BAB IV. adalah 81% daun. (5) (6) dari eksplan. hitam/coklat. daun dari 12. stagnan putih 6% 44% 37%

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV. adalah 81% daun. (5) (6) dari eksplan. hitam/coklat. daun dari 12. stagnan putih 6% 44% 37%"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Keberhasilan Eksplan dan Gangguannya. Inokulasi dilakukan secara bertahap. Jumlah eksplan daun masing-masing taraf adalah 20 sehingga total eksplan yang diamatii sebanyak 240 eksplan daun dari 12 taraf. Hasil pengamatann eksplan daun A. malaccensis (Lamk.) menunjukkan bahwa persentase keberhasilan hidup dan kematian pada minggu setelah tanam (MST) ke-8 adalah 81% berbanding 19%. Peluang hidup yang tinggi menunjukkan bahwa prosedur penanaman dan kualitas media tanam cukup untuk mendukung hidupnya kultur kalus dari eksplan daun. 1% 6% 12% 44% berkalus stagnan putih hitam/coklat kontaminasi 37% (5) (6) Gambar (5) Diagram persentase keberhasilan hidup eksplan.(6)diagram persentase jenis keberhasilan hidup dan kematian eksplan. Eksplan yang berhasil bertahan hidup bereaksi dalam dua bentuk, yaitu 44% dari eksplan berkalus dan 36% hanya bengkakatau tidak terjadi kalus. Sedangkan kematian yang terjadi dikatagorikan menjadi tiga, yaitu hitam/coklat 12%, putih 7% dan kontaminasi yang disebabkan oleh cendawan 1%. Penyebab kematian hitam/coklatt dan putih terjadi akibat stress penanaman yang dilakukan dengan cara memotong daun dari batang utama plantlet selain itu senyawa fenol yang terkandung dalam daun juga dapat meracuni tanaman.

2 24 dan kontaminasi cendawan terjadi akibat adanya cendawan yang menempel pada botol yang jatuh dan tumbuh setelah mengenai media. Hal ini disimpulkan karena kontaminasi terjadi pada MST ke-4. Media berubah warna menjadi hitam karena ditumbuhi koloni cendawan dan eksplan mati karena kehabisan sumber makanan dan kalah bersaing dengan cendawan. Yusnita (2003) dalam Azwin (2007), menyatakan bahwa masalah yang sering dihadapi dalam kultur jaringan tanaman berkayu adalah terjadinya pencoklatan atau penghitaman bagian eksplan. Pada waktu jaringan terkena stress mekanik, seperti pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan, proses sterilisasi, metabolisme senyawa berfenol pada eksplan sering terangsang Senyawa berfenol sering bersifat toksik, menghambat pertumbuhan, bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.menurut Santoso (2001) pencoklatan terjadi karena rangsangan kimia sdan juga menjelaskan bahwa munculnya kontaminasi merupakan konsekuensi dari penggunaan media tanam yang diperkaya. Untuk mengatasi problem pencoklatan beberapa hal yang dilakukan, misalnya: 1. Mengeluarkan senyawa fenol, yaitu dengan cara membilas terus menerus dengan air atau aquades, melakukan subkultur berulang, mengabsorbsi dengan arang aktif, mengarbsorbsi dengan polyvinylpirolidone (PVP). 2. Memodifikasi potensial redok media, 3. Mengurangi agen yang menyebabkan terjadinya pencoklatan, yang paling umum biasanya yaitu dengan mengurangi jumlah karbohidrat medium, mengurang atau meniadakan kontak dengan oksigen. 4. Menghambat enzim phenol oksidase, untuk ini dapat digunakan (chelating agents). EDTA telah terbukti dapat menghambat kerja enzim phenol oksidase. 5. Pengaturan ph rendah, ini dapat dilakukan karena enzim polyophenol oksidase kerja optimalnya pada ph 6,5 dan menurun seirama dengan turunnya ph. 6. Penggunaan ruang gelap, karena enzim polyphenol oksidase kerja efektifitasnya dipengaruhi oleh cahaya. Disarankan penggunaan ruang gelap minimal 14 hari setelah penanaman eksplan (Santoso, 2001).

3 Pengaruh Pemberian ZPT BAP dan TDZ. Perkembangan eksplan daun pascapenanaman yang dapat diamati adalah perubahan morfologi menjadi bengkak dan berkalus. Bengkak merupakan perubahan morfologi daun akibat pembelahan sel-sel yang terdapat pada daun namun belum menembus lapisan epidermis daun sehingga daun tampak mengembang dan keriput. Menurut Santoso (2001) kalus adalah sekumpulan sel amorphopalus yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri secara terus menerus. Sedangkan kalus merupakan masa proliferasi (pembiakan yang subur) massa jaringan yang belum terdiferensiasi terbentuk karena adanya sel-sel yang kontak dengan media terdorong menjadi meristematik dan selanjutnya aktif mengadakan pembelahan seperti jaringan penutup luka. Kalus terbentuk akibat adanya kandungan auksin pada eksplan yang cukup tinggi dan kandungan sitokinin yang sangat rendah atau tidak ada sehingga auksin dapat menginduksi pembentukan kalus pada berbagai jenis batang Salisbury dan Cleon (1995) dalam Hidayat (2009) Perubahan morfologi daun menjadi bengkak. Tabel 3. Hasil sidik ragam (Anova) pengaruh perlakuan BAP dan/atau TDZ terhadap perubahan morfologi bengkak eksplan daun ZPT Pengamatn ke- (MST) BAP tn sn sn sn sn sn sn sn TDZ tn n n n n n n n BAP*TDZ tn n n n tn tn tn tn Keterangan : tn : Tidak berpengaruh nyata n : Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% sn : Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 95% Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam kombinasi hormon BAP dengan TDZ pada selang kepercayaan 95% maka dapat diketahui pemberian hormon BAP pada perlakuan kombinasi hormon tersebut memberikan pengaruh yang sangat nyata mulai 2 MST hingga 8 MST terhadap skor luas bengkak. Pemberian hormon TDZ pada perlakuan kombinasi hormon tersebut memberikan pengaruh yang nyata mulai 2 MST hingga 8 MST terhadap skor luas bengkak. Interaksi BAP dengan TDZ memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor luas bengkak hanya pada selang 2

4 26 MST hingga 4 MST saja. Untuk melihat beda antar perlakuan pada hormon BAP, TDZ dan interaksinya dilakukan uji lanjut wilayah Duncan Tabel 4. Pengaruh perlakuan kombinasi hormon BAP dan TDZ terhadap rata-rata skor luas bengkak Perlakuan (ppm) Pengamatn ke- (MST) Kontrol 0a 0,5ed 0,85dc 0,95dc 0,95c 0,95c 0,95c 0,95c BAP 1 0a 1,3ba 1,5ba 1,65ba 1,65ba 1,65ba 1,65ba 1,65ba BAP 2 0a 0,8bedc 0,9bdc 0,95dc 0,95c 0,95c 0,95c 0,95c TDZ 0,05 0a 0,5ed 0,65d 0,65d 0,65c 0,65c 0,65c 0,8c TDZ 0,1 0a 0,5ed 1,05bdc 1,15bdc 1,15bc 1,15bc 1,15bc 1,35bac TDZ 0,5 0a 0,65edc 0,7dc 0,75d 0,75c 0,75c 0,75c 0,8c BAP 1 + TDZ 0,05 0a 0,35ed 1,2bdc 1,2bdc 1,2bc 1,2bc 1,2bc 1,2bc BAP 1 + TDZ 0,1 0a 1,1bac 1,5ba 1,6ba 1,6ba 1,6ba 1,6ba 1,6ba BAP 1+ TDZ 0,5 0a 1,55a 1,85a 1,85a 1,85a 1,85a 1,85a 1,85a BAP 2 + TDZ 0,05 0a 0,3ed 0,6d 0,6d 1,6ba 1,6ba 1,6ba 0,9c BAP 2 + TDZ 0,1 0a 0,85bdc 1,3bac 1,45bac 1,55ba 1,55ba 1,55ba 1,6ba BAP 2 + TDZ 0,5 0a 0,25e 1,05bdc 1,1bdc 1,1bc 1,1bc 1,1bc 1,1bc Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata untuk minggu yang sama pada uji DMRT 5% Hasil uji lanjut wilayah Duncan menunjukkan bahwa rata-rata skor luas bengkak tertinggi dihasilkan oleh kombinasi hormon BAP 1 ppm + TDZ 0,5 ppm. Kombinasi ini sudah memperlihatkan hasil yang berbeda pada 2 MST bernilai 1,55 dan mencapai puncaknya pada 3 MST dengan nilai 1,85. Sedangkan rata-rata jumlah daun terendah tiap MST berbeda, pada 2 MST nilai terendah dihasilkan pada kombinasi BAP 2 ppm + TDZ 0,5 ppm. pada 3 dan 4 MST niali terendah dihasilkan oleh kombinasi hormon BAP 2 ppm + TDZ 0,05 ppm. Pada 5 MST hingga 8 MST rata-rata skor luas bengkak terendah terjadi pada TDZ 0,05 ppm. Penambahan hormon BAP 2 ppm, TDZ (0,05;0,1;0,5)ppm, BAP 1 ppm + TDZ 0,05 ppm, BAP 2 ppm + TDZ 0,05 ppm, BAP 2 ppm + TDZ 0,5 ppm memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap rata-rata skor luas bengkak.

5 27 2 B0T0 1,8 B1T0 1,6 B2T0 1,4 B0T1 1,2 1 B0T2 0,8 B0T3 0,6 B1T1 0,4 B1T2 0,2 B1T3 0 W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8 B2T1 MST B2T2 B2T3 Gambar7 Grafik pertambahan skor luas bengkak mingguan eksplan daun A. Skor luas bengkak malaccensis. Peningkatan skor luas bengkak sangat signifikan terjadi pada 1 MST hingga 2 MST, 2 MST hingga 3 MST pertambahan cenderung berkurang dan relatif tidak terjadi penambahan skor luas bengkak hingga 8 MST. Hal ini menunjukkan MST optimum terjadinya bengkak yaitu pada 1 MST hingga 3 MST pada saat stok makanan masih banyak tersedia di media tanam Muncul kalus Hasil pengamatan terhadap eksplan daun yang ditanam pada media yang diberi perlakuan ZPT BAP dan/atau TDZ tidak menunjukkan perbedaan pada taraf uji 0,05 DMRT Tabel 5. Hasil sidik ragam (Anova) pengaruh perlakuan BAP dan/atau TDZ terhadap pertumbuhan kalus eksplan daun ZPT Pengamatn ke- (MST) BAP tn tn tn tn tn tn tn tn TDZ tn tn tn n n n n sn BAP*TDZ tn tn tn tn tn tn tn n Keterangan : tn : Tidak berpengaruh nyata n : Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% sn : Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 95%

6 28 Hasil sidik ragam diatas menunjukkan kombinasi BAP dan TDZ tidak memberikan pengaruh yang nyata hingga 7 MST pada pertumbuhan luas kalus dan pada 8 MST interaksinya memberikan pengaruh yang nyata. Media tanam dengan penambahan ZPT TDZ mulai memberikan pengaruh nyata pada 5,6 dan 7 MST kemudian menjadi sangat nyata perbedaannya pada 8 MST. Audus (1963)dalam Hidayat (2009) menyatakan bahwa pengaruh pemberian suatu konsentrasi zat pengatur tumbuh berbeda-beda untuk setiap jenis tanaman bahkan berbeda pula antar varietas dalam suatu spesies. Demikian pula halnya dengan kisaran konsentrasi yang tidak tepat dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Dalam konsentrasi yang berbeda, zat pengatur tumbuh dapat menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan dapat menyebabkan keracunan pada seluruh tanamana. Leopold (1963) dalam Hidayat (2009) juga menjelaskan bahwa keefektifan penggunaan zat pengatur tumbuh selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga dipengaruhi oleh faktor tanaman itu sendiri. Tabel 6. Pengaruh perlakuan kombinasi hormon BAP dan TDZ terhadan pertumbuhan luas kalus Perlakuan (ppm) Pengamatn ke- (MST) Kontrol 0a 0a 0a 0b 0,11bac 0,175bac 0,335b 0,335b BAP 1 0a 0a 0a 0b 0,185a 0,34a 0,596a 0,7555a BAP 2 0a 0a 0a 0b 0,155ba 0,19bac 0,245cb 0,265b TDZ 0,05 0a 0a 0a 0b 0,06bac 0,08bc 0,12cb 0,165b TDZ 0,1 0a 0a 0a 0b 0,105bac 0,155bac 0,18cb 0,185b TDZ 0,5 0a 0a 0a 0b 0,005c 0,005c 0,01c 0,015b BAP 1 + TDZ 0,05 0a 0a 0a 0b 0,02bc 0,05bc 0,105cb 0,105b BAP 1 + TDZ 0,1 0a 0a 0a 0b 0,055bac 0,095bc 0,115cb 0,115b BAP 1+ TDZ 0,5 0a 0a 0a 0b 0,085bac 0,11bc 0,145cb 0,145b BAP 2 + TDZ 0,05 0a 0a 0a 0,005a 0,01c 0,015bc 0,02c 0,02b BAP 2 + TDZ 0,1 0a 0a 0a 0b 0,1bac 0,215ba 0,26cb 0,26b BAP 2 + TDZ 0,5 0a 0a 0a 0b 0,025bc 0,09bc 0,195cb 0,195b Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata untuk minggu yang sama pada uji DMRT 5% Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan penambahan TDZ memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan luas rata-rata kalus mulai pada 5 MST

7 29 sehingga dilakukan uji lanjut wilayah Duncan untuk melihat perbedaan antar tarafnya. Hasil uji lanjut wilayah Duncan pada 5 MST perlakuan kontrol dengan TDZ 0,1 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata sedangkan antar sesama perlakuan TDZ juga tidak menunjukkan perbedaanyang nyata. 6 MST perlakuan kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan TDZ 0,1 ppm. Perlakuan TDZ 0,1 ppm juga tidak berbeda nyata dengan TDZ 0,5 ppm. Perlakuan TDZ 0,05 ppm tidak berbeda nyata dengan TDZ 0,05 ppm. Pada 7 dan 8 MST perlakuan kontrol berbeda nyata dari semua perlakuan penambahan ZPT TDZ dan antar perlakuan TDZ tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Perlakuan kontrol meninjukkan nilai yang baik dibandingkan semua perlakuan TDZ di semua MST dengan demikian penambahan TDZ saja pada media tanam justru menghambat pembentukan kalus pada eksplan daun. Peningkatan konsentrasi TDZ dari 0,05 ppm ke 0,5 ppm menunjukkan tren negatif hal ini menunjukkan konsentrasi TDZ yang semaik tinggi justru menghambat terbentuknya kalus pada eksplan daun. Hasil uji lanjut wilayah Duncan pada 8 MST menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ZPT dengan konsentrasi BAP 1 ppm merupakan nilai optimum dalam menghasilkan luas rataan kalus dengan nilai 0,7555 cm 2. Pada perlakuan hormon lain tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol bahkan rata-rata luas yang dihasilkan lebih kecil dari kontrol yaitu dibawah 0,335 cm 2.Rata-rata luas kalus terendah dapat dilihat di perlakuan penambahan TDZ tertinggu saja 0,5 ppm dengan nilai 0,015 cm 2. Penambahan luas kalus terjadi karena membelahnya sel secara terus menerus sebagai bentuk pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang masih hidup. Berdasarkan Gambar.2 terlihat bahwa penambahan luas paling tinggi adalah eksplan dalam media tanam yang ditambahkan ZPT BAP 1 ppm meskipun BAP 1 ppm menunjukkan luas tertinggi namun berdasarkan uji Duncan ternyata perlakuannya tidak berbeda nyata dengan kontrol.

8 30 Luas kalus (cm 2 ) 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8 MST B0T0 B1T0 B2T0 B0T1 B0T2 B0T3 B1T1 B1T2 B1T3 B2T1 B2T2 B2T3 Gambar 8 Grafik rata-rata penambahan luas kalus pada eksplan daun A. malaccensis. Media tanam tanpa perlakuan memiliki nilai rataan luas kalus hanya lebih rendah dari media tanam dengan perlakuan BAP 1 ppm tetapi lebih tinggi meski tidak berpengaruh nyata dengan media tanam dengan perlakuan lainnya. Hal ini terjadi karena untuk menumbuhkan kalus embriogenesis hanya dibutuhkan media normal dengan unsur hara makro dan mikro yang lengkap (Monnier, 1990). 4.3 Laju Pertumbuhan Eksplan. 35 B0T0 30 B1T0 25 B2T0 B0T1 20 B0T2 15 B0T3 10 B1T1 B1T2 5 B1T3 0 B2T1 W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8 B2T2 MST B2T3 Gambar 9Rekapitulasi laju pertambahan skor bengkak eksplan daun tiap taraf 8 MST. Laju pertambahan skor luas bengkak

9 31 Laju pertambahan skor luas bengkak secara keseluruhan meningkat drastis pada 2 MST kemudian turun pada 3 hingga 7 MST dan sedikit meningkat pada 8 MST. Laju pertambahan luas skor tertinggi terjadi pada B1T3 pada 2 MST dengan nilai 31 skor luas bengkak/minggu. Setelah 2 MST eksplan mengalami penurunan laju pertambahan skor luas bengkak karena eksplan yang sudah bengkak tahapan berikutnya adalah mengalami kalus atau sudah mencapai luasan bengkak maksimal. Hasil pengamatan laju pertumbuhan kalus tiap taraf tiap MST menghasilkan hasil yang fluktuatif. Laju pertumbuhan (cm 2 /minggu) 6 B0T0 B1T0 5 B2T0 B0T1 4 B0T2 3 B0T3 B1T1 2 B1T2 1 B1T3 B2T1 0 B2T2 W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8 MST B2T3 Gambar 10Rekapitulasi laju pertumbuhan kalus eksplan daun tiap taraf 8 MST. Eksplan daun mulai berkalus pada 4 MST, jumlah kalus terbanyak pada 4 MST dihasilkan oleh taraf B1T0. Laju pertambahan luas kalus tertinggi terjadi pada 7 MST pada hormon B1T0. Pertambahan luas kalus hampir seluruh taraf naik secara progresif hingga 5 MST kecuali taraf B0T3 dan B2T1. dari 5 ke 6 MST terjadi penurunan laju pertumbuhan kalus pada taraf B0T0, B1T0, B2T0, B0T1, B0T3, B1T1, B1T2, dan B1T3. Pada 6 ke 7 MST laju pertumbuhan meningkat lagi dan mencapai puncaknya pada taraf B0T0, B1T0, dan B0T3. Pada 7 ke 8 MST hampir semua taraf turun laju pertumbuhannya bahkan mencapai laju pertumbuhan = 0

10 32 cm 2 /minggu, hal ini disebabkan habisnya stok makanan pada media tanam sudah mulai habis. Laju pertumbuhan yang tinggi dan fluktuatif menyebabkan bahan makanan lebih cepat habis, hal ini diperlihatkan pada Gambar 10, yaitu taraf-taraf yang berfluktuatif hebat dan memiliki laju kecepatan tumbuh tinggi pada 8 MST laju pertumbuhannya mendekati 0 cm 2 /minggu. Tetapi pada taraf yang tidak berfluktuatif hebat dan laju pertumbuhannya rendah cenderung stabil tetap tumbuh pada 8 MST yaitu taraf B2T1. Kecenderungan laju pertumbuhan fluktuatif ini menunjukkan aktifitas sel-sel tiap taraf berbeda dan tidak stabil. Ada fase dimana kecepatan pembelahan sel menurun diindikasikan terjadinya penurunan laju pertambahan luas pada MST tertentu. Pemberian perlakuan ataupun tanpa perlakuan (kontrol) gejala ini tetap terjadi. Meskipun tidak dapat digeneralisasikan tapi kecenderungan fluktuatifnya laju pertumbuhan menunjukkan masing-masing sel memiliki ritme pembelahan selnya. 4.4 Pengamatan Visual. Fenomena proses inisiasi kalus dari eksplan daun menggambarkan proses induksi yang tidak seragam. Secara umum ada 5 model proses induksi kalus dan arah perkembangannya. 1. Seluruh permukaan eksplan daun yang kontak dengan media secara bersama membentuk kalus, 2. Hanya bagian-bagian ujung eksplan yang kontak dengan media secara bersama membentuk kalus, disusul bagian lainnya secara menyeluruh, 3. Hanya satu bagian ujung eksplan yang kontak dengan media secara bersama membentuk kalus, 4. Hanya bagian-bagian ujung eksplan yang kontak dengan media secara bersamasama membentuk kalus, tetapi tidak berkembang lagi dan 5. Kalus dimulai dari bagian pinggir ujung daun kemudian merambat ke arah tengah daun.

11 33 Perbedaan respon tiap eksplan yang berbeda, mungkin disebabkan usia daun, jenis potongan daun, asal ruas daun yang semaksimal mungkin relatif diseragamkan. Bagian eksplan yang terinisiasi membentuk kalus, menurut Suryowinoto (1990) dalam Santoso dan Nursandi (2001) disebabkan karena sel-sel yang kontak dengan media terdorong menjadi meristematik dan selanjutnya aktif mengadakan pembelahan seperti jaringan penutup luka. Walaupun antara sel-sel pada satu bagian eksplan dengan bagian eksplan yang lain berbeda. Menurut Santoso dan Nursandi (2001) kemampuan bagian tanaman untuk membentuk kalus tergantung pada umur fisiologi, musim pada waktu bahan tanam, bagian tanaman yang digunakan, jenis tanaman dan faktor luar. 4.5 Peran Kultur in-vitro dalam Konservasi dan Reklamasi Lahan. Tiga landasan utama utama konservasi sebagai perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan dalam aplikasinya menemui banyak kendala. Pada skala tumbuhan ketiga landasan di atas perlu dijalankan seimbang. Teknik konvensional yang sudah lama dijalankan perlu didukung teknik baru yang mampu mendukung teknik-teknik yang sudah ada sebelumnya. Konservasi plasma nutfah biasanya dilakukan secara in vivo dalam bentuk penyimpanan biji atau tanaman hidup di kebun koleksi, kebun raya, hutan lindung, taman nasional dan lain sebagainya. Cara ini memerlukan biaya yang cukup besar untuk pemeliharaan dan perbanyakannya (Gunawan, 1995). Kultur jaringan in vitro merupakan sarana penelitian untuk mempelajari aspek sains tumbuhan dalam skala yang luas. Sebagai contoh, teknik ini digunakan mengetahui metabolit primer dan sekunder, cytodiferensiasi, morfogenesis, fisiologi tumor tanaman dan formasi tanaman hibrid dari teknik penggabungan protoplast. Selain itu Kultur jaringan tanaman juga makin banyak digunakan dalam propagasi tanaman komersial. Kultur kalus memiliki arahan lebih kepada inisiasi dan proliferasi lanjutan sel parenkim tumbuhan yang belum terdeferensiasi dari sel induk di media agar (Brown, 1990). Preservasi tanaman umumnya dilakukan dengan cara penyimpanan biji di dalam ruangan bertemperatur rendah. Namun, banyak juga tanaman yang

12 34 menghasilkan biji yang besar dan sangat sulit dalam penyimpanannya, atau biji yang tidak tahan lama (biji recalcitrant). Dalam kasus demikian, sangat diperlukan pengembangan sisten in vitro yang dapat diandalkan untuk meregenerasi sel-sel tanaman tersebut. Sel-sel kompeten (mampu beregenerasi) atau embrio somatik ini kemudian dapat disimpan pada temperatur rendah atau dibekukan (cryopreservasi). Teknik pembekuan ini masih terus disempurnakan. Pada saat ini hanya ada sedikit spesies tanaman yang dapat dibekukan dalam nitrogen cair dan 100% dari kultur yang beku dapat tumbuh kembali setelah dikembalikan pada temperatur normal (Gunawan, 1995). Reklamasi lahan merupakan upaya mengembalikan kondisi vegetasi seperti sebelum dilakukan aktivitas seperti penambangan terbuka. Pra pembukaan lahan perlu dilakukan upaya penyelamatan top soil yang kaya akan unsur hara dan benihbenih tumbuhan. Pengadaan bibit dalam nursery telah lama diterapkan untuk memenuhi kebutuhan bibit dan koleksi tumbuhan lokal dari kawasan yang akan dibuka. Kekurangan nursery yang merupakan penerapan reproduksi generatif dan vegetatif tumbuhan adalah tanamannya dapat terserang penyakit, hilangnya pohon induk dalam kawasan mempersulit penyediaan benih untuk disemai, membutuhkan lokasi yang luas dan biaya operasional yang cukup mahal.penggunaan teknik kultur in vitro dapat membantu menutupi kekurangan penggunaan teknik budidaya konvensional. 4.6 Potensi Daun sebagai Sumber Eksplan. Daun sebagai bagian terbanyak dari suatu tumbuhan selama ini belum termanfaatkan secara baik dalam perbanyakan tumbuhan secara konvensional. Hanya pada daun-daun yang sudah memiliki kemampuan perkembangbiakan vegetatif saja yang dapat tumbuh normal di alam yang ada pada jenis-jenis tertentu saja. Menumbuhkan dan mengembangkan kalus memiliki banyak manfaat. Pada dasarnya dengan menumbuhkan kalus, maka akan mendapatkan beberapa keuntungan dengan kecepatan tumbuh dan produktivitas yang tinggi (Stepan-Sarkissian, 1990).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Saat Muncul Tunas (hari) Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis secara statistik menunjukkan pengaruh nyata (Lampiran 5). Data hasil uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. Selama masa inkubasi, kalus mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-5. Data hari tumbuhnya kalus seluruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) Kultur jaringan merupakan teknik budidaya untuk meningkatkan produktifitas tanaman.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan yang teramati selama aklimatisasi menunjukkan suhu rata-rata 30 o C dengan suhu minimum hingga 20 o C dan suhu maksimum mencapai 37 o C. Aklimatisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Respons pertumbuhan yang dihasilkan dari penanaman potongan daun binahong (Anredera cordifolia) yang ditanam pada medium MurashigeSkoog dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa baik metabolit primer maupun sekunder. Metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenol dan flavonoid sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I. Induksi Kalus Awalnya percobaan ini menggunakan rancangan percobaan RAL 2 faktorial namun terdapat beberapa perlakuan yang hilang akibat kontaminasi kultur yang cukup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor berupa rerata pertambahan tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, pertambahan jumlah tunas, pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau kombinasi TDZ dan BAP (Tabel 1) dapat membentuk plb, tunas, atau plb dan tunas (Gambar 4). Respons eksplan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi sebelum masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kondisi yang memenuhi persyaratan bagi pertumbuhan berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan atas berbagai pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. KDS.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang keberadaannya telah langka dan berdasarkan tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di Indonesia yang memiliki keunikan berupa rasa manis pada daunnya. Daun stevia ini mengandung sejumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan November

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK Arta

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh: Uswatun Khasanah NIM K4301058 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan siklamat semakin meningkat. Hal ini nampak pada industri makanan, meningkatkan gizi makanan, dan memperpanjang umur simpan.

BAB I PENDAHULUAN. dan siklamat semakin meningkat. Hal ini nampak pada industri makanan, meningkatkan gizi makanan, dan memperpanjang umur simpan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenaikan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar mengakibatkan keperluan gula tebu dan pemanis sintetis lain seperti sakarin dan siklamat semakin meningkat. Hal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Eksplan Secara Umum Pertumbuhan eksplan kentang (Solanum tuberosuml.) mulai terlihat pada satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang dikenal sebagai sumber utama penghasil minyak nabati sesudah kelapa. Minyak sawit kaya akan pro-vitamin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam industri otomotif dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaharu merupakan produk hasil hutan non kayu bernilai komersial tinggi berupa gumpalan padat, berwarna cokelat kehitaman hingga hitam dan memiliki bau harum pada bagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan 25 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan Sejumlah faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur adalah suhu, cahaya, karbondioksida, oksigen, etilen, dan kelembaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas atau Pineapple bukan tanaman asli Indonesia Penyebaran nanas di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pengisi di lahan pekarangan, lambat laun meluas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai keanekaragaman tanaman hortikultura meliputi tanaman buah, tanaman sayuran dan tanaman hias. Menurut Wijaya (2006), Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, karena ubi kayu memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011 Teknologi Kultur Jaringan Tanaman materi kuliah pertemuan ke 9 Isi Materi Kuliah Kultur Kalus Sri Sumarsih Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Induksi Kalus Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

Lebih terperinci

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PENDAHULUAN Metode kultur jaringan juga disebut dengan

Lebih terperinci

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2 V. HASIL DAN PEMAHASAN A. Hasil Penelitian diakhiri saat umur enam minggu dan hasilnya dapat dilihat pada gambargambar dibawah ini: A Gambar 4. A=N0K0; =N0K1; =N0K2 Pada gambar 4 tampak eksplan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis sangat tinggi. Apabila dikelola dengan baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara (Subiyakto,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya Brasil (Lingga dkk., 1986 ; Purwono dan Purnamawati, 2007). Ubi kayu yang juga dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah tropika yang menempati urutan ke dua terbesar setelah pisang. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan penghasil beras sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang diyakni merupakan anggrek terbesar yang pernah ada. Anggrek ini tersebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah the Queen of fruits ratu dari buah- buahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah the Queen of fruits ratu dari buah- buahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah yang beriklim tropis di dunia memiliki keragaman sumber daya tanaman buah-buahan cukup banyak untuk digali dan didayagunakan potensi sosial-ekonominya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perkecambahan Biji Hasil penelitian menunjukkan biji yang ditanam dalam medium MS tanpa zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN) Volume 16, Nomor 2, Hal. 63-68 Juli - Desember 211 ISSN:852-8349 PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN) Muswita Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistemnya dalam pasal 20 ayat 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 77

I. PENDAHULUAN. Ekosistemnya dalam pasal 20 ayat 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 77 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kantong Semar merupakan tanaman yang unik dan langka di Indonesia. Status tanaman ini termasuk tanaman yang dilindungi berdasarkan Undang- Undang No. 5 Tahun 1990 tentang

Lebih terperinci

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) Oleh : Toni Herawan disampaikan pada : Seminar Nasional Bioteknologi Hutan YOGYAKARTA, OKTOBER 2012 PENDAHULUAN Cendana tumbuh dan berkembang secara alami

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KULTUR JARINGAN TANAMAN KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Energi merupakan salah satu hal yang sangat penting di dunia. Saat ini sumber energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya sekarang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Saat ini, manggis merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jati ( Tectona grandis) termasuk famili Verbenaceae yang mempunyai banyak keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh dalam berbagai kondisi

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Turi adalah tanaman leguminosa yang umumnya dimanfaatkan sebagai makanan ternak (pakan ternak). Tanaman leguminosa memiliki kandungan protein yang tinggi, begitu juga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis yang dikenal saat ini. Stroberi yang dibudidayakan sekarang disebut sebagai stroberi modern (komersial)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus dan 20.000 species. Kedudukan tanaman ini dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai Divisi Spermatophyta,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012 Teknik Kultur In Vitro Tanaman Sri Sumarsih Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

Romasli Nadeak a Nelly Anna b, Edy Batara Mulya Siregar b. Kampus USU Medan (Penulis Korespondensi,

Romasli Nadeak a Nelly Anna b, Edy Batara Mulya Siregar b. Kampus USU Medan (Penulis Korespondensi, Respon Eskplan Biji Gaharu (Aquilaria malaccencis Lamk.) terhadap Pemberian NAA dan IBA Secara In Vitro Effect of Plant Growt Regulator NAA and IBA on Seed Explants Agarwood(A. malaccensis Lamk.) In vitro.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Hidup Eksplan Jumlah eksplan jelutung yang ditanam sebanyak 125 eksplan yang telah diinisiasi pada media kultur dan diamati selama 11 minggu setelah masa tanam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan pangan terus menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Peningkatan jumlah populasi dunia, peningkatan suhu bumi yang disebabkan efek pemanasan global,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS PENDAHULUAN. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya menggunakan tanaman hias dan bunga bagi tujuan kesenangan dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun akhirnya meluas hingga

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO Zohiriah 1, Zulfarina 2, Imam Mahadi 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman utama perkebunan di Indonesia disamping karet, the, coklat dan lain-lain. Kelapa sawit mempunyai masa depan yang cukup cerah saat ini.

Lebih terperinci

Ketersediaan Eksplan, Tunas Aksiler dan Kalugenesis pada Perbanyakan Mikro Toona sinensis

Ketersediaan Eksplan, Tunas Aksiler dan Kalugenesis pada Perbanyakan Mikro Toona sinensis Ketersediaan Eksplan, Tunas Aksiler dan Kalugenesis Perbanyakan Mikro Toona sinensis Explant Avaibility, Axillary Buds and Callugenesis in Toona sinensis Micropropagation BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup diperhitungkan. Selain memiliki fungsi estetika, bunga juga mendatangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pule pandak (Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Menurut Word Health Organisation

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN) Volume 13, Nomor 1, Hal. 15-20 ISSN 0852-8349 Januari Juni 2011 PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN) Muswita Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penggemarnya. Selain itu bunga anggrek memiliki variasi bentuk, warna dan ukuran

I. PENDAHULUAN. penggemarnya. Selain itu bunga anggrek memiliki variasi bentuk, warna dan ukuran 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek merupakan tanaman dengan bunga yang cukup indah, menarik dan banyak penggemarnya. Selain itu bunga anggrek memiliki variasi bentuk, warna dan ukuran bunga yang

Lebih terperinci

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Nikman Azmin Abstrak; Kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit. Kultur jaringan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2013). Kopi memegang

BAB I PENDAHULUAN. tahun mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2013). Kopi memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas perkebunan terbesar ke empat di Indonesia setelah karet, kelapa sawit dan cokelat (BPS, 2013). Komoditas tersebut mampu menjadi sumber pendapatan

Lebih terperinci

Kultur Sel. Eksplan Kultur Sel

Kultur Sel. Eksplan Kultur Sel Kultur Sel Kultur sel: adalah pembudidayaan/pemeliharaan sel, tunggal maupun gabungan beberapa sel, dalam lingkungan buatan (medium buatan) yang steril. Kultur sel terdiri atas populasi sel dengan laju

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci