SKRIPSI KAJIAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK FLAT WAFER DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS
|
|
- Sudomo Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SKRIPSI KAJIAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK FLAT WAFER DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS Oleh: AJI NUGROHO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2 KAJIAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK FLAT WAFER DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: AJI NUGROHO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK FLAT WAFER DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: AJI NUGROHO F Dilahirkan pada tanggal 30 Januari 1985 di Pati, Jawa Tengah Tanggal lulus : 30 Agustus 2007 Menyetujui, Bogor, September 2007 Ir. Elvira Syamsir, MSi. Dosen Pembimbing I Mengetahui, Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
4 Aji Nugroho. F Kajian Metode Penentuan Umur Simpan Produk Flat Wafer Dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Model Kadar Air Kritis. Di bawah bimbingan Ir. Elvira Syamsir, MSi. dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc RINGKASAN Wafer merupakan salah satu jenis biskuit yang sudah dikenal luas oleh masyarakat. Banyak tipe wafer yang berada di pasaran tapi dalam penelitian ini digunakan flat wafer tanpa lapisan coating. Menurut survei konsumen, rasa dan tekstur wafer merupakan mutu utama produk wafer. Mutu produk wafer tersebut akan mengalami reaksi penurunan selama penyimpanan. Sebanyak 82.5% dari 40 orang konsumen menyatakan bahwa penurunan mutu wafer yang mudah teridentifikasi secara organoleptik adalah tekstur wafer yang mulai lembek (kerenyahan wafer menurun) yang disebabkan penyerapan uap air oleh wafer sehingga kadar air wafer meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan umur simpan wafer dengan model kurva sorpsi isotermis dan modek kadar air kritis termodifikasi. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model dalam pendekatan kadar air kritis yang sesuai dan efisien untuk menentukan umur simpan wafer. Kandungan gizi wafer ditentukan dengan menggunakan analisis proksimat. Kandungan gizi wafer A dan wafer B tidak berbeda nyata dengan uji statistik pada taraf 5%. Kadar air wafer A dan wafer B dalam basis basah adalah 1.63% dan 1.21%, kadar abu wafer A dan wafer B adalah 1.24% dan 1.04%, kadar protein wafer A dan wafer B adalah 5.80% dan 6.70%, kadar lemak wafer A dan wafer B adalah 20.15% dan 19.75%, dan kadar karbohidrat wafer A dan wafer B adalah 71.18% dan 71.30%. Kandungan gizi wafer A dan wafer B sudah sesuai dengan syarat mutu SNI tentang syarat mutu biskuit kecuali kadar proteinnya. Perbedaan kerenyahan/tekstur awal wafer A ( gf) dan wafer B ( gf) disebabkan perbedaan porositas wafer dimana wafer A lebih porus daripada wafer B. Semakin porus maka wafer akan lebih banyak dan cepat menyerap uap air sehingga proses penurunan tekstur wafer lebih cepat. Tekstur kritis wafer berdasarkan uji organoleptik (hedonik,rating) terjadi pada saat kerenyahan wafer A (249.94, gf) dan wafer B (331.05, gf). Langkah pertama dalam menentukan umur simpan wafer berdasarkan kedua model yang digunakan adalah menentukan kadar air awal dan kadar air kritis wafer serta variabel pendukung umur simpan wafer (permeabilitas kemasan (k/x), luas kemasan (A), dan berat solid per kemasan (Ws). Kadar air awal wafer A dan wafer B adalah dan g H 2 O/g solid. Kadar air kritis wafer A dan wafer B ditentukan berdasarkan uji hedonik adalah dan g H 2 O/g solid sedangkan berdasarkan uji rating adalah dan g H 2 O/g solid. Kadar air kritis berdasarkan dua uji organoleptik yang digunakan relatif sama namun akan tetap mempengaruhi umur simpan wafer yang akan dihasilkan. Luas kemasan yang diuji adalah sebesar m 2 untuk wafer A dan m 2 untuk wafer B. Berat solid per kemasan wafer A dan wafer B adalah wafer A dan B adalah gram dan gram. Selain menggunakan kemasan asli juga digunakan kemasan plastik PP tebal dengan luas m 2 dan berat
5 solid 25 gram. Nilai k/x kemasan asli wafer A, wafer B, dan PP tebal secara berturut-turut adalah , , dan gh 2 O/hari/m 2.mmHg. Umur simpan wafer akan ditentukan pada tempat penyimpanan dengan RH 70%, 75%, 80%, dan 90%. Variabel lain yang harus ditentukan untuk menentukan umur simpan wafer dengan model kurva sorpsi isotermis adalah kadar air kesetimbangan wafer, kurva sorpsi isotermis wafer, model sorpsi yang tepat, dan nilai slope kurva sorpsi isotermis. Kadar air kesetimbangan (dalam g H 2 O/100g solid) pada kelembaban relatif kesetimbangan 38.3%, 47.4%, 54.4%, 75.3%, 82.3%, dan 94.7% adalah berturut-turut (wafer A, wafer B): (2.75 dan 2.77), (3.80 dan 3.48), (4.69 dan 4.48), (11.68 dan 11.48), (21.83 dan 23.13). Setelah itu dibuat kurva sorpsi isotermis wafer A dan wafer B yang menghubungkan kadar air kesetimbangan (diubah dalam g H 2 O/g solid) dengan aktivitas airnya. Berdasarkan perhitungan Mean Relative Determination (MRD), model matematis menggambarkan kurva sorpsi isotermis dangan tepat adalah model Hasley. Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis (b) ditentukan pada daerah linear yaitu diantara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Terdapat tiga nilai slope (b) yang diperoleh (b1, b2, b3) untuk wafer A dan wafer B. Perbedaan nilai slope akan mempengaruhi umur simpan yang akan dihasilkan. Variabel lain yang harus ditentukan untuk menentukan umur simpan wafer dengan model kadar air kritis termodifikasi adalah nilai perbedaan tekanan (P). Nilai P ini sangat dipengaruhi oleh aspek produk (a w ) dan kondisi penyimpana (RH). Nilai a w yang digunaka adalah nilai a w yang telah dikoreksi dengan persamaan model Hasley yaitu untuk wafer A dan untuk wafer B. Koreksi ini dilakukan karena alat a w meter kurang sensitif untuk produk pangan kering. Nilai P pada kelembaban relatif 70%, 75%, 80%, dan 90% adalah berturut-turut (wafer A, wafer B): ( dan mmhg), ( dan mmhg), ( dan mmhg), dan ( dan mmhg). Umur simpan wafer akan semakin menurun dengan peningkatan kelembaban relatif (RH) ruang penyimpanan. Perbedaan umur simpan wafer A dan wafer B dipengaruhi oleh faktor di luar produk yaitu permeabilitas kemasan, luas kemasan, dan berat solid per kemasan. Perbedan porositas wafer tidak mempengaruhi umur simpan wafer. Berdasarkan penelitian, umur simpan wafer yang dihasilkan antara dua model yang digunakan cenderung sama pada kisaran RH 70-80%. Pada RH 90%, umur simpan wafer berdasarkan model kurva sorpsi isotermis berbeda jauh dengan umur simpan dengan model kadar air kritis termodifikasi. Hal ini disebabkan model kurva sorpsi yang digunakan adalah model Hasley yang sangat cocok untuk produk pangan dengan range RH 10-81%. Selain itu, umur simpan wafer berdasarkan uji hedonik relatif sama dengan umur simpan wafer berdasarkan uji rating. Oleh karena itu, model kadar air kritis termodifikasi dapat digunakan untuk menentukan umur simpan wafer pada range RH 70-80% dengan metode penentuan kadar air kritis berdasarkan uji rating.
6 RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Pati, 30 Januari 1985 dan merupakan anak pertama dari pasangan Sudjiman dan Muryaningsih. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN 01 Kauman Juwana, SLTPN 1 Juwana, SMUN 1 Pati, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Petanian. Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) ( ), anggota Komisi Pelayanan Anak (KPA) PMK IPB ( ), staf Divisi Profesi di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) (2005), anggota dari tim basket Departemen dan Fakultas ( ), dan staf Departemen Musik Gereja Bethel Indonesia Ciomas Bogor ( ). Beberapa prestasi yang telah diraih penulis adalah juara III Olimpiade FATETA (2003), peraih beasiswa PPA IPB ( ), peraih best winner dalam kompetisi menulis Write n Win yang diselenggarakan oleh FILA (2007), juara II Olimpiade FATETA (2007), dan peraih proyek penelitian yang dibiayai oleh Laboratorium Jasa Analisis (LJA) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2007). Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Metode Penentuan Umur Simpan Produk Flat Wafer Berdasarkan Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Model Kadar Air Kritis di bawah bimbingan Ir. Elvira Syamsir, MSi. dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Penelitian yang dilakukan didanai oleh Laboratorium Jasa Analisis (LJA) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.
7 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan-nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Ir. Elvira Syamsir, MSi sebagai dosen pembimbing akademik, atas bimbingan, dorongan, dan saran-saran yang telah memberi semangat kepada penulis selama belajar di IPB. 2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi, atas saransaran dan pengetahuan yang mendorong penulis menyelesaikan tugas akhir. 3. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji dan masukan-masukan yang membangun selama sidang. 4. Bapak Daniel Komesakh dan keluarga, atas dukungan, bimbingan, penghibuaran kepada penulis selama tinggal di Bogor. 5. Keluargaku; Ibu, Koko, Rina, dan Eyang putri, atas perhatian, dukungan, semangat, penghiburan, saran, dan doa sehingga penulis menjadi kuat dalam segala hal. 6. Sahabat kecilku; Lian, Manna, Westri, Ciwit, Andrik, Nanda, Eye, Anus dan Timur, atas persahabatan dan kenangan pelayanan di gereja dan di sekolah. 7. Anas, Rika, Tya, Agnes, Titin, Fena, Greth, Andreas, Agus, Eko, Lele, dan Bebe, atas persahabatan yang terjalin. Thanks for all 8. Kakak rohaniku; K Linda, K Pretty, K Lena, K Mel, K Martin, dan K Hana, atas dukungan doanya dan bimbingannya. I Miss You all. 9. Perwira 45; Pa De, Uwing, Valent, Lisa, Ci Ine, Yoana, Hendy, dll, atas kekeluargaan dan kebersamaan selama penulis tinggal di Bogor. 10. Temen-temen TPG 40; Tilo, Ola, Nana, Dey, dll, atas kenangan selama kuliah dan dukungan kepada penulis selama penelitian. 11. Kak Ana, atas pinjaman bahan-bahan kimianya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian.
8 ii 12. Temen seperjuangan; Mona dan Mardi, atas kesempatan bekerjasama dan diskusi dalam menyelesaikan penelitian ini. 13. Pengerja GBI Ciomas; Maria, Lia, Glory, David, Pa Fredy, dll, atas kerjasama pelayanan musik. 14. Staf dan Teknisi Laboratorium ITP dan LJA; Mba Darsi, Bu Rub, Pa Sobirin, Mba Yuli, Mba Yane, dan Pa Wahid, atas bantuan dan saran-sarannya selama penulis melakukan penelitian. 15. Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kesediaannya membantu penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan berbagai cara. Bogor, September 2007 Penulis
9 iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI...iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 3 C. MANFAAT... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. WAFER... 4 B. PENURUNAN MUTU WAFER... 6 C. AKTIVITAS AIR... 8 D. KADAR AIR KESETIMBANGAN E. KURVA SORPSI ISOTERMIS F. MODEL PERSAMAAN SORPSI ISOTERMIS G. KEMASAN H. UMUR SIMPAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT BAHAN ALAT B. TAHAPAN PENELITIAN PENELITIAN PENDAHULUAN a. Penentuan Atribut Utama dan Kerusakan Wafer b. Penentuan Karakteristik Awal Wafer PENELITIAN UTAMA a. Pendekatan Kurva Sorpsi Isotermis... 21
10 iv Halaman b. Pendekatan Kadar Air Kritis Termodifikasi C. METODE ANALISIS PENENTUAN KARAKTERISTIK AWAL WAFER a. Penentuan Kadar Air b. Penentuan Kadar Abu c. Penentuan Kadar Protein d. Penentuan Kadar Lemak e. Penentuan Kadar Karbohidrat f. Pengukuran Aktivitas Air (a w ) g. Penentuan Tekstur (Kerenyahan) Dengan Texture Analyzer PENENTUAN KADAR AIR KRITIS WAFER ANALISIS KOMPERATIF ANTARA PENGUKURAN TEKSTUR (OBYEKTIF) DENGAN SENSORIK a. Penentuan Tekstur Kritis Wafer Dengan Uji Hedonik b. Penentuan Tekstur Kritis Wafer Dengan Uji Rating PENENTUAN VARIABEL PENDUKUNG UMUR SIMPAN a. Penentuan Permeabilitas Kemasan b. Penentuan Berat Kering per Kemasan dan Luas Kemasan PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER DENGAN MODEL KURVA SORPSI ISOTERMIS a. Penentuan Kadar Air Kesetimbangan dan Kurva Sorpsi Isotermis. 29 b. Penentuan Model Sorpsi Isotermis c. Uji Ketepatan Model d. Penentuan Nilai Slope Kurva Sorpsi Isotermis e. Perhitungan Umur Simpan Wafer (Labuza, 1968) PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER DENGAN MODEL KADAR AIR KRITIS TERMODIFIKASI a. Penentuan Perbedaan Tekanan Di Luar dan Di Dalam Kemasan b. Perhitungan Umur Simpan Wafer IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK AWAL WAFER... 34
11 v Halaman 1. ATRIBUT DAN KERUSAKAN WAFER KARAKTERISTIK WAFER A DAN WAFER B B. KADAR AIR KRITIS WAFER UJI HEDONIK UJI RATING C. ANALISIS KOMEPERATIF TEKSTUR SECARA OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF PERUBAHAN TEKSTUR WAFER SELAMA PENYIMPANAN PERBANDINGAN TEKSTUR SECARA OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF D. VARIABEL PENDUKUNG UMUR SIMPAN WAER E. PENDEKATAN MODEL KURVA SORPSI ISOTERMIS KURVA SORPSI ISOTERMIS MODEL SORPSI ISOTERMIS NILAI SLOPE (b) KURVA SORPSI ISOTERMIS F. PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS TERMODIFIKASI G. ANALISIS UMUR SIMPAN WAFER PERBANDINGAN MODEL PENDEKATAN UMUR SIMPAN PERBANDINGAN UMUR SIMPAN WAFER MENGGUNAKAN PERBEDAAN NILAI M C V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 75
12 vi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Standar mutu biskuit menurut SNI Tabel 2. Spesifikasi probe dan setting untuk produk biskuit Tabel 3. RH larutan garam jenuh yang digunakan pada suhu 30 o C Tabel 4. Karakteristik wafer A dan wafer B Tabel 5. Hasil analisis proksimat A dan wafer B Tabel 6. Titik kritis wafer berdasarkan uji organoleptik Tabel 7. Titik kritis wafer berdasarkan kadar air kritis wafer Tabel 8. Kadar air kesetimbangan (M e ) wafer A dan wafer B dan waktu pencapaiannya dibeberapa RH penyimpanan Tabel 9. Persamaan kurva sorpsi isotermis wafer A Tabel 10. Persamaan kurva sorpsi isotermis wafer B Tabel 11. Hasil perhitungan nilai MRD model sorpsi isotermis* Tabel 12. Nilai aktivitas air (a w ) kritis berdasarkan model Hasley Tabel 13. Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis wafer Tabel 14. Nilai P wafer A dan wafer B menggunakan a w meter Tabel 15. Nilai P wafer A dan wafer B berdasarkan model Hasley Tabel 16. Umur simpan wafer A berdasarkan model kurva sorpsi isotermis dan model kadar air kritis termodifikasi berdasarkan uji hedonik Tabel 17. Umur simpan wafer B berdasarkan model kurva sorpsi isotermis dan model kadar air kritis termodifikasi berdasarkan uji hedonik Tabel 18. Kadar air kritis wafer berdasarkan uji organoleptik Tabel 19. Umur simpan wafer A berdasarkan model kurva sorpsi isotermis dan model kadar air kritis termodifikasi berdasarkan uji rating Tabel 20. Umur simpan wafer B berdasarkan model kurva sorpsi isotermis dan model kadar air kritis termodifikasi berdasarkan uji rating... 66
13 vii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Jenis-jenis wafer (A1) flat wafer (coated), (A2) flat wafer (uncoated), (B1) stick wafer (uncoated), (B2) stick wafer (coated)... 6 Gambar 2. Kurva pertambahan kadar air produk biskuit terkemas... 8 Gambar 3. Kurva aktivitas air produk pangan... 9 Gambar 4. Grafik kenaikan kadar air menuju ke kadar air kesetimbangan selama penyimpanan pada berbagai kondisi RH Gambar 5. Kurva sorpsi isotermis secara umum (deman, 1979) Gambar 6. Wafer A dan wafer B Gambar 7. Profil kerenyahan dan kekerasan yang diuji dengan Texture Analyzer26 Gambar 8. (a) Permatran Mocon W*3/31 (b) prinsip kerja penentuan WVTR Gambar 9. Atribut wafer berdasarkan survei konsumen Gambar 10. Parameter kritis wafer Gambar 11. Grafik hubungan lama penyimpanan wafer dengan skor kesukaan.. 41 Gambar 12. Contoh penentuan kadar air kritis wafer A berdasarkan uji hedonik 42 Gambar 13. Grafik hubungan lama penyimpanan wafer dengan skor rating kerenyahan wafer Gambar 14. Contoh penentuan kadar air kritis wafer A berdasarkan uji rating Gambar 15. Penurunan kerenyahan wafer selama penyimpanan (relatif terhadap nilai kerenyahan awal wafer) Gambar 16. Kurva hubungan antara skor organoleptik dengan kerenyahan wafer A dan wafer B (a) Uji Hedonik (b) Uji Rating Gambar 17. Kurva hubungan antara skor organoleptik dengan % kerenyahan wafer A dan wafer B (a) Uji Hedonik (b) Uji Rating Gambar 18. Kurva hubungan antara nilai kerenyahan (gf) dengan kadar air wafer selama penyimpanan Gambar 19. Kemasan wafer A dan wafer B Gambar 20. Pertumbuhan kapang pada RH 94.7% Gambar 21. Kurva sorpsi isotermis hasil percobaan wafer A dan wafer B... 54
14 viii Halaman Gambar 22. Perbandingan kurva sorpsi isotermis wafer A hasil percobaan dengan model Hasley Gambar 23. Perbandingan kurva sorpsi isotermis wafer B hasil percobaan dengan model Hasley Gambar 24. Slope yang terbentuk untuk wafer A Gambar 25. Slope yang terbentuk untuk wafer B... 59
15 ix DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Form kuisioner penentuan atribut utama dan parameter kritis wafer76 Lampiran 2. Contoh form organoleptik Lampiran 3. Rekapitulasi penentuan atribut utama wafer Lampiran 4. Rekapitulasi penentuan faktor kritis wafer Lampiran 5. Penentuan kadar air awal wafer dan uji paired-sampels T Test Lampiran 6. Penentuan kadar abu wafer dan uji paired-sampels T Test Lampiran 7. Penentuan kadar protein dan uji paired-sampels T Test Lampiran 8. Penentuan kadar lemak dan uji paired-sampels T Test Lampiran 9. Penentuan kadar karbohidrat (by difference) dan uji paired-sampels T Test Lampiran 10. Hasil uji hedonik kerenyahan wafer Lampiran 11. Hasil uji hedonik kerenyahan wafer Lampiran 12. Penentuan kadar air kritis dengan uji hedonik Lampiran 13. Penentuan kadar air kritis dengan uji rating Lampiran 14. Penentuan nilai k/x kemasan Lampiran 15. Modifikasi model-model sorpsi isotermis dari persamaan non linear menjadi persamaan linear Lampiran 16. Penentuan kadar air kesetimbangan (Me) berdasarkan model sorpsi isotermis Lampiran 17. Penentuan MRD model-model sorpsi isotermas Lampiran 18. Tabel uap air (Labuza, 1982) Lampiran 19. Penentuan nilai P wafer A dan wafer B Lampiran 20. Umur simpan wafer dengan uji hedonik Lampiran 21.Umur simpan wafer dengan uji rating
16 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanggal kadaluarsa sangat penting untuk dicantumkan dalam kemasan produk pangan. Tanggal kadaluarsa adalah tanggal atau waktu dimana produk pangan masih memberikan daya guna seperti yang diharapkan jika produk tersebut disimpan pada kondisi penyimpanan yang sesuai. Pencantuman informasi tanggal kadaluarsa merupakan jaminan produsen pangan kepada konsumen bahwa produk memiliki mutu yang baik saja yang dipasarkan dan produk tersebut aman dikonsumsi sebelum tercapai waktu kadaluarsa yang telah ditetapkan produsen (Hariyadi, 2006). Pada umumnya tanggal kadaluarsa sudah dicantumkan pada kemasan wafer maupun produk pangan lain di pasaran. Pencantuman informasi tentang tanggal kadaluarsa bahan pangan merupakan suatu kewajiban bagi produsen dan telah diatur oleh undang-undang. Undang-undang Pangan tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan setiap industri pangan wajib mencantumkan waktu atau tanggal kadaluarsa pada setiap kemasan produk. Tujuan pencantuman tanggal kadaluarsa pada kemasan adalah untuk menghindari terjadinya pengkonsumsian produk yang sudah tidak layak dikonsumsi lagi. Tanggal kadaluarsa produk pangan berkaitan dengan penentuan umur simpan produk pangan tersebut. Umur simpan suatu produk pangan merupakan suatu parameter ketahanan produk selama penyimpanan. Metode penentuan umur simpan terdiri dari metode konvensional dan metode akselerasi. Penentuan umur simpan dengan metode konvensional dilakukan dengan cara menyimpan produk pangan pada kondisi penyimpanan sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutu produk. Dalam pelaksanaannya metode ini memerlukan waktu yang lama karena kinetika reaksi yang berjalan lambat. Globalisasi perdagangan pangan dan ketatnya persaingan pasar pangan menyebabkan penentuan umur simpan produk yang dipercepat sangat dibutuhkan.
17 2 Metode akselerasi digunakan untuk mempercepat penurunan mutu produk dengan menyimpan produk pada kondisi ekstrim (suhu dan kelembaban yang tinggi) sehingga penentuan umur simpan menjadi lebih singkat. Model yang terdapat dalam metode akselerasi adalah model arhenius dan model kadar air kritis. Model arhenius cocok untuk produk pangan yang sensitif terhadap suhu sedangkan model kadar air kritis cocok untuk produk pangan yang sensitif terhadap perubahan kadar air dalam produk tersebut (Kusnandar, 2006). Metode dan model pendekatan yang tepat, spesifik, dan efisien dalam penentuan umur simpan suatu produk sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi kinerja industri serta mengurangi biaya dan waktu analisis mutu. Wafer merupakan salah satu jenis biskuit yang populer di pasaran dan digemari oleh masyarakat. Banyak jenis produk yang ada di pasaran, namun umumnya terdiri dari flat wafer dan stick wafer. Penelitian ini menggunakan wafer jenis flat. Flat wafer adalah jenis creamed sandwich wafer yang terdiri dari 4 wafer dan 3 lapis krim di antara sheet wafer. Ciri khas dari wafer adalah memiliki tekstur yang renyah. Wafer tergolong makanan yang tidak mudah rusak karena mempunyai kadar air dan a w yang rendah. Namun, kadar air dan a w yang rendah menyebabkan wafer sangat sensitif terhadap penyerapan uap air dari lingkungan. Penyerapan uap air oleh wafer menyebabkan kadar air wafer naik yang diikuti dengan penurunan kerenyahan wafer (Oktania, 2004). Peningkatan kadar air wafer disebabkan oleh penyerapan uap air dari lingkungan. Penentuan umur simpan wafer cocok menggunakan model kadar air kritis karena wafer sensitif terhadap perubahan kadar airnya. Dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan kadar air kritisnya maka umur simpan produk dapat diketahui. Pendekatan dalam model kadar air kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendeketan kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kadar air kritis termodifikasi lebih sederhana daripada pendekatan kurva sorpsi isotermis. Kurva sorpsi isotermis digunakan untuk mengetahui pola penyerapan uap air dari produk pangan dengan cara menentukan kadar air kesetimbangan produk pangan tersebut. Penentuan kadar air kesetimbangan tersebut
18 3 membutuhkan waktu yang relatif lama. Pendekatan kadar air kritis termodifikasi mengganti nilai kadar air kesetimbangan dari kurva sorpsi isotermis dengan menentukan perbedaan tekanan di dalam dan di luar kemasan. Penentuan perbedaan tekanan tersebut membutuhkan waktu yang relatif singkat dengan perhitungan matematik. Perbedaan tekanan di dalam dan di luar kemasan menggambarkan pola penyerapan uap air oleh wafer (Kusnandar, 2006). Pendekatan kadar air kritis termodifikasi jarang digunakan oleh industri untuk menentukan umur simpan wafer karena relatif baru dan belum diketahui tingkat efektivitasnya. Oleh karena itu diperlukan studi mengenai penentuan umur simpan wafer dengan pendekatan kadar air kritis termodifikasi dan pendekatan kurva sorpsi isotermis serta dibandingkan tingkat ketepatannya. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan produk flat wafer dengan menggunakan model kurva sorpsi isotermis dan model kadar air kritis termodifikasi. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menentukan model penentuan umur simpan yang tepat untuk produk flat wafer, melihat pengaruh karakteristik produk flat wafer terhadap umur simpan produk, dan melihat korelasi pengukuran tekstur secara obyektif dan subyektif terhadap kadar air kritis wafer. C. MANFAAT Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan model penentuan umur simpan dan metode penentuan kadar air kritis yang tepat dan efisien untuk produk-produk flat wafer.
19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. WAFER Biskuit merupakan produk pangan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan lain yang diijinkan (SNI ). Menurut SNI mengenai Mutu dan Cara Uji Biskuit, wafer termasuk dalam kelompok biskuit bersama dengan biskuit keras, crakers dan cookies. Syarat mutu wafer mengacu pada standar mutu biskuit sesuai dengan SNI seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Standar mutu biskuit menurut SNI Kriteria Uji Syarat Energi (kkal/100 gram) Minimum 400 Air (%) Maksimum 5 Protein (%) Minimum 9 Lemak (%) Minimum 9,5 Karbohidrat (%) Minimum 70 Abu (%) Maksimum 1.5 Serat Kasar (%) Maksimum 0.5 Logam Berbahaya Negatif Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik Warna Normal (BSN, 1992) Wafer adalah biskuit yang terbuat dari adonan cair dan tipis dengan ketebalan lebih kecil dari 1-4 mm (Macrae et al., 1993, Dogan, 2006). Ciri khas wafer adalah memiliki pori-pori kasar, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga (Manley, 2000). Wafer dibuat dari adonan yang dipanggang di antara dua plat baja. Ukuran dari plat yang digunakan akan menentukan ukuran wafer yang diinginkan. Ukuran tersebut sangat bervariasi yaitu 370x240 mm, 470x290 mm, 470x350 mm, dan
20 5 700x350 mm (Manley, 2001). Menurut Dogan (2006), wafer yang ada di pasaran biasanya dalam bentuk lembaran datar yang besar yang dilapisi krim sebelum pemotongan dan mungkin juga dilapisi lagi dengan cokelat. Bahan adonan wafer terdiri dari gula, tepung terigu, air, garam, lemak, dan bahan lainnya. Faktor terpenting yang mempengaruhi tekstur wafer adalah tepung terigu. Menurut Kusumaningrum (2002), fungsi tepung terigu adalah membentuk adonan selama proses pencampuran, menarik, atau mengikat bahan lainnya serta mendistribusikannya secara merata, mengikat gas selama proses fermentasi, dan membentuk struktur wafer selama pemanggangan. Secara umum, wafer yang ada di pasaran ada dua jenis yaitu flat wafer dan stick wafer (Oktania, 2004). Flat wafer adalah jenis creamed sandwich wafer yang terdiri dari 4 sheet wafer dan 3 lapis krim di antara sheet wafer. Wafer dibentuk dari adonan yang dipanggang di antara plat metal yang panas. Wafer hasil pemanggangan berbentuk sheet atau lembaran yang datar dan besar. Adonan wafer sheet yang dipanggang sedikit atau sama sekali tidak mengandung gula, sehingga wafer biasanya tidak berasa (plain). Setelah proses pemanggangan dan pendinginan, sheet wafer dilapisi dengan krim sehingga membentuk sandwich wafer. Wafer yang dihasilkan ini masih dalam ukuran besar dan utuh disebut dengan book wafer. Book wafer didinginkan pada ruang book cooler lalu dipotong sesuai ukuran yang diinginkan. Modifikasi bentuk wafer flat adalah menambahkan lapisan cokelat pada lapisan luar wafer (coated wafer). Stick wafer mempunyai bentuk bulat panjang. Bentuk tersebut dicetak setelah proses pemanggangan dengan cara melilitkan lembaran wafer pada sebuah nozzle. Besar kecilnya ukuran wafer yang dihasilkan tergantung dari ukuran nozzle yang digunakan. Setalah pencetakan, wafer diisi dengan krim yang dialirkan melalui nozzle bagian dalam. Krim melingkar penuh pada bagian dalam dinding wafer. Setelah proses filling, wafer kemudian dipotong sesuai ukurannya dengan sebuah cutter. Proses selanjutnya adalah pendinginan dan pengemasan. Jenis-jenis wafer yang ada di pasaran dapat dilihat pada Gambar 1.
21 6 A 1 B Gambar 1. Jenis-jenis wafer (A1) flat wafer (coated), (A2) flat wafer (uncoated), (B1) stick wafer (uncoated), (B2) stick wafer (coated) B. PENURUNAN MUTU WAFER Mutu utama produk biskuit seperti wafer adalah kerenyahannya (Manley, 2000). Wafer memiliki kadar air dan aw yang rendah sehingga teksturnya menjadi renyah. Menurut Macrae et al. (1993), wafer mempunyai kadar air sebesar %. Menurut Oktania (2004), faktor yang menyebabkan wafer memiliki kadar air dan aw yang rendah adalah proses pemanggangan adonan wafer dengan suhu tinggi. Gas yang terbentuk pada saat fermentasi dan air yang terkandung dalam adonan wafer akan dilepaskan selama proses pemanggangan. Pelepasan gas dan uap air ini akan menyebabkan pembentukan struktur wafer yang berongga-rongga dan penurunan kadar air dan aw. Adonan wafer dipanggang pada suhu tinggi karena mengandung sedikit atau tidak sama sekali gula. Semakin sedikit kandungan gula dan lemak dalam komposisi wafer, proses pemanggangan dapat dilakukan pada suhu oC (Kusumaningrum, 2002). Menurut Hariyadi (2006), produk pangan akan mengalami perubahan mutu selama proses penanganan, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi produk pangan. Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi (Arpah, 2001). Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan
22 7 produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, dan akibat perubahan suhu. Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh interaksi dengan berbagai faktor, baik faktor lingkungan eksternal atau faktor lingkungan internal. Data tentang interaksi-interaksi yang mungkin terjadi tersebut sebaiknya diketahui dengan baik sehingga dapat dilakukan perhitungan-perhitungan mengenai umur simpan, kebutuhan pelabelan, serta yang lebih penting adalah usaha-usaha minimalisasi kerusakan dan memaksimumkan masa simpan. Menurut Arpah (2001), tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Faktor utama yang menyebabkan penurunan mutu produk pangan kering seperti biskuit adalah perubahan kadar air produk tersebut (Oktania, 2004). Seperti terlihat pada Gambar 2, kadar air biskuit akan meningkat selama penyimpanan. Robertson (1992) mengelompokkan produk pangan ke dalam dua kelompok dalam hubungannya dengan perubahan kadar air selama penyimpanan, yaitu produk pangan yang menyerap uap air dan produk pangan yang mengalami kehilangan kandungan air. Wafer termasuk dalam produk pangan yang mudah rusak apabila menyerap uap air yang berlebihan dari lingkungan karena perbedaan tekanan antara wafer dengan lingkungan. Kerusakan ini cukup kompleks karena dapat melibatkan atau memicu berbagai jenis reaksi deteriorasi lain yang sensitif terhadap perubahan a w. Namun menurut Arpah (2001), pada produk jenis biskuit, kerusakannya lebih sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Kerenyahan merupakan kriteria mutu penting dari berbagai produk sereal atau snack. Kerenyahan dipengaruhi oleh sejumlah air terikat pada matriks karbohidrat yang mempengaruhi pergerakan relatif dari daerah kristalin dan amorf (Piazza dan Masi, 1997). Menurut Adawiyah (2002), struktur amorf atau partially amorf dalam bahan pangan terbentuk karena berbagai proses, salah satunya adalah proses pemanggangan. Kerenyahan produk pangan berkadar air rendah dipengaruhi oleh kandungan air dan akan hilang karena adanya plastisasi struktur fisik oleh suhu atau air. Produk sereal memiliki tekstur yang renyah dalam keadaan gelas, tetapi plastisasi akibat peningkatan kadar air atau suhu menyebabkan terjadinya perubahan material
23 8 menjadi keadaan karet (rubbery) sehingga produk menjadi lembek (sogginess). Uap air akan menyebabkan plastisasi dan pelunakan terhadap pati atau protein yang mengakibatkan penurunan mutu wafer yaitu kerenyahannya menurun (Navarrete et al., 2004). Gambar 2. Kurva pertambahan kadar air produk biskuit terkemas (Robertson, 1993) C. AKTIVITAS AIR Kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan tersebut. Kandungan air dalam bahan pangan akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap reaksi biologis atau kimiawi. Hubungan kandungan air dalam bahan pangan dengan daya tahan bahan tersebut dinyatakan sebagai aktivitas air (a w ). Istilah aktivitas air (a w ) digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam bahan pangan yang dapat menunjang reaksi biologis atau kimiawi. Aktivitas air merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan mikroba, produksi racun, reaksi enzimatis, dan sebagainya (Mercado dan Canovas, 1996). Klasifikasi produk pangan berdasarkan nilai aktivitas airnya dapat dilihat pada Gambar 3. Labuza (2002) menyatakan aktivitas air suatu bahan pangan dapat dihitung dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan
24 9 uap air murni (P o ) pada kondisi yang sama, atau dengan jalan membagi ERH lingkungan dengan nilai 100 dan secara matematis ditulis sebagai berikut : dimana : a w P P o = aktivitas air = tekanan parsial uap air bahan...(1) = tekanan parsial uap air murni pada suhu yang sama ERH = kelembaban relatif seimbang a P = P w = o ERH 100 Aktivitas air (a w ) menunjukkan sifat bahan itu sendiri, sedangkan ERH menggambarkan sifat lingkungan di sekitarnya yang berada dalam keadaan setimbang dengan bahan tersebut. Dengan kata lain, peranan air dalam produk pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan a w sedangkan peranan air di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Gambar 3. Kurva aktivitas air produk pangan (Mujumdar dan Devahasti, 2000) Aktivitas air merupakan faktor penting yang mempengaruhi kestabilan dari produk pangan kering selama penyimpanan. Aktivitas air mempengaruhi sifat tekstur dari produk pangan kering yang dapat mengalami penurunan mutu teksturnya dengan semakin meningkatnya kadar air dan a w (Arpah,
25 ). Selain itu, aktivitas air dapat mempengaruhi sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia (pencoklatan non enzimatis), kerusakan mikrobiologis, dan perubahan enzimatis terutama pada produk pangan yang tidak diolah (Winarno dan Jennie, 1983). D. KADAR AIR KESETIMBANGAN Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan yang berkesetimbangan pada suhu dan kelembaban tertentu dalam periode waktu tertentu (Brooker et al., 1982). Menurut Fellows (1990), kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan adalah kadar air bahan pangan ketika tekanan uap air dari bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk (Gambar 4). Kadar air kesetimbangan pada produk pangan digunakan untuk menentukan dan menggambarkan kurva sorpsi isotermis produk tersebut. Menurut Pavinee (1979), kurva tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi tentang perpindahan air selama proses adsorpsi atau desorpsi. Gambar 4. Grafik kenaikan kadar air menuju ke kadar air kesetimbangan selama penyimpanan pada berbagai kondisi RH (Kusnandar, 2006)
26 11 Menurut Duckworth (1975), ada dua cara untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu dengan metode statis dan metode dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakkan bahan pangan pada tempat dengan RH dan suhu yang terkontrol. Dalam metode dinamis, kadar air kesetimbangan produk pangan ditentukan dengan meletakkan bahan pangan pada kondisi udara yang bergerak. Metode dinamis sering digunakan untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air di sekitar bahan (Brooker et al., 1982). E. KURVA SORPSI ISOTERMIS Kurva yang menggambarkan hubungan antara aktivitas air (a w ) atau kelembaban relatif seimbang ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan disebut sebagai kurva sorpsi isotermis (Winarno, 1994). Kurva ini menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan pangan sebagai keadaan kelembaban relatif tempat penyimpanan, artinya menggambarkan aktivitas menyerap air (adsorpsi) dan melepaskan air yang dikandung (desorpsi) pada bahan pangan. Menurut Barbarosa et al. (1996), sorpsi isotermis banyak dipakai dalam penelitian pada bahan pangan seperti umur simpan, penyimpanan, pengemasan, dan pengeringan. Kurva sorpsi isotermis dapat dibagi menjadi beberapa bagian tergantung dari keadaan air dalam bahan pangan tersebut. Daerah A menyatakan adsorpsi bersifat satu lapis molekul air (monolayer), daerah B menyatakan terjadinya penambahan lapisan-lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer), dan pada daerah C mulai terjadi kondensasi air pada pori-pori bahan (kondensasi kapiler) (Syarief dan Halid, 1993; Winarno, 1994). Secara umum, kurva sorpsi isotermis dapat dilihat pada Gambar 5. Menurut deman (1979), pada umumnya kurva sorpsi isotermis bahan pangan berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S). Keadaan tidak berhimpit antara kurva adsorpsi dan desorpsi disebut sebagai fenomena histeresis. Fenomena ini diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari proses adsorpsi dan desorpsi. Besarnya histeresis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung pada beberapa faktor seperti sifat
27 12 alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi (Fennema, 1996). Secara singkat oleh Winarno (1994) dikatakan bentuk kurva ini khas untuk setiap bahan pangan. Bila perubahan air mempengaruhi mutu produk pangan, maka dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya, umur simpan dapat ditentukan. Gambar 5. Kurva sorpsi isotermis secara umum (deman, 1979) F. MODEL PERSAMAAN SORPSI ISOTERMIS Model matematika awal mengenai sorpsi isotermis telah banyak dikembangkan oleh para ahli baik secara teoritis, semi teoritis, maupun empiris (Chirife dan Iglesias, 1978; Van den Berg dan Bruin, 1981). Namun, model-model matematika tersebut tidak dapat mencakupi keseluruhan kurva sorpsi isotermis dan hanya dapat memprediksi kurva sorpsi isotermis salah satu dari ketiga daerah sorpsi isotermis. Menurut Barbarosa et al. (1996), teori paling klasik tentang adsorpsi lapisan tunggal (monolayer) yang merupakan dasar bagi perkembangan teori-
28 13 teori selanjutnya dikemukakan oleh Langmuir (1918); Brauner, Emmet, dan Teller (BET) (1938); dan Smith (1947). Namun, model-model ini tidak cocok diterapkan pada bahan pangan karena adanya asumsi-asumsi yang tidak dapat dipenuhi seperti adsorpsi air dapat bersifat lebih dari satu lapis molekul air dan kisaran a w yang terbatas (Chirife dan Iglesias, 1978). Salah satu model yang diakui secara internasional adalah model GAB (Guggenheim, Anderson, dan de Boer). Model ini bisa menggambarkan sorpsi isotermis bahan pangan pada kisaran a w yang lebih luas dari model BET, yaitu 0.05 < a w < 0.9 dan (Spiess dan Wolf, 1987). Menurut Labuza (2002), persamaan GAB merupakan persamaan yang tepat untuk menggambarkan sorpsi isotermis pada sebagian besar produk pangan. Model sorpsi isotermis GAB dinyatakan sebagai berikut: Me = ( 1 K. a )( 1 K. a + C. K. a ) w X m. C. K. a w w w...(2) dimana: Me = kadar air (% basis kering) a w = aktivitas air X m = kadar air monolayer (%) K = konstanta C = konstanta energi Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini menurut Chirife dan Iglesias (1978) merupakan salah satu persamaan yang paling banyak digunakan pada kebanyakan bahan pangan kering. dimana : Me K dan n 1 a = exp w n ( KMe ) = kadar air kesetimbangan = konstanta. (3)
29 14 Sedangkan, Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang berlaku untuk kebanyakan produk pangan pada selang a w 0.0 sampai Model persamaan Caurie seperti di bawah ini, ln Me = ln P(1) P(2) a w...(4) Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer (Chirife dan Iglesias, 1978). Persamaan tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan kelembaban relatif antara 10 81%. Model persamaan Hasley seperti di bawah ini, a P(1) exp P(2 ( Me) w = )...(5) Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada RH 0% sampai dengan 85% dan sesuai bagi kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid (Chirife dan Iglesias, 1978). Model persamaan Oswin tersebut adalah seperti di bawah ini, aw Me = P(1) (1 a w ) P(2) (6) Lebih lanjut, Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk bahan pangan pada semua nilai aktivitas air. Persamaan tersebut adalah seperti di bawah ini, dimana : a w Me a w P(1) dan P(2) = konstanta P(1) = exp exp( P(2) Me) = aktivitas air = kadar air kesetimbangan...(7)
30 15 G. KEMASAN Kemasan disebut juga bungkus atau wadah memegang peranan penting dalam pengawetan bahan pangan. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran, serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Pengemasan sebagai bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu produk pangan seperti dapat terjadi perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan pengemas dan terjadi perubahan aroma (flavor), warna, dan tekstur yang dipengaruhi oleh perpindahan uap air dan oksigen (Syarief, 1990). Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap lingkungan. Menurut Syarief (1990), produk pangan kering akan berada dalam keadaan setimbang dengan lingkungan dengan cara menyerap uap air dari lingkungan. Untuk mengurangi masuknya uap air ke dalam produk kering terutama yang mempunyai sifat hidrofilik maka diperlukan barrier antara produk dengan lingkungan yaitu kemasan yang memiliki daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah untuk menghambat penurunan mutu produk seperti menjadi tidak renyah (Buckle et al., 1987). Permeabilitas merupakan transfer molekul melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan maupun sebaliknya. Menurut Robertson (1993), permeabilitas uap air kemasan adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu sebagai akibat perbedaan unit tekanan uap air antara permukaan produk pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Kemasan plastik banyak digunakan oleh industri pangan karena harganya yang relatif murah, lebih ringan daripada kemasan metal dan gelas, dan memerlukan energi yang kecil dalam pembuatan, konversi, dan pendistribusiannya (Hernandez dan Giazin, 1998). Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit atau berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain misalnya kertas atau alufo. Kombinasi antara berbagai kemasan plastik berbeda atau plastik dengan kemasan non plastik (kertas, aluminium foil, dan selulosa) disebut sebagai
31 16 kemasan laminasi (Robertson, 1993). Kemasan laminasi yang digunakan di industri-industri pangan saat ini tidak hanya dikombinasi antara berbagai macam plastik saja, melainkan kombinasi antara berbagai plastik dengan aluminium yang disebut metallized plastic. Kemasan ini memiliki ketahanan terhadap uap air dan gas yang lebih baik dari plastik tunggal, tidak meneruskan cahaya, dan menghambat masuknya oksigen. Penggunaan kemasan ini sangat sesuai untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang (Brown, 1992). H. UMUR SIMPAN Menurut Institute of Food Technology seperti yang dikutip oleh Arpah (2001), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Menurut Arpah (2001), umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami suatu tingkat deteriorasi. Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Reaksi deteriorasi merupakan suatu reaksi kimia, oleh karena itu mekanisme deteriorasi dapat dianalisa secara matematika. Dengan analisa tersebut, waktu produk pangan mulai rusak dapat diketahui sehingga umur simpan produk pangan dapat ditentukan. Penentuan umur simpan produk pangan merupakan suatu jaminan mutu industri pangan bahwa produk pangan yang bermutu baik saja yang didistribusikan ke konsumen (Hariyadi, 2006). Menurut Floros (1993), umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) atau metode konvensional dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau metode akselerasi. Penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode akselarasi diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu, atau intensitas cahaya, baik secara sendiri-
32 17 sendiri maupun gabungannya (Floros, 1993). Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Salah satu metode akselerasi yang diterapkan pada produk pangan kering adalah pendekatan kadar air kritis. Pada metode ini kondisi lingkungan penyimpanan memiliki kelembaban relatif (relative humidity) yang ekstrim. Produk pangan kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Persamaan matematika adalah alat bantu yang digunakan pada metode ini. Pada dasarnya persamaan-persamaan ini adalah deskripsi kuantitatif dari sistem yang terdiri dari produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah, 2001). Menurut Arpah (2001), model Labuza (1982) dapat mengintegrasikan unsur permeabilitas kemasan, berat kering produk, luas bahan pengemas, perbedaan tekanan uap air atau a w dan kurva sorpsi isotermis dengan baik. Model Labuza ini disebut model pendekatan kurva sorpsi isotermis. t = Me Mi ln Me Mc k A Po xws b.(8) dimana : t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) m e = kadar air kesetimbangan produk (g H 2 0/g solid) m i = kadar air awal produk (g H 2 0/g solid) m c = kadar air kritis produk (g H 2 0/g solid) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m 2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m 2 ) W s = berat kering produk dalam kemasan (g) P o = tekanan uap jenuh (mmhg) b = kemiringan kurva sorpsi isotermis Model Labuza cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk pangan yang memiliki kurva sorpsi isotermis yang baik yaitu membentuk sigmoid, misalnya produk makanan kering. Sedangkan produk pangan yang
33 18 tidak memiliki kurva sorpsi isotermis yang baik tidak dapat ditentukan umur simpannya dengan model Labuza sehingga dilakukan modifikasi pada model Labuza yang disebut model pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Produk pangan yang memiliki kelarutan yang tinggi, seperti produk yang mengandung sukrosa tinggi (misalnya permen), maka akan sulit tercapai kondisi kadar air kesetimbangannya dan kurva sorpsi isotermis tidak dapat diasumsikan linier, karena pada RH tertentu kadar airnya akan terus meningkat (tidak mencapai kondisi kesetimbangan) (Kusnandar, 2006). Model kadar air kritis termodifikasi ini mengganti variabel kurva sorpsi isotermis (nilai b) dan kadar air kesetimbangan (nilai Me) yang tidak dimiliki oleh produk pangan yang memiliki kelarutan tinggi dengan mengukur perbedaan takanan di dalam dan di luar kemasan (P) untuk mengetahui pola penyerapan uap air dari lingkungan ke dalam produk pangan. t = ( Mc Mi) Ws k ( A) P x...(9) dimana : P = (P out P in ) selisih antara tekanan udara di luar dan di dalam produk m c m i = kadar air kritis produk (g H 2 O/g solid) = kadar air awal produk (g H 2 O/g solid) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m 2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m 2 ) W s = berat kering produk dalam kemasan (g)
34 III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN Bahan utama yang digunakan adalah 2 jenis flat wafer. Perbedaan antara dua wafer tersebut adalah tingkat porositas (pori-pori) wafer. Untuk selanjutnya wafer yang memiliki pori-pori besar disebut wafer A dan wafer yang memiliki pori-pori kecil disebut wafer B, seperti terlihat pada Gambar 6. Gambar 6. Wafer A dan wafer B Bahan pendukung analisis dibagi menjadi bahan-bahan untuk analisis kimia, organoleptik, penentuan permeabilitas kemasan, dan penentuan umur simpan wafer. Bahan untuk analisis kimia terdiri dari HgO, K2SO4, H2SO4, NaOH, Na2S2O3, H3BO3, HCl, indikator metil merah dan metil biru, heksan, aquades, dan alkohol 96%. Bahan untuk analisis organoleptik adalah wafer A dan B yang telah mengalami penyimpanan selama 8 jam dalam suhu 30 C dengan RH lingkungan 90%. Bahan untuk penentuan permeabilitas kemasan terdiri dari kemasan wafer A dan B, gas N2, dan aquabides. Bahan untuk penentuan umur simpan adalah wafer A dan B, garam yang terdiri dari MgCl2, K2CO3, Mg(NO3)2, NaCl, KCl, K2SO4, lilin mainan (malam), dan aquades.
SKRIPSI KAJIAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK FLAT WAFER DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS
SKRIPSI KAJIAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK FLAT WAFER DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS Oleh: AJI NUGROHO F24103039 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciPENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN
PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Handout PENENTUAN KADALUWARSA
Lebih terperinciSKRIPSI PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK BISKUIT DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS. Oleh : MONA FITRIA F
SKRIPSI PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK BISKUIT DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS Oleh : MONA FITRIA F24103015 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Lebih terperinciSKRIPSI PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK BISKUIT DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS. Oleh : MONA FITRIA F
SKRIPSI PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK BISKUIT DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS Oleh : MONA FITRIA F24103015 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi
I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat
15 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Lebih terperinciPENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN
PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PKM-P PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
1 LAPORAN AKHIR PKM-P PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KAJIAN PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK SNACK IKAN LELE DUMBO (CLARIAS GARIEPINUS SP) DENGAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TESTING (ASLT) DENGAN PENDEKATAN
Lebih terperinciSKRIPSI EVALUASI PERMEANSI UAP AIR PADA KEMASAN FLEKSIBEL DAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER STICK DI PT ARNOTT S INDONESIA, BEKASI
SKRIPSI EVALUASI PERMEANSI UAP AIR PADA KEMASAN FLEKSIBEL DAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER STICK DI PT ARNOTT S INDONESIA, BEKASI Oleh IQBAL FAUZI F24102002 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciPENENTUAN UMUR SIMPAN BAHAN PANGAN
PENENTUAN UMUR SIMPAN BAHAN PANGAN Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa mampu menjelaskan metode peramalan umur simpan bahan pangan yang dikemas UMUR SIMPAN atau MASA KADALUARSA Lamanya penyimpanan pada
Lebih terperinciUMUR SIMPAN. 31 October
UMUR SIMPAN 31 October 2014 1 Outline 1. Pendahuluan 2. Umur Simpan 3. Penentuan Umur Simpan 4. Penutup 31 October 2014 2 Pendahuluan Makanan dan minuman disimpan, holding time mutu menurun. Produk minuman
Lebih terperinciPENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK BISKUIT DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS
PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK BISKUIT DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS [Accelerated Shelf-life Testing of Biscuits Using a Critical Moisture Content Approach] Feri Kusnandar*,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pangan Instan dan Penyimpangan Mutunya. sertifikat produksi pangan industri rumah tangga, mendefinisikan bahwa pangan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pangan Instan dan Penyimpangan Mutunya Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, nomor HK.03.1.23.04.12.2205 (Anonim d, 2012) tentang pedoman pemberian
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)
Lebih terperinciIV. METODOLOGI PENELITIAN
IV. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk menduga umur simpan dari sampel. Kondisi akselerasi dilakukan dengan mengondisikan sampel pada RH yang tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat
Lebih terperinciABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah
1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi
29 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung serta di Laboratorium
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. FAKTOR MUTU KRITIS Seasoning danmicroencapsulated Ginger Powder merupakan produk flavor berbentuk bubuk yang memiliki kadar air rendah (kurang dari 5%) dan flowability yang tinggi.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan
Lebih terperinciPeranan a w dalam Pendugaan dan Pengendalian Umur Simpan
Peranan a w dalam Pendugaan dan Pengendalian Umur Simpan phariyadi.staff.ipb.ac.id FOKUS : Pangan Sensitif Thd Perubahan Aktivitas Air Pangan sensitif thd perubahan air? Migrasi uap air ke/dari bahan pangan
Lebih terperinciPENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN
PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Nenas (Ananas comosus) merupakan tanaman buah tropis yang berasal
TINJAUAN PUSTAKA Nenas Nenas (Ananas comosus) merupakan tanaman buah tropis yang berasal dari Brasilia. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.
Lebih terperinciIII. METODELOGI. Penelitian dilaksanakan di laboratorium PT KH Roberts Indonesia dan
29 III. METODELOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium PT KH Roberts Indonesia dan laboratorium program studi ilmu pangan di Bogor. Pelaksanan penelitian dilakukan selama 6 bulan dari
Lebih terperinciSKRIPSI EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT S INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK. Oleh : RINA DWI OKTAVIA F
SKRIPSI EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT S 2008 INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT S SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar
Lebih terperinciSTABILITAS KANDUNGAN GIZI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN FLAKES BERBAHAN BAKU TEPUNG SINGKONG
STABILITAS KANDUNGAN GIZI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN FLAKES BERBAHAN BAKU TEPUNG SINGKONG (Manihot Esculenta Crantz) FORTIFIKASI TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.) Nurul Maulida Hafsah 1), Eka
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.
Lebih terperinciPENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL
PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL Oleh : NICOLAS HUTASOIT C34104901 Skripsi DEPARTEMEN TEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciPENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh
PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN
Lebih terperinciLampiran 1. Form isian organoleptik terhadap pengolahan beras pratanak UJI HEDONIK. Nama :... Tanggal :...
73 Lampiran 1. Form isian organoleptik terhadap pengolahan beras pratanak UJI HEDONIK Nama :... Tanggal :... Petunjuk : Di hadapan Anda terdapat 2 contoh beras pratanak (parboiled rice), Anda diminta untuk
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia banyak sekali ditumbuhi oleh tanaman rimpang karena Indonesia merupakan negara tropis. Rimpang-rimpang tersebut dapat digunakan sebagai pemberi cita
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penjajahan Jepang. Pada waktu itu, rakyat diperintah untuk membudidayakan tanaman jarak pagar. Hasilnya
Lebih terperinciadalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan Bakteri probiotik merupakan bakteri baik yang dapat memberikan keseimbangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu produk pangan fungsional yang banyak dikembangkan saat ini adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan probiotik merupakan produk
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. 1. Kandungan gizi tepung ubi jalar per 100 g Karakteristik amilosa dan amilopektin... 11
iii DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Kandungan gizi tepung ubi jalar per 100 g... 8 2. Karakteristik amilosa dan amilopektin... 11 3. Kandungan komponen kimia beberapa jenis granula pati... 13 4. Model-model
Lebih terperinciSkor hedonik. Kadar air
JP2 Jurnal Penelitian Pangan Volume 2.1, Oktober 2017 P - ISSN: 2528-3537; E - ISSN: 2528-5157 Website: www.jurnal.unpad.ac.id/jp2 Pendugaan Umur Simpan Kerupuk Ikan dalam Berbagai Jenis Kemasan dengan
Lebih terperinciSKRIPSI. KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini) Oleh BEATRICE BENNITA LEIMENA F
SKRIPSI KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini) Oleh BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KARAKTERISASI
Lebih terperinciPENENTUAN UMUR SIMPAN KRIPIK PISANG KEJU GORONTALO DENGAN PENDEKATAN KURVA SORPSI ISOTERMIS
PENENTUAN UMUR SIMPAN KRIPIK PISANG KEJU GORONTALO DENGAN PENDEKATAN KURVA SORPSI ISOTERMIS [Self-life Determination of Gorontalo Chesee Banana Chips Approach to Curve Sorption Isotherm Curve] 1) Merywati
Lebih terperinciTekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.
Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur
Lebih terperinciPENDUGAAN UMUR SIMPAN COOKIES NENAS DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS
PENDUGAAN UMUR SIMPAN COOKIES NENAS DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS (The Estimation Of Shelf Life Of Pineapple Cookies Using Accelerated Method Based On Critical Moisture
Lebih terperinciMETODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Uji penyimpanan
14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2010. Tempat yang digunakan pada penelitian ini antara lain Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dikemas dengan mutu produk yang masih memenuhi syarat dikonsumsi. Dimana mutu sangat berpengaruh pada suatu produk, semakin baik mutu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umur simpan merupakan rentang waktu antara saat produk mulai dikemas dengan mutu produk yang masih memenuhi syarat dikonsumsi. Dimana mutu sangat berpengaruh pada suatu
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciSKRIPSI EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL
SKRIPSI EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL Oleh: STEISIANASARI MILEIVA F24102082 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciPENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK CONE ES KRIM DENGAN METODE AKSELERASI MODEL KADAR AIR KRITIS HILDA DASA INDAH
2 PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK CONE ES KRIM DENGAN METODE AKSELERASI MODEL KADAR AIR KRITIS HILDA DASA INDAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
42 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Rumput Laut Karakteristik permen jelly rumput laut yang diuji pada optimasi formula meliputi karakteristik sensori, fisik dan kimia. Karakteristik
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :
Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN Kopi instan dibuat dari kopi bubuk yang diekstrak dengan menggunakan air (Clarke, 1988). Di dalam Encyclopedia Britanica (1983), disebutkan bahwa pada pembuatan kopi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil
Lebih terperinciSKRIPSI. FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF. Oleh HENDY F
SKRIPSI FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF Oleh HENDY F24103098 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FORMULASI
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan
20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
24 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Sifat Organoleptik Warna Nilai rata-rata penilaian kesukaan (hedonik) terhadap parameter warna minuman berbahan baku FOS berkisar antara 5,4-6,0, sedangkan penilaian tingkat
Lebih terperinciSKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI BASAH MATANG. Oleh: ADI PUTRA F
SKRIPSI APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI BASAH MATANG Oleh: ADI PUTRA F24103097 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam kehidupan keseharian manusia tidak bisa lepas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan keseharian manusia tidak bisa lepas dari pangan. Oleh karena
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput
Lebih terperinciKARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C
KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar
Lebih terperinciPENDUGAAN UMUR SIMPAN KERUPUK BAWANG KENTANG DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS
PENDUGAAN UMUR SIMPAN KERUPUK BAWANG KENTANG DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS (The Estimation of Shelf Life Onion Potato Chips Using Accelerated Method Based Approach To
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. A. Lokasi dan Waktu Penelitian
25 METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium TLB (Teknik Lingkungan Biosistem), Laboratorium TPPHP, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Laboratorium
Lebih terperinciKemampuan yang ingin dicapai:
Kemampuan yang ingin dicapai: Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik hidratasi pada bahan pangan serta hubungannya dengan pengolahan dan mutu pangan. A. PENGERTIAN Karakteristik hidratasi : karakteristik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciSKRIPSI. PEMBUATAN ES KRIM PROBIOTIK DENGAN SUBSTITUSI SUSU FERMENTASI Lactobacillus casei subsp. rhamnosus DAN Lactobacillus F1 TERHADAP SUSU SKIM
SKRIPSI PEMBUATAN ES KRIM PROBIOTIK DENGAN SUBSTITUSI SUSU FERMENTASI Lactobacillus casei subsp. rhamnosus DAN Lactobacillus F1 TERHADAP SUSU SKIM Oleh: STEFANUS ANDRIANTO F24103069 2008 DEPARTEMEN ILMU
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE AKSELERASI PADA PENENTUAN UMUR SIMPAN PISANG SALE DENGAN PENGEMAS YANG BERBEDA-BEDA. Ummi Habibah, Fachraniah, Zahra Fona, Elwina *)
PENGGUNAAN METODE AKSELERASI PADA PENENTUAN UMUR SIMPAN PISANG SALE DENGAN PENGEMAS YANG BERBEDA-BEDA Ummi Habibah, Fachraniah, Zahra Fona, Elwina *) ABSTRAK Pisang sale merupakan suatu produk makanan
Lebih terperinciKadar protein = % N x 6.25
LAMPIRAN Lampiran Analisis karakterisasi mutu kimia a. Kadar air Sejumlah sampel (± g) dimasukan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukan ke dalam oven bersuhu 00 o C sehingga
Lebih terperinciPENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh
PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL Oleh Elita Suryani Gultom 1), Dahlia 2), Suparmi 2) Abstract The research was to estimate the shelf
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya
I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinciMETODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.
4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
31 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keju Lunak Rendah Lemak Karakterisasi keju lunak rendah lemak dilakukan sesuai dengan parameter atribut mutu yang diamati selama masa penyimpanan. Untuk satu produk,
Lebih terperinciKADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI
KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI SKRIPSI oleh Rakhma Daniar NIM 061710201042 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebagai bahan utamanya dan bumbu pelengkap seperti terasi, garam, asam jawa.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rujak manis adalah semacam salad yang dibuat dari campuran potongan buah segar dengan saus manis pedas. Bumbu rujak manis terbuat dari gula merah, sebagai bahan utamanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa
Lebih terperinciSorpsi Air untuk Penentuan Masa Simpan Produk Pangan
Aplikasi Prinsip Isoterm Sorpsi Air untuk Penentuan Masa Simpan Produk Pangan Uji Umur Simpan Yang Dipercepat (Accelerated Shelf Life Test) Berdasarkan Model Isoterm Sorpsi Air 1 Interaksi antara bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi
Produksi kedelai (ton) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempe merupakan salah satu makanan tradisional di Indonesia yang terbuat dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS,
Lebih terperinciGambar 1. Wortel segar
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih
Lebih terperinciKAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS
KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka
I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan
Lebih terperinci1 Volume 4 No. 1 Tahun 2010 ISSN
AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan 1 Volume 4 No. 1 Tahun 2010 ISSN 1978-1652 PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,
Lebih terperinciIII. TINJAUAN PUSTAKA
III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan
BAB III METODOLOGI 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada bulan April Juni 2011 di laboratorium Pindah Panas dan Massa dan laboratorium Surya, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan
IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN SERI I 4.1.1. Perubahan Kapasitas Antioksidan Bir Pletok Selama Penyimpanan Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva standar asam
Lebih terperinci