Karakteristik Statik Elemen Sistem Pengukuran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Karakteristik Statik Elemen Sistem Pengukuran"

Transkripsi

1 Karakteristik Statik Elemen Sistem Pengukuran Kompetensi, RP, Materi Kompetensi yang diharapkan: Mahasiswa mampu merumuskankan karakteristik statik elemen sistem pengukuran Rancangan Pembelajaran: Minggu ke Kemampuan Akhir yang Diharapkan 3-4 Mahasiswa mampu merumuskankan karakteristik statik elemen sistem pengukuran Materi Pembelajaran Karakteristik statik elemen sistem pengukuran: Karakteristik sistematik Model umum elemen sistem Karakteristik statistik Bentuk Pembelajaran Diskusi kelompok studi kasus penentuan karakteristik statik dan praktikum Kriteria (indikator) Penilaian Ketepatan merumuskan karakteristik statik elemen sistem pengukuran Bobot (%) Prakti kum 5% ETS 10% Uraian materi adalah sebagai berikut: Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 1

2 Karakteristik Statik Elemen Sistem Pengukuran Sebuah sistem pengukuran yang terdiri dari beberapa elemen, memiliki perilaku atau sifat yang ditentukan oleh karakteristik setiap elemen penyusunnya. Secara umum, karakteristik sebuah elemen sistem pengukuran digolongkan menjadi dua, yaitu: karakteristik statik dan karakteristik dinamik. Pada bab ini, karakteristik statik elemen sistem pengukuran dibahas lebih mendalam dengan tujuan agar pembaca dapat mengerti istilah-istilah yang terdapat pada data sheet sebuah alat ukur. Penting untuk dicatat bahwa nilai yang diberikan untuk karakteristik instrumen pada data sheet hanya berlaku jika instrumen digunakan padamkondisi standar yang ditentukan. Lebih lanjut, pembaca diharapkan dapat merumuskan karakteristikstatik elemen sistem pengukuran dengan menggunakan data pada tahap perancangan. Karakteristik statik adalah sifat sebuah instrumen yang tidak bergantung pada waktu. Karaketeristik statik merupakan hubungan yang terjadi antara output O dan input I dari sebuah elemen ketika I bernilai konstan maupun berubah perlahan. Karakteristik statik sebuah elemen sistem pengukuran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu karakteristik sistematik dan karakteristik statistik. 1 Karakteristik Sistematik Karateristik sistematik sebuah elemen sistem pengukuran menunjukkan perilaku atau sifat sebuah elemen yang dapat dinyatakan dalam bentuk analitis matematik dan/atau diagram blok. Dengan demikian, karakteristik ini merupakan sifat/perilaku yang deterministik. Beberapa karakteristik sistematik elemen sistem pengukuran yang sering digunakan dijelaskan di bawah ini. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 2

3 1.1 Jenis-jenis Karakteristik Sistematik Range Range menyatakan jangkauan pengukuran sebuah instrumen. Range input atau output sebuah elemen ditentukan dengan nilai minimum dan nilai maksimum dari input I atau output O, dituliskan I min hingga I max atau O min hingga O max. Contoh: Termometer memiliki range - 0,5 sampai + 40,5 C, dengan pembagian setiap 0,1 C, artinya kisaran pengukuran 0,5 sampai 40,5 C, skala interval 0,1 C. Transduser tekanan memiliki range input 0 hingga 10 4 Pa dan range output 4 hingga 20 ma Span Span adalah variasi maksimum pada input atau output, yaitu I max - I min atau O max - O min. Contoh: Termometer memiliki span output 50 C, Transduser tekanan memiliki span input 10 4 Pa dan span output 16 ma. Linieritas Pengukuran yang ideal adalah jika hubungan antara input pengukuran (nilai sesungguhnya) dengan output pengukuran (nilai yang ditunjukkan alat ukur) adalah berbanding lurus. Sebuah elemen dikatakan liier jika nilai I dan O yangberkaitan terletak pada sebuah garis lurus. Garis lurus ideal menghubungkan titik minimum I/O dengan titik maksimum I/O, dan dinyatakan dalam persamaan garis sebagai berikut: O ideal = KI + a (2.1) dengan K adalah kemiringan garis: K O = I max max O I min min (2.2) dan a adalah pembuat nol (zero bias): a = O min - KI min (2.3) Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 3

4 Contoh: Transduser tekanan yang disebutkan pada contoh sebelumnya memiliki persamaan garis ideal: O = 1,6 x 10-3 I + 4,0 Persamaan garis lurus mendefinisikan karakteristik ideal elemen. Karakteristik tak-ideal kemudian dapat dikuatifikasi dalam bentuk penyimpangan terhadap garis lurus ideal ini. Gambar 2.1 menunjukkan plot pembacaan output sebuah instrumen jika deretan input diterapkan. Gambar 2.1 Karakteristik output intrumen linier Ketidaklinieran Pada banyak kasus, hubungan linier tidak dipenuhi oleh elemen pengukuran dan elemen tersebut dikatakan tidak linier. Ketidaklinieran dapat didefinisikan sebagai fungsi input N(I) yang merupakan perbedaan antara perilaku aktual dengan perilaku ideal (linier), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 4

5 Gambar 2.2. Definisi ketidaklinieran Seringkali ketidaklinieran dinyatakan sebagai ketidaklinieran maksimum dalam bentuk prosentase skala penuh, yaitu: N ˆ = [ O KI +a] O max O min max 100% (2.4) Sebagai contoh, ditinjau sensor tekanan yang memiliki perbedaan maksimum antara nilai output aktual dengan nilai output ideall adalah 2 mv. Jika span output adalah 100 mv, maka ketidaklinieran maksimum adalah 2% defleksi skala penuh. Pada banyak kasus, O(I) dan N(I) dapat dinyatakan dalam bentuk polinomial seperti pada termokopel. Sedangkan pada beberapa kasus, persamaan bukan polinomial lebih sesuai, seperti pada termistor. Contoh: Hubungan g.g.l thermoelectric di sambungan dua logam berbeda jenis terhadap variasi temperatur biasanya dinyatakan dalam polinomial orde delapan. Untuk sambungan termokopel tembaga-konstantan (Jenis T), empat suku pertama dalam hubungan polinomial antara g.g.l E(T), dinyatakan dalam µv, dengan temperatur sambungan T C adalah: E ( T ) = 38,74T + 3, T + 2, T 2, T Untuk range C [1]. Karena E = 0 µv pada T = 0 C dan E = µv pada T = 400 C, persamaan liniernya adalah: E ideal = 52,17 T Fungsi koreksi ketidaklinierannya adalah: Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 5

6 N( T ) = E( T ) E ideal = 13,43T + 3, T 2 + 2, T 3 2, T 4 Sensitivitas Karakteristik ini menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan perubahan output dibandingkan perubahan input satu satuan. Secara matematis, sensitivitas menyatakan rasio O/ I. Pada limit I menuju nol, rasio tersebut menjadi turunan do/di, yaitu laju perubahan O terhadap I. Untuk elemen linier, sensitivitas adalah sama dengan kemiringan atau gradien garis K, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Oleh karena itu, sensitivitas sebuah elemen pengukuran yang linier adalah konstan. Untuk transduser tekanan yang dicontohkan di atas, sensitivitasnya adalah 1,6 x 10-3 ma/pa. Untuk elemen tidak linier, berlaku: do/di = K + dn/di (2.5) yaitu sensitivitas merupakan kemiringan atau gradien dari O(I) yang nilainya berubah terhadap input. Sebagai contoh karakteristik temperatur E(T) untuk termokopel jenis T seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Terlihat bahwa gradien dan karenanya sensitivitas berubah terhadap temperatur: pada 100 C sensitivitasnya sekitar 35 µv/ C dan pada 200 C sensitivitasnya sekitar 42 µv/ C. Gambar 2.3 Contoh sensitivitas elemen tidak linier: termokopel Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 6

7 Efek Lingkungan Output dari sebuah elemen sistem pengukuran dipengaruhi oleh input yang masuk ke elemen tersebut. Selain input dari besaran yang diukur, input lingkungan juga akan mempengaruhi output elemen, seperti temperatur lingkungan, tekanan atmosfer, kelembaban relatif, tegangan suplai, dan sebagainya. Dengan demikian, hubungan output dan input yang dinyatakan dalam sebuah persamaan O(I) = KI + N(I) merepresentasikan perilaku elemen pengukuran pada kondisi lingkungan 'standar'. Dengan demikian, persamaan output tersebut harus dimodifikasi guna memperhitungkan penyimpangan kondisi lingkungan dari kondisi 'standar'. Berdasarkan pengaruhnya terhadap persamaan output, input lingkungan dibagi menjadi dua macam, yaitu: modifying input dan interferying input. Modifying input adalah input dari lingkungan yang dapat mengubah sensitivitas linier elemen, yang semula K menjadi K + K M I M dengan K M adalah sensitivitas terhadap perubahan modifying input I M (nilai baru - nilai standar). Perubahan sensitivitas dikenal sebagai sensitivity drift. Contoh dari modifying input adalah perubahan tegangan suplai pada sensor pergeseran potensiometer. Interferying input adalah input lingkungan yang dapat mengubah zero bias dari persamaan linier elemen, yang semula a menjadi a + K I I I dengan K I adalah sensitivitas terhadap perubahan interferying input I I (nilai baru - nilai standar). Perubahan zero bias dikenal sebagai zero drift. Contoh dari interferying input adalah variasi temperatur sambungan referensi pada termokopel. Gambar 2.4 (a) dan (b) menunjukkan efek temperatur lingkungan pada sebuah elemen linier, yang bertindak sebagai modifying maupun interferying. Kondisi standar yang ditetapkan adalah saat temperatur lingkungan 20 C, dengan sensitivitas instrumen adalah K. Ketika instrumen tersebut dioperasikan pada kondisi temperatur lingkungan 30 C, sensitivitasnya berubah menjadi K + 10K M jika temperatur lingkungan hanya bertindak sebagai modifying input (Gambar 2.4 (a)), atau zero biasnya berubah menjadi a + 10K I jika temperatur lingkungan hanya bertindak sebagai interferying input (Gambar 2.4 (b)). Jika karakteristik sebuah instrumen sensitif terhadap beberapa parameter lingkungan, maka instrumen ini akan memiliki beberapa koefisien sensitivitas (baik K I maupun K M ), satu untuk setiap parameter lingkungan. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 7

8 Gambar 2.4 (c) menunjukkan karakteristik output sebuah instrumen yang dipengaruhi oleh modifying input dan interferying input sekaligus. Gambar 2.4. Ilustrasi efek lingkungan: (a) Modifying input (b) Interferying Input (c) Gabungan modifying input dan interferying input Akibat efek lingkungan, seperti yang telah dijelaskan di atas, persamaan output elemen pengukuran berubah menjadi: O = KI + a + N(I) + K M I M I + K I I I (2.6) Histeresis Histeresis menunjukkan perbedaan antara nilai output pembacaan saat menggunakan nilai input naik (dari rendah ke tinggi), dengan nilai output pembacaan saat menggunakan nilai input turun (dari tinggi ke rendah). Gambar 2.5 menunjukkan ilustrasi histeresis pada sebuah elemen pengukuran. Histeresis biasanya dinyatakan sebagai histeresis maksimum dalam bentuk prosentase skala penuh, yaitu: ˆ O O I I H = 100% O max O min (2.7) Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 8

9 Histeresis sering ditemukan pada instrumen yang mengandung pegas, seperti meteran tekanan pasif (Gambar 1.6) dan rem Prony (digunakan untuk pengukuran torsi). Histeresi juga terjadi saat gaya gesek pada sebuah sistem memiliki besar yang berbeda bergantung pada arah pergerakan, seperti pada alat ukur massa dengan skala pendulum. Histeresis dapat juga terjadi pada instrumen yang mengandung kumparan listrik yang mengelilingi inti besi, sebagai akibat histeresis magnetik pada besi. Hal ini terjadi pada peralatan seperti transduser pergeseran dengan variabel induktansi, LVDT, dan trafo differensial putaran. Contoh: Sebuah sistem gear sederhana digunakan untuk mengubah pergerakan linier menjadi gerak rotasi. Akibat "reaksi backlash" pada gear, sudut rotasi θ, untuk nilai x tertentu, berbeda bergantung pada arah pergerakan linier. Gambar 2.5. Histeresis Dead Space Dead space didefinisikan sebagai range nilai input yang mana tidak menyebabkan perubahan pada nilai output. Instrumen yang menunjukkan perilaku histeresis juga menunjukkan dead space, seperti yang digambarkan pada Gambar 2.6 (a). Beberapa instrumen yang tidak menunjukkan histeresis dapat juga menunjukkan dead space pada karakteristik outputnya, seperti yang digambar pada Gambar 2.6 (b). Backlash pada gear seperti yang disebutkan sebelumnya merupakan kasus umum dead space. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 9

10 Gambar 2.6. Ilustrasi dead space: (a) dengan histeresis (b) tanpa histeresis Resolusi Beberapa elemen dikarakterisasikan oleh penambahan output dalam deretan langkah diskrit atau melompat responnya terhadap penambahan kontinyu pada input. Resolusi didefinisikan sebagai perubahan terbesar pada input I yang dapat terjadi tanpa menimbulkan perubahan pada output O. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6, resolusi didefinisikan dalam bentuk lebar I R ; dan dinyatakan dalam persentase Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 10

11 skala penuh sebagai berikut: resolusi = I max I R 100% (2.8) I min Contoh resolusi yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 adalah potensiometer kabelkumparan. Dalam menanggapi penambahan kontinyu x, resistansi R bertambah dalam deretan langkah, dengan besar setiap langkah adalah sama dengan resistansi satu lilitan. Dengan demikian, resolusi dari potensiometer 100 lilitan adalah 1%. Gambar 2.7 Ilustrasi resolusi pada potensiometer Salah satu faktor utama yang mempengaruhi resolusi sebuah instrumen adalah seberapa baik skala output dibagi ke dalam skala yang lebih kecil. Sebagai contoh, alat ukut kecepatan mobil memiliki pembagian skala 5 km/jam. Hal ini berarti bahwa ketika jarum penunjuk berada di antara dua tanda skala, kita tidak dapat memperkirakan kecepatan lebih akurat selain kelipatan 5 km/jam pada tanda skala terdekatnya. Dengan demikian, resolusi instrumen ini adalah 5 km/jam Model Umum Elemen Sistem Pengukuran Seperti yang telah dijelaskan di atas, karakteristik sistematis elemen pengukuran dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan output. Jika efek histeresis dan efek resolusi tidak ada namun efek lingkungan dan efek ketidaklinieran ada, maka nilai output pada kondisi mantap dari sebuah elemen secara umum dituliskan seperti pada persamaan (2.6) sebagai berikut: O = KI + a + N(I) + K M I M I + K I I I Gambar 2.8 menunjukkan diagram blok dari persamaan umum yang merepresentasikan karakteristik statik elemen. Pada diagram tersebut juga menunjukkan fungsi transfer G(s) yang merepresentasikan karakteristik dinamik Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 11

12 elemen. Karakteristik dinamik akan dibahas pada bab 3 buku modul ajar ini. Gambar 2.8. Model Umum Elemen Sebagai contoh kasus pertama, ditinjau elemen strain gauge yang ditunjukkan pada gambar 2.9 (a). Strain gauge memiliki resistansi tanpa strain R 0 sebesar 100 Ω dan faktor meteran (gauge) 2,0. Efek ketidaklinieran dan dinamik dapat diabaikan, namun resistansi meteran dipengaruhi oleh temperatur lingkungan dan regangan (strain). Di sini temperatur bertindak baik sebagai modifying input maupun sebagai interferying input, yaitu mempengaruhi sensitivitas meteran dan resistansi saat regangan nol (resistansi tanpa regangan R o ). Contoh kasus kedua adalah termokopel yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 (b). Termokopel tembaga-konstantan (Jenis T) memiliki karakteristik yang tidak linier seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pemasangan termokopel terdiri atas dua sambungan - sambungan pengukuran pada T 1 dan sambungan referensi pada T 2. G.g.l resultan merupakan perbedaan antara dua tegangan potensial sambungan ini dan karenanya bergantung pada T 1 dan T 2. Dengan demikian, T 2 merupakan interferying input. Model yang dituliskan adalah untuk kondisi dimana T 2 kecil dibandingkan T 1, sehingga E(T 2 ) dapat didekati dengan 38,74 T 2. Karakteristik dinamik dari termokopel dinyatakan sebagai fungsi transfer orde satu dengan konstanta waktu 10 detik. Penjelasan tentang hal ini ditulis pada Bab III. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 12

13 Sebagai catatan, karakteristik statik menentukan nilai pembacaan output pengukuran pada kondisi mantap, dimana nilai tersebut menuju ke satu harga. Sedangkan karakteristik dinamik menentukan respon pembacaan output ketika menuju nilai kondisi mantap tersebut, atau yang disebut sebagai kondisi transien. Tentu saja pada saat kondisi transien, nilai pembacaan output akan berubah-ubah, sebelum pada akhirnya konstan di harga kondisi mantapnya. Gambar 2.9. Model Umum Elemen: (a) Straingauge (b) Termokopel Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 13

14 2.3 Karakteristik Statistik Karakteristik statistik merupakan perilaku elemen dalam hubungannya dengan kejadian (penyebab) yang tidak diketahui secara pasti atau yang dikenal dengan kejadian acak. Dengan demikian, karakteristik ini merupakan perilaku/sifat yang acak/random, yang tidak bisa dinyatakan secara sistematis dalam bentuk persamaan, namun dinyatakan dalam bentuk parameter distribusi probabilitas. Beberapa karakteristik statistik yang umum digunakan, dijelaskan sebagai berikut: Akurasi Akurasi adalah kemampuan dari alat ukur untuk memberikan indikasi pendekatan terhadap harga sebenarnya dari obyek yang diukur. Dengan demikian, akurasi bukan merupakan karakteristik statik elemen sistem pengukuran, namun merupakan karakteristik statik sistem pengukuran. Akurasi pengukuran atau pembacaan adalah istilah yang sangat relatif. Akurasi didefinisikan sebagai beda atau kedekatan (closeness) antara nilai yang terbaca dari alat ukur dengan nilai sebenarnya. Dalam eksperiman, nilai sebenarnya yang tidak pernah diketahui diganti dengan suatu nilai standar yang diakui secara konvensional. Secara umum akurasi sebuah alat ukur ditentukan dengan cara kalibrasi pada kondisi operasi tertentu dan dapat diekspresikan dalam bentuk ketidakakurasian (inaccuracy): plus-minus atau prosentasi skala penuh. Ketidakakurasian merupakan tingkat kesalahan pembacaan terhadap nilai benarnya. Jika, misalkan sebuah meteran tekanan dengan range 0-10 bar memiliki ketidakakurasian ±1,0% defleksi skala penuh, maka kesalahan maksimum yang diharapkan terjadi adalah 0,1 bar. Hal ini berarti bahwa ketika instrumen membaca 1,0 bar, nilai eror yang mungkin terjadi adalah 10% dari nilai ini, yaitu 0,1 bar. Untuk alasan ini, aturan desain sistem yang penting diingat adalah bahwa instrumen dipilih sedemikian hinga range-nya sesuai dengan sebaran nilai yang diukur, agar akurasi terbaik dapat dicapai. Jadi, jika kita mengukur tekanan dengan nilai antara 0 dan 1 bar, kita tidak seharusnya menggunakan instrumen dengan range 0-10 bar. Istilah ketidakpastian pengukuran Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 14

15 sering kali digunakan untuk menggantikan ketidakakurasian. Secara matematis, ketidakakurasian dikuantifikasi menggunakan eror pengukuran E dimana: E = nilai terukur - nilai benar = output sistem - input sistem (2.9) Namun, nilai E tidak mungkin dapat ditentukan secara pasti, khususnya jika pengukuran dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang tidak dapat diprediksi. Langkah umum yang dilakukan adalah mengasumsikan kondisi lingkungan pada kondisi 'standar' dan menentukan eror pengukuran maksimum sebagai ±x% dari pembacaan output, untuk mengijinkan deviasi maksimum terjadi pada kondisi lingkungan yang menyimpang dari kondisi 'standar'. Nilai mean dari eror sistem secara sederhana merupakan perbedaan antara nilai mean output sistem dengan nilai mean input sistem, atau dituliskan: E = O I (2.10) Jika kerapatan probabilitas output dari elemen sistem pengukuran adalah normal, maka fungsi kerapatan probabilitas dari output sistem dan eror sistem juga normal. Sedangkan simpangan baku dari eror sistem adalah sama dengan simpangan baku dari output sistem, atau dituliskan: σ E = σ O (2.11) Presisi / Repeatability / Reproducibility Presisi menyatakan derajat kebebasan sebuah instrumen dari kesalahan acak. Jika sejumlah pembacaan diambil pada besaran input yang sama menggunakan instrumen dengan presisi tinggi, maka sebaran pembacaan akan sangat kecil. Presisi seringkali, meskipun salah, disamakan dengan akurasi. Presisi tinggi tidak berarti apa-apa terhadap akurasi pengukuran. Instrumen presisi tinggi dapat memiliki akurasi yang rendah. Pengukuran dengan akurasi rendah dari instrumen presisi tinggi umumnya disebabkan oleh bias pada pengukuran, yang dihilangkan dengan kalibrasi ulang. Istilah repeatability (keterulangan) dan reproducibility berarti secara pendekatan sama namun diterapkan pada konteks yang berbeda. Keterulangan menjelaskan kedekatan pembacaan output ketika input yang sama diterapkan secara berulang sepanjang periode waktu pendek, dengan kondisi pengukuran yang sama, instrumen Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 15

16 dan pengamat yang sama, lokasi yang sama, dan kondisi perawatan yang sama. Reproducibility mendeskripsikan kedekatan pembacaan output untuk input yang sama ketika terdapat perubahan pada metode pengukuran, pengamat, instrumen, lokasi, kondisi dan waktu pengukuran. Kedua istilah tersebut menggambarkan sebaran pembacaan output untuk input yang sama. Sebaran ini dikenal sebagai keterulangan jika kondisi pengukuran tetap dan sebagai reproducibility jika kondisi pengukuran berubah. Tingkat keterulangan dan reproducibility sebuah instrumen merupakan cara alternatif untuk mengekspresikan presisi. Gambar 2.10 mengilustrasikan hal ini lebh jelas. Pada gambar ditunjukkan hasil pengujian tiga instrumen pengukuran dengan nilai benar variabel yang diukur adalah pada pusat lingkaran. Titik-titik hitam merupakan hasil pembacaan instrumen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa instrumen pertama memiliki akurasi dan presisi yang rendah, instrumen kedua memiliki akurasi rendah namun presisi tinggi, dan instrumen ketiga memiliki akurasi dan presisi yang tinggi. Gambar Ilustrasi mengenai akurasi dan presisi Rendahnya tingkat keterulangan sebuah elemen pengukuran adalah akibat efek acak pada elemen dan lingkungannya. Sebagai contoh adalah alat ukur laju aliran dengan vortex: untuk laju aliran yang tetap Q = 1,4 x 10-2 m 3 /s, kita mengharapkan output frekuensi konstan di f = 209 Hz. Karena sinyal output bukanlah gelombang sinus sempurna, namun ditambah fluktuasi acak, frekuensi terukut bervariasi antara 207 dan 211 Hz. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 16

17 Penyebab rendahnya keterulangan yang paling umum adalah fluktuasi acak terhadap waktu pada input lingkungan I M, I I : jika konstanta kopling atau sensitivitas lingkungan K M, K I tidak nol, maka akan ada variasi pada O. Sebagai contoh, fluktuasi acak pada temperatur lingkungan menyebabkan variasi resistansi strain gauge atau tegangan output amplifier; fluktuasi acak pada tegangan suplai rangkaian jembatan mempengaruhi tegangan output jembatan. Dengan membuat asumsi yang masuk akal untuk fungsi kerapatan probabilitas input I, I M dan I I (pada sistem pengukuran, variasi acak pada input I untuk sebuah elemen dapat disebabkan oleh efek acak elemen sebelumnya), fungsi kerapatan probabilitas elemen output O dapat ditentukan. Fungsi kerapatan probabilitas hampir seluruhnya mirip dengan fungsi distribusi normal atau Gaussian (Gambar 2.11): dengan p( x) 1 ( x x) exp σ 2π 2σ = 2 2 x = nilai mean atau harapan (menentukan pusat distribusi) σ = simpangan baku ( (menentukan sebaran distribusi) (2.12) Misalkan ditinjau sebuah eksperimen yang mengukur besaran X. Bila x i adalah nilai pengukuran ke-i dan x adalah nilai rata-rata dari n pengukuran, 1 x = n n x i i= 1 (2.13) maka secara matematis, keterulangan dapat dinyatakan sebagai sebaran output pengukuran dalam bentuk standar deviasi: dengan d i = x x i (2.14) Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 17

18 Gambar 2.11 Fungsi kerapatan probabilitas Normal dengan nilai mean = 0 Persamaan (2.6) menyatakan bahwa variabel output O bergantung pada variabel input I, I M dan I I. Sehingga, jika O merupakan deviasi kecil pada O terhadap nilai mean-nya atau O, yang disebabkan oleh deviasi I, I M dan I I terhadap nilai meannya atau I, I M, dan I, maka: I O O O O = I + I M + I I I I M I (2.15) I Dengan demikian, O adalah kombinasi linier dari variabel I, I M dan I I ; turunan parsial dapat dievaluasi menggunakan persamaan (2.6). Dapat ditunjukkan bahwa jika variabel tak bebas y merupakan kombinasi linier dari variabel bebas x1, x2 dan x3, yaitu: y = a + 1x1 + a2x2 a3x3 (2.16) dan jika x 1, x 2, dan x 3 memiliki distribusi normal dengan simpangan baku σ 1, σ 2, dan σ 3, maka distribusi probabilitas dari y adalah juga normal dengan nilai simpangan baku σ diberikan oleh: σ = a σ1 + a2σ 2 a3σ 3 (2.17) Nilai mean atau nilai harapan dari output elemen diberikan oleh persamaan: O = KI + a + N( I ) + K I I + K I (2.18) M M I I Dari (2.15) dan (2.17) dapat kita temukan bahwa nilai simpangan baku dari O diberikan oleh pesamaan: Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 18

19 σ O = 2 O σ I 2 I O + I M 2 σ O + σ 2 2 I M I I I I (2.19) Dimana σ, σ, dan σ adalah simpangan baku dari input. Dengan demikian, I I M I I simpangan baku output dapat dicari dengan menggunakan persamaan (2.19) jika simpangan baku dari input diketahui. Cara lain adalah dengan menggunakan pengujian kalibrasi pada elemen pengukuran sehingga diperoleh data pengukuran output untuk menghitung simpangan baku output, σ o, secara langsung dengan persamaan (2.14). Toleransi Toleransi menunjukkan kemampuan elemen memberikan output pada range atau jangkauan tertentu yang ditetapkan berdasarkan tingkat kepercayaan. Konsep toleransi diterapkan pada sekumpulan elemen yang identik. Toleransi merupakan istilah yang berhubungan erat dengan akurasi dan mendefinisikan eror maksimum yang diharapkan terjadi pada beberapa nilai. Meskipun ini bukanlah, singkat kata, karakteristik statik instrumen pengukuran, toleransi disebutkan di sini karena akurasi beberapa instrumen terkadang dikutip sebagai toleransi. Jika digunakan secara benar, toleransi menggambarkan deviasi maksimum komponen produk dari beberapa nilai yang ditentukan. Misalkan, satu resistor dipilih secara acak dari sebuah kumpulan resistor yang memiliki nilai nominal 1000 W dan toleransi 5%. Resistor yang diambil tersebut kemungkinan memiliki nilai aktual antara 950 W dan 1050 W. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 19

20 Modul Praktikum PENGUKURAN KARAKTERISTIK STATIK DARI SENSOR DISPLACEMENT, RANGKAIAN PEMBAGI TEGANGAN DAN DISPLAY (MULTIMETER) A. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Menentukan nilai-nilai karakteristik statik pengukuran, yaitu range, span, sensitivitas, histerisis, dan non-linearitas. 2. Menganalisis pengaruh efek lingkungan terhadap karakteristik statik sistem pengukuran. B. TEORI DASAR 1. Karakteristik Statik Karakteristik statik adalah sifat sebuah instrumen yang tidak bergantung pada waktu. Beberapa karakteristik statik instrumen yang sering digunakan adalah : Range (span) Range menyatakan jangkauan pengukuran sebuah insturmen. Sedangkan span adalah selisih nilai maksimum dan minimum yang dapat diukur oleh alat. Contoh: termometer memiliki range - 0,5 sampai + 40,5 C, subdivision 0,1 C, artinya kisaran pengukuran 0,5 sampai 40,5 C, skala interval 0,1 C. Linieritas Pengukuran yang ideal adalah jika hubungan antara input pengukuran (nilai sesungguhnya) dengan output pengukuran (nilai yang ditunjukkan alat ukur) adalah berbanding lurus, dan dinyatakan dalam persamaan garis sebagai berikut: O ideal = KI + a Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 20

21 dengan K adalah kemiringan garis = O I max max O I min min a adalah pembuat nol (zero bias) = O min - KI min Jika sebuah instrumen memiliki hubungan input-output tidak berupa garis lurus, penyimpangan dari garis lurus tersebut dikenal sebagai nonlinieritas. Seringkali nonlinieritas dinyatakan dalam nonlinieritas maksimum dalam bentuk prosentase skala penuh, yaitu: Nˆ = [ O KI + a] O max O min max 100% Sebuah alat ukur mempunyai nonlinieritas 1 % jika kurva hubungan input dan output berkelok menyimpang 1%. Bentuk nonlinieritas dapat berupa parabola, berkelok, lengkung dan sebagainya. Control valve linier pada % bukaan, artinya hubungan sinyal input dengan aliran (flow) yang melalui control valve linier pada %. Sensitivitas menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan yaitu O/ I. Untuk elemen linear do/di sama dengan slope atau gradien K dari garis linear. Sedangkan untuk elemen non-linear do/di= K + dn/di. Beberapa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan satu volt per derajat, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan dua volt per derajat, yang berarti memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama (konstan) untuk jangkauan pengukuran keseluruhan, yaitu sama dengan kemiringan garis. Histerisis Histeresis menunjukkan perbedaan nilai output pembacaan saat menggunakan nilai input naik (dari rendah ke tinggi), dengan nilai output pembacaan saat Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 21

22 menggunakan nilai input turun (dari tinggi ke rendah). Histeresis biasanya dinyatakan dalam histeresis maksimum dalam bentuk prosentase skala penuh, yaitu: ˆ O O I I H = 100% O max O min Contoh : Suatu termometer digunakan untuk mengukur 60 C, akan menunjukkan angka yang berbeda jika sebelumnya digunakan untuk mengukur fluida 20 C dengan jika sebelumnya digunakan untuk mengukur fluida 100 C. Efek Lingkungan Secara umum, output (O) tidak bergantung hanya pada sinyal input (I) tetapi juga bergantung pada input dari lingkungan seperti suhu, tekanan atmosfer, kelembaban, tegangan suplai, dan sebagainya. Ada dua tipe input dari lingkungan, yaitu modifying input dan interfering input. Modifying input I M menyebabkan sensitivitas linear sistem berubah. K adalah sensitivitas pada kondisi standar kelika I M = 0. Jika input diubah dari nilai standar, maka I M mengalami penyimpangan dari kondisi standar. Sensitivitas berubah dari K menjadi K+ K M I M, dimana K M adalah perubahan kepekaan terhadap perubahan unit I M. Interfering input I I menyebabkan zero bias berubah. a adalah zero bias pada kondisi standar ketika I I = 0. Jika input diubah dari nilai standar, maka I I mengalami penyimpangan dari kondisi standar. Zero bias berubah dari a menjadi a+ K I I I, dimana K I adalah perubahan zero bias untuk satu satuan perubahan I I.. Dengan demikian 2. Pengkondisian Sinyal Pada teknik pengukuran, signal conditioning atau pengkondisian sinyal berarti memanipulasi suatu sinyal agar sinyal tersebut memiliki karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan proses selanjutnya. Beberapa contoh pengkondisian Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 22

23 sinyal yang dapat dibuat menggunakan rangkaian pasif sederhana antara lain: pembagi tegangan (voltage divider). Rangkaian ini sering digunakan untuk aplikasi elektronika praktis, antara lain untuk mendapatkan tegangan sesuai dengan yang kita inginkan, dan juga untuk aplikasi sensor. Rangkaian ini terdiri dari dua buah resistor yang dirangkai seperti pada gambar di bawah ini. Gambar P1.1 Rangkaian pembagi tegangan Tegangan keluaran (V out ) dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut: R V =. 2 out V in R2 + R1 dimana V out adalah tegangan keluaran, V in adalah tegangan masukan, dan R adalah nilai resistansi dari resistor. Dari persamaan tersebut, maka kita bisa menentukan tegangan keluaran yang diinginkan dengan cara mengubah-ubah nilai kombinasi R 1 dengan R 2. C. PERALATAN DAN KOMPONEN PERCOBAAN 1. Hambatan Geser 2. Multimeter 3. Baterai 6V 4. Resistor 5. Kabel tunggal 6. Breadboard 7. Penggaris skala millimeter Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 23

24 D. LANGKAH PERCOBAAN Percobaan 1 : 1. Persiapkan alat dan rangkai seperti Gambar Tentukan nilai R1 (sesuai ketentuan asisten) dan nilai Vin sebesar 6 volt. 3. Ukur Vin dari baterai menggunakan multimeter. 4. Hubungkan kaki potensiometer ke multimeter dengan penunjukan hambatan. 5. Berikan pergeseran sebesar x cm (dengan x sesuai dengan ketentuan asisten) dengan pergeseran naik. 6. Lihat dan catat besar hambatan pada keadaan x cm tersebut. 7. Catat Vout (tegangan keluaran) rangkaian tertutup Gambar 1 dengan menggunakan multimeter. 8. Ulangi langkah 1 sampai dengan 6 dengan pergeseran sebesar x cm (dengan x sesuai dengan ketentuan asisten) hingga diperoleh 10 data. 9. Isi Tabel P1.1 dengan data yang telah anda peroleh dari langkah nomor 4 sampai dengan nomor Ulangi langkah nomor 1 sampai dengan nomor 6 dengan pergeseran turun dan menggunakan x yang sama. 11. Isi Tabel P1.2 dengan data yang telah anda peroleh dari langkah no Buat grafik hubungan antara: a. x - Ω b. Ω - Vout Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 24

25 Tabel P1.1 (Pergeseran naik) No x (cm) Hambatan (ohm) Vout (V) Tabel P1.2 (Pergeseran turun) No x (cm) Hambatan (ohm) Vout (V) Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 25

26 Percobaan 2 : 1. Lakukan kangkah-langkah no. 1 s.d. no. 7 pada Percobaan 1 dengan mengganti nilai V in sebesar 4,5 Volt. 2. Isi Tabel P1.3 dengan data yang anda peroleh dari langkah no Buat grafik hubungan x dengan V out. Tabel P1.3 Percobaan Pembagi Tegangan Vin = volt R1 = Kohm No Displacement (x) naik Vout (volt) Displacement (x) turun Vout(volt) Percobaan 3: 1. Ambil satu benda (sesuai ketentuan asisten) kemudian ukur dimensi (panjang, lebar atau tinggi benda) benda tersebut menggunakan penggaris milimeter. 2. Selanjutnya lakukan pengukuran dimensi benda tersebut dengan menggunakan hambatan geser, menggunakan kondisi seperti pada percobaan Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 26

27 1. 3. Lakukan pengukuran berulang sebanyak sepuluh kali pada langkah no. 2 dengan terlebih dahulu mematikan rangkaian untuk setiap kali pengukuran. 4. Konversi pembacaan tegangan output ke dalam displacement dengan menggunakan persamaan linier yang diperoleh pada percobaan Isi Tabel P1.4 dengan data yang Anda peroleh. 6. Lakukan perhitungan akurasi dan presisi Tabel P1.4 Dimensi benda (panjang/lebar/tebal) dengan menggunakan penggaris:... mm No Vout (volt) Displacement (cm) Dengan terhadap nilai pengukuran penggaris Deviasi terhadap nilai rata-rata E. ANALISIS PERCOBAAN 1. Lakukan perhitungan range input dan output, span, linieritas, nonlinieritas dan histeresis dari data percobaan yang telah anda peroleh (Percobaan 1). 2. Buatlah analisis tentang pengaruh karakteristik statik elemen (Percobaan 1) dengan karakteristik statik sistem pengukuran displacement. 3. Buatlah analisis tentang pengaruh lingkungan (berupa perubahan tegangan suplai) terhadap karakteristik statik sistem pengukuran, dengan menghitung nilai K M dan K I (Percobaan 2) Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 27

28 4. Buatlah analisis tentang tingkat akurasi dan presisi dari hasil Percobaan Simpulkan percobaan ini. 6. Buat laporan resmi percobaan. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 28

PENGUKURAN TEKNIK TM3213

PENGUKURAN TEKNIK TM3213 PENGUKURAN TEKNIK TM3213 KULIAH 2: KARAKTERISTIK STATIK DALAM PENGUKURAN DAN INSTRUMENTASI Mochamad Safarudin Jurusan Teknik Mesin, STT Mandala 2014 Isi Definisi statik Karakteristik statik Kalibrasi statik

Lebih terperinci

PENGUKURAN TEKNIK TM3213

PENGUKURAN TEKNIK TM3213 PENGUKURAN TEKNIK TM3213 KULIAH 2: KARAKTERISTIK PENGUKURAN DAN INSTRUMENTASI Mochamad Safarudin Jurusan Teknik Mesin, STT Mandala Isi Kesalahan pengukuran Definisi statik Karakteristik statik Kalibrasi

Lebih terperinci

LVDT (Linear Variable Differensial Transformer)

LVDT (Linear Variable Differensial Transformer) LVDT (Linear Variable Differensial Transformer) LVDT merupakan sebuah transformator yang memiliki satu kumparan primer dan dua kumparan sekunder. Ketiga buah kumparan tadi, diletakkan simetris pada sebuah

Lebih terperinci

Sistem Akuisisi Data Suhu Multipoint Dengan Mikrokontroler

Sistem Akuisisi Data Suhu Multipoint Dengan Mikrokontroler Sistem Akuisisi Data Suhu Multipoint Dengan Mikrokontroler Mytha Arena 1, Arif Basuki 2 Dosen Jurusan Teknik Elektro STTNAS Yogyakarta Jln. Babarsari, Depok, Sleman, Yogyakarta 55281. mytha98@yahoo.com

Lebih terperinci

PENGANTAR SISTEM PENGUKURAN

PENGANTAR SISTEM PENGUKURAN PENGANTAR SISTEM PENGUKURAN Teknik pengukuran telah berperan penting sejak awal peradaban manusia, ketika pertama kali digunakan untuk mengatur transfer barang dalam perdagangan barter agar terjadi pertukaran

Lebih terperinci

KESALAHAN PENGUKURAN

KESALAHAN PENGUKURAN KESALAHAN PENGUKURAN Kesalahan pada sistem pengukuran atau disebut juga eror dapat dibagi menjadi dua, yaitu eror yang muncul selama proses pengukuran dan eror yang muncul kemudian akibat sinyal pengukuran

Lebih terperinci

Sistem pengukuran Sistem pengukuran merupakan bagian pertama dalam suatu sistem pengendalian Jika input sistem pengendalian salah, maka output salah

Sistem pengukuran Sistem pengukuran merupakan bagian pertama dalam suatu sistem pengendalian Jika input sistem pengendalian salah, maka output salah Sistem pengukuran Sistem pengukuran merupakan bagian pertama dalam suatu sistem pengendalian Jika input sistem pengendalian salah, maka output salah Jika hasil pengukuran (input sistem pengendalian) salah,

Lebih terperinci

Peralatan Elektronika

Peralatan Elektronika Peralatan Elektronika Peralatan Elektronika adalah semua peralatan yang dipergunakan oleh manusia dengan mempergunakan prinsip kerja elektronika. Sebagai contoh : 1. Alat ukur 2. Alat kontrol industri

Lebih terperinci

TERMINOLOGI PADA SENSOR

TERMINOLOGI PADA SENSOR TERMINOLOGI PADA SENSOR Tutorial ini merupakan bagian dari Seri Pengukuran Fundamental Instrumen Nasional. Setiap tutorial dalam seri ini, akan mengajarkan anda tentang topik spesifik aplikasi pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat ukur suhu yang berupa termometer digital.

BAB I PENDAHULUAN. alat ukur suhu yang berupa termometer digital. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Engineer tidak dapat dipisahkan dengan penggunaan alat ukur. Akurasi pembacaan alat ukur tersebut sangat vital di dalam dunia keteknikan karena akibat dari error yang

Lebih terperinci

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital 10 Bab II Sensor 11 2.1. Pendahuluan Sesuai dengan banyaknya jenis pengaturan, maka sensor jenisnya sangat banyak sesuai dengan besaran fisik yang diukurnya

Lebih terperinci

PENGANTAR ALAT UKUR. Bab PENDAHULUAN

PENGANTAR ALAT UKUR. Bab PENDAHULUAN Bab 1 PENGANTAR ALAT UKUR 1-1 PENDAHULUAN Dalam Pengukuran pada umumnya dibutuhkan instrumen sebagai suatu cara fisis untuk menentukan suatu besaran atau variabel. Instrumen tersebut membantu kita untuk

Lebih terperinci

JOBSHEET SENSOR BEBAN (STRAIN GAUGE)

JOBSHEET SENSOR BEBAN (STRAIN GAUGE) JOBSHEET SENSOR BEBAN (STRAIN GAUGE) A. TUJUAN 1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami sensor strain gauge 2. Mahasiswa dapat menjelaskan rangkaian sensor strain gauge 3. Mahasiswa dapat mempraktekkan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 Sensor : Bagian 1. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM

Pertemuan ke-5 Sensor : Bagian 1. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM Pertemuan ke-5 Sensor : Bagian 1 Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM Agenda Pengantar sensor Pengubah analog ke digital Pengkondisi sinyal Pengantar sensor medan EM Transduser

Lebih terperinci

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Tahapan Penelitian Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai Perancangan Sensor Pengujian Kesetabilan Laser Pengujian variasi diameter

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA 50 BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA Pengukuran dan analisa dilakukan untuk mengetahui apakah rancangan rangkaian yang telah dibuat bekerja sesuai dengan landasan teori yang ada dan sesuai dengan tujuan pembuatan

Lebih terperinci

BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING

BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING 2.1 Pendahuluan Signal Conditioning ialah operasi untuk mengkonversi sinyal ke dalam bentuk yang cocok untuk interface dengan elemen lain dalam sistem kontrol. Process

Lebih terperinci

05 Pengukuran Besaran Listrik INSTRUMEN PENUNJUK ARUS BOLAK BALIK

05 Pengukuran Besaran Listrik INSTRUMEN PENUNJUK ARUS BOLAK BALIK 05 Pengukuran Besaran Listrik INSTRUMEN PENUNJUK ARUS BOLAK BALIK 5.1 Pendahuluan Gerak d Arsonval akan memberi respons terhadap nilai rata-rata atau searah (dc) melalui kumparan putar. Jika kumparan tersebut

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB VI INSTRUMEN PENGKONDISI SINYAL

BAB VI INSTRUMEN PENGKONDISI SINYAL BAB VI INSTRUMEN PENGKONDISI SINYAL Pengkondisian sinyal merupakan suatu konversi sinyal menjadi bentuk yang lebih sesuai yang merupakan antarmuka dengan elemen-elemen lain dalam suatu kontrol proses.

Lebih terperinci

Pendahuluan. Angka penting dan Pengolahan data

Pendahuluan. Angka penting dan Pengolahan data Angka penting dan Pengolahan data Pendahuluan Pengamatan merupakan hal yang penting dan biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Seperti ilmu pengetahuan lain, fisika berdasar pada pengamatan eksperimen

Lebih terperinci

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN OP AMP

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN OP AMP PERCOBAAN 3 RANGKAIAN OP AMP TUJUAN Mempelajari penggunaan operational amplifier Mempelajari rangkaian rangkaian standar operational amplifier PERSIAPAN Pelajari keseluruhan petunjuk praktikum untuk modul

Lebih terperinci

PERANCANGAN INTERFACING DAN SOFTWARE PEMBACAAN DATA MEKANISME UJI KARAKTERISTIK SISTEM KEMUDI

PERANCANGAN INTERFACING DAN SOFTWARE PEMBACAAN DATA MEKANISME UJI KARAKTERISTIK SISTEM KEMUDI PERANCANGAN INTERFACING DAN SOFTWARE PEMBACAAN DATA MEKANISME UJI KARAKTERISTIK SISTEM KEMUDI O L E H : A R I S Y U D H A S E T I A W A N D O S E N P E M B I M B I N G : D R. E N G. U N G G U L W A S I

Lebih terperinci

4.5 THERMOKOPEL Efek Termoelektri

4.5 THERMOKOPEL Efek Termoelektri bath, responnya adalah 0.5 detik. Termistor yang sama pada udara mempunyai waktu respon 10 detik. Ketika dilindungi dalam teflon atau bahan yang lain untuk perlindungan melawan keadaaa lingkungan, waktu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Nama : Timbangan Bayi. 2. Jenis : Timbangan Bayi Digital. 4. Display : LCD Character 16x2. 5. Dimensi : 30cmx20cmx7cm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Nama : Timbangan Bayi. 2. Jenis : Timbangan Bayi Digital. 4. Display : LCD Character 16x2. 5. Dimensi : 30cmx20cmx7cm 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat 1. Nama : Timbangan Bayi 2. Jenis : Timbangan Bayi Digital 3. Berat : 5 Kg 4. Display : LCD Character 16x2 5. Dimensi : 30cmx20cmx7cm 6. Sensor : Loadcell

Lebih terperinci

Materi Konsep dasar & istilah dalam Angka-angka Jenis-jenis kesalahan berdasarkan penyebabnya

Materi Konsep dasar & istilah dalam Angka-angka Jenis-jenis kesalahan berdasarkan penyebabnya BAB 1. PENGUKURAN & KESALAHAN By Aksan,ST,MT Teknik Listrik PNUP Materi : @. Konsep dasar & istilah dalam pengukuran @. Angka-angka penting @. Jenis-jenis kesalahan berdasarkan penyebabnya @. Jenis-jenis

Lebih terperinci

Gambar 2.20 Rangkaian antarmuka Hall-Effect

Gambar 2.20 Rangkaian antarmuka Hall-Effect D = Konstanta ketebalan Gambar 2.19 Cara kerja Hall-Effect Sensor Gambar 2.20 Rangkaian antarmuka Hall-Effect Dari persamaan terlihat V H berbanding lurus dengan I dan B. Jika I dipertahankan konstan maka

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. MATERI Sensor dan Tranduser

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. MATERI Sensor dan Tranduser Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya MATERI Sensor dan Tranduser Contoh Soal Ringkasan Latihan Assessment Pada sistem pengendalian loop tertutup, terkadang bentuk energi dari sinyal keluaran plant

Lebih terperinci

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN 7.1. TUJUAN PENGUKURAN Ada banyak alasan untuk membuat pengukuran kebisingan. Data kebisingan berisi amplitudo, frekuensi, waktu atau fase informasi, yang

Lebih terperinci

JOBSHEET SENSOR SUHU (PTC, NTC, LM35)

JOBSHEET SENSOR SUHU (PTC, NTC, LM35) JOBSHEET SENSOR SUHU (PTC, NTC, LM35) A. TUJUAN Setelah melakukan praktikum ini, Mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengetahui pengertian rangkaian Sensor Suhu LM 35, PTC dan NTC terhadap besaran fisis. 2.

Lebih terperinci

Diagram blok sistem pengukuran

Diagram blok sistem pengukuran TEKNIK PENGUKURAN Mengukur adalah membandingkan parameter pada obyek yang diukur terhadap besaran yang telah distandarkan. Pengukuran merupakan suatu usaha untuk mendapatkan informasi deskriptif-kuantitatif

Lebih terperinci

ANALOG SIGNAL PROCESSING USING OPERASIONAL AMPLIFIERS

ANALOG SIGNAL PROCESSING USING OPERASIONAL AMPLIFIERS ANALOG SIGNAL PROCESSING USING OPERASIONAL AMPLIFIERS (PEMROSESAN SINYAL ANALOG MENGGUNAKAN PENGUAT OPERASIONAL) A. PENDAHULUAN Sinyal keluaran dari sebuah tranduser atau sensor sangat kecil hampir mendekati

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengukuran resistivitas dikhususkan pada bahan yang bebentuk silinder. Rancangan alat ukur ini dibuat untuk mengukur tegangan dan arus

Lebih terperinci

RESUME MATERI MATA KULIAH PENGUKURAN TEKNIK DAN INSTRUMENTASI

RESUME MATERI MATA KULIAH PENGUKURAN TEKNIK DAN INSTRUMENTASI KELOMPOK 3 RESUME MATERI MATA KULIAH PENGUKURAN TEKNIK DAN INSTRUMENTASI 1. UNGGAR PRAWASTO N. 2. MAR IE FIKRI S. 3. DITTO R. DESMAR D. Threshold (ambang) yaitu saat input instrumen dinaikkan secara bertahap

Lebih terperinci

Bab III. Operational Amplifier

Bab III. Operational Amplifier Bab III Operational Amplifier 30 3.1. Masalah Interfacing Interfacing sebagai cara untuk menggabungkan antara setiap komponen sensor dengan pengontrol. Dalam diagram blok terlihat hanya berupa garis saja

Lebih terperinci

Supervisory Control and Data Acquisition. Karakteristik Dasar Sensor

Supervisory Control and Data Acquisition. Karakteristik Dasar Sensor Supervisory Control and Data Acquisition Karakteristik Dasar Sensor Ir. Jos Pramudijanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Telp. 5947302 Fax.5931237 Email: pramudijanto@gmail.com Supervisory Control

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Sistem pengukur pada umumnya terbentuk atas 3 bagian, yaitu:

BAB II DASAR TEORI. Sistem pengukur pada umumnya terbentuk atas 3 bagian, yaitu: BAB II DASAR TEORI 2.1 Instrumentasi Pengukuran Dalam hal ini, instrumentasi merupakan alat bantu yang digunakan dalam pengukuran dan kontrol pada proses industri. Sedangkan pengukuran merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam merealisasikan suatu alat diperlukan dasar teori untuk menunjang hasil yang optimal. Pada bab ini akan dibahas secara singkat mengenai teori dasar yang digunakan untuk merealisasikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN LEBIH LANJUT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN LEBIH LANJUT BAB V KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN LEBIH LANJUT V. 1. Kesimpulan V. 1. 1. Sistem Kerja Pendeteksi Gaya dengan Strain Gage Gambar V.1 adalah pemetaan konversi besaran yang terjadi dalam pendeteksi gaya

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET INSTRUMENTASI

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET INSTRUMENTASI No.LST/TE/EKA5228/06 Revisi : 00 Tgl: 8 Sept 2015 Hal 1 dari 5 1. Kompetensi : Menjelaskan karakteristik dan kalibrasi rangkaian sensor suhu LM 335 2. Sub Kompetensi : 1) Menggambarkan kurva karakteristik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori teori yang mendasari perancangan dan perealisasian inductive wireless charger untuk telepon seluler. Teori-teori yang digunakan dalam skripsi

Lebih terperinci

SCADA dalam Sistem Tenaga Listrik

SCADA dalam Sistem Tenaga Listrik SCADA dalam Sistem Tenaga Listrik Karakteristik Dasar Sensor Ir. Jos Pramudijanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Telp. 5947302 Fax.5931237 Email: pramudijanto@gmail.com SCADA dalam Sistem Tenaga

Lebih terperinci

Pengenalan SCADA. Karakteristik Dasar Sensor

Pengenalan SCADA. Karakteristik Dasar Sensor Pengenalan SCADA Karakteristik Dasar Sensor Ir. Jos Pramudijanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Telp. 5947302 Fax.5931237 Email: pramudijanto@gmail.com Pengenalan SCADA - 03 1 Karakteristik Dasar

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Pada bab ini dijelaskan tentang pengujian alat ukur temperatur digital dan analisa hasil pengujian alat ukur temperatur digital. 4.1 Rangkaian dan Pengujian Alat Ukur Temperatur

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Signal Conditioning. Gambar 2.1 Diagram blok sistem pengukuran (buku measurement sistem Bolton)

BAB II DASAR TEORI. Signal Conditioning. Gambar 2.1 Diagram blok sistem pengukuran (buku measurement sistem Bolton) BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengukuran Sistem pengukuran adalah aktivitas yang membandingkan kuantitas fisik dari objek dan kejadian dunia nyata lalu memberikanya nilai atau angka terhadap kejadian tersebut.

Lebih terperinci

Instrument adalah alat-alat atau perkakas. Instrumentation adalah suatu sistem peralatan yang digunakan dalam suatu sistem aplikasi proses.

Instrument adalah alat-alat atau perkakas. Instrumentation adalah suatu sistem peralatan yang digunakan dalam suatu sistem aplikasi proses. Instrument adalah alat-alat atau perkakas. Instrumentation adalah suatu sistem peralatan yang digunakan dalam suatu sistem aplikasi proses. Contoh : sistem instrumentasi pesawat terbang, sistem instrumentasi

Lebih terperinci

Instrumentasi Sistem Pengaturan

Instrumentasi Sistem Pengaturan Instrumentasi Sistem Pengaturan Karakteristik Dasar Sensor Ir. Jos Pramudijanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Telp. 594732 Fax.5931237 Email: jos@elect-eng.its.ac.id 1 Karakteristik Dasar Spesifikasi

Lebih terperinci

Telemetri dan Pengaturan Remote

Telemetri dan Pengaturan Remote Telemetri dan Pengaturan Remote Karakteristik Dasar Sensor Ir. Jos Pramudijanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Telp. 5947302 Fax.5931237 Email: pramudijanto@gmail.com Tele & Remote - 02 1 Karakteristik

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGUKRAN. Primary sensing element Variable conversion element Data presentation element

KONSEP DASAR PENGUKRAN. Primary sensing element Variable conversion element Data presentation element KONSEP DASAR PENGUKRAN Primary sensing element Variable conversion element Data presentation element PRIMARY SENSING ELEMENT Elemen pengindraan Utama adalah Tranduser. Tranduser adalah sebuah alat yang

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN ISYARAT. Kuliah 1 Sinyal Deterministik

SISTEM PENGOLAHAN ISYARAT. Kuliah 1 Sinyal Deterministik TKE 2403 SISTEM PENGOLAHAN ISYARAT Kuliah 1 Sinyal Deterministik Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2009 1

Lebih terperinci

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang BAB II HARMONISA PADA GENERATOR II.1 Umum Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk menkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak balik. Arus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah proses pengaturan atau pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variable, parameter) sehingga berada pada suatu harga

Lebih terperinci

PERCOBAAN 10 RANGKAIAN DIFFERENSIATOR DAN INTEGRATOR OP-AMP

PERCOBAAN 10 RANGKAIAN DIFFERENSIATOR DAN INTEGRATOR OP-AMP PERCOBAAN 0 RANGKAIAN DIFFERENSIATOR DAN INTEGRATOR OP-AMP 0. Tujuan : ) Mendemonstrasikan prinsip kerja dari suatu rangkaian diffrensiator dan integrator, dengan menggunakan op-amp 74. 2) Rangkaian differensiator

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL UJI DAN ANALISA

BAB 4 HASIL UJI DAN ANALISA BAB 4 HASIL UJI DAN ANALISA Serangkaian uji dan analisa dilakukan pada alat, setelah semua perangkat keras (hardware) dan program dikerjakan. Pengujian alat dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat dapat

Lebih terperinci

MODUL 07 PENGUAT DAYA

MODUL 07 PENGUAT DAYA P R O G R A M S T U D I F I S I K A F M I P A I T B LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI MODUL 07 PENGUAT DAYA 1 TUJUAN Memahami konfigurasi dan prinsip kerja penguat daya kelas B dan AB. Memahami

Lebih terperinci

Gambar Rangkaian seri dengan 2 buah resistor

Gambar Rangkaian seri dengan 2 buah resistor 9.3. angkaian Dasar istrik.3. angkaian Seri Apabila dua buah tahanan kita hubungkan berturut-turut seperti didalam Gambar.3, maka rangkaian ini disebut rangkaian deret / seri. Gambar.3. angkaian seri dengan

Lebih terperinci

MODUL 06 RANGKAIAN FILTER PASIF

MODUL 06 RANGKAIAN FILTER PASIF P R O G R A M S T U D I F I S I K A F M I P A I T B LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI MODUL 06 RANGKAIAN FILTER PASIF 1 TUJUAN Memahami prinsip yang digunakan dalam rangkaian filter sederhana.

Lebih terperinci

PENYEARAH ARUS S1 INFORMATIKA ST3 TELKOM PURWOKERTO

PENYEARAH ARUS S1 INFORMATIKA ST3 TELKOM PURWOKERTO PENYEARAH ARUS S1 INFORMATIKA ST3 TELKOM PURWOKERTO 1. Gelombang Sinus Bentuk gelombang sinus ditunjukkan seperti pada Gambar dibawah ini. Gelombang sinus tersebut sesuai dengan persamaan v = p sin θ dimana

Lebih terperinci

RESONANSI PADA RANGKAIAN RLC

RESONANSI PADA RANGKAIAN RLC ESONANSI PADA ANGKAIAN LC A. Tujuan 1. Mengamati adanya gejala resonansi dalam rangkaian arus bolaik-balik.. Mengukur resonansi pada rangkaian seri LC 3. Menggambarkan lengkung resonansi pada rangkaian

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN Pada bab ini dilakukan proses akhir dari pembuatan alat Tugas Akhir, yaitu pengujian alat yang telah selesai dirancang. Tujuan dari proses ini yaitu agar

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SENSOR STRAIN GAUGE. Kurriawan Budi Pranata, Wignyo Winarko Universitas Kanjuruhan Malang

KARAKTERISASI SENSOR STRAIN GAUGE. Kurriawan Budi Pranata, Wignyo Winarko Universitas Kanjuruhan Malang KARAKTERISASI SENSOR STRAIN GAUGE Kurriawan Budi Pranata, Wignyo Winarko Universitas Kanjuruhan Malang kurriawan@gmail.com, wignyowinarko@gmail.com ABSTRAK. Karakterisasi sensor strain gauge dengan resistansi

Lebih terperinci

SENSOR DAN TRANDUSER. Aktuator C(s) Sensor / Tranduser

SENSOR DAN TRANDUSER. Aktuator C(s) Sensor / Tranduser SENSOR DAN TRANDUSER PENGANTAR Pada sistem pengaturan loop tertutup, terkadang bentuk energi dari sinyal keluaran plant tidak sama dengan bentuk energi dari sinyal masukan sehingga tidak dapat dibandingkan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i. KEPEMILIKAN DAN PENGESAHAN... iii UNIT I. KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN... 1 UNIT II. APLIKASI OP-AMP 1...

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i. KEPEMILIKAN DAN PENGESAHAN... iii UNIT I. KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN... 1 UNIT II. APLIKASI OP-AMP 1... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i KEPEMILIKAN DAN PENGESAHAN... iii UNIT I. KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN... 1 UNIT II. APLIKASI OP-AMP 1... 7 UNIT III. APLIKASI OP-AMP PENGUAT TAK MEMBALIK... 12 UNIT IV. APLIKASI

Lebih terperinci

TUJUAN Setelah menyelesaikan perkuliahan ini peserta mampu:

TUJUAN Setelah menyelesaikan perkuliahan ini peserta mampu: TUJUAN Setelah menyelesaikan perkuliahan ini peserta mampu: Menggunakan rumus-rumus dalam rangkaian elektronika untuk menganalisis rangkaian pengkondisi sinyal pasif Menggunakan kaidah, hukum, dan rumus

Lebih terperinci

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS 1. Ada empat buah muatan titik yaitu Q 1, Q 2, Q 3 dan Q 4. Jika Q 1 menarik Q 2, Q 1 menolak Q 3 dan Q 3 menarik Q 4 sedangkan Q 4 bermuatan negatif,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM. Bab ini menjelaskan tentang pengujian program yang telah direalisasi.

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM. Bab ini menjelaskan tentang pengujian program yang telah direalisasi. BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM Bab ini menjelaskan tentang pengujian program yang telah direalisasi. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah program yang telah direalisasi sesuai dengan

Lebih terperinci

Besaran dan Pengukuran Rudi Susanto,M.Si

Besaran dan Pengukuran Rudi Susanto,M.Si Besaran dan Pengukuran Rudi Susanto,M.Si Materi Besaran Fisika Pengukuran dan Satuan Satuan Sistem Internasional Penetapan Nilai Satuan SI untuk Besaran Pokok Awalan Satuan Konversi Satuan Pengukuran Pengukuran

Lebih terperinci

ADC (Analog to Digital Converter)

ADC (Analog to Digital Converter) ADC (Analog to Digital Converter) Analog to Digital Converter (ADC) adalah sebuah piranti yang dirancang untuk mengubah sinyal-sinyal analog menjadi sinyal sinyal digital. IC ADC 0804 dianggap dapat memenuhi

Lebih terperinci

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS 1. Dua buah bola bermuatan sama (2 C) diletakkan terpisah sejauh 2 cm. Gaya yang dialami oleh muatan 1 C yang diletakkan di tengah-tengah kedua muatan adalah...

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR II HUKUM OHM

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR II HUKUM OHM LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR II HUKUM OHM Oleh Nama NPM Semester : Yestri Hidayati : A1E011062 : II. B Tanggal Praktikum : Jum at, 06 April 2012 UNIVERSITAS BENGKULU FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sensor/Tranduser Sensor adalah elemen yang menghasilkan suatu sinyal yang tergantung pada kuantitas yang diukur. Sedangkan tranduser adalah suatu piranti yang mengubah suatu sinyal

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN LISTRIK

DASAR PENGUKURAN LISTRIK DASAR PENGUKURAN LISTRIK OUTLINE 1. Objektif 2. Teori 3. Contoh 4. Objektif Teori Contoh Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu: Menjelaskan dengan benar mengenai sensor mekanik. Menjelaskan dengan benar

Lebih terperinci

Jembatan Arus Searah dan Pemakaiannya

Jembatan Arus Searah dan Pemakaiannya 7- PENDAHULUAN BAB.7 Jembatan Arus Searah dan Pemakaiannya angkaian-rangkaian jembatan dipakai secara luas untuk pengukuran nilai-nilai komponen seperti tahanan, induktansi atau kapasitansi, dan parameter

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTEK KERJA LABORATORIUM 1

LAPORAN RESMI PRAKTEK KERJA LABORATORIUM 1 LAPORAN RESMI PRAKTEK KERJA LABORATORIUM 1 KODE: L - 4 JUDUL PERCOBAAN : ARUS DAN TEGANGAN PADA LAMPU FILAMEN TUNGSTEN DI SUSUN OLEH: TIFFANY RAHMA NOVESTIANA 24040110110024 LABORATORIUM FISIKA DASAR FAKULTAS

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SKRIPSI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SKRIPSI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 167 Telp & Fax. 0341 554166 Malang 65145 KODE PJ-01 PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Hasil Perancangan Berikut ini adalah hasil perancangan universal gas sensor menggunakan analog gas detector gas MQ-2 dan arduino uno r3 ditampilkan pada LCD 16x2. Gambar 4.1

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TERMOMETER SUHU TINGGI DENGAN TERMOKOPEL

RANCANG BANGUN TERMOMETER SUHU TINGGI DENGAN TERMOKOPEL RANCANG BANGUN TERMOMETER SUHU TINGGI DENGAN TERMOKOPEL Oleh: Yusman Wiyatmo dan Budi Purwanto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY ABSTRAK Tujuan yang akan dicapai melaui penelitian ini adalah: 1) membuat

Lebih terperinci

Tri Santoso ( )

Tri Santoso ( ) @ Mei.2016 Oleh : Tri Santoso (2212106094) Dosen Pembimbing : Suwito, ST., MT. Ir. Tasripan, MT. Model Peternakan Sapi perah boyolali. Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 JAWA TIMUR 551977 554312 416419

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam

BAB III PERENCANAAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam BAB III PERENCANAAN Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam merencanakan alat yang dibuat. Adapun pelaksanaannya adalah dengan menentukan spesifikasi dan mengimplementasikan dari

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

ALAT UKUR ANALOG ARUS SEARAH

ALAT UKUR ANALOG ARUS SEARAH ALAT UKU ANALOG AUS SEAAH Alat Ukur dan Pengukuran Telekom Pokok Bahasan Penunjuk Analog Arus Searah Voltmeter DC Ampermeter DC Ohmmeter Multimeter Efek pembebanan 1. Penunjuk Analog Arus Searah (1/6)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini, akan dibahas sebagian dari rangkaian dasar arus searah, antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini, akan dibahas sebagian dari rangkaian dasar arus searah, antara lain : BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya, pengukuran suatu resistansi dapat dilakukan dengan mudah. Namun kelemahannya adalah kurang akurat. Pengukuran resistansi yang lebih baik dapat dilakukan dengan cara: 1.

Lebih terperinci

Oleh Marojahan Tampubolon,ST STMIK Potensi Utama

Oleh Marojahan Tampubolon,ST STMIK Potensi Utama Oleh Marojahan Tampubolon,ST STMIK Potensi Utama Sensor Sensor merupakan suatu alat/device yang berfungsi mengubah suatu besaran fisik (kecepatan,suhu,intensitas cahaya) dan besaran kimia (molaritas, mol)

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN LISTRIK

DASAR PENGUKURAN LISTRIK DASAR PENGUKURAN LISTRIK OUTLINE 1. Objektif 2. Teori 3. Contoh 4. Simpulan Objektif Teori Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu: Menjelaskan dengan benar mengenai prinsip RTD. Menjelaskan dengan benar mengenai

Lebih terperinci

Pengkondisian Sinyal. Rudi Susanto

Pengkondisian Sinyal. Rudi Susanto Pengkondisian Sinyal Rudi Susanto Tujuan Perkuliahan Mahasiswa dapat menjelasakan rangkaian pengkondisi sinyal sensor Mahasiswa dapat menerapkan penggunaan rangkaian pengkondisi sinyal sensor Pendahuluan

Lebih terperinci

JOBSHEET 6 PENGUAT INSTRUMENTASI

JOBSHEET 6 PENGUAT INSTRUMENTASI JOBSHEET 6 PENGUAT INSTUMENTASI A. TUJUAN Tujuan dari pembuatan modul Penguat Instrumentasi ini adalah :. Mahasiswa mengetahui karakteristik rangkaian penguat instrumentasi sebagai aplikasi dari rangkaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. membandingkan tersebut tiada lain adalah pekerjaan pengukuran atau mengukur.

BAB II LANDASAN TEORI. membandingkan tersebut tiada lain adalah pekerjaan pengukuran atau mengukur. BAB II LANDASAN TEORI II.I. Pengenalan Alat Ukur. Pengukuran merupakan suatu aktifitas dan atau tindakan membandingkan suatu besaran yang belum diketahui nilainya atau harganya terhadap besaran lain yang

Lebih terperinci

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar!

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar! Pilihlah Jawaban yang Paling Tepat! Pilihlah jawaban yang benar!. Sebuah pelat logam diukur menggunakan mikrometer sekrup. Hasilnya ditampilkan pada gambar berikut. Tebal pelat logam... mm. 0,08 0.,0 C.,8

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun keseluruhan sistem, prosedur pengoperasian sistem, implementasi dari sistem dan evaluasi hasil pengujian

Lebih terperinci

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J 1. Besarnya usaha untuk menggerakkan mobil (massa mobil dan isinya adalah 1000 kg) dari keadaan diam hingga mencapai kecepatan 72 km/jam adalah... (gesekan diabaikan) A. 1,25 x 10 4 J B. 2,50 x 10 4 J

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM FISIKA DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM FISIKA DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN LAPORAN TETAP PRAKTIKUM FISIKA DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAKPASTIAN Disusun oleh: 1. Derryl Tri Jaya (061340411682) 2. Erlangga Pangestu (061340411685) 3. Feraliza Widanti (061340411686) 4. Juriwon (06134041)

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM AKUISISI DATA TEMPERATUR BERBASIS PC DENGAN SENSOR THERMOPILE MODULE (METODE NON-CONTACT)

RANCANG BANGUN SISTEM AKUISISI DATA TEMPERATUR BERBASIS PC DENGAN SENSOR THERMOPILE MODULE (METODE NON-CONTACT) RANCANG BANGUN SISTEM AKUISISI DATA TEMPERATUR BERBASIS PC DENGAN SENSOR THERMOPILE MODULE (METODE NON-CONTACT) Wildian dan Irza Nelvi Kartika Jurusan Fisika Universitas Andalas wildian_unand@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I. PENGUKURAN. Kompetensi : Mengukur besaran fisika (massa, panjang, dan waktu) Pengalaman Belajar :

BAB I. PENGUKURAN. Kompetensi : Mengukur besaran fisika (massa, panjang, dan waktu) Pengalaman Belajar : BAB I. PENGUKURAN Kompetensi : Mengukur besaran fisika (massa, panjang, dan waktu) Pengalaman Belajar : Memahami peta konsep tentang besaran fisika, Mengenal besaran pokok dan satuan standar besaran pokok

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi dalam era globalisasi setiap harinya mengalami perkembangan yang dinamis, salah satu bentuk dari perkembangan teknologi tersebut terutama di bidang industri

Lebih terperinci

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING)

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING) INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING) I. TUJUAN Tujuan dari pembuatan modul Penguat Inverting ini adalah: 1. Mahasiswa mengetahui karakteristik rangkaian penguat inverting sebagai

Lebih terperinci

MODUL 6 APLIKASI TERMOMETER DENGAN SENSOR LM35 PADA CPU1215C AC/DC/RELAY

MODUL 6 APLIKASI TERMOMETER DENGAN SENSOR LM35 PADA CPU1215C AC/DC/RELAY MODUL 6 APLIKASI TERMOMETER DENGAN SENSOR LM35 PADA CPU1215C AC/DC/RELAY 1. Tujuan Percobaan Memahami Cara Membaca Data Sensor LM35 dengan PLC Siemens CPU1215C AC/DC/Relay Memahami Proses Modifikasi Data

Lebih terperinci

BAB I BESARAN DAN SATUAN

BAB I BESARAN DAN SATUAN BAB I BESARAN DAN SATUAN A. STANDAR KOMPETENSI :. Menerapkan konsep besaran fisika, menuliskan dan menyatakannya dalam satuan dengan baik dan benar (meliputi lambang, nilai dan satuan). B. Kompetensi Dasar

Lebih terperinci