PENDAPAT DAN USULAN ATAS MATERI PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAPAT DAN USULAN ATAS MATERI PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN"

Transkripsi

1 PENDAPAT DAN USULAN ATAS MATERI PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN Jakarta, Mei 2013

2 PENGANTAR DEKOPIN melakukan kajian dan penghimpunan pendapat dan usul dari kalangan Gerakan Koperasi sebagai bahan dalam penyusunan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Hasil kajian serta penghimpunan pendapat dan usul tersebut dituangkan dalam draft Peraturan Pemerintah dan draft Peraturan Menteri, yang akan disampaikan kepada Pemerintah, sebagai berikut ini. Draft Peraturan Pemerintah: 1. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pemakaian Nama Koperasi. 2. Peraturan Pemerintah Tentang Modal Koperasi. 3. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pengembangan Jenis Koperasi. 4. Peraturan Pemerintah Tentang Koperasi Berdasarkan Prinsip Ekonomi Syariah. 5. Peraturan Pemerintah Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam (LPS-KSP). 6. Peraturan Pemerintah Tentang Koperasi Simpan Pinjam. 7. Peraturan Pemerintah Tentang Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP). 8. Peraturan Pemerintah Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembubaran, Penyelesaian, dan Hapusnya Status Badan Hukum Koperasi. 9. Peraturan Pemerintah Tentang Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah Serta Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perlindungan Kepada Koperasi. 10. Peraturan Pemerintah Tentang Jenis, Tata Cara, dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif. ii

3 Draft Peraturan Menteri: 1. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Koperasi Sebagai Badan Hukum. 2. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas Koperasi. 3. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Persyaratan Standar Kompetensi Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam. 4. Ketentuan mengenai Pengawasan dan Pemeriksaan Koperasi. 5. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Penggabungan dan Peleburan Koperasi. 6. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Tata Cara Perubahan Unit Simpan Pinjam (USP) Menjadi Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Draft Keputusan Menteri: 1. Peraturan Menteri Tentang Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Izin Usaha Simpan Pinjam Koperasi. Jakarta, 15 Mei 2013 DEKOPIN iii

4 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMAKAIAN NAMA KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi adalah Badan Hukum yang harus mencantumkan nama dan tempat kedudukan dalam Anggaran Dasarnya sebagai identitas diri yang membedakannya dengan nama Koperasi lain; b. bahwa untuk pemakaian nama Koperasi sesuai dengan Undang-Undang Perkoperasian maka tata cara pemakaian nama Koperasi perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355); 3. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMAKAIAN NAMA KOPERASI.

5 - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya para anggotanya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 2. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan. 3. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan dan beranggotakan badan hukum Koperasi. 4. Nama Koperasi adalah sebutan yang menunjukkan identitas Koperasi, yang membedakannya dengan nama Koperasi lain. 5. Rapat Anggota adalah forum kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. 6. Anggaran Dasar adalah ketentuan-ketentuan yang mengacu pada Undang-undang Koperasi yang mengatur kegiatan-kegiatan operasional Koperasi yang disahkan dalam Rapat Pembentukan Koperasi. BAB II TUJUAN Pasal 2 (1) Pengaturan Tata Cara Pemakaian Nama Koperasi ini bertujuan untuk memberikan identitas yang spesifik untuk setiap Koperasi yang berbeda dengan nama Koperasi lain, dalam batas satu kabupaten atau kota. (2) Nama Koperasi yang spesifik dan jelas maka dapat dihindarkan penyalahgunaan nama Koperasi untuk kepentingan yang bertentangan dengan Undang-undang. BAB III PERSYARATAN PENAMAAN KOPERASI Pasal 3 (1) Nama Koperasi ditetapkan oleh Anggota dalam Rapat Anggota Pembentukan Koperasi.

6 - 3 - (2) Koperasi boleh menggunakan nama yang tidak dilarang oleh Undangundang, seperti: a. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota; b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara/pemerintahan, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan. Pasal 4 Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata Koperasi dan diakhiri dengan singkatan (Skd). BAB IV PENGECEKAN DAN PENELITIAN NAMA Pasal 5 (1) Pejabat yang berwenang melakukan pengecekan dan penelitian terhadap usulan nama Koperasi yang diajukan oleh pemohon untuk memastikan bahwa nama tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2). (2) Dalam hal usulan nama tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (2), maka nama tersebut dapat digunakan oleh Koperasi yang bersangkutan dan diajukan kepada Menteri atau pejabat yang berwenang untuk disahkan. (3) Dalam hal usulan nama Koperasi ditolak, maka pejabat yang berwenang memberikan keputusan penolakan beserta alasannya, yang disampikan secara tertulis kepada pemohon paling lama 14 (empat belas) hari kerja semenjak diterimanya permohonan usulan nama. (4) Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon atau kuasanya dapat pengajukan permohonan ulang dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya pemberitahuan penolakan tersebut. (5) Permohonan ulang tersebut diajukan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang berwenang. (6) Terhadap pengajuan permohonan ulang usul nama Koperasi sebagaimana diatur pada ayat (5), Menteri atau pejabat yang berwenang memberikan tanda terima.

7 - 4 - (7) Menteri atau pejabat yang berwenang memberikan keputusan terhadap permohonan ulang tersebut dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan ulang tersebut. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 6 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal Mei 2013 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal Mei 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN

8 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG MODAL KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memperkokoh permodalan bagi Koperasi, sebagai suatu badan usaha dan melaksanakan ketentuan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Modal Koperasi; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5355); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG MODAL KOPERASI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

9 Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 2. Setoran Pokok adalah sejumlah uang, yang wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum Koperasi pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi. 3. Sertifikat Modal Koperasi selanjutnya disebut SMK adalah bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi. 4. Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang kepada Koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa, sebagai modal usaha. 5. Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh Pemodal untuk menambah dan memperkuat struktrur permodalan Koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya. 6. Selisih Hasil Usaha selanjutnya disebut SHU adalah Surplus Hasil Usaha atau Defisit Hasil Usaha yang diperoleh dari hasil usaha atau pendapatan Koperasi dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha. 7. Obligasi Koperasi adalah surat pengakuan hutang Koperasi kepada pemegang Obligasi dengan suatu kesanggupan membayar nilai pokok hutang dan bunga atau kupon obligasi selama jangka waktu tertentu. 8. Surat Utang Koperasi selanjutnya disebut SUK adalah dokumen yang menunjukkan kesanggupan koperasi untuk membayar kewajibannya kepada pihak ketiga, dengan nilai, kupon/bunga/bagi hasil dan jangka waktu tertentu. 9. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi. BAB II MODAL KOPERASI Pasal 2 (1) Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal. (2) Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), modal Koperasi dapat berasal dari: a. Hibah; b. Modal Penyertaan;

10 - 3 - c. Modal pinjaman yang berasal dari: 1. Anggota; 2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya; 3. Bank dan Lembaga keuangan lainnya; 4. Penerbitan obligasi dan surat hutang lain; dan/atau 5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah. d. Sumber lain yang sah dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan Perundang-undangan. Pasal 3 (1) Setoran Pokok dibayar pada saat calon Anggota mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dikembalikan. (2) Setoran Pokok sebagaimana dimaksud di atas, harus telah disetor penuh yang ditunjukkan dengan bukti penyetoran yang sah. (3) Setoran Pokok menjadi sarana bagi seseorang untuk ditetapkan menjadi Anggota yang akan memperoleh pelayanan dari Koperasi yang dibentuknya. Pasal 4 (1) Nilai Setoran Pokok Anggota ditetapkan pada Rapat Anggota. (2) Setoran Pokok tidak mendapat jasa dari bagian Selisih Hasil Usaha untuk Anggota. Pasal 5 (1) Koperasi yang telah berdiri wajib melakukan konversi modal dari Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib menjadi Sertifikat Modal Koperasi. (2) Setoran Pokok dapat diisi dari salah satu dibawah ini: a. sebagian dari Cadangan Koperasi; b. sebagian dari Simpanan Pokok dan/atau Simpanan Wajib Anggota Koperasi; atau c. Setoran tunai dari Anggota Koperasi. (3) Pengisian Setoran Pokok sebagaimana tersebut pada ayat (2) dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota. Pasal 6 (1) Sertifikat Modal Koperasi merupakan tanda bukti keikutsertaan Anggota di dalam modal dan usaha Koperasi.

11 - 4 - (2) Sertifikat Modal Koperasi mendapat jasa dari Selisih Hasil Usaha bagian Anggota. Pasal 7 (1) Penerbitan Sertifikat Modal Koperasi dilakukan pada saat : a. pendirian Koperasi (baru) untuk menghimpun modal awal; b. konversi (pengubahan) dari Simpanan Wajib menjadi Sertifikat Modal Koperasi bagi Koperasi yang sudah berjalan; c. penerbitan ulang sebagai Tambahan Modal Koperasi. (2) Penerbitan ulang SMK dapat dilakukan beberapa kali penerbitan sesuai dengan kebutuhan seperti untuk investasi baru, perluasan usaha, restrukturisasi modal, dan keperluan lainnya yang membutuhkan modal tambahan. (3) Penerbitan ulang SMK dituangkan di dalam suatu rencana penerbitan ulang Sertifikat Modal Koperasi. Pasal 8 (1) Sertifikat Modal Koperasi diterbitkan dalam lembar sertifikat modal yang memuat sekurang-kurangnya: a. Nama dan Logo Koperasi penerbit; b. Seri dan Nomor urut SMK; c. Nilai Nominal dalam satuan rupiah dan penyebutannya; d. Kolom Nama Anggota dan Nomor Pokok Keanggotaan; e. Tempat dan Waktu penerbitan; f. Tanda Tangan dan otorisasi dari Pengurus. (2) Nominal Sertifikat Modal koperasi ditetapkan dalam rapat Anggota dengan memperhatikan kemampuan Anggota. (3) Nominal Sertifikat Modal Koperasi harus kecil atau maksimal sama dengan nilai Setoran Pokok. Pasal 9 (1) Tenggat waktu pelunasan pembayaran SMK baik SMK minimal yang wajib dimiliki Anggota maupun SMK tambahan dalam penerbitan ulang adalah 3 (tiga) bulan. (2) SMK diserahkan Anggota yang telah memenuhi kewajiban pembayaran SMK. (3) Penyerahan Sertifikat Modal Koperasi kepada Anggota dilakukan secara fisik atau dalam bentuk warkat yang lembar SMK aslinya disimpan di Koperasi.

12 - 5 - Pasal 10 (1) Pengurus melakukan tata kelola SMK. (2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. perencanaan penerbitan; b. penjaminan penjualan; c. distribusi; d. pengalihan; e. balik nama. (3) Pengelolaan SMK sebagai dimaksud di atas mencakup pengelolaan seluruh SMK yaitu SMK yang diterbitkan pada awal pendirian Koperasi, pada saat dilakukan konversi, dan penerbitan pada penerbitan ulang. Pasal 11 (1) Pengelola SMK wajib melakukan pengamanan atas SMK yang diterbitkan dari tindakan penggandaan atau pemalsuan yang menyebabkan kerugian Anggota dan atau Koperasi. (2) Pengelola melakukan penelitian dan penyelesaian, bilamana ditemukan indikasi adanya unsur kesengajaan atau kelalaian, Pengurus Koperasi dapat menyerahkan perbuatan tersebut kepada aparat berwenang sesuai peraturaan perundang-undangan. Pasal 12 (1) SMK yang dimiliki dalam jumlah minimal hanya dapat dialihkan apabila seorang Anggota: a. mengundurkan diri sebagai anggota Koperasi; b. meninggal dunia; c. diberhentikan dan dicabut status Keanggotaannya. (2) Anggota yang memiliki SMK melebihi jumlah minimal dapat mengalihkan SMK kepada Anggota lain dan/atau kepada Koperasi dengan cara menjual SMK tersebut. Pasal 13 (1) Pengalihan Sertifikat Modal Koperasi dari Anggota kepada Anggota lainnya dilakukan atas dasar harga yag disepakati para pihak dan dilaporkan kepada Pengurus. (2) Pengalihan SMK dari Anggota kepada Koperasi dilakukan berdasarkan nilai nominal atau harga perolehan Sertifikat Modal Koperasi.

13 - 6 - Pasal 14 (1) Dalam hal penerbitan ulang Sertifikat Modal Koperasi untuk Tambahan Modal, Pengurus menyiapkan rencana penerbitan ulang yang sekurang-kurangnya menjelaskan: a. nilai total SMK yang diterbitkan; b. banyaknya lembar SMK yang akan diterbitkan; c. nilai nominal setiap lembar SMK; d. distribusi kepada Anggota; e. penyerahan kepada Anggota; f. penggunaan dana hasil penerbitan SMK. (2) Rencana Penerbitan Ulang SMK untuk Tambahan Modal tersebut disusun dalam suatu prospektus untuk dibahas di dalam Rapat Anggota. Pasal 15 Selain modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), modal Koperasi dapat berasal dari sumber yang lain, yaitu: a. Hibah; b. Modal Penyertaan; c. modal luar/pinjaman yang berasal dari : 1. Anggota; 2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya; 3. bank dan lembaga keuangan lainnya; 4. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau 5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah. d. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (1) Koperasi dapat menerima Hibah, baik dari dalam negeri maupun asing sepanjang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Hibah yang diterima Koperasi tidak dapat dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Anggota, Pengurus, dan Pengawas. (3) Hibah yang diberikan kepada Koperasi di sektor riil dapat berwujud barang dan atau uang, sedangkan untuk Koperasi Simpan Pinjam dalam bentuk uang.

14 - 7 - (4) Peberian hibah kepada Koperasi dilaporkan dalam laporan Keuangan Koperasi sebagai Modal sendiri. Pasal 17 (1) Modal Penyertaan dibagi ke dalam unit penyertaan Modal Penyertaan. (2) Setiap Unit penyertaan mempunyai nilai nominal dalam satuan nilai rupiah. (3) Unit penyertaan Modal Penyertaan ditawarkan kepada investor dengan suatu perjanjian penempatan modal penyertaan. Pasal 18 (1) Masyarakat, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah yang menempatkan dana pada Modal Penyertaan mendapat bagian dari keuntungan pengelolaan usaha dan ikut menanggung risiko. (2) Penempatan dana pada modal penyertaan adalah dalam jangka panjang. Pasal 19 Perjanjian penempatan Modal Penyertaan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: a. kelayakan usaha yang membutuhkan modal penyertaan; b. besarnya nomimal setiap unit penyertaan ; c. risiko dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha; d. pengelolaan usaha; dan e. pembagian hasil usaha. Pasal 20 Penerbitan Modal Penyertaan adalah untuk membiayai suatu usaha yang dilaksanakan oleh Koperasi atau bekerjasama dengan pihak lain yang memiliki potensi memberikan hasil yang tinggi dan berkelanjutan. Pasal 21 Menteri malakukan pengawasan dan penilaian berkala terhadap Koperasi yang menerima Modal Penyertaan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Pasal 22 (1) Untuk keperluan pembiayaan investasi dalam rangka pengembangan usaha dan restrukturisasi hutang, Koperasi dapat menerbitkan Obligasi Koperasi.

15 - 8 - (2) Obligasi Koperasi diterbitkan sebagai obligasi atas unjuk dengan jaminan aset Koperasi. Pasal 23 (1) Penerbitan Obligasi Koperasi dapat dilakukan sesuai ketentuan otoritas pasar modal. (2) Koperasi dapat menerbitkan obligasi secara tertutup sesuai dengan mekanisme internal Koperasi. (3) Obligasi Koperasi, sekurang-kurangnya mencantumkan: a. nilai nominal dengan satuan rupiah; b. suku bunga dan Kupon; c. tanggal/tahun penerbitan dan waktu jatuh tempo. Pasal 24 (1) Koperasi wajib membayar kembali Pokok Obligasi pada tanggal jatuh tempo. (2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi yang dananya berasal dari penerimaan kegiatan maupun sumber pendapatan hasil investasi obligasi. Pasal 25 (1) Pengelola wajib menyusun perencanaan lengkap dan benar yang dituangkan dalam prospektus. (2) Prospektus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berisikan informasi material tentang Obligasi Koperasi yang akan diterbitkan, terdiri dari: a. besarnya nilai obligasi yang diterbitkan; b. bidang usaha Koperasi yang dibiayai dan penggunaan lainnya; c. laporan keuangan hasil audit; d. biografi dari pengawas dan pengurus, informasi terinci mengenai kompensasi dan kapabilitas mereka; e. daftar aset Koperasi; f. penjamin; dan g. lain-lain informasi yang bersifat material. Pasal 26 (1) Obligasi Koperasi diterbitkan dalam jangka waktu lebih dari 5 (lima) tahun untuk membiayai kegiatan yang menghasilkan penerimaan

16 - 9 - yang cukup untuk membayar pokok dan bunga/kupon obligasi Koperasi. (2) Ketentuan mengenai Tata Cara Penerbitan Obligasi Koperasi di atur dengan Peraturan Menteri. Pasal 27 (1) Surat Utang Koperasi diterbitkan untuk keperluan pendanaan jangka pendek-menegah Koperasi. (2) SUK diterbitkan atas unjuk, dengan sekurang-kurangnya menjelaskan: a. besarnya suku bunga dan Kupon; b. jangka waktu; c. pengikatan perjanjian utang piutang; d. pemindah tangangan atau jual beli. Pasal 28 (1) Penerbitan Surat Utang Koperasi dilakukan atas dasar: a. adanya kelayakan usaha yang akan dibiayai; b. usaha yang dibiayai aman dan menguntungkan; c. adanya kemampuan Koperasi untuk mengembalikan utang pokok dan kupon; d. pengelolaan risiko secara jelas dan transparan; e. memiliki insentif menarik bagi calon kreditur; dan f. jaminan berupa kelayakan usaha, termasuk kemungkinan mengagunkan aset koperasi (dengan persetujuan Rapat Anggota). (2) Pengelola wajib memberikan informasi yang lengkap dan benar yang dituangkan dalam prospektus penerbitan obligasi. (3) Prospektus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan gambaran umum yang berisikan informasi material tentang SUK yang akan diterbitkan, seperti penjelasan tentang : a. bidang usaha koperasi; b. laporan keuangan hasil audit; c. biografi dari pengawas, pengurus, informasi terinci mengenai kompensasi dan kapabilitas mereka; d. daftar aset koperasi; e. dan lain-lain informasi yang bersifat material.

17 BAB III PENCATATAN DAN PELAPORAN MODAL Pasal 29 (1) Pengurus Koperasi wajib menyelenggarakan pencatatan modal dan penggunaan modal berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. (2) Pengurus Koperasi secara berkala menerbitkan laporan modal sebagai bagian dari Laporan Keuangan Koperasi. (3) Pelaporan Modal Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup modal sendiri Koperasi dan modal pinjaman. (4) Modal sendiri Koperasi merupakan ekuitas permanen yang terdiri dari: a. Setoran Pokok; b. Sertifikat Modal Koperasi; c. Hibah; d. Cadangan. (5) Modal Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari: a. Modal Penyertaan; b. Pinjaman yang berasal dari: 1. Anggota; 2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya; 3. bank dan lembaga keuangan lainnya; 4. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; 5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan/atau c. Sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Koperasi yang sudah ada, melakukan penyesuaian melalui konversi modal Koperasi.

18 BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal Mei 2013 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal Mei 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN

19 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBANGAN JENIS KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengembangan Jenis Koperasi; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGEMBANGAN JENIS KOPERASI.

20 - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi. 3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan. 4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi. 5. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha. BAB II JENIS KOPERASI Pasal 2 (1) Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar. (2) Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota. Pasal 3 Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari: a. Koperasi konsumen; b. Koperasi produsen; c. Koperasi jasa; dan d. Koperasi Simpan Pinjam.

21 - 3 - Pasal 4 (1) Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-anggota. (2) Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-anggota. (3) Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa nonsimpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-anggota. (4) Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota. Pasal 5 (1) Koperasi Jasa terdiri dari Koperasi Jasa Keuangan dan Koperasi Jasa non-keuangan. (2) Koperasi Jasa Keuangan menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan hanya kepada anggota. Pasal 6 (1) Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, dan Koperasi Jasa dapat melakukan kegiatan usaha lain sesuai kebutuhan Anggota, selain kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (2) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dalam Pasal 4 wajib dicantumkan dalam Anggaran Dasar. (3) Penyebutan jenis Koperasi yang menyelenggarakan beberapa kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Anggaran Dasar adalah satu jenis Koperasi berdasarkan kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota yang terbesar. Pasal 7 Ketentuan pengembangan Koperasi Simpan Pinjam diatur dalam ketentuan Koperasi Simpan Pinjam yang diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah. BAB III PENGEMBANGAN KOPERASI KONSUMEN Pasal 8 (1) Koperasi Konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan konsumsi dan barang modal.

22 - 4 - (2) Dalam pelayanan penyediaan barang kebutuhan konsumsi dan barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Koperasi Konsumen melakukan pembelian dan pengadaan bersama. Pasal 9 Koperasi Konsumen mendapatkan izin usaha dari Kementerian atau instansi yang membidangi usaha tersebut. Pasal 10 (1) Koperasi Konsumen mengutamakan pelayanan kepada Anggota. (2) Koperasi Konsumen mendorong non-anggota menjadi Anggota, dengan memberikan fasilitas insentif khusus bagi Anggota. (3) Kontribusi volume usaha Koperasi Konsumen terhadap pelayanan kepada Anggota adalah sebesar minimal 60% (enam puluh persen) dari volume usaha, sedangkan pelayanan kepada non-anggota maksimal 40% (empat puluh persen) dari volume usaha. Pasal 11 (1) Keanggotaan pada Koperasi Konsumen bersifat sukarela dan terbuka. (2) Anggota didorong berpartisipasi aktif memanfaatkan pelayanan yang diberikan oleh Koperasi Konsumen. Pasal 12 (1) Koperasi Konsumen didorong untuk mampu semaksimal mungkin melayani kebutuhan Anggota. (2) Untuk mendorong efisiensi maka Koperasi Konsumen didorong untuk melakukan penggabungan atau peleburan dengan Koperasi Konsumen lainnya. (3) Koperasi Konsumen didorong untuk membentuk Koperasi Sekunder. BAB IV PENGEMBANGAN KOPERASI PRODUSEN Pasal 13 (1) Anggota Koperasi Produsen dapat berupa pekerja atau produsen barang.

23 - 5 - (2) Koperasi Produsen melayani kebutuhan sarana kegiatan produksi dan pemasaran Anggota. (3) Dalam melayani kebutuhan sarana kegiatan produksi dan pemasaran Anggota, Koperasi Produsen melaksanakan pembelian dan pengadaan bersama bahan baku atau mesin dan melaksanakan pemasaran bersama barang yang dihasilkan Anggota baik kepada Anggota maupun kepada non-anggota. (4) Kontribusi volume usaha Koperasi Produsen terhadap pelayanan kepada Anggota adalah sebesar minimal 60% (enam puluh persen) dari volume usaha, sedangkan pelayanan kepada non-anggota maksimal 40% (empat puluh persen) dari volume usaha. Pasal 14 Koperasi Produsen mendapatkan izin usaha dari Kementerian atau instansi yang membidangi usaha tersebut. Pasal 15 (1) Koperasi Produsen yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah Koperasi Produsen di sektor primer. (2) Koperasi Produsen untuk sektor selain primer sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan sesuai dengan kebutuhan anggota. Pasal 16 (1) Keanggotaan pada Koperasi Produsen bersifat sukarela dan terbuka. (2) Anggota didorong berpartisipasi aktif memanfaatkan pelayanan yang diberikan oleh Koperasi Produsen. Pasal 17 (1) Koperasi Produsen didorong untuk mampu semaksimal mungkin melayani kebutuhan Anggota. (2) Untuk mendorong efisiensi maka Koperasi Produsen didorong untuk melakukan penggabungan atau peleburan dengan Koperasi Produsen lainnya. (3) Koperasi Produsen juga didorong untuk membentuk Koperasi Sekunder.

24 - 6 - BAB V PENGEMBANGAN KOPERASI JASA Pasal 18 (1) Koperasi Jasa adalah Koperasi yang menyelenggarakan pelayanan Jasa Keuangan non-simpan Pinjam dan Jasa non-keuangan. (2) Koperasi yang menyelenggarakan Jasa Keuangan non-simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan kegiatan secara tunggal usaha atau banyak usaha, seperti antara lain usaha: a. Perbankan; b. Kontraktual, Perasuransian, dan Dana Pensiun; c. Pembiayaan, Sewa Guna Usaha (Leasing), Anjak Piutang (Factoring), Pegadaian, Modal Ventura, dan Pembiayaan Infrastruktur. (3) Selain Koperasi Jasa Keuangan non-simpan Pinjam pada ayat (2) termasuk pula Lembaga Keuangan Mikro yang berbadan hukum Koperasi yang diatur tersendiri dalam undang-undang tentang Lembaga Keuangan Mikro. (4) Koperasi Jasa non-keuangan meliputi seluruh usaha jasa di sektor riil. Pasal 19 Koperasi Jasa mendapatkan izin usaha dari Kementerian atau instansi yang membidangi usaha tersebut. Pasal 20 (1) Koperasi Jasa memberikan pelayanan utama kepada Anggota, dan bila terdapat kelebihan kapasitas dapat melayani non-anggota. (2) Koperasi Jasa mendorong non-anggota menjadi Anggota dengan cara memberikan insentif kepada Anggota. (3) Kontribusi volume usaha Koperasi Jasa terhadap pelayanan kepada Anggota adalah sebesar minimal 60% (enam puluh persen) dari volume usaha, sedangkan pelayanan kepada non-anggota maksimal 40% (empat puluh persen) dari volume usaha. Pasal 21 (1) Keanggotaan pada Koperasi Jasa bersifat sukarela dan terbuka. (2) Anggota didorong berpartisipasi aktif memanfaatkan pelayanan yang diberikan oleh Koperasi Jasa.

25 - 7 - Pasal 22 (1) Koperasi Jasa didorong untuk mampu semaksimal mungkin melayani kebutuhan Anggota. (2) Untuk mendorong efisiensi maka Koperasi Jasa didorong untuk melakukan penggabungan atau peleburan dengan Koperasi Jasa lainnya. (3) Koperasi Jasa juga didorong untuk membentuk Koperasi Sekunder. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal Mei 2013 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal Mei 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN

26 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG KOPERASI BERDASARKAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa koperasi merupakan badan hukum yang dapat berusaha dalam berbagai jenis usaha sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku termasuk berusaha dengan menggunakan prinsip ekonomi syariah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan untuk melaksanakan Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Koperasi Berdasarkan Prinsip Ekonomi Syariah; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KOPERASI BERDASARKAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH.

27 - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi. 3. Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah selanjutnya disebut Koperasi Syariah adalah Koperasi yang kegiatan usahanya bergerak sesuai jenis Koperasi yaitu Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, dan Koperasi Jasa yang menjalankan prinsip ekonomi syariah. 4. Prinsip Ekonomi Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perekonomian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 5. Koperasi Jasa Keuangan Syariah adalah Koperasi Jasa yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang tabungan, pembiayaan, dan investasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah. 6. Tabungan Wadiah Yad Dhamanah, adalah tabungan Anggota pada Koperasi dengan akad wadiah/titipan namun dengan seizin penyimpan dapat digunakan oleh Koperasi untuk kegiatan operasional Koperasi, dengan ketentuan penyimpan tidak mendapatkan bagi-hasil atas penyimpanan dananya, tetapi bisa dikompensasi dengan imbalan bonus yang besarnya bonus ditentukan sesuai kebijakan dan kemampuan Koperasi. 7. Tabungan Mudharabah Al-Muthalaqah, adalah tabungan Anggota pada Koperasi dengan akad Mudharabah Al Muthalaqah yang dapat dimanfaatkan Koperasi untuk pembiayaan kepada Anggota Koperasi secara profesional dengan ketentuan penabung mendapatkan bagi hasil atas tabungannya sesuai nisbah (proporsi bagi-hasil) yang disepakati pada saat pembukaan rekening tabungan. 8. Tabungan Mudharabah Berjangka adalah tabungan Anggota pada Koperasi dengan akad Mudharabah Al Muthalaqah yang penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penabung dengan Koperasi yang bersangkutan. 9. Pembiayaan adalah kegiatan penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara Koperasi dengan Anggota, yang mewajibkan penerima pembiayaan itu untuk melunasi pokok pembiayaan yang

28 - 3 - diterima kepada pihak Koperasi sesuai akad disertai dengan pembayaran sejumlah bagi hasil dari pendapatan atau laba dari kegiatan yang dibiayai atau penggunaan dana pembiayaan tersebut. 10. Pembiayaan Mudharabah, adalah akad kerjasama permodalan usaha dimana Koperasi sebagai pemilik modal (Sahibul Maal) menyetorkan modalnya kepada Anggota sebagai pengusaha (Mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha sesuai akad dengan pembagian keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan (nisbah), dan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal sepanjang bukan merupakan kelalaian penerima pembiayaan. 11. Pembiayaan Musyarakah, adalah akad kerjasama permodalan usaha antara Koperasi dengan Anggota sebagai pemilik modal pada usaha tertentu, untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai kesepakatan para pihak, sedang kerugian ditanggung secara proposional sesuai dengan kontribusi modal. 12. Piutang Murabahah adalah tagihan atas transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati pihak penjual (Koperasi) dan pembeli (Anggota) dan atas transaksi jual-beli tersebut, yang mewajibkan Anggota untuk melunasi kewajibannya sesuai jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran imbalan berupa marjin keuntungan yang disepakati dimuka sesuai akad. 13. Piutang Salam adalah tagihan Anggota terhadap koperasi atas transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan antara penjual dan pembeli dengan pembayaran dimuka dan pengiriman barang oleh penjual dilakukan dibelakang/kemudian, dengan ketentuan bahwa spesifikasi barang disepakati pada akad transaksi salam. 14. Piutang Istisna adalah tagihan atas akad transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan/pembeli dan penjual yang cara pembayarannya dapat dilakukan dimuka, diangsur, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. 15. Piutang Ijarah adalah tagihan akad sewa-menyewa antara muajir (Lessor/Penyewa) dengan Musta jir (Lessee/yang menyewakan) atas Ma jur (Objek sewa) untuk mendapatkan imbalan atas barang yang disewakannya. 16. Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah perjanjian sewa-beli suatu barang antara Lessor dengan Lessee yang diakhiri dengan perpindahan hak milik objek sewa dari Lessee/yang menyewakan kepada Lessor/Penyewa. 17. Qardh adalah kegiatan transaksi dengan akad pinjaman dana non komersial dimana si peminjam mempunyai kewajiban untuk membayar pokok dana yang dipinjam kepada Koperasi yang meminjamkan tanpa imbalan atau bagi hasil dalam waktu tertentu sesuai kesepakatan.

29 Nisbah adalah proporsi pembagian keuntungan (bagi hasil) antara Pemilik Dana (Shahibul Maal) dan Pengelola Dana (Mudharib) atas hasil usaha yang dikerjasamakan. 19. Marjin adalah keuntungan yang diperoleh Koperasi atas hasil transaksi penjualan dengan pihak pembelinya. 20. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh Koperasi yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan beranggotakan para ahli syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai Pengawas Syariah pada Koperasi yang bertugas mengawasi kegiatan usaha Koperasi agar sesuai dengan Prinsip Syariah. 21. Dewan Syariah Nasional adalah Dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah, yang selanjutnya disebut DSN-MUI. 22. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi. BAB II KOPERASI BERDASARKAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH Pasal 2 (1) Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, dan Koperasi Jasa dapat melaksanakan pengelolaan Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah. (2) Pengelolaan Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah dicantumkan dalam Anggaran Dasar. (3) Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah tunduk dan patuh terhadap segala aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan semua peraturan pelaksanaannya. BAB III KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH Bagian Kesatu Jenis, Prinsip, Pelayanan, dan Perizinan Pasal 3 (1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah termasuk di dalam jenis Koperasi Jasa.

30 - 5 - (2) Koperasi Jasa Keuangan Syariah menjalankan nilai dan prinsip Koperasi. (3) Pelayanan Koperasi Jasa Keuangan Syariah hanya kepada anggota. Pasal 4 (1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Menteri. (2) Untuk memperoleh izin usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah paling sedikit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. menyampaikan susunan organisasi dan kepengurusan; b. permodalan; dan c. kelayakan usaha. Bagian Kedua Produk Pasal 5 (1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah dapat menghimpun dana dari Anggota dalam bentuk tabungan harian dan tabungan berjangka. (2) Pengembangan produk tabungan harian dan tabungan berjangka dapat dilaksanakan sepanjang tidak menyimpang dari pengertian tabungan wadiah dan tabungan mudharabah berdasarkan fatwa DSN-MUI. (3) Perhitungan bagi hasil untuk tabungan harian dan tabungan berjangka sesuai pola bagi hasil (syariah) dilakukan dengan perhitungan distribusi pendapatan. (4) Perhitungan distribusi pendapatan diperoleh dari perhitungan saldo ratarata perklasifikasi dana dibagi total saldo rata-rata seluruh klasifikasi dana, dikalikan dengan komponen pendapatan dikalikan nisbah bagi hasil masing masing produk tabungan yang dibagikan. Pasal 6 (1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah menyediakan produk pembiayaan sebagai berikut : a. Pembiayaan Mudharabah; b. Pembiayaan Musyarakah; c. Piutang Murabahah; d. Piutang salam; e. Piutang istisna; f. Piutang ijarah; g. Qardh.

31 - 6 - (2) Pengembangan produk pembiayaan lain dimungkinkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan berdasarkan fatwa DSN-MUI. Pasal 7 Koperasi Jasa Keuangan Syariah dapat melayani kegiatan zakat dan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Dewan Pengawas Syariah Pasal 8 (1) Untuk menjalankan usaha dengan prinsip syariah Koperasi Jasa Keuangan berdasarkan prinsip syariah wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah. (2) Susunan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang Ketua, Sekretaris dan Anggota. Pasal 9 (1) Dewan Pengawas Syariah bertugas melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan usaha Koperasi Jasa Keuangan berdasarkan prinsip-prinsip syariah sesuai fatwa DSN-MUI. (2) Dewan Pengawas Syariah melaporkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 10 Koperasi yang ingin mengubah atau mengkonversikan kegiatan usahanya menjadi Koperasi berdasarkan prinsip syariah dapat menjalankan usaha dengan ketentuan: a. melakukan perubahan Anggaran Dasar yang mencantumkan perubahan menjadi kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; b. melakukan konversi data keuangan sistem lama menjadi sistem syariah disertai permohonan izin perubahan pola operasional menjadi sistem syariah; c. mengajukan pengesahan perubahan anggaran dasar dan perubahan operasionalnya menjadi sistem syariah, dengan menyertakan dokumen: 1. Berita acara persetujuan anggota untuk menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;

32 Alasan-alasan perubahan/konversi; 3. Laporan posisi, dan kondisi saat konversi; 4. Bukti-bukti keuangan yang menunjukan hak dan kewajiban bagi Koperasi yang bersangkutan. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 11 Ketentuan teknis mengenai pendirian, perizinan, organisasi, kegiatan usaha, dan permodalan Koperasi Jasa Keuangan Syariah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 12 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal Mei 2013 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal Mei 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN

33 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menumbuh-kembangakan usaha Koperasi Simpan Pinjam diperlukan sistem Koperasi Simpan Pinjam yang tangguh, sehat, stabil, dan dapat dipercaya; b. bahwa salah satu sumber dana Koperasi Simpan Pinjam untuk menjalankan kegiatan operasionalnya adalah berasal dari simpanan anggota; c. bahwa untuk meningkatkan laju pertumbuhan simpanan anggota pada Koperasi Simpan Pinjam perlu ditumbuhkan kepercayaan anggota dalam menyimpan dananya pada Koperasi Simpan Pinjam; d. bahwa untuk meningkatkan kepercayaan anggota dan masyarakat kepada Koperasi Simpan Pinjam dalam mengelola simpanan perlu dilakukan perkuatan dalam bentuk dukungan penjaminan simpanan anggota pada Koperasi Simpan Pinjam; e. bahwa dalam rangka melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan anggota Koperasi Simpan Pinjam tersebut perlu dibentuk suatu lembaga yang independen yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan program dimaksud; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, c, d dan huruf e,

34 - 2 - perlu membentuk Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 2. Koperasi Simpan Pinjam yang selanjutnya disebut KSP adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan Pinjam sebagai satusatunya usaha. 3. Lembaga Penjamin Simpanan KSP dan untuk selanjutnya disebut LPS-KSP adalah lembaga penjamin simpanan Anggota pada KSP. 4. Simpanan adalah sejumlah uang yang disimpan oleh Anggota kepada Koperasi Simpan Pinjam, dengan memperoleh jasa dari koperasi Simpan Pinjam sesuai Perjanjian. 5. Anggota Penyimpan adalah anggota KSP yang menyimpan dananya dalam bentuk simpanan dan/atau tabungan di KSP. 6. KSP Gagal adalah KSP yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat

35 - 3 - lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawasan KSP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. 7. Penjaminan Simpanan Anggota KSP, yang selanjutnya disebut Penjaminan, adalah penjaminan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan KSP atas simpanan anggota KSP. 8. Komite Koordinasi adalah komite yang beranggotakan Menteri yang menyelenggarakan pemerintahan bidang perkoperasian, Lembaga Pengawasan KSP, dan Lembaga Penjamin Simpanan KSP yang memutuskan kebijakan penyelesaian dan penanganan suatu KSP Gagal. 9. Cadangan Penjaminan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Lembaga Penjamin Simpanan KSP yang dialokasikan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan KSP. 10. Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Lembaga Penjamin Simpanan KSP yang digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan aktiva tetap dan perlengkapan yang digunakan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan KSP. 11. Peraturan LPS-KSP adalah peraturan yang ditetapkan oleh LPS-KSP dalam rangka penjaminan serta penyelesaian dan penanganan KSP Gagal sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. 12. Dewan Pengurus adalah organ tertinggi Lembaga Penjamin Simpanan KSP. 13. Keputusan Dewan Pengurus adalah keputusan yang ditetapkan oleh Dewan Pengurus LPS KSP yang memuat aturan intern. BAB II PEMBENTUKAN, STATUS, DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 2 Berdasarkan Peraturan ini, dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam, yang selanjutnya disebut LPS-KSP. Pasal 3 (1) LPS-KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah badan hukum. (2) LPS-KSP adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. (3) LPS-KSP bertanggung jawab kepada Presiden.

36 - 4 - Pasal 4 (1) LPS-KSP berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. (2) LPS-KSP dapat mempunyai kantor perwakilan di wilayah Negara Republik Indonesia. (3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembentukan kantor perwakilan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB III FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG Pasal 5 Fungsi LPS-KSP adalah: a. menjamin simpanan anggota penyimpan; b. turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem KSP sesuai dengan kewenangannya; dan c. sebagai instrumen guna mendorong KSP untuk, antara lain: 1. Menjadi KSP murni dengan mematuhi nilai, prinsip, dan regulasi koperasi; 2. Menekan biaya modal dengan menetapkan maksimum jasa simpanan yang dapat dijamin. Pasal 6 Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, LPS- KSP mempunyai tugas: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan; b. melaksanakan penjaminan simpanan; c. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem KSP; dan d. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian KSP gagal. Pasal 7 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, LPS-KSP mempunyai wewenang sebagai berikut: a. Menetapkan dan memungut premi penjaminan;

37 - 5 - b. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat KSP pertama kali menjadi peserta; c. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS-KSP; d. Mendapatkan data simpanan anggota, data kesehatan KSP, laporan keuangan KSP, dan laporan hasil pemeriksaan KSP; e. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d; f. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim; g. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS-KSP, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu; h. Melakukan penyuluhan kepada KSP, anggota dan masyarakat tentang penjaminan simpanan KSP; dan i. Menjatuhkan sanksi administratif. (2) LPS-KSP melakukan penyelesaian dan penanganan KSP gagal dengan kewenangan: a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pengurus, termasuk hak dan wewenang Rapat Anggota; b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban KSP gagal yang diselamatkan. Pasal 8 (1) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, LPS-KSP dapat meminta data, informasi, dan/atau dokumen kepada pihak lain. (2) Setiap pihak yang dimintai data, informasi, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikannya kepada LPS-KSP. BAB IV PENJAMINAN SIMPANAN ANGGOTA KSP Bagian Pertama Kepesertaan Pasal 9 Setiap KSP yang hendak menjadi peserta Penjaminan diwajibkan: a. menyerahkan dokumen sebagai berikut: 1. Salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian KSP;

38 Salinan dokumen perizinan KSP; 3. Surat keterangan tingkat kesehatan KSP yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengawasan KSP yang dilengkapi dengan data pendukung; 4. Surat pernyataan dari pegurus, yang memuat : i. Komitmen dan kesediaan pegurus dan anggota untuk mematuhi seluruh ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan LPS-KSP; ii. iii. Kesediaan untuk bertanggung jawab atas kelalaian dan/atau perbuatan yang melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha KSP; Kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada LPS- KSP segala hak, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau kepentingan apabila KSP menjadi KSP Gagal dan diputuskan untuk diselamatkan atau dibubarkan. 5. Membayar kontribusi kepesertaan sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari modal sendiri (ekuitas) permanen KSP pada akhir tahun buku sebelumnya atau dari modal awal bagi KSP baru. b. membayar premi Penjaminan sebesar % (persen); c. menyampaikan laporan secara berkala; d. memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan Penjaminan; dan e. menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya di dalam kantor KSP atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh anggota dan masyarakat. Pasal 10 Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat kepesertaan LPS-KSP diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. Bagian Kedua Simpanan Yang Dijamin Pasal 11 LPS-KSP menjamin Simpanan anggota KSP dalam bentuk tabungan, tabungan berjangka, dan/atau bentuk simpanan lainnya yang dipersamakan dengan itu. Pasal 12 (1) Nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap anggota pada satu KSP paling banyak Rp ,00 (satu milyar rupiah).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

2008, No c. bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besa

2008, No c. bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besa No. 70, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA APBN. KEUANGAN. Pengelolaan. Pendapatan. Syariah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 91/Kep/M.KUKM/IX/2004

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 20 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM DAN NAMA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH (PD. BPR SYARIAH) KABUPATEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya

Lebih terperinci

2017, No Menengah Republik Indonesia tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 15/PER/M.KUKM/IX/2015

2017, No Menengah Republik Indonesia tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 15/PER/M.KUKM/IX/2015 No.257, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KUKM. USP oleh Koperasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 /PER/M.KUKM/ II /2017 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2016 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5835) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH CILEGON MANDIRI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambah

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambah No.86, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-UMKM. KSPPS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PER/M.KUKM/XII/2017 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 96, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420)

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, - 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 44 /POJK.03/2017 TENTANG PEMBATASAN PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN OLEH BANK UMUM UNTUK PENGADAAN TANAH DAN/ATAU PENGOLAHAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2014 OJK. Perusahaan Pembiyaan. Kelembagaan. Perizinan Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5637) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19/POJK.04/2015 TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN REKSA DANA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19/POJK.04/2015 TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN REKSA DANA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19/POJK.04/2015 TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN REKSA DANA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.343, 2014 KEUANGAN. OJK. Lembaga Keuangan. Mikro. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5622) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9/POJK.05/2014 TENTANG PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

2014, No Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor

2014, No Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.33, 2014 OJK. Pungutan. Kewajiban. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5504) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2016 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT SYARIAH BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2016 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT SYARIAH BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2016 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT SYARIAH BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENSIUN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENSIUN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENSIUN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS BATANG TUBUH PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.03/... TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.404, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Penerbitan Efek Syariah. Akad. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5822) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

, No Usaha Kecil dan Menengah Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sudah ti

, No Usaha Kecil dan Menengah Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sudah ti BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1494, 2015 KEMENKOP-UKM. Koperasi. Usaha. Simpan Pinjam. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20/POJK.04/2015 TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERAGUN ASET SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20/POJK.04/2015 TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERAGUN ASET SYARIAH - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20/POJK.04/2015 TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERAGUN ASET SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2015 TENTANG AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2015 TENTANG AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2015 TENTANG AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT 1 of 50 8/23/2014 7:22 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa usaha penjaminan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN KEGIATAN USAHA BERBASIS SYARIAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN KEGIATAN USAHA BERBASIS SYARIAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN KEGIATAN USAHA BERBASIS SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 99/PMK.010/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa usaha penjaminan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.12, 2013 EKONOMI. Lembaga. Keuangan. Mikro. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T No.577, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPS. Penanganan Bank Sistemik. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 16) PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum untuk pengadaan tanah dan/atau pengolahan tanah; e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

2017, No pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum untuk pengadaan tanah dan/atau pengolahan tanah; e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2017 KEUANGAN OJK. Bank. Tanah. Pengadaan. Pengolahan. Pemberian Kredit. Pembiayaan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci