BAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pemukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan diri dan menampakkan jati dirinya. Namun, tidak semua masyarakat tidak bisa dengan mudah membangun rumah, diperlukan berbagai hal sehingga rumah itu bisa didirikan dan ditempati. Seperti, tanah, kepemilikan, struktur bangunan, tes kelayakan dan uji coba, perizinan pendirian bangunan. Banyak masyarakat yang tidak ingin direpotkan dengan hal seperti itu, karena itu masyarakat yang ingin membangun atau membeli rumah menempuh cara yang lebih efektif dan tidak menyita banyak waktu, yaitu dengan cara membeli rumah sebuah agen rumah atau perumahan yang biasa disebut dengan developer dan pembayarannya pun bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit melalui sebuah lembaga perbankan yang sudah ditunjuk.

2 2 Namun, sebelum memutuskan atau menyewa suatu properti yang menjadi hunian impian, ada baiknya calon pembeli tidak terlalu cepat larut oleh buaian janji-janji yang ditawarkan pengembang. Teliti dan cermati lebih dahulu apa yang menjadi kebutuhan dan kemampuan finansial. Selain itu, urusan force majeur mulai sekarang harus dijadikan pertimbangan penting dalam memilih properti hunain masa depan 19. Salah satu perusahaan swasta yang bergerak dibidang pemasaran pemurahan dan pemukiman adalah PT. Formula Land yang beralamat di Graha Formula lantai 2 Jln. Dr. Soetomo 14 Yogyakarta yang membangun sebuah kawasan hunian perumahan yang berlokasi di utara kota Yogyakarta yang dinamakan dengan Bale Agung Residence. Di lahan seluas 3,5 ha telah dibangun sekitar 60 unit rumah dengan tipe 320/260, 260/250, dan 240/240, dengan perincian sebagai berikut: 1. Tipe 320/260 dinamakan dengan tipe Amartya; 2. Tipe 260/250 dinamakan dengan tipe Astaka; 3. Tipe dinamakan dengan tipe Padantya. Berbagai promosi dilakukan oleh pihak PT. Formula Land dalam memperkenalkan Bale Agung Residence kepada calon pembeli yang berminat. Dengan berbagai tipe rumah yang ditawarkan kepada calon pembeli untuk 19 Kumala Iman Dina, Cermati Kebutuhan Sebelum Memilih, terdapat dalam

3 3 memberikan pilihan kepada pembeli bentuk dan harga, sebab tidak seluruh pembeli memiliki kebutuhan dan kemampuan financial yang sama. Informasi dan seluk beluk tentang perumahan Bale Agung Residence diberikan oleh PT. Formula Land selaku pengembang di kantor pemasaran maupun ditempat-tempat promosi yang lain. Jika calon pembeli berminat, pembeli bisa mendatangi kantor pemasaran PT. Formula Land untuk membeli rumah yang ditawarkan. Jika antara pembeli dan developer sudah terjadi kesepakatan mengenai rumah dan harga maka akan terjadi perjanjian jual beli. Dari perjanjian yang dilakukan akan timbul hak dan kewajiban masingmasing pihak dan dituangkan dalam akta perjanjian jual beli yang mengikat bagi kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian diharuskan untuk melaksanakan kewajiban yang sudah menjadi tanggungannya. Dan apabila salah satu pihak tidak dapat atau lalai melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya, maka pihak yang lain dapat menuntut atas kesalahannya. Hak dan kewajiban penjual dan pembeli dituangkan dalam akta perjanjian jual beli, yaitu: 1. Hak pembeli : a. Memperoleh jaminan bahwa rumah yang dijual belikan bebas dari tuntutan pihak lain;

4 4 b. Memperoleh jaminan tanggung jawab penuh atas pembangunan rumah; c. Memperoleh rumah yang sesuai dengan denah dan bestek yang diinginkan; d. Memperoleh fasilitas seperti jaringan listrik dan telepon; e. Memperoleh garansi rumah selama 100 (seratus) hari. 2. Kewajiban pembeli : Membayar harga rumah dan pelunasannya sesuai dengan kesepakatan melalui sebuah bank yang ditunjuk. 3. Kewajiban penjual : a. Bertanggung jawab penuh atas pembangunan rumah; b. Menjamin kepada pembeli bahwa rumah yang diperjual belikan bebas dari tuntutan pihak lain; c. Menyediakan fasilitas jaringan listrik dan telepon; d. Memberikan garansi rumah selama 100 (seratus) hari. 4. Hak penjual : Menerima pembayaran uang sebagai tanda pembayaran yang dilakukan oleh pembeli.

5 5 Dalam setiap perjanjian jual beli perumahan, hampir selalu dicantumkan mengenai masa garansi dan cara penyelesaian apabila dalam perkembangannya terjadi masalah dalam perjanjian maupun pembayaran ataupun ketika pembeli sudah menempati rumah yang dibelinya dari pengembang. Kewajiban yang dilakukan oleh pembeli sudah dilakukan mengenai pembayaran dan kesanggupan pelunasannya. Dan kewajiban penjual sudah dilakukan sampai dengan tahap pembangunan rumah, namun ketika pembeli akan menempati rumah yang siap dihuni ternyata rumah yang dijanjikan tidak bisa digunakan selayaknya dikarenakan bangunan rumah mengalami kecacatan tembok berlubang dan lantai dan konstruksi utama keropos. Pembeli sebagai penghuni merasa kecewa dan mengadukan hal ini kepada PT. Formula Land, namun hal tersebut seperti tidak mendapat respon positif dari PT. Formula Land. Padahal pembeli sudah berupaya untuk melakukan negosiasi dengan PT. Formula Land selaku developer. Atas sikap tersebut, pembeli merasa dirugikan dalam hal pemberian garansi rumah seperti yang sudah dituangkan dalam akta perjanjian jual beli yang sudah disepakati bersama. Maka dalam hal ini, penjual dianggap melakukan wanprestasi dengan tidak memenuhi kewajibannya dalam akta jual beli kesepekatan bersama. Dalam sebuah akta perjanjian jual beli, seorang penjual mempunyai kewajiban utama untuk :

6 6 1. Menyerahkan kebendaan yang dijualnya kepada pembeli; 2. Bertanggung jawab atas cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya termasuk segala kerugian yang diderita oleh pembeli sehubungan dengan tercapainya perjanjian jual beli sekadar itu telah dikeluarkan oleh pembeli. Jika ternyata bahwa penjual telah mengetahui adanya cacat itu, ia diwajibkan pula, selain tersebut diatas, untuk mengganti seluruh kerugian yang ditimbulkan oleh cacat tersebut; 3. Memenuhi segala apa yang menjadi kewajibannya sesuai dengan perjanjian, seperti janji-janji, jaminan-jaminan, dan sebagainya. 20 Hal dikatakan wanprestasi adalah dalam hal menanggung kebendaan yang menjadi tanggungannya berupa rumah yang dijual kepada pembeli, dalam KUHPerdata telah diatur mengenai hal penanggungan barang yang dijual kepada pembeli dan mengenai cacat tersembunyi dalam barang yang dijual dalam Pasal 1474, Pasal 1491, Pasal 1494, Pasal 1495, pasal 1496, pasal 1504, dan pasal 1509 KUHPerdata. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menyusunnya dalam bentuk skripsi dengan judul TANGGUNG JAWAB DEVELOPER TERHADAP PEMBELI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH DI BALE AGUNG RESIDENCE YOGYAKARTA. 20 Janus Sidabolok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia Dengan Pembahasan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Ctk Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 102.

7 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli dalam perjanjian jual beli rumah yang dilakukan antara PT. Formula Land selaku penjual dengan pembeli? 2. Bagaimana penyelesaian sengketa wanprestasi yang dilakukan oleh developer terhadap pembeli? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tanggung jawab PT. Formula Land selaku penjual terhadap pembeli Bale Agung Residence. 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen dalam hal transaksi jual beli rumah. 3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi.

8 8 D. Tinjauan Pustaka 1. Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata mencoba memberikan definisi mengenai perjanjian (dalam Undang-Undang disebut persetujuan) dengan mengatakan bahwa : Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perumusan sebagaimana diatas mengandung kritik dari para sarjana, karena menganggap kata perbuatan memiliki definisi yang luas dan tidak spesifik. Padahal di dalam suatu perjanjian, para pihak sudah mengerti akan akibat dari perjanjian yang mereka lakukan dan mereka sengaja melakukan tindakan tersebut untuk menimbulkan akibat hukumnya. Suatu tindakan yang menimbulkan akibat hukum yang dikehendaki atau dianggap oleh Undang- Undang dikehendaki disebut : tindakan hukum. Karenanya kata perbuatan dalam Pasal 1313 KUHPerdata lebih tepat kalau diganti dengan kata tindakan hukum 21. Pasal 1320 KUHPerdata memberikan patokan umum tentang bagaimana suatu perjanjian lahir, di sana ditentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dilakukan agar para pihak bisa secara sah melahirkan hak-hak dan kewajiban- 21 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), Ctk. Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 20

9 9 kewajiban bagi mereka, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata adalah : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal yang tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Dalam dua syarat yang pertama menyangkut mengenai obyeknya dan jika mengandung cacat pada dua syarat yang pertama, maka perjanjian yang dilakukan dapat dibatalkan (vernietigbaar). Sedangkan dua syarat yang kedua menyangkut mengenai subyeknya dan jika mengandung cacat, maka perjanjian yang dilakukan batal demi hukum 22. Dalam artian, sejak semula tidak pernah ada perjanjian. Pasal 1338 KUHPerdata menetapkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang untuk mereka yang membuatnya. Hal ini dimaksudkan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah mengikat bagi kedua belah pihak. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali, kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang. 22 Ibid

10 10 Pasal 1338 KUHPerdata juga menetapkan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, hal ini berarti bahwa cara menjalankan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan 23. Dalam suatu perjanjian ada unsur-unsur yang ada di dalam setiap perjanjian, yaitu : 1. Unsur essensialia Unsur perjanjian yang selalu harus ada di dalam suatu perjanjian, dimana tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tidak mungkin ada Contohnya : dalam perjanjian jual beli, harga dan barang yang disepakati kedua belah pihak harus ada. 2. Unsur naturalia Unsur perjanjian yang oleh Undang-Undang diatur, tetapi yang oleh para pihak dapt disingkirkan atau diganti. Di sini unsur tersebut oleh Undang-Undang diatur dengan hukum yang mengatur/ menambah (regeland/ aanvullend recht). Contohnya : kewajiban penjual untuk menanggung biaya penyerahan dan untuk menjamin dapat disimpangi oleh kedua belah pihak. 23 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Ctk. 25, PT. Intermasa, Jakarta, 1993, hlm.139

11 11 3. Unsur accidentalia Unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak, Undang-Undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut. Contohnya : dalam suatu perjanjian jual beli, benda-benda pelengkap tertentu bisa dikecualikan. 24 Dalam perjanjian dikenal adanya asas-asas hukum yang harus selalu diperhatikan oleh para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Asas hukum tidak berwujud peraturan konkrit, tetapi asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat abstrak yang terdaoat di dalam peraturan yang konkrit. Asas-asas hukum yang berkaitan erat dengan perjanjian tersebut adalah sebagai berikut : 1. Asas konsesualisme Asas ini menjelaskan bahwa suatu perjanjian dianggap telah terjadi dengan adanya kata sepakat yang bebas dari para pihak yang membuatnya. Sepakat dari para pihak maksudnya adalah mengenai isi atau pokok dari perjanjian. Adanya asas ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian, dimana salah satu syaratnya menyebutkan sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 24 J. Satrio, op. cit, hlm. 58

12 12 2. Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang berkaitan dengan isi, bentuk, dan jenis perjanjian. Namun, bukan berarti bebas yang sebebasbebasnya. Bebas menurut asas ini adalah bebas dalam batasannya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. 3. Asas Pacta Sun Servanda Asas ini berkaitan dengan akibat dari suatu perjanjian. Dalam asas ini terkandung pengertian bahwa para pihak dalam perjanjian wajib untuk menaati serta melaksanakan isi perjanjian. Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata menentukan bahwa : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 4. Asas Itikad baik Asas iktikad baik adalah asas yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian. Pengaturan asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. 2. Perjanjian Jual Beli Pasal 1457 KUHPerdata merumuskan jual beli sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

13 13 Berdasarkan rumusan tersebut dapat dilihat bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban untuk menyerahkan sesuatu. Jual beli memiliki dua sisi hukum, yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan. Karena pada sisi hukum kebendaan, jual beli melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan, yang berupa penyerahan suatu kebendaan pada satu pihak dan pembayaran harga jual pada pihak lainnya. Sedangkan pada sisi perikatan, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dana penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual 25. Seperti disebutkan dalam rumusan Pasal 1457 KUHPerdata tentang jual beli, dapat diketahui bahwa jual beli melahirkan kewajiban secara timbal balik kepada para pihak yang membuat perjanjian. Dari sisi penjual, diwajibkan untuk menyerahkan suatu kebendaan dan dari sisi pembeli, pembeli diwajibkan untuk membayar harga pembelian kebendaan tersebut, yang juga dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, dalam hal ini berupa uang pembayaran. Jual beli adalah perjanjian konsensuil, hal ini dapat kita temukan dalam rumusan Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi : Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai kesepakatan tentang kebendaan tersebut 25 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, Ctk. Pertama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 7

14 14 dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap penerimaan, yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan penerimaan, yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan penerimaan, baik yang dilakukan secara lisan, maupun yang tertulis, menunjukkan saat lahirnya perjanjian 26. Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman mengatur mengenai kewajiban badan usaha di bidang pembangunan perumahan, sebagai berikut : Pasal 23 : Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh badan usaha di dibidang pembangunan perumahan dilakukan hanya di kawasan siap bangun atau di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri. Pasal 24 : Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi ketentuan pada pasal 7, badan usaha di bidang pembangunan perumahan wajib: a. Melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan pengusahaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah matang; 26 Ibid

15 15 b. Membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan pembangunan rumah, memelihara dan mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah; c. Mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum; d. Membangun masyarakat pemilik tanah yang tidak berkepentingan melepaskan hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah; e. Melakukan penghijauan lingkungan; f. Menyediakan tanah untuk sarana lingkungan; g. Membangun rumah. Pasal 26 : a. Badan usaha di bidang pembanguna yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah; b. Dengan memperhatikan ketentuan pasal 24, sesuai dengan kebutuhan setempat, badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dapat menjual kaveling tanah matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah;

16 16 c. Kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah, dan besar hasil upaya konsolidasi tanah milik masyarakat dapat diperjualbelikan tanpa rumah. 27 Apabila seorang penjual melanggar salah satu kewajiban-kewajiban yang tegas atau diam-diam berdasarkan perjanjian, pembeli boleh menggunakan upaya hukum sebagai berikut : 1. Ganti rugi karena melanggar perjanjian Ganti rugi selalu dapat dituntut sebagai hak walaupun apabila tidak ada kerugian nayata yang telah terjadi. Ukuran ganti rugi dan persoalan jauhnya sama dengan yang terdapat dalam perjanjian pada umumnya. Ketentuan-ketentuan dasar yang menyatakan bahwa aturan ganti rugi adalah kerugian yang diramalkan sebagai akibat langsung dan sebenarnya dalam peristiwa biasa, dari pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh penjual. 2. Hak untuk menolak barang-barang dan mengakhiri perjanjian Apabila syarat yang dilanggar oleh penjual itu adalah syarat pokok, pembeli mempunyai hak untuk menolak barang-barang itu dan memperlakukan perjanjian itu sebagai dilepaskan A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman dan Undang-Undang Rumah Susun, Ctk. I, Mandar Maju, Bandung, 1997, hlm Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1980, hlm.252

17 17 3. Wanprestasi Seseorang yang tidak memenuhi prestasinya yang merupakan kewajibannya di dalam suatu perjanjian, disebut sebagai melakukan wanprestasi, seseorang dikatakan melakukan wanprestasi apabila ia : 1. Tidak memenuhi kewajibannya; 2. Terlambat memenuhi kewajibannya; 3. Memenuhi tetapi tidak seperti yang dijanjikannya. Seorang yang wanprestasi dapat dituntut dengan berbagai macam kemungkinan, diantaranya adalah: 1. Dapat meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun perjanjian ini sudah terlambat; 2. Dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya; 3. Dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian; 4. Dalam suatu hal yang melibatkan perjanjian timbal balik, kelalaian salah satu pihak memberikan hak kepada phak yang lain untuk

18 18 meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian. berupa: Penggantian kerugian dapat dituntut menurut Pasal 1243 KUHPerdata 1. Kosten, yaitu biaya yang sungguh-sungguh dikeluarkan; 2. Schaden, yaitu kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta bendanya; 3. Interessen, yaitu keuntungan yang akan diperoleh seandainya debitur tidak lalai 29. Untuk menentukan besarnya jumlah ganti rugi. Undang-undang memberikan beberapa pedoman, yaitu besarnya jumlah ganti rugi itu ditentukan sendiri oleh undang-undang, misalnya pasal 1250 KUHPerdata antara lain mengatakan bahwa: dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi, dan bunga sekadar disebabkan karena terlambatnya pelaksanaan oleh undang-undang, dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus Subekti, op. cit., hlm Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan Dalam Rangka Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun, Ctk. Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 24

19 19 4. Perlindungan Hukum Konsumen sebagai pemakai manfaat barang dan/atau jasa berhak mendapatkan perlindungan dari bahaya yang mungkin timbul akibat dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut. Saat ini hubungan yang sering terjadi antara pelaku usaha dengan konsumen hanya sekedar kesepakatan lisan mengenai harga dan barang dan/atau jasa, tanpa diikuti atau ditindaklanjuti dengan suatu bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan 31. Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur tentang masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Saat ini perjanjian yang sering dilakukan oleh para pihak adalah perjanjian baku yaitu, perjanjian ataupun klausula tersebut tidak bisa dan tidak dapat dinegosiasikan atau ditawar pihak lainnya. Perjanjian baku ini cenderung merugikan pihak yang kurang dominan. Secara sederhana, perjanjian baku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Perjanjian dibuat secara sepihak oleh produsen yang posisinya relative lebih kuat dari konsumen; 2. Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian; 3. Dibuat dalam bentuk tertulis dan massal; 31 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Ctk Kedua, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2001, hlm.25

20 20 4. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh kebutuhan. Pihak produsen beralasan, selain praktis dan efisien, penerapan perjanjian baku dalam praktek perdagangan sehari-hari, juga masih dalam koridor perundang-undangan yang ada. Justifikasi yang dipakai produsen adalah Pasal 1338 KUHPerdata tentang asas kebebasan berkontrak. 32 Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak seharusnya bisa seimbang bagi kedua belah pihak, namun sering kali konsumen merasa dirugikan akibat dari penggunaan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi dan ketika diminta pertanggung jawaban kepada pihak penjual, sering merasa dikecewakan. Sebagai konsekuensi hukum dari pelarangan yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggung jawaban dari pelaku usaha yang dirugikannya, serta menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen 33. Untuk membuktikan kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha, maka konsumen harus dapat membuktikan kesalahan bahwa : 32 Sudaryatmoko, Hukum dan Advokasi Konsumen, Ctk II, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 1999, hlm Ibid

21 21 1. Konsumen secara aktual telah mengalami kerugian; 2. Konsumen juga harus dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut terjadi sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian barang dan/atau jasa tertentu yang tidak layak; 3. Bahwa ketidak layakan dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian dari barang dan/atau jasa tersebut merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha tertentu; 4. Konsumen tidak berkontribusi secara langsung atau tidak langsung atas kerugian yang dideritanya tersebut 34. E. Metode Penelitian Dalam penelitian, penulis menggunakan metode hukum empiris, dengan perincian sebagai berikut : 1. Obyek penelitian Obyek penelitian dalam penulisan ini adalah perlindungan hukum pembeli dalam perjanjian jual beli rumah di Bale Agung Residence Yogyakarta. 2. Subyek penelitian a. Staff PT. Formula Land. b. Pembeli. 34 Ibid

22 22 3. Sumber data Sumber data penelitian dalam penulisan ini adalah : a. Data primer Wawancara dengan subyek penelitian dengan cara wawancara tertutup. b. Data sekunder Data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan beberapa dokumen yang terkait dengan penelitian. 4. Teknik pengumpulan data a. Data primer : Wawancara, yang dapat berupa wawancara tertutup b. Data sekunder : 1) Studi kepustakaan, yaitu dengan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan dan literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian. 2) Studi dokumen, yaitu dengan mencari, menemukan dan mengkaji berbagai dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian. 5. Metode pendekatan Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam memahami dan mendekati obyek penelitian adalah metode yuridis normative, yaitu metode

23 23 yang digunakan untuk melihat permasalahan berdasarkan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. 6. Analisis data Analisis data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisis data kualitatif, yaitu analisis yang didasarkan pada pengumpulan data yang diperoleh dilapangan kemudian ditunjang data-data kepustakaan kemudian diambil kesimpulan untuk menjawab permasalahan penelitian.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha ini banyak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan rumah. Agar suatu proses pemilikan rumah berjalan dengan baik maka

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan rumah. Agar suatu proses pemilikan rumah berjalan dengan baik maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya perekonomian, bisnis dalam bidang pembangunan di lahan pemukiman berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya penawaran-penawaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH. Dosen STIH Padang. Abstrak

Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH. Dosen STIH Padang. Abstrak Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH Dosen STIH Padang Abstrak Pasar 1320 KUHPerdata mengatur tentang syarat-syarat sah perjanjian. Ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. Bahwa dalam pembangunan nasional yang pada

Lebih terperinci

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2 PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang penerapan klausula

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan jangka panjang yang dilakukan bangsa Indonesia mempunyai sasaran utama yang dititik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Perdagangan bebas berakibat meluasnya peredaran barang dan/ jasa yang dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Jual-Beli 1. Pengertian Jual Beli Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, transaksi melalui internet sudah dikenal sejak tahun 1996. Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan berbagai situs yang melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedudukan kedua belah

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dewasa ini membuat masyarakat menginginkan segala sesuatu secara praktis, dalam arti globalisasi telah mempengaruhi gaya hidup dan kepribadian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan. Hukum Pemesanan Rumah Susun

BAB V PENUTUP. 1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan. Hukum Pemesanan Rumah Susun BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan penulis, jawaban atas identifikasi masalah pada Bab I skripsi ini adalah: 1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan Hukum Pemesanan Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI, PERJANJIAN. KERJASAMA, dan DEVELOPER

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI, PERJANJIAN. KERJASAMA, dan DEVELOPER BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI, PERJANJIAN KERJASAMA, dan DEVELOPER 2.1 Wanprestasi 2.1.1 Pengertian Wanprestasi Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda wanprestatie yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji dan umroh Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menunjang pembangunan nasional, pembangunan dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan. Atas

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN 2.1. Perjanjian 2.2.1. Pengertian Perjanjian Sebelum berbicara masalah perjanjian Utang piutang terlebih dahulu dijelaskan apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1 PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Oleh : Deasy Soeikromo 1 A. PENDAHULUAN Jual beli bagi manusia sudah merupakan bagian dari aktivitas keseharian untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci