OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR"

Transkripsi

1

2

3 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015

4

5 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TELUR ISSN : Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 72 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi Penyunting : Dr. Ir. Leli Nuryati, MSc Dr. Ir. Budi Waryanto, MSi Ir. Noviati, MSi Naskah : Ir. Roch Widaningsih, MSi Design dan Layout : Victor Saulus B. Diterbitkan oleh : Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

6

7 Outlook Telur 2015 «KATA PENGANTAR Penerbitan Outlook Komoditas Pertanian merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan secara reguler oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian sejak tahun Outlook Komoditas Pertanian terdiri dari empat subsektor, yaitu: (1) Tanaman Pangan, (2) Hortikultura, (3) Perkebunan dan (4) Peternakan. Pada tahun Outlook Komoditas Peternakan diterbitkan per komoditas yaitu : (1) Outlook Daging Sapi; (2) Outlook Daging Ayam; (3) Outlook Telur da (4) Outlook Susu. Outlook Telur tahun 2015 ini menyajikan keragaan data series masing-masing indikator secara nasional dan internasional selama 5-36 tahun terakhir serta dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan domestik telur dari tahun 2016 sampai dengan tahun Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi indikator yang mempengaruhi penawaran dan permintaan telur secara lebih lengkap dan menyeluruh. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya. Jakarta, Desember 2015 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Dr. Ir. Suwandi, MSi. NIP iii

8 » Outlook Komoditas Telur 2014 iv

9 Outlook Telur 2015 «DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi EXECUTIVE SUMMARY... xiii BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Ruang Lingkup... 2 BAB II. METODOLOGI Sumber Data dan Informasi Metode Analisis Program Pengolahan Data... 6 BAB III. KERAGAAN TELUR AYAM DALAM NEGERI Perkembangan Populasi Ayam Ras Petelur dan Ayam Buras di Indonesia Perkembangan Produksi Telur di Indonesia Sentra Produksi Telur di Indonesia Perkembangan Harga Telur di Indonesia Perkembangan Konsumsi Telur di Indonesia Perkembangan Ekspor & Impor Telur di Indonesia. 18 v

10 » Outlook Komoditas Telur 2014 BAB IV. KERAGAAN TELUR AYAM DUNIA Perkembangan Populasi, Produksi dan Produktivitas Sentra Produksi Telur Ayam Dunia Perkembangan Ekspor & Impor Telur Dunia BAB V. ANALISIS PENAWARAN & PERMINTAAN TELUR Proyeksi Penawaran Telur Proyeksi Permintaan Telur Proyeksi Surplus/Defisit Telur BAB VI. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

11 Outlook Telur 2015 «DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Sumber Data dan Informasi yang Digunakan... 3 Tabel 5.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Telur Ayam Ras di Indonesia Tabel 5.2. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Telur Ayam Buras di Indonesia Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Produksi Telur Ayam di Indonesia, Tahun Tabel 5.4. Proyeksi Konsumsi per Kapita dan Konsumsi Nasional, Tahun Tabel 5.5. Proyeksi Surplus/Defisit Telur Ayam di Indonesia, Tahun vii

12 » Outlook Komoditas Telur 2014 viii

13 Outlook Telur 2015 «DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Perkembangan Populasi Ayam Ras Petelur Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Gambar 3.2 Perkembangan Populasi Ayam Buras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Gambar 3.3 Perkembangan Produksi Telur Ayam Ras Petelur Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Gambar 3.4 Perkembangan Produksi Telur Ayam Buras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Gambar 3.5. Sentra Produksi Telur Ayam Ras di Indonesia, Rata rata Gambar 3.6. Sentra Produksi Telur Ayam Buras di Indonesia, Rata - rata Gambar 3.7. Perkembangan Harga Konsumen Telur Ayam Ras dan Buras di Indonesia, Tahun Gambar 3.8. Perkembangan Konsumsi Telur Ayam Ras dan Buras di Indonesia, Tahun Gambar 3.9. Perkembangan Ketersediaan Konsumsi Telur Ayam, Tahun Gambar Perkembangan Volume Ekspor Impor Telur di Indonesia, Tahun Gambar Perkembangan Nilai Ekspor Impor Telur di Indonesia, Tahun Gambar Perkembangan Neraca Ekspor Impor Telur di Indonesia, Tahun ix

14 » Outlook Komoditas Telur 2014 Gambar 4.1. Perkembangan Produksi dan Populasi Telur Ayam Dunia, Tahun Gambar 4.2. Perkembangan Produktivitas Telur Ayam Dunia, Tahun Gambar 4.3. Sentra Produksi Telur Ayam Terbesar di Dunia, Tahun Gambar 4.4. Rata-Rata Produktivitas Telur Ayam Sepuluh Negara Terbesar di Dunia, Indonesia dan Dunia, Tahun Gambar 4.5. Sepuluh Negara Eksportir Telur Ayam Terbesar Dunia dan Indonesia, Rata-Rata Tahun Gambar 4.6. Nilai Ekspor Telur Ayam di Sepuluh Negara Eksportir Terbesar Dunia dan Indonesia, Rata-rata Gambar 4.7. Sepuluh Negara Importir Telur Ayam Terbesar Dunia dan Indonesia, Rata-Rata Tahun Gambar 4.8. Nilai Impor Sepuluh Negara Importir Telur Ayam Terbesar Dunia dan Indonesia, Rata-Rata Tahun x

15 Outlook Telur 2015 «DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Perkembangan Populasi Ayam Ras Petelur Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Lampiran 2. Perkembangan Populasi Ayam Bukan Ras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Lampiran 3. Perkembangan Produksi Telur Ayam Ras Petelur Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Lampiran 4. Perkembangan Produksi Telur Ayam Bukan Ras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Lampiran 5. Propinsi Sentra Produksi Telur Ayam Ras di Indonesia, Tahun Lampiran 6. Propinsi Sentra Produksi Telur Ayam Buras di Indonesia, Tahun Lampiran 7. Perkembangan Harga Konsumen Telur Ayam Ras dan Bukan Ras di Indonesia, Tahun Lampiran 8. Perkembangan Konsumsi Telur Ayam Ras dan Bukan Ras di Indonesia, Tahun Lampiran 9. Ketersediaan Konsumsi per Kapita Telur, Tahun Lampiran 10. Ekspor Telur Unggas, Tahun Lampiran 11. Impor Telur Unggas, Tahun xi

16 » Outlook Komoditas Telur 2014 Lampiran 12. Populasi, Produksi dan Produktivitas Telur Ayam Petelur Dunia, Tahun Lampiran 13. Populasi Ayam (Usia Produktif) Sepuluh Besar Dunia, Tahun Lampiran 14. Produksi Telur Ayam Sepuluh Besar Dunia, Tahun Lampiran 15. Produktivitas Telur Ayam di Sepuluh Besar Dunia dan Indonesia, Tahun Lampiran 16. Perkembangan Ekspor Impor Telur Dunia, Tahun Lampiran 17. Volume Ekspor Telur Ayam di Sepuluh Negara Eksportir Terbesar Dunia dan Indonesia, Tahun Lampiran 18. Nilai Ekspor Telur Ayam di Sepuluh Negara Importir Terbesar Dunia dan Indonesia, Tahun Lampiran 19. Volume Impor Telur Ayam di Sepuluh Negara Importir Terbesar Dunia dan Indonesia, Tahun Lampiran 20. Nilai Impor Telur Ayam di Sepuluh Negara Importir Terbesar Dunia dan Indonesia, Tahun xii

17 Outlook Telur 2015 «EXECUTIVE SUMMARY Prospek usaha peternakan ayam ras petelur di Indonesia dinilai sangat baik dilihat dari pasar dalam negeri maupun luar negeri, namun produksi peternakan ayam ras petelur di Indonesia masih belum mencapai kapasitas produksi yang optimal (Abidin dalam Ferry Multiningrum, 2003). Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan pembibitan, pakan ternak, dan obat-obatan yang masih berproduksi di bawah kapasitas terpasang. Artinya, prospek pengembangannya masih terbuka. Di sisi permintaan, saat ini produksi telur ayam ras telah mencukupi kebutuhan pasar dalam negeri sebesar 65%. Sisanya dipenuhi dari telur ayam kampung, itik, dan puyuh. Iklim perdagangan global yang sudah mulai terasa saat ini, semakin memungkinkan produk telur ayam ras dari Indonesia untuk ke pasar luar negeri. Populasi ayam ras tahun 2015 diprediksi naik sebesar 3,24% meningkat lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya hanya meningkat 0,03%, demikian juga pertumbuhan populasi ayam buras mengalami kenaikan 3,65% dari tahun sebelumnya mengalami penurunan 0,06%, hal ini berarti prospek pengembangan ayam ras maupun buras cukup bagus. Prediksi produksi telur ayam ras pada tahun 2015 diperkirakan akan mencapai 1,29 juta ton atau meningkat sebesar 13,14% dari tahun sebelumnya. Sedangkan produksi ayam buras tahun 2015 meningkat lebih kecil, yaitu sebesar 3,86% dari tahun sebelumnya atau mencapai 191,77 ribu ton dari tahun sebelumnya 184,64 ribu ton. Prediksi produksi telur ayam tahun di perkirakan akan meningkatrata-rata 3,29% per tahun yang disokong dari peningkatan produksi telur ayam ras sebesar 2,72% per tahun dan peningkatan produksi telur ayam buras sebesar 6.93%. Prediksi permintaan/ketersediaan telur ayam untuk konsumsi pada tahun akan meningkat rata-rata sebesar 3,66% per tahun, dan permintaan untuk konsumsi nasional akan meningkat rata-rata sebesar 4,78% per tahun. xiii

18 » Outlook Komoditas Telur 2014 xiv

19 Outlook Telur 2015«BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor peternakan mempunyai peran yang semakin strategis dalam memenuhi permintaan konsumen akan protein hewani. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan, dan kesadaran masyarakat terhadap gizi, sehingga terjadi perubahan pola konsumsi makanan secara bertahap ke arah peningkatan konsumsi protein hewani. Oleh karena itu sudah menjadi keharusan sub sektor peternakan mendapat perhatian serius. Prospek usaha peternakan ayam ras petelur di Indonesia dinilai sangat baik dilihat dari pasar dalam negeri maupun luar negeri, namun kapasitas produksi peternakan ayam ras petelur di Indonesia masih belum mencapai kapasitas produksi yang optimal (Abidin dalam Multiningrum, 2003). Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan pembibitan, pakan ternak, dan obat-obatan yang masih berproduksi di bawah kapasitas terpasang. Pada sisi lain produksi telur ayam ras telah mencukupi kebutuhan pasar dalam negeri sebesar 65%. Sisanya dipenuhi dari telur ayam kampung, itik, dan puyuh. Menyongsong perdagangan global yang sudah mulai terasa saat ini, maka potensi produksi telur ayam ras dari Indonesia untuk mengisi pasar luar negeri semakin terbuka mengingat produk ayam ras bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan per kapita per tahun dari suatu Negara. Dalam rangka melihat perkembangan dan proyeksi komoditas ayam ras petelur, maka disusunlah analisis outlook komoditas telur. Hasil analisis outlook komoditas telur ini, selain digunakan sebagai bahan rujukan bagi para pimpinan Kementerian Pertanian dalam mengambil kebijakan, analisis ini juga penting dalam menyediakan informasi bagi para stake holder yang terkait dengan kegiatan agribisnis subsektor peternakan. 1

20 » Outlook Telur Tujuan dan Sasaran Tujuan: Melakukan analisis peramalan komoditas peternakan khususnya telur ayam dengan menggunakan metode statistik yang mencakup indikator produksi, konsumsi, ekspor-impor dan harga. Sasaran: Tersedianya informasi peramalan indikator produksi dan konsumsi telur periode Ruang Lingkup Ruang lingkup penyusunan outlook telur 2015 meliputi variabelvariabel terpenting dari komponen penawaran dan permintaan komoditas telur. Yang meliputi : populasi ayam ras petelur dan ayam buras, produksi, produktivitas, konsumsi, harga konsumen, ekspor dan impor, baik dalam lingkup nasional maupun global. Keseimbangan penawaran dan permintaan diprediksi hingga tahun 2019, dengan terlebih dahulu memproyeksi variabel-variabel yang mempengaruhi maupun komponen-komponen yang menyusun penawaran dan permintaan telur. 2

21 Outlook Telur 2015«BAB II. METODOLOGI 2.1 Sumber Data dan Informasi Outlook telur tahun 2015 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari instansi terkait di lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian. Sumber data yang digunakan untuk menyusun outlook telur 2015 disajikan pada Tabel 2.1. berikut. Tabel 2.1. Sumber Data dan Informasi yang Digunakan No. Variabel Periode Sumber Data 1 Populasi, Produksi, Produktivitas Nasional Ditjen PKH 2 Harga Konsumen Nasional Kemendag 3 Ekspor & Impor Nasional BPS 4 Konsumsi Susenas, Ketersediaan BPS, BKP 5 Produksi, Luas panen,produktivitas Dunia FAO 6 Ekspor & Impor Dunia FAO Literatur pendukung analisis diperoleh dari berbagai sumber, seperti : perpustakaan perguruan tinggi, PSEKP, PUSTAKA, internet dan berbagai sumber lainnya. 3

22 » Outlook Telur Metode Analisis Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mengeksplorasi data series yang mencakup variabel populasi, produksi, konsumsi, ekspor impor serta harga Analisis Model Penawaran Analisis model penawaran daging ayam dilakukan berdasarkan analisis fungsi produksi. Model analisis yang digunakan adalah model Regresi Berganda (Multivariate Regression). Secara teoritis bentuk umum dari model ini adalah: Y b0 b1 X 1 b2 X 2... bn X b 0 n j 1 b j X j n dimana: Y = peubah respons/tak bebas X n n = peubah penjelas/bebas = 1, 2, b 0 = nilai konstanta b n = koefisien arah regresi atau parameter model regresi untuk peubah x n = sisaan Produksi pada periode ke-t merupakan fungsi dari produksi pada periode sebelumnya, harga di tingkat produsen, harga komoditas pesaingnya di tingkat produsen dan pengaruh inflasi. Dengan memperhatikan ketersediaan data, analisis penawaran dilakukan berdasarkan data produksi dalam periode tahunan. Untuk 4

23 Outlook Telur 2015«peubah-peubah bebas yang tidak tersedia datanya dalam periode waktu yang bersesuaian maka dilakukan proyeksi terlebih dahulu dengan menggunakan model analisis trend (Trend Analysis) atau model pemulusan eksponensial berganda (Double Exponential Smoothing) Analisis Model Permintaan Analisis model permintaan daging merupakan analisis permintaan langsung masyarakat terhadap daging yang dikonsumsi oleh rumah tangga konsumen. Oleh karena adanya keterbatasan data, maka analisis permintaan dilakukan dengan menggunakan model pemulusan eksponensial berganda (Double Exponential Smoothing) pada data konsumsi per kapita tahunan Kelayakan Model Ketepatan sebuah model regresi dapat dilihat dari Uji-F, Uji-t, dan koefisien determinasi (R 2 ). Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya keragaman dari peubah tak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh peubahpeubah tak bebas (X). Koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan persamaan: dimana: R 2 SS Regresi SSTotal SS Regresi = jumlah kuadrat regresi SS Total = jumlah kuadrat total Model deret waktu baik analisis trend maupun pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing), ukuran kelayakan model berdasarkan nilai kesalahan dengan menggunakan statistik MAPE (meanabsolute percentage error) atau kesalahan persentase absolute ratarata yang diformulasikan sebagai berikut: 5

24 » Outlook Telur 2015 Dimana : X t adalah data actual F t adalah nilai ramalan Semakin kecil nilai MAPE maka model deret waktu yang diperoleh semakin baik Program Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan softare Minitab dan Excell. Penyusunan analisis data sekunder dengan menggunakan program komputer yang dirancang untuk melakukan peramalan 4-5 tahun kedepan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam peramalan data masing-masing variabel yang menyusun penawaran dan permintaan, antara lain regresi, trend analisis, eksponensial smoothing, dan sebagainya. Metode dipilih yang memberikan peramalan dan nilai statistik terbaik. 6

25 Outlook Telur 2015«BAB III. KERAGAAN TELUR AYAM DALAM NEGERI 3.1. Perkembangan Populasi Ayam Ras Petelur dan Ayam Buras di Indonesia. Permintaan telur cenderung mengalami peningkatan, karena harga telur relatif terjangkau oleh masyarakat Indonesia dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Dengan semakin meningkatnya permintaan telur maka populasi ayam ras petelur dan ayam buras diharapkan akan semakin meningkat pula Populasi Ayam Ras Petelur Secara umum perkembangan populasi ayam ras petelur di Indonesia berfluktuasi cukup tajam dengan kecenderungan mengalami peningkatan (Gambar 2.1). Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan penduduk sehingga kebutuhan akan telur ayam ras dipastikan akan meningkat, khususnya di daerah perkotaan dimana pada umumnya lebih memilih telur ayam ras karena hargannya yang relatif lebih murah dari pada telur ayam buras Perkembangan populasi ayam ras dari tahun mengalami peningkatan hingga 5,94% per tahun. Populasi ayam ras petelur di tahun 1980 sebesar 39,25 juta ekor mengalami kenaikan menjadi 151,42 juta ekor di tahun Peningkatan perkembangan populasi ayam ras petelur cukup tinggi terjadi pada tahun 2000 yakni sebesar 52,35% atau meningkat sebesar 23,84 juta ekor dari 45,53 juta ekor di tahun 1999 menjadi 69,37 juta ekor pada tahun Sementara itu penurunan populasi cukup signifikan terjadi pada tahun 1990 sebesar 50,48 % atau turun sebesar 37,95 juta ekor dari tahun sebelumnya, dan tahun 1998 turun sebesar 44,99% atau turun 31,76 juta ekor dari tahun sebelumnya. Perkembangan populasi ayam ras petelur di Indonesia lima tahun terakhir yaitu periode tahun 2011 sampai dengan 2015 cenderung 7

26 » Outlook Telur 2015 mengalami peningkatan, rata-rata meningkat sebesar 5,07%. Hal ini di sumbang dari pertumbuhan populasi di Jawa sebesar 3,00% dan di luar Jawa sebesar 8,15%. Populasi di tahun 2005 sebesar 84,79 juta ekor dan terus mengalami kenaikan hingga 151,42 juta ekor di tahun Pada tahun 2005 terjadi penurunan 9,23%, hal ini karena terjadi penurunan yang cukup besar di luar Jawa sebesar 20,39%, sementara di Jawa hanya turun 0,16. Pada tahun 2011 terjadi kenaikan populasi yang cukup besar di Jawa sebesar 28,49% dan di luar Jawa hanya naik sebesar 5,63%. Informasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.1. dan Lampiran 1. Gambar 3.1. Perkembangan Populasi Ayam Ras Petelur Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Populasi Ayam Bukan Ras (Buras) Perkembangan populasi ayam buras kurun waktu tahun mempunyai pola yang sedikit berbeda dengan populasi ayam ras petelur. Perkembangan populasi ayam buras cenderung tidak berfluktuasi dan terus meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 2,59% per tahun (Gambar 3.2). Pertumbuhan populasi ayam buras di luar Jawa cenderung lebih tinggi dibandingkan di Jawa, dimana tingkat pertumbuhan di luar Jawa mencapai 3,28% per tahun, sedangkan di Jawa hanya sebesar 1,97% per tahun. Hal ini karena keterbatasan lahan pengembangan ayam buras di pulau Jawa. 8

27 *) Outlook Telur 2015«Populasi ayam buras selama kurun waktu mengalami fluktuasi cukup besar dengan pertumbuhan sebesar 1,92% yang merupakan kontribusi pertumbuhan populasi di luar Jawa yaitu sebesar 2,43% dan di Jawa 1,57%. Pada tahun 2008 terjadi penurunan cukup signifikan sebesar 10,59% yang terjadi di Jawa 12,36% dan di luar Jawa 9,29%. Hal ini dapat terjadi karena dampak dari penurunan populasi tahun sebelumnya, serta merebaknya penyakit flu burung yang menyerang unggas (Lampiran 2). ( 000 Ekor ) Jawa Luar Jawa Indonesia Gambar 3.2. Perkembangan Populasi Ayam Buras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Perkembangan Produksi Telur di Indonesia Produksi Telur Ayam Ras Petelur Perkembangan produksi telur ayam ras petelur sejak memiliki pola yang sama dengan perkembangan populasinya, berfluktuasi dan cenderung terus meningkat. Peningkatan produksi telur rata-rata sebesar 11,44% per tahun, merupakan sumbangan dari pertumbuhan di Jawa sebesar 11,02% per tahun dan di Luar Jawa sebesar 13,25% per tahun. 9

28 *)» Outlook Telur 2015 Pertumbuhan produksi telur ayam ras selama lima tahun terakhir cukup signifikan yaitu sebesar 19,31%. Pertumbuhan di luar Jawa lebih tinggi dibanding di Jawa yaitu sebesar 27,86%, sedangkan pertumbuhan di Jawa hanya 13,70%. Hal ini di karenakan lahan di luar Jawa masih memungkinkan pengembangan berternak ayam ras. Seperti halnya populasi, penurunan produksi tertinggi secara nasional terjadi di tahun 1998 sebesar 44,78% per tahun, dan kenaikan produksi telur ayam ras terjadi di tahun 1995 sebesar 41,99% pertahun. (Gambar 3.3. dan Lampiran 3.). (Ton) Jawa Luar Jawa Indonesia Gambar 3.3. Perkembangan Produksi Telur Ayam Ras Petelur Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Produksi Telur Ayam Buras (Ayam Kampung) Perkembangan produksi telur ayam buras secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.4. Pertumbuhan produksi telur ayam buras meningkat ratarata sebesar 9,69% per tahun pada periode Pertumbuhan di Jawa sebesar 7,93% per tahun sedangkan dan pertumbuhan di luar Jawa 12,72% per tahun. Pertumbuhan produksi telur ayam buras tertinggi terjadi di tahun 1995 yaitu sebesar 168,31% per tahun dan pertumbuhan terrendah terjadi di tahun 2008 atau mengalami penurunan sebesar 27,71% pertahun. 10

29 *) Outlook Telur 2015«Pertumbuhan Produksi telur ayam buras lima tahun terakhir ( ) sebesar 0,64% per tahun. Rendahnya pertumbuhan produksi telur dikarenakan terjadi penurunan di Jawa sebesar 0,07% per tahun walaupun di luar Jawa naik 1,26% pertahun. Pertumbuhan produksi telur ayam buras tahun 2005 naik hanya sebesar 1,91%, hal ini terjadi karena pertumbuhan ayam buras di Jawa mengalami penurunan sebesar 0,78% per tahun walaupun telah ada kontribusi di luar Jawa sebesar 4,40% per tahun. Dua tahun berikutnya produksi telur ayam buras naik hingga mencapai 18,83% pertahun, namun di tahun 2008 karena terjadi serangan penyakit flu burung di Jawa dan luar Jawa, produksi telur ayam buras mengalami penurunan hingga mencapai 27,71% per tahun. Mulai tahun 2000 produksi telur ayam buras mulai merangkak naik hingga tahun Pada tahun 2010 pertumbuhan produksi ayam buras di luar Jawa mengalami kenaikan 15,78% sementara di Jawa hanya 1,31%. Pada tahun berikutnya tahun 2011 terjadi kebalikannya yaitu di Jawa naik sbesar 14,43% dan di luar Jawa naik hanya 1,14%. Produksi telur ayam buras tahun 2015 diperkirakan akan naik cukup siknifikan dari ton menjadi ton atau sebesar 3,86% pertahun (Lampiran 4). (Ton) Jawa L.Jawa Indonesia 11

30 » Outlook Telur 2015 Gambar 3.4. Perkembangan Produksi Telur Ayam Buras Berdasarkan Wilayah di Indonesia, Tahun Sentra Produksi Telur di Indonesia Sentra Produksi Telur Ayam Ras Sentra produksi telur ayam ras di Indonesia tersebar di 10 provinsi dengan kontribusi sebesar 88,15% terhadap produksi nasional. Pertumbuhan rata-rata 10 provinsi sentra sebesar 5,90%. Provinsi Jawa Timur merupakan penyumbang produksi telur ayam ras petelur terbesar di Indonesia dengan kontribusi sebesar 23,43%, diikuti Jawa Tengah dengan kontribusi sebesar 16,23% dan Jawa Barat dengan kontribusi sebesar 10,78%. Sementara itu Provinsi Bali merupakan provinsi penyumbang produksi telur ayam ras ke sepuluh dengan rata-rata kontribusi sebesar 3,29% (Gambar 3.5.). Jatim 23,43% Jateng 16,23% Lainnya 11,85% Jabar 10,78% Bali 3,29% Banten 4,14% Lampung 4,51% Sumsel 4,60% Sulsel 5,34% Sumbar 5,78% Sumut 10,04% Gambar 3.5. Sentra Produksi Telur Ayam Ras di Indonesia, Rata-rata

31 Outlook Telur 2015«Jika dilihat rata-rata pertumbuhan antara tahun pada sepuluh provinsi sentra tersebut, Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi dengan rata-rata pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 15,49% per tahun. Menyusul kemudian Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Lampung dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing sebesar 15,39% dan 8,76% per tahun. Provinsi Banten mengalami pertumbuhan paling kecil yaitu turun sebesar 0,22%. (Lampiran 5) Sentra Produksi Telur Ayam Buras Sentra produksi telur ayam buras di Indonesia selama 5 tahun terakhir tersebar di 10 provinsi, Jawa Tengah menduduki sentra terbesar dengan kontribusi sebesar 19,05%, disusul Jawa Barat sebesar 10,34%, dan provinsi lainnya berkontribusi di bawah 10 %. Rata rata pertumbuhan ayam buras 3,03% per tahun. Kontribusi produksi telur ayam buras dari 10 provinsi tersebut sebesar 71,34% terhadap total produksi telur ayam buras Indonesia. Provinsi lainnya berkontribusi sebesar 28,66%. Sementara Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan provinsi penyumbang produksi telur ayam buras kesepuluh dengan rata-rata kontribusi sebesar 2,75% (Gambar 3.6 dan Lampiran 6). Lainnya 28,66% Jateng 19,05% Jabar 10,34% Jatim 9,96% Sultra 2,75% DI. Yogyakarta 2,93% Lampung 4,21% Kalsel 4,71% Sulsel 5,51% Sumut 5,79% Banten 6,07% Gambar 3.6. Sentra Produksi Telur Ayam Buras di Indonesia, Rata-rata

32 » Outlook Telur 2015 Jika ditinjau dari rata-rata pertumbuhan produksi selama tahun di sepuluh provinsi sentra tersebut, provinsi dengan pertumbuhan produksi telur terbesar adalah Provinsi Jambi dengan ratarata pertumbuhan 17,10%. Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 14,64% dan 13,23%. Sementara itu provinsi yang mengalami penurunan produksi adalah Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 4,09%, Jawa Barat 0,84% dan Jawa Tengah 0,66%. (Lampiran 6) Perkembangan Harga Telur di Indonesia Harga Telur Ayam Ras Perkembangan harga telur ayam ras di tingkat konsumen selama tahun berfluktuasi dan cenderung meningkat. Harga telur ayam ras meningkat tajam dari rata-rata Rp 1.089/kg di tahun 1983 menjadi Rp /kg di tahun 2015 dengan pertumbuhan rata sebesar 19,12% per tahun. Pertumbuhan harga telur ayam ras tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 422,91% atau dari harga Rp.2.838/kg menjadi Rp /kg dan yang terendah di tahun 2001 sebesar 58,05% atau dari harga Rp /kg menjadi Rp /kg. Perkembangan harga telur ayam ras di Indonesia lima tahun terakhir (tahun ) mengalami kenaikan dibandingkan perkembangannya selama tahun , hal ini terjadi karena setelah krisis moneter tahun 2008 harga telur ayam menjadi lebih stabil. Selama lima tahun tersebut ( ) harga telur ayam ras mengalami kenaikan ratarata sebesar 6,94% (Gambar 3.7 dan Lampiran 7). 14

33 *) Outlook Telur 2015«(Rp/kg) Ayam Ras Ayam Buras Gambar 3.7. Perkembangan Harga Konsumen Telur Ayam Ras dan Telur Ayam Buras, Tahun Harga Telur Ayam Buras Perkembangan harga telur ayam buras di tingkat konsumen selama tahun cenderung berfluktuasi dengan kenaikan yang cukup signifikan. Harga telur ayam buras di indonesia lebih tinggi bila di bandingkan dengan telur ayam ras. Hal ini disebabkan karena telur ayam buras lebih baik kandungan gizinya, serta ayam buras bertelur yang tidak setiap hari (ada masa-masa istirahat bertelur), sehingga produksi telur tidak bisa sebanyak ayam ras petelur. Dalam kurun waktu 32 tahun, harga telur ayam buras meningkat tajam dari rata-rata Rp 1.448/kg di tahun 1983 menjadi Rp /kg di tahun 2015 dengan pertumbuhan rata sebesar 11,72% pertahun. Pertumbuhan harga telur ayam buras tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 63,59% atau dari harga Rp.6.045/kg menjadi Rp.9.889/kg, dan harga terendah terjadi pada tahun 2013 turun sebesar 1,80% atau dari harga Rp menjadi Rp /kg. Perkembangan harga telur ayam buras di Indonesia lima tahun terakhir yaitu tahun 2011sampai dengan 2015, mengalami kenaikan hingga puncaknya terjadi pada tahun 2014 dengan kenaikan mencapai 11,70% dari 15

34 » Outlook Telur 2015 harga Rp /kg hingga naik menjadi Rp /kg (Gambar 3.7 dan Lampiran 7) Perkembangan Konsumsi Telur di Indonesia Perkembangan konsumsi telur ayam ras selama tahun rata-rata mengalami peningkatan sebesar 3,83% per tahun. Konsumsi telur ayam ras di tahun 1987 sebesar 2,55 kg/kap/th dan mengalami peningkatan hingga 6,31 kg/kap/th pada tahun (Gambar 3.8. dan Lampiran 8). Perkembangan konsumsi telur ayam ras selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami fluktuasi yang cukup singnifikan. Penurunan konsumsi telur ayam ras terlihat di tahun 2011 hingga 2013, hal ini kemungkinan karena masyarakat telah dapat menggantikan telur ayam ras dengan berbagai ragam menu makanan pengganti lainnya. Perkembangan konsumsi telur ayam buras selama tahun rata-rata mengalami penurunan, yaitu sebesar 6,42 % per tahun. Konsumsi telur ayam ras tahun 1996 sebesar 0,49 kg/kap/th hingga 0,13 kg/kap/th di tahun Konsumsi telur ayam buras lebih kecil dibanding konsumsi telur ayam ras karena telur ayam buras lebih banyak dikonsumsi sebagai campuran minum jamu atau sebagai penambah gizi yang banyak di konsumsi di daerah pedesaan (Gambar 3.8.). Perkembangan rata-rata konsumsi telur ayam buras selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup singnifikan yakni sebesar 7,74%. Walaupun tahun 2011 mengalami sedikit peningkatan sebesar 1,41%, namun pada tahun 2012 konsumsi telur ayam buras menurun tajam hingga 26,39% dan tahun 2014 turun 0,34%. 16

35 Outlook Telur 2015«(Kg/kap/thn) 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Ayam Ras Ayam Buras Gambar 3.8. Perkembangan Konsumsi Telur Ayam Ras dan Buras di Indonesia, Tahun Berdasarkan definisi konsumsi telur bila didekati dari ketersediaan per kapita (NBM), jumlahnya berbeda dengan konsumsi per kapita hasil SUSENAS. Perbedaan ini disebabkan karena cakupan data dan metodologi pengumpulan data yang berbeda. Data SUSENAS merupakan hasil survei rumah tangga dan hanya mencakup konsumsi rumah tangga, sedangkan ketersedian konsumsi (NBM) merupakan penghitungan yang mencakup ketersediaan konsumsi rumah tangga maupun di luar rumah tangga. Dengan memakai pendekatan perhitungan ketersediaan konsumsi telur ayam ras dari tahun diperkirakan mengalami peningkatan. Ketersediaan konsumsi telur ayam ras rata-rata meningkat 6,82% per tahun, dan ketersediaan konsumsi telur ayam buras meningkat 4,74 % per tahun (Gambar 3.9 dan Lampiran 9). 17

36 *) 2014**)» Outlook Telur 2015 (Kg/kap/thn) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Telur Ayam Ras Telur Ayam Buras Gambar 3.9. Perkembangan Ketersediaan Konsumsi Telur Ayam, Tahun Perkembangan Ekspor dan Impor Telur di Indonesia Ekspor dan impor telur di Indonesia rata-rata terus meningkat baik volume maupun nilainya. Perkembangan volume ekspor maupun impor selama tahun disajikan pada Gambar Secara umum pola perkembangan volume ekspor telur lebih rendah dibandingkan laju perkembangan volume impornya yaitu pertumbuhan ekspor 109,3% per tahun, sedangkan pertumbuhan impor 471,9% per tahun (Lampiran 10 & 11). 18

37 Outlook Telur 2015«(Ton) Volume ekspor Volume Impor Gambar Perkembangan Volume Ekspor Impor Telur di Indonesia, Tahun Perkembangan volume ekspor maupun impor telur dari tahun 1996 hingga 2014, menunjukkan sangat berfluktuasi. Pola ini biasanya mengikuti perkembangan pasar telur di dalam negeri maupun di pasar global. Secara umum perkembangan nilai ekspor lebih tinggi (rata-rata 653,3% per tahun) dibanding volumenya (rata-rata 109,3% per tahun). Hal ini menunjukkan bahwa harga telur Indonesia di pasar dunia membaik. Data tahun 2014 terjadi ekspor telur unggas sebesar 1,1 ton dengan nilai ekspor sebesar 1,8 ribu US$ namun di sisi terjadi impor sebesar ton dengan nilai impor 8,06 juta US$. Hal ini menunjukkan kebutuhan telur unggas lebih besar dari produksi yang ada. Demikian pula dari sisi impor, perkembangan nilai impor sebesar 593,3% per tahun, lebih tinggi dari volume impor (sebesar 471,9 % per tahun). Gambar menunjukkan perkembangan nilai ekspor-impor telur sejak

38 » Outlook Telur 2015 (000US$) Nilai Ekspor Nilai Impor Gambar Perkembangan Nilai Ekspor Impor Telur di Indonesia, Tahun Dilihat dari neraca ekspor-impor komoditas telur, terlihat bahwa volume impor lebih besar dari pada volume ekspor. Hal ini mengindikasikan produksi telur yang dihasilkan Indonesia lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (sebagian besar masih untuk kebutuhan konsumsi). Neraca ekspor-impor telur di Indonesia ditunjukkan pada Gambar Adapun gambaran perkembangan ekspor dan impor secara terinci disajikan pada Lampiran 10 dan

39 Outlook Telur 2015«(Ton) Neraca Ekspor-Impor Gambar Perkembangan Neraca Ekspor Impor Telur di Indonesia, Tahun

40 » Outlook Telur

41 BAB IV. KERAGAAN TELUR AYAM DUNIA Outlook Telur 2015«4. 1. Perkembangan Populasi, Produksi dan Produktivitas Perkembangan populasi ayam ras petelur di dunia selama kurun waktu 1980 hingga 2013 cenderung meningkat, rata-rata sebesar 2,71%. Dilihat dari sisi produksi terlihat bahwa perkembangan produksi telur juga terus mengalami peningkatan seperti halnya populasinya, dengan rata-rata pertumbuhan tahun sebesar 2,95% per tahun. Pertumbuhan produksi telur tertinggi terjadi tahun 1994 sebesar 41 juta ton atau meningkat sebesar 7,71% dari tahun sebelumnya. Sementara itu pertumbuhan terendah terjadi tahun 2012 yaitu turun sebesar 1,85% dari tahun sebelumnya. Perkembangan populasi dan produksi telur ayam ras di dunia selama 51 tahun terakhir disajikan pada Gambar 4.1. (juta ekor) (ribu ton) Populasi Produksi Gambar 4.1. Perkembangan Produksi dan Populasi Telur Ayam Dunia, Tahun Ditinjau dari sisi produktivitas, secara umum pola perkembangan produktivitas telur dunia menyerupai pola perkembangan produksinya dengan rata-rata mengalami peningkatan sebesar 0,25% per tahun (Gambar 3.2). Peningkatan produktivitas telur tertinggi terjadi tahun 1993, yaitu sebesar 2,70% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun secara rata-rata 23

42 » Outlook Telur 2015 terjadi peningkatan namun pada beberapa tahun terakhir justru terjadi penurunan produktivitas. Penurunan produktivitas tertinggi terjadi tahun 2012 sebesar 1,85% dari tahun sebelumnya. (100 ribu Mg/Tahun) 105,00 100,00 95,00 90,00 85,00 80,00 Gambar 4.2. Perkembangan Produktivitas Telur Ayam Dunia, Tahun Sentra Produksi Telur Ayam Dunia Berdasarkan data rata-rata produksi tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, terlihat bahwa produksi telur dunia tersebar di sepuluh negara yang memberikan kontribusi sebesar 69,09% dari total produksi telur dunia. Cina merupakan negara produsen telur terbesar dengan rata-rata produksi tahun sebesar 24,23 juta ton/tahun dan memberikan kontribusi sebesar 36,86% dari total produksi telur dunia (Gambar 4.3.). Indonesia menduduki peringkat ke-8 dengan rata-rata produksi sebesar 1,2 juta ton/tahun dan memberikan kontribusi sebesar 1,70% terhadap total produksi telur dunia. 24

43 Outlook Telur 2015«China 37% Lainnya 31% USA 8% France 1% Ukraine 2% Indonesia 2% Brazil 3% Russian Federation 3,44% Mexico 4% Japan 4% India, 4.84% Gambar 4.3. Sentra Produksi Telur Ayam Terbesar di Dunia, Tahun Produktivitas telur ayam di beberapa negara yang memberikan kontribusi cukup tinggi disajikan pada Gambar 4.4. Produktivitas telur ayam tertinggi adalah Jordan sebesar 29,12 kg/ekor/tahun, produktivitas peringkat ke-10 dunia adalah Equador dengan rata-rata produktivitas sebesar 18,14 kg/ekor/tahun. Indonesia dengan rata-rata produktivitas sebesar 5,07 kg/ekor/tahun berada di peringkat 134 dunia, produktivitas rata-rata dunia sebesar 8,18 kg/ekor/tahun (Lampiran 15). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih harus meningkatkan produksi telur dengan jalan meningkatkan produktivitas sehingga pada masa mendatang diharapkan bisa menjadi negara dengan produktivitas telur ayam yang tinggi di dunia. 25

44 Jordan Martinique Denmark Portugal Germany Latvia Sweden Finland Switzerland Ecuador Indonesia 134 Dunia » Outlook Telur 2015 (kg/ekor/tahun) 40,00 30,00 20,00 10,00 - Gambar 4.4 Rata-rata Produktivitas Telur Ayam Sepuluh Negara Terbesar di Dunia, Indonesia dan Dunia, Tahun Perkembangan Ekspor dan Impor Telur Dunia Ekspor Data ekspor telur dunia dihitung dari rata-rata selama kurun waktu Negara eksportir telur terbesar dunia tersebar di sepuluh negara dengan kontribusi total ekspor sebesar 76,19%. Belanda merupakan pengekspor telur ayam terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 22,26% terhadap total ekspor telur ayam dunia, dengan rata-rata pertumbuhan selama tahun turun sebesar 2,7%. Selain Belanda ada 9 negara yang berkontribusi ekspor cukup besar yaitu antara 2,52% (Perancis) sampai 8,67% (Poland). Indonesia berada di urutan ke 112 dari total ekspor telur ayam dunia. Rata-rata ekspor telur dari Indonesia mengalami peningkatan selama tahun sebesar 108,9 %. Gambar 4.5. memperlihatkan kontribusi ekspor 10 negara eksportir dan volume ekspor Indonesia terlihat 0,0002% diantara negara-nagara tersebut. 26

45 Netherlands USA Germany Poland Turkey Spain China China, mainland Belgium Malaysia Indonesia (110) Lainnya Outlook Telur 2015«Indonesia 0% Lainnya 24% Netherlands 22% France 2% Belgium 4% Poland 9% USA 5% Spain 6% China 6% Germany 7% Malaysia 7% Turkey 8% Gambar 4.5. Sepuluh Negara Eksportir Telur Ayam Terbesar Dunia dan Indonesia, Rata-Rata Tahun Belanda merupakan negara yang mendapatkan devisa tertinggi dari ekspor telur, selama periode rata-rata mencapai sebesar ribu US$ per tahun. Gambar 4.6. memperlihatkan nilai ekspor telur ayam di negara eksportir dan Indonesia. (juta US$) Gambar 4.6. Nilai Ekspor Telur Ayam di Sepuluh Negara Eksportir Terbesar Dunia dan Indonesia, Rata-rata

46 » Outlook Telur Impor Data impor telur ayam disajikan pada Gambar 4.7. Jerman merupakan negara importir telur ayam terbesar dunia dengan kontribusi sebesar 23,16% atau rata-rata impor tahun sebesar ton. Jerman juga merupakan eksportir peringkat ke empat dunia, hal ini mungkin terjadi karena telur yang diimpor kemudian diekspor kembali. Negara lain yang mempunyai kontribusi impor telur cukup besar adalah Iraq yaitu sebesar 10,69% (rata-rata impor sebesar ton/tahun), kemudian Belanda dengan kontribusi sebesar 9,31% (rata-rata sebesar ton/tahun). Germany, 24% Iraq, 11% Lainnya 28% Indonesia 0% Netherlands 9% Switzerland 2% United Kingdom 3% Belgium 3% Singapore 5% France 5% China 6% China, Hong Kong SAR 5% Gambar 4.7. Sepuluh Negara Importir Telur Ayam Terbesar Dunia dan Indonesia, Rata-Rata Tahun Jika dilihat rata-rata pertumbuhan volume impor telur ayam dunia selama di negara importir terbesar dunia, Belanda merupakan negara dengan rata-rata pertumbuhan impor tertinggi yaitu sebesar 22,14% per tahun. Sebaliknya Perancis merupakan negara dengan ratarata pertumbuhan volume impor terendah yaitu turun sebesar 5,75%. Jika dilihat dari nilai impor maka nampak bahwa Jerman juga mempunyai nilai impor terbesar di dunia, yaitu rata-rata sebesar US$ ribu, 28

47 Germany Iraq Netherlands China China, Hong Kong SAR Singapore France Russian Federation United Kingdom Indonesia (173) Lainnya Outlook Telur 2015«Gambar 4.8. menyajikan data besarnya nilai impor pada negara importir dunia dan Indonesia. (juta US$) Gambar 4.8. Nilai Impor Sepuluh Negara Importir Telur Ayam Terbesar Dunia dan Indonesia, Rata-Rata Tahun

48 » Outlook Telur

49 Outlook Telur 2015«BAB V. ANALISIS PENAWARAN & PERMINTAAN TELUR 5.1. Proyeksi Penawaran Telur Proyeksi penawaran telur ayam dihitung berdasarkan pada penjumlahan proyeksi produksi telur ayam ras dan telur ayam buras. Proyeksi penawaran telur menggunakan model regresi berganda baik untuk proyeksi produksi telur ayam ras maupun telur ayam buras. Hasil analisis fungsi respon dengan menggunakan metode analisis regresi berganda untuk produksi telur ayam ras menunjukkan bahwa produksi telur ayam ras periode ke-t dipengaruhi oleh dua peubah, yaitu populasi ayam ras pada periode tersebut dan harga telur ayam ras di tingkat konsumen pada periode yang sama. Koefisien determinasi (R 2 ) yang diperoleh dari model regresi sebesar 98,92%. Nilai koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa keragaman produksi telur ayam ras dapat dijelaskan oleh 98,92% keragaman peubah-peubah yang digunakan dalam model yaitu populasi ayam ras pada periode t dan harga konsumen telur ayam ras pada periode t (Tabel 5.1). Tabel 5.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Telur Ayam Ras di Indonesia Peubah Koefisien P-Value Sig. Konstanta x 10-7 * Populasi ayam ras periode t 9, x * Harga konsumen telur periode t 2, ,075 ** Keterangan: *) Berbeda nyata pada α = 1 % **) Berbeda nyata pada α = 10 % R 2 = 98,92% Komponen kedua yang membentuk penawaran telur ayam adalah produksi telur ayam buras. Hasil analisis dengan metode regresi berganda menunjukkan bahwa produksi telur ayam buras periode ke-t dipengaruhi 31

50 » Outlook Telur 2015 oleh beberapa peubah yaitu populasi ayam buras pada periode tersebut dan harga telur ayam buras ditingkat konsumen pada periode yang sama. Koefisien determinasi (R 2 ) yang diperoleh adalah sebesar 78,60%, berarti bisa dikatakan bahwa 78,60% sebaran produksi telur ayam buras dapat dijelaskan oleh sebaran peubah-peubah bebas yang digunakan dalam model yaitu populasi ayam buras periode t dan harga konsumen telur ayam buras periode t (Tabel 5.2.). Tabel 5.2. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Telur Ayam Buras di Indonesia Keterangan: *) Berbeda nyata pada α = 1 % Dengan menggunakan fungsi penawaran tersebut di atas, selanjutnya dilakukan proyeksi produksi telur ayam ras dan telur ayam buras di Indonesia untuk tahun (Tabel 5.3.). Produksi telur ayam ras pada tahun 2016 diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 1,30% dan pada tahun 2017 diperkirakan produksi telur ayam ras meningkat sebesar 2,70%, tahun 2018 akan naik 3,03% dan 2019 akan naik 2,95%. Selama kurun waktu secara rata-rata produksi telur ayam ras meningkat 2,72% per tahun. Produksi telur ayam buras di perkirakan akan naik pada tahun 2016 sebesar 17,28% dari tahun sebelumnya dan di tahun 2017 akan naik sebesar 5,29%, tahun 2018 sebesar 4,24% dan tahun 2019 akan naik 3,99% dari tahun sebelumnya, dengan rata pertumbuhan dari tahun meningkat sebesar 6,93% per tahun. Proyeksi total telur ayam di Indonesia juga cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,29% per tahun. Peubah Koefisien P-Value Sig. Konstanta ,94 0,002 * Populasi telur ayam buras periode t 1,53 0,000 * Harga konsumen telur ayam buras periode t 1,71 0,002 * R 2 = 78,60 % 32

51 Outlook Telur 2015«Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Produksi Telur Ayam di Indonesia, Tahun Telur Ayam Ras Telur Ayam Buras Total Telur Ayam Tahun Produksi Pertumb. Produksi Pertumb. Produksi Pertumb. (Ton) (%) (Ton) (%) (Ton) (%) *) , , , **) , , , **) , , , **) , , , **) , , ,11 Rata-Rata pertumb. (%/thn) 2,72 6,93 3,29 Keterangan: *) Angka Sementara (Direktorat Jenderal Peternakan & Kesehatan Hewan) **) Angka Proyeksi Pusdatin 5.2. Proyeksi Permintaan Telur Permintaaan telur ayam didekati dari ketersediaan konsumsi per kapita yang bersumber pada neraca bahan makanan (NBM) dikalikan jumlah penduduk. Permintaan telur ayam merupakan penjumlahan antara permintaan telur ayam ras dan telur ayam buras. Permintaan telur ayam ras maupun buras diproyeksikan melalui pendugaan fungsi permintaan berdasarkan metode Pemulusan Eksponensial Berganda (Double Eksponential Smoothing). Permintaan telur ayam ras diproyeksi dengan alpha (level) 0,6975, gamma (trend) 0,0133 dengan MAPE sebesar 11,72. Permintaan telur ayam buras diproyeksi dengan alpha (level) 0,7205, gamma (trend) 0,0468 dengan MAPE sebesar 8,99. Hasil proyeksi permintaan telur ayam di Indonesia disajikan pada Tabel 5.4. Konsumsi per kapita telur ayam (ras maupun buras) tahun 2015 diperkirakan sebesar 6,23 kg/kapita dan akan terus meningkat hingga tahun 2019 mencapai 7,19 kg/kapita dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 33

52 » Outlook Telur ,66% per tahun. Total permintaan telur ayam di Indonesia merupakan perkalian antara konsumsi per kapita dengan jumlah penduduk. Rata-rata pertumbuhan permintaan telur ayam meningkat mencapai 4,78 % per tahun. Proyeksi permintaan telur ayam nasional disajikan pada abel 5.4. dibawah ini. Tabel 5.4. Proyeksi Konsumsi per Kapita dan Total Permintaan Telur Ayam di Indonesia, Tahun Tahun Konsumsi Per Kapita (Kg) Pertumb. (%) Konsumsi Nasional (Ton) Pertumb. (%) , ,68 7, , ,77 1, , ,98 3, , ,19 2, ,03 Rata-rata Pertumb. (%) 3,66 4,78 Keterangan: Angka Proyeksi Pusdatin 5.3. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT TELUR AYAM Jika ketersediaan komoditas telur ayam dihitung dari produksinya dan permintaan telur ayam hanya dihitung berdasarkan total ketersediaan untuk konsumsi (NBM), maka tahun diperkirakan akan terjadi defisit antara 4-11% dari produksinya. Defisit ini mungkin berupa impor telur untuk produksi DOC dan telur olahan dikurangi ekspor telur olahan maupun segar. Hasil proyeksi penawaran dan permintaan, maupun surplus & defisit telur tersaji pada tabel 5.5. berikut. 34

53 Outlook Telur 2015«Tabel 5.5. Proyeksi Surplus/Defisit Telur Ayam di Indonesia, Tahun Tahun Total Penawaran (Ton) Total Permintaan (Ton) Surplus/Defisit (Ton)

54 » Outlook Telur

55 Outlook Telur 2015«BAB VI. KESIMPULAN 1. Populasi ayam ras petelur dan ayam bukan ras dari tahun 1980 hingga 2015 rata-rata meningkat, dengan laju pertumbuhan populasi ayam ras petelur sebesar 5,94% lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan ayam buras sebesar 2,59%. 2. Laju pertumbuhan produksi telur ayam ras tahun sebesar 11,44% dan ayam buras dari tahun sebesar 9,69% menunjukkan nilai positif. 3. Konsumsi perkapita telur ayam ras jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi perkapita telur ayam buras. Tingkat konsumsi perkapita hasil susenas (BPS) menunjukkan : telur ayam ras dari tahun mengalami peningkatan 3,83%, sedang tingkat konsumsi telur ayam bukan ras dari tahun cenderung mengalami penurunan 6,42%. 4. Populasi telur ayam ras petelur di dunia dari tahun ratarata meningkat 2,71% per tahun dan produksinya meningkat sebesar 2,95%. Indonesia menempati urutan ke-8 produksi telur ayam ras petelur dunia. 5. Proyeksi total produksi telur tahun rata-rata meningkat sebesar 3,29% per tahun. 37

56 » Outlook Telur

57 Outlook Telur 2015«DAFTAR PUSTAKA BKP Kementerian Pertanian Neraca Bahan Makanan Indonesia Jakarta. Badan Pusat Statistik Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia Buku I. Jakarta. Kementerian Pertanian Statistik Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan Statistik Peternakan Kementerian Pertanian Statistik Ekspor Impor Draper, N. and H. Smith Analisis Regresi Terapan, Edisi Kedua. Gramedia, Jakarta. Mulyono, Sri Statistik untuk Ekonomi. PAU-Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. Myers, RH Classical and Modern Regression with Applications. Second Edition. PWS Kent Publishing Company, Boston. Rawling, John O Applied Regression Analysis. Springger texts In Statistics, USA. Ryan, Thomas P Modern Regression Method. John Wiley & Sons, Inc. USA. a0bbd20b28d/tipe/entri/category/2.html cemerlang-di-tengah-berbagai-tantangan/ 39

OUTLOOK TELUR Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK TELUR Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK TELUR Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK TELUR ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 58 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi Penyunting

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Outlook Komoditas Daging Sapi 2015 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 OUTLOOK TEH ISSN 1907-1507 2015 OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK TEH ii Pusat

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Pusat Data Dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian 2007 Pusat Data dan Informasi Pertanian i » Outlook Komoditas Perkebunan

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK JERUK

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KAPAS

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI ISSN 1907-1507 Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian i ii ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 89 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, M.Si. Penyunting : Dr.

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI PISANG

OUTLOOK KOMODITI PISANG ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI PISANG 2014 OUTLOOK KOMODITI PISANG Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT ISSN 1907-1507 2014 OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI KAYU ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA ISSN 1907-1507 OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK LADA ii

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TOMAT

OUTLOOK KOMODITI TOMAT ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TOMAT 2014 OUTLOOK KOMODITI TOMAT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI JAHE

OUTLOOK KOMODITI JAHE ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI JAHE 2014 OUTLOOK KOMODITI JAHE Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

OUTLOOK KOMODITI KAKAO ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK NENAS

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI JALAR ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

OUTLOOK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK  Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN: 1907-1507 Ukuran Buku Jumlah Halaman

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI KAYU ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI CENGKEH 2014 OUTLOOK KOMODITI CENGKEH Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

OUTLOOK KAKAO. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

OUTLOOK KAKAO. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian OUTLOOK ISSN 1907-1507 KAKAO 2016 OUTLOOK KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK KAKAO

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TEBU

OUTLOOK KOMODITI TEBU ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TEBU 2014 OUTLOOK KOMODITI TEBU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS ISSN 197-157 216 Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 216 i 216 ii 216 ISSN : 197-157 Ukuran Buku : 1,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 85 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi. Penyunting

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Kacang Tanah PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KACANG TANAH ISSN : 1907 1507 Ukuran

Lebih terperinci

OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK KELAPA ISSN SAWIT 1907-15072016 OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam sektor pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG » Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 1 No. 1, 2009 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Kacang Tanah PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KACANG TANAH ISSN : 1907 1507 Ukuran

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI MANGGA

OUTLOOK KOMODITI MANGGA ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI MANGGA 2014 OUTLOOK KOMODITI MANGGA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK ANGGREK

ISSN OUTLOOK ANGGREK ISSN 1907-1507 OUTLOOK ANGGREK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK ANGGREK ISSN: 1907-1507 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 10,12 inci x 7,17

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI DURIAN

OUTLOOK KOMODITI DURIAN OUTLOOK KOMODITI ISSN DURIAN 1907-1507 2014 OUTLOOK KOMODITI DURIAN Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU

OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TEBU 2014 OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI

ISSN OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK KOPI ii

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENELITI UTAMA: I PUTU CAKRA PUTRA A. SP., MMA. BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 2 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

Lebih terperinci

V. KERAGAAN PRODUKSI DAN PERDAGANGAN BUAH DUNIA DAN INDONESIA

V. KERAGAAN PRODUKSI DAN PERDAGANGAN BUAH DUNIA DAN INDONESIA V. KERAGAAN PRODUKSI DAN PERDAGANGAN BUAH DUNIA DAN INDONESIA Seiring dengan penduduk dunia yang terus bertambah, maka kebutuhan akan konsumsi makanan dan minuman juga akan terus bertambah. Tidak bisa

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 3 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL, KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VII Nomor 1 Tahun 2015 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN DI INDONESIA

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN DI INDONESIA ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN DI INDONESIA I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 4 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 2 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume V Nomor 4 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KARET

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 1 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015 No. 35/06/63/Th.XIX, 1 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,36 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Defenisi Ayam (Ayam Broiler, Ayam Ras Petelur, dan Ayam Buras) Ayam dibagi dalam dua jenis

Lebih terperinci

PREDIKSI PENAWARAN DAN PERMINTAAN KEDELAI DENGAN ANALISIS DERET WAKTU

PREDIKSI PENAWARAN DAN PERMINTAAN KEDELAI DENGAN ANALISIS DERET WAKTU PREDIKSI PENAWARAN DAN PERMINTAAN KEDELAI DENGAN ANALISIS DERET WAKTU Prediction of Soybeans s Supply and Demand Using Time Series Analysis Wieta B. Komalasari Statistisi pada Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam

Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam Dimuat dalam Majalah Poultry Indonesia Edisi Maret 2006 Vol. 1 Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam 1980 2004 Nugraha Setiawan Rata-rata harga daging dan telur ayam, selama 24 tahun terakhir hanya

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 3 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan. ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun.

III. METODE PENELITIAN. Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan. ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun. 20 III. METODE PENELITIAN A. Batasan Operasional dan Jenis data 1. Batasan Operasional Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan datang berdasarkan data yang ada dengan menggunakan

Lebih terperinci

KETERANGAN TW I

KETERANGAN TW I 1 2 2 KETERANGAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 - TW I Distribusi/Share Terhadap PDB (%) 3.69 3.46 3.55 3.48 3.25 3.41 4.03 Distribusi/Share Terhadap Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 54 / VII / 1 Oktober 2004 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) DAN HARGA PRODUSEN GABAH Pada bulan Juli 2004, petani mampu menjual hasil produksinya 1,00 persen lebih tinggi dibanding harga bulan Juni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan adalah ketersediaan bahan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi domestik, perdagangan dan bantuan. Ketersediaan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh : LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Nizwar Syafa at Prajogo Utomo Hadi Dewa K. Sadra Erna Maria Lokollo Adreng Purwoto Jefferson Situmorang Frans

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Sapi di Sulawesi Selatan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Sapi di Sulawesi Selatan Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Sapi di Sulawesi Selatan 1 Eka Triana Yuniarsih, 2 Abd. Gaffar Tahir dan 3 M. Isya Anshari 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 No. 08/02/63/Th.XX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2016 NAIK 0,01

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan peternakan merupakan tanggung jawab bersama antaran pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci