KASUS ETIKA PROFESI POLISI BUNUH ANAK KANDUNG Brigadir Petrus Bakus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KASUS ETIKA PROFESI POLISI BUNUH ANAK KANDUNG Brigadir Petrus Bakus"

Transkripsi

1 KASUS ETIKA PROFESI POLISI BUNUH ANAK KANDUNG Brigadir Petrus Bakus Nama anggota : NAMA NIM Agung Dwi Laksono Ayu Rakhmawati Bona Putra Sembiring M. Fariz Azzam Sania Ulfa Nurfalah PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO MEI 2016

2 A. IDENTIFIKASI ISU 1. ISU FAKTUAL APA YANG TERJADI Pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anggota polisi dengan sadis dengan memutilasi kedua anak kandungnya sendiri. DIMANA DAN KAPAN TERJADI Kejadian ini terjadi di rumah Dinas Asrama Polres Melawi Gang Darul Falah, Kabupaten Melawi-Kalimantan Barat. Jumat, Tanggal 26 Februari 2016, Pada pukul SIAPA YANG TERLIBAT Penyerangan tersebut dilakukan oleh Brigadir Petrus Bakus kepada korban yang merupakan ke dua anaknya. Anak yang pertama laki-laki bernama Febian umur 4 tahun dan anak yang kedua perempuan bernama Amora umur 3 tahun, serta istri dari pelaku yang bernama Windri. MENGAPA HAL ITU TERJADI Hal ini bermula diduga karena pelaku mengalami gangguan kejiwaan. Akan tetapi dari kesaksian pelaku itu sendiri pelaku mendapatkan sebuah bisikan-bisikan ghaib pada saat itu untuk melatar belakangi persembahan sehingga melakukan pembunuhan itu. BAGAIMANA HAL INI TERJADI Kejadian ini bermula saat pelaku mengalami perubahan sikap yang mengendalikan jiwa dan pikiran pelaku. Sehingga pelaku menjadi lebih sering marah-marah dan hilang kendali dan sampai akhirnya melakukan pembunuhan dengan sadis dalam keadaan sadar diri. 2. ISU KONSEPTUAL Pembunuhan 1

3 Pembunuhan yang berarti menghilangkan nyawa seseorang yang dilakukan secara sadis kepada kedua korban pada saat ditemukan dengan kondisi tubuh terpotong-potong dibagian tangan dan kaki serta mengalami luka di leher. Konsep Pembunuhan Brigadir Petrus Bakus, petugas Sat Intel kampolda Kalbar dikenakan pasal berlapis atas pidana membunuh dua anaknya yaitu Febian umur 5 tahun dan Amora umur 3 tahun. Pelaku masih berada di tahanan Polres Melawi, Kalbar. Ditahanan pelaku terus meracau dan mengaku melakukan pembunuhan atas perintah Tuhan. Pasal yang dipersangkakan tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, yang menyebutkansebagaiberikut : Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Kenapa disebut Korban Korban Karean perbuatan yang disebabkan oleh Brigadir Petrus kepada anaknya yang dibunuh dan dimutilasi sehingga kehilangan nyawa. Selain itu, korban yang menjadi objek menjadi sasaran pelaku dikarenakan menderita gangguan jiwa yang dilakukan secara sadar dan tanpa menyesal kehilangan anaknya. 2

4 B. STAKEHOLDER Pemerintah Keluarga Korban dan Pelaku Masyarakat KASUS POLISI BUNUH ANAK KANDUNG RSUD Asrama Polres Melawi Korban ke 2 anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kapolda Kalbar Yang terkait dengan kasus Polisi membunuh dan memutilasi anak kandungnya yaitu Brigadir Petrus Bakus adalah ayah kandung dari si korban (pelaku utama), sedangkan Windri ibu kandung dari si korban dan juga istri dari si pelaku (saksi dan pelapor) dan ke dua anak kandungya dari pasangan Brigadir Petrus Bakus dan Windri yang bernama Febian umur 5 tahun dan Amora umur 3 tahun (korban). Windri yang melarikan diri ke rumah tujuan pertama Brigadir Sukadi anggota Sat Intelkam Polres Melawi (saksi). Pada kasus tersebut ke dua anak kandungnya yaitu Febian umur 5 tahun dan Amora umur 3 tahun menjadi korban oleh ayahnya sendiri yang seorang anggota Satuan Intelkam Polres Melawi. Pada pukul WIB Brigadir Petrus membawa dua anaknya menuju ke rumah Kasat Intel Polres Melawi. Namun karena sudah malam, Petrus akhirnya diminta kembali ke dalam asrama. Pukul WIB Istri pelaku, Windri, yang tidur terpisah kamar dengan Petrus terbangun dari tidur dan 3

5 melihat Petrus sudah berdiri di depannya sambil memegang parang, sambil berkata, "Mereka baik, mereka mengerti, mereka pasrah. Maafkan Papa ya, Dik". Windri kemudian melihat ke dalam kamar dan menyaksikan dua anaknya sudah tewas. Setelah itu, Windri langsung ke luar rumah dan meminta pertolongan ke rumah tujuan pertama Brigadir Sukadi. Saat didatangi polisi lain, Petrus langsung mengaku bersalah dan mengaku membunuh dua korban. Pukul WIB Tim Identifikasi Polres Melawi dan SPKT Polres Melawi tiba di TKP dan melakukan olah TKP. Pelaku kemudian diamankan ke Mapolres Melawi menggunakan mobil patroli, sementara istri pelaku dibawa ke rumah dinas Kapolres Melawi. Pukul WIB Dua korban dibawa ke RSUD Kabupaten Melawi. Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulistyanto sampai menangani langsung dengan datang ke TKP. Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan, berdasarkan keterangan istri, Brigadir Petrus pelaku dalam seminggu terakhir ini kerap marah-marah sendiri di dalam rumah. di rumah seperti ada makhluk halus yang mendatangi dan bercerita dengan petrus. Kapolda Kalbar, Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto menduga brigadir Petrus mengidap schizophrenia, yaitu gangguan mental dengan gangguan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah. Keadaan ini pada umumnya dimanifestasikan dalam bentuk halusinasi, paranoid, keyakinan atau pikiran yang salah dan tidak sesuai dengan dunia nyata. Berdasarkan informasi yang diterimanya, Kapolri Badrodin Haiti mengatakan bahwa Brigadir Petrus Bakus telah mengalami gangguan kejiwaan sejak kecil. Tapi anehnya, tak terdeteksi saat ia masuk sebagai anggota kepolisian. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) meminta aparat penegak hukum untuk melakukan langkah hukum secara cepat dan akurat sehingga menjamin kepastian hukum dan perlindungan nyawa, apalagi anak-anak. KPAI juga meminta masyarakat dan media untuk tidak menyebarkan foto-foto korban, termasuk melalui media sosial secara viral karena hal itu bertentangan dengan UU dan ada sanksinya. Kapolri Jenderal Badrorin Haiti menuturkan Brigadir Petrus Bakus merupakan anggota Polres Melawi Kalimantan Barat sudah menderita gangguan kejiwaan 4

6 sejak kecil, namun tak terdeteksi saat masuk polisi. Terkait perekrutan personel kepolisian, KPAI minta agar kepolisian lebih cermat dalam melakukan penjaringan anggotanya. C. PARADIGMA NEGATIF DAN PARADIGMA POSITIF Beberapa Hipotesa / Kemungkinan Terjadi: 1. Pembunuhan berencana dengan motif menuntut ilmu hitam (-) 2. Pembunuhan berencana karna gangguan jiwa (-) 3. Hancurnya citra pembela Negara dimata masyarakat. (-) 4. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) karena telah menghilangkan nyawa orang lain. (-) 5. Pembunuhan dilakukan dengan sengaja (-) 6. Pelaku mempetanggung jawabkan perbuatannya (+) D. DIAGRAM GARIS 5

7 E. FLOW CHART 6

8 F. ISU MORALITAS : Seorang anggota Polisi Brigadir Petrus Bakus membunuh dan memutilasi ke dua anak kandungnya yang masih balita, Febian umur 4 tahun dan Amora umur 3 tahun di Rumah Dinas Asrama Polres Melawi Gang Darul Falah, Kab. Melawi. Pembunuhan adalah perbuatan yang tidak manusiawi dan tidak baik, karena perbuatan membunuh sama halnya dengan menghilangkan nyawa orang. Seharusnya pelaku tersebut tidak menganut ilmu hitam yang jelas ajarannya menyimpang dari agama. Dengan perbuatan tersebut oknum Polisi berarti merusak citra aparat Negara. Pelanggaran HAM yang dilakukan oknum Polisi yaitu perbuatan pembunuhan yang tidak sesuai prosedur. Sisi positifnya pelaku langsung mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan menyerahkan diri ke kantor Polisi. Dengan adanya kasus ini menunjukkan bahwa seorang Polisi yang tidak bisa memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap keluarganya dan masyarakat. 7

9 Referensi ir.petrus.hendak.bunuh.sang.istri 8

KASUS ETIKA PROFESI LAPAS CEBONGAN SERDA Ucok Tigor Simbolon, Cs.

KASUS ETIKA PROFESI LAPAS CEBONGAN SERDA Ucok Tigor Simbolon, Cs. KASUS ETIKA PROFESI LAPAS CEBONGAN SERDA Ucok Tigor Simbolon, Cs. A. IDENTIFIKASI ISU 1. ISU FAKTUAL APA NG TERJADI? Penyerangan lapas cebongan, Sleman, Yogyakarta yang dilakukan oleh sejumlah kopasus

Lebih terperinci

KASUS ETIKA PROFESI KASUS ANGELINE. Pembunuhan Berencana Angeline

KASUS ETIKA PROFESI KASUS ANGELINE. Pembunuhan Berencana Angeline KASUS ETIKA PROFESI KASUS ANGELINE Pembunuhan Berencana Angeline A. IDENTIFIKASI ISU 1. ISU FAKTUAL - APA YANG TERJADI? Pembunuhan berencana Angeline yang dilakukan oleh ibu angkat dan pembantunya. - DIMANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya

Lebih terperinci

SELAIN DETEKSI TERORIS BADAN PEMBINAAN KEAMANAN AWASI DANA DESA

SELAIN DETEKSI TERORIS BADAN PEMBINAAN KEAMANAN AWASI DANA DESA SELAIN DETEKSI TERORIS BADAN PEMBINAAN KEAMANAN AWASI DANA DESA Bengkuluekspress.com Menko Polhukam Luhut B. Pandjaitan bertemu dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di Mabes Polri. Dalam pertemuan tersebut,

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DI SEMARANG UTARA S K R I P S I. Oleh : S U H A R N O NIM :

OPTIMALISASI PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DI SEMARANG UTARA S K R I P S I. Oleh : S U H A R N O NIM : OPTIMALISASI PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DI SEMARANG UTARA S K R I P S I PENULISAN HUKUM Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna menyelesaikan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakikat manusia pada dasarnya selain sebagai makhluk pribadi (individu) juga

I. PENDAHULUAN. Hakikat manusia pada dasarnya selain sebagai makhluk pribadi (individu) juga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat manusia pada dasarnya selain sebagai makhluk pribadi (individu) juga sebagai makhluk sosial, tidak ada satu manusia pun yang dapat melepaskan diri dari

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BIADAB Penggunaan kekerasan didalam Menyelesaikan Konflik

BIADAB Penggunaan kekerasan didalam Menyelesaikan Konflik BIADAB Penggunaan kekerasan didalam Menyelesaikan Konflik Biadab. Itu kata yang pantas untuk menggambarkan peristiwa terhadap almarhum Indra Kailani, anggota Serikat Petani Tebo. Ormas tani yang memperjuangkan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 550/PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 550/PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 P U T U S A N NOMOR : 550/PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dalam tingkat banding, telah

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau

Lebih terperinci

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L Inform Consent Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L 1 PENDAHULUAN Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan Standard Operating Procedure

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar

BAB V PENUTUP. 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bahwa berdasarkan analisis yang diuraikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar pembelaan

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP Oleh: Yerrico Kasworo, S.H., M.H * Naskah diterima: 8 September 2016; disetujui: 20 September 2016 Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai. berikut:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai. berikut: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai berikut: 1. Peranan dari advokat dalam memberikan perlindungan hukum selama proses penyidikan di Kepolisian sampai

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 142/PID.B/2014/PN SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN MILITER III-12 SURABAYA NOMOR: 220-K/PM.III-12/AD/XI/2010 TENTANG TINDAK

BAB IV ANALISA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN MILITER III-12 SURABAYA NOMOR: 220-K/PM.III-12/AD/XI/2010 TENTANG TINDAK BAB IV ANALISA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN MILITER III-12 SURABAYA NOMOR: 220-K/PM.III-12/AD/XI/2010 TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN CARA MUTILASI 1. Analisis pertimbangan Hakim Pengadilan Militer

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mengedepankan hukum seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat 3 sebagai tujuan utama mengatur negara.

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO: 36 /PID.B/2014/PN-SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO: 36 /PID.B/2014/PN-SBG P U T U S A N NO: 36 /PID.B/2014/PN-SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang memeriksa dan mengadili perkara pidana biasa pada tingkat pertama telah menjatuhkan

Lebih terperinci

SIARAN PERS LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PADANG Nomor : 03/S.Pers/LBH-PDG/II/2017 tentang

SIARAN PERS LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PADANG Nomor : 03/S.Pers/LBH-PDG/II/2017 tentang SIARAN PERS LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PADANG Nomor : 03/S.Pers/LBH-PDG/II/2017 tentang CATATAN AWAL TAHUN FAIR TRIAL TUMPULKAH HUKUM TERHADAP APARAT PELAKU KEKERASAN? Gambar 1 jumlah kasus 2010-2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6, 2009 POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Petasan merupakan peledak yang berdaya ledak rendah atau low explosive.

I. PENDAHULUAN. Petasan merupakan peledak yang berdaya ledak rendah atau low explosive. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Petasan (mercon) adalah peledak berupa bubuk yang dikemas dalam beberapa lapis kertas, dan mempunyai sumbu untuk diberi api dalam menggunakannya. Petasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang benar-benar menjunjung

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang benar-benar menjunjung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Repubik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia serta

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang berkembang maupun negara maju sekalipun yaitu pencapaian kemajuan di bidang ekonomi dan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 65/Pid.B/2016/PN.Bnj

P U T U S A N Nomor 65/Pid.B/2016/PN.Bnj P U T U S A N Nomor 65/Pid.B/2016/PN.Bnj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangkaian panjang dalam proses peradilan pidana di Indonesia berawal dari suatu proses yang dinamakan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan bermasyarakat, pada dasarnya istilah kejahatan itu diberikan kepada suatu jenis perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RESOR PANGKALPINANG STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING I. PENDAHULUAN 1. UMUM a. Polri sebagai aparat negara yang bertugas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van 138 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kewenangan untuk menentukan telah terjadinya tindak pidana pemerkosaan adalah berada ditangan lembaga pengadilan berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum

Lebih terperinci

BAB II KASUS POSISI. Berdasarkan putusan praperadilan Nomor : 01/PID.PRAD/2015/PN.Btl DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB II KASUS POSISI. Berdasarkan putusan praperadilan Nomor : 01/PID.PRAD/2015/PN.Btl DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. BAB II KASUS POSISI Berdasarkan putusan praperadilan Nomor : 01/PID.PRAD/2015/PN.Btl DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pengadilan Negeri Bantul menetapkan perkara antara : 1. Nama : Andrias

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang namanya seorang anak. Status seorang anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PEMERIKSAAN TERSANGKA PENGIDAP GANGGUAN JIWA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

BAB IV ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PEMERIKSAAN TERSANGKA PENGIDAP GANGGUAN JIWA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM BAB IV ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PEMERIKSAAN TERSANGKA PENGIDAP GANGGUAN JIWA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Persamaan dalam Pertanggung Jawaban Tersangka yang Diduga Mengidap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di dunia menghadapi masalah ini. Disparitas pidana yang disebut sebagai the disturbing disparity

Lebih terperinci

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT Copyright (C) 2000 BPHN PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT *39306 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 2 TAHUN 2002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian merupakan suatu ketentuan yang telah digariskan oleh Tuhan kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang telah ditentukan secara

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA T ENT ANG TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DI W ILAYAH HUKUM POL R E S

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015. tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH)

SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015. tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015 tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH) 1; Rujukan: a; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; b; Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ketentraman dan rasa aman merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang tertuang dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat)

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat) SKRIPSI PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat) Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Geiar Sarjana Hukum Pada

Lebih terperinci

RANGKUMAN HASIL PENELUSURAN KONDISI PSIKOLOGIS ANAK BERISIKO MELAKUKAN AGRESIVITAS. Endang Ekowarni

RANGKUMAN HASIL PENELUSURAN KONDISI PSIKOLOGIS ANAK BERISIKO MELAKUKAN AGRESIVITAS. Endang Ekowarni RANGKUMAN HASIL PENELUSURAN KONDISI PSIKOLOGIS ANAK BERISIKO MELAKUKAN AGRESIVITAS Endang Ekowarni Data: Usia & Jenis Kelamin No Responden Usia Jenis Kelamin 15 th 16 th 17 th L P 1 Siswa SMK 2 5 4 10

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok tertentu. Ada berbagai faktor penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa Abstrak Penelitian ini mengkaji dan menjawab beberapa permasalahan hukum,pertama, apakah proses peradilan pidana konsekuensi hukum penerapan asas praduga tidak bersalah

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MOJOKERTO TERHADAP SANKSI TINDAK PIDANA PENADAHAN

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MOJOKERTO TERHADAP SANKSI TINDAK PIDANA PENADAHAN BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MOJOKERTO TERHADAP SANKSI TINDAK PIDANA PENADAHAN A. Sekilas Tentang Pengadilan Negeri Mojokerto Pengadilan Negeri Mojokerto sudah ada sejak jaman Hindia- Belanda yang

Lebih terperinci

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

13 ayat (1) yang menentukan bahwa : A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas-tunas

Lebih terperinci

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang benar-benar menjunjung

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KEPALA POLISI DAERAH LAMPUNG DALAM UPAYA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA MASYARAKAT LAMPUNG. (Jurnal Ilmiah) Oleh SEPTIAN ALAM

KEBIJAKAN KEPALA POLISI DAERAH LAMPUNG DALAM UPAYA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA MASYARAKAT LAMPUNG. (Jurnal Ilmiah) Oleh SEPTIAN ALAM KEBIJAKAN KEPALA POLISI DAERAH LAMPUNG DALAM UPAYA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA MASYARAKAT LAMPUNG (Jurnal Ilmiah) Oleh SEPTIAN ALAM Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM Pada

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA YANG MENONJOL DI POLRESTA MEDAN. Polresta Medan memiliki wilayah tugas di Kota Medan dan sebagian

BAB II TINDAK PIDANA YANG MENONJOL DI POLRESTA MEDAN. Polresta Medan memiliki wilayah tugas di Kota Medan dan sebagian BAB II TINDAK PIDANA YANG MENONJOL DI POLRESTA MEDAN Situasi Wilayah Tugas Polresta Medan Polresta Medan memiliki wilayah tugas di Kota Medan dan sebagian kecil wilayah Kabupaten Deli Serdang. Kota Medan

Lebih terperinci

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang peranan Bidang Pembinaan Hukum Polda Jawa Tengah terhadap Provos dalam menangani tindak pidana kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 342/Pid/2013/PT.Bdg.

P U T U S A N Nomor 342/Pid/2013/PT.Bdg. P U T U S A N Nomor 342/Pid/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara Pidana dalam tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN. BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.SKH A. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sedikit membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebagai modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SECARA MUTILASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SECARA MUTILASI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SECARA MUTILASI A. Pembunuhan 1. Pengertian Pembunuhan Pengertian pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dan beberapa orang

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NOMOR: 203/Pid.Sus/2011/PN.Skh

BAB III TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NOMOR: 203/Pid.Sus/2011/PN.Skh BAB III TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NOMOR: 203/Pid.Sus/2011/PN.Skh A. Deskripsi Kasus tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Berdasarkan Putusan

Lebih terperinci

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Rita Serena Kolibonso. S.H., LL.M. Pengantar Dalam beberapa periode, pertanyaan tentang kewajiban lapor dugaan tindak pidana memang sering diangkat oleh kalangan profesi khususnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.99, 2016 SOSIAL. Perlindungan Anak. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5882). PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. Nomor 163/Pid.B/2014/PN-Sbg

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. Nomor 163/Pid.B/2014/PN-Sbg P U T U S A N Nomor 163/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, penegasan ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 157/Pid/2013/PT-Mdn telah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 157/Pid/2013/PT-Mdn telah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 157/Pid/2013/PT-Mdn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, berdasarkan Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal mengenai umat manusia sudah dikenal adanya hubungan kepercayaan antara dua insan, yaitu manusia penyembuh dan penderita yang ingin disembuhkan. Dalam zaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian dikalangan masyarakat. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana

Lebih terperinci

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018 KAJIAN KRITIS DAN REKOMENDASI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (R-KUHP) YANG MASIH DISKRIMINATIF TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK SERTA MENGABAIKAN KERENTANAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prosedur Standar Minimal Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Melakukan Tembak di tempat Bagi Tersangka

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prosedur Standar Minimal Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Melakukan Tembak di tempat Bagi Tersangka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prosedur Standar Minimal Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Melakukan Tembak di tempat Bagi Tersangka Tembak di tempat bagi tersangka kepolisan mempunyai beberapa tahapan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasar

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI

PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI JAKARTA, 8 OKTOBER 2010 KEPOLISIAN

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 348/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci