masalah pangan tidak begitu dirasakan oleh sebagian keluarga antara lain karena banyaknya bantuan yang diterima. Selain itu kondisi kehidupan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "masalah pangan tidak begitu dirasakan oleh sebagian keluarga antara lain karena banyaknya bantuan yang diterima. Selain itu kondisi kehidupan"

Transkripsi

1 PEMBAHASAN UMUM Bencana yang menimpa umat manusia bisa berupa bencana alam maupun bencana akibat perilaku manusia. Bancana gempa dan tsunami salah satu dari bencana alam. Bencana akibat perilaku manusia seperti pengundulan hutan yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor, selain itu bencana yang diakibatkan oleh konflik yang berkepanjangan. Respon terhadap kedua jenis bencana tersebut kemungkinan besar tidaklah sama. Di Nanggroe Aceh Darussalam telah terjadi dua bencana sekaligus baik bencana alam maupun bencana yang diakibatkan konflik bersenjata, kedua bencana tersebut telah banyak menelan korban jiwa. Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada korban bencana alam yang diakibatkan oleh gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember Kota Banda Aceh merupakan salah satu daerah yang tertimpa bencana alam, tetapi tidak terkena bencana yang diakibatkan oleh konflik bersenjata. Bencana gempa dan tsunami menyisakan berbagai persoalan baikditingkat pusat maupun daerah. Pada level keluarga persoalan yang dihadapi antara lain masalah pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian (sandang) dan masakah pekerjaan/pendapatan. Pada awal terjadinya bencana masalah pangan dialami hampir semua keluarga korban bahkan hampir seluruh masyarakat Banda Aceh. Hal ini dikarenakan persediaan makanan di lokasi bencana terbatas dan juga transfortasi yang terputus sehingga pasokan pangan dari daerah lain terhenti. Beberapa hari setelah terjadi bencana bantuan pangan mulai berdatangan, sehingga beberapa bulan pasca bencana banyak keluarga yang masih menerima bantuan berupa beras, lauk pauk, minyak goreng, mie instan, gula pasir dan bantuan lainnya yang bisa dikonsumsi. Selain itu keluarga juga menerima uang tunai Rp /orang/bulan. Kebutuhan pangan keluarga saat itu sangat tergantung kepada bantuan orang lain. Saat penelitian ini berlangsung yaitu 1.5 tahun pasca tsunami bantuan pangan mulai berkurang dan hanya diprioritaskan kepada anak yatim dan orangorang yang benar-benar tidak mampu, sehingga masalah pangan mulai dirasakan kembali oleh sebagian keluarga. Hasil temuan di lapangan masih ada 5.1 persen keluarga yang mengalami masalah dengan pangan. Angka ini memang relatif kecil jika dibandingkan dengan bencana yang luar biasa. Ada beberapa alasan mengapa

2 masalah pangan tidak begitu dirasakan oleh sebagian keluarga antara lain karena banyaknya bantuan yang diterima. Selain itu kondisi kehidupan keluarga saat sebelum bencana tidak termasuk dalam katagori penduduk miskin, terbukti sebagian besar keluarga masih memiliki aset yang masih bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Masalah kesehatan setelah 1.5 tahun pasca tsunami hanya dialami oleh sebagian kecil (7.2%) keluarga. Hal ini disebabkan karena masih adanya poskoposko kesehatan yang menyediakan pengobatan gratis bagi keluarga korban yang mengalami masalah kesehatan. Untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas di Kota Banda Aceh pasca tsunami, beberapa rumah sakit besar, puskesmas, puskesmas pembantu dan klinik kesehatan telah mengalami perbaikan baik dari segi fisiknya, penambahan tenaga medis dan perbaikan anministrasi. Kalau diperhatikan secara tipologi, masalah kesehatan lebih tinggi dialami oleh keluarga duda jika dibandingkan dengan keluarga utuh dan janda, ini disebabkan karena pada keluarga duda masalah pengasuhan dan perawatan kesehatan lainnya merupakan hal baru yang harus ditangani sendiri, dimana sebelumnya masalah ini ditangani oleh istri. Masalah lain yang dialami oleh sebagian besar keluarga di Aceh adalah masalah pendidikan yang mengalami penderitaan ganda. Pertama, sistem pendidikan lumpuh karena konflik politik dan kekerasan bersenjata mengorbankan warga sipil dan anak-anak. Kedua, krisis karena bencana alam yang menghancurkan sarana pendidikan dan tenaga pendidik. Membangun kembali prasarana dan sarana pendidikan pasca-bencana disatu sisi memberi semacam keuntungan berupa kesempatan membangun kembali sistem pendidikan yang menghindari kelemahan dan kesalahan di masa lalu, menciptakan sistem pendidikan yang menghargai harkat kemanuasiaan, menciptakan solidaritas dan harmoni yang memecah akar-akar konflik politik. Demikian juga merupakan sebuah kesempatan untuk merekonseptualisasi kurikulum dan metode dalam kerangka jangka panjang berdasar kebutuhan nyata siswa, termasuk memperkuat sistem formasi pengajar dengan memberi berbagai macam pelatihan yang dibutuhkan. Secara tipologi masalah pendidikan lebih banyak dialami oleh keluarga janda karena ketiadaan orang yang mencari nafkah untuk keperluan pendidikan. Namun demikian satu hal yang cukup membanggakan bagi masyarakat Aceh saat ini yaitu perhatian PEMDA dengan memberikan pendidikan gratis mulai dari TK

3 sampai SLTA. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan semua anak-anak usia sekolah dapat mengikuti wajib belajar 9 tahun. Di samping itu, banyak beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa yang sedang mengikuti pendidikan baik di Aceh maupun luar Aceh mulai dari Diploma sampai Program Doktor (S3). Masalah perumahan/tempat tinggal dialami hampir semua korban, karena keluarga tinggal di tenda atau barak pengungsian yang kondisinya tidak memenuhi standar kesehatan. Di barak ruangan yang disiapkan hanya satu ruangan yang berukuran 4x4 meter persegi yang harus dihuni untuk satu keluarga. Semua aktivitas harus dilakukan dalam satu ruangan tanpa ada pembatas. Di samping itu juga tidak tersedianya MCK yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Untuk mengatasi permasalahan perumahan yang dialami sebagian besar keluarga di Kota Banda Aceh, BRR berusaha membangun kembali rumah-rumah penduduk yang hancur, namun usaha itu belum seluruhnya terpenuhi, karena terkendala dengan permasalahan hak kepemilikan tanah. Banyak sertifikat yang hilang sehingga menyulitkan penetaan kembali tanah-tanah penduduk yang pemiliknya hilang. Di samping itu, masalah pembangunan rumah juga pada awal pelaksanaannya tidak melibatkan masyarakat setempat, pembangunan dilakukan oleh para kontraktor dan buruh bangunan dari luar Aceh. Masyarakat setempat menjadi penonton di negeri sendiri tanpa bisa berbicara sepatahpun dan dipaksa untuk menerima apa adanya. Banyak rumah yang sudah siap, tetapi tidak layak untuk ditempati, tidak memiliki MCK, berlantaikan tanah dan tidak memiliki kamar. Secara tipologi masalah perumahan lebih banyak dialami oleh keluarga utuh jika dibandingkan dengan keluarga duda dan janda, ini dikarenakan pada keluarga utuh kehidupan keluarga sedikit berbeda, sehingga barak yang hanya disediakan satu ruangan dirasakan sangat tidak memadai. Awal terjadinya bencana masalah pakaian merupakan masalah besar, namun beberapa hari kemudian hal tersebut dapat segera diatasi karena banyaknya bantuan. Pada saat penelitian ini dilakukan masalah pakaian ini tidak menjadi suatu permasalahan yang besar, karena banyaknya bantuan pakaian yang diterima keluarga. Selain itu bagi keluarga yang kehidupannya biasa-biasa saja pakaian bukanlah hal pokok yang harus selalu terpenuhi untuk berbagai kesempatan. Pakaian baru hanya dibeli pada saat-saat tertentu saja misalnya saat lebaran. Saat ini yang menjadi satu permasalahan besar adalah masalah pekerjaan. Hilangnya pekerjaan berarti tidak memilki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan

4 keluarga sehari-hari, hal ini dapat mempengaruhi tingkat stres keluarga. Saat penelitian ini berlangsung ada 10.1 persen keluarga kehilangan pekerjaan yang dikarenakan tidak memiliki modal untuk usaha, kehilangan peralatan untuk ke laut bagi para nelayan dan hancurnya tambak. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan LSM untuk mengatasi masalah pekerjaan ini misalnya memberikan pinjaman modal usaha, memberikan bantuan perahu dan menata kembali tambaktambak penduduk yang hancur. Di samping itu juga banyak dilakukan pelatihan untuk membantu para remaja yang tidak melanjutkan pendidikan, ibu-ibu yang tidak bekerja dengan tujuan agar para remaja dan ibu-ibu memiliki keterampilan dan dapat bekerja untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Secara tipologi masalah pekerjaan lebih banyak dialami oleh keluarga janda. Ini disebabkan keluarga janda harus bekerja sendiri untuk menggantikan suami mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tingkat Stres Keluarga Salah satu faktor yang perlu diperhatikan keberhasilan program pembangunan di Aceh saat ini, adalah faktor psikologi dan sosiologi masyarakat Aceh agar bisa keluar dari trauma kehilangan keluarga dan harta untuk masuk ke dalam kehidupan yang penuh harapan akan masa depan yang lebih baik. Sikap ini juga harus didukung oleh semangat solidaritas dan rasa senasib sepenanggungan kita semua untuk membangun Aceh kembali. Banyak permasalahan yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami yang tidak dapat diselesaikan dapat menimbulkan stres. Kemampuan individu dalam melakukan tindakan yang kongkrit dan membuat suatu keputusan yang dapat memberikan hasil yang menyenangkan, serta menghindari diri dari situasi yang menyulitkan. Hasil penelitian menunjukkan rendahnya tingkat stres yang dialami keluarga setelah 1 tahun pasca bencana diperlihat dari gejala-gejala stres yang dialami keluarga relatif kecil baik secara fisik, psikis, kognitif dan perilaku. Rendahnya tingkat stres tidak berarti telah melupakan semua peristiwa yang pernah dialami. Peristiwa itu tidak pernah terlupakan seumur hidup, tetapi masyarakat Aceh umumnya dapat menerima segala sesuatu yang sudah kehendak Yang Maha Kuasa siapapun tidak dapat menyangkalnya. Pengukuran tingkat stres dengan menggunakan pendekatan Family Inventory of Life dalam penelitian ini tidak dapat menggungkap tingkat stres yang

5 dialami kepala keluarga yang disebabkan oleh mata-mata peristiwa yang lalu, karena gejala-gejala yang dirasakan sekarang sebagai penyebab stres sudah tidak dirasakan lagi oleh sebagian besar kepala keluarga, sehingga tingkat stres yang diperlihatkan menjadi rendah, namun dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Holmes dan Rahe mampu mengungkap tingkat stres sebagai akibat peristiwa masa lalu, karena di dalam instrumen tersebut tercantum butir-butir yang menyebabkan stres seperti kehilangan pasangan, kehilangan aset, kematian keluarga dekat, perubahan kondisi keuangan dan kematian teman dekat, perubahan tempat tinggal dan lain sebagainya adalah sesuatu hal yang masih dapat memicu stres keluarga dengan skor yang telah ditentukan, sehingga satu tahun pasca gempa dan tsunami stres kepala keluarga masih tetap dirasakan. Secara tipologi, kematian pasangan merupakan penyebab stres terbesar yang dirasakan oleh keluarga duda dan janda, tetapi pada keluarga utuh penyebab stres terbesar adalah kehilangan aset. Temuan ini diperkuat oleh Darmaningtyas (2005) yang menyatakan bahwa kematian merupakan dimensi utama kehilangan dan merupakan kejadian paling traumatis yang dialami oleh seorang individu. Stres paling berat yang dirasakan orang dewasa adalah karena kehilangan orang-orang dekat yang dicintai sekaligus kehilangan rumah dan harta benda. Lebih lanjut Freedy, Saladin, Kilpatrick, Resnick, dan Saunders (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa kehilangan sumberdaya adalah prediktor yang lebih penting dari stres psikologi dibandingkan ancaman hidup yang dirasakan 4-7 bulan setelah gempa Sierra Madre (Los Angeles County, California, 1991). Strategi Coping Keadaan stres yang dialami seseorang akan menimbulkan efek yang kurang menguntungkan baik secara fisiologis maupun psikologis. Setiap individu tidak akan membiarkan efek-efek negatif itu terus terjadi, ia akan melakukan suatu tindakan untuk mengatasi permasalahan yang disebut dengan coping. Respon coping individu itu akan diolah sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu perilaku coping dengan tujuan: (1) mengurangi bahaya dari lingkungan sekitar: (2) mengatur dan bertahan pada realitas yang ada; (3) memelihara self-image yang positif; (4) mengatur keseimbangan emosi dan (5) membina hubungan baik dengan pihak lain (Lazarus, 1993).

6 Pada dasarnya, manusia melakukan perilaku coping dengan tujuan untuk keluar dari situasi yang tidak menyenangkan dan mengembalikan fungsi psikologis (menstabilkan atau menetralisir kembali keadaan yang mengganggu). Tingkah laku ini timbul dari sejumlah tahap, pertama menilai sumber stres yang dihadapi serta sumber-sumber yang dimiliki untuk mengatasinya dan kemudian baru bertindak. Penilaian terhadap suatu situasi tidak dapat digeneralisasikan sama pada semua individu. Setiap individu mempunyai respon yang berbeda terhadap suatu sumber stres (termasuk sumber stres yang sama). Situasi tertentu dapat dapat dinilai sebagai ancaman atau sebagai tantangan tergantung pada pengalaman individu yang bersifat internal dan eksternal. Berdasarkan penilaian tersebut akan terjadi perilaku yang sesuai dengan penilaian tersebut, Misalnya masalah pangan yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami dinilai dapat mengakibat kebutuhan gizi keluarga dapat terganggu, maka masalah ini harus segera dicarikan jalan keluarnya. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi, keluarga melakukan berbagai coping strategi baik yang berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 44.2 persen keluarga melakukan strategi coping yang berfokus pada masalah yang tergolong tinggi. Upaya keluarga mengatasi permasalahan yang dihadapi melalui strategi coping berfokus pada masalah yang paling banyak dilakukan adalah merubah gaya hidup. Untuk mengatasi masalah kesehatan selain memperoleh bantuan dari pemerintah dan LSM, keluarga juga berusaha lebih dari biasanya bila perlu meminjam pada tetangga yang masih memilikinya. Dan untuk mengatasi masalah perumahan selain melakukan hal-hal tersebut diatas, kepala keluarga juga membuat perencanaan agar apa yang dilakukan lebih terkonsentrasi. Begitu juga upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah melalui strategi coping yang berfokus pada emosi, coping ini dilakukan dengan tidak melakukan sesuatu secara tergesa-gesa, memperhatikan seseorang yang dikagumi menyelesaikan masalah dan mencoba melupakan segalanya. Rendahnya kemampuan keluarga dalam melakukan coping tidak saja dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga cukup memiliki sumberdaya baik dari segi sosial ekonomi maupun dari faktor ciri-ciri pribadi dan dukungan sosial, tetapi coping yang dilakukan sebagian besar tergolong dalam katagori rendah. Ini terjadi karena ada faktor

7 ketidaktahuan keluarga terhadap apa yang harus dilakukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi. Di samping itu, pembinaan yang dilakukan belum sepenuhnya menjangkau seluruh permasalahan yang dihadapi keluarga. Individu lebih banyak menerima bantuan material sehingga kurang mau berusaha sendiri untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi. Cooper dan Payne (1991), untuk mengatasi masalah yang dihadapi individu tidak hanya melakukan satu strategi coping saja, melainkan beberapa strategi yang dinilai tepat dan sesuai dengan dirinya sendiri. Jenis coping mana yang akan digunakan dan bagaimana dampaknya tergantung pada jenis stressor yang dialaminya. Berdasarkan hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan positif nyata sebesar 40.7 persen antara coping berfokus pada masalah dan coping berfokus pada emosi. Hal ini menunjukkan bahwa coping yang dilakukan individu selalu berdampingan dan beriringan. Misalnya seseorang akan melakukan suatu tindakan sambil memohon petunjuk semoga usaha yang dilakukan mencapai tujuan yang diinginkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan strategi coping dilakukan karena mengalami tingkat stres tinggi, tetapi coping tetap dilakukan walaupun tingkat stres minor dengan metode family inventory of life. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa coping bukan saja keberhasilan individu dalam mengatasi stresnya, tetapi usaha yang dilakukan untuk keluar dari situasi yang menekan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tingkah laku coping adalah berdiri sendiri, terpisah dari keberhasilan atau kegagalan individu dalam mengatasi stresnya. Menurut Caplan (Friedman 1998), mencari pendukung sosial dalam jaringan kerja sosial keluarga merupakan strategi coping keluarga eksternal yang utama. Pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga, kelompok profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada kepentingan bersama. Terdapat tiga sumber umum dukungan sosial yaitu penggunaan jaringan dukungan sosial informal, penggunaan sistem sosial formal, dan penggunaan kelompok-kelompok mandiri. Penggunaan jaringan sistem dukungan sosial informal biasanya diberikan oleh kerabat dekat dan tokoh masyarakat. Penggunaan sistem sosial formal dilakukan oleh keluarga ketika keluarga gagal untuk menangani masalahnya sendiri, maka keluarga harus dipersiapkan untuk beralih kepada profesional bayaran untuk memecahkan masalah. Penggunaan kelompok mandiri

8 sebagai bentuk dukungan sosial dapat dilakukan melalui organisasi (Friedman, 1998). Di Propinsi NAD sudah lama dikenal nilai-nilai budaya yang berlaku dalam tata kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat difungsikan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan permasalahan lainnya. Perilaku sosial yang telah lama dikenal itu diwujudkan dalam falsafah saling asih, saling asuh dan saling asah. Secara harfiah arti falsafah hidup yang sangat tinggi adalah saling mengasihi, saling mengasuh dan saling memberikan pengetahuan antar warga masyarakat, baik dalam kehidupan keluarga, tetangga, kelompok, maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Potensi lokal yang sudah tumbuh dan berkembang secara turun temurun tetap diperhatikan serta dimanfaatkan oleh masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam sebagai sumberdaya dalam mengatasi berbagai permasalahan pasca gempa dan tsunami. Untuk itu upaya untuk menggali, membangkitkan, memotivasi dan mengaktualisasikan potensi lokal yang ada di masyarakat yang kemudian diubah menjadi gagasan strategis sebagai bagian yang penting, bahkan terpenting dalam pembangunan masyarakat dan keluarga. Dengan demikian kendati pun gempa dan tsunami menimpa sebagian penduduk yang pekerjaan utamanya ada di sektor pertanian, namun sebagian masyarakat masih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya meskipun dalam kondisi yang kurang memadai. Salah satu penyebabnya adalah adanya sikap kepedulian yang cukup tinggi antar warga dalam berbagai hal. Sikap kepedulian yang dimiliki warga Aceh sudah menjadi suatu budaya yang tercermin jelas dalam berbagai adat atau kebiasaan masyarakat, dalam pergaulan sehari-hari. Beberapa perilaku sosial tersebut antara lain: (1) Kerja sama yang harmonis dalam mengerjakan kegiatan pembangunan sosial dan gotong royong dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal. Kerja sama ini terlihat dalam kegiatan kerja bakti untuk pembangunan mesjid, jembatan, MCK dan perbaikan saluran air yang hancur akibat tsunami (2) Musyawarah dalam memecahkan masalah kemasyarakatan misalnya rapatrapat atau pengajian antar warga, antar tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat desa atau kelurahan. Media rapat difungsikan untuk mendiskusikan kegiatan keagamaan dan menyelesaikan berbagai masalah kemasyarakatan.

9 Biasanya pada akhir pertemuan selalu dirumuskan hasil musyawarah atas dasar sumbangan pemikiran dari warga yang hadir (3) Saling menolong antar tetangga (kesetiakawanan sosial) yang terlihat jelas dari spontanitas masyarakat dalam menolong anggota masyarakat lainnya, misalnya saat terjadi gempa dan tsunami bagi warga yang rumahnya tidak hancur bersedia menampung tetangganya yang rumahnya hancur dan rela berbagi dalam hal makanan, dan pakaian (4) Saling mengingatkan jika tetangga melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat. Keberfungsian keluarga Pada awal terjadi bencana gempa dan tsunami kehidupan keluarga sempat terganggu akibat tercerai berainya anggota keluarga, orang tua kehilangan anak, istri kehilangan suami dan lain sebagainya yang mengakibatkan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan baik. Dalam rangka mengembalikan fungsi keluarga dalam pembentukan SDM, perlu strategi peningkatan fungsi keluarga yang baik menuju terbentuknya ketahanan keluarga. Menurut Chapman (2000) ada lima tanda adanya keluarga berfungsi dengan baik (funcsional family), yaitu: (1) sikap melayani sebagai tanda mulia; (2) keakraban antara suami-istri menuju kualitas perkawinan yang baik; (3) orang tua yang mengajar dan melatih anaknya dengan penuh tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten dan mengembangkan ketrampilan; (4) suami-istri yang menjadi pemimpin dengan penuh kasih dan (5) anak-anak yang mentaati dan menghormati orang tua. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Eyree (1995) menyatakan ada tiga langkah menuju keluarga menuju keluarga harmonis, yaitu membangun dasar tata hukum keluarga, mengatur ekonomi keluarga dan memelihara tradisi keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi keluarga melalui peran ayah dan ibu secara keseluruhan belum berjalan sebagaimana mestinya. Ini terlihat dari ratarata skor fungsi keluarga adalah Berdasarkan tipologi, fungsi instrumental dan ekspresif pada keluarga utuh lebih baik jika dibandingkan dengan keluarga duda dan janda. Hal ini disebabkan pada keluarga utuh fungsi instrumental yang diperankan oleh ayah dan fungsi ekspresif yang diperankan oleh ibu dapat dilakukan secara bersama-sama sesuai dengan tanggung jawab masing-masing dengan satu tujuan yaitu kesejahteraan anggota keluarga.

10 Belum berfungsinya secara baik fungsi instrumental maupun ekspresif pada keluarga duda atau janda karena ayah dan ibu yang menjadi janda atau duda membutuhkan penyesuaian dalam menjalankan peran ganda. Seorang ibu yang harus berperan sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan biologis dan fisik anggota keluarganya. Seorang ibu belum terbiasa harus bekerja keras di luar rumah. Begitu juga dengan seorang ayah akan merasa bingung bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis, sosial dan emosi, kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan pengembangan diri anak dapat berjalan dengan baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingginya strategi coping yang dilakukan keluarga tidak serta merta mengakibatkan membaiknya fungsi instrumental. Berfungsinya keluarga dengan baik merupakan dambaan setiap anak, karena keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Seperti yang diungkapkan oleh Spencer dan Inkeles (1982) dan Macionis (1995) bahwa tempat sosialisasi yang paling penting bagi seorang anak adalah keluarganya yang berfungsi untuk memberikan dukungan emosi dengan penuh kehangatan dan intimasi sepanjang kehidupan anak. Keluarga juga sangat penting dalam mentransfer budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Anak-anak belajar secara kontinyu pada orang tuanya. Pengasuhan sangat penting dalam perkembangan sosial anak dan bervariasi dari satu keluaga dengan keluarga lainnya. Pengasuhan meliputi kontak fisik, stimulasi verbal dan tanggap terhadap lingkungan di sekitarnya. Implikasi terhadap Kebijakan (1) Pada hakikatnya, permasalahan yang terjadi pasca tsunami adalah masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat lokal. Untuk itu, penanganan masalah tersebut harus berbasiskan masyarakat karena masyarakatlah yang paling tahu kondisi permasalahannya. Penanganan permasalahan yang sentralistik dan sektoral hanya mengakibatkan masyarakat semakin tidak peduli terhadap permasalahan yang berkembang di lingkungannya (2) Strategi pemberdayaan keluarga lebih cenderung mengembangkan programprogram yang ditujukan untuk mengoptimalkan program-program pemba-ngunan yang bercirikan sistem sosial budaya setempat. Dengan cara demikian, selain lebih tepat sasaran, juga dapat meningkatkan kehidupan orang-orang miskin dan penduduk umumnya hingga mencapai standar minimum. Mereka juga

11 diharapkan dapat meraih kesempatan-kesempatan tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki oleh masyarakat. (3) Strategi pemberdayaan keluarga berbasiskan sistem sosial budaya lokal perlu diformulasikan secara tepat. Karena itu, penyelesaian permasalahan yang dihadapi harus dibatasi sampai pada tahap mobilisasi sosial atau penyadaran (kosientasi) kepada masyarakat. Sementara itu, proses pember- dayaannya harus sepenuhnya dilimpahkan kepada masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini, pemerintah lebih berperan sebagai fasilitator, mediator, sistem pendukung, pengakses sumber sosial, dan peran-peran lain yang bersifat tidak langsung (indirect services) (4) Strategi pembangunan masyarakat berada dalam satu kesatuan sistem pembangunan sosial yang berinteraksi. Apabila pembangunan nasional secara menyeluruh berupaya untuk meningkatkan kemajuan, kemampuan, kesejahteraan dan keadilan sosial, pelaksanaannya harus diupayakan secara sistematis dan berkesinambungan agar setiap orang memiliki kesempatan untuk menikmati pembangunan. Selain itu setiap orang dapat berperan aktif dalam proses pelaksanaan pembangunan. Kondisi ini merupakan tujuan yang ingin dicapai dari proses aktualisasi institusi tradisi yang telah tumbuh berkembang secara turun-temurun yang hingga kini masih kuat berakar di masyarakat. (5) Keanekaragaman sistem sosial budaya di Indonesia harus dipahami sebagai potensi yang pemanfaatannya belum optimal dalam proses pembangunan masyarakat. Padahal, sistem sosial budaya lokal merupakan modal sosial (social capital) yang besar yang telah tumbuh berkembang secara turun-temurun yang hingga kini masih kuat berakar di masyarakat (6) Aktualisasi sistem sosial budaya lokal menjadi masalah yang sangat strategis untuk didiskusikan kembali. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan keadaan Indonesia yang berada dalam proses demokrasi dan reformasi di segala bidang pembangunan. Ketika Indonesia mengalami keterpurukan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, strategi pembangunan yang berpusat pada rakyat agaknya membutuhkan perubahan yang sangat mendasar, dari pendekatan yang karitas atau residual menjadi sistem pemberdayaan masyarakat

12 Implikasi terhadap Keilmuan (1) Perlu adanya suatu pengenalan fungsi keluarga ekspresif dan instrumental melalui peran ayah dan ibu. Pengenalan ini dapat dilakukan melalui pendidikan formal dengan memasukkan materi pendidikan kesejahteraan keluarga ke dalam kurikulum baik di tingkat perguruan tinggi atau di tingkat menengah. Selain itu dapat juga dilakukan melalui pendidikan non formal dengan memberikan penyuluhan PKK bagi remaja yang putus sekalah. Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui perkumpulan remaja mesjid, karang taruna dan perkumpulan remaja lainnya. (2) Melalui pembelajaran ini para remaja yang akan melakukan pernikahan bisa mengintrospeksi diri akan kemampuannya baik secara material maupun spiritual (3) Bagi remaja sebagai generasi penerus yang nantinya akan membangun keluarga, perlu memahami akan fungsi ekspresif dan intrumental melalui peran ayah atau ibu yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan material dan spiritual anggota keluarganya Keterbatasan Penelitian (1) Penelitian ini tidak dapat dilakukan secara tuntas, tetapi baru sampai tahap proses, karena situasi kehidupan masyarakat saat penelitian ini dilakukan belum stabil/belum cukup kondusif (2) Sampel pada tipologi duda dan janda sangat terbatas, karena sangat sulit mendapatkan keluarga yang bersedia untuk dijadikan sampel, ini disebabkan kekecewaan keluarga terhadap janji-janji dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 9 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada akhir Desember 2004, terjadi bencana gempa bumi dan gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) dan Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah Desa Rusak Tidak Total Kabupaten/Kota

I. PENDAHULUAN. Jumlah Desa Rusak Tidak Total Kabupaten/Kota I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten dari beberapa kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengalami kerusakan akibat tsunami. Dari 204 desa yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun akibat dari ulah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai dari gempa bumi berkekuatan 8.9 SR diikuti tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berbadan hukum koperasi telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Tenaga kerja yang diserap industri rumah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja atau

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RELOKASI PEMUKIMAN PASCA BENCANA GEMPA BUMI DAN GELOMBANG TSUNAMI DI KELURAHAN KOTA ATAS SABANG Penekanan Desain Arsitektur Tradisional dan Bioklimatik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Lebih terperinci

MENGHIDUPKAN 8 FUNGSI KELUARGA MENUJU KELUARGA SEJAHTERA

MENGHIDUPKAN 8 FUNGSI KELUARGA MENUJU KELUARGA SEJAHTERA Artikel MENGHIDUPKAN 8 FUNGSI KELUARGA MENUJU KELUARGA SEJAHTERA Sunartiningsih, SE Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa keluarga sejahtera didefinisikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. b.

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

Sekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam

Sekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam Sekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam Dwi Utari Nugroho *), Nurulia Unggul P.R *), Nur Shinta Rengganis *), Putri Asmita Wigati **) *) Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DAERAH BENCANA

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DAERAH BENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DAERAH BENCANA Disusun untuk memenuhi tugas Komunitas Dosen pengampu : M. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes. Disusun Oleh : Kelompok III Ana Rusfita 010501004 Arif Budi Wibowo 010501011

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ANAK

PERLINDUNGAN HAK ANAK PERLINDUNGAN HAK ANAK oleh Elfina Lebrine Sahetapy, SH., LLM Penulis adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas Surabaya Sebelum kita membahas lebih lanjut permasalahan tentang perlindungan anak, maka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berkenaan dengan tujuan pertama dari kajian ini yaitu menganalisis keberhasilan dan kelemahan dalam pelaksanaan program pemberdayaan dan pengembangan ekonomi

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu pendidikan seharusnya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I S A L I N A N P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN DARURAT BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa untuk meringankan

Lebih terperinci

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA Koordinasi merupakan suatu tindakan untuk mengintegrasikan unit-unit pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam hal penanggulangan bencana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Financial Check List. Definisi Asuransi. Apa Manfaat dan Fungsi Asuransi? Kapan Sebaiknya Membeli Asuransi?

Financial Check List. Definisi Asuransi. Apa Manfaat dan Fungsi Asuransi? Kapan Sebaiknya Membeli Asuransi? Daftar Isi Financial Check List 1 01 Definisi Asuransi 3 02 Apa Manfaat dan Fungsi Asuransi? 5 5 03 Kapan Sebaiknya Membeli Asuransi? 6 7 04 Siapa yang Perlu Melakukan Perlindungan Asuransi? 8 Bagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA BANJAR, : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi perilaku anak yang semakin hilangnya nilai-nilai karakter bangsa. Hilangnya nilai-nilai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2014 BNPB.Bantuan. Duka. Cita.Besaran. Pemberian Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kunci dari hidup yang baik adalah kebahagiaan. Oleh karena itu, secara disadari maupun tidak, manusia terus berupaya untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan organisme hidup karena masyarakat selalu mengalami pertumbuhan, saling mempengaruhi satu sama lain dan setiap sistem mempunyai fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keluarga 2.1.1. Defenisi Keluarga Banyak ahli yang mendefenisiskan tentang keluarga berdasarkan perkembangan sosial di masyarakat. Hal ini bergantung pada orientasi yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, telah dilaksanakan

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 25 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA ATAU

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran yang penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti gelombang tsunami yang melanda sebagian besar kawasan pesisir Aceh dan Nias pada hari Minggu tanggal

Lebih terperinci

PERATURAN DESA BOJONGGENTENG KECAMATAN JAMPANGKULON KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2017

PERATURAN DESA BOJONGGENTENG KECAMATAN JAMPANGKULON KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2017 PERATURAN DESA BOJONGGENTENG KECAMATAN JAMPANGKULON KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DESA BOJONGGENTENG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga selanjutnya disebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga selanjutnya disebut PKK, adalah gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah yang pengelolaannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN PEDULI LINGKUNGAN TERHADAP EFIKASI DIRI SISWA DAERAH RAWAN ABRASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

PENGARUH PELATIHAN PEDULI LINGKUNGAN TERHADAP EFIKASI DIRI SISWA DAERAH RAWAN ABRASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan PENGARUH PELATIHAN PEDULI LINGKUNGAN TERHADAP EFIKASI DIRI SISWA DAERAH RAWAN ABRASI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : NURMAYADI SETIAWAN F

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang

Lebih terperinci

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010 S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci