BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Resep Definisi Resep Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, resep dokter didefinisikan sebagai suatu keterangan dokter tentang obat serta dosisnya yang harus digunakan oleh pasien dan dapat ditukarkan dengan obat di apotek. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, resep merupakan suatu permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi atau dokter hewan kepada seorang apoteker untuk menyediakan dan memberikan obat kepada pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Jas (2008), resep merupakan suatu permintaan tertulis dari seorang dokter kepada seorang apoteker atau farmasis yang mengelola apotek untuk memberikan obat jadi atau obat racikan kepada pasien Komponen Resep Menurut World Health Organization (WHO) dalam de Vries et al. (1994), setiap negara memiliki standar tersendiri tentang informasi minimum apa yang harus ditulis di dalam resep. Obat apa yang memerlukan resep dan siapa yang boleh meresepkan obat diatur oleh peraturan dan hukum di tiap negara tersebut. Namun, di dalam resep sebaiknya tercantum: 1. Nama, alamat, dan nomor telepon dokter. 2. Tanggal. 3. Nama dan kekuatan obat. 4. Dosis dan jumlah total obat. 5. Label: instruksi dan peringatan. 6. Nama, alamat, dan umur pasien. 7. Tanda tangan dokter. Menurut Jas (2008), resep harus mengikuti format penulisan yang terdiri dari enam bagian yaitu inscriptio, invocatio, prescriptio/ordonantio, signatura,

2 6 subscriptio dan pro. Identitas dokter dicantumkan di dalam bagian inscriptio sedangkan identitas pasien di dalam bagian pro. Di bagian invocatio dicantumkan singkatan latin resipe (R/). Nama, jumlah, dan bentuk sediaan obat dituliskan pada bagian prescriptio/ordonantio. Cara pakai, dosis, rute, dan interval pemberian terdapat pada bagian signatura. Resep tersebut legal bila telah ditandatangani oleh dokter pada bagian subscriptio. Di dalam resep, nama obat ditulis menurut suatu pola tertentu yaitu diawali dengan penulisan nama obat untuk terapi utama (remedium cardinal), kemudian obat penunjang obat utama (remedium adjuvantia), dan terakhir robansia yaitu obat yang dapat memicu metabolisme (Jas, 2008) Rasionalitas Resep Resep telah ditulis secara rasional bila memenuhi kriteria tepat, aman dan logis. Pertama, peresepan harus tepat indikasi, tepat obat, tepat bentuk sediaan, tepat dosis, tepat interval pemberian, dan tepat pasien. Kedua, peresepan juga harus aman atau tidak berbahaya bagi pasien. Efek samping dan kontraindikasi pemberian obat juga harus diwaspadai. Ketiga, resep tersebut harus logis dalam susunan dan komposisi obat. Bentuk sediaan harus sesuai dengan rute pemberian obat. Beberapa obat dapat berinteraksi secara adisi, potensiasi, sinergis, dan antagonis (Jas, 2008). Menurut Katzung et al. (2009), menulis resep harus mengikuti langkahlangkah yang rasional yaitu: 1. Buat diagnosis yang spesifik, 2. Pertimbangkan implikasi patofisiologi dari diagnosis tersebut, 3. Pilih tujuan terapi yang spesifik, 4. Pilih pengobatan, 5. Tentukan regimen dosis, 6. Rencanakan monitoring kerja obat dan tentukan titik akhir dari terapi, 7. Rencanakan program edukasi bagi pasien.

3 7 Menurut Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional Depkes RI tahun 2008 tentang Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar penggunaan obat disebut rasional, yaitu: 1. Tepat Diagnosis: Pilihan obat yang diberikan harus sesuai dengan diagnosis. Pemilihan obat akan salah apabila diagnosis tidak ditetapkan dengan benar. 2. Tepat Indikasi Penyakit: Pilihan obat yang diberikan harus tepat untuk suatu penyakit tertentu. 3. Tepat Pemilihan Obat: Pilihan obat yang diberikan harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit. 4. Tepat Dosis, Jumlah, Cara, Waktu dan Lama Pemberian Obat: a. Tepat Dosis dan Jumlah: Dosis dan jumlah obat yang diberikan harus cukup. b. Tepat Cara Pemberian: Misalnya pada pemberian obat antasida, obat seharusnya dikunyah terlebih dahulu baru boleh ditelan dan pada pemberian antibiotik, obat tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk ikatan yang tidak dapat diabsorpsi sehingga efektifitasnya menurun. c. Tepat Interval Waktu Pemberian: Cara pemberian obat sebaiknya sederhana dan praktis agar mudah dipatuhi oleh pasien. Frekuensi pemberian obat yang terlalu sering akan menurunkan tingkat kepatuhan minum obat. Pemberian obat 3 kali sehari seharusnya diberikan dengan interval pemberian obat setiap 8 jam. d. Tepat Lama Pemberian: Lama pemberian obat harus sesuai dengan penyakitnya. Misalnya, lama pemberian obat untuk penyakit tuberkulosis minimal adalah 6 bulan dan lama pemberian kloramfenikol untuk demam tifoid adalah hari. 5. Tepat Penilaian Kondisi Pasien: Pilihan obat yang diberikan harus sesuai dengan kondisi pasien, yaitu kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui, lanjut usia atau bayi.

4 8 6. Waspada terhadap Efek Samping: Setiap obat dapat menimbulkan efek samping pada dosis terapi, seperti timbul rasa mual, muntah, gatal-gatal, dan lain lain. 7. Efektif, Aman, Mutu Terjamin, Tersedia Setiap Saat, dan Harga Terjangkau. 8. Tepat Tindak Lanjut (follow up): Apabila sakit berlanjut setelah pengobatan sendiri telah dilakukan, pasien harus berkonsultasi ke dokter. 9. Tepat Penyerahan Obat (dispensing): Penyerahan obat kepada pasien harus disertai dengan informasi yang tepat. 10. Pasien Patuh terhadap Perintah Pengobatan: Ketidakpatuhan pasien terjadi pada keadaan-keadaan berikut ini: a. Jenis sediaan obat yang beragam, b. Jumlah obat yang terlalu banyak, c. Frekuensi pemberian obat per hari yang terlalu sering, d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa adanya informasi, e. Pasien tidak memperoleh informasi yang cukup tentang cara menggunakan obat, f. Timbul suatu efek samping Kesalahan dalam Peresepan Obat Menurut Carruthers et al. (2000), kesalahan yang dilakukan oleh dokter dalam meresepkan obat umumnya berhubungan dengan: 1. Penulisan nama obat yang salah. 2. Penggunaan bentuk sediaan obat yang salah. 3. Penggunaan singkatan yang salah. 4. Kesalahan dalam menghitung dosis. Beberapa tipe kesalahan dalam persepan obat yang umum ditemukan menurut Katzung et al. (2009) yaitu kurangnya keterangan atau informasi di dalam resep, penulisan yang buruk tentang dosis dan interval pemakaian obat, serta peresepan obat tertentu yang tidak sesuai dengan keadaan pasien. Kesalahan dalam meresepkan obat dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, kesalahan dalam proses memutuskan obat apa yang akan diresepkan kepada

5 9 pasien. Tipe kesalahan ini dapat berupa peresepan irasional, peresepan berlebih atau peresepan kurang. Kedua, kesalahan dalam proses menulis resep. Tipe kesalahan yang terjadi berupa salah menulis nama obat, dosis, rute, interval pemberian, dan nama pasien (Aronson, 2009). Menurut Tully et al. (2009), kesalahan dalam peresepan obat paling sering terjadi karena kurangnya pengetahuan dokter tentang obat yang diresepkan atau pasien yang akan menerima resep obat. Selain itu, kesalahan juga dapat terjadi akibat kurangnya pengalaman, kelelahan, stress, tingginya beban kerja dokter yang meresepkan obat dan kurangnya komunikasi antara profesional kesehatan Apotek dan Apoteker Definisi Apotek Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, apotek adalah toko tempat meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, apotek merupakan suatu tempat tertentu dimana dilakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat Definisi Apoteker Apotek dikelola oleh seorang apoteker, yaitu sarjana yang sudah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Kepmenkes RI, 2004). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, apoteker adalah seorang ahli dalam ilmu obat-obatan yang memiliki wewenang untuk meracik dan menjual obat Pelayanan Apotek Seorang apoteker harus melakukan beberapa pelayanan seperti yang telah ditetapkan di dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek yaitu melakukan pelayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial.

6 10 Pelayanan resep yang dilakukan berupa skrining resep dan penyiapan obat. Skrining tersebut meliputi tiga hal yaitu persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Pertama, persyaratan administratif yaitu: 1. Nama, Surat Izin Praktek (SIP), dan alamat dokter. 2. Tanggal penulisan resep. 3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. 4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. 5. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta. 6. Cara pemakaian yang jelas. 7. Informasi lainnya. Kedua, aspek kesesuaian farmasetik yaitu berupa bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Dan yang terakhir adalah pertimbangan klinis yaitu ada tidaknya alergi, efek samping, interaksi, serta kesesuaian dalam dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain. Dalam promosi dan edukasi, apoteker ikut membantu menyebarkan informasi berupa brosur/leaflet, poster, penyuluhan dan lain-lain kepada masyarakat. Pelayanan residensial juga dilakukan oleh apoteker dengan melakukan kunjungan ke rumah khususnya untuk kelompok pasien lansia atau pasien dengan penyakit kronis (Kepmenkes RI, 2004) Obat Definisi Obat Definisi obat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu bahan untuk mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit. Menurut Rang et al. (2007), obat adalah suatu zat kimia yang strukturnya telah diketahui dan bukan merupakan suatu nutrien atau bahan makanan esensial yang bila diberikan pada makhluk hidup akan menimbulkan efek biologis. Dalam Kepmenkes RI Nomor 193/Kab/B.VII/71 tentang pembungkusan dan penandaan obat, definisi obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit,

7 11 luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang pedoman teknis pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar, obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologis dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi termasuk produk biologi Klasifikasi Obat Menurut Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional Depkes RI tahun 2008 tentang Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan, obat dapat dibagi menjadi lima golongan yaitu: 1. Obat bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam terdapat pada kemasan dan etiket obat (Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008). Gambar 2.1. Tanda Khusus Obat Bebas Sumber: Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI

8 12 2. Obat bebas terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli secara bebas tanpa resep dokter, namun penggunaannya harus memperhatikan informasi yang menyertai obat di dalam kemasan. Tanda khusus berupa lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam terdapat pada kemasan dan etiket obat (Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008). Gambar 2.2. Tanda Khusus Obat Bebas Terbatas Sumber: Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI 3. Obat keras Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus berupa lingkatan bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi terdapat pada kemasan dan etiket obat (Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008). Gambar 2.3. Tanda Khusus Obat Keras Sumber: Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI

9 13 4. Obat psikotropika Obat psikotropika adalah obat bukan golongan narkotik yang berkhasiat mempengaruhi susunan syaraf pusat dan dapat menimbulkan perubahan yang khas pada aktivitas mental dan perilaku. Obat golongan ini hanya diperbolehkan untuk dijual melalui resep dokter. Tanda khusus berupa huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam terdapat pada kemasan dan etiket obat (Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008). 5. Obat narkotika Obat narkotika adalah obat yang berasal dari turunan tanaman atau bahan kimia yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan menimbulkan ketergantungan. Obat golongan ini hanya dapat diperoleh dengan resep dari dokter (Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008). Gambar 2.4. Tanda Khusus Obat Narkotika Sumber: Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI Bentuk Sediaan Obat Menurut Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional Depkes RI tahun 2008 tentang Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan, ada empat bentuk sediaan obat yaitu: 1. Sediaan Padat a. Tablet: sediaan padat kompak yang dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk pipih, kedua permukaannya rata atau cembung dan mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa zat tambahan.

10 14 i. Tablet Bersalut: tablet yang bersalut/berlapis dengan tujuan untuk melindungi zat aktif dari udara, kelembaban, dan cahaya, menutupi rasa dan bau, serta agar memiliki penampilan yang lebih baik. ii. Tablet Effervescent: tablet yang dilarutkan dalam air terlebih dahulu sebelum diminum. Tablet ini mengeluarkan gas CO2. iii. Tablet Kunyah: tablet yang penggunaannya dikunyah dengan tujuan memberikan rasa enak dan mudah ditelan. iv. Tablet Hisap: tablet yang penggunaannya dihisap, tidak langsung ditelan. b. Kapsul: sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam air dan terbuat dari gelatin atau bahan lain yang sesuai. c. Pulvis/Puyer/Talk: campuran kering bahan obat yang dihaluskan untuk digunakan sebagai obat dalam atau obat luar. 2. Sediaan Cair a. Syrup: sediaan cair yang digunakan sebagai obat dalam (diminum). b. Larutan obat luar: larutan yang digunakan hanya untuk penggunaan luar (tidak diminum). i. Cairan Tetes Hidung. ii. Cairan Tetes Telinga. iii. Cairan Tetes Mata. iv. Cairan Obat Kumur. v. Cairan Shampo. vi. Lotion. 3. Sediaan Inhalasi: sediaan obat luar yang digunakan dengan cara dihisap melalui hidung. 4. Sediaan Setengah Padat a. Salep: sediaan setengah padat yang digunakan untuk kulit atau mata.

11 15 b. Krim: sediaan setengah padat yang digunakan untuk kulit dan kosmetik. c. Gel: sediaan setengah padat yang digunakan untuk kulit, anus dan vagina. d. Aeorsol: sediaan setengah padat yang digunakan dengan cara semprot pada hidung atau mulut. e. Suppositoria: sediaan setengah padat berbentuk peluru digunakan untuk anus. f. Ovula: sediaan setengah padat berbentuk bulat telur digunakan untuk vagina Interaksi Obat Ketika efek dari suatu obat berubah oleh karena adanya obat lain, maka interaksi dapat dikatakan telah terjadi (Stockley, 2008). Interaksi tidak hanya dapat terjadi antara obat dengan obat, tetapi juga dapat terjadi antara obat dengan bahan makanan seperti susu, jus, alkohol, kafein dan sebagainya (Bushra et al., 2010), serta antara obat dengan herba/tumbuh-tumbuhan (Fasinu et al., 2012). Interaksi yang terjadi pada pemberian beberapa obat secara bersamaan kepada pasien dapat mengubah efek farmakologis dari salah satu obat misalnya seperti meningkatkan efek obat tersebut sampai menjadi efek toksik atau sebaliknya menurunkan efek obat tersebut sehingga menghilangkan manfaat terapinya pada pasien (Brunton et al., 2006). Menurut Carruthers et al. (2000), interaksi antara obat dengan obat dapat terjadi melalui tiga mekanisme yaitu secara farmasetik, farmakokinetik, dan farmakodinamik. Menurut Katzung et al. (2009), beberapa mekanisme bagaimana obat berinteraksi dapat dikategorikan menjadi interaksi pada proses farmakokinetik (absorbsi, distribusi, metabolisme, ekskresi), interaksi pada proses farmakodinamik (efek aditif atau antagonis), dan interaksi kombinasi. Namun secara umum, interaksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.

12 Interaksi Farmakokinetik Proses farmakokinetik merupakan proses dimana tubuh bekerja pada obat yang masuk ke dalam tubuh (Brunton et al., 2006). Mekanisme interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat (Rang et al., 2007) Interaksi pada Proses Absorbsi Ketika suatu obat diberikan kepada pasien secara ektravaskuler, misalnya secara peroral atau transdermal, obat akan diabsorbsi/diserap melewati membran biologis, seperti dinding saluran pencernaan dan kulit, untuk mencapai sirkulasi sistemik. Efek farmakologis obat umumnya tertunda apabila diberikan secara ekstravaskuler karena obat perlu waktu untuk diabsorbsi ke sistem sirkulasi darah (Dipiro et al., 2005). Penyerapan obat pada saluran pencernaan dapat dipengaruhi oleh obat lain yang mempunyai luar permukaan luas, berikatan atau kelasi, mengubah ph lambung, mengubah pergerakan saluran pencernaan, atau mempengaruhi protein transpor seperti glikoprotein-p dan transporter anion organik (Katzung et al., 2009). Penyerapan suatu obat pada saluran cerna dapat diperlambat oleh obat lain yang dapat menghambat proses pengosongan lambung, misalnya atropin atau opiat, atau dipercepat oleh obat lain yang dapat mempercepat proses pengosongan lambung, misalnya metoklopramide (Rang et al., 2007). Menurut Rang et al. (2007), interaksi farmasetik juga dapat terjadi ketika obat pertama berinteraksi dengan obat kedua dalam usus sedemikian rupa sehingga penyerapan obat kedua terhambat. Beberapa contoh obat yang berinteraksi secara farmasetik yaitu: 1. Ion kalsium dan zat besi dapat membentuk suatu kompleks yang tidak dapat larut (insoluble complex) dengan tetrasiklin sehingga menghambat penyerapan tetrasiklin (Rang et al., 2007). 2. Kolestiramin, suatu resin yang mengikat empedu, dapat mencegah penyerapan beberapa obat, misalnya warfarin dan digoksin dengan cara

13 17 berikatan dengan obat tersebut jika diberikan secara bersamaan (Rang et al., 2007). 3. Penambahan adrenalin/epinephrine pada suntikan anestesi lokal menyebabkan vasokonstriksi yang dapat memperlambat penyerapan obat anastesi tersebut sehingga efek lokal semakin panjang (Rang et al., 2007). Menurut Stockley (2008), mekanisme interaksi obat pada proses absorbsi dapat dibagi menjadi lima, yaitu: 1. Efek perubahan pada ph saluran cerna. 2. Adsorbsi, kelasi dan mekanisme pembentukan kompleks lainnya. 3. Perubahan pada pergerakan saluran cerna. 4. Induksi atau inhibisi pada protein transporter obat. 5. Malabsorbsi akibat obat Interaksi pada Proses Distribusi Sistem sirkulasi darah berperan sebagai sarana transportasi bagi obat untuk mencapai tempatnya bekerja (Dipiro et al., 2005). Setelah obat diabsorbsi atau telah mencapai sirkulasi darah, obat akan berdistribusi ke cairan interstisial dan intraseluler. Laju pengiriman dan jumlah obat yang terdistribusi ke jaringan dipengaruhi oleh curah jantung, aliran darah setempat, permeabilitas kapiler, dan volume jaringan (Brunton et al., 2006). Sebagian obat juga ada yang tetap berada dalam sirkulasi darah dan berikatan dengan protein endogen seperti albumin atau glikoprotein. Ikatan ini bersifat reversibel sehingga terbentuk keseimbangan antara obat yang berikatan dengan protein dan obat yang tidak berikatan dengan protein (Dipiro et al., 2005). Menurut Katzung et al. (2009), interaksi pada proses distribusi obat yang dapat terjadi yaitu kompetisi untuk berikatan dengan protein plasma, perpindahan dari tempat ikatan pada jaringan, dan perubahan pada sawar jaringan lokal seperti hambatan glikoprotein-p pada sawar darah otak. Pergeseran obat dari tempat ikatannya (binding sites) dalam plasma atau jaringan akan meningkatkan konsentrasi obat yang bebas/tidak terikat secara transien, namun proses ini juga diikuti oleh peningkatan eliminasi obat, sehingga

14 18 terbentuk suatu keadaan tetap (steady state) yang baru dimana konsentrasi obat total dalam plasma berkurang tetapi konsentrasi obat yang bebas tetap sama dengan konsentrasi awalnya sebelum berinteraksi dengan obat kedua. Jadi interaksi obat pada proses distribusi jarang sekali penting secara klinis (Rang et al., 2007). Namun menurut Rang et al. (2007), ada beberapa konsekuensi interaksi ini yang berpotensial penting secara klinis yaitu: 1. Toksisitas terjadi dari peningkatan transien konsentrasi obat yang bebas sebelum kondisi tetap (steady state) yang baru tercapai. 2. Jika dosis diatur berdasarkan pengukuran konsentrasi plasma total, maka harus diingat bahwa rentang konsentrasi terapetik target akan diubah oleh pemberian yang bersamaan dengan obat penggeser (displacing drug). 3. Ketika obat penggeser (displacing drug) mengurangi eliminasi obat pertama sehingga konsentrasi obat yang bebas meningkat tidak hanya secara akut tetapi juga secara kronis pada kondisi tetap (steady state) yang baru dan toksisitas yang berat mungkin terjadi. Menurut Stockley (2008), mekanisme interaksi obat pada proses distribusi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Interaksi pada ikatan protein. 2. Induksi atau inhibisi pada protein transporter obat Interaksi pada Proses Metabolisme Metabolisme obat atau disebut juga reaksi biotransformasi obat dibagi menjadi dua yaitu reaksi fungsionalisasi (fase I) dan reaksi biosintesis atau konjugasi (fase II). Pada reaksi fase I, obat mengalami proses hidrolisis yang dapat menyebabkan hilangnya aktivitas farmakologis obat tersebut atau sebaliknya meningkatkan aktivitas farmakologis seperti pada prodrug. Pada reaksi fase II, obat yang telah mengalami reaksi fase I akan dikonjugasikan dengan asam glukoronat, sulfat, glutation, asam amino atau asetat untuk membentuk senyawa kovalen yang polar sehingga dapat dengan cepat diekskresikan melalui urin atau feses (Brunton et al., 2006).

15 19 Beberapa organ seperti hati, dinding saluran pencernaan, dan paru-paru memiliki enzim untuk melakukan proses metabolisme obat, namun pada umunya metabolisme terjadi di organ hati. Proses ini dapat menghasilkan metabolit yang inaktif atau sebaliknya memiliki efek farmakologis. Selain itu, pembuluh darah juga memiliki enzim esterase yang dapat memutuskan ikatan ester pada molekul obat sehingga obat menjadi inaktif (Dipiro et al., 2005). Metabolisme suatu obat dapat distimulasi atau sebaliknya dihambat oleh obat lain (Katzung et al., 2009). Menurut Stockley (2008), mekanisme interaksi obat pada proses metabolisme dapat dibagi menjadi lima, yaitu: 1. Perubahan pada first-pass metabolism. 2. Induksi enzim. 3. Inhibisi enzim. 4. Faktor genetik. 5. Isoenzim sitokrom P Interaksi pada Proses Ekskresi Menurut Brunton et al. (2006), obat dapat dieliminasi dalam bentuk yang tidak berubah dari bentuk semulanya atau dalam bentuk metabolit yang telah dikonversi. Organ-organ ekskresi lebih efisien mengeliminasi senyawa polar (larut dalam air) daripada senyawa yang memiliki kelarutan dalam lemak yang tinggi, kecuali organ paru-paru. Senyawa yang larut dalam lemak akan dikonversikan menjadi senyawa polar agar dapat dieksresi. Organ ginjal dapat mengekskresi obat melalui filtrasi glomerulus atau dengan proses aktif melalui sekresi tubulus proksimal. Selain itu, obat juga dieliminasi melalui empedu yang dihasilkan oleh organ hati atau diekspirasikan melalui organ paru-paru. (Dipiro et al., 2005) Menurut Katzung et al. (2009), ekskresi suatu obat dapat dipengaruhi oleh obat lain yang dapat mengubah ph urin atau yang dapat menghambat transporter pada tubulus ginjal. Mekanisme interaksi obat pada proses ekskresi, menurut Stockley (2008), dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Perubahan pada ph urin.

16 20 2. Perubahan pada ekskresi aktif tubulus ginjal. 3. Perubahan pada aliran darah ginjal. 4. Ekskresi bilier dan entero-hepatic shunt Interaksi Farmakodinamik Proses farmakodinamik merupakan proses dimana obat yang masuk bekerja pada tubuh (Brunton et al., 2006). Menurut Dipiro et al. (2005), dalam farmakodinamik dibahas hubungan antara konsentrasi obat dengan respon yang diterima oleh pasien. Obat dapat menimbulkan efek langsung maupun reversibel pada tingkat reseptor. Ketika molekul obat bertemu dengan reseptornya di jaringan atau organ target, suatu kompleks obat-reseptor akan terbentuk dan respon farmakologis akan terjadi. Obat dan reseptor tersebut berada dalam kesetimbangan yang dinamis dengan kompleks obat-reseptor. Ketika obat-obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan secara bersamaan, respon aditif atau sinergis akan muncul namun bila obat-obat tersebut memiliki efek farmakologis yang berlawanan maka respon salah satu obat tersebut akan berkurang (Katzung et al., 2009). Menurut Stockley (2008), mekanisme interaksi obat pada proses farmakodinamik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Interaksi aditif atau sinergis. 2. Interaksi antagonis atau berlawanan. 3. Interaksi pada uptake neurotransmiter atau obat.

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi apoteker mempunyai tanggung jawab dalam pelayanan kefarmasian untuk mengoptimalkan terapi guna memperbaiki kualitas hidup pasien. Tetapi masih sering

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : MAYA DAMAYANTI K 100 050 191 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN 5390033 POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG JURUSAN DIII FARMASI TAHUN 205 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena

Lebih terperinci

PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan Agar obat tidak menguap Agar khasiat obat tidak berubah Agar obat tetap dalam keadaan baik dan bersih Agar obat ti

PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan Agar obat tidak menguap Agar khasiat obat tidak berubah Agar obat tetap dalam keadaan baik dan bersih Agar obat ti PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan Agar obat tidak menguap Agar khasiat obat tidak berubah Agar obat tetap dalam keadaan baik dan bersih Agar obat tidak rusak mis. Berubah warna, menjadi hancur. Cara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT BUKU PANDUAN LEBIH DEKAT DENGAN OBAT LAILATURRAHMI 0811012047 FAKULTAS FARMASI KKN-PPM UNAND 2011 Bab DAFTAR ISI Halaman I. Pengertian obat 2 II. Penggolongan obat 2 1. Obat bebas 2 2. Obat bebas terbatas

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : DWI RETNO MURDIYANTI K 100 050 127 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : HAPSARI MIFTAKHUR ROHMAH K 100 050 252 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

PEMBERIAN OBAT RASIONAL (POR) dr. Nindya Aryanty, M. Med. Ed

PEMBERIAN OBAT RASIONAL (POR) dr. Nindya Aryanty, M. Med. Ed PEMBERIAN OBAT RASIONAL (POR) dr. Nindya Aryanty, M. Med. Ed PRE TEST 1. Sebutkan macam-macam bentuk sediaan obat! 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan formula magistralis, formula officinalis, dan formula

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU Monompia Kotamobagu. Apotek RSU Monompia merupakan satu-satunya Apotek

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Farmasi Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Resep Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal Kewenangan bidan dalam pemberian obat selama memberikan pelayanan kebidanan pada masa kehamilan,

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : FITRIA DYAH AYU PRIMA DEWI K 100050019 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dari latar belakang masalah di atas, maka pada bab ini akan dibahas lebih lanjut tentang ketaatan pasien dan obat serta resep dokter yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pendahuluan Interaksi Obat : Hubungan/ikatan obat dengan senyawa/bahan lain Diantara berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penemuan obat baru telah banyak ditemukan seiring dengan perkembangan dunia kesehatan dan informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut juga semakin

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh NUR ASNI K100050249 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2009

Lebih terperinci

RESEP DAN KELENGKAPAN RESEP DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI FARMASI-FIKES

RESEP DAN KELENGKAPAN RESEP DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI FARMASI-FIKES RESEP DAN KELENGKAPAN RESEP DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI FARMASI-FIKES KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan tentang resep, persyaratan dan kelengkapan resep, mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Oleh: Isnaini Tujuan Instruksional: Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu: 1.menjelaskan definisi obat sesuai SK. Menkes RI No.193/Kab/B.VII/71 dan memahami 5 macam pengertian obat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI Oleh Nina Puspitasari NIM I1A003009 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2005 Halaman Pengesahan ABSORBSI

Lebih terperinci

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pemasaran, distribusi, resep, dan penggunaan obat-obatan dalam masyarakat, dengan penekanan

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE JANUARI JUNI 2007 SKRIPSI Oleh : TRI HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient

Lebih terperinci

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT Pendahuluan Obat adalah zat yang dapat memberikan perubahan dalam fungsi-fungsi biologis melalui aksi kimiawinya. Pada umumnya molekul-molekul obat berinteraksi dengan molekul

Lebih terperinci

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI Oleh : SANDY RIA APRILANI K 100 050 159 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio.

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ilham Niawan

KATA PENGANTAR. Ilham Niawan SEDIAAN OBAT Namira Ilham Niawan Saputra Fossa Sacci Lacrimalis 201110410311156 Orbita Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang Tahun Akademi 2011/2012 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.193/Kab/B.VII/71, dikatakan bahwa obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: DIAH PRAWITOSARI K 100 040 193 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 1 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

Paradigma dalam pengembangan obat. Pertimbangan terapeutik Pertimbangan biofarmasetik Pendekatan fisikokimia 4/16/2013 1

Paradigma dalam pengembangan obat. Pertimbangan terapeutik Pertimbangan biofarmasetik Pendekatan fisikokimia 4/16/2013 1 Paradigma dalam pengembangan obat Tahapan pengembangan obat Pertimbangan terapeutik Pertimbangan biofarmasetik Pendekatan fisikokimia 4/16/2013 1 Aspek Sasaran kerja obat Desain obat Sintesis In the past

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI LIMA APOTEK DI KOTAMADYA PEKALONGAN PERIODE JANUARI-JUNI 2009 SKRIPSI. Oleh : EBTARINI K

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI LIMA APOTEK DI KOTAMADYA PEKALONGAN PERIODE JANUARI-JUNI 2009 SKRIPSI. Oleh : EBTARINI K TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI LIMA APOTEK DI KOTAMADYA PEKALONGAN PERIODE JANUARI-JUNI 2009 SKRIPSI Oleh : EBTARINI K 100 060 216 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika)

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika) Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika) Apa yang terjadi pada obat setelah masuk ke tubuh kita? Pharmacokinetics: science that studies routes of administration, absorption* and distribution*, bioavailability,

Lebih terperinci

2/20/2012. Oleh: Joharman

2/20/2012. Oleh: Joharman PENGANTAR FARMAKOLOGI Oleh: Joharman Farmakologi Interaksi bahan dgn sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses tubuh

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pilihan Pengobatan Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non perilaku

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI LIMA APOTEK DI KOTAMADYA PEKALONGAN PERIODE JANUARI-JUNI 2009 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI LIMA APOTEK DI KOTAMADYA PEKALONGAN PERIODE JANUARI-JUNI 2009 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI LIMA APOTEK DI KOTAMADYA PEKALONGAN PERIODE JANUARI-JUNI 2009 SKRIPSI Oleh : NURUL ISNAINI K 100 060 181 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada tahun 2005 United States Food and Drug Administration mengeluarkan peringatan terhadap potensi penyalahgunaan obat, setelah lima remaja meninggal

Lebih terperinci

karena selain komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan

karena selain komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan BAB 1 PENDAHULUAN Di Indonesia Bidang Farmasi relatif masih muda dan baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: ASRI MUHTAR WIJIYANTI K 100 040 150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Sediaan Obat. Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt

Bentuk-bentuk Sediaan Obat. Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt Bentuk-bentuk Sediaan Obat Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt Bentuk sediaan obat 1. Sediaan Padat 2. Sediaan Setengah Padat 3. Sediaan Cair 4. Sediaan Gas Sediaan Padat Sediaan Padat 1. Pulvis/Pulveres/Serbuk

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh Isnaini Definisi: Farmakologi: Kajian bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam 1. Agen Pelindung Mukosa a Sukralfat Dosis Untuk dewasa 4 kali sehari 500-1000 mg (maksimum 8 gram/hari) sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Pengobatan dianjurkan selama 4-8 minggu,

Lebih terperinci

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat

Lebih terperinci

Medikasi: pemberian zat/obat yang bertujuan untuk diagnosis, pengobatan, terapi, atau pereda gejala, atau untuk pencegahan penyakit Farmakologi: ilmu

Medikasi: pemberian zat/obat yang bertujuan untuk diagnosis, pengobatan, terapi, atau pereda gejala, atau untuk pencegahan penyakit Farmakologi: ilmu NENENG KURWIYAH Medikasi: pemberian zat/obat yang bertujuan untuk diagnosis, pengobatan, terapi, atau pereda gejala, atau untuk pencegahan penyakit Farmakologi: ilmu yang mempelajari efek obat pada makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Oleh: Isnaini Tujuan Instruksional: Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu: 1. menjelaskan definisi obat sesuai SK. Menkes RI No.193/Kab/B.VII/71 dan memahami 5 macam pengertian obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi komunitas merupakan salah satu bagian penting karena sebagian besar apoteker melakukan

Lebih terperinci

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Samakah minum obat 3x1 dengan 1x3? Kadang masih ada pertanyaan dari masyarakat baik remaja maupun orang

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2 Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2 1 Rute pemberian obat Untuk memperoleh efek yang cepat obat biasanya diberikan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi

Lebih terperinci

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

mengontrol biosintesis mediator inflamasi (prostaglandin,leukotriene) dengan meng inhibisi asam arakidonat.

mengontrol biosintesis mediator inflamasi (prostaglandin,leukotriene) dengan meng inhibisi asam arakidonat. A. PENDAHULUAN Tujuan praktikum ini lah mengenal dan memahami yang mungkin terjadi antara obat-obat p resep polifarmasi. Praktikum ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa setiap dokter pasti akan melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Oleh : SUSI AMBARWATI K100 040 111 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan terutama untuk pasien pediatri. Di Indonesia bentuk racikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan terutama untuk pasien pediatri. Di Indonesia bentuk racikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat racikan masih sering diresepkan oleh dokter saat melakukan pelayanan kesehatan terutama untuk pasien pediatri. Di Indonesia bentuk racikan yang banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh: Isnaini Farmakologi Interaksi bahan dgn sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses tubuh yang normal

Lebih terperinci

PENGANTAR TOKSIKOLOGI INDUSTRI Pengertian Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh merugikan suatu zat/bahan kimia pada organisme hidup atau ilmu tentang racun. Bahan toksik atau racun adalah

Lebih terperinci

Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat

Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Waktu memeriksa ke dokter menerangkan secara jelas beberapa hal dibawah ini 1.Menjelaskan

Lebih terperinci

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008

Lebih terperinci