UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan: Tidak Efisien dan Tidak Efektif Oleh: Imam Nasima
|
|
- Inge Darmali
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan : Tidak Efisien dan Tidak Efektif Oleh: Imam Nasima UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna pada tanggal 26 Mei 2009 dan disahkan oleh Presiden pada tanggal 22 Juni Peraturan ini adalah pengembangan dari UU No. 14/1992. Dan pengembangan ini cukup besar, dari yang tadinya 16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal. Meskipun begitu, dalam penjelasan tidak terlihat secara jelas bagian apa yang dikembangan dari peraturan sebelumnya tidak tergambar perbandingan antara peraturan saat ini dan peraturan sebelumnya. Tujuan nyata yang kerap disuarakan sebagai dasar adanya peraturan baru tersebut adalah usaha untuk menekan angka kecelakaan atau dengan kata lain usaha peningkatan keamanan dan keselamatan pengguna jalan. Namun demikian, apabila kita amati lebih jauh lagi, peraturan tersebut sebenarnya memiliki latar belakang yang lebih kompleks dari sekedar menyusun peraturan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pengguna jalan. Sehingga, wajar apabila aturan itu sendiri kemudian menjadi begitu kompleks, meskipun adanya ketidakefisienan pengaturan di sana sini menambah kerumitan yang sebenarnya tidak perlu. Yang juga perlu diperhatikan, UU No. 22/2009 banyak menuai kritik dari penyelenggara jalan sendiri, karena dianggap tidak disertai perhitungan mengenai implementasi dari peraturan tersebut, termasuk hubungan antara penyiapan sarana dan prasarana dengan ketersediaan anggaran. Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menunjukkan sikap menolak, khususnya menyangkut pasal-pasal pemidanaan penyelenggara jalan apabila tidak melakukan pemeliharaan jalan. 1 Hal ini sebenarnya berhubungan dengan penguasaan masalah hukum menyangkut pemidanaan yang tidak dipahami dengan baik oleh perancang. Beberapa permasalahan dan ketidakefisienan akan diuraikan lagi di bawah ini. Mengenai efektivitas aturan tersebut, mempertimbangkan kesiapan pemerintah sendiri, juga diragukan oleh banyak pihak. UU No. 14/1992 UU No. 22/2009 Bab I Ketentuan Umum Bab I Ketentuan Umum Bab II Asas dan Tujuan Bab II Asas dan Tujuan Bab III Pembinaan Bab III Ruang Lingkup Keberlakuan Undang-Undang Bab IV Prasarana Bab IV Pembinaan Bab V Kendaraan Bab V Penyelenggaraan 1 PU Tolak Jika Dipidanakan, Kementerian PU mempermasalahkan pasal pemidanaan penyelenggara jalan yang memang secara hukum tidak berdasarkan konsep yang kuat. Fungsi pemerintahan, termasuk penyelenggaraan jalan, pada prinsipnya adalah pelaksanaan undangundang. Wajarkah aturan perundangan yang memidanakan pelaksana undang-undang?
2 Bab VI Pengemudi Bab VII Lalu Lintas Bab VIII Angkutan Bab IX Lalu Lintas dan Angkutan bagi Penderita Cacat Bab X Dampak Lingkungan Bab XI Penyerahan Urusan Bab XII Penyidikan Bab XIII Ketentuan Pidana Bab XIV Ketentuan Lain-Lain Bab XV Ketentuan Peralihan Bab XVI Ketentuan Penutup Bab VI Jaringan Lalu Lintas dan Bab VII Kendaraan Bab VIII Pengemudi Bab IX Lalu Lintas Bab X Angkutan Bab XI Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Bab XII Dampak Lingkungan Bab XIII Pengembangan Industri dan Teknologi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Bab XIV Kecelakaan Lalu Lintas Bab XV Perlakuan Khusus bagi Penyandang Cacat, Manusia Usia Lanjut, Anak-Anak, Wanita Hamil, dan Orang Sakit Bab XVI Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Bab XVII Sumber Daya Manusia Bab XVIII Peran Serta Masyarakat Bab XIX Penyidikan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Bab XX Ketentuan Pidana Bab XXI Ketentuan Peralihan Bab XXII Ketentuan Penutup Pembinaan dan Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Salah satu isi peraturan yang menunjukkan kompleksitas pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan adalah diaturnya pembagian kewenangan pembinaan dan penyelenggaraan. Aturan mengenai pembinaan dan penyelenggaraan ini, dulunya didelegasikan untuk diatur dengan peraturan pemerintah. 2 Selain mengatur mengenai pembagian kewenangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat (pada prinsipnya pengaturan mengenai jalan/angkutan provinsi/kabupaten/kota dapat diserahkan kepada pemerintah provinsi/kabupaten/kota), 3 diatur pula pembagian kewenangan di tingkat pusat meliputi hal-hal berikut: 4 2 Pasal 5 UU No. 14/ Pasal 6 UU No. 22/2009. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah provinsi/kabupaten/kota tersebut hanya ada apabila diserahkan oleh pemerintah pusat. 4 Pasal 5 UU No. 22/2009.
3 1. Urusan pemerintahan di bidang prasarana Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang Jalan; 2. Urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan ; 3. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang industri; 4. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang teknologi; dan 5. Urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Delegasi kewenangan tersebut juga menyudahi perdebatan mengenai kewenangan pengurusan SIM dan STNK antara Departemen Perhubungan dan Kepolisian. Pengurusan SIM dan STNK telah ditegaskan menjadi kewenangan Kepolisian. Adanya kewenangan yang jelas barangkali memang dibutuhkan untuk menjamin terlaksananya suatu fungsi tertentu, termasuk dalam hal pengaturan aspek-aspek yang berhubungan dengan lalu lintas dan angkutan jalan, tetapi adanya pembagian kewenangan pelaksanaan fungsi tersebut ke beberapa instansi tentu membutuhkan adanya koordinasi yang terpadu. Dalam hal ini UU No. 22/2009 mengatur khusus tentang forum lalu lintas. 5 Forum lalu lintas sudah harus dibentuk dalam waktu satu tahun. 6 Bagaimana persisnya forum tersebut, masih akan diatur lagi dengan peraturan pemerintah. 7 Dengan kata lain, pada akhirnya, masalah kewenangan pembinaan dan penyelenggaraan akan diatur dalam peraturan pemerintah. Tidak dapatkah ketentuan-ketentuan baru tersebut diatur dalam peraturan pemerintah? Kalau melihat delegasinya yang pada akhirnya dikuasakan kepada pemerintah, maka sebenarnya tidak ada perubahan berarti dengan pengaturan dalam peraturan sebelumnya (UU No. 14/1992). Pengembangan Industri dan Teknologi Selain masalah kewenangan pembinaan dan penyelenggaraan, hal baru yang diatur dalam UU No. 22/2009 (yang sebenarnya masih berhubungan dengan delegasi kewenangan baru) adalah masalah pengembangan industri dan teknologi. 8 Hal ini cukup menarik untuk digarisbawahi, karena tidak cukup jelas mengapa harus ada pengaturan tersendiri dalam UU Lalu Lintas dan Jalan Raya menyangkut sektor industri dan pengembangan teknologi. Kalaupun ditujukan untuk melakukan standarisasi dalam rangka menjamin keamanan dan keselamatan pengguna jalan, ataupun untuk memastikan adanya prasarana penunjang, bukankah itu sudah masuk ke dalam lingkup kerja urusan registrasi dan identifikasi (untuk standarisasi) dan urusan prasarana (untuk prasarana penunjang)? 5 Pasal 13 UU No. 22/ Pasal 321 UU No. 22/ Pasal 13 ayat (5) UU No. 22/ Bab XIII UU No. 22/2009.
4 Terlebih lagi, hal-hal yang diatur juga sebenarnya cenderung abstrak dan umum, dalam arti tidak menunjukkan satu kebijakan tertentu. Pengaturan seperti ini jelas tidak efisien, karena tidak secara konkrit ditujukan untuk memecahkan atau mengantisipasi suatu masalah tertentu. Perubahan Norma Peraturan Norma-norma peraturan yang berubah, dapat berupa revisi atau merupakan penambahan. Perubahan dilakukan baik berupa norma pengaturan, maupun norma larangan (peraturan lalu lintas). Dari beberapa norma peraturan yang ditambahkan ke dalam UU No. 22/2009, beberapa sebenarnya berasal dari peraturan pemerintah pelaksanan peraturan UU No. 14/1992. Salah satu contoh dari aturan seperti ini adalah aturan mengenai klasifikasi kelas jalan. 9 Klasifikasi tersebut sebelumnya sudah diatur dalam PP No. 43/1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan sebagai peraturan pelaksana UU No. 14/ Secara umum tidak banyak perubahan klasifikasi yang ditentukan, kecuali pencantuman ukuran tinggi maksimal kendaraan yang boleh melewati jalan tersebut, serta tambahan klasifikasi jalan khusus. Menariknya, ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus diatur lagi dengan peraturan pemerintah. Sehingga, wajar apabila kemudian timbul kembali pertanyaan: apa dasar pemindahan pengaturan tersebut ke dalam undangundang? Bukankah pengaturan mengenai kelas jalan tersebut dapat diatur dengan peraturan pemerintah? 11 Tidak jelas apa alasan pemindahan materi peraturan pemerintah ke dalam undang-undang, meskipun telah disertai beberapa perubahan, sehingga pada akhirnya langkah tersebut hanya membuat menimbulkan ketidakefisienan. Dasar yang lebih kuat untuk menarik peraturan yang sebelumnya sudah diatur dalam peraturan pemerintah ke dalam undang-undang, mungkin dapat kita temui dalam hal pengaturan mengenai syarat-syarat untuk memperoleh izin mengemudi. 12 Sebelumnya, hal ini diatur sangat sederhana dalam Pasal UU No. 14/1992 dan didelegasikan untuk diatur dalam peraturan pemerintah (kemudian timbul PP No. 44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi yang mengatur hal tersebut). Pengaturan mengenai syarat-syarat mengemudi memang harus diatur dalam undang-undang, karena menyangkut hak dan kewajiban warga negara. Sehingga, keputusan perancang UU No. 22/2009, dalam hal ini, sudah tepat. Meskipun demikian, permasalahan yang kemudian diatur dalam aturan undang-undang, ternyata bukan hanya masalah syarat-syaratnya saja, namun juga mengenai penggolongan surat izin mengemudi yang sebenarnya cukup diatur dalam peraturan pelaksana saja. 13 Hal ini 9 Pasal 19 ayat (2) UU No. 22/ Pasal 11 PP No. 43/ Kalau kita tilik norma terkait hal ini, pada dasarnya materi yang harus diatur dalam undang-undang adalah: (1) materi menyangkut HAM, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah negara dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara; (2) diperintahkan suatu undang-undang. Memang tidak menutup kemungkinan pembuat peraturan mengatur hal yang tidak diharuskan ke dalam undang-undang. Namun, pertanyaannya tetap: untuk apa? 12 Lihat Pasal 83 UU No. 22/ Lihat Pasal 82 UU No. 22/2009.
5 jelas tidak efisien dan mengaburkan materi peraturan perundang-undangan. Ketidakefisienan akan lebih nyata lagi, apabila kita cermati peraturan mengenai fungsi surat izin mengemudi yang sebenarnya tidak menunjukkan konsekuensi yuridis sama sekali. 14 Aturan baru sehubungan dengan norma berlalulintas yang cukup banyak menarik perhatian, antara lain menyangkut aturan mengenai belok kiri dan kewajiban menyalakan lampu di siang hari. 15 Mengenai aturan belok kiri, setidaknya akan membutuhkan adanya sosialisasi yang intensif, mengingat ketentuan bahwa ketentuan belok kiri berbeda dengan ketentuan sebelumnya. 16 Sementara itu, kewajiban untuk menyalakan lampu di siang hari menuai protes dari beberapa kalangan pengendara sepeda motor, karena dianggap tidak didasari dengan alasan yang kuat. Menurut mereka yang mempertanyakan, tidak ada relevansi antara menyalakan lampu di siang hari dengan tingkat keselamatan pengguna jalan. Karena tidak didasari kebutuhan yang mendesak, maka kewajiban tersebut pada akhirnya justru memboroskan energi dan tidak ramah lingkungan. Apabila diperhatikan aturan-aturan yang selama ini melahirkan perdebatan, barangkali masih ada aturan penting yang masih luput dari pengamatan, yaitu menyangkut kewenangan penyitaan. Menurut UU No. 14/1992, kewenangan penyitaan kendaraan bermotor dan/atau surat tanda nomor kendaraan bermotor (STNK) diatur secara limitatif, yaitu hanya boleh dilakukan dalam hal kendaraan bermotor diduga merupakan hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana, pelanggaran mengakibatkan meninggalnya orang, pengemudi tidak dapat menunjukkan tanda bukti lulus uji kendaraan bermotor, pengemudi tidak dapat menunjukkan STNK, atau pengemudi tidak dapat menunjukkan surat izin mengemudi (SIM). 17 Pengaturan kewenangan penyitaan ini dalam UU No. 22/2009 dirumuskan dengan lebih umum, yaitu bahwa penyidik kepolisian dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana berwenang menyita SIM, kendaraan bermotor, muatan, STNK, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji. 18 Kewenangan ini tidak disertai dengan batasan (kriteria) penggunaan kewenangan yang jelas yang mengakibatkan timbulnya penggunaan kewenangan penyitaan tidak pada tempatnya. Seharusnya, perancang memperhatikan ketentuan sebelumnya (Pasal 52 UU No. 14/1992) yang jelas ditujukan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang penyitaan. Perubahan Ancaman Hukuman Selain perubahan norma peraturan, hal yang juga perlu diketahui dari peraturan lalu lintas yang baru adalah menyangkut ancaman hukuman (maksimal) yang dijatuhkan. 14 Lihat Pasal 86 UU No. 22/ Ketentuan mengenai larangan berbelok kiri langsung diatur dalam Pasal 112 ayat (3) dan mengenai kewajiban pengemudi sepeda motor menyalakan lampu utama pada siang hari dalam Pasal 107 ayat (2). 16 Lihat Pasal 59 PP No. 43/1993. Bila sebelumnya diatur bahwa pada prinsipnya belok kiri boleh langsung, kecuali ditentukan sebaliknya, maka pada aturan baru ditentukan bahwa pada persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas, belok kiri pada prinsipnya tidak boleh langsung, kecuali ditentukan sebaliknya. 17 Pasal 52 UU No. 14/ Pasal 260 ayat (1) huruf d.
6 Secara umum, ancaman hukuman (maksimal) yang diatur lebih ringan daripada ancaman hukuman (maksimal) yang diatur dalam peraturan sebelumnya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini yang membandingkan beberapa jenis pelanggaran yang diatur dalam UU No. 14/1992 dan UU No. 22/2009. Dengan memperhitungkan juga turunnya nilai uang, maka pada tahun 1992 ancaman hukuman denda (maksimal) yang diatur, jauh lebih berat dari saat ini. Hal ini tentu merupakan bentuk perubahan positif dari peraturan sebelumnya yang mengandung kelemahan, antara lain, ancaman hukumannya yang sangat tidak masuk akal. JENIS UU NO. KURUNGAN DENDA UU NO. KURUNGAN DENDA PELANGGARAN 22/ /1992 Kelengkapan bulan 250 ribu 54 3 bulan 3 juta Teknis (Roda 2) Rambu dan bulan 500 ribu 61 1 bulan 1 juta Marka Jalan Kewajiban bulan 500 ribu 57 2 bulan 2 juta Menunjukkan STNK Kewajiban bulan 250 ribu 59 2 bulan 2 juta Menunjukkan SIM Tidak Memiliki SIM bulan 1 juta 59 6 bulan 6 juta Tidak Memakai Helm Stándar bulan 250 ribu 61 1 bulan 1 juta Namun demikian, perubahan inipun menuai kritik dari banyak pihak, karena dianggap masih memuat ancaman hukuman (maksimal) yang terlampau berat jika dibandingkan dengan pendapatan minimum masyarakat saat ini. Pada kenyataannya, ancaman hukuman (maksimal) lebih merupakan angka perhitungan di atas kertas saja, karena prakteknya di lapangan jauh lebih rendah daripada angka yang ditetapkan. 19 Masalahnya, kebijakan meringankan aturan tersebut, didasari adanya kesenjangan antara aturan tertulis dan praktek di lapangan di bawah UU No. 14/1992. Apabila penyesuaian tersebut tidak dilandasi dengan memperhitungkan pendapatan minimal (UMR), maka pelaksanaan UU No. 22/2009 akan mengalami nasib yang sama dengan UU No. 14/1992. Lalu untuk apa ada perubahan seperti ini? Kecelakaan Lalu Lintas Sebagai alasan mendasar disusunnya UU No. 22/2009, yaitu untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan pengguna, kecelakaan lalu lintas menjadi topik yang mendapat perhatian khusus dari pembuat undang-undang. Kecelakaan lalu lintas 19 Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) bahkan menyebutkan bahwa selama ini telah ada kesepakatan di pengadilan antara hakim, polisi, dan pengemudi yang terkena tilang, mengenai denda maksimal yang dikenakan sebesar 50 ribu rupiah ( Konstitusi). Besar kemungkinan praktek ini dilandasi Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Pada tahun 1993, Mahkamah Agung (MA) memang mengeluarkan surat edaran (SEMA No. 4/1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Tertentu) yang melimpahkan kewenangan penentuan uang titipan maksimal kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan memperhatikan keadaan sosial dan ekonomi di wilayah hukumnya masing-masing. SEMA tersebut ketika itu merupakan hasil kesepakatan Ketua MA, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Kapolri.
7 diatur sebagai bab tersendiri dalam undang-undang tersebut. Bab ini terdiri dari empat bagian, yaitu pencegahan kecelakaan lalu lintas, penanganan kecelakaan lalu lintas, kewajiban dan tanggung jawab, dan hak korban. Tujuannya adalah memastikan tertanganinya kecelakaan lalu lintas dengan baik. Meskipun demikian, lagi-lagi, pembuat undang-undang melakukan beberapa pengaturan yang tidak perlu. Untuk beberapa hal malah justru dapat menimbulkan pertanyaan dan ketidakjelasan pada tataran implementasi. Peraturan yang berlebihan, misalnya, aturan yang mewajibkan aparat kepolisian untuk melakukan penanganan kecelakaan lalu lintas. 20 Apakah tindakan yang harus diambil oleh aparat kepolisian tersebut harus diatur dalam undang-undang? Benarkah selama ini aparat kepolisian tidak melaksanakan tugasnya sehingga perlu diatur kewajiban ini dalam peraturan perundangan? Hal ini sebenarnya tidak perlu diatur menjadi norma undang-undang. Pengaturan tidak perlu juga bisa ketemui dalam penggolongan kecelakaan lalu lintas menjadi kecelakaan ringan, sedang, dan berat. 21 Penggolongan tersebut sebenarnya tidak diperlukan. Kalaupun hal tersebut dibutuhkan untuk pendataan (mendapatkan angka kecelakaan yang terjadi berdasarkan akibat yang ditimbulkannya), maka hal tersebut dapat langsung dilakukan dalam praktek pendataan, karena tidak akan membawa akibat hukum apa-apa, apalagi menyangkut hak dan kewajiban warga negara. Sedangkan peraturan yang selain berlebihan, juga akan menimbulkan permasalahan pada tataran implementasi, dapat kita temui dalam pengaturan mengenai pertanggungjawaban pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum, atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi. 22 Aturan baru ini juga menarik perhatian karena dianggap menegaskan aturan mengenai pertanggungjawaban tanggung renteng. 23 Pertanyaannya kemudian: dengan cara apa pertanggungjawaban tersebut mesti dituntut? Tanggung jawab seperti ini memang tidak menutup kemungkinan untuk diatur, tetapi seharusnya ditegaskan pula bahwa hal tersebut adalah menyangkut pertanggungjawaban perdata, sehingga jelas pula media yang digunakan oleh korban untuk menuntut pemulihan haknya. Terlebih lagi, dalam praktek sekalipun, pertanggungjawaban kualitatif pengusaha (dalam hal pengemudinya menyebabkan terjadinya kecelakaan) telah diatur (Pasal 1365 jo KUH Perdata). Sehingga, sebenarnya tidak mendesak untuk diatur lagi. Legislasi Turunan Setelah memperhatikan beberapa ketentuan yang diatur dalam UU No. 22/2009 yang dimaksudkan untuk merinci aturan-aturan menyangkut lalu lintas dan angkutan jalan, ternyata peraturan yang ada begitu rumit dan menunjukkan ketidakefisienan di sana sini. Meskipun demikian, bukan berarti pengaturan yang ada sudah cukup. Jika diperhatikan peraturan-peraturan yang masih harus dibuat sebagai turunan dari UU No. 22/2009, ternyata masih ada 73 aturan turunan yang harus dibuat (43 PP, 2 Perpres, 20 Pasal 227 UU No. 22/ Pasal 229 UU No. 22/ Pasal 234 UU No. 22/ UU Lalu Lintas 2009 Pertegas Konsep Tanggung Renteng,
8 11 Permen, 12 Peraturan Kapolri, 1 Peraturan Panglima TNI, 2 Perda Provinsi, 2 Perda Kabupaten/Kota). Dari peraturan-peraturan yang dibutuhkan, perlu diperhatikan bahwa porsi pengaturan di bawah lembaga Kepolisian yang sedikit lebih banyak dari Kementerian/Departemen. Hal ini menunjukkan adanya indikasi besarnya peran lembaga Kepolisian dalam pengaturan masalah lalu lintas dan jalan raya. Materi Yang Masih Harus Diatur Jumlah Jenis Peraturan Forum lalu lintas dan angkutan jalan Rencana induk jaringan dan angkutan jalan Jalan kelas khusus Pengelompokan kelas jalan dan tata cara penetapan kelas jalan Batas kecepatan Perlengkapan jalan Pemasangan perlengkapan jalan Fungsi, klasifikasi, tipe, penetapan lokasi, fasilitas, lingkungan kerja, pembangunan, dan pengoperasian Terminal Pengguna jasa fasilitas parkir, perizinan, persyaratan, dan tata cara penyelenggaraan fasilitas dan parkir untuk umum Pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, serta spesifikasi teknis fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Persyaratan teknis dan laik jalan Uji tipe (kendaraan) dan unit pelaksananya Modifikasi dan uji tipe (kendaraan) Uji berkala (kendaraan) Perlengkapan kendaraan bermotor Persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene Tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan bengkel umum Persyaratan keselamatan Kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif pelanggaran persyaratan dan pengujian teknis laik jalan Kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif dalam pemberlakuan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi kendaraan umum Pelaksanaan analisis dampak Lalu Lintas Kekuatan hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan Manajemen kebutuhan Lalu Lintas Kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sehubungan dengan analisis dampak lalu lintas dan penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas 43 Peraturan Pemerintah
9 Materi Yang Masih Harus Diatur Jumlah Jenis Peraturan Mobil barang yang digunakan untuk angkutan orang Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek Angkutan multimoda, persyaratan, dan tata cara memperoleh izin penyelenggaraannya Pengawasan muatan angkutan barang Pemberian subsidi angkutan penumpang umum tarif kelas ekonomi Besaran ganti kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan Besaran ganti kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan Standar pelayanan dan persaingan yang sehat menyangkut industri jasa angkutan umum Penetapan rencana umum nasional Keselamatan Lalu Lintas dan dan kewajiban Perusahaan Angkutan Umum membuat, melaksanakan, dan menyempurnakan sistem manajemen keselamatan serta persyaratan alat pemberi informasi Kecelakaan Lalu Lintas Pengawasan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tata cara, persyaratan, dan prosedur penanganan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan yang diakibatkan oleh Kendaraan Bermotor Tata cara dan kriteria pengenaan sanksi administratif kewajiban perusahaan umum untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan Pengembangan industri dan teknologi Prasarana Lalu Lintas dan Pemberian perlakuan khusus di bidang Lalu Lintas dan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit Kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sehubungan dengan kewajiban perusahaan umum untuk memberikan perlakuan khusus Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Pengembangan sumber daya manusia di bidang Lalu Lintas dan Organisasi dan tata kerja Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan Persyaratan dan prosedur serta pelaksanaan Sistem 2 Peraturan Presiden
10 Materi Yang Masih Harus Diatur Jumlah Jenis Peraturan Administrasi Manunggal Satu Atap Standar pelayanan minimal angkutan orang 11 Peraturan Menteri Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek Ketersediaan angkutan masal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan Perkotaan Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek Tata cara dan persyaratan pemberian izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek Tata cara dan persyaratan pemberian izin penyelenggaraan angkutan barang khusus dan alat berat Tarif penumpang untuk angkutan orang dalam trayek Tanggung jawab penyelenggara angkutan umum Kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sehubungan dengan pelaksanaan jasa angkutan Penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan tertentu (untuk jalan nasional) Registrasi Kendaraan Bermotor (sebagai pelaksanaan sistem administrasi manunggal satu atap) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Persyaratan dan tata cara pemberian dan penggunaan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor Registrasi Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia Registrasi Kendaraan Bermotor perwakilan negara asing dan lembaga internasional Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor Tata cara, persyaratan, pengujian, dan penerbitan Surat Izin Mengemudi Pemberian tanda atau data pelanggaran pada Surat Izin Mengemudi Tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif pelanggaran petugas polri dalam penerbitan Surat Izin Mengemudi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas peraturan Menteri penggunaan Jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas 12 Peraturan Kapolri
11 Materi Yang Masih Harus Diatur Jumlah Jenis Peraturan Penetapan program nasional Keamanan Lalu Lintas dan Tata cara penanganan Kecelakaan Lalu Lintas Registrasi Kendaraan Bermotor Tentara Nasional 1 Peraturan Panglima TNI Indonesia Jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor lintas kabupaten/kota Penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan tertentu (untuk jalan provinsi) 2 Peraturan Daerah Provinsi Jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan tertentu (untuk jalan desa/kabupaten/kota) 2 Peraturan Daerah Kota/Kabupaten
UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 22-2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1992 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran
Lebih terperinciUndang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM... 4 BAB II ASAS DAN TUJUAN... 6 BAB III RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG...
Lebih terperinciLANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II
LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciNo Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5346 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 187) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinci2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2012 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346) PERATURAN
Lebih terperinciTATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN http://images.hukumonline.com/ I. PENDAHULUAN Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007
PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang keselamatan lalu lintas
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI
LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG JARINGAN LINTAS ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 T E N T A N G PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi rahasia umum apabila perkembangan lalu lintas pada saat ini begitu pesat hal ini beriringan pula dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan
Lebih terperinciTENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan
Lebih terperinciPasal 48 yang berbunyi :
41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang : a. bahwa guna mengurangi berbagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG KELAS JALAN, PENGAMANAN DAN PERLENGKAPAN JALAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 6 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMINDAHAN KENDARAAN DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 6 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMINDAHAN KENDARAAN DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang : a. bahwa untuk keamanan, kelancaran,
Lebih terperinciMengenal Undang Undang Lalu Lintas
Mengenal Undang Undang Lalu Lintas JAKARTA, Telusurnews Sejak Januari 2010 Undang Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 sudah efektif diberlakukan, menggantikan Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992. Namun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI
Lebih terperinciWALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015
WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG
No. 19, 2001 Seri B No. 3 LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciNOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAN BERMOTOR
PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciUndang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14 TAHUN 1992 (14/1992) Tanggal : 12 MEI 1992 (JAKARTA) Sumber : LN 1992/49; TLN NO.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa kendaraan bermotor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 53
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 53 No. 05, 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGAH NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,
1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa angkutan jalan sebagai salah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG
LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2009 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG
PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 7 TAHUN 2005 T E N T A N G RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum, dalam budaya hukum dapat dilihat dari tradisi perilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 2009/96, TLN 5025]
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 2009/96, TLN 5025] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N
9 PEBRUARI 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N SERI C NOMOR 16 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAKHMAT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan
Lebih terperinciSOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010
SOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010 OLEH : DIREKTUR LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT JAKARTA, 31 MEI 2010 ANGKUTAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan
Lebih terperinciBUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBUPATI GOWA RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 110
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS
- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, Menimbang : a. bahwa keamanan dan keselamatan
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor
Lebih terperinciFoto 5. public adress Foto 7. public adress
LAMPIRAN DAFTAR LAMPIRAN 1. Dokumentasi Penelitian 2. Pedoman wawancara 3. UU No.22 tahun 2009 4. Surat Telegram Kapolres Bantul No:ST/598/X/2011 5. Surat Ijin Penelitian DOKUMENTASI PENELITIAN Foto 1.
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan,
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan, maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa sanksi pidana denda yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
Lebih terperinciKEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor : B-373/E/Epl/8/1993 Sifat : - Lampiran : 1 (satu) expl Perihal : Penyelesaian tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 14/1992 dan Konsep Tabel Jenis
Lebih terperinciADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II
BAB II BENTUK DAN JENIS SANKSI YANG BISA DIKENAKAN TERHADAP PENGENDARA MOBIL TERSEBUT DAN TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DALAM MENYELENGGARAKAN KESELAMATAN LALU LINTAS 1. Bentuk dan Jenis Sanksi yang Bisa Dikenakan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)
LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 45 TAHUN 2000 (45/2000) TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu lintas dan angkutan jalan memegang peranan penting dalam menunjang, memperlancar dan meningkatkan pembangunan perekonomian baik regional maupun nasional. Kendaraan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa Retribusi Parkir di Tepi
Lebih terperincif. racun dan bahan yang mudah menular; g. barang yang bersifat radioaktif; dan h. barang yang bersifat korosif.
-24- Bagian Kedua Analisis Dampak Lalu Lintas Pasal37 (1) Setiap rencana pembangunan dan pengembangan pusat kegiatan, permukiman dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan Keamanan, Keselamatan,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,
LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a.
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2003 T E N T A N G PEMINDAHAN KENDARAAN BERMOTOR, KERETA TEMPELAN DAN KERETA GANDENGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta suatu keamanan dan suatu kerukunan, yang mana tiap-tiap individu di dalam suatu
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di dalamnya diatur oleh hukum. Tujuan dibuatnya hukum ini adalah untuk menciptakan suatu masyarakat yang
Lebih terperinciW A L I K O T A B A N J A R M A S I N
W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Pembina multi stakeholders ( 5 institusi); Pengaturan lebih terinci ; Penajaman formulasi tujuan; Pendefinisian istilah lalu lintas dan angkutan jalan sebagai suatu
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA ANGKUTAN PENUMPANG, IZIN USAHA ANGKUTAN BARANG, IZIN USAHA ANGKUTAN
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 156 ayat
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2005 T E N T A N G RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS Menimbang :
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO
PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa perkembangan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa lalu lintas
Lebih terperinciKERANGKA REGULASI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN
LAMPIRAN B KERANGKA REGULASI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2015-2019 NO BIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A Pasal Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Iintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Peraturan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 82 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 82 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28
Lebih terperinci