PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL MENGENAIASAS FREEDOM OF CONTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL MENGENAIASAS FREEDOM OF CONTRACT"

Transkripsi

1 PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL MENGENAIASAS FREEDOM OF CONTRACT Muh Alfian, S.H., M.Hum Dosen Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan suatu perjanjian komersial dengan menggunakan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract).pasal 1320 ayat 1 menyatakan bahwa sebagian salah satu syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan adanya sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Pasal 1338 ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi yang membuatnya.berdasarkan hal tersebut, dapatlah dikatakan bahwa berlakunya asas konsensualisme di dalam hukum perjanjian, dimana memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah, sehingga dapat dibatalkan. Kebebasan berkontrak memang perlu pembatasan, dikarenakan faktanya kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian komersial sering kali tidak seimbang, sehingga dimungkinkan pihak yang mempunyai kedudukan atau posisi tawar yang lemah dalam suatu pejanjian akan banyak dirugikan. Pengadilan di dalam memeriksa dan mengadili kasus-kasus yang berhubungan dengan asas kebebasan berkontrak juga diberikan sepenuhnya untuk membatasi asas tersebut, apabila memang benar-benar dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan di dalam masyarakat. Hakim berwenang untuk mamasuki atau meneliti isi suatu kontrak, apabila diperlukan karena isi dan pelaksanaan suatu kontrak bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Hakim juga memiliki kewenangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran rasa keadilan. Dalam konteks hukum perjanjian, kewenangan tersebut meliputi kewenangan untuk mengurangi, bahkan meniadakan sama sekali suatu kewajiban kontraktual dari suatu perjanjian yang mengandung ketidakadilan.menurut naskah pasal tersebut persetujuan pembatalan yang dikarenakan wanprestasi dan kebatalan ini mempunyai daya berlaku surut, yang dalam tatanan kausal (causale stelsel) dianut Hukum Belanda, maka batalnya persetujuan ini mempunyai akibat bahwa alas hak untuk menyerahkan suatu barang hapus, dan dengan demikian pihak yang memperoleh hak tersebut kemudian menjadi tak berwenang memiliki beschikkingsonbevoegd, sehingga penyerahan-penyerahan yang dilakukan setelah itu menjadi tidak sah karenannya. Kata Kunci: Kebebasan Berkontrak, Sepakat, Seimbang, PENDAHULUAN Perundang-undangan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian apa saja, asalkan tidak betentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum, sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 21

2 Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas sebagai pancaran hak asasinya. Asas ini berhubungan pula dengan isi perjanjian, yaitu untuk menentukan apa dan siapa perjanjian itu diadakan. Perkataan semua mengandung pengertian bahwa seluruh pejanjian, baik yang namanya dikenal maupun yang tidak di kenal oleh undang-undang (Badrulzaman, 2001). Kebebasan berkontrak (Freedom of contract), hingga saat ini tetap menjadi asas yag penting dalam sistem hukum perjanjian, baik dalam civil law system, common law system maupun dalam sistem hukum lainnya. Hal ini dikarenakan, pertama, asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang bersifat universal yang berlaku di semua negara di dunia ini. Kedua, asas kebebasan berkontrak ini mengandung makna sebagai suatu perwujudan dari kehendak bebas para pihak dalam suatu perjanjian, yang berarti juga sebagai pancaran atas pengakuan hak asasi manusia (Rahman, 2003 : 15) Dalam perkembangannya ternyata asas kebebasan berkontrak dapat mendatangkan suatu ketidakadilan, yang dikarenakan asas ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan semaksimal dan seoptimal mungkin, bila para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Jika salah satu pihak berada pada posisi yang lemah, maka pihak yang memiliki bargaining posisition lebih kuat dapat memaksakan kehendaknya untuk menekan pihak yang lain, demi keuntungan dirinya sendiri. (Sjahdeini, 1993 : 17). Fenomena adanya ketidakseimbangan dalam berkontrak sebagaimana tersebut di atas dapat dicermati dari beberapa model kontrak, terutama kontrak-kontrak yang berhubungan dengan konsumen dalam bentuk standar/baku yang didalamnya memuat klausul-klausul yang isinya (cenderung) berat sebelah atau tidak seimbang. Dalam praktek pemberian kredit di lingkungan perbankan, misal terdapat klausul yang mewajibkan nasabah untuk tunduk terhadap segala petunjuk dan peraturan bank, baik yang sudah ada maupun yang akan diatur kemudian, atau klausul yang membebaskan bank dari segala kerugian nasabah sebagai akibat dari segala tindakan bank. Dalam kontrak sewa beli, misalnya terdapat klausul yang berisi kewajiban pembayaran seluruhnya dan seketika apabila pembeli sewa menunggak pembayaran dua kali berturut-turut. Sementara dalam kontrak jual beli, misalnya terdapat klausul bahwa barang yang sudah dibeli dengan pembayaran secara tunai (lunas) tidak dapat dikembalikan (Hernoko, 2008: 3, Hatta, 2000). PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 22

3 Problematika di atas merupakan tantangan bagi para praktisi hukum untuk memberikan jalan keluar yang tebaik, demi terwujudnya kontrak yang saling menguntungkan bagi para pihak ( win win solution contract), di satu sisi bisa memberikan kepastian hukum dan sementara di sisi yang lainnya mampu memberikan rasa keadilan. Meskipun disadari bahwa untuk memadukan kepastian hukum dan keadilan, merupakan perbuatan yang tidak mudah, namun melalui instrument kontrak yang mampu mengakomodir perbedaan kepentingan secara proporsional, maka dilema pertentangan semu antara kepastian hukum dan keadilan tersebut dapat dieliminir. Bahkan akan menjadi suatu keniscayaan terwujudnya suatu kontrak yang saling menguntungkan bagi para pihak (Hernoko, 2008 : 6). Dari diskripsi tersebut di atas, terdapat suatu permasalahan untuk selanjutnya dilakukan pembahasan, yaitu bagaimanakah pengaturan suatu perjanjian komersial tersebut dengan menggunakan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)? PEMBAHASAN 1. Asas kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum, namun asas ini mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual yang dilakukan oleh para pihak. Asas ini pada dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasai oleh semangat liberalisme yang lebih mengedepankan dan mengagungkan kebebasan individu. Perkembangan ini seiring dengan penyusunan BW di Negeri Belanda, dan semangat liberalisme yang dipengaruhi semboyan Revolusi Perancis yaitu liberte, egalite et fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Menurut paham individualisme bahwa setiap orang bebas untuk melakukan apa yang dikehendaki, sementara itu di dalam hukum perjanjian falsafah ini di wujudkan dalam asas kebebasan berkontrak (Hernoko, 2008 ; 94). Menurut Treitel, asas kebebasan berkontrak dalam sistem hukum Inggris digunakan untuk menunjuk kepada dua asas umum (general principle). Pertama, mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak. Asas ini tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian oleh para pihak. Ruang PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 23

4 lingkupnya meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian sendiri sebagaimana sesuai dengan yang mereka inginkan. Kedua, mengemukakan bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat di paksa untuk memasuki suatu perjanjian. Kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan dengan siapa pihak itu ingin atau tidak ingin membuat perjanjian (Suryono, 2010, 350). Sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh dalam satu sistem, maka asas kebebasan berkontrak sebagaimana tersimpul dari substansi Pasal 1338 ayat 1 BW harus juga dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal ketentuan-ketentuan yang lain, sebagai berikut (Suryono, 2009 : ): a. Pasal 1320 ayat 1 jo pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Pasal 1320 ayat 1 menyatakan bahwa sebagian salah satu syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan adanya sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Pasal 1338 ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi yang membuatnya. Berdasarkan dua pasal dalam KUH perdata tersebut, dapatlah dikatakan bahwa berlakunya asas konsensualisme di dalam hukum perjanjian, dimana memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah, sehingga dapat dibatalkan. Sepakat yang diberikan dengan paksa disebut Contradictio Interminis, adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Adanya konsensus dari para pihak, maka menimbulkan kekuatan mengikat perjanjian sebagaimana undang-undang (pacta sunt servanda). Asas pacta sunt servanda menjadi suatu kekuatan mengikatnya suatu perjanjian. Cara menyimpulkan asas kebebasan berkontrak adalah dengan menekankan pada perkataan semua yang ada di muka perkataan perjanjian sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Dikatakan bahwa di dalam Pasal 1338 ayat 1 tersebut, seolah-olah yang membuat pernyataan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian dan mengikat sebagaimana mengikatnya undangundang bagi yang membuatnya. Pembatasan terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan ketentuan umum dan kesusilaan (Subekti, 1984 : 5). b. Pasal 1320 ayat 4 jo Pasal 1337 KUH Perdata PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 24

5 Pasal 1320 ayat 4 KUH Perdata menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian apabila dilakukan atas suatu sebab yang halal. Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan asas kesusilaan, asas kepatutan dan atau ketertiban umum. Dapat disimpulkan bahwa asalkan bukan karena sebab (causa) yang halal (dilarang) oleh undang-undang, maka setiap orang bebas untuk memperjanjikannya. c. Pasal 1329 jo Pasal 1330 dan 1331 KUH Perdata Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan : setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh undang-undang. Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan bahwa tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : i. Orang-orang yang belum dewasa; ii. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; iii. Wanita yang sudah bersuami. Pasal 1331 KUH Perdata menyatakan bahwa orang-orang yang di dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap, boleh menuntut pembatalan perikatan-perikatan yang telah mereka perbuat dalam hal-hal dimana kekuasaan itu tidak dikecualikan dalam undangundang. Dapat disimpulkan bahwa KUH Perdata tidak melarang bagi seseorang untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendaki. Undang-undang hanya menentukan bahwa orang-orang tertentu tidak cakap untuk membuat perjanjian. Setiap orang bebas untuk memilih pihakmana dengan siapa membuat perjanjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap untuk membuat perjanjian. Bahkan, apabila seseorang membuat perjanjian dengan lainnya yang menurut undang-undang tidak cakap membuat perjanjian, maka perjanjian tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap. d. Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menetapkan bahwa kontrak harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Iktikad baik ini diartikan dalam kaitannya dengan apa yang menjadi hak dan kewajiban pihak-pihak yang bersangkutan, dinamakan iktikad baik objektif. Suatu perbuatan in concreto dilakukan dengan iktikad baik pada hakekatnya tergantung pada kaidah- PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 25

6 kaidah yang berlaku dalam semua situasi dan kondisi konkret tertentu, dengan menentukan nilai-nilai kepatutan yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat. e. Pasal 1339 KUH Perdata, menunjuk terikatnya perjanjian kepada sifat, kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Kebiasaan yang dimaksud bukanlah kebiasaan setempat, akan tetapi ketentuan-ketentuan yang dalam kalangan tertentu selalu diperhatian. f. Ketentuan Buku III KUH Perdata Ketentuan ini kebanyakan bersifat sebagai hukum pelengkap (Anvullend recht, optional) artinya para pihak dapat secara bebas membuat syarat-syarat atau aturan tersendiri dalam suatu perjanjian yang menyimpang dari ketentuan undang-undang, namun jika para pihak tidak mengatur dalam perjanjian, maka ketentuan Buku III KUH Perdata akan melengkapinya untuk mencegah adanya kekosongan hukum sesuai dengan isi materi perjanjian yang dikehendaki oleh para pihak. g. Buku III KUH Perdata, tidak melarang kepada seseorang untuk membuat perjanjian itu dalam bentuk tertentu sehingga para pihak dapat secara bebas untuk membuat perjanjian secara lesan ataupun tertulis, terkecuali untuk perjanjian tertentu harus dalam bentuk akta autentik. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi : a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya; d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian; e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian; f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (Sjahbeni, 1993 : 47) Dalam hal pembuatan kontrak, maka para pihak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Memenuhi syarat-syarat sahnya kontrak; b. Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai causa; c. Tidak mengandung causa palsu (dilarang UU); PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 26

7 d. Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan dan ketertiban umum; e. Harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Hernoko, 2008, hlm. 103) 2. Pembatasan Asas kebebasan Berkontrak Paradigma kebebasan berkontrak pada akhirnya begeser kearah paradigma kepatutan. Meskipun kebebasan berkontrak masih menjadi asas yang penting dalam hukum perjanjian, baik dalam civil law maupun common law, tetapi ia tidak lagi muncul seperti kebebasan berkontrak yang berkembang pada abad kesembilan belas. Saat ini kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas, dimana negara telah melakukan sejumlah pembatasan kebebasan berkontrak melalui peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, serta dalam praktek-praktek kegiatan ekonomi dalam masyarakat (Khairandy, 2003 : 2). Kebebasan berkontrak memang perlu pembatasan, dikarenakan faktanya kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian komersial sering kali tidak seimbang, sehingga dimungkinkan pihak yang mempunyai kedudukan atau posisi tawar yang lemah dalam suatu pejanjian akan banyak dirugikan. Akibatnya, kontrak tersebut menjadi tidak masuk akal, tidak manusiawi dan bertentangan dengan peraturan hukum yang adil. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tejadinya pembatasan kebebasan berkontrak, di antaranya: 1) Semakin berpengaruhnya ajaran iktikad baik di mana iktikad baik tidak hanya ada pada pelaksanaan perjanjian, tetapi juga harus ada pada saat dibuatnya perjanjian; 2) Semakin berkembangnya ajaran penyalahgunaaan keadaan; 3) Berkembangnya lapangan di bidang ekonomi yang membentuk persekutuanpersekutuan dagang, badan-badan hukum, perseroan-perseroan dan golongangolongan masyarakat lainnya, seperti buruh dan tani; 4) Semakin berkembangnya aliran dalam masyarakat yang menginginkan kesejahteraan sosial; 5) Adanya keinginan dari pemerintah untuk melindungi kepentingan umum atau pihak yang lemah (Sofwan;Khairandy, 2003 : 3). PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 27

8 Pembatasan kebebasan berkontrak dari negara, misalnya, di dalam peraturan perundang-undangan untuk menentukan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tentang polis asuransi, upah minimum,memorandum of Understanding (MoU) antara pengusaha dengan pekerja tentang kondisi kerja dan syarat-syarat kerja, dan lain sebagainya. Di Negara kita, pembatasan asas ini tampak dalam ketentuan-ketentuan di KUH Perdata, yaitu pasal 1320, 1330, 1332, 1335, 1337, 1338 dan pasal Pengadilan di dalam memeriksa dan mengadili kasus-kasus yang berhubungan dengan asas kebebasan berkontrak juga diberikan sepenuhnya untuk membatasi asas tersebut, apabila memang benar-benar dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan di dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan fungsi dan kewenangan hakim itu sendiri yang mempunyai otonomi kebebasan yang meliputi : 1) Menafsirkan suatu peraturan perundang-undangan; 2) Mencari dan menemukan asas-asas dan dasar-dasar hukum baru; 3) Menciptakan hukum baru apabila menghadapi kekosongan peraturan perundang-undangan; 4) Dibenarkan juga melakukan contra legem, apabila ketentuan peraturan perundang-undangan bertentangan dengan kepentingan umum, dan; 5) Memiliki otonomi yang bebas untuk mengikuti yurisprudensi (Sutantio, 1990 : 144) Hakim berwenang untuk mamasuki atau meneliti isi suatu kontrak, apabila diperlukan karena isi dan pelaksanaan suatu kontrak bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Asas kebebasan berkontrak tidak lagi bersifat absolut, karena dalam keadaaan tertentu hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti dan menilai serta menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak seimbang, sehingga terjadi suatu penyalahgunaan kesempatan atau keadaan (misbruik van omstandigheden)(atmadja, 1987 : 45). Hakim memiliki kewenangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran rasa keadilan. Dalam konteks hukum perjanjian, kewenangan tersebut meliputi kewenangan untuk mengurangi, bahkan meniadakan sama sekali suatu kewajiban kontraktual dari suatu perjanjian yang mengandung ketidakadilan. Hal tersebut sejalan dengan tujuan hukum sendiri, yaitu merealisasikan keadilan. Isi hukum, termasuk isi perjanjian harus PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 28

9 memuat nilai-nilai keadilan, yaitu suatu kepatutan yang berkembang dalam masyarakat (Khairandy, 2003 : 35, Mertokusumo, 1993 : 71). Melalui interprestasi yang baik, hukum akan hidup dari masa ke masa dan mampu memberikan rasa keadilan bagi mereka yang mendambakannya. Ketika menghadapi kasus apapun sengketa yang mengandung keadaan tertentu atau yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, ataupun yang telah di atur dalam perundangundangan, namun substansinya terlalu umum, abstrak, dan bertentangan dengan kepentingan umum atau tidak sesuai dengan kepatutan, maka dalam keadaan seperti itu, maka hakim harus memfungsikan dirinya sebagai judges as laws maker. (Mertokusumo, 1993: 3). 3. Wanprestasi Pembentuk undang-undang telah memberikan kepada pengaturan wanprestasi dalam bentuk syarat batal secara diam-diam (stilzwijgende ontbindende voorwaarde), yang hampir seluruhnya bertumpu pada suatu fiksi bahwa kebanyakan calon pihak-pihak yang akan mengadakan perjanjian sama sekali tidak mengetahui adanya peluang mengandalkan syarat-syarat batal tersebut. Mengingat akibat-akibat yang dikaitkan Pasal 1302 BW pada wanprestasi dan yang daya kerjanya mempunyai jangkauan yang luas daripada yang berlaku antara para pihak saja, maka konstruksi undang-undang tersebut tidak dikehendaki. Menurut naskah pasal tersebut persetujuan pembatalan yang dikarenakan wanprestasi dan kebatalan ini mempunyai daya berlaku surut, yang dalam tatanan kausal (causale stelsel) dianut Hukum Belanda, maka batalnya persetujuan ini mempunyai akibat bahwa alas hak untuk menyerahkan suatu barang hapus, dan dengan demikian pihak yag memperoleh hak tersebut kemudian menjadi tak berwenang memiliki beschikkingsonbevoegd, sehingga penyerahan-penyerahan yang dilakukan setelah itu menjadi tidak sah karenannya. Hal demikian pada hakekatnya menyebabkan salah satu pihak dapat menuntut kembali barangnya dari pihak lainnya yang secara berturut-turut menguasai barang tersebut. Pasal 1302 BW termasuk dalam hukum pelengkap (aanvullend recht), dimana para pihak dapat mengecualikan daya kerja kebendaan (zakelijke werking) dan daya berlaku surut kebatalan tersebut dikarenakan kebatalan itu sendiri. Mengenai keberatan PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 29

10 terhadap daya kerja kebendaan akan menimpa pihak yang memperoleh barang secara tata urut ketiga (derde verkrijger), kecuali jika yang bersangkutan beriktikad baik dan dalam hal-hal yang menyangkut suatu persetujuan atas dasar alas hak dengan beban (onder bezwarende title) memperoleh perlindungan pasal 1198 ayat (5) BW. Antara syarat batal, yang oleh Pembentuk Undang-undang dalam Title Kelima ingin memberikan pengaturan hukum dan syarat yang pengaturannya dijumpai dalam Pasal 1302 BW terdapat perbendaan yang mencolok. Batalnya persetujuan atas dasar Pasal 1302 BW tidak secara otomatis berlangsung dengan terpenuhinya syarat tersebut. Pihak yang tertimpa wanprestasi harus menggugat pembatalan di pengadilan, sedangkan pengandalan terhadap pemenuhan syarat batal (ontbindende voorwaarde) pada galibnya (normaliter) terbuka bagi kedua belah pihak. KESIMPULAN Dari apa yang dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada kebebasan berkontrak (freedom of contract) yag bersifat mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat dari tindakan kesewenang-wenangan dari suatu pihak atas pihak yang lainnya. Kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas, sementara negara telah melakukan sejumlah pembatasan kebebasan berkontrak melalui peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (In kracht). DAFTAR PUSTAKA Badrulzaman, Mariam Darus, dkk., 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. Harahap, M. Yahya, 1977, Beberapa Tinjauan tentang Permasalahan Hukum, Buku Kesatu, Bandung, PT. citra Aditya Bakti. Hernoko, Agus Yudha, 2008, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Perjanjian, Yogyakarta, Laksbang Mediatama. Khairandi, Ridwan, 2003, Iktikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Universitas Indonesia, Pasca Sarjana. PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 30

11 Mertokusumo, Sudikno, 1993, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Bandung, PT Citra Aditya Abadi. Subekti, 1984, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT Intermasa. PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL...- Alfian 31

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to contract) penyelenggara jaringan telekomunikasi diwajibkan untuk memenuhi permohonan pihak

Lebih terperinci

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA Oleh : Gostan Adri Harahap, SH, M.Hum Dosen STIH Labuhanbatu, Rantau Prapat Abstrak Penulisan artikel ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

Hukum Kontrak Elektronik

Hukum Kontrak Elektronik Kontrak Elektronik (E-Contract) Hukum Kontrak Elektronik Edmon Makarim menggunakan istilah kontrak online (online contract) bagi kontrak elektronik (e-contract) dan mendefinisikan kontrak online sebagai:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian dimana satu orang atau lebih mengikatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK SEBAGAI DASAR PERKEMBANGAN PERJANJIAN DI INDONESIA

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK SEBAGAI DASAR PERKEMBANGAN PERJANJIAN DI INDONESIA ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK SEBAGAI DASAR PERKEMBANGAN PERJANJIAN DI INDONESIA TAMI RUSLI Dosen Fakultas Hukum Universitas Bandar lampung Jl. ZA Pagar Alam No. 26 Labuhan Ratu Bandar Lampung ABSTRACT The

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Dalam Bab ini, sesuai dengan judulnya, Penulis mengemukakan suatu

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Dalam Bab ini, sesuai dengan judulnya, Penulis mengemukakan suatu BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dalam Bab ini, sesuai dengan judulnya, Penulis mengemukakan suatu tinjauan atau analisis kepustakaan mengenai prinsip-prinsip dan kaedah hukum yang mengatur mengenai keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015 KEABSAHAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK 1 Oleh: Edi Andika 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keabsahan

Lebih terperinci

PENAHANAN IJAZAH ASLI PEKERJA DALAM HUBUNGAN KERJA SEBAGAI BAGIAN KEBEBASAN BERKONTRAK

PENAHANAN IJAZAH ASLI PEKERJA DALAM HUBUNGAN KERJA SEBAGAI BAGIAN KEBEBASAN BERKONTRAK PENAHANAN IJAZAH ASLI PEKERJA DALAM HUBUNGAN KERJA SEBAGAI BAGIAN KEBEBASAN BERKONTRAK I Wayan Agus Vijayantera Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati E-mail: agus.vije@gmail.com ABSTRAK Penahanan ijazah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. yang dari segi berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. yang dari segi berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Istilah perikatan merupakan terjemahan dari kata verbintensis yang dari segi berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berjanji atau membuat suatu perjanjian merupakan perbuatan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH. Dosen STIH Padang. Abstrak

Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH. Dosen STIH Padang. Abstrak Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH Dosen STIH Padang Abstrak Pasar 1320 KUHPerdata mengatur tentang syarat-syarat sah perjanjian. Ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut terlihat dengan jelas dalam Pejanjian No. 2 dan addendumnya dibawah ini. Meskipun terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu BAB I PENDAHULUAN Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan, demikianlah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI BAB II PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( )

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( ) PENERAPAN PASAL 1320 KUHPERDATA TERHADAP JUAL BELI SECARA ONLINE (E COMMERCE) Herniwati STIH Padang Email: herni@yahoo.co.id Submitted: 22-07-2015, Rewiewed: 22-07-2015, Accepted: 23-07-2015 http://dx.doi.org/10.22216/jit.2014.v8i4.13

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013 PERJANJIAN BAKU HUBUNGANNYA DENGAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK 1 Oleh : Andrew Salainti 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keabsahan

Lebih terperinci

KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA

KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA Oleh Anak Agung Ayu Pradnyani Marwanto Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In business activities in Indonesia,

Lebih terperinci

HABIB ADJIE - MAGISTER ILMU HUKUM - UNIV. NAROTAMA SURABAYA

HABIB ADJIE - MAGISTER ILMU HUKUM - UNIV. NAROTAMA SURABAYA BAB II KEABSAHAN KONTRAK A. ISTILAH KONTRAK DAN PERJANJIAN B. PENGATURAN HUKUM KONTRAK. C. SIGNIFIKASI BATAS TIAP KONTRAK D. SISTEM PENGATURAN HUKUM KONTRAK. E. ASAS HUKUM KONTRAK. F. SUMBER HUKUM KONTRAK.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Listrik adalah kebutuhan dasar, strategis dan vital bagi setiap orang khususnya di Indonesia. Listrik adalah tonggak awal menuju peradaban manusia yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst (perjanjian).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pembahasan tentang perjanjian kiranya tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang perikatan, hal tersebut disebabkan

Lebih terperinci

MAKALAH KONTRAK. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM.

MAKALAH KONTRAK. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM. MAKALAH KONTRAK Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM Di susun oleh: Moh Subekhan B.131.12.0339 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian dan Syarat Sahya Perjanjian Sebelum membahas lebih jauh mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala ketentuan umumnya didasarkan pada ajaran umum hukum perikatan yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,

Lebih terperinci

Islamic Banking standard law

Islamic Banking standard law MPRA Munich Personal RePEc Archive Islamic Banking standard law Adhitya Putra Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon 13 June 2018 Online at https://mpra.ub.uni-muenchen.de/87328/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan salah satu hal yang penting bagi setiap individu. Keinginan masyarakat untuk dapat memiliki tempat

Lebih terperinci

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2 PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang penerapan klausula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI 15 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI A. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas pengertian jual beli, ada baiknya mengetahui pengertian perjanjian secara umum terlebih dahulu. Perjanjian adalah hal

Lebih terperinci

Kontrak. Defenisi: 1313 KUHPerd suatu perbuatan yagn terjadi dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih

Kontrak. Defenisi: 1313 KUHPerd suatu perbuatan yagn terjadi dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih Kontrak Defenisi: 1313 KUHPerd suatu perbuatan yagn terjadi dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih Tidak lengkap, sepihak Terlalu luas karena dapat mencakup halhal

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

ARTIKEL ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH KREDIT PERBANKAN DARI PENYALAHGUNAAN KEADAAN DALAM PERJANJIAN BAKU (Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen) ARTIKEL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN 2.1. Perjanjian 2.2.1. Pengertian Perjanjian Sebelum berbicara masalah perjanjian Utang piutang terlebih dahulu dijelaskan apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci