ANALISI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PIDANA ANDRI WAHIDIN SAZ GANI. 2) Suwitno Y. Imran, SH.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PIDANA ANDRI WAHIDIN SAZ GANI. 2) Suwitno Y. Imran, SH."

Transkripsi

1 0

2 ANALISI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PIDANA ANDRI WAHIDIN SAZ GANI Pembimbing : 1) Dr. Fence m. Wantu, SH. MH 2) Suwitno Y. Imran, SH. MH ABSTARK Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana. Dan untuk menegtahui faktor apa yang lebih mendominasi hakim dalam memutus perkara pidana. Metode pelenitian yang di gunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah bersifat deskriptif analitis. Deskriptif analitis, merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi keberadaan keyakinan hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 183 kuhap dihubungkan dengan pasal 184 ayat (1) KUHAP. Adapun hasil penelitian dari faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana yakni adalah faktor eksternal dan faktor internal. Dari penjelasan sebelumnya ternyata faktor yang lebih mendominasi hakim dalam memutus perkara pidana adalah faktor internal hakim itu sendiri faktor internal tersebut adalah moralitas hakim yang terdiri dari sifat imaniah hakim (kekujuaran) integritas hakim (mental ) mandiri, psikologi hakim dan keyakinan hakim, Kata kunci: faktor-faktor mempengaruhi hakim 1

3 Latar belakang Membicarakan persoalan hukum, dapat dipastikan tidak akan ada habishabisnya. Persoalan hukum itu sendiri menyangkut kepentingan manusia, yang melekat pada diri masing-masing individu. Hal itu cukup beralasan, betapa tidak, justru begitu banyaknya variasi kepentingan manusia yang dihadapi setiap hari membuat hukum itu terkesan entah berakhir dan bermuara kemana.namun pemikiran yang demikian itu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Dalam rangka mengatur persoalan kepentingan manusia itu sendiri mau tidak mau diperlukan suatu ilmu pengetahuan dan tata hukum yang baik. Tata hukum diperlukan untuk menentukan, menyusun, dan mengatur tata tertib kehidupan masyarakat. Tata hukum dimaksud adalah suatu tata hukum yang harus berlaku dan dapat diterima alias dapat dijalankan di masyarakat. Tata hukum yang dapat diterima atau dijalankan dimasyarakat itu adalah suatu tata hukum yang dibuat dan ditetapkan oleh penguasa atau authority masyarakat itu. Dalam hukum yang ditetapkan itu, pada dasarnya hanya dikenal dua stereotip tingkah laku. Yaitu, suatu tingkah laku yang menuntut hubungan hak dan kewajiban. Seseorang yang memiliki hak dan kewajiban, oleh hukum diberikan kekuasaan untuk mewujudkan hak itu, untuk mewujudkan hak itu, dengan suatu alas hukum tertentu seseorang dapat meminta pihak lain untuk menjalankan kewajiban tertentu. Namun meskipun dengan alas hukum tersebut itu, belum menjamin penyelesaian persoalan-persoalan kepentingan masyarakat.jika hukum itu disusun dalam suatu kalimat yang mengatur bagaimana mempertahankan hak dan kewajiban serta bagaimana melaksanakan sanksi itu, maka makna yang ditemukan didalamnya adalah sifatsifat normanya yang mengatur dan melaksanakan suatu keputusan hukum. Dari kedua sifat hukum itu yakni adanya pemberian sanksi dan sifat bagaimana mengatur dan menjalankan suatu tuntutan hukum, maka pada dasarnya hukum dapat kita bagi kedalam bentuk hukum materil dan hukum formil. Menurut penjelasan pasal 183 kuhap tersebut, bahwa ketentuan ini adalah menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukumbagi seorang. Selanjutnya yang dimaksud dua alat bukti yang sah tersebut adalah sebagaimana dimaksud dalam pasal 184 ayat (1) kuhap, yakni : 2

4 a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa. berpijak dari isi pasal 183 kuhap tersebut itulah penting untuk di pertanyakan dimana hakikat suatu kepastian hukum dalam hukum pemidanaan. Dengan beranjak pada pasal 183 kuhap itu pula penting untuk dipertanyakan, apa arti suatu kepastian hukum pemidanaan dengan keyakinan hakim? oleh karena itu sehubungan dengan eksistensi hukum pidana formal yang fungsinya mempertahankan dan melaksanakan hukum pidana materil, maka tulisan ini lebih membatasi dan memfokuskan pada permasalahan hukum pidana formal saja. Selanjutnya terlepas dari berbagai isue persoalan sejumlah asas yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi titik perhatian besar atau inti utama dalam tulisan ini adalah persoalan yang berhubungan dengan faktor faktor mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana. menyentil persoalan keyakinan hakim, dengan sendirinya mempersoalkan masalah asas kepastian hukum itu sendiri. Namun demikian asas kepastian hukum tersebut, kalimat faktor mempengaruhi hakim lah yang menjadi fokus utama perhatian dalam penelitian ini. masalah faktor yang mempengaruhi hakim pada dasarnya telah lama menjadi perhatian yang serius dalam dunia hukum di negara kesatuan republik indonesia. Hal itu ditandai dengan lahirnya undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.namun faktor-faktor apa yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan, belum ada yang menelitinya. Artinya, terkait dengan asas kepastian hukum telah lama tersirat dan harus dilaksanakan dengan baik oleh peradilan umum yang meliputi pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dan berpuncak pada mahkamah agung, sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditentukan oleh undang-undang nomor 14 tahun Karena itu pula cita-cita tentang penegakkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sebagaimana menjadi bagian pokok yang terpenting terhadap 3

5 lahirnya undang-undang nomor 14 tahun 1970, ternyata pula menjadi cikal bakal lahirnya undang-undang nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum. Harapan penulis, hakim dalam menjatuhkan putusan pidana benar-benar memiliki hubungan yang sangat erat yang di dasarkan dari alat-alat bukti yang sah menurut ketentuan pasal 184 kuhap, dengan keyakinan hakim itu sendiri. Sehingga tidak terkesan keyakinan itu di bangun di atas sifat subjektif diri hakim semata. Ataupun di bangun bedasarkan faktor luar diri hakim itu sendiri. Namun saat ini harapan yang di maksud di atas sangat langkah di temukan di lapangan persidangan sehari-hari. Faktanya, ada suatu putusan hakim yang dilatar belakangi oleh sifat loyalitas hakim itu pada atasan yang ada di biokrasinya. Selain itu, ada pula putusan yang dimotivasi oleh kepentingan pribadi yang terlarang oleh hakim itu sendiri. Sementara itu, ada pula fakta putusan hakim yang di dasarkan pada apa adanya, tanpa menghiraukan tingkat keilmiahan hukum yang di terima umum. demikian jika dikaitkan dengan judul yang diteliti dalam tulisan ini, maka objek masalah yang hendak menjadi fokus kajian pun adalah faktor-faktor mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana 1. Apa saja faktor faktor yang dapat mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana? 2. Faktor-faktor apa saja yang yang mendominasi hakim dalam memutus perkara pidana? Metode penulisan Pada metode penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu melalui penelitian terhadap perlindungan hukum terhadap terdakwa khususnya yang berkaitan dengan penerapan pasal 183 ayat (1) dan pasal 184 ayat (1) kitab undang-undang hukum acara pidana dengan tipe penelitian yang dipakai dalam metode ini, adalah penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris. Jenis dan sumber data penelitian jenis data yang digunakan dalam penulisan netode ini terdiri atas data sekunder. Data sekunder 4

6 disebut juga data teoritis dan bersifat tidak langsung. 1 data sekunder ini diperoleh melalui sumber penelitian kepustakaan (library research). Yang diteliti adalah bahan-bahan kepustakaan atau tertulis dengan membaca, inventarisasi, identifikasi, dan komparatif. Data sekunder ini meliputi : 1. Bahan hukum primer. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang terkait denganpenelitian ini. 2. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian 3. Bahan hukum tertier, yaitu peyunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder, yang meliputi ; kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, skripsi, tesis, dan makalah. 4. Data primer, adalah data yang langsung diperoleh dari sumbernya. Data tersebut meliputi hasil wawancara maupun kuisioner. Pembahasan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana. Pada soal pertama di ketahuai terdeapat dua jawaban dengan nilai presentase yang berbeda, yang pertama terdapat pada pilihan point (b) dengan nilai 78.94% diamana hakim yang di tunjuk sebagai ketua atau anggota majelis hakim yang mengadili perkara yang terdakwanya adalah keluarganya, atau teman dekatnya menolak atau mengundurkan diri dari ketua,atau anggota majelis hakim, kemudian yang ke dua adalah 21.05% hakaim yang memilih poin (c) yakni mereka menyeslesaikan tugas dengan syarat sepanjang tidak bertentangan dengan 1 Prof. Dr. Syamsuddin Pasamai, SH., MH, METODOLOGI PENELITIAN & PENULISAN KARYA ILMIAH HUKUM Suatu Pengetahuan Praktis (Edisi Revisi) (Penerbit PT. Umitoha Ukhuwah Grafika Makassar,2010), hlm. 63 5

7 perundang- undangan. Dalam keputusan bersama ketua 2 mahkamah agung republik indonesia dan ketua komisi yudisial nomor 047/kma/skb/iv/2009 dan 02/skb/p.ky/iv/2009 tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim pada bagian 3.1 umum : point (3) hakim dilarang mengadili perkara dimana anggota keluarga hakim yang bersangkutan bertindak mewakili satu pihak yang berperkara atau sebagai pihak yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut kemudian pada poin (5) di jelaskan, dimana hakim dalam menjalankan tugasnya wajib terbebas dari pengaruh keluarga dan pihak ketiga lainnya. Masuk pada persoalan kedua dimana yang menjadi titik permasalahannya adalah menyangkut penglaman, dan pengetahuan hakim dalam hal menyelesaikan permasalahan yang membeutuhkan hal-hal yang tadi di sebutkan, dalam persoalan ini terdapat 5.26% hakim memilih pilihan poin (a) yakini hakim trersebut akan menyelesaikan suatu perkara ats dasar ingin mendapatkan prestasi hakim yang baik, kemudian pada pilahan poin (c) adalah 89.47% hakim yang memilih untuk melaksanakan tugas sebagai konsekwensi yang di berikan kepadanya, kemudian jika di pandang secara yuridis penegakan hukum khususnya hukum pidana perlu di laksanakan sebagaimana di atur dalam hukum acaranya itu sendiri, hakim selalu di tuntut untuk selalu memeriksa mengadili perkara dengan tidak beranggapan bahwa adanya suatu imbalan ayang akan di berikan, jika melihat disiplin hakim pada keputusan bersama ketua mahkamah agung republik indonesia dan ketua komisi yudisial nomor 047/kma/skb/iv/2009 dan 02/skb/p.ky/iv/2009 tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim. Di katakan bagian 8 ( delapan) tentang berdisiplin tinggi, hakim di tuntut untuk taat kepada norma-norma atau kaidah yang di yakini sebagai pengadilan yang luhur, untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat pencari keadilan, dalam penerapannya hakim di tuntut untuk mendalami dan melaksanakan tugas pokok sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar kiranya mendapatkan hukum acara secara benar dan dapat memnuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan, artinya hakim dalam melaksanakan tugas yusialnya harus bersandar 2 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 047/Kma/Skb/Iv/2009 Dan 02/Skb/P.Ky/Iv/2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim 6

8 pada ketentuan yang ada. Dalam hasil jawaban yang soal ketiga terdapat 100% hasil jawaban yang di pilih oleh responden (hakim) yang di mana hakim memilih dalam memutus suatu perkara yang mana menurut hakim tersebut tidak terbukti akian tetapi atasan hakim dalam hal ini ketua pengadilan mengharuskan hakim tersebut tetap menjatuhkan putusan pidana pada perkara tersebut maka hakim lebih memilih mengikuti hati nurani dn keyakinannya sebagai hakim. Kemudian jika di pandang secara yuridis kebebasan hakim telah di atur secara konsitusional dalam undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 yang kemudian di atur lagi dalam undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, artinya jika di pandang secara lebih dalam kebebasan eksistensialnya hakim sebagai manusia telah di jamin oleh hukum untuk melakukan penegakan hukum tanpa ada intervensi atau tekanan dari pihak luar, dalam menjalankan tugas yudisialnya hakim di wajibkan untuk menjaga kemandiriannya sebagai hakim dalam peradilan sebagimana telah di atur dalam pasal 3 undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, bahkan dalam pasal 3 ayat 2 undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakim telah jelas di katakan bahwa segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman di larang, kecuali dalam hal-hal sebagaiman di maksud dalam undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945, masuk dalam persoalan nomor empat menyangkut masalah kesejateraan hakim dalam melaksanakan tugasnya, dalam persoalan kali ini kembali lagi terdapat 100% jawaban reponden yang lebih memili untuk tidak menerima bantuan dalam bentuk apapun dalam melaksanakan tugasnya secara yuridis hakim dalam menjalankan tugasnya telah di atur sedemikian rupa oleh negara dalam melaksanakan tugasnya, adapun negara memberikan tugas kepada sorang hakim yakni adalah untuk melindungi hak-hak dari pada orang yang telah dilanggar haknya, dan hakim wajib memberikan kembali hak-tersebut sebagi pengambil keputusan, dalam undang-undang kekuasaan kehakiman kembali lagi apa yang telah di jelaskan dalam pasal 3 terbut dalam menjalankan tugas hakim wajib menjaga kemandirian peradilan, artinya hakim tidak dibenarkan menerima apapun baik itu berupa materi maupun berupa hadiah, sikap mandiri nantinya akan mendorong 7

9 tebentuknya periulaku hakim yang tangguh, tetap berprinsip dan tetap berkeyakinan terhadap kebenaran sesuai tuntutan moralitas dan ketentuan hukum yang berlaku, dalam keputusan bersama ketua mahkamah agung republik indonesia dan ketua komisi yudisial nomor 047/kma/skb/iv/2009 dan 02/skb/p.ky/iv/2009 tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim, masuk pada persoaalan mental hakim dalam soal nomor 5 (lima) dimana terdapat 5.26% responden yang memilih pilihan poin (a) dan 84.21% responden memilih poin (d) dan kemudian 5,26% hakim tidak menjawab dan kemudian terdapat lagi dengn nilai presentase 5.26% responden yang menambahkan jawaban, secara yuridis penegakan hukum tetaplah penegakan hukum tidaka ada suatu pembedaan bahwa dia adalah anggota partai maupun sebagai perwakilan rakyat, hakaim harus tetap menjatuhkan putusan kepada siapa saja yang bersalah, sebagaiman telah di jelaskan pada pasal 4 undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, yang mana pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan orang, jadi jelas penegakan hukum dilakukan sesuai hukum yang ada, hakim perlu melaksanakan tugas dengan semestinya, hakim telah di jamin dam hukum untuk melaksanakan tugas tanpa ada intervensi dari pada siapapun termasuk masa anggota partai tersebut, dalam penegakan supremasi hukum di indonesia, setiap hakim harus di tuntut memiliki jiwa profesionalisme dalam bekerja, masuk pada persoaalan mental hakim dalam soal nomor 5 (lima) dimana terdapat 5.26% responden yang memilih pilihan poin (a) dan 84.21% responden memilih poin (d) dan kemudian 5,26% hakim tidak menjawab dan kemudian terdapat lagi dengn nilai presentase 5.26% responden yang menambahkan jawaban, secara yuridis penegakan hukum tetaplah penegakan hukum tidaka ada suatu pembedaan bahwa dia adalah anggota partai maupun sebagai perwakilan rakyat, hakaim harus tetap menjatuhkan putusan kepada siapa saja yang bersalah, sebagaiman telah di jelaskan pada pasal 4 undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, yang mana pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan orang, jadi jelas penegakan hukum dilakukan sesuai hukum yang ada, hakim perlu melaksanakan tugas dengan semestinya, hakim telah di jamin dam hukum untuk melaksanakan 8

10 tugas tanpa ada intervensi dari pada siapapun termasuk masa anggota partai tersebut masuk dalam persoalan yang ke 6(enam) mengenai suatu putusan pidana yang lebih di dahulukan hakim dalam soal kali ini terdapat 21.05% responden memilih poin (a) dimana putusan yang di dahulukan adalah putusan yang berkeadilan sementara itu 78.94% yang memilih poin (d) yakni 78.94% mendahulukan ketiganya. Menurut penulis penjatuhan putusan yang mendahulukan putusan sebagai mana yang di jawab oleh reponden dengan nilai presentase 78.94% sangatlah tidak mungkin dapat di jalankan putusan seperti hal tersebut, walaupun tujuan hukum tersebut adalah untuk keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan akan tetapi untuk menciptakan putusan yang sedemikan rupa tersebut akan sulit di temukan di lapangan sebenarnya, sehingganya menimbulkan suatu pertanyaan apakah putasan yang berkeadilan tersebut sudah sesuai dengan kepastian hukum? Atau apakah putusan yang berkepastian hukum dengan sendirinya telah memenuhi rasa keadilan? Dalam penerapan kode etik dan pedoman perilaku hakim hakim selslu di tuntut untuk menjadi pribadi yang adil diman hakim harus memberikan keadilan kepada semua pihak dan tidak beritikad semata-mata hanya untuk menghukum, bahkan dalam kepala putusan yang sering di kelauarkan hakim berbunyi demi keadilan bedasarkan ketuhanan yang maha esa, jadi sangat jelas putusan yang mengtamakan keadalian merupakan putusan yang lebih di utamakan, karena bagi hakim wajib menggali nilai-nilai keadilan yang hidup di masyaraka sebagai mana tertuang dalam pasal 5 undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Dalam konteks soal nomor 7(tujuh) terdapat 89.47% responden memilih jawaban poin (a) di banding dengan pilihan poin (b) dengan presentase 5,26%. Dalam konteks soal tersebut hakim lebih mengutamakan putusan yang tidak memenuhi rasa keadilan tetap memiliki kekuatan hukum, menurut penulis tepat kiranya apa yang telah di jawab oleh responden (hakim) dalam hal ini menyangkut keputusan yang tidak memenuhi rasa keadilan akan tetapi tetap memiliki kekuatan hukum, sekali lagi berbicara menegnai konsep dari pada keadilan dan kemudian mengukur sejauh mana keadilan itu akan di dapatkan dari lahirnya suatu putusan yang di jatuhkan hakim?, maka yang kita dapatkan adalah relatif sekali lagi bahwasanya adil dapat di 9

11 pandang tidak sama, bahkan adil untuk pihak tersangka belum tentu di rasa adil bagi korban itu sendiri, sehingganya penulis beranggapan bahwa keadilan itu lahir dari suatu perasaan yang mendalam, sehingga menimbulkan suatu gejolak di batin setiap orang yang merasakannya, jadi jelas sutau penegakan hukum yang berkepastian juga merupakan penegakan hukum yang mempunyai kekuatan hukum dimana di dalamnya mencerminkan kejelasan norma untuk di laksanakan sebagai ketegasan dalam melaksanakan hukum. Kemudian masuk dapam persoalan nomor 8 (delapan) dimana persoalan yang hampir sama haya saja apakah putusan yang di anggap memiliki kepastian hukum telah memenuhi rasa keadilan? Dari hasil yang di dapatkan terdapat 26.31% yang memilih pon (a) yakni responden menjawab telah memenuhi rasa keadilan menurut penuli sangat keliru ketiha seorang hakim mengangap putusan yang berkepastian telah memenuhi keadilan, jika di lihat dalam jawban poin (b) terdapat 68.42% yang memilih tidak selamanya memiliki rasa keadilan, kepastian hukum itu merupakan ciri suatu negara dalam menjamin masyarakatnya menuju kemakmuran bermasyarakat dan bernegara. Untuk mencapai kemakmuran dalam bermasyarakat dan bernegara, syarat pertamanya negara harus menjamin dengan sistem ketertiban yang memadai. Maka demi menjamin ketertiban dalam lalu lintas kehidupan bermasyarakat itulah diperlukan suatu hukum yang pasti atau kepastian hukum. Kemudian berbicara keadilan maka jika di hadapkan satu sama lain antara keadilan dan kepastian hukum maka kita akan sanagat jarang menemukan kesesuaian antar kedua ahal tersebut, ini di karenakan keadilan tersebut tercipta dari nilai-nilai dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Masuk pada persoalan nomor 9 (sembilan) hanayterdapat 36.84% responden (hakim) yang memilih poin (a) dalam soal tersebut semantara sisanya terdapat 5.26% untuyk soal yang tidak di jawab, kemudian 10.52% yang menjawab ganda dan yang terakhir dengn presentase 47.36% responden yang menambahkan jawaban., sehingganya menurut penulis hakim menilai terbukti tidaknya perkara yang di dakwakan haruslah bedasarkan pengetahuanya terhadap alat bukti tersebut sebagaiman yang di dapatkan di nperguruan tinggi, dalam pasal 183 kuhap hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang apa bila dengan sekurang- 10

12 kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang benar-benar melakukannya, sebagaiman yang di maksud alat bukti tersbut tercantum dalam pasal 184 kuhap yankni alat bukti yang di maksud adalah, keteranag saksi, keterangan ahli, surat,petunjuk dan keterangan terdakwa, dari apa yang tercantum dalam pasal tersebut, maka penulis berfikir inilah yang seharusnya menjadi pengetahuan hakim dalam menilai terbukti tidaknya suatu perkara yang di dakwakan kepada seseorang, artinya pengetahuan tersebut di dapatkan dalam perguruan tinggi dan pada profesinya sebagi hakim. Yang sehari-hari menilai alat bukti, dan fakta persidangan juga merpakan tambahan untuk memperkuat keyakian hakim. Soal terrakhir adalah mengenai penilaian terhadap alat bukti yang sah sebagaimana yang telah di jawab oleh para responden (hakim maka hasilnya adalah 94.73% hakim memilih pont (b) diman hakim dalam hal melihat alat bukti bedasarkan pengetahuannya tentang alat bukti, faktor yang mendominasi hakim dalam memutus perkara pidana Pada soal pertamana dengan persoalan menangani perkara pidana yang menyangkut keluarga hakim itu sendiri, dari hasil qiusioner 3 yang telah di jawab sebelumnya, ternyata penulis menemukan bahwa faktor yang lebih mendominasi hakim dalam memutus perkara pidana dalam persoalan tersebut adalah faktor internal hakim itu sendiri, dimana terdapat 78.94%. Masuk persolan kedua yakni adalah menyangkut persoalan penyelesaian perkara yang membutuhkan pengalaman, pengetahuan dan kehati-hatian. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan pada responden (hakim) bahwa ternyata faktor yang lebih mendominasi hakim dalam persoalan kali ini adalah faktor internal hakim itu sendiri dimana terlihat jelas hakim lebih memilih poin (c) dengan nilai presentase 89.47% dimana hakim memilih untuk melaksanakan tugas tersebut sebagai konsekwensi tugas yang di berikan kepadanya, dari hasil jawaban tersebut penulis beranggapan bahwa hakim tersebut mempunyai pengetahuan yang baik menyangkut tugas yang 3 Hasil Quisioner Penelitian Pada Pengadilan Negeri Gorontalo April 2015, Pengadian Negeri Limboto 2-8 Mei 2015, Pengadilan Negeri Tilamuta, 12 Mei 2015 Dan Pengadilan Tinggi Gorontalo 8-17 April

13 di berikan kepadanya, artinya dengan pengetahuannya ataupun dengan pengalamnya dia sebagai hakim bersedia menjalani tugas tersebut, kemudian penulis melihat bentuk tanggggung jawab seorang hakim melekat pada diri hakim tersebut, dimana jelas dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim jalas di katakan hakim harus mempunyai tanggung jawab, masuk persoalan nomor tiga dimana terdapat 100% responden yang memilih poin (c) untuk lebih mengikuti hati nurani dan keyakiannya sebagai hakim untuk memutus perkara yang dimana terdapat intervensi maupun tekanan dari luar dirinya, jika di lihat hasil jawaban tersebut maka faktor yang lebih mendominasi hakim dalam memutus perkara dalam persolan kali ini yakni masih faktor internal hakim itu sendiri, masuk dalam persoalan nomor empat menyangkut masalah kesejateraan hakim dalam melaksanakan tugasnya, dalam persoalan kali ini kembali lagi terdapat 100% jawaban reponden yang lebih memili untuk tidak menerima bantuan dalam bentuk apapun dalam melaksanakan tugasnya.dari hasil jawaban tersebut penulis menemukan bahwa ternyata hakim dalam melaksanakan tugas yudisialnya tetap masih di dominasi oleh faktor internal hakim itu sendiri dimana jelas moralitas hakim tersebut masih sangat melekat di dalam diri hakim tersebut, kemudian masuk dalam persoalan ke lima yakni mengenai mental hakim dalam memutus perkara pidana dari hasil analisa penulis ternyata faktor yang lebih mendominasi hakim dalam memutus perkara pidana adalah faktor internal hakim dimana terdapat 84.21% responden lebih memilih untuk membiarkan masa masuk dan melanjutkan persidangan apa bila masa dari anggota partai yang menuntut membebaskan anggota partai tersebut. Masuk persoalan nomor enam dimana terdapat 78.94% responden memilih jawaban poin (d) dimana dalam menjatuhkan putusan pidana lebih mendahulukan putusan yang berkeadilan,berkepastian dan berkemanfaatan. Artinya faktor internal hakim tersebut masih mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana yakni adalah pengetahuan hakaim. Kemudian masuk persoalan nomor tujuh dimana dalam persoalan kali ini faktor yang lebih mendominasi adalah faktor internal yakni tetap pengetahuan hakim, dimana terdapat 89.47% responden (hakim) poin (a) dalam hal putusan yang tidak mencerminkan keadilan tetap memiliki kekuatan hukum, persoalan nomor 12

14 delapan dari hasil quisioner yang telah di analisa oleh penulis, masih faktor internal hakim terdapat 68.42% responden memilih poin (b) yakni tidak selamanya memiliki rasa keadilan dalam persoalan mengenai suatu putusan yang memilki kepastian hukum. Soal nomor sembilan menyangkut pengetahuan hakim meneganai alat bukti dalam hal ini terdapat 47.36% dari jawaban yang telah mereka berikan kepada penulis, maka penulis telah mengananilsa dan meberikan jawaban terhadap persoalan kali ini yakni ternyata faktor yang mendominasi hakim dala memutus perkara pidana adalah faktor internal hakim itu sendiri, dimana dalam berbagai jawaban yang di berikan menggambarkan pengetahauan hakim dalam menilai terbukti, kemudian dalam soal terakhir ternyata terdapat 94.73% yang memilih pilihan jawaban pada poin (b) yang mana dalam hal meyakini alat bukti yang sah sebagaiman pada pasal 184 kuhap hakim yakin karena sebelumnya telah memperoleh penegetahuan tentang alat bukti dan hukum pembuktian, sehingga faktor internallah yang lebih mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana. Dalam analisa penulis sebelumnya, telah penulis ungkapkan bahwa keyakinan seorang hakim di bangun bedasarkan pengetahuannya terhadap alat bukti tersbut, dalam pasal 183 dalam pasal 183 kuhap hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang apa bila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang benar-benar melakukannya, sebagaiman yang di maksud alat bukti tersbut tercantum dalam pasal 184 kuhap dari penjelasan tersebut sudah dapat di pahami bahwasanya hakim dalam profesinya sebagai penegak hukum telah memperoleh pengetahuan tentang alat bukti tersebut yang di dapatkan selam pendidikan yang di ikuti, pengetahuan terbutlah yang akan menjadi langkah hakim untuk menyakinkan dirinya terhadap setiap alat bukti yang di nilai olehnya, alat bukti yang sah adalah alat bukti undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana, dalam pasal 184, dari apa yang telah di uraikan dalam pasal tersebut menegaskan bahwa hakim haruslah melakukan penilaian secar objektif sehingga sehingga pelaksanna norma hukum tersebut berjalan dengan semestinya, dala hal in menegnai keyakinan hakim faktor utama yang menjadikan keyakinan tersebut di jalankan 13

15 adalah faktor pengetahuan dari hakim itu sendiri jadi jelas suatu putusan pengadilan tergantung kualitas dari hakim itu sendiri, Kesimpulan Faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana yakni adalah faktor eksternal dan faktor internal. Yang di maksud dengan faktor eksternal adalah sesuatu yang lahir dari luar diri hakim yang dengan ke tidak kemampuannya melawan hal tersebut yang menyebabkan ia terbawa arus oleh hal tersebut, sementara itu yang di maksud dengan faktor internal adalah sesuatu hal yang lahir dari dalam diri hakim itu sendiri yang dengan kesadaran dirinya sebagai hakim dia melaksanakan hal tersebut,sebagai mana sama halnya dengan pendapat dr.fence m wantu. Sh.mh faktor yang mendominasi hakim dalam memutus perkara pidana, dari penjelasan sebelumnya ternyata faktor yang lebih mendominasi hakim dalam memutus perkara pidana adalah faktor internal hakim itu sendiri internal tersebut adalah : 1. Moralitas hakim yang terdiri dari 1) Sifat imaniah hakim (kekujuaran), 2) Integritas hakim (mental ) 3) Mandiri 4) Psikologi hakim 2. Dan keyakinan hakim, Saran- saran untuk faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam memutus perkara pidana adalah : a) Perlu penguatan diri hakim untuk selalu melaksanakan tugas sesuai dengan hukum acara pidana b) Moralitas hakim harus selalu di jaga demi keadilan ketuhanan yang maha esa c) Selalu di jadikan bahan kajian untuk mahasiswa hukum 14

16 Daftar pustaka Sumber kepustakaan Prof. Dr. Syamsuddin pasamai, sh., mh, metodologi penelitian & penulisan karya ilmiah hukum suatu pengetahuan praktis (edisi revisi) (penerbit pt. Umitoha ukhuwah grafika makassar,2010), Keputusan bersama ketua mahkamah agung republik indonesia dan ketua komisi yudisial nomor 047/kma/skb/iv/2009 dan 02/skb/p.ky/iv/2009 tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim Sumber wawancara/quisioner Hasil quisioner penelitian pada pengadilan negeri gorontalo april 2015, pengadian negeri limboto 2-8 mei 2015, pengadilan negeri tilamuta, 12 mei 2015 dan pengadilan tinggi gorontalo 8-17 april

BAB I PENDAHULUAN. melekat pada diri masing-masing individu. Hal itu cukup beralasan, betapa tidak,

BAB I PENDAHULUAN. melekat pada diri masing-masing individu. Hal itu cukup beralasan, betapa tidak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Membicarakan persoalan hukum, dapat dipastikan tidak akan ada habishabisnya. Persoalan hukum itu sendiri menyangkut kepentingan manusia, yang melekat pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang ABSTRAK Ririn Yunus, Nim : 271409027. Hukum Pidana, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. Penerapan Pasal 56 KUHAP Tentang Hak Terdakwa Untuk Mendapatkan Bantuan Hukum Dalam Proses Peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam praktik sehari-hari, hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun hubungan antara manusia dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti yang tercantum pada pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam menata seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi yang telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara memerlukan penanganan yang luar biasa. Perkembangannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui BAB I LATAR BELAKANG Lembaga peradilan merupakan institusi negara yang mempunyai tugas pokok untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkaraperkara yang diajukan oleh warga masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 A. Prosedur tugas dan kewenangan Jaksa Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya untuk menjunjung hukum itu agar dapat berperilaku, bertindak dan

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya untuk menjunjung hukum itu agar dapat berperilaku, bertindak dan BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan hukum tertingginya (konstitusi) memberikan persamaan kedudukan warga negaranya di dalam hukum serta mewajibkan warga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas tercantum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembuktian Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan serta hal paling utama untuk dapat menentukan dapat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pencari keadilan yang berperkara di pengadilan, biasanya setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa kurang tepat, kurang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sistem pemeriksaan hukum acara pidana di peradilan Indonesia mewajibkan kehadiran terdakwa yang telah dipanggil secara sah oleh penuntut umum untuk diperiksa oleh

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG MASALAH

LATAR BELAKANG MASALAH LATAR BELAKANG MASALAH Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini tidak semakin berkurang, walaupun usaha untuk mengurangi sudah dilakukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk menekan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA 1 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA A. Latar Belakang Masalah Bahwa negara Indonesia adalah negara yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 215/KMA/SK/XII/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 215/KMA/SK/XII/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 215/KMA/SK/XII/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian secara yuridis normatif adalah pendekatan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum pidana, ditandai oleh perubahan peraturan perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh dinamika doktrin dan ajaran-ajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum bersendikan keadilan agar ketertiban, kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan mempertimbangkan dan menilai

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman di berbagai bidang kehidupan membawa masyarakat menuju pada suatu tatanan kehidupan dan gaya hidup yang serba mudah dan praktis. Keberhasilan yang dicapai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan yang tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak mempunyai permasalahan atau berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial sesuai dengan apa yang termuat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil. Kebenaran materil merupakan kebenaran

Lebih terperinci

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA 0 PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM

ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM Sub Tema : ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM Disampaikan oleh : Dr. Sri Muryanto, SH.,MH. 1 Pada hari : Sabtu, tanggal 23 Mei 2015 Tempat : Ruang Sidang FH UII Lt. III, Jl. Taman Siswa No. 158,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM DISUSUN OLEH : NAMA / (NPM) : M. RAJA JUNJUNGAN S. (1141173300129) AKMAL KARSAL (1141173300134) WAHYUDIN (1141173300164) FAKULTAS :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci