HASIL PENILAIAN ECO-DEGREE (Studi Kasus: Banten Waterfront City)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL PENILAIAN ECO-DEGREE (Studi Kasus: Banten Waterfront City)"

Transkripsi

1 HASIL PENILAIAN ECO-DEGREE (Studi Kasus: Banten Waterfront City) A. PEMILIHAN LOKASI Lokasi terpilih untuk penilaian eco-degree yaitu Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Pemilihan lokasi penilaian didasarkan pada hasil survey yang telah dilakukan pada tanggal Maret 2012, bahwa lokasi yang tersebut telah memenuhi beberapa parameter penilaian awal sebagai berikut (modifikasi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2008): - Kawasan permukiman berada di kawasan perkotaan; - Merupakan wilayah permukiman yang berada di tepi air (sungai, waduk, laut, dan sebagainya); - Aktivitas penduduk menimbulkan pencemaran ke badan air; - Fungsi kawasan dominan sebagai wilayah permukiman; - Masyarakat memanfaatkan sungai untuk keperluan domestik; - Kondisi masyarakat yang kondusif (bukan daerah konflik) dan merupakan masyarakat golongan menengah kebawah; Selain itu, terdapat calon mitra kerjasama yaitu Pemerintah Provinsi Banten, Ditjen Cipta Karya, dan Banten Creative Community yang telah dan sedang merencanakan Banten Waterfront City pada lokasi yang sama. Oleh karena itu, lokasi perencanaan awal Banten Waterfront City dijadikan sebagai studi kasus dalam penerapan model permukiman berbasis eco-settlements melalui penilaian eco-degree. B. LINGKUP LOKASI PENILAIAN Wilayah studi untuk penerapan konsep Banten Waterfront City terletak di Kota Serang khususnya Kecamatan Kasemen mulai dari jalan Toll Jakarta Merak di sebelah Selatan sampai dengan pesisir pantai di sebelah Utara. Akan tetapi untuk pelaksanaan penilaian eco-degree dilakukan pada wilayah perencanaan pada Studi Awal Rencana Pembangunan Waterfront City Provinsi Banten yaitu Kecamatan Kasemen dengan fokus pada kawasan sekitar Banten Lama dengan luas kawasan ±49 km 2 dan berfungsi perkotaan. Untuk lebih jelas mengenai lingkup kawasan dapat dilihat pada Gambar 1. 1

2 Lingkup Lokasi Penilaian Lingkup Banten Waterfront City Gambar 1. Lingkup Lokasi Penilaian (Sumber: Pemprov Banten, 2008) C. TATA CARA PENILAIAN ECO-DEGREE (E) Tata cara penilaian didasarkan pada hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman tahun 2011 yaitu kerangka penilaian eco-degree permukiman perdesaan di hulu DAS. Digunakan instrumen tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang telah dihasilkan dapat digunakan untuk permukiman dengan karakteristik kota dan tidak berada di hulu DAS. Walaupun lokasi penilaian berada berdekatan dengan sumber air/tepi air, tapi memiliki karakteristik yang berbeda dengan permukiman perdesaan di hulu DAS. Tata cara penilaian eco-degree melalui beberapa tahapan sebagai berikut: a. Pelaksanaan survei primer dan sekunder berdasarkan kebutuhan data untuk setiap parameter penilaian; b. Pembobotan nilai dengan berdasarkan pada skala Likert untuk setiap parameter (lihat Tabel 1 sampai dengan Tabel 4); 2

3 Tabel 1. Parameter Penilaian Aspek Biofisik Subkriteria Atribut Parameter Standar dan Rating Acuan Standar Tata Guna Lahan Tutupan vegetasi IPL: Indeks Penutupan lahan Kesesuaian lahan KP: indeks kesesuaian lahan Air Kualitas Air Bersih Baku mutu (warna, kekeruhan, TDS, ph, sulfat, Nitrat sebagai N. E-coli, total bakteri coliform) Kualitas Air Limbah Baku mutu (ph, TSS, BOD, minyak, dan lemak) Kuantitas Air Baku Indeks Penggunaan Air (IPA) 5 =IPL 75% baik 3= 30 IPL<75% 1= IPL < 30% 5= KP = KP = KP 3-7 5=terpenuhi 1=tidak terpenuhi 5=terpenuhi 1=tidak terpenuhi 5=IPA<0.3 4=0.3 IPA<0.5 3=0.5 IPA<0.8 2=0.8 IPA<1.0 1=IPA 1.0 Surface Run off Koefisien run off (R) 5= R< 10% 4=10 R<20 % 3=20 R<30 % 2=40 R<50% 1= 50% Udara Kualitas Udara Baku mutu (TSP debu, PM 10, SO 2, NO 2, Hidrokarbon -HC) 5=terpenuhi 1=tidak terpenuhi Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai No. P.04/V-SET/2009 Permen PU No. 41/PRT/M/2007 mengenai Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya Kep.MenKes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum Kep. MenLH No. 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik Paimin, et al., 2006 The Federal Interagency Stream Restoration Working Group, 1998 PP No 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara 3

4 Subkriteria Atribut Parameter Standar dan Rating Acuan Standar Tanah Tingkat erodibilitas IE: Indeks Erosi 5=0 K <0.10 USDA Soil Conservation berdasarkan kelas erosi 4=0.11 K < 0.20 service USDA-Soil Conservation 3=0.21 K <.0.32 Service 2=0.33 K < =K 0.43 Jenis Tanah 5=Alluvial, tanah Glei, Planosol, Paimin, et al., 2006 Hidromorf, laterik 4=Latosol 3=Brown forest soil, non calcic, brown, mediteran 2=Andosol, laterit, grumosol, podsol, podsolik 1=Regosol, litosol, organosol, renzina Perumahan Sarana prasarana Kuantitas sarana prasana air minum Kuantitas sarana prasarana sanitasi SNI tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan dan jastifikasi tim Kualitas sarana prasarana air minum Kualitas sarana prasarana Kepadatan bangunan sanitasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Pola Permukiman 5=KDB 10 % 4=10< KDB 25% 3=25< KDB 50% 2=50< KDB 75% 1=75< KDB 100 5=Menyebar 1=Mengelompok The Federal Interagency Stream Restoration Working Group, 1998 Asdak,

5 Tabel 2. Parameter Penilaian Aspek Sosial Subkriteria Atribut Parameter Standar dan Rating Acuan standar Perilaku masyarakat Partisipasi masyarakat % kehadiran dalam kegiatan bersama terkait dengan kelestarian lingkungan hulu DAS (P) 5=P> 70% 3=40% P<70% 1=P< 40% Kegiatan mandiri masyarakat yang terkait dengan kelestarian lingkungan hulu DAS Kapasitas Masyarakat Tingkat pendidikan Jumlah masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan (>75%) Edukasi Jumlah program pelatihan (informal) bagi masyarakat terkait pemeliharaan kelestarian hulu DAS 5=lulus D1 atau lebih tinggi 4=lulus SMA atau sederajat 3=lulus SMP atau sederajat 2=lulus SD atau sederajat 1=tidak lulus SD Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai No. P.04/V-SET/2009 Tarigan, 2006 Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 2000 Mata pencaharian Jumlah mata pencaharian petani dan perkebunan (M) 5=M< 50% 3=50 M<75 % 1=M 75% Jastifikasi tim 5

6 Tabel 3. Parameter Penilaian Aspek Ekonomi Subkriteria Atribut Parameter Standar dan Rating Acuan Standar Tingkat pendapatan Pendapatan per kapita/tahun masyarakat (R) Kondisi ekonomi masyarakat Potensi lokal yang mendukung kelestarian lingkungan Hasil kehutanan/pertanian/perkebu nan 5=R>UMK 3=R=UMK 1=R< UMK 5=Ya 1=Tidak Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai No. P.04/V-SET/2009 Jastifikasi tim Tabel 4. Parameter Penilaian Aspek Institusi Subkriteria Atribut Parameter Standar dan Rating Acuan standar Sistem kelembagaan Kelembagaan formal Program terpadu dalam Paimin, et al., 2006 upaya pelestarian hulu DAS Jumlah program terealisasi 5=90% < F 100% Jastifikasi tim terkait dengan upaya 3=70%< F 90% pelestarian hulu DAS (F) 1=F 70% Kelembagaan informal Program dari masyarakat dalam upaya pelestarian hulu DAS Jumlah program terealisasi terkait dengan upaya pelestarian hulu DAS (I) Jumlah lembaga kemasyarakatan terkait upaya pelestarian hulu DAS 5=90% <I 100% 3=70%< I 90% 1=I 70% Jastifikasi tim Jastifikasi tim Paimin, et al.,

7 c. Perhitungan nilai E Untuk menghitung nilai E suatu kawasan yang dievaluasi digunakan Persamaan 1. Ri E = Si max R i [ 1, 5] (1) 5 N i= 1 dengan E= tingkat ke-eko-an, R i =rating untuk atribut ke-i yang dinyatakan dalam Skala Likert 1-5, S imax =skor maksimum yang mungkin dicapai untuk atribut i (Tabel 5). Tabel 5. Ketentuan Penilaian E Subkriteria Bobot Maksimum Atribut Bobot Maksimum Tata guna lahan 16,00 Tutupan vegetasi 8,00 Kesesuaian lahan 8,00 Air 13,00 Kualitas Air Minum 5,00 Kualitas Air Limbah 2,00 Kuantitas Air Baku 3,50 Surface Run off 2,50 Tanah 10,00 Erodibilitas 7,50 Jenis Tanah 2,50 Udara 6,50 Kualitas udara 6,50 Perumahan 6,50 Sarana prasarana 3,25 Kepadatan bangunan 3,25 Perilaku masyarakat 16,00 Partisipasi masyarakat 16,00 Kapasitas masyarakat 10,00 Tingkat pendidikan 3,33 Edukasi 3,33 Mata pencaharian 3,33 Kondisi ekonomi masyarakat 14,00 Tingkat pendapatan 7,00 Potensi lokal 7,00 Sistem kelembagaan 8,00 Kelembagaan formal 3,00 Kelembagaan informal 5,00 Total Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2011 Kategorisasi kawasan permukiman berdasarkan nilai E dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kategorisasi Ke-eko-an Wilayah Kategori Eco Degree (E) Eco-settlements 75 < E 100 Semi Eco-settlements 50 < E 75 Tidak Eco-settlements 20 E 50 Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2011 Nilai E yang dihitung mencakup dua kondisi, yaitu: 1. Kondisi awal sebelum diterapkan konsep Banten Waterfront City dan penataan lainnya yang terkait, yang dinyatakan sebagai E baseline (E b ). 2. Prediksi nilai E (Eprediksi atau E p ) dengan adanya penerapan Banten Waterfront City. 7

8 D. HASIL PENILAIAN E baseline (E b ) Berdasarkan hasil pengumpulan data dan informasi terkait kondisi eksisting lokasi penilaian, maka dapat diperoleh data dasar lokasi lokasi studi yang terdapat pada Tabel 7. Data dasar tersebut digunakan sebagai dasar untuk menghitung nilai E. Berdasarkan Persamaan (1) dapat diperoleh nilai E b seperti yang terlihat pada Tabel 8. Tabel 7. Data Dasar Kondisi Lokasi Studi Atribut Parameter Kondisi Eksisting Rating Tutupan vegetasi Indeks Penutupan Lahan 50% 3 (modifikasi dengan luas kawasan hijau) Kesesuaian lahan Indeks Kesesuaian Lahan 7 3 Kualitas Air Minum Warna, kekeruhan, TDS, ph, sulfat, Nitrat >baku mutu 1 sebagai N. E-coli, total bakteri coliform (untuk nitrat dan e- coli) Kualitas Air Limbah ph, TSS, BOD, minyak, dan lemak >baku mutu 1 (TSS) Kuantitas Air Baku Indeks Penggunaan Air (IPA) Sulit air tetapi ada 2 PDAM Surface Run off Koefisien run off (Dilihat dari kepadatan 40% 2 Erodibilitas Jenis Tanah Kualitas udara bangunan) IE: Indeks Erosi berdasarkan kelas erosi USDA-Soil Conservation Service TSP debu, PM 10, SO 2, NO 2, Hidrokarbon HC Tidak ada data 4 (bukan daerah rawan longsor karena relatif datar) Regosol dan 3 Alluvial Tidak ada data 5 (tidak ada sumber pencemar berat) Tidak ada 1 Sarana prasarana Kualitas dan kuantitas (air minum dan sanitasi) Kepadatan bangunan Koefisien Dasar Bangunan 55% 2 Pola Permukiman Mengelompok 1 Partisipasi masyarakat % Kehadiran dlm kegiatan bersama Belum ada 1 partisipasi Kegiatan bersama terkait kelestarian Tidak 1 sungai Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan formal (mayoritas) SD dan SMP 2,5 Edukasi Pelaksanaan pelatihan (informal) Tidak 1 Mata pencaharian Mayoritas petani/berkebun >75% (petani lahan 1 basah dan nelayan) Potensi lokal yang Ada (perikanan) 5 mendukung kelestarian hulu DAS Kelembagaan formal Jumlah program Ada 5 Realisasi program Tidak 1 Kelembagaan informal Jumlah lembaga kemasyarakatan Tidak 1 Program mandiri masyarakat Tidak 1 Realisasi program Tidak 1 8

9 Tabel 8. Hasil Perhitungan Nilai E b Atribut Rating Skor Skor Maksimum Tutupan vegetasi 3 4,80 8,00 Kesesuaian lahan 3 4,80 8,00 Kualitas Air Minum 1 1,00 5,00 Kualitas Air Limbah 1 0,40 2,00 Kuantitas Air Baku 2 1,40 3,50 Surface Run off 2 1,00 2,50 Erodibilitas 4 6,00 7,50 Jenis Tanah 3 1,50 2,50 Kualitas udara 5 6,50 6,50 Sarana prasarana 1 0,65 3,25 Kepadatan bangunan 1,5 1,00 3,25 Partisipasi masyarakat 1 3,20 16,00 Tingkat pendidikan 2,5 1,67 3,33 Edukasi 1 0,67 3,33 Mata pencaharian 1 0,67 3,33 Tingkat pendapatan 1 1,40 7,00 Potensi lokal 5 7,00 7,00 Kelembagaan formal 3 1,80 3,00 Kelembagaan informal 1 1,00 5,00 Nilai E total 46,46 100,00 Sebagaimana tersaji, nilai E baseline (E b ) adalah 46,46 dari skor maksimum 100. Berdasarkan kategorisasi ke-eko-an wilayah (Tabel 6) dapat disimpulkan lokasi studi termasuk kawasan yang tidak eco-settlements. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan. Program pemerintah yang terkait dengan penataan di lokasi studi yaitu Banten Waterfront City. Untuk mengetahui efektifitas dari penerapan program tersebut, maka diperlukan skenario peningkatan nilai E yaitu melalui perhitungan nilai E prediksi (E p ) dan nilai E real (E r ). Program Banten Waterfront City akan dilaksanakan sampai dengan tahun Oleh karena itu, penentuan nilai E r tidak dapat dilakukan. Sebelum dilakukan penilaian E p, diperlukan penjelasan terlebih dahulu mengenai program Banten Waterfront City. E. PROGRAM BANTEN WATERFRONT CITY Program Banten Waterfront City akan dipaparkan berdasarkan kriteria yang terdapat dalam penilaian eco-degree. Hal tersebut diperlukan untuk memudahkan dalam penilaian E p. 1. Program terkait kriteria biofisik Tata Ruang / Konsepsi Banten Waterfront City merupakan sarana perbaikan lingkungan/ekosistem perairan pesisir yang ada dengan penanaman kembali pohon bakau di pesisir pantai, serta penghijauan lainnya di wilayah darat. Konservasi lingkungan pantai 9

10 dan penghijauan lingkungan berupa hutan bakau atau tanaman lainnya merupakan salah satu fungsi yang direncanakan dalam masterplan Banten Waterfront City agar tejadi keseimbangan antara manusia dan alam. Selain itu, berdasarkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Serang tahun 2011 khususnya pada koridor yang sama dengan lokasi Banten Waterfront City direncanakan penataan ruang terbuka hijau, yang terbagi atas RTH pasif dan RTH aktif (Gambar 2). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa komposisi ruang terbuka hijau dalam hal ini diartikan sebagai tutupan vegetasi akan bertambah dibandingkan dengan kondisi eksisting. Gambar 2. Rencana Penataan RTH di Koridor Karangantu (Sumber: RTBL Kota Serang, 2011) Terkait dengan pengembangan permukiman, terdapat beberapa arahan pengembangan sebagai berikut: Permukiman yang sudah mantap/stabil, dilakukan pemeliharaan terhadap perumahan dan sarana penunjangnya. Sedangkan pada beberapa lokasi yang belum tersedia sarana penunjang yang layak akan dilakukan perbaikan dan penyediaan sarana penunjang. KDB di lokasi permukiman maksimum 50% 10

11 Permukiman yang berada di sempadan rel kereta api/sempadan sungai dibatasi oleh greenbelt/rth. Penataan Banten waterfront City harus mampu menjaga baku mutu kualitas serta kebersihan air sungai agar konsepsi Waterfront City dapat mengakomodir unsur estetika, kesehatan lingkungan dan kenyamanan. 2. Program terkait kriteria sosial Program yang terkait dengan kriteria sosial yaitu peningkatan kapasitas masyarakat ditinjau dari tingkat pendidikan. Hal ini didasarkan pada tingkat pendidikan masyarakat setempat yang masih rendah (dominan SD SLTP). 3. Program terkait kriteria ekonomi Konsepsi Banten Waterfront City mengakomodir pengembangan ekonomi lokal nelayan, dan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat yang sebagian besar merupakan masyarakat berpenghasilan rendah. Selain pengembangan ekonomi lokal nelayan, juga dikembangkan sawah teknis yang sudah ada, guna meningkatkan pendapatan masyarakat serta menjaga keseimbangan ekosistem. 4. Program terkait kriteria kelembagaan Dalam penerapan Banten waterfront city diharapkan dapat membentuk jejaring koordinasi antar pemangku kepentingan yang terkait, sehingga dalam perencanaan maupun pelaksanaan serta pengawasan penerapan program dapat direalisasikan dengan baik. F. HASIL PENILAIAN E prediksi (E p ) Berdasarkan program yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat diperoleh perhitungan nilai E p sebagaimana tersaji pada Tabel 9. Perhitungan tersebut sebagian besar merupakan jastifikasi dikarenakan dokumen perencanaan tidak mencantumkan secara mendetail tolak ukur keberhasilan dari penerapan program yang telah disusun. Hal tersebut merupakan kesulitan dalam melakukan penilaian. 11

12 Tabel 9. Hasil Perhitungan Nilai E Prediksi (E p ) Atribut Rating Skor Baseline Prediksi Baseline Prediksi Skor Tutupan vegetasi 3 3 4,80 4,80 0,00 Kesesuaian lahan 3 5 4,80 8,00 0,00 Kualitas Air Minum 1 5 1,00 5,00 4,00 Kualitas Air Limbah 1 5 0,40 2,00 1,60 Kuantitas Air Baku 2 2 1,40 1,40 0,00 Surface Run off 2 2 1,00 1,00 0,00 Erodibilitas 4 4 6,00 6,00 0,00 Jenis Tanah 3 3 1,50 1,50 0,00 Kualitas udara 5 5 6,50 6,50 0,00 Sarana prasarana 1 5 0,65 3,25 2,60 Kepadatan bangunan 1,5 2 1,00 1,30 0,30 Partisipasi masyarakat 1 5 3,20 16,00 12,80 Tingkat pendidikan 2,5 3 1,67 2,00 0,33 Edukasi 1 1 0,67 0,67 0,00 Mata pencaharian 1 1 0,67 0,67 0,00 Tingkat pendapatan 1 5 1,40 7,00 5,60 Potensi lokal 5 5 7,00 7,00 0,00 Kelembagaan formal 3 5 1,80 3,00 1,20 Kelembagaan informal 1 1 1,00 1,00 0,00 Nilai E total 46,46 78,09 31,63 Berdasarkan Tabel 9, diprediksi bahwa dengan adanya Banten Waterfront City, maka nilai E akan meningkat sebesar 31,63 menjadi 78,09. Nilai tersebut menyatakan bahwa lokasi penilaian menjadi kawasan eco-settlements. Nilai E p masih memerlukan konfirmasi kepada pihak pemerintah daerah dikarenakan tolak ukur program yang disusun tidak mendetail sehingga penentuan prediksi banyak menggunakan asumsi berdasarkan pemaparan program yang disampaikan secara deskriptif dalam dokumen perencanaan. G. KESIMPULAN Lokasi penilaian yang dipilih merupakan kawasan tidak eco-settlements, dengan adanya penerapan Banten Waterfront city diprediksi akan meningkatkan nilai E kawasan sebesar 31,63 menjadi kawasan eco-settlements; Dalam melakukan penilaian dengan menggunakan instrumen kerangka penilaian ecodegree, dialami kesulitan dalam hal memperoleh data terkait masyarakat terutama partisipasi dan keberadaan kelembagaan informal. Akan tetapi berdasarkan survey instansional, instrumen tersebut masih memungkinkan untuk digunakan Dalam dokumen perencanaan belum mencantumkan tolak ukur yang jelas mengenai tingkat keberhasilan penerapan program, sehingga terjadi kesulitan dalam penentuan nilai E prediksi. 12

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Gambar 3 Peta lokasi penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian mengenai kajian penentuan rute kereta api yang berwawasan lingkungan sebagai alat transportasi batubara di Propinsi Kalimantan Selatan ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Pusat Litbang Permukiman Kementrian Pekerjaan Umum 2012

Pusat Litbang Permukiman Kementrian Pekerjaan Umum 2012 [SIDa.AH.2] Model Permukiman Berbasisi Eco Settlements [ Sri Astuti, Fani Deviana, Anita Firmanti, Wahyu Wuryanti, Syarif Hidayatullah] Pusat Litbang Permukiman Kementrian Pekerjaan Umum 2012 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan 27 METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi yang terjadi pada tiap waktu membutuhkan peningkatan kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas ruang sifatnya

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan ekowisata hutan lindung mangrove dan penangkaran buaya di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

Lebih terperinci

INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Kode : Kementerian Lembaga : Kementrian Pekerjaan Umum Pusat Litbang Permukiman Koridor : Fokus Lokus Peneliti Utama Peneliti Anggota 1 Peneliti Anggota Peneliti Anggota Peneliti Anggota 4 : Model penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian 16 III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian Ruang lingkup dan batasan-batasan kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wilayah kajian adalah wilayah administratif Kabupaten b.

Lebih terperinci

10. PEMBOBOTAN (WEIGHTING)

10. PEMBOBOTAN (WEIGHTING) S k o r i n g 56 10. PEMBOBOTAN (WEIGHTING) Pembobotan merupakan teknik pengambilan keputusan pada suatu proses yang melibatkan berbagai faktor secara bersama-sama dengan cara memberi bobot pada masing-masing

Lebih terperinci

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG Sidang Ujian PW 09-1333 ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG IKA RACHMAWATI SURATNO 3606100051 DOSEN PEMBIMBING Ir. SARDJITO, MT 1 Latar belakang Luasnya lahan

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

Analisis DAS Sambong Dengan Menggunakan Aplikasi GIS

Analisis DAS Sambong Dengan Menggunakan Aplikasi GIS Analisis DAS Sambong Dengan Menggunakan Aplikasi GIS 1) Moh Arif Bakhtiar E 1) Dosen Fakultas Teknik Universitas MerdekaMadiun Abstract Watershed management becomes an important effort for development

Lebih terperinci

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ALDILA DEA AYU PERMATA - 3509 100 022 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KECAMATAN BUNGKU TENGAH KABUPATEMOROWALI MENGGUNAKAN METODE GIS

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KECAMATAN BUNGKU TENGAH KABUPATEMOROWALI MENGGUNAKAN METODE GIS ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KECAMATAN BUNGKU TENGAH KABUPATEMOROWALI MENGGUNAKAN METODE GIS Oleh : SYAHRUL 45 07 042 008 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS 45 MAKASSAR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR 1 PENDEKATAN & JENIS PENELITIAN 2 VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 3 METODA (pengumpulan data/analisis) 4 5 6 METODA SAMPLING METODA PENELITIAN TERKAIT KONSEP PENGEMBANGAN TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 207 ISBN: 978 602 36 072-3 DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR Rahardyan Nugroho Adi dan Endang Savitri Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 11 BAB BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Studi mengenai perencanaan lanskap pasca bencana ini dilakukan di kawasan Situ Gintung dengan luas areal 305,7 ha, yang terletak di Kecamatan Ciputat

Lebih terperinci

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 172, 2016 KEMENPU-PR. Perumahan Kumuh. Permukiman Kumuh. Kualitas. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 I. UNDANG-UNDANG DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 1. Undang-undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Undang-undang Acara Pidana (KUHP) 2. Undang-undang Republik Indonesia No.5

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o 40 30 LS-6 o 46 30 LS dan 106

Lebih terperinci

KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN Jakarta, 7 Desember 2016

KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN Jakarta, 7 Desember 2016 KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN 207 Jakarta, 7 Desember 206 PRIORITAS NASIONAL DITJEN. PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN NO PRIORITAS NASIONAL Kemaritiman

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

: Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN. 40 Skor 70 Skor 100 Skor

: Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN. 40 Skor 70 Skor 100 Skor Lampiran II : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2004. Tentang Tanggal : : Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK

Lebih terperinci

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Transportasi Kereta Api dan Potensi Batubara di Kalimatan Selatan Menurut Undang-undang No. 23 tahun 2007, perkeretaapian merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana,

Lebih terperinci

Data Capaian Pada Tahun Awal Perencan aan. Indikator Kinerja Program (outcome) dan Kegiatan (output)

Data Capaian Pada Tahun Awal Perencan aan. Indikator Kinerja Program (outcome) dan Kegiatan (output) Instansi Visi RENCANA STRATEGIK TAHUN 2013-2017 : Badan DIY : Sebagai Institusi Yang Handal Dalam Pengelolaan Untuk Mewujudkan Masyarakat DIY Berbudaya dan Berwawasan Lingkungan Tujuan Sasaran Kebijakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Pada daerah aliran sungai terdapal berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, semua BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, semua makhluk hidup memerlukan air. Tanpa air tak akan ada kehidupan, demikian pula dengan manusia tak dapat

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 ANALISIS SPASIAL ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KEKRITISAN LAHAN SUB DAS KRUENG JREUE Siti Mechram dan Dewi Sri Jayanti Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mantap dan tertibnya tata cara penetapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISA WILAYAH PERENCANAAN IKK NGIMBANG

ANALISA WILAYAH PERENCANAAN IKK NGIMBANG 5.1. ANALISA FISIK DASAR Kota Ngimbang memiliki dominasi lahan pertanian dalam penggunaan lahannya yaitu sebesar 43 % dari total luas Kota Ngimbang atau seluas 309,6 Ha. Agar pengembangan kota nantinya

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 4 (1) (2015) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage ANALISIS KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN DI KABUPATEN BOYOLALI

Lebih terperinci

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Dr,Ir. Subandono Diposaptono, MEng Direktur Perencanaan Ruang Laut Hp. 081585659073 Disampaikan Pada : FGD Reklamasi FB ITB Bandung, 28

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH Bab IV tediri dari ; Konsep dan strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh sampai dengan pencapaian kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

Laporan Kemajuan INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA MODEL PERMUKIMAN BERBASIS EC0-SETTLEMENTS

Laporan Kemajuan INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA MODEL PERMUKIMAN BERBASIS EC0-SETTLEMENTS Laporan Kemajuan INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA MODEL PERMUKIMAN BERBASIS EC0-SETTLEMENTS Sri Astuti PAKET INSENTIF PEMANFAATAN HASIL LITBANG : PROTOTYPE TEKNOLOGI Bidang Prioritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi BAB 5 PENUTUP Bab penutup ini akan memaparkan temuan-temuan studi yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dan dijadikan masukan dalam pemberian rekomendasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pemilik kewenangan terhadap lahan kawasan Situ Bagendit di bawah pengelolaan Dinas PSDA cukup kesulitan menjalankan fungsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 5 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KOTA BEKASI

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman perkotaan masa kini mengalami perkembangan yang pesat karena pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang tinggi sementara luas lahan tetap. Menurut Rahmi

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue aktual tentang penataan

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga kebersihan daerah aliran sungai. Membuang limbah padat dan cair dengan tidak memperhitungkan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI TEKNIS

RAPAT KOORDINASI TEKNIS RAPAT KOORDINASI TEKNIS DUKUNGAN KEGIATAN LITBANG BAGI KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN Jakarta, 0 Juli 016 PRIORITAS NASIONAL DITJEN. PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Jarak tangki septik ke sumber air bersih 10 m, ke bangunan 1,5 m. Ada bidang resapan. Ada jaringan pipa air limbah.

Jarak tangki septik ke sumber air bersih 10 m, ke bangunan 1,5 m. Ada bidang resapan. Ada jaringan pipa air limbah. 3 BIDANG AIR LIMBAH A. Kelengkapan Prasarana Lingkungan Bidang Air Limbah NO ACUAN STANDAR EKSISTING 1. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan Jarak tangki septik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani PROGRAM STUDI KARTOGRAFI PENGINDERAAN JAUH FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012 TEM PEMBUATAN PETA TEMATIK KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Cipanas berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur). Berdasarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Program dan Kegiatan Strategis

Program dan Kegiatan Strategis Program dan Kegiatan Strategis 4.3.1. Air Minum Kebijakan strategis Pengembangan program, regulasi, political will dan law enforcement dalam melestraikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk menjamin

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT AIR LIMBAH Analisa SWOT sub sektor air limbah domestik Lingkungan Mendukung (+), O Internal Lemah (-) W Internal Kuat (+) S Diversifikasi Terpusat (+2, -5) Lingkungan tidak

Lebih terperinci