain pada dasarnya adalah milik perorangan yang tidak berwujud dan timbul karena kemampuan intelektualitas manusia. Dalam hal konsep hak atas kekayaan maka hak desain dapat pula dialihkan kepada yang berhak atas desain

16 16 tersebut. Pengalihan hak tersebut dapat dilakukan kepada perorangan atau kepada badan hukum. Cara pengalihannya dapat melalui 22 : 1. Pewarisan. 2. Hibah. 3. Wasiat. 4. Perjanjian tertulis. 5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh Peraturan Perundang-Undangan. Pengalihan hak desain industri tidak menghilangkan hak pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya baik dalam sertifikat desain industri, berita resmi desain industri mauapun dalam daftar umum desain industri. Selain dapat dialihkan, atau disewakan, hak Desain Industri dapat juga dilisensikan yaitu dengan cara memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk membuat, menjual,menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang menggunakan desain industri dan diatur dalam perjanjian lisensi. Seluruh perundang-undangan HAKI termasuk UUDI- mencantumkan ketentuan lisensi yang memungkinkan pihak lain memanfaatkannya dengan memperoleh ijin terlebih dulu, dan membayar royalti kepada pemegang hak tersebut. Ketentuan lain yang diatur dalam undang-undang itu adalah kewajiban mencatatkan perjanjian lisensi pada Ditjen HAKI dengan membayar biaya. Perjanjian lisensi yang dicatat itu akan diumumkan dalam Berita Resmi masing-masing. Tidak dicatatkannya perjanjian lisensi itu akan mengakibatkan 22 Muhammad Jumhanna, Op.Cit, hlm.63.

17 17 tidak menimbulkan konsekuensi hukum bagi pihak ketiga. Undang-Undang Desain Industri mengatur klausula larangan dalam perjanjian lisensi yang menyatakan bahwa perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Akan tetapi ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). Disayangkan hingga sekarang, PP tentang Lisensi belum disahkan oleh pemerintah walau beberapa kali RPP tentang Lisensi telah dibahas oleh Ditjen Peraturan Perundang-undangan. Sebaiknya PP tentang lisensi dapat mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku di Masyarakat Eropah atau Jepang mengenai Patent and Know-How Licensing Agreement10 yang membagi 3 (tiga) kategori perjanjian lisensi yaitu black clause, white clause, dan grey clause. Salah satu pertimbangannya adalah karena pengalaman negara-negara itu dalam menerapkan lisensi telah cukup lama, dan dapat efektif mencegah atau mengatasi persaingan usaha tidak sehat (unfair business practices), dan juga persaingan curang (unfair competition). Pada dasarnya, pelanggaran Hak Desain Industri terjadi apabila seseorang melakukan tindakan yang menjadi hak eksklusif pemegang Hak Desain Industri tanpa izin. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 mengatur tentang hak eksklusif pemegang Hak Desain Industri pada Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000, sehingga setiap tindakan yang bertentangan dengan

18 18 ketentuan pasal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak eksklusif pemegang Hak Desain Industri 23. Dalam hal penyelesaian hukum apabila terjadi sengketa, pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memakai, menjual, dan/ atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri dengan menempuh dua jalur hukum, yaitu melalui melalui hukum perdata berupa gugatan ganti rugi dan/ atau penghetian semua perbuatan memakai, dan/ mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Lalu jalur hukum yang kedua melalui hukum pidana dengan adanya sangsi-sangsi yang tegas berupa ancaman kurungan penjara maupun membayar denda kepada pemegang hak desain industri. E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian. a. Perlindungan hukum terhadap pengrajin atas desain perak di Kota Gede. b. Upaya hukum yang dapat ditempuh untuk melindungi desain perak di Kota Gede. 2. Subjek Penelitian. Yang menjadi subjek penelitian dalam hal ini adalah a. Pimpinan Djono s Silver. b. Pimpinan Kencana Silver. c. Kepala Kanwil Kehakiman dan HAM Provinsi DIY. 23:09, diakses pada 5 Maret 2009,

19 19 3. Sumber Data. a. Data Primer. Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh dari penelitian lapangan melalui cara Interview atau wawancara secara langsung dengan subjek yang diteliti. b. Data Sekunder. Sumber data yang diperoleh dari penelitian bahan-bahan hukum yaitu : 1) Bahan hukum primer yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang terdiri dari : a) Undang-Undang Nomor 31 Tahun b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( BW ) 2) Bahan hukum sekunder yang terdiri dari : a) Literatur. b) Jurnal Hukum. c) Berita majalah, surat kabar, dan dari internet. 4. Teknik Pengumpulan Data. a. Studi Kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan studi terhadap data sekunder, dengan pendekatan masalah yang hanya melakukan pengamatan terhadap buku-buku kepustakaan, uraian-uraian dalam artikel, surat kabar, dan sebagainya yang

20 20 berhubungan dengan penelitian masalah Hak Atas Kekayaan Intelektual khususnya desain industri. b. Penelitian Lapangan. Data diperoleh dengan mengadakan wawancara secara langsung terhadap subjek penelitian. Cara ini dimaksudkan untuk memperoleh data lapangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 5. Metode Penelitian. Menggunakan Metode Pendekatan Yuridis Normatif yang berarti menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut ketentuan hukum dan Undang-Undang yang berlaku. 6. Analisis Data. Analisis Data Kualitatif yaitu untuk mengolah dan menganalisa data dari penelitian, literatur, dan kepustakaan dalam penyelesaian masalah sekaligus untuk menguji permasalahan di lapangan yang berhubungan dengan penelitian tentang desain industri yang dilakukan oleh penulis.

BAB I PENDAHULUAN. normatif memiliki undang-undang yang cukup lengkap dalam bidang Hak

BAB I PENDAHULUAN. normatif memiliki undang-undang yang cukup lengkap dalam bidang Hak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia saat ini merupakan salah satu bangsa yang secara normatif memiliki undang-undang yang cukup lengkap dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan. pembangunan di bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan. pembangunan di bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan pembangunan di bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada sektor industri. Salah satu kendala dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK 2.1 Desain Industri 2.1.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Desain Industri Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan kedalam Industrial

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia, pengertian DTLST dibedakan menjadi dua bagian yaitu desain tata letak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

MAKALAH HAK DESAIN INDUSTRI

MAKALAH HAK DESAIN INDUSTRI MAKALAH HAK DESAIN INDUSTRI \ Oleh : 1 Lutfi Tri Ages F. 2 M. Arif Hidayatullah 3 M. Yoga Fernanda 4 Ruswanto PROGRAM D-2 TEKNIK INFORMATIKA AKADEMI KOMUNITAS NEGERI LAMONGAN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak atas kepemilikan terhadap karya-karya

Lebih terperinci

KELEMAHAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA. LETAK SIRKUIT TERPADU Rr. Aline Gratika Nugrahani*).

KELEMAHAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA. LETAK SIRKUIT TERPADU Rr. Aline Gratika Nugrahani*). KELEMAHAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU Rr. Aline Gratika Nugrahani*). Abstrak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah materi baru dalam bidang Hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang didalamnya menyangkut TRIPs Agreement (Trade Related Aspects of

BAB I PENDAHULUAN. yang didalamnya menyangkut TRIPs Agreement (Trade Related Aspects of 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu anggota WTO (World Trade Organnization) yang didalamnya menyangkut TRIPs Agreement (Trade Related Aspects of Intellectual Property

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI RANDY PRASETYO UTOMO NRP : 2100711 Email :randyprasety0@yahoo.com Abstract - Industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakter yang eksklusif. Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 hak

BAB I PENDAHULUAN. karakter yang eksklusif. Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai bagian dari Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI), industri memiliki karakter yang eksklusif. Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 hak atas industri diberikan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK ATAS DESAIN TAS KERAJINAN KULIT PD. ROSMAN MANDING BANTUL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK ATAS DESAIN TAS KERAJINAN KULIT PD. ROSMAN MANDING BANTUL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK ATAS DESAIN TAS KERAJINAN KULIT PD. ROSMAN MANDING BANTUL Usulan penelitian Diajukan Guna Memperoleh Persetujuan Melakukan Penelitian Dalam Rangka Penyusunan Skripsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya terdapat tiga fungsi aparatur pemerintah seiring dengan bergulirnya reformasi birokrasi, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintah, fungsi penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun; DESAIN INDUSTRI SEBAGAI BAGIAN PERLINDUNGAN HUKUM DI BIDANG HAKI Oleh: Widowati ABSTRAKSI Tujuan perusahaan didirikan adalah untuk memperoleh profit. Agar profit dapat diraih biasanya perusahaan melakukan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4045 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

DESAIN INDUSTRI. Pendesain: seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri.

DESAIN INDUSTRI. Pendesain: seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri. DESAIN INDUSTRI PENGERTIAN DESAIN INDUSTRI Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri menyebutkan bahwa Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL Diberlakukannya perjanjian TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right) pada tanggal 1 Januari 2000 memberikan harapan adanya perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: pengertian desain industri, objek dan subjek desain industri, perolehan hak desain industri

Pokok Bahasan: pengertian desain industri, objek dan subjek desain industri, perolehan hak desain industri DESAIN INDUSTRI Pokok Bahasan: pengertian desain industri, objek dan subjek desain industri, perolehan hak desain industri Mata Kuliah: Legal Aspek dalam produk TIK Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan pembangunan di bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada sektor industri. Salah satu kendala

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Paten 1. Pengertian Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU Paten, yang dimaksud dengan Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas, kemajuan sektor perdagangan sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas, kemajuan sektor perdagangan sangat erat kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas, kemajuan sektor perdagangan sangat erat kaitannya dengan bidang ekonomi. Terlebih lagi dengan adanya perkembangan dan kemajuan teknologi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

Perkembangan ekonomi global sekarang ini menuntut tiap-tiap negara untuk

Perkembangan ekonomi global sekarang ini menuntut tiap-tiap negara untuk 1 A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi global sekarang ini menuntut tiap-tiap negara untuk dapat bersaing satu sama lain agar eksitensi perekonomiannya tidak tersingkir dari komunitas masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1, 2005 HAKI. Industri. Desain. Pemohon. Pemegang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang HKI salah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang HKI salah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) 1. Dasar Hukum dan Lingkup HKI Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang HKI salah satunya persetujuan pembentukan World

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlindungan Dan Pengaturan Tentang Hak Merek Di Indonesia.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlindungan Dan Pengaturan Tentang Hak Merek Di Indonesia. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perlindungan Dan Pengaturan Tentang Hak Merek Di Indonesia. Perlindungan hak merek dilaksanakan oleh negara, dan negara sebagai penanggungjawab atas perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk barang/jasa satu dengan yang lainnya. Dengan merek konsumen lebih mudah

BAB I PENDAHULUAN. produk barang/jasa satu dengan yang lainnya. Dengan merek konsumen lebih mudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya, merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen dapat membedakan produk barang/jasa satu dengan yang lainnya. Dengan merek konsumen lebih mudah mengingat

Lebih terperinci

PEMBATALAN DESAIN INDUSTRI KARENA ALASAN MEMPUNYAI PERSAMAAN PADA POKOKNYA DEWI SUSIANA ABSTRACT

PEMBATALAN DESAIN INDUSTRI KARENA ALASAN MEMPUNYAI PERSAMAAN PADA POKOKNYA DEWI SUSIANA ABSTRACT tangan. 1 Pengertian istilah desain secara etimologi, yaitu kata desain berarti PEMBATALAN DESAIN INDUSTRI KARENA ALASAN MEMPUNYAI PERSAMAAN PADA POKOKNYA Dewi Susiana 1 DEWI SUSIANA ABSTRACT Design Industry

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I

PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I Etika Dalam Pemanfaatan Teknologi II Tim Pengajar KU1102 - Institut Teknologi Sumatera Outline 1. Hak Kekayaan Intelektual - Definisi - Jenis-jenis hak kekayaan intelektual

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek sebagai salah satu bentuk dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mempunyai peranan yang penting dalam hal perdagangan terutama dalam menghadapi era globalisasi

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. (Intelectual Property Rights Law)

TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. (Intelectual Property Rights Law) TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (Intelectual Property Rights Law) Hak Kekayaan Intelektual : Jenis Jenis dan Pengaturannya O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : C Dosen

Lebih terperinci

BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 45 BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Sejarah Perkembangan Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia Permasalahan hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek dagang di Indonesia semakin banyak macam pilihannya. Teknologi informasi dan komunikasi mendukung perkembangan macammacam merek yang dikenal oleh masyarakat.

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 19 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 19 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RGS Mitra 1 of 19 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

kata kunci: Hak Kekayaan Intelektual ; Merek

kata kunci: Hak Kekayaan Intelektual ; Merek PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK DAGANG ASING YANG ADA DI INDONESIA 1 Oleh : Maria Oktoviani Jayapurwanty 2 ABSTRAK Benda dalam arti kekayaan atau hak milik meliputi benda berwujud dan benda

Lebih terperinci

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu?

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu? MEREK Umum 1. Apakah merek itu? Yang dimaksud dengan merek adalah suatu "tanda" yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 302, 1997 (HAKI. PATEN. Perdagangan. Penemuan. Ekonomi. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem No.2134, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pendaftaran Merek. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN MEREK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) muncul karena adanya kemampuan berpikir. Hasil dari daya cipta tersebut dimiliki secara khusus (eksklusif)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong ! 1 BAB I PENDAHULUAN A.! Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan kegiatan perdagangan di dunia, termasuk Indonesia. Dengan adanya HKI, diharapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi teknologi berbasis sumber daya kecerdasan manusia. Seperti

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Hak Kekayaan Intelektual didefinisikan sebagai hak yang diberikan atas hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia Hak Kekayaan Intelektual

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK. Abstract

PENYELESAIAN SENGKETA MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK. Abstract PENYELESAIAN SENGKETA MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK Anik Tri Haryani, S.H., M.Hum 1 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstract Brand is one component of

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PERLINDUNGAN MEREK BAGI PEMEGANG HAK MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK YAYUK SUGIARTI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep Yayuksugiarti66@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Syarat Serta Prosedur Pendaftaran dan Pembatalan Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu 1. Syarat dan Prosedur Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Lebih terperinci

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI JANUARI RIFAI januari@raharja.info Abstrak Apa itu HAKI? Hak Atas Kekayaan Intelektual atau HAKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional

Lebih terperinci

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG Nama Kelompok: 1. Pemi wahyu ningseh 2. Resgianto 3. Siti Soffa Putri Setiowati TEKNIK INFORMATIKA PROGRAM STUDI DI LUAR DOMISILI KABUPATEN LAMONGAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017. PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017. PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2 PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannyapenelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peraturan

Lebih terperinci

Hak Atas Kekayaan Intelektual. Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014

Hak Atas Kekayaan Intelektual. Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014 Hak Atas Kekayaan Intelektual Business Law Universitas Pembangunan Jaya Semester Gasal 2014 Hak Kekayaan Intelektual Hasil pemikiran, kreasi dan desain seseorang yang oleh hukum diakui dan diberikan hak

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA DESAIN INDUSTRI BERDASARKAN PASAL 54 UU NO. 31 TAHUN Oleh : Fingly Kumontoy 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA DESAIN INDUSTRI BERDASARKAN PASAL 54 UU NO. 31 TAHUN Oleh : Fingly Kumontoy 2 Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA DESAIN INDUSTRI BERDASARKAN PASAL 54 UU NO. 31 TAHUN 2000 1 Oleh : Fingly Kumontoy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.252, 2016 HUKUM. Merek. Indikasi Geografis. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Penyusunan Melengkapi pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: WAA

Lebih terperinci

Dr. Tb. Maulana Kusuma Web: Gunadarma University

Dr. Tb. Maulana Kusuma   Web:  Gunadarma University Dr. Tb. Maulana Kusuma Email: mkusuma@staff.gunadarma.ac.id Web: http://mkusuma.staff.gunadarma.ac.id Gunadarma University Ruang Lingkup HKI Hak atas Kekayaan Intelektual didefinisikan sebagai suatu perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia, LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 31, 1997 HAKI. MEREK. Perdagangan. Ekonomi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3681). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat kita pungkiri bahwa merek merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam dunia perdagangan sehingga memegang peranan yang sangat penting. Oleh

Lebih terperinci

MAKALAH HAK PATEN. Nama Kelompok: 1. Chaniffatul Maghfirroh 2. Melan Apriliani 3. Siswo Hadi Purnomo 4. Tri Cahyono. Kelas: 2 TI-B

MAKALAH HAK PATEN. Nama Kelompok: 1. Chaniffatul Maghfirroh 2. Melan Apriliani 3. Siswo Hadi Purnomo 4. Tri Cahyono. Kelas: 2 TI-B MAKALAH HAK PATEN Nama Kelompok: 1. Chaniffatul Maghfirroh 2. Melan Apriliani 3. Siswo Hadi Purnomo 4. Tri Cahyono Kelas: 2 TI-B TEKNIK INFORMATIKA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan bagi kekayaan intelektual merupakan langkah maju bagi Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu implementasi era pasar

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG (STUDI DI WARUNG MAKAN BEBEK GORENG H. SLAMET DI KARTOSURO SUKOHARJO) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci