PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 16 PENINGKATAN IIMESTASI DAN EKSPOR NON MIGAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 16 PENINGKATAN IIMESTASI DAN EKSPOR NON MIGAS"

Transkripsi

1 BAB 16 PENINGKATAN IIMESTASI DAN EKSPOR NON MIGAS

2 PENINGKATAN BAB 16 IIYVESTASI DAN EKSPOR NON MIGAS A. KONDISI T]MUM Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2007 mencapai sebesar 6,3 persen merupakan pencapaian tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir, dimana pada tahun sebelumnya hanya tumbuh sebesar 5,5 persen. Di sisi pengeluaran, pertumbuhan tersebut didorong oleh ekspor barang dan jasa yang tumbuh sebesar 8,0 persen, serta investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) yang tumbuh sebesar 9,2 persen. Pertumbuhan investasi tahun 2007 tersebut jauh di atas tahun sebelumnya yang hanya menc apai 2,9 persen. Tingginya pertumbuhan investasijuga tercermin dari meningkatnya realisasi investasi berupa Ijin Usaha Tetap (lut) sektor nonmigas yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang meningkat 67,8 persen dibandingkan tahun 2006 yang mengalami penurunan 34,8 persen, atau mencapai nilai tertinggi sejak krisis ekonomi tahun t997. Berdasarkan data BKPM, realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) selama tahun 2007 adalah sebesar Rp 34,9 triliun, sedangkan tahun sebelumnya Rp 20,8 triliun. Bidang usaha yang mendominasi besarnya realisasi PMDN pada tahun 2007 adalah (l) sektor industri kertas dan percetakan mencapai 41,7 persen, (2) industri makanan 15,4 persen, dan (3) industri logam, mesin, dan elektronik 10,2 persen dari total realisasipmdn. Sedangkan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA), pada tahun 2006 dan 2007 secaru berturut-turut tercatat masing-masing sebesar USD 6,0 miliar dan USD 10,4 miliar. Bidang usaha yang mendominasi besarnya realisasi PMA pada tahun 2007 adalah (1) industri kimia dasar barang kimia dan farmasi mencapai 14,9 persen, (2) industri logam, mesin, dan elektronik 6,9 persen, dan (3) industrimakanan 6,8 persen daritotal realisasi PMA. Baik dari sisi minat terhadap PMDN maupun PMA pada tahun 2007 meningkat cukup pesat sebesar I14,8 persen. Nilai rencana investasi PMDN yang disetujui oleh BKPM pada tahun 2007 sebesar Rp 188,9 triliun atau meningkat 16,0 persen dibandingkan tahun 2006 sebesar Rp 162,8 triliun. Sedangkan untuk rencana PMA pada tahun 2007 adalah sebesar USD 40,2 miliar atau meningkat 156,9 persen dibandingkan tahun 2006 yang sebesar USD 15,7 miliar. Meningkat pesatnya nilai rencana PMA pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara benahap iklim investasi di Indonesia mulai membaik. Seiring dengan perkembangari realisasi investasi berupa IUT sektor nonmigas, perkembangan persetujuan fasilitas keringanan bea masuk barang modal juga cenderung meningkat. Untuk PMDN meningkat dari USD 604,7 juta pada tahun 2006 menjadi USD 771,5 juta pada tahun 2007, sedangkan PMA meningkat dari USD 2,7 miliar menjadi USD 3,2 miliar. Berdasarkan survey Badan Pusat Statistik (BPS), secara umum kondisi bisnis yang diukur dengan indeks tendensi bisnis (ITB) di Indonesia tahun 2007 cenderung membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Pada Triwulan l-2007,itb sebesar 100,19 pada Triwulan IV menjadi sebesar 112,25. Pada tahun 2006, ITB Triwulan I sebesar 95,12 dan di akhir Ir.16 - I

3 tahun sebesar 107,43. Pada Triwulan IV-2007, Sektor Transportasi dan Komunikasi, serta Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan mempunyai nilai ITB tertinggi, masing-masing sebesar 118,62 untuk Transportasi dan Komunikasi dan sebesar 118,20 untuk Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, sementara sektor Industri mempunyai nilai terendah yaitu 104,75. Sementara itu, berbagai tantangan dan hambatan dalam berinvestasi masih dirasakan dunia usaha, namun upaya perbaikan iklim investasi terus dilakukan melalui berbagai kebijakan baik yang langsung maupun tidak langsung terkait dengan peningkatan investasi sampai dengan tahun Berdasarkan laporan Doing Business 2008 (Bank Dunia) peringkat Indonesia untuk indikator "kemudahan berusaha" (ease of doing business) meningkat dari peringkat 135 dalam tahun 2007 menjadi peringkat 123 dalam tahun Peningkatan peringkat Indonesia ini disebabkan antara lain oleh pencapaian stabilitas ekonomi makro, pengesahan UU Nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal, Pengesahan UU Nomor 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan 3 (tiga) upaya perbaikan yaitu penyederhanaan proses Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Gubernur DKI, peningkatan perlindungan investor oleh BAPEPAM, dan informasi kredit yang dikelola oleh Bank Indonesia. Menurut hasil laporan Doing Business 2008 (Bank Dunia) untuk tahun 2008, posisi Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya seperti Singapura yang menduduki peringkat pertama (dari tahun 2007). Sedangkan Thailand, Malaysia, China, dan Vietnam masing-masing menduduki peringkat ke 15, 24,83, dan 91. Rendahnya daya saing Indonesia untuk investasi terutama disebabkan masih lama dan panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk memulai usaha yang mencapai 105 hari dengan 12 prosedur perijinan. Sementara itu, Singapura hanya memerlukan 5 hari dengan 5 prosedur, Thailand 33 hari dengan 8 prosedur, Malaysia 24 hari dengan 9 prosedur, China 35 hari dengan 13 prosedur, dan Vietnam 50 hari dengan ll prosedur. Dalam tahun 2009, upaya memperbaiki iklim investasi agar semakin kondusif tetap terus dilakukan, karena berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi antara lain (1) belum selesainya penyusunan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Penanaman Modal melalui Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM) serta perlunya dilakukan evaluasi terhadap berbagai peraturan yang terkait dengan UU PM dan yang berpotensi menghambat iklim investasi, (2) masih diperlukannya penyederhanaan berbagai perijinan dalam membuka usaha seperti HO, ijin lokasi, ijin prinsip, termasuk mengurangi persyaratan untuk memperoleh perijinan, (3) daya dukung dan kualitas infrastruktur masih perlu ditingkatkan, (4) masih perlu diperbaikinya iklim ketenagakerjaan, (5) masih diperlukannya harmonisasi antara peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, (6) Diperlukannya peningkatan insentif baik fiskal maupun non fiskal, (7) masih perlu ditingkatkannya pemanfaatan akses dana perbankan khususnya untuk investor domestik. Ekspor nonmigas di tahun 2007 telah menyumbangkan devisa sebesar USD 91,9 miliar yang jauh lebih tinggi dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar USD 79,6 millar. Sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, ekspor nonmigas Indonesia selalu tumbuh di atas sasaran tahunan RPJMN dan rencana kerja pemerintah tahunan. Meskipun pertumbuhan ekspor nonmigas di tahun 2007 relatif lebih lambat dibandingkan dengan dua rr.t6-2

4 tahun sebelumnya, namun pertumbuhannya masih pada kisaran angka yang cukup tinggi. Melambatnya ekspor nonmigas pada tahun 2007 terutama disebabkan oleh faktor eksternal, seperti melemahnya permintaan dunia akibat tingginya harga minyak dunia dan adanya krisis kredit perumahan (subprime mortgage) diamerika Serikat. Upaya untuk melakukan diversifikasi pasar ekspor (terutama ekspor nonmigas) mulai menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Pangsa ekspor nonmigas di empat pasar tradisional (Jepang, AS, Singapura, dan UE) pada tahun 2007 telah menjadi 50,7 persen dari yang sebelumnya sebesar 55,4 persen 'nonmigas di tahun Penurunan pangsa ekspor di empat pasar tradisional tersebut diiringi dengan kenaikan pangsa ekspor di pasar lainnya terutama ke China dan Korea Selatan yang meningkat menjadi 7,3 persen dan 4,1 persen di tahun 2007 dibandingkan tahun 2004 sebesar masing-masing 6,1 persen dan 3,3 persen. Hal ini seiring dengan meningkatnya permintaan China dan Korea Selatan terhadap komoditas ekspor primer, terutama untuk bahan baku industri dan makanan. Pada tahun 2007, ekspor nonmigas meningkat sebesar 15,5 persen, dengan kontribusi sektor pertanian sebesar 4,3 persen, sektor manufaktur sebesar 82,6 persen, dan sektor pertambangan sebesar l3,l persen. Ekspor pertanian dan pertambangan tumbuh sebesar 17,0 persen dan 7,8 persen, dimana pertumbuhannya terutama didorong oleh faktor kenaikan harga. Sedangkan ekspor manufaktur yang tumbuh sebesar 16,8 persen terutama didorong oleh adanya kenaikan volume. Pertumbuhan ekspor nonmigas pada tahun 2008 diperkirakan sedikit melambat dibandingkan dengan tahun 2007, karena adanya gejolak eksternal yang disebabkan oleh meningkatnyaharga minyak dunia dan harga komoditas di pasar internasional, serta krisis subprirne mortgage di AS yang mengganggu stabilitas sektor keuangan dunia. Kondisi ini menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi global di tahun 2008, yang berpotensi memberikan tekanan terhadaperkembangan ekspor nonmigas Indonesia. Pada tahun 2009, ekspor nonmigas Indonesia diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran angka yang cukup tinggi, dimana pertumbuhannya diperkirakan akan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun Hal ini karena pada tahun 2009 diperkirakan efek lanjutan perlambatan ekonomi global sudah mulai melunak. Upaya peningkatan ekspor nonmigas perlu didukung oleh pengembangan bidang perdagangan dalam negeri, yang selama ini difokuskan pada peningkatan sarana distribusi perdagangan agar efisiensi distribusi perdagangan dalam negeri dapat lebih meningkat. Pada tahun 2006 dan 2007, telah dibangun 134 pasar penunjang, pasar di daerah perbatasan dan pulau kecil terluar, pasar paska bencana, pasar daerah tertinggal, terpencil, dan terluar, serta pasar tradisional desa. Berdasarkan data dari Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), sampai saat ini jumlah pasar tradisional seluruh Indonesia adalah sekitar unit yang menyerap jumlah pedagang sekitar 12,7 juta orang. Selain itu, pembangunan di bidang perdagangan dalam negeri juga didukung oleh penegakan hukum dan pengembangan kebijakan persaingan usaha, pengembangan Sistem Resi Gudang (SRG) yang berperan besar dalam memberikan alternatif pembiayaan bagi usaha kecil dan menengah, peningkatan upaya perlindungan konsumen, serta pengawasan barang beredat danjasa. Upaya-upaya ini tentunya untuk menciptakan sistem perdagangan dalam negeri yang lebih efisien dan efektif, yang lebih berpihak pada pelaku usaha. II.l6-3

5 Upaya peningkatan kinerja perdagangan luar negeri dan dalam negeri tetap terus dilakukan, karena masih adanya permasalahan dan tantangan yang perlu diselesaikan. Permasalahan dan tantangan pokok di bidang perdagangan luar negeri, antara lain adalah (i) diversifikasi pasar ekspor nonmigas masih perlu diperluas, agar tidak bertumpu pada empat pasar ekspor tradisional (Jepang, AS, Singapura, dan Uni Eropa) dimana sampai saat ini pangsanya masih pada kisaran angka 50 persen. Hal ini tentunya untuk menurunkan tingkat ketergantungan ekspor nonmigas terhadap pasar tradisional, sehingga ekspor nonmigas Indonesia akan lebih tangguh terhadap perubahan kondisi perekonomian dan fluktuasi permintaan di keempat pasar ekspor tersebut, (ii) diversifikasi produk ekspor nonmigas perlu ditingkatkan, agar pertumbuhannya tidak ditopang oleh ekspor komoditas primer yang relatif bernilai tambah lebih rendah dan harganya cenderung lebih berfluktuasi, (iii) proses penyederhanaan prosedur ekspor dan impor perlu terus disempurnakan agar dapat mengurangi ekonomi biaya tinggi, termasuk mengurangi pungutan liar, (iv) masih besarnya hambatan non tarif di pasar ekspor, serta (v) ketersediaan infrastruktur perlu terus ditingkatkan untuk mendukung kelancaran arus barang ekspor. Beberapa masalah dan tantangan di bidang perdagangan dalam negeri yang masih dihadapi adalah: pertama, masih adanya potensi ketidakstabilan harga bahan pokok seperti beras, terigu, kedelai, dan minyak goreng. Dalam laporan OECD-FAO Agricultural Outlook edisi perteng ahan 2007, penurunan pasokan dan stok komoditas pangan dan pertanian di pasar dunia terjadi karena dampak perubahan iklim global dan penurunan stok akibat naiknya permintaan pasar dunia terhadap sejumlah komoditas pertanian yang digunakan sebagai bahan baku energi alternatif. Kedua, sistem perdagangan dalam negeri yang masih perlu disempurnakan, mengingat: (i) masih tingginya disparitas harga antar wilayah dan fluktuasi harga yang cukup tinggi, seperti terjadinya gejolak harga barang pada hari raya keagamaan dan musim paceklik; serta (ii) masih tingginya biaya produksi, yang disebabkan oleh masih tingginya biaya logistik domestik. Berdasarkan data Logistic Performance Index (LPI) dari Bank Dunia tahun 2007, salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya LPI Indonesia adalah masih tingginya biaya logistik domestik, dimana Indonesia menempati peringkat ke-93 dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang menduduki peringkat ke-36 dan ke-25. Pariwisata mempunyai andil besar untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah mendorong sektor pariwisata sebagai penghasil devisa terbesar setelah sektor minyak dan gas. Kegiatan pariwisata secara potensial juga dapat mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja. Namun demikian, sektor pariwisata perlu proses penggandaan (multiplier process) multisektor yang sinergis dan koordinatif. Sejak tragedi bom Bali pada 12 Oktober 2002, pariwisata Indonesia mengalami pertumbuhanegatif dengan menurunnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Hal ini diperberat dengan merebaknya isu flu burung, tsunami, dan berbagai bencanalam di daerah tduan wisata (destinasi). Menyusul adanya larangan bagi seluruh maskapai penerbangan Indonesia untuk terbang di wilayah Uni Eropa, semakin memperburuk citra pariwisata Indonesia. Namun demikian dari berbagai upaya yang telah dilakukan, pada tahun 2007 jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia mencapai 5,5 juta orang atau meningkat sekitar 13,14 peisen dibanding tahun 2006, dengan perolehan devisa sebesar USD 5,3 miliar atau meningkat sebesar 19;10 persen dari tahun Peningkatan tr.t6-4

6 jumlah perolehan devisa di tahun 2007 mengindikasikan perkembangan yang baik sebagai dasar berpijak pencapaian perolehan devisa pada tahun Dengan semakin membaiknya citra pariwisata Indonesia seiring dengan semakin membaiknya kondisi keamananan di tanah air dan kondusifnya iklim investasi, maka pada tahun 2008 diperkirakan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dapat mencapai 7,0 juta orang dengan perolehan devisa sekitar USD 6,3 miliar. Sementara itu pada tahun yang sama jumlah perjalanan wisatawan mencapai sekitar 223,0 itia perjalanan. Namun, walaupun berbagai kemajuan telah berhasil dicapai, pembangunan pariwisata masih menghadapi berbagai kendala yang perlu dituntaskan, Kendala tersebut diantaranya adalah (i) belum optimalnya kesiapan destinasi pariwisata yang disebabkan terutama oleh (a) pembangunan pariwisata yang belum merata, terutama antara kawasan Barat dan Timur, (b) kurangnya kenyamanan dalam berwisata karena antara laiti sarana dan prasarana menuju destinasi pariwisata belum memadai, (ii) belum optimalnya pemasaran pariwisata yang disebabkan terutama oleh (a) pemanf'aatan media massa dalam dan luar negeri sebagai sarana promosi belum maksimal baik elektronik, cetak maupun yang berbasis teknologi informasi, (b) belum seluruh pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten mendukung promosi daerahnya sebagai destinasi wisata, bahkan masih terdapat berbagai peraturan daerah yang menghambat pengembangan pariwisata, (iii) belum mapannya kemitraan antarpelaku pariwisata yang disebabkan terutama oleh (a) kerja sama pelaku ekonomi-sosial-budaya dengan pelaku pariwisata dan masyarakat belum berlangsung secara optimal, (b) koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi intra dan antarlembaga, pusat dan daerah dalam pengembangan destinasi dan promosi pariwisata belum maksimal, (c) rendahnya daya saing sumber daya manusia (SDM) pariwisata. Dalam menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi tersebut maka kinerja pembangunan pariwisata mas ih perlu diti ngkatkan secara berkes inambungan. B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2OO9 Sasaran yang hendak dicapai dalam upaya meningkatkan investasi dan ekspor nonmigas adalah sebagai berikut: t. Terwujudnya iklim investasi yang kondusif dan kompetitif sehingga mampu meningkatkan investasi dalam bentuk Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) sebesar 12,1 persen. 2. Meningkatnya ekspor non-migasebesar 13,5 persen, dengan produk ekspor yang lebih berkualitas dan beragam, serta perluasan pasar tujuan ekspor. 3. Meningkatnya efisiensi dan efektivita sistem distribusi perdagangan dalam negeri. 4. Meningkatnya jumlah perolehan devisa dari sektor pariwisata menjadi sekitar USD 8 miliar dan meningkatnya perjalanan wisatawan nusantara menjadi sekitar 226 juta perjalanan. C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAFI TAHUN 2OO9 Ir.16-5

7 Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, arah kebijakan bagi peningkatan investasi dan ekspor nonmigas, antara lain dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: Perbaikan iklim investasi diarahkan pada penyederhanaan prosedur, penciptaan iklim investasi yang kondusif, dan peningkatan daya tarik investasi agar investasi tumbuh tinggi. Kegiatannya mencakup: a. Penyederhanaan prosedur, peningkatan pelayanan dan pemberian fasilitas penanaman modal; b. Pengendal ian dan pel aks anaan penanaman modal ; c. Peningkatan promosi investasi di dalam negeri; d. Peningkatan promosi investasi terintegrasi di luar negeri; e. Pengembangan kawasan ekonomi khusus investasi (KEKI); f. Penyelenggaraan dan pengembangan Indonesia Promotion Office (IPO); g D' Pembangunan/pengadaar/ peningkatan sarana dan prasarana. h. Sinkronisasi dan harmonisasi peraturan-peraturan yang terkait dengan pengembangan Penanaman Modal; i. Penyusunan peta komoditi unggulan; j. Perencanaan dan pengembangan penanaman modal; k. Peningkatan kapasitas kelembagaan investasi. Kebijakan perdagangan luar negeri diarahkan pada upaya untuk meningkatkan ekspor yang bernilai tambah tinggi dan meningkatkan diversifikasi pasar tujuan ekspor, terutama pada pasar ekspor nontradisional. Adapun kegiatan-kegiatan pokok untuk mendukung kebijakan tersebut adalah: a. Penyelenggaraan dan pengembangan Indonesia Promotion Office (IPO); b. Pembentukan dan pengembangan National Single Vl/indov,(NSW) dan ASEAN Single Window (ASW); c. Pemetaan dan analisis komoditas utama dan potensial; d. Pengembangan ekspor daerah; e. Pelaksanaan pengamatan pasar (Market Intelligence); f. Pengembangan promosi dagang; g. Penyelenggaraan Indonesia Trade Promotion Center fltpc); h. Peningkatan kualitas dan desain produk ekspor dalam rangka Indonesian Design Product (IDP); i. Promosi produk ekspor Indonesia; j. Pembinaan ekspor, peningkatan daya saing, dan pengendalian impor k. Peningkatan partisipasi aktif dalam perundingan berbagai fora internasional; l. Penyelenggaraan Tim Nasional Perundi ngan Perdagangan Internasional ; m. Peningkatan koordinasi penanganan isu-isu perdagangan internasional; Adapun kebijakan perdagangan dalam negeri akan diarahkan pada pengembangan sistem distribusi perdagangan dalam negeri untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kelancaran arus barang di pasar domestik. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilaksanakan adalah: a. Pembangunan dan pengembangan sarana distribusi; b. Pembinaan pasar dan distribusi; c. Pengembangan Sistem Resi Gudang (SRG); d. Pengembangan pasar lelang daerah; e. Pemberdayaan perlindungan konsumen; II.16-6

8 . PRESIDEN f. o E' h. i. j. Peningkatan pengawasan barang beredar dan j asa; Peningkatan pengawasan kemetrologian; Penegakan hukum persaingan usaha; Pengembangan dan harmonisasi kebijakan persaingan usaha; Penyelenggaraan monitoring dugaan praktek monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kebijakan pembangunan industri pariwisata diarahkan rmtuk mendorong peningkatan kesiapan destinasi, pemasaran, dan kemitraan antarpelaku pariwisata melalui pembangunan pariwisata berbasis masyarakat dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsi pembangunan berkelanjutan dan tatakelola yang baik(good Governance) dengan difokuskan pada: a. Peningkatan pemanfaatan berbagai media dan teknoltigi informasi sebagai sarana promosi pariwisata; b. Pengembangan kerjasama pemasaran dan promosi pariwisata dengan lembaga terkait di dalam dan di luar, terutama kerjasama antar travel-agent dan antar tour operator di dalam maupun di luar negeri; c. Pengembangan destinasi pariwisata berbasis budaya, alam, bahari, dan olahraga; d. Penyebaran pengembangan destinasi pariwisata di luar Jawa dan Bali termasuk pengembangan destinasi pariwisata di pulau-pulau perbatasan dan terpencil; e. Fasilitasi kemitraan dengan sektor terkait dalam upaya peningkatan kenyamanan dan kemudahan akses di destinasi wisata; f. Pengembangan sistem informasi pariwisata yang terintegrasi di pusat dan daerah; E. Pengembangan profesionalisme sumber daya manusia di bidang pariwisata. II.16-7

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NONMIGAS

BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NONMIGAS BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NONMIGAS A. KONDISI UMUM Pertumbuhan ekonomi dalam periode 1999 2003 rata-rata berkisar 3 3,5 persen per tahun. Keadaan ini belum cukup untuk dapat mengembalikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

Siaran Pers. Realisasi Investasi Januari-September 2016 Mencapai Rp 453 Triliun

Siaran Pers. Realisasi Investasi Januari-September 2016 Mencapai Rp 453 Triliun Siaran Pers Realisasi Investasi Januari-September 2016 Mencapai Rp 453 Triliun Jakarta, 27 Oktober 2016 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan realisasi investasi pada triwulan ketiga (Juli-September)

Lebih terperinci

BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NON MIGAS

BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NON MIGAS BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NON MIGAS BAB 16 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NON-MIGAS A. KONDISI UMUM Pertumbuhan ekonomi dalam periode 1999 2003 rata-rata berkisar 3 3,5 persen per tahun.

Lebih terperinci

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi KOPI, Jakarta Kinerja industri nasional kembali menunjukkan agresivitasnya seiring dengan peningkatan permintaan pasar domestik dan adanya perluasan usaha. Capaian ini terungkap berdasarkan laporan indeks

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

Indonesia Investment Coordinating Board KATA PENGANTAR

Indonesia Investment Coordinating Board KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan akuntabilitas kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), disusun berdasarkan Instruksi Presiden R.I. Nomor 7 Tahun 1999, disajikan dengan menggunakan standar penyusunan laporan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI Amalia Adininggar Widyasanti Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL SIARAN PERS Realisasi Investasi Januari September Tahun 2017 Rp 513,2 triliun, Telah Mencapai 75,6% dari Target Jakarta, 30 Oktober 2017 Pada periode Triwulan III (Juli

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 53/08/35/Th. X, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2012 mencapai 7,20 persen Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Siaran Pers Lampaui Target, Realisasi Investasi 2015 Rp 545,4 T Jakarta, 21 Januari 2016 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan hasil capaian realisasi investasi

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 Policy Dialogue Series (PDS) OUTLOOK PERDAGANGAN INDONESIA 2016 CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 BP2KP Kementerian Perdagangan, Kamis INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS AND FINANCE

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama beberapa dekade terakhir, pariwisata telah mengalami perkembangan dan perubahan yang membuat pariwisata menjadi salah satu industri tercepat dan terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama pasca krisis ekonomi global tahun 2008 yang melanda dunia, perekonomian dunia mengalami berbagai penurunan ekspor non migas. Beberapa negara di dunia membatasi

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan penting terhadap pembangunan perekonomian suatu negara. Struktur perekonomian suatu negara

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2017 Melampaui Target

Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2017 Melampaui Target Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2017 Melampaui Target Jakarta, 30 Januari 2018 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mempublikasikan data realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pembangunan nasional tahun 2015-2017 menekankan kepada penguatan sektor domestik yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, yaitu ketahanan pangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB III EKONOMI

DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB III EKONOMI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB III EKONOMI... II.3-1 3.1 Kondisi Umum... II.3-1 3.1.1 Investasi... II.3-3 3.1.2 Ekspor... II.3-6 3.1.3 Pariwisata... II.3-8 3.1.4 Konsumsi Masyarakat... II.3-10 3.1.5 Keuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

MEMBANGUN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN MEDIA NASIONAL YANG KONDUSIF UNTUK INVESTASI

MEMBANGUN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN MEDIA NASIONAL YANG KONDUSIF UNTUK INVESTASI S A M B U T A N KETUA UMUM KADIN INDONESIA PADA RAKORNAS TELEMATIKA DAN MEDIA 2008 KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA MEMBANGUN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN MEDIA NASIONAL YANG KONDUSIF UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material maupun secara spiritual. Dengan demikian, pembangunan. lain meliputi aspek sosial dan politik (Todaro, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. material maupun secara spiritual. Dengan demikian, pembangunan. lain meliputi aspek sosial dan politik (Todaro, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, pembangunan mencerminkan adanya perubahan total suatu masyarakat untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik dalam segala hal,

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah

Lebih terperinci

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021 3858216, 23528400. Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Ekspor Indonesia

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Gambar 4.1).

BAB IV GAMBARAN UMUM Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Gambar 4.1). BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) Nilai proyek Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang selalu berusaha untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai salah satunya adalah meningkatkan

Lebih terperinci

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1 BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara langsung maupun

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN I TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta susunan masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat No. 56/10/32/Th. XIX, 2 Oktober 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat Agustus 2017 Ekspor Agustus 2017

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN IV TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segera dimulai. Tinggal setahun lagi bagi MEA mempersiapkan hal ini. I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memproduksi banyak ragam alas kaki. Tingkat produksi domestik diperkirakan mencapai lebih dari 135 juta pasang dengan jumlah pekerja manufaktur alas

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax: SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 1 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Ekspor Bulan Februari 2012 Naik 8,5% Jakarta, 2 April 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang sangat menarik telah secara serius memperhatikan perkembangan sektor pariwisata, dapat dilihat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap negara terutama negara berkembang seperti Indonesia agar dapat berdiri sejajar dengan negara maju

Lebih terperinci

Perdagangan Indonesia

Perdagangan Indonesia Tinjauan Terkini Tinjauan Terkini Perdagangan Indonesia Volume 7, September 2010 Perdagangan Indonesia Volume 7, September 2010 Daftar Isi Tinjauan Umum Hingga Juli 2010 Ekspor & Impor Beberapa Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia PMDN dapat diartikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 43/08/32/Th.XIX, 01 Agustus 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2017 MENCAPAI USD 1,95 MILYAR

Lebih terperinci

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS Garment Factory Automotive Parts 1 Tantangan eksternal : persiapan Negara Lain VIETNAM 2 Pengelolaaan ekspor dan impor Peningkatan pengawasan produk ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

Contents

Contents Contents Kinerja industri pengolahan non-migas sepanjang tahun 2017 diprediksi mampu tumbuh positif sebagai kontributor terbesar bagi perekonomian nasional. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan modal penting bagi negara-negara berkembang, karena memiliki peranan yang besar dalam proses pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci