BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah resmi menetapkan 12 partai nasional untuk mengikuti pemilihan umum Ketetapan ini secara langsung membawa dampak pada sejumlah partai politik (parpol) dalam rangka berbenah mempersiapkan strategi mempromosikan diri pada masyarakat agar dapat memenangkan pesta politik tahun depan. Hal ini memang satu keniscayaan politik jika kita merujuk pada pengertian partai politik itu sendiri. Bahwa partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelakupolitik yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkanperhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang beraksi untukmemperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain lain yangmempunyai pandangan berbeda. Namun tentu, dalam rangka menguasai kekuasaan itu tidaklah mudah bagi partai politik manapun. Termasuk Partai Amanat Nasional (PAN) yang telah menargetkan perolehan suara pada Pemilihan Umum 2014 di angka 10 persen. Strategi dan langkah politik pun mulai disusun dan dijalankan PAN untuk mencapai target tersebut. Antara lain dengan menerima bergabungnya beberapa partai politik yang dinyatakan tidak lolos verifikasi pemilu 2014 oleh KPU. Salah satu dari partai politik tersebut ialah Partai Damai Sejahtera (PDS). Partai Damai Sejahtera secara resmi dinyatakan tidak lolos seleksi verifikasi Pemilu 2014 pada hari kamis tanggal 2 Mei yang lalu, yang ditandai dengan ditolaknya gugatan PDS oleh Mahkamah Agung. Meskipun telah gagal mengikuti ajang kontestasi pemilu 2014 tahun depan, sebagai partai politik yang masih memiliki basis konstituen yang cukup besar, PDS tetap berkomitmen ingin memberikan kontribusi pada pemilu legislatif yang akan digelar 9 April Maka dari itu, untuk tetap bisa menyalurkan aspirasi politiknya, partai ini kemudian bergabung dengan PAN. Penggabungan ini sendiri secara resmi dilakukan pada hari Jum at tanggal 3 Mei 2013 yang lalu. Langkah politik yang diambil PAN dan PDS ini rupanya telah menarik perhatian banyak media untuk memberitakannya. Tak kurang berbagai media

2 2 besar Indonesia seperti seperti Republika, Tempo, Okezone, Tribun, dan lain-lain ramai memberitakannya kepada publik. Sebagai suatu bentuk berita politik yang memiliki arti penting bagi masyarakat, khususnya konstituen masing-masing partai. Jajaran pimpinan dari kedua partai juga tak kalah gencar memberikan statement kepada masyarakat melalui media-media tersebut. Sebagai bentuk komunikasi politik untuk mempromosikan sekaligus meningkatkan citra kedua partai ini secara bersamaan di mata masyarakat. Hal ini sejalan dengan pengertian komunikasi politik itu sendiri yang dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain, dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara berpikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik. Yang mana isi pesan dalam proses komunikasi, yang sarat dengan muatan nilai-nilai politik ini memberi andil besar dalam menentukan arah dari beragam tujuan komunikasi politik itu sendiri. Mulai dari sekadar penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik, hingga pembentukan opini publik. Hatta Rajasa misalnya, dalam satu sesi ia memberikan pernyataan politik bahwa sejak didirikan di masa-masa reformasi, PAN sesungguhnya telah menyatakan diri sebagai partai yang terbuka (inklusif) dan bukan milik golongan, kelompok, atau agama tertentu.itulah mengapa saat ini banyak tokoh PAN yang duduk di kursi legislatif yang berasal dari berbagai latar belakang dan profesi. Mulai dari pegiat LSM, akademisi, ekonom, ulama, dan lain-lain. Selain itu ia juga kerap menyatakan bahwa PAN dan PDS memiliki pandangan yang sama terkait garis perjuangan, yakni menjadikan partai untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sementara di lain pihak kubu PDS melalui Ketua Umumnya Denny Tewu juga turut berkomentar mengenai bergabungnya partai yang dipimpinnya ini ke dalam barisan PAN. Ia berpendapat bahwa sikap resmi partainya menyalurkan aspirasi politik ke PAN dan mendukung Hatta Rajasa sebagai capres dipastikan setelah keluarnya putusan bahwa PDS tidak dapat menjadi peserta Pemilu Dan PDS juga melihat Hatta Rajasa adalah sosok pemimpin yang memiliki kapabilitas dan mampu membawa Indonesia lebih baik ke depan. Namun, saling lempar pujian bukanlah hal utama yang diharapkan kedua belah pihak yang menjalin relasi ini.seperti halnya setiap partai politik dukungan suara dalam pemilu dari masyrakat adalah tujuan yang ingin dicapai PAN dan PDS ini.yang semuanya itu demi meraih sebanyak-banyaknya kursi di pemerintahan baik legislatif maupun eksekutif. Dan dalam hal ini, pada Pemilu 2014 mendatang, PAN yang semakin besar dengan bergabungnya PDS ini, menargetkan minimal meraih satu kursi di setiap daerah pemilihan (dapil) tingkat DPR RI. Dimana saat ini ada 77 dapil yang diperebutkan dalam pemilu mendatang.

3 3 Bergabungnya PDS kedalam PAN ini, tentu mengundang perhatian berbagai kalangan masyarakat. Termasuk kalangan umat Kristen dan Islam di Indonesia, khususnya warga Muhammadiyah. Hal ini didasari perbedaan identitas yang dimiliki kedua partai tersebut. PAN selama ini merupakan sebuah partai nasionalis moral yang cukup besar di Indonesia, dengan basis konstituen pemilih mayoritas dari kalangan muslim Muhammadyah. Bahkan PAN kerapkali dianggap masyarakat sebagai Partai Islam. Sementara di sisi lain, PDS adalah partai dengan mayoritas pemilih kalangan krisitiani yang meski berideologi Pancasila, namun selama ini identik sebagai Partai Kristen di mata masyarakat. Pernyataan-pernyataan klarifikasi pun ramai meluncur dari kubu PAN dalam menanggapi hal ini. Melalui kader-kadernya, seperti Viva Yoga Mauladi juga Bima Arya kerapkali menyatakan pada media bahwa PAN merupakan partai inklusif yang menghargai pluralitas dengan tidak membedakan agama, suku, etnis, budaya, maupun jenis kelamin sebagaimana tercantum dalam platform PAN. Namun, jika menilik kembali sejarah pembentukan dan perjalanan PAN hingga saat ini, sulit untuk melepaskan keberadaan partai ini dengan Islam khususnya Organisasi Muhammadiyah. Sejak pertama kali dideklarasikan pada tanggal 23 Agustus 1998 di Jakarta, Partai Amanat Nasional (PAN) yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Amien Rais ini segera mendapat banyak sambutan dan dukungan dari berbagai pihak, terutama dari kalangan warga Muhammadiyah. Bahkan lebih dari sekedar dukungan moral, berdirinya PAN dalam pentas perpolitikan nasional seketika menarik banyak anggota Muhammadiyah untuk turut serta bergabung. Pada umumnya, warga dan elit Muhammadiyah di seluruh tingkatan mendukung dan terlibat dalam kepengurusan PAN. Hingga sulit untuk menghindari penilaian akan adanya penghimpitan atau malah pengindetikan yang kelewat jauh antara Muhammadiyah dan PAN. Seolah PAN menjadi semacam Partai (-nya warga) Muhammadiyah. Partai ini memang bisa dikatakan telah didirikan dan dipimpin oleh mantan ketua PP Muhammadiyah periode hasil Muktamar ke-43 tahun 1995 di Banda Aceh. Yang diakui beliau sebagai ijtihad politik untuk mengawal jalannya reformasi dan membangun demokrasi pasca jatuhnya kekuasaan otoriter orde baru. Namun bagaimanapun, PAN bukanlah bagian dari Muhammadiyah, walau Amien Rais dalam melakukan ijtihad politiknya mendapat restu dari warga Muhammadiyah melalui Sidang Tanwir 5-7 Juli di Semarang dan juga Sidang Pleno 22 Agustus di Jakarta yang diperluas dengan mengundang ketua-ketua pimpinan wilayah. Maka sejak itu Amien Rais berikhtiar dengan sepenuh hati demi terlaksananya agenda reformasi total meninggalkan posisinya sebagai ketua PP Muhammadiyah dan menjadi pimpinan PAN.

4 4 Partisipasi politik warga dan elit Muhammadiyah yang demikian tinggi itu diakui memang merupakan hal penting dalam dinamika politik saat itu, karena reformasi menuntut konsolidasi demokrasi yang konkret melalui perlibatan diri dalam kegiatan politik ketimbang melakukan uzlah politik. Tetapi disadari pula, bahwa fenomena PAN menjadi batu ujian bagi Muhammadiyah, yakni antara tuntutan untuk tetap menjaga netralitas dengan kehendak memberi dukungan kepada partai pimpinan Amien Rais itu. Dalam sejarahnya, sejak didirikan pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H Ahmad Dahlan, Muhammadiyah memang secara tegas telah mengikrarkan dirinya sebagai organisasi kemasyarakatan dengan orientasi pergerakan pada bidang sosial keagamaan, dan bukan didesain untuk berpolitik (praktis) ria. Dan K.H Ahmad Dahlan sendiri memang dikenal tidak memiliki ketertarikan untuk menjadi aktivis politik. Meski sangat akrab dengan tokoh-tokoh politik pada zamannya, seperti pemimpin Syarikat Islam H.O.S Cokroaminoto dan para pimpinan tinggi Boedi Oetomo, ia tidak pernah merumuskan ideologi politik Muhammadiyah. Adalah K.H Mas Mansur yang dapat dikatakan pertama kali memperkenalkan semacam ideologi politik Muhammadiyah yang sebelumnya tidak pernah terumuskan secara tegas dan eksplisit. Melalui kongres ke-18 tahun 1930-an di Solo, Mas Mansur, Ketua PP Muhammadiyah waktu itu, merumuskan suatu pandangan yang kemudian dapat disebut sebagai ideologi politik Muhammadiyah. Yakni bahwa Muhammadiyah berpendirian tidak mengutamakan salah satu partai politik di atas partai politik yang lain. Muhammadiyah memberi hormat terhadap partai-partai yang ada, utamanya partai-partai Islam dengan kehormatan yang sepadan. Dalam Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah yang disahkan Sidang Tanwir 1950 rumusan tersebut lebih diperjelas lagi secara tegas bahwa Muhammadiyah memilih dan menempatkan dirinya berjuang dalam bidang kemasyarakatan dengan tiga fungsi utama, yakni dakwah ila l khair (mengajak kepada kebaikan), amar ma ruf (menjalankan kebaikan), dan nahi munkar (mencegah dan menjauhi keburukan). Strategi politik (kenegaraan) penting, dan karena itu harus dipentingkan, tetapi tidak dilakukan dan atau melalui Muhammadiyah. Perjuangan politik harus dilakukan dengan alat perjuangan yang lain dan yang sama sekali berada di luar Muhammadiyah. Dan perjuangan ini-meski tidak berhubungan secara organisasional dengan Muhammadiyah- tetap harus berjalan berdampingan dengan sikap saling pengertian (Thohari, 2005: ). Dalam rangka khittah semacam itulah maka Muhammadiyah tidak akan terjun dalam politik praktis, tidak akan menjadi partai politik, dan tidak akan memasuki lembaga-lembaga

5 5 kekaryaan politik. Sikap ini bukan disebabkan oleh pandangan dan negatif dan atau pesimis terhadap perjuangan politik, apalagi anti-politik atau apolitik, melainkan semata-mata karena teori dan strategi perjuangan yang dipilih Muhammadiyah adalah gerakan dakwah dan sosial kemasyarakatan yang tidak kalah mulianya dibanding dengan perjuangan dalam bidang politik. Lepas dari peredabatan internal itu, satu hal yang tampaknya tidak dapat dihapuskan dari kenyataan sosiologis bahwa kendati PAN tidak lahir langsung dari rahim organisasi Muhammadiyah, namun keduanya memiliki keterikatan moral-politik dan historis satu sama lain. Yang mana hal itu terkait langsung dengan hasil keputusan Sidang Tanwir Muhammadiyah yang memberikan amanat kepada pimpinan pusat Muhammadiyah untuk melakukan dua hal; pertama, melakukan ijtihad politik guna mencapai kemaslahatan umat dan bangsa secara maksimal, yang senantiasa dilandasi semangat Islam amar ma ruf nahi munkar. Kedua, menyusun agenda reformasi (konsep dan strategi reformasi Muhammadiyah) di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara menuju makin cepat terwujudnya masyarakat utama yang sejahtera. Muhammadiyah sendiri cukup taktis dengan tetap berpijak pada Khittah Ujung Pandang 1971 yang menjaga jarak yang sama dengan organisasi politik manapun, sehingga tidak mensubordinasikan diri dengan PAN dan relatif bebas dari kontaminasi politik yang keras dalam proses politik nasional. Secara de jure, tidak adanya hubungan organisasional antara Muhammadiyah dan PAN memang telah diperkuat melalui Sidang Pleno PP Muhammadiyah tanggal 22 Agustus dan 27 September 1998 yang memutuskan bahwa;pertama, antara keduanya tidak ada hubungan organisasional. Kedua, sesuai dengan ART Pasal 15, pimpinan Muhammadiyah di semua tingkatan yang akan merangkap jabatan sebagai pimpinan partai politik, diharuskan mengajukan izin kepada pimpinan pusat. Dan ketiga, dilarang menggunkan gedung dan fasilitas persyarikatan untuk kegiatan partai politik mana pun. Akan tetapi, secara de facto, sulit untuk menyembunyikan fakta bahwa mayoritas elit pimpinan Muhammadiyah baik di tingkat pusat maupun di berbagai wilayah, daerah, cabang, organisasi-organisasi otonom, dan pimpinan amal-amal usaha, ikut terjun menjadi pengurus PAN. Bertolak dari anatomi kepengurusan tersebut, tentu dapat diperkirakan telah terjalin komunikasi politik di antara keduanya. Komunikasi yang berisi pesan-pesan politik antar dua lembaga tersebut, meski atas nama elit personal yang berusaha untuk membuka wawasan berpikir serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik, yang dalam hal ini yakni warga Muhammadiyah yang menjadi basis pendukung utama partai

6 6 reformasi ini. Seluruh proses komunikasi politik yang dilakukan melibatkan berbagai aspek elemen penting yang menjadi ruang lingkupnya. Mulai dari relasi sosok elite kedua lembaga yang berperan sebagai komunikator politik, lambang dan bahasa sebagai pesan politik untuk membentuk opini publik, persuasi dan propaganda politik untuk menarik simpati, pemanfaatan media secara luas, hingga khalayak luas yang diharapkan akan menjadi simpatisan dan konstituen politik. Sebagai partai yang memiliki keterikatan moral-politik dan historis dengan Muhammadiyah, tentu PAN berharap agar warga Muhammadiyah menjadi basis konstituen utamanya. Demi mencapai hal itu, PAN perlu mendesain konsep janji politik mereka, agar sesuai dengan harapan mayoritas warga Muhammadiyah. Konsep yang sejalan dengan ajaran dan gerakan tajdid Muhammadiyah di berbagai bidang sosial kemasyarakatan seperti pendidikan, ekonomi, dan juga politik. Untuk mendukung hal tersebut, keberadaan, posisi, dan sikap elite Muhammadiyah terhadap janji politik menjadi penting dalam hal ini untuk membentuk opini publik (warga Muhammadiyah) dan citra yang positif bagi PAN. Bahkan elite Muhammadiyah sebagai tokoh sentral dan panutan dapat menggiring warga Muhammadiyah agar mendukung PAN sebagai konstituennya. Sebab elite sebagaimana yang diungkapkan Keller, adalah sekelompok kecil orang dalam masyarakat yang memegang posisi dan peranan penting. Mereka menempati posisi di dalam masyarakat yang berada di puncak kekuasaan, untuk mempengaruhi proses politik dan memformulasikan kepentingannya. Bahkan menurut Robert Michels yang sering juga menyebut elite sebagai pemimpin, bahwa terdapat kecenderungan kuat pemimpin (elite) memiliki banyak sumber daya (seperti pengetahuan, pengalaman, financial,dll) yang sangat bermanfaat sehingga sulit tertandingi oleh anggota yang berusaha ikut ambil bagian mengambil kebijaksanaan. Hal ini didukung pula oleh realitas bahwa dalam setiap kelompok kehadiran elite (pemimpin) merupakan sebuah kebutuhan yang mendesak kelompoknya karena setiap warga masyarakat membutuhkan pemimpin yang menjadi panutan bagi mereka dalam proses penciptaan keteraturan dan pola interaksi dalam kelompoknya. Karena itu, tentu saja dukungan para elite ini sangat diharapkan oleh PAN sebagai partai yang ingin masuk dalam jajaran partai besar di Indonesia. Tapi jika melihat fenomena yang terjadi, dimana PDS telah merapat dengan PAN, tentu hal ini akan membangun persepsi pribadi di kalangan elite Muhammadiyah dalam menanggapinya. Baik persepsi positif yang bersifat mendukung ataupun sebaliknya persepsi negatif yang bersifat menolak realitas politik ini. Dan melalui kemampuan membentuk opini publik yang dimiliki para elite ini, tentu persepsi pribadi mereka menjadi penting artinya serta

7 7 memberi pengaruh yang besar terhadap PAN. Yakni dalam proses membangun dukungan warga Muhammadiyah terhadap partai berlogo matahari ini. Sebab jika persepsi elite cenderung positif yang mendukung, maka opini publik yang dibentuknya kepada warga Muhammadiyah juga akan cenderung positif dalam meningkatkan elektabilitas PAN. Dan sebaliknya, kemungkinan opini publik warga Muhammadiyah justru akan dibangun untuk cenderung menjatuhkan elektabilitas PAN jika persepsi elitenya menolak fenomena ini. Jika melihat hasil dari tiga kali pemilu yang telah diikutinya, pencapaian elektabilitas PAN belum dapat dikatakan memuaskan. Dimana pada pemilu 1999 hanya meraih posisi 5 dengan 7,12% ( ) suara dengan jatah 34 kursi di DPR. Kemudian pada pemilu 2004 bertengger di peringkat 7 dengan 6,4% ( ) suara dengan 53 kursi DPR. Hingga di pemilu 2009 lalu PAN kembali ke posisi 5 dengan 6,01% ( ) suara dengan jatah 46 kursi di DPR. Data ini membuktikan pada kita bahwa meski peringkat yang dicapainya fluktuatif (naik-turun), namun kenyataannya perolehan suara yang diraihnya cenderung turun dalam tiap pemilunya. Bertolak dari hal ini, menarik untuk mempertanyakan apakah strategi politik PAN yang menjalin koalisi dengan PDS akan meningkatkan jumlah perolehan suaranya di pemilu 2014 mendatang? Termasuk bagaimana pula perolehan suaranya di Sumatera Utara? Partai Amanat Nasional juga tentu mengharapkan warga Muhammadiyah Sumatera Utara akan menjadi konstituennya, seperti halnya di daerah lain. Muhammadiyah Sumatera Utara dengan jumlah anggota resmi (yang mendapat kartu anggota) mencapai orang, merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat Sumatera Utara yang sangat majemuk. Jumlah ini belum lagi termasuk warga Muhammadiyah Sumatera Utara seluruhnya yang tidak menjadi pengurus organisasi secara resmi. Dan dengan jumlah cabang yang mencapai 129 dan 604 ranting kepengurusan, Muhammadiyah Sumatera Utara menjadi sebuah kekuatan sosial yang harus diperhitungkan turut andilnya dalam gerak kehidupan masyarakat. Jumlah ini tentu diperhitungkan pula oleh elit PAN Sumatera Utara dalam proses meraih suara mereka dalam pemilu. Persoalan ini menarik untuk diteliti lebih jauh secara akademis, khususnya pada konteks relasi dalam komunikasi politik. Ketertarikan ini setidaknya, dibangun oleh beberapa faktor: pertama, dari seluruh sub studi komunikasi yang telah peneliti pelajari selama menjalani masa akademis, peneliti memiliki minat yang cukup besar pada komunikasi politik khususnya dalam konteks pelaku atau komunikator politik yang dalam penelitian ini ialah para elite Muhammadiyah Sumatera Utara. Dan isi pesan yang disampaikan dalam komunikasi politik tersebut, yang dalam hal ini yakni persepsi mereka mengenai fenomena

8 8 relasi politik yang dijalin PAN dan PDS. Kedua, terjadinya fenomena relasi politik yang dijalin PAN dan PDS menarik perhatian peneliti secara pribadi. Peneliti melihat fenomena ini sebagai suatu dinamika politik Indonesia yang unik sekaligus menantang untuk digali lebih dalam. Karena secara tidak langsung melibatkan pemeluk dari dua agama besar di Indonesia. Terlebih apabila fenomena ini ditelusuri dari perspektif para elite Muhammadiyah yang memiliki hubungan historis dengan PAN itu sendiri. Sementara pemilihan daerah dan masalah penelitian yang ditetapkan peneliti, juga dilakukan berdasarkan faktor pertimbangan kedekatan geografis peneliti dengan objek dan narasumber yang terkait, sehingga materi penelitian dapat digali lebih mendalam selain juga membantu memudahkan peneliti. Di sisi lain penetapan masalah penelitian, yakni deskripsi persepsi elite ini Muhammadiyah terhadap fenomena relasi PAN dan PDS yang dijalin pada tahun 2013 ini, dirasa tepat oleh peneliti untuk melihat dan mengetahui pandangan serta citra PAN dimata para elite ini menanggapi fenomena unik tersebut. Terutama menjelang pesta politik 2014 mendatang, persepsi para elite ini kemungkinan besar akan memberi pengaruh pada perolehan suara PAN. Strategi ini akan membentuk image apakah PAN merupakan partai politik yang sesuai dengan kepribadian warga Muhammadiyah. Peneliti menyadarai bahwa telah ada beberapa penelitian yang dilakukan terhadap Muhammadiyah dalam konteks gerakan politiknya. Antara lain oleh Alfian Muhammadiyah (The Political Behavior of a Muslim Modernist Organization Under Dutch Colonialism, 1989) yang menekankan studinya pada aktivitas politik dan respons Muhammadiyah pada zaman penjajahan Belanda. Syaifullah (Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi, 1997) yang membahas perilaku politik Muhammadiyah dalam Masyumi. Haedar Nashir (Perilaku Politik Elite Muhammadiyah di Pekajangan, 1998) yang memfokuskan analisanya pada perkembangan Muhammadiyah di Pekajangan. Serta Syarifuddin Jurdi (Elite Muhammadiyah dan Kekuasaan Politik) yang memaparkan tingkah laku politik elite Muhammadiyah pasca orde baru di Bima (Jurdi, 2004:6). Kajian-kajian mengenai Muhammadiyah tersebut lebih banyak menggambarkan persoalan politik yang dihadapi oleh Muhammadiyah secara pribadi pada saat tertentu. Namun, untuk penelitian dalam konteks politik Muhammadiyah yang langsung dan khusus dikaitkan dengan satu partai politik tertentu- dalam hal ini PAN- belum ada, setidaknya dalam lingkup Sumatera Utara. Karena itulah studi ini penting diteliti agar fenomena relasi elit yang terjalin antara Muhammadiyah dan PAN dapat dijelaskan melalui persepsi poitik elite tersebut dalam memandang strategi politik yang dijalankan PAN. Sehingga masyarakat Sumatera Utara, khususnya warga Muhammadiyah dan simpatisan PAN dapat mengetahui

9 pergerakan organisasi tempat bernaungnya secara utuh demi pembentukan dan peneguhan sikap, pandangan, dan perilaku politik yang sesuai idealisme pikiran dan hati nurani Fokus Masalah Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, yang dijadikan titik tolak sekaligus pokok awal kajian dalam penelitian ini, ditarik fokus masalah yang akan berusaha dijawab seiring berjalannya proses penelitian ini. Fokus masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan pokok berikut : Bagaimana persepsi elite MuhammadiyahSumatera Utara terhadap fenomena relasi politik yang dijalin Partai Amanat Nasional dan Partai Damai Sejahtera pada tahun 2013 ini dalam konteks komunikasi politik? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan pandangan dan sikap elite Muhammadiyah Sumatera Utara terhadap fenomena relasi yang terjalin antara Partai Amanat Nasional dan Partai Damai Sejahtera di tahun 2013 ini dalam konteks komunikasi politik. 2. Untuk mengetahui akseptabilitas elite Muhammadiyah Sumatera Utara terhadap Partai Damai Sejahtera yang menjalin relasi politik dengan Partai Amanat Nasional di tahun 2013 ini. 3. Untuk memaparkanpandangan dan sikap elite MuhammadiyahSumatera Utara terhadap konsep inklusifitas Partai Amanat Nasional. 4. Untuk mengetahui relasi historis dan emosional antara Muhammadiyah dan Partai Amanat Nasional. 1.4 Manfaat Penelitian Sementara manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi sebagai berikut : 1. Secara teoritis, penelitian ini akan memberi sumbangan bagi kekayaan khasanah keilmuan dalam bidang komunikasi politik terkait relasi antara organisasi massa dengan partai politik yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat luas.

10 10 2. Secara praktis, hasil studi ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan masyarakat pembaca secara umum, khususnya jama ah atau warga Muhammadiyah juga kader, simpatisan, serta konstituen Partai Amanat Nasional dan Partai Damai Sejahtera, demi pembentukan dan peneguhan sikap, pandangan, dan perilaku politik yang sesuai idealisme pikiran dan hati nurani. 3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada DepartemenIlmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sebagai sumber bacaan, khususnya dalam bidang kajian komunikasi politik. 4. Secara sosial, penelitian akan menjadi bahan masukan sekaligus pertimbangan bagi Muhammadiyah, Partai Amanat Nasional, Partai Damai Sejahtera, dan masyarakat luas atas konsep inklusifitas yang dianut oleh partai politik yang memiliki basis massa utama dari kalangan umat Islam.

Diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana (S-1) di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana (S-1) di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. RELASI POLITIK DALAM PANDANGAN ELITE (Studi Deskriptif Persepsi Elite Muhammadiyah Sumatera Utara terhadap Fenomena Relasi Partai Amanat Nasional dan Partai Damai Sejahtera dalam Bingkai Komunikasi Politik)

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan organisasi politik namun sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik praktis artinya tidak terlibat dalam kegiatan politik yang berkaitan dengan proses

Lebih terperinci

Wacana Kepemimpinan Muhammadiyah. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd

Wacana Kepemimpinan Muhammadiyah. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd =============Dikirim untuk Harian Kedaulatan Rakyat================== Wacana Kepemimpinan Muhammadiyah Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd DALAM organisasi apapun posisi pemimpin merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Darma, (2009: 91) mengatakan, bahasa politik adalah bahasa yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Darma, (2009: 91) mengatakan, bahasa politik adalah bahasa yang digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-hari tidak pernah lepas dari bahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi satu

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH BAB I NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Nama Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah. Pasal 2 Pendiri Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai permasalahan politik salah satunya dapat diamati dari aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai permasalahan politik salah satunya dapat diamati dari aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai permasalahan politik salah satunya dapat diamati dari aspek dinamika internal partai politik yang menyebabkan kinerja partai politik sebagai salah satu institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah, berasaskan

BAB I PENDAHULUAN. Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah, berasaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da wah Amar Ma ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah, berasaskan Islam (Anggaran Dasar Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA BAB V KESIMPULAN Media massa di Indonesia berkembang seiring dengan bergantinya pemerintahan. Kebijakan pemerintah turut mempengaruhi kinerja para penggiat media massa (jurnalis) dalam menjalankan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memperoleh sekitar 11, 98 persen suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 9 april 2014 tidak mampu mengajukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 172 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam skripsi yang berjudul Peta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, tapi terdapat pula sejumlah faktor penting lainnya. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI P E N U T U P

BAB VI P E N U T U P 188 BAB VI P E N U T U P A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan antara lain: Pertama, peran kiai pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata dalam dinamika politik ada beberapa bentuk, yakni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Reformasi telah memberikan posisi tawar yang jauh lebih dominan kepada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Reformasi telah memberikan posisi tawar yang jauh lebih dominan kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah memberikan posisi tawar yang jauh lebih dominan kepada politisi dibandingkan dengan masa Orde Baru. Politisi unjuk gigi dengan kedudukan,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesta demokrasi dimulai, saat ini bangsa Indonesia sedang memeriahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pesta demokrasi dimulai, saat ini bangsa Indonesia sedang memeriahkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah. Pesta demokrasi dimulai, saat ini bangsa Indonesia sedang memeriahkan pesta, yang di tunggu-tunggu oleh seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2014. Pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah kebutuhan manusia dengan berkomunikasi manusia dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga maupun bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga tertentu. Strategi komunikasi politik juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. warga tertentu. Strategi komunikasi politik juga merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Strategi Komunikasi Politik adalah perencanaan komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh dengan sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan di Indonesia, untuk yang kedua kalinya menjadi peserta di Pemilu 2014. Sebagai partai

Lebih terperinci

2015 STRATEGI PARTAI ISLAM D ALAM PANGGUNG PEMILIHAN PRESID EN DI INDONESIA TAHUN

2015 STRATEGI PARTAI ISLAM D ALAM PANGGUNG PEMILIHAN PRESID EN DI INDONESIA TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Partai politik sebagai kekuatan politik mempunyai hak dan bagian dalam setiap pemilihan umum. Pada setiap partai politik menganut ideologinya masing-masing

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntabilitas (accountability) merupakan salah satu prinsip atau asas dari paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote yang penuh dengan keanekaragaman dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. menjadi peserta pemilu sampai cara mereka untuk hadir tidak hanya sekedar menjadi

BAB IV PENUTUP. menjadi peserta pemilu sampai cara mereka untuk hadir tidak hanya sekedar menjadi BAB IV PENUTUP 4.1.Kesimpulan Menjadi pemain baru dalam pemilu di Indonesia bukanlah hal yang mudah. Semua hal mulai dari syarat untuk menjadi partai, syarat lolos verifikasi untuk menjadi peserta pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Terbukanya arus kebebasan sebagai fondasi dasar dari bangunan demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Terbukanya arus kebebasan sebagai fondasi dasar dari bangunan demokrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perjalanan demokrasi di Indonesia secara bertahap terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Terbukanya arus kebebasan sebagai fondasi dasar dari bangunan

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental (Adinda Tenriangke Muchtar, Arfianto Purbolaksono The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research) http://www.shnews.co/detile-28182-gelombang-efek-jokowi.html

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak reformasi, masyarakat berubah menjadi relatif demokratis. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. Sejak reformasi, masyarakat berubah menjadi relatif demokratis. Mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak reformasi, masyarakat berubah menjadi relatif demokratis. Mereka tampak lebih independen, egaliter, terbuka, dan lebih cerdas dalam menanggapi berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Ir. Apri Hananto Sukandar, M.Div Nomor Anggota : A- 419 Yang terhormat Pimpinan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari 113 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras dan antar golongan. Berdasar atas pluralitas keislaman di

Lebih terperinci

MENDENGARKAN HATI NURANI

MENDENGARKAN HATI NURANI Mengejawantahkan Keputusan Kongres Nomor Kep-IX / Kongres XIX /2013 tentang Partisipasi Dalam Partai Politik dan Pemilu Wanita Katolik Republik Indonesia MENDENGARKAN HATI NURANI Ibu-ibu segenap Anggota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan salah satu partai politik dengan basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004 mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan. Rakyat dilibatkan

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan 201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga

Lebih terperinci

Dinamika Politik Muhammadiyah

Dinamika Politik Muhammadiyah Dinamika Politik Muhammadiyah Judul Buku : Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia 1966-2006 Penulis : Syarifuddin Jurdi Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta Pengantar : Ahmad Syafii Maarif Cetakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

Ini Alasan Partai Islam Terseok-Seok

Ini Alasan Partai Islam Terseok-Seok http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/ini-alasan-partai-islam-terseok-seok/49944 Jumat, 21 Februari 2014 10:24 Politik Aliran Pemilu 2014 Ini Alasan Partai Islam Terseok-Seok Yasin Mohammad. Partai

Lebih terperinci

REVITALISASI IDEOLOGI MUHAMMADIYAH

REVITALISASI IDEOLOGI MUHAMMADIYAH Pengantar Diskusi REVITALISASI IDEOLOGI MUHAMMADIYAH Oleh: Muhammad Purwana PENGERTIAN 1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan umum BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini, diperoleh kesimpulanbahwa partai politik masih kekurangan kader partai yang berkualitas, karena pemahaman elite partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relatif independen dan juga disertai dengan kebebasan pers. Keadaan ini

BAB I PENDAHULUAN. relatif independen dan juga disertai dengan kebebasan pers. Keadaan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan berpolitik di Indonesia banyak mengalami perubahan terutama setelah era reformasi tahun 1998. Setelah era reformasi kehidupan berpolitik di Indonesia kental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun ini merupakan tahun demokrasi bagi masyarakat Indonesia. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan bahwa tahun 2014 adalah tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi memegang peran penting menurut porsinya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi memegang peran penting menurut porsinya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi yang merupakan bagian penting dari kehidupan manusia, yang juga menjadi kebutuhan dasar hidup manusia, telah mengalami banyak perkembangan. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah parameter pelaksanaan pemilu yang demokratis :

BAB I PENDAHULUAN. adalah parameter pelaksanaan pemilu yang demokratis : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Pemilu 2014 akan menjadi cermin bagi kualitas yang merujuk pada prinsip demokrasi yang selama ini dianut oleh Negara kita Indonesia. Sistem Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. BAB I PENDAHULUAN I. 1.Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan tulang punggung dalam demokrasi karena hanya melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. Kenyataan ini

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4801 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL oleh : Timbul Hari Kencana NPM. 10144300021 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan

BAB V PENUTUP. Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, telah teridentifikasi bahwa PDI Perjuangan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

Anggaran Dasar Muhammadiyah

Anggaran Dasar Muhammadiyah Anggaran Dasar Muhammadiyah BAB I NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Nama Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah. Pasal 2 Pendiri Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah

Lebih terperinci

Anggaran Dasar Muhammadiyah

Anggaran Dasar Muhammadiyah Anggaran Dasar Muhammadiyah BAB I NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Nama Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah. Pasal 2 Pendiri Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum legislatif sebagai agenda demokrasi yang telah dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum legislatif sebagai agenda demokrasi yang telah dilaksanakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum legislatif sebagai agenda demokrasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 9 April oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah berakhir Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di seluruh dunia. Saking derasnya arus wacana mengenai demokrasi, hanya sedikit saja negara yang

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Sumatera Utara Hari/Tanggal: 02 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 11.20-11.55 WIB Disahkan Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Pukul:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH

ANGGARAN DASAR IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH ANGGARAN DASAR IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH MUQADDIMAH Dengan nama Allah yang Maha Pemurah, Maha Penyayang. Segala Puji bagi Allah yang mengasuh semesta alam, yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat (anggota) yang menjadi cikal bakal dari partisipasi politik. Dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH MENGENAI KONSOLIDASI ORGANISASI DAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH MENGENAI KONSOLIDASI ORGANISASI DAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH Lampiran 1 SURAT KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Nomor: 149/Kep/I.0/B/2006 Tentang: KEBIJAKAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH MENGENAI KONSOLIDASI ORGANISASI DAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH 240 Lampiran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke IV. GAMBARAN UMUM A. Jurusan Ilmu Pemerintahan Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke governance pada dekade 90-an memberi andil dalam perubahan domain Ilmu Pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling memerlukan adanya bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Manusia dituntut untuk saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia selalu saja menarik untuk diwacanakan, dikaji, diteliti, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia selalu saja menarik untuk diwacanakan, dikaji, diteliti, bahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap upaya untuk menghadirkan ajaran Islam bagi perbaikan kualitas kehidupan manusia selalu saja menarik untuk diwacanakan, dikaji, diteliti, bahkan diwaspadai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah ialah karena dirasakan tidak efektifnya lembaga-lembaga. reformulasi ajaran dan pendidikan Islam.

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah ialah karena dirasakan tidak efektifnya lembaga-lembaga. reformulasi ajaran dan pendidikan Islam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat vital. Oleh karena itu Muhammadiyah yang dikenal sebagai gerakan Islam modern di Indonesia, menjadikan

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demokrasi merupakan suatu sistem yang mengatur pemerintahan berlandaskan pada semboyan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Untuk mewujudkan sistem demokrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa dalam menyuguhkan informasi yang akurat dan faktual semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut diiringi dengan semakin

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bab yang terakhir ini akan dibahas kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Terdapat beberapa kesimpulan yang didapatkan penulis merupakan jawaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan

Lebih terperinci

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi,salah satu ciri negara yang menerapkan sistem demokrasi adalah melaksanakan kegiatan pemilihan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah impian bagi setiap Negara dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Upaya untuk mencapai mimpi tersebut adalah bentuk kepedulian sebuah Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia setiap 5 tahun sekali mempunyai agenda besar dalam pesta demokrasinya dan agenda besar tersebut tak lain adalah Pemilu. Terhitung sejak tahun 2004

Lebih terperinci