RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN HUTAN KONSERVASI TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN HUTAN KONSERVASI TAHUN"

Transkripsi

1

2 RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN HUTAN KONSERVASI TAHUN Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi 2015

3 KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Tahun disusun sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam penyusunan dokumen ini mengacu pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal KSDAE Tahun dan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun Dokumen perencanaan jangka menengah ini dimaksudkan sebagai pedoman dan acuan dalam melaksanakan langkah-langkah strategis pencapaian sasaran Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi, agar upaya pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi dapat berjalan pada arah yang benar, mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Berdasarkan tuntutan dinamika kebijakan nasional dan berdasarkan dokumen Renstra Direktorat KSDAE serta dokumen Renstra KLHK, kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi diharapkan mendukung empat sub agenda nasional yaitu ketahanan air, ketahanan energi, pariwisata dan pelestarian sumberdaya alam & lingkungan hidup dan pengelolaan bencana. Dokumen ini juga diharapkan dapat menjadi instrumen dalam upaya-upaya pencapaian sasaran Program Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dari kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi, beserta indikator kinerja yang telah ditetapkan secara berjenjang. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Rencana Strategis Direktorat PJLHK Tahun menjabarkan strategi pencapaian sasaran kegiatan dan target kinerja kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan dengan memperhatikan kondisi pemungkin, tahapan-tahapan, komponen kegiatan baik yang dilaksanakan di pusat maupun di UPT, target lokasi pencapaian kinerja dan verifier yang harus dipenuhi sebagai bukti capaian kinerja. Besar harapan kami bahwa Rencana Strategis Direktorat PJLHK Tahun ini dapat dipedomani dalam rancang tindak seluruh aparatur di lingkungan Direktorat Jenderal KSDAE dalam pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi lima tahun mendatang. Kepada para pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan dokumen perencanaan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas waktu, tenaga dan pemikirannya. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita sekalian, untuk dapat mewujudkan era baru pemanfaatan jasa lingkungan dalam pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan. Bogor, 23 November 2015 Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc NIP Renstra Direktorat PJLHK i

4 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Ringkasan Eksekutif... I. PENDAHULUAN... 1 A. Kondisi Umum... 1 B. Capaian Pembangunan Bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi Hingga Tahun C. Potensi dan Permasalahan II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Arah Kebijakan Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan... B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan KSDAE C. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Pemanfataan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi D. Kerangka Regulasi E. Kerangka Kelembagaan IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN A. Target Kinerja B. Kerangka Pendanaan C. Partisipasi dan Kerjasama Para Pihak V. PENUTUP Daftar Pustaka Lampiran i ii iii vi vii viii 35 Renstra Direktorat PJLHK ii

5 DAFTAR TABEL Tabel Halaman Tabel 1 Jumlah Unit dan Luas Kawasan Konservasi... 7 Tabel 2 Capaian Pengusahaan Pariwisata Alam Tahun Tabel 3 Capaian Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air Tahun Tabel 4 Jumlah MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air yang belum 12 dikonversi menjadi Izin sampai Akhir Tabel 5 Perkembangan Jumlah PNBP Periode Tabel 6 Penyelenggaraan Karbon Hutan (DA-REDD+) di Kawasan 15 Konservasi... Tabel 7 Perkembangan Jumlah Mitra Bina Cinta Alam (Kader Konservasi (KK), KPA dan KSM/KP Tabel 8 Jumlah Kunjungan Wisatawan Manca Negara dan 18 Wisatawan Nusantara Tahun Tabel 9 Ketersediaan dan Kebutuhan Air di Indonesia Tabel 10 Potensi distribusi titik panas bumi pada kawasan hutan di 23 Indonesia... Tabel 11 Hubungan Keterkaitan antara Sasaran Strategis KLHK, Sasaran Program KSDAE dan Kegiatan Tabel 12 Hubungan Keterkaitan antara Agenda/Sub Agenda 40 Nasional, Sasaran Strategis, Sasaran Program KSDAE, Kegiatan dan IKK Bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi... Tabel 13 IKK dan Target Kinerja Kegiatan Pemanfaatan Jasa 45 Lingkungan Kawasan Konservasi... Tabel 14 Proyeksi capaian target IKK Jumlah kunjungan wisata ke 46 kawasan konservasi minimal sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara... Tabel 15 Tahapan dan waktu pelaksanaan komponen kegiatan IKK Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara Tabel 16 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Tahun Renstra Direktorat PJLHK iii

6 IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan oservasi minimal sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun... Tabel 17 Proyeksi capaian target IKK Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara... Tabel 18 Tahapan dan waktu pelaksanaan komponen kegiatan IKK Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara... Tabel 19 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Tahun IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan konservasi minimal sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun... Tabel 20 Proyeksi capaian target IKK Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun Tabel 21 Tahapan dalam pencapaian IKK Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013 dan waktu pelaksanaan... Tabel 22 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun Tabel 23 Proyeksi capaian target IKK Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit selama 5 tahun... Tabel 24 Tahapan dalam pencapaian IKK Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit dan waktu pelaksanaan... Tabel 25 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit... Tabel 26 Proyeksi capaian target IKK Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit selama Renstra Direktorat PJLHK iv

7 tahun... Tabel 27 Tahapan dalam pencapaian IKK Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit dan waktu pelaksanaan... Tabel 28 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit... Tabel 29 Proyeksi capaian target IKK Jumlah Unit Usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak 5 izin selama 5 tahun... Tabel 30 Tahapan dalam pencapaian IKK Jumlah Unit Usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak 5 izin dan waktu pelaksanaan... Tabel 31 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah Unit Usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak 5 izin... Tabel 32 Proyeksi capaian target IKK Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi... Tabel 33 Tahapan dalam pencapaian IKK Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi dan waktu pelaksanaan... Tabel 34 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi Renstra Direktorat PJLHK v

8 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman Gambar 1 Bagan Struktur Organisasi Direktorat Pemanfaatan Jasa 3 Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) (Sumber: Lampiran Permen LHK Nomor P.18/MenLHK-II/2015)... Gambar 2 Komposisi Pegawai Direktorat PJLHK berdasarkan 4 tingkat pendidikan sampai Akhir Gambar 3 Sustainable Development Trilogy... 5 Gambar 4 Emisi dari berbagai sektor (Sumber: IPCC Fourth Assessment Report, 2007) Gambar 5 Pemetaan Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan 27 Ancaman... Gambar 6 Visi dan Misi Pembangunan Nasional Gambar 7 Sembilan Agenda Prioritas Nasional Gambar 8 Tujuan Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Gambar 9 Sasaran Strategis Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Renstra Direktorat PJLHK vi

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman Lampiran 1 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan oservasi minimal sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun... Lampiran 2 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan oservasi minimal sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun... Lampiran 3 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun Lampiran 4 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit... Lampiran 5 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit... Lampiran 6 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah Unit Usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak 5 izin... Lampiran 7 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi... Lampiran 8 Proyeksi Pembiayaan Pencapaian Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi Renstra Direktorat PJLHK vii

10 RINGKASAN EKSEKUTIF Penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara yang dalam hal ini secara teknis menjadi tugas Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK). Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengamanatkan bahwa Direktorat PJLHK mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis, dan supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Direktorat PJLHK didukung dengan perangkat organisasi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang terdiri dari: (1) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air, (2) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam, (3) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi dan Karbon, (4) Sub Direktorat Promosi dan Pemasaran, dan (5) Sub Bagian Tata Usaha. Direktorat Jenderal KSDAE telah melakukan analisis rancang tindak untuk mewujudkan mandat pembangunan berkelanjutan dan menghasilkan empat nilai strategis yang dapat diekstrak berdasarkan mandat, tugas dan fungsi, obyek yang dikelola, serta fungsi dari masingmasing obyek, yaitu 1) Pengelolaan dan Pemangkuan Kawasan Hutan; 2) Kawasan Konservasi sebagai Benteng Terakhir; 3) Potensi Jasa Ekosistem; 4) Konvensi dan Kesepahaman Internasional. Nilai strategis ketiga merupakan merupakan tanggung jawab Direktorat PJLHK. Kawasan konservasi menyediakan potensi berbagai jenis jasa ekosistem/jasa lingkungan. Pengelolaan kawasan konservasi Renstra Direktorat PJLHK viii

11 secara bijaksana akan mampu mengubah potensi jasa lingkungan menjadi potensi ekonomi riil dan menghasilkan multiplier effect yang sangat besar. Sampai akhir tahun 2014, unit kawasan konservasi di Indonesia berjumlah 521 unit terdiri dari Cagar Alam (227 unit), Suaka Margasatwa (81 unit), Taman Nasional (50 unit), Taman Wisata Alam (115 unit), Taman Buru (13), Taman Hutan Raya (23 unit), KSA-KPA (18 unit), dengan luas total mencapai ,54 hektar. Pada 521 unit kawasan konservasi tersebut, menyimpan berbagai keunikan fenomena alam yang berpotensi sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ecotourism), potensi sumberdaya air, potensi panas bumi (geothermal) dan potensi karbon hutan. Obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) di kawasan konservasi mampu mendatangkan jumlah kunjungan wisata selama tahun 2014 sebesar orang, yang terdiri dari wisatawan nusantara sebanyak orang dan wisatawan mancanegara sebanyak orang. Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, ODTWA di kawasan konservasi tersebut mampu menghasilkan PNBP pada tahun 2014 sebesar Rp Kawasan konservasi tersebut juga menyimpan potensi sumberdaya air sebesar ±600 Milyar M 3. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan massa airnya maupun aliran airnya untuk keperluan energi. Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut- II/2013 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, maka pemanfaatan massa air dan aliran air di kawasan konservasi dapat dilakukan secara legal melalui mekanisme perizinan. Izin pemanfaatan air tersebut dapat dilakukan pada areal pemanfaatan air yang telah ditetapkan. Berdasarkan peraturan tersebut volume air yang dapat dimanfaatkan baik untuk keperluan komersial maupun non komersial maksimum sebesar 50% dari debit air minimal di kawasan konservasi tersebut. Sampai akhir tahun 2014 telah diterbitkan sebanyak 64 unit izin Renstra Direktorat PJLHK ix

12 pemanfaatan jasa lingkungan air, terdiri dari Izin Pemanfaatan Air (IPA) sebanyak 63 unit (49 unit berlokasi di taman nasional, 7 unit di taman wisata alam dan 7 unit di suaka margasatwa) dan Izin Pemanfaatan Energi Air (IPEA) sebanyak 1 unit berlokasi di taman nasional. Kawasan konservasi juga menyimpan potensi listrik dari geothermal sebesar kurang lebih 6,16 GW atau sebesar 22% dari potensi panas bumi yang berada pada kawasan hutan di Indonesia. Potensi panas bumi di kawasan konservasi tersebut tersebar di taman nasional, taman wisata alam dan cagar alam. Dalam konteks perubahan iklim global, keberadaan hutan berperan sebagai penyerap dan penyimpan karbon (Carbon sink). Kawasan konservasi di Indonesia menyimpan karbon kurang lebih 625 Giga Ton CO 2. Vegetasi dan tanah mampu menyimpan Giga Ton CO 2 (dua kali CO 2 yang ada di atmosfir). Hutan mampu menyimpan Giga Ton CO 2 (lebih besar daripada di atmosfir). Hutan tropis dapat menyimpan karbon sekitar 40% dari hutan dunia. Tegakan di hutan tropis dapat menahan karbon sekitar 50% lebih besar dari kapasitas tegakan di luar hutan tropis. Penyelenggaraan karbon hutan pada periode merupakan tahap penyelenggaraan Demonstration Activities-Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (DA-REDD). Sampai akhir tahun 2014 telah terdapat tiga kawasan konservasi yang telah mendapatkan persetujuan DA-REDD dari Menteri Kehutanan yaitu TN Berbak, TN Sebangau dan TN Meru Betiri. Pada periode pembangunan menengah , pembangunan bidang pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi melanjutkan pembangunan pada periode dan mengembangkan potensi jasa lingkungan yang lain. Berdasarkan dinamika pembangunan nasional, isu-isu strategis, hasil identifikasi, monitoring dan evaluasi, maka pembangunan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi dilakukan secara berjenjang mengikuti sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan sasaran program konservasi sumberdaya alam dan ekosistem. Renstra Direktorat PJLHK x

13 Sasaran kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi adalah terjaminnya efektifitas pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. Arah kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran kegiatan tersebut adalah: 1) mendukung Sub agenda nasional bidang pariwisata melalui pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan serta meningkatkan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi; 2) mendukung Sub Agenda Nasional bidang Ketahanan Air melalui pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan serta meningkatkan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi; 3) mendukung Sub Agenda Nasional bidang Ketahanan Energi melalui pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan serta meningkatkan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi; dan 4) mendukung Sub Agenda Nasional bidang pelestarian SDA, LH dan Pengelolaan Bencana melalui pelestarian keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta keberadaan SDA sebagai sistem penyangga kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan serta peningkatan efektifitas pengelolaan hutan konservasi dan upaya konservasi keanekaragaman hayati. Dalam upaya mewujudkan sasaran kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi , dicapai melalui 7 (tujuh) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK), yaitu: 1) Jumlah kunjungan wisata ke Kawasan Konservasi minimal 1,5 juta orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun 2) Jumlah kunjungan wisata ke Kawasan Konservasi minimal 20 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun 3) Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013 Renstra Direktorat PJLHK xi

14 4) Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit 5) Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit 6) Jumlah unit usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak minimal 5 unit. 7) Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit Kawasan Konservasi. Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi tahun , atau selama periode rencana srategis sebesar Rp ,-. Pendanaan indikatif tersebut terbagi pada Direktorat PJLHK sebesar RP ,-, UPT KSDA sebesar Rp ,- dan UPT Taman Nasional sebesar Rp ,-. Untuk lebih mengoptimalkan pencapaian sasaran dan target kinerja Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi kebutuhan pendanaan tersebut masih perlu ditunjang dengan kerjasama para pihak serta investasi dari sektor swasta, LSM/NGOs dan CSOs. Renstra Direktorat PJLHK xii

15 BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum Tren pemanfaatan kawasan konservasi terus berkembang. Sebelumnya konservasi hanya ditujukan untuk konservasi dan pengembangannya diprioritaskan kepada perlindungan dan pengawetan hidupan liar. Beberapa tahun terakhir pengembangan tersebut cenderung ke arah pemanfaatan secara lestari dan kecenderungan tersebut semakin menguat dari waktu ke waktu bersamaan dengan tuntutan bahwa setiap entitas kawasan konservasi harus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan para pihak. Paradigma baru pemanfaatan hutan yang berbasis sumberdaya hutan (forest resource based management) telah membuka peluang bagi pemanfaatan jasa lingkungan yang sebelumnya masih terabaikan. Hal tersebut mendorong terjadinya pergeseran nilai jasa lingkungan hutan yang semula merupakan barang tidak bernilai (non marketable goods) menjadi barang bernilai (marketable goods). Perubahan apresiasi nilai tersebut membawa konsekuensi untuk upaya pengaturan dan pengendalian agar pemanfaatan jasa lingkungan dapat berkelanjutan. Penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan koservasi menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara yang dalam hal ini secara teknis menjadi tugas Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK). Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengamanatkan bahwa Direktorat PJLHK mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis, dan supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut Direktorat PJLHK menyelenggarakan fungsi: Renstra Direktorat PJLHK

16 1. Penyiapan perumusan kebijakan kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, pemanfaatan jasa lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan karbon, serta promosi dan pemasaran; 2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, pemanfaatan jasa lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan karbon, serta promosi dan pemasaran; 3. Penyiapan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, pemanfaatan jasa lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan karbon, serta promosi dan pemasaran; 4. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, dan taman buru; 5. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, pemanfaatan jasa lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan karbon, serta promosi dan pemasaran; 6. Supervisi atas pelaksanaan urusan kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, dan taman buru di daerah; dan 7. Pelaksanaan administrasi Direktorat. Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Direktorat PJLHK didukung dengan perangkat organisasi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang terdiri dari: (1) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air, (2) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Renstra Direktorat PJLHK

17 Alam, (3) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi dan Karbon, (4) Sub Direktorat Promosi dan Pemasaran, dan (5) Sub Bagian Tata Usaha. Struktur organisasi Direktorat PJLHK sebagaimana Gambar 1. DIREKTORAT PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN HUTAN KONSERVASI SUB BAGIAN TATA USAHA SUB DIREKTORAT PJL AIR SUB DIREKTORAT PJL WISATA ALAM SUB DIREKTORAT PJL PANAS BUMI DAN KARBON SUB DIREKTORAT PROMOSI DAN PEMASARAN SEKSI PJL AIR KAWASAN SUAKA ALAM DAN TAMAN BURU SEKSI PJL WISATA ALAM KAWASAN SUAKA ALAM DAN TAMAN BURU SEKSI PJL PANAS BUMI DAN KARBON KAWASAN SUAKA ALAM DAN TAMAN BURU SEKSI PUBLIKASI DAN PROMOSI SEKSI PJL AIR KAWASAN PELESTARIAN ALAM SEKSI PJL WISATA ALAM KAWASAN PELESTARIAN ALAM SEKSI PJL PANAS BUMI DAN KARBON KAWASAN PELESTARIAN ALAM SEKSI PEMASARAN Kelompok Jabatan Fungsional Gambar 1 Bagan Struktur Organisasi Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) (Sumber: Lampiran Permen LHK Nomor P.18/MenLHK-II/2015) Dalam upaya mewujudkan sasaran kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi, sampai akhir tahun 2014 Direktorat PJLHK didukung oleh 77 pegawai. Komposisi pegawai Direktorat PJLHK Renstra Direktorat PJLHK

18 berdasarkan tingkat pendidikannya terdiri dari S3 (1 orang), S2 (20 orang), S1 (26 orang), D3 (5 orang), SLTA (24 orang) dan SLTP (1 orang) (Gambar 2) S- 3 (1,30 %) SLTP (1,30 %) SLTA (31,17 %) S- 2 (25,97 %) D3 (6,49 %) S- 1 (33,77%) Gambar 2 Komposisi Pegawai Direktorat PJLHK berdasarkan tingkat pendidikan sampai Akhir 2014 Rencana Strategis Direktorat PJLHK disusun sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dengan mengacu pada agenda pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam RPJMN Tahun dan merupakan penjabaran dari Rencana Strategis Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Tahun sekaligus berfungsi sebagai acuan bagi seluruh unit kerja di lingkungan Ditjen KSDAE dalam menyusun perencanaan jangka menengah bidang pemanfaatan jasa lingkungan kawasan koservasi. Direktorat PJLHK bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi, sehingga Rencana Strategis Direktorat PJLHK Tahun menjabarkan strategi pencapaian sasaran kegiatan melalui beberapa unit kegiatan dan elemen kegiatan, serta indikator yang dapat menggambarkan kinerja pencapaiannya baik pada level kegiatan, unit kegiatan dan elemen kegiatan. Renstra Direktorat PJLHK

19 Sebagaimana Rencana Strategis Direktorat Jenderal KSDAE yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Renstra Direktorat PJLHK, landasan berpikir dalam analisis perencanaan strategis Direktorat PJLHK juga menekankan pada isu pembangunan berkelanjutan yang mulai diwacanakan secara luas sejak pelaksanaan KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 (Rio Declaration on Environment and Development). Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu kehidupan umat manusia, dengan upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia secara lintas generasi. Kata kunci untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah keserasian dan keseimbangan dari berbagai kepentingan utama, yang kemudian dikelompokkan secara garis besar menjadi tiga kepentingan yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial (Gambar 3) SOSIAL EKOLOGI EKONOMI Gambar 3 Sustainable Development Trilogy Menurut Indrawan dkk (2007), prinsip dan etika konservasi yang terus berkembang hingga saat ini setidaknya mencakup lima hal (Gambar 3), yaitu: (1) Keanekaragaman spesies dan komunitas biologis harus dipelihara untuk kepentingan ekonomi dan sosial; (2) Percepatan Renstra Direktorat PJLHK

20 kepunahan spesies dan populasi secara tidak wajar harus dihindari; (3) Kompleksitas ekologis harus dipelihara di habitat alaminya; (4) Evolusi harus terus berlanjut, sehingga aktivitas manusia yang membatasi berkembangnya populasi dan spesies harus dihindari; (5) Nilai intrinsik keanekaragaman hayati harus dijaga karena keberadaannya merupakan perpaduan dari seluruh kepentingan yang saling terkait (ekonomi, ekologi dan sosial). Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal KSDAE telah melakukan analisis rancang tindak untuk mewujudkan mandat pembangunan berkelanjutan dengan tetap mengadopsi prinsip dan etika konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem, melalui empat upaya sistematis (Gambar 3), yaitu: (1) preservasi ekosistem dan habitat alami; (2) konservasi spesies dan genetik; (3) pengembangan keekonomian pemanfaatan jasa-jasa ekosistem; serta (4) perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi, ekosistem alami lainnya (ekosistem esensial dan High Conservation Value Forest), keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman sumberdaya genetik. Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat 4 nilai strategis pada program Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem yang dapat diekstrak berdasarkan mandat, tugas dan fungsi, obyek yang dikelola serta fungsi dari masing-masing obyek. Keempat nilai strategis tersebut yaitu, 1) Pengelolaan dan Pemangkuan Kawasan Hutan; 2) Kawasan Konservasi sebagai Benteng Terakhir; 3) Potensi Jasa Ekosistem; 4) Konvensi dan Kesepahaman Internasional. Dari keempat nilai strategis tersebut, nilai strategis ketiga merupakan merupakan tanggung jawab Direktorat PJLHK. Kawasan konservasi menyediakan potensi berbagai jenis jasa ekosistem/jasa lingkungan. Pengelolaan kawasan konservasi secara bijaksana akan mampu mengubah potensi jasa lingkungan menjadi potensi ekonomi riil dan menghasilkan multiplier effect yang sangat besar. Sampai akhir tahun 2014, unit kawasan konservasi di Indonesia berjumlah 521 unit terdiri dari Cagar Alam (227 unit), Suaka Margasatwa Renstra Direktorat PJLHK

21 (75 unit), Taman Nasional (50 unit), Taman Wisata Alam (115 unit), Taman Buru (13 unit), Taman Hutan Raya (23 unit) dan KPA-KSA (18 unit) dengan luas total mencapai ,54 hektar (Tabel 1). Tabel 1 Jumlah Unit dan Luas Kawasan Konservasi No Fungsi Kawasan Jumlah Unit Luas (Ha) 1. Cagar Alam ,66 2. Cagar Alam Laut ,00 3. Suaka Margasatwa ,29 4. Suaka Margasatwa Laut ,25 5. Taman Nasional ,34 6. Taman Nasional Laut ,30 7. Taman Wisata Alam ,85 8. Taman Wisata Alam Laut ,00 9. Taman Buru , Taman Hutan Raya , KSA-KPA ,00 Sumber: Kementerian Kehutanan (2014) Jumlah ,28 Pada 521 unit kawasan konservasi di Indonesia tersebut, terdapat berbagai keunikan fenomena alam yang berpotensi sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ecotourism). Sejumlah kawasan tersebut juga menyimpan potensi sumberdaya air, panas bumi dan karbon hutan. B. Capaian Pembangunan Bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi Hingga Tahun 2014 Pada era Kementerian Kehutanan, sebelum berganti nomenklatur menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Direktorat Jenderal KSDAE masih bernama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Direktorat PJLHK bernama Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (PJLKKHL). Namun demikian, walaupun terjadi perubahan nomenklatur, mandat, tugas, fungsi dan fokus kegiatan Direktorat PJLHK tidak banyak berubah. Pembangunan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan Renstra Direktorat PJLHK

22 konservasi difokuskan pada pemanfaatan nilai keekonomian kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati. Nilai-nilai keekonomian tersebut antara lain berupa pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata alam yang ada di dalam kawasan konservasi, intensifikasi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air yang bersumber dari dalam kawasan konservasi baik untuk kepentingan komersial maupun non komersial (massa air dan energi air), perdagangan simpanan karbon pada kawasan konservasi, pemanfaatan potensi panas bumi (geothermal) di dalam kawasan konservasi. Pada pelaksanaan Rencana Strategis , Direktorat PJLKKHL sesuai dengan tugas dan fungsinya mendukung pelaksanaaan Program Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati melalui kegiatan Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung. Sasaran kegiatan tersebut adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam. Pelaksanaan kegiatan tersebut pada tahun dicapai melalui 5 (lima) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yaitu: a) Pengusahaan pariwisata alam meningkat 60 % dibandingkan tahun 2008; b) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air baru sebanyak 25 unit; c) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang pengusahaan pariwisata alam meningkat 100 % dibandingkan tahun 2008; d) Pelaksanaan Demonstration Activities Reduction Emission from Deforestation and Forest Degradation (DA REDD+) di 2 (dua) kawasan konservasi (hutan gambut); e) Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/Kelompok Profesi (KSM/KP) yang dapat diberdayakan meningkat 10 % dari tahun Capaian pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat PJLKKHL melalui 5 IKK tersebut sampai Tahun 2014 (akhir periode Renstra ) adalah sebagai berikut. Renstra Direktorat PJLHK

23 1. Pengusahaan Pariwisata Alam Meningkat 60% dibandingkan Tahun 2008 Baseline data yang digunakan dalam pengukuran capaian IKK ini adalah jumlah kumulatif Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) yang diterbitkan sampai dengan tahun Jumlah IPPA tersebut adalah 18 unit IPPA. Sejak diberlakukan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2010 jo P.4/Menhut-II/2012 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, izin usaha pariwisata alam terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) dan Izin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA). Jumlah izin usaha pengusahaan pariwisata alam yang diterbitkan pada tahun 2009 sampai dengan 2014 adalah 79 unit terdiri dari 11 unit IUPSWA dan 68 unit IUPJWA (Tabel 2). Tabel 2 Capaian Pengusahaan Pariwisata Alam Tahun No Jenis Izin Pemanfaatan Jasa Wisata Alam Baseline Data sampai dengan 2008 Jumlah Izin Pemanfaatan Jasa Wisata Alam Pada Tahun (unit) Jumlah A. IPPA/IUPSWA 1. Taman Nasional TWA Jumlah IPPA/IUPSWA B. IUPJWA 1. Taman Nasional TWA Jumlah IUPJWA Jumlah IPPA/IUPSWA IUPJWA Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2014 Dengan menggunakan baseline data 2008, maka capaian kinerja IKK ini adalah 438,89%. Hasil capaian tersebut telah melampaui target yang ditetapkan dalam Renstra Selain IPPA/IUPSWA yang telah diterbitkan pada periode , sampai akhir tahun 2014 juga telah diterbitkan persetujuan prinsip Renstra Direktorat PJLHK

24 sebanyak 20 unit yang berlokasi di taman nasional sebanyak 6 unit dan di taman wisata alam sebanyak 14 unit. 2. Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air baru sebanyak 25 unit Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air, pada awalnya merupakan kerjasama antara pemangku kawasan konservasi dengan pihak ketiga. Dasar peraturan yang digunakan pada mulanya adalah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Berdasarkan peraturan tersebut bentuk pemanfaatan jasa lingkungan air menggunakan dasar MoU (Memorandum of Understanding) Pasca terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 64 tahun 2013 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, kerjasama dimaksud kemudian dikonversi menjadi perizinan pemanfaatan jasa lingkungan air. Izin pemanfaatan air yang diberikan berupa pemanfaatan massa air dan pemanfaatan energi air. Jenis-jenis Izin tersebut terdiri dari 1) Izin Pemanfaatan Air (IPA), 2) Izin Usaha Pemanfaatan Air (IUPA), 3) Izin Pemanfaatan Energi Air (IPEA), dan 4) Izin Usaha Pemanfaatan Energi Air (IUPEA). IPA dan IPEA untuk pemanfaatan non komersial sedangkan IUPA dan IUPEA untuk pemanfaatan komersial. Sampai akhir tahun 2014, telah diterbitkan sebanyak 64 izin pemanfaatan jasa lingkungan air, terdiri dari IPA sebanyak 63 unit dan IPEA sebanyak 1 unit (Tabel 3). Lokasi 63 unit IPA berada di taman nasional sebanyak 49 unit, di taman wisata alam dan di SM masingmasing 7 unit. Satu unit IPEA berlokasi di taman nasional. Sedangkan IUPA dan IUPEA sampai akhir tahun 2014 masih dalam proses administrasi perizinan. Renstra Direktorat PJLHK

25 Tabel 3 Capaian Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air Tahun No A. IPA Jenis Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Jumlah Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Pada Tahun (unit) Jumlah Taman Nasional Taman Wisata Alam Suaka Margasatwa Hutan Suaka Alam Jumlah IPA B. IUPA 1. Taman Nasional Taman Wisata Alam Jumlah IUPA Jumlah IPA + IUPA C. IPEA 1. Taman Nasional Taman Wisata Alam Jumlah IPEA D. IUPEA 1. Taman Nasional Taman Wisata Alam Jumlah IUPEA Jumlah IPEA + IUPEA Jumlah IPA + IUPA + IPEA + IUPEA Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2014 Keterangan: IPA : Izin Pemanfaatan Air IUPA : Izin Usaha Pemanfaatan Air IPEA : Izin Pemanfaatan Energi Air IUPEA : Izin Usaha Pemanfaatan Energi Air Dalam pencapaian IKK Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air baru sebanyak 25 unit pada periode , baseline data yang digunakan dalam perhitungan capaian kinerja IKK tersebut adalah pada awal tahun 2010 adalah 0 unit izin. Dengan menggunakan baseline data tersebut, persentase capaian kinerja IKK ini sampai akhir tahun 2014 adalah 256%. Renstra Direktorat PJLHK

26 Selain itu, sampai akhir tahun 2014, masih terdapat 11 MoU pemanfaatan jasa lingkungan air yang berlokasi di taman nasional yang belum dikonversi menjadi izin (Tabel 4). Sebelas MoU tersebut terdiri dari 10 unit MoU pemanfaatan massa air dan 1 MoU pemanfaatan energi air. Pada pembangunan bidang jasa lingkungan pada periode kesebelas MoU yang belum dikonversi menjadi izin tersebut termasuk menjadi target pencapaian IKK pemanfaatan jasa lingkungan air yang akan dikonversi menjadi izin. Tabel 4 Jumlah MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air yang belum dikonversi menjadi Izin sampai Akhir 2014 No Jenis MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air A. Pemanfaatan massa air Jumlah MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Pada Tahun (unit) Jumlah MoU yang belum dikonversi menjadi Izin Komersial Non Komersial Jumlah MoU Pemanfaatan Massa air B. Pemanfaatan energi air 1. Komersial Non Komersial Jumlah MoU Pemanfaatan Energi Air Jumlah MoU Pemanfaatan massa air + MoU Pemanfaatan energi air Sumber: Direktorat PJLKKHL, Pemanfaatan air dan energi air sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2013 dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan dan hasil inventarisasi sumber daya air. Inventarisasi sumber daya air dilakukan untuk menentukan areal pemanfaatan potensi air dan energi air. Sampai akhir tahun 2014, telah ditetapkan 7 areal pemanfaatan air di 7 lokasi yaitu TWA Gunung Baung, TWA Wera, TWA Kerandangan, TWA Bukit Tangkiling, TN Gunung Leuser, TN Bogani Nani Wartabone, dan TN Kerinci Seblat. Renstra Direktorat PJLHK

27 3. Peningkatan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang pengusahaan pariwisata alam meningkat 100% dibandingkan tahun 2008 Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, sampai akhir tahun 2014 bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi terutama wisata alam telah memberikan kontribusi berupa PNBP sebesar Rp Selama 5 tahun, telah terjadi peningkatan PNBP per tahun (Tabel 5). Pada Renstra , ditetapkan target peningkatan PNBP adalah sebesar 100% dari PNBP tahun Pada akhir periode Renstra , PNBP bidang pariwisata alam sebesar pada tahun 2014 meningkat sebesar 1.045,09% dibandingkan PNBP tahun Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya peningkatan PNBP antara lain adanya upaya dari UPT untuk meningkatkan PNBP di masing-masing kawasan yang mempunyai potensi wisata, kegiatan pameran dan promosi di tingkat daerah, nasional maupun internasional serta adanya reformasi birokrasi melalui penyederhanaan proses perijinan pengusahaan pariwisata alam. Tabel 5 Perkembangan Jumlah PNBP Periode TAHUN SUMBER PNBP PIPPA IHUPA KARCIS MASUK JUMLAH Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2015 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 selain menetapkan tarif baru PNBP di bidang pemanfaatan jasa lingkungan, juga telah diturunkan Renstra Direktorat PJLHK

28 beberapa aturan dibawahnya, yaitu 1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Penetapan Rayon di TN, Tahura, TWA, dan TB dalam rangka pengenaan PNBP bidang Pariwisata Alam; 2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran PNBP bidang PHKA; 3) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut- II/2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Kegiatan Tertentu Pengenaan Tarif Rp. 0,00 (Nol Rupiah) di KSA, KPA, TB dan Hutan Alam. 4. Pelaksanaan Demonstration Activities Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (DA REDD+) di 2 (dua) kawasan Konservasi (hutan gambut) Pada periode merupakan tahap penyelenggaraan DA- REDD (Demonstration Activities-REDD). DA-REDD dimaksudkan untuk menguji dan mengembangkan metodologi, teknologi dan institusi pengelolaan hutan secara berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi emisi karbon melalui pengendalian deforestasi dan degradasi hutan. Penyelenggaraan karbon hutan mengacu pada peraturan Menteri Kehutanan Nomor: 20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan. Sampai akhir tahun 2014, telah terdapat 3 kawasan konservasi yang telah mendapat persetujuan DA-REDD dari Menteri Kehutanan, yaitu: 1) TN Berbak, dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.549/Menhut-II/2013 tanggal 31 Juli 2013, tentang persetujuan DA- REDD+ pada TN Berbak seluas ± ha. 2) TN Sebangau dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.831/Menhut-II/2013 tanggal 26 November 2013, tentang persetujuan DA-REDD+ pada TN Berbak seluas ± ha. 3) TN Meru Betiri dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.86/Menhut-II/2014 tanggal 24 Januari 2014 Renstra Direktorat PJLHK

29 Target pembangunan pemanfaatan jasa lingkungan karbon hutan pada periode adalah pelaksanaan DA-REDD pada 2 kawasan konservasi. Target tersebut telah terlampai dengan disetujuinya pelaksanaan DA-REDD pada 3 lokasi sampai akhir Pelaksanaan DA-REDD memerlukan upaya dan dana yang sangat besar. Dukugan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk penyelenggaraan DA-REDD tersebut. Demikian pula DA-REDD pada 3 kawasan konservasi tersebut juga mendapat dukungan dari berbagai pihak (Tabel 6) Tabel 6 NO KEG. DA REDD+ Penyelenggaraan Karbon Hutan (DA-REDD+) di Kawasan Konservasi LOKASI TN SEBANGAU TN MERU BETIRI TN BERBAK 1. Kerjasama Kemenhut dengan WWF Indonesia 2. Nama Project Kerjasama DA-REDD+, Sebangau Restoration Project Kemenhut dengan ITTO Kemenhut dangan The Zoological Society of London (ZSL) DA-REDD+, Tropical Forest Conservation for REDD and Enhancing Carbon Stocks in TNMB Pelaksanaan persiapan program pengurangan emisi karbon dari Deforestasi dan degradasi hutan (Program REDD+) di TN Berbak Provinsi Jambi.. 3. Executing Agency 4. Implementing Agency 5. Masa berlaku Kerjasama 6. Ruang lingkup kegiatan kerjasama Direktorat PJLHK Puslitbang BTN Berbak BBTN Sebangau Puslitbang Kebijakan dan Perubahan Iklim BTN Meru Betiri LATIN , extention 1 tahun (2014) REL/RL MRV Institusi Distribusi Insentif Peningkatan kapasitas training and capacity building dalam methodology and monitoring Pelibatan masyarakat lokal MRV/REL Peningkatan Kapasitas Pelibatan Masyarakat BTN Berbak Pengembangan kegiatan konservasi satwa liar dan habitatnya melalui program pemanfaatan penyerapan/penyimpana n karbon Pengembangan opsi-opsi pendanaan lain untuk satwa liar dan habitatnya melalui jasa lingkungan. 5. Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/Kelompok Profesi (KSM/KP) yang dapat diberdayakan meningkat 10% dari tahun 2009 Sebagai upaya penyadartahuan tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAH&E), Direktorat PJLKKHL juga Renstra Direktorat PJLHK

30 melaksanakan upaya peningkatan peran serta dan kapasitas masyarakat tentang KSDAH & E melalui Bina Cinta Alam. Sampai dengan tahun 2014, Kementerian Kehutanan telah bermitra dengan Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA) dan 84 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)/Kelompok Profesi (KP). Data KK, KPA, KSM/KP pada tahun 2009 adalah berturut-turut sebanyak orang Kader Konservasi, kelompok KPA dan 84 kelompok KSM. Hal ini berarti capaian IKK ini adalah terjadi peningkatan KK sebesar 7,11%, jumlah KPA yang aktif sebesar 133,72% dan KSM yang aktif 0%. Jumlah total Mitra Bina Cinta Alam tahun 2009 adalah Mitra, sedangkan tahun 2014 berjumlah mitra. Jumlah mitra bina cinta alam pada tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 13,76% dari tahun 2009 (Tabel 7) Tabel 7 Perkembangan Jumlah Mitra Bina Cinta Alam (Kader Konservasi (KK), KPA dan KSM/KP Tahun Kader Konservasi (KK) KPA KSM/KP Pemula Madya Utama Jumlah Aktif Tdk Aktif Jumlah Aktif Tidak Aktif Jumlah Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2015 C. Potensi dan Permasalahan Potensi dan permasalahan dalam rangka pelaksanaan mandat, tugas dan fungsi Direktorat PJLHK antara lain dapat diidentifikasi dan diekstraksi dari isu-isu strategis bidang pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi yang berkembang, baik internal maupun eksternal. Dewasa ini, isu terkait pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi yang berkembang sangat pesat adalah optimalisasi pemanfaatan nilai keekonomian kawasan konservasi. Nilai-nilai keekonomian tersebut Renstra Direktorat PJLHK

31 antara lain berupa: 1) pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata alam yang ada di dalam kawasan konservasi, 2) intensifikasi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air yang bersumber dari dalam kawasan konservasi untuk kepentingan baik komersial maupun non komersial (massa air dan energi air), 3) perdagangan simpanan karbon pada kawasan konservasi, pemanfaatan potensi panas bumi (geothermal) di dalam kawasan konservasi. 1. Potensi Pemanfaatan Jasa Lingkungan a) Pemanfaatan Jasa Wisata Alam Indonesia mempunyai kekuatan pariwisata pada tiga unsur yakni nature, culture, dan manmade. Menurut Kementerian Pariwisata (2014), ketiga unsur kekuatan pariwisata tersebut mampu mendatangkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara pada tahun 2014 masing-masing berjumlah 9,3 juta dan 250 juta. Devisa yang dihasilkan dari kunjungan wisatawan tersebut sebesar Rp 120 Trilyun. Berdasarkan BPS (2014) sumbangan devisa pariwisata terhadap PDB Nasional adalah 4%, sedangkan menurut WTTC devisa tersebut menyumbang 9% terhadap PDB Nasional. Sampai tahun 2014, indeks daya saing pariwisata nasional menempati urutan ke 70 di dunia. Sektor pariwisata nasional telah membuka kesempatan kerja sebanyak 11 juta tenaga kerja. Diantara ketiga unsur pariwisata tersebut di atas, perkembangan pariwisata alam akhir-akhir ini sangat pesat. Enam puluh persen (60%) kekuatan utama pariwisata alam Indonesia terletak pada potensi alam yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, diantaranya berada pada kawasan konservasi yang terdiri dari Taman Nasional (50 unit), Taman Wisata Alam (115 unit), Taman Buru (13 unit) (Tabel 1) Obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) di kawasan konservasi mampu mendatangkan jumlah kunjungan wisata selama tahun 2014 sebesar orang, yang terdiri dari wisatawan nusantara sebanyak orang dan wisatawan mancanegara sebanyak orang Renstra Direktorat PJLHK

32 (Direktorat Jenderal PHKA, 2014). Jumlah tersebut relatif meningkat per tahun selama (Tabel 8). Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, ODTWA di kawasan konservasi tersebut mampu menghasilkan PNBP pada tahun 2014 sebesar Rp Tabel 8 Jumlah Kunjungan Wisatawan Manca Negara dan Wisatawan Nusantara Tahun Kawasan Konservasi Wisatawan Mancanegara (Wisman) Jumlah Per Tahun (orang) TN TWA Jumlah Wisman Wisatawan Nusantara (Wisnus) TN TWA Jumlah Wisnus Jumlah Wisman Wisnus Sumber: Laporan Statistik Direktorat PJLKKHL Tahun 2014 b) Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2015), secara keseluruhan ketersediaan air nasional mencapai Milyar m 3 /tahun, namun sebanyak 75% masih terbuang percuma. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, diperkirakan kebutuhan air bersih akan terus meningkat sebesar 2% per tahun. Kebutuhan air rata-rata per tahun penduduk Indonesia mencapai 111 Miliar m 3 /tahun. Selain itu berdasarkan informasi pengusaha air minum kemasan, saat ini kebutuhan air minum kemasan adalah 17 juta m 3 /tahun dan diproyeksikan akan mengalami peningkatan sebesar 5%/tahun. Meskipun data menunjukkan bahwa ketersediaan air di Indonesia sangat berlimpah, namun antara ketersediaan dan kebutuhan air pada 5 Renstra Direktorat PJLHK

http://www.jasling.dephut.go.id DIREKTORAT PJLKKHL-DITJEN PHKA KEMENTERIAN KEHUTANAN R.I.

http://www.jasling.dephut.go.id DIREKTORAT PJLKKHL-DITJEN PHKA KEMENTERIAN KEHUTANAN R.I. 3/21/14 http://www.jasling.dephut.go.id DIREKTORAT PJLKKHL-DITJEN PHKA KEMENTERIAN KEHUTANAN R.I. OUTLINE : 1. PERMENHUT NOMOR : P.64/MENHUT-II/2013 TENTANG PEMANFAATAN AIR DAN ENERGI AIR DI SUAKA MARGASATWA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan konservasi (KHK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 terdiri dari kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam (KPA) dan Taman Buru. KHK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KAWASAN KONSERVASI DAN HUTAN LINDUNG

KEBIJAKAN NASIONAL PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KAWASAN KONSERVASI DAN HUTAN LINDUNG KEBIJAKAN NASIONAL PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KAWASAN KONSERVASI DAN HUTAN LINDUNG OLEH Ir. ASEP SUGIHARTA, M.Sc. (Kepala SubDit Pemanfaatan Jasa Lingkungan) DIREKTORAT PJLK2HL, DITJEN PHKA, KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : SK. 128/ KSDAE/ SET/ KUM.1/3/2018 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : SK. 128/ KSDAE/ SET/ KUM.1/3/2018 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : SK. 128/ KSDAE/ SET/ KUM.1/3/2018 TENTANG PEMETAAN PROSES BISNIS LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM JAKARTA 2015 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) BIDANG PHKA

OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) BIDANG PHKA OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) BIDANG PHKA Disampaikan oleh: Ir. Herry Prijono, MM Dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Tahun 2014 Tanggal

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM TAHUN 2016

RENCANA KERJA DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM TAHUN 2016 RENCANA KERJA DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM TAHUN 2016 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM JAKARTA 2015

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan hutan. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah berupaya memaksimalkan fungsi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam TAHUN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam TAHUN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam TAHUN 2015-2019 Tahun 2015 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PERATURAN DIREKTUR PEMOLAAN DAN INFORMASI

Lebih terperinci

Burung Cekakak Tunggir-hijau, Sulawesi. Orang Utan, Kalimantan. Burung Cendrawasih, Papua

Burung Cekakak Tunggir-hijau, Sulawesi. Orang Utan, Kalimantan. Burung Cendrawasih, Papua 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KSDAE Burung Cekakak Tunggirhijau, Sulawesi Orang Utan, Kalimantan Jakarta, Februari 2018 Burung Cendrawasih, Papua Direktorat Jenderal KSDAE merupakan instansi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN TROPICAL FOREST CONSERVATION FOR REDUCING EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION AND ENHANCING CARBON STOCKS IN MERU BETIRI NATIONAL PARK, INDONESIA ITTO PD 519/08 REV.1 (F) KEMENTERIAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 06/IV-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 06/IV-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 06/IV-SET/2014 TENTANG TATA CARA PENILAIAN RENCANA PENGUSAHAAN PEMANFAATAN AIR DAN ENERGI AIR DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL,

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SEKRETARIAT, BIDANG,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

Avoided Deforestation & Resource Based Community Development Program

Avoided Deforestation & Resource Based Community Development Program Avoided Deforestation & Resource Based Community Development Program Tujuan Tersedianya aliran finansial yang stabil untuk kegiatan konservasi dan pengembangan masyarakat melalui penciptaan kredit karbon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor kepuasan kerja dijelaskan oleh Umam (2010) bahwa terdapat dua indikator yaitu adanya ciri-ciri instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan yang menentukan

Lebih terperinci

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 752, 2014 KEMENHUT. Penetapan Rayon. Taman Nasional. Taman Hutan Raya. Taman Wisata Alam. Taman Buru. PNBP. Pariwisata Alam. Penetapan Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa

Lebih terperinci

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.754, 2014 KEMENHUT. Tarif. Kegiatan Tertentu. Tata Cara. Persyaratan. Pembangunan PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.38/Menhut-II/2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SUPLEMEN, RENCANA KERJA 2015 (REVISI) : PENYIAPAN LANDASAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PENGANTAR Sebagai konsekuensi dari perubahan nomeklatur Kementerian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA. KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA http://www.birohumas.baliprov.go.id, 1. PENDAHULUAN Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BALAI BESAR KSDA JAWA BARAT TAHUN 2017

RENCANA KERJA BALAI BESAR KSDA JAWA BARAT TAHUN 2017 RENCANA KERJA BALAI BESAR KSDA JAWA BARAT TAHUN 2017 BALAI BESAR KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM JAWA BARAT BANDUNG, OKTOBER 2016 DIPA 029 TAHUN ANGGARAN 2016 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN KEGIATAN TERTENTU PENGENAAN TARIF Rp.0,00 (NOL RUPIAH) DI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN

Lebih terperinci

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI TATA KELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN HUTAN ACEH MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DAN RENDAH EMISI VISI DAN MISI PEMERINTAH ACEH VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.35/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PADA KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

LESTARI PAPER NO. 01 PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI SECARA KOLABORATIF

LESTARI PAPER NO. 01 PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI SECARA KOLABORATIF LESTARI PAPER NO. 01 PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI SECARA KOLABORATIF Andri Santosa Abidah B. Setyowati Daftar Isi: Pendekatan Kolaboratif 1 Pengelolaan Kawasan 3 Konservasi yang Kolaboratif di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia saat ini mencapai 120,35 juta ha. Tujuh belas persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

DEBIROKRATISASI SEBAGAI TANTANGAN UTAMA DALAM IMPLEMENTASI RENSTRA SEKRETARIS JENDERAL

DEBIROKRATISASI SEBAGAI TANTANGAN UTAMA DALAM IMPLEMENTASI RENSTRA SEKRETARIS JENDERAL Pulau Tinabo, TN. Taka Bonerate. Foto oleh Asri, BTN. Taka Bonerate.. DEBIROKRATISASI SEBAGAI TANTANGAN UTAMA DALAM IMPLEMENTASI RENSTRA 2015-2019 SEKRETARIS JENDERAL ASSALAMU ALAIKUM WR.WB SELAMAT PAGI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN HUTAN RAYA R.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN HUTAN RAYA R. GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN RAYON DI TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, TAMAN WISATA ALAM DAN TAMAN BURU DALAM RANGKA PENGENAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR RIMBA

PENATAAN KORIDOR RIMBA PENATAAN KORIDOR RIMBA Disampaikan Oleh: Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Dalam acara Peluncuran Sustainable Rural and Regional Development-Forum Indonesia DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS

RENCANA STRATEGIS TROPICAL FOREST CONSERVATION ACTION FOR SUMATERA RENCANA STRATEGIS 2010-2015 A. LATAR BELAKANG Pulau Sumatera merupakan salah kawasan prioritas konservasi keanekaragaman hayati Paparan Sunda dan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA MELALUI KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA MELALUI KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA MELALUI KAWASAN KONSERVASI OLEH : DIREKTUR PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KAWASAN KONSERVASI DAN HUTAN LINDUNG KEMENTRIAN KEHUTANAN Disampaikan Pada :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Juni 2012. Tempat yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

2016, No d. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan

2016, No d. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.204, 2016 KEMEN-LHK. UPT Taman Nasional. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.7/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 12/IV- SET/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 12/IV- SET/2011 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 12/IV- SET/2011 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERMOHONAN IZIN PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA,

Lebih terperinci

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN) BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN) Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno

Lebih terperinci

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU Fitra Riau 1 Skema Pendanaan Perhutanan Sosial SKEMA PENDANAAN PERHUTANAN SOSIAL LANDASAN KEBIJAKAN (HUKUM) Banyak

Lebih terperinci

Oleh : Pusat Sosial Ekonomi Kebijakan Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Oleh : Pusat Sosial Ekonomi Kebijakan Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan KONSERVASI HUTAN TROPIS UNTUK PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN, SERTA PENINGKATAN KARBON STOK DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, INDONESIA ITTO PROJECT PD 519/08 Rev.1 (F) Jl. Gunung

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS. Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Tahun (Perubahan)

RENCANA STRATEGIS. Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Tahun (Perubahan) RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Tahun 2015-2019 (Perubahan) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktek-Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBANGUN DASAR KERANGKA PENGAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Apa» Kemitraan dengan Ratah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak ternilai harganya dan dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

Lebih terperinci

Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun

Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun 2015-2019 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3 PENDAHULUAN... 4 Latar Belakang... 4 Landasan Hukum. 5 Tugas Pokok dan Fungsi. 6 SASARAN KEGIATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. UMUM. Sejalan...

I. UMUM. Sejalan... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM I. UMUM Kekayaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci