BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 8 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Proses pengelasan tentu akan mengakibatkan timbulnya tegangan sisa. Tegangan sisa timbul karena distribusi panas yang tidak merata saat pengelasan, dengan nilai tertinggi di daerah lasan dan daerah terpengaruh panas (HAZ). Salah satu parameter yang cukup menentukan adalah geometri pengelasan. Penelitian terkait geometri pengelasan telah dilakukan Widyanto (2014) yang meneliti pengaruh variasi arus dan sudut kampuh pengelasan SMAW terhadap timbulnya tegangan sisa pengelasan pada sambungan baja karbon rendah dengan Las SMAW. Elektroda yang dipakai adalah E6013 berdiameter 2.6 mm, dangan pemakaian arus 80A, 90A, dan 100A, pada posisi pengelasan down hand. Jenis kampuh yang digunakan jenis kampuh V, dengan variasi sudut 40, 45, 60. Sementara itu, dari hasil pengukuran tegangan sisa disimpulkan bahwa semakin besar arus yang digunakan semakin besar pula tegangan sisa yang ditimbulkan. Kemudian semakin besar sudut kampuh yang dipakai tegangan sisa yang timbul juga semakin besar. Dimana nilai tegangan sisa terkecil terjadi pada sudut kampuh 40 dengan arus 80 A yang bernilai MPa. Tegangan sisa terbesar terjadi pada sudut kampug 60 dengan arus 100A, sebesar MPa. Lebih lanjut, Sujatmika, dkk (2011) meneliti pengaruh groove dan gap terhadap hasil pengelasan SMAW. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh groove dan gap terhadap struktur mikro dan tegangan sisa setelah proses pengelasan. Material yang dipakai adalah baja karbon rendah AISI 1020, setelah pengelasan dilakukan uji kekerasan ( hardness), uji metalografi, dan uji X-Ray Diffraction (XRD) untuk pengukuran tegangan sisa. Variasi spesimen untuk groove dibuat kemiringan sudut 60, 75, dan tanpa groove. Besar gap dibuat 2 mm dan 4 mm. Penelitian menunjukkan bahwa gap 2 mm hasilnya paling efektif dengan nilai tegangan sisa yang kecil. Perlu diketahui besar gap menentukan lebar daerah HAZ, dan weld metal, dan berpengaruh terhadap tegangan sisa. Sampel dengan gap 2 mm dihasilkan tegangan sisa terkecil terjadi pada sampel tanpa 8

2 9 groove sebesar GPa. Sementara tegangan sisa terbesar ada pada sampel dengan sudut kemiringan 75 sebesar GPa. Jenis tegangan sisa sendiri tergantung pembebanan yang diterapkan, bisa positif dan negatif, dimana tegangan sisa positif dianggap lebih merugikan. Karena berdampak terhadap kekuatan, fatigue, korosi, dan ketahanan aus. Price, dkk (2006) melakukan pengukuran tegangan sisa akibat proses pengelasan pada material pelat baja karbon rendah berdimensi mm, pengelasan dilakukan di tengah pelat setebal 1,5 mm. Elektroda yang dipakai berdiameter 1.6 mm dengan arus listrik A, sedangkan untuk tegangan sebesar V, dan kecepatan pengelasan 360 mm/min. Pengukuran tegangan sisa dilakukan menggunakan hamburan neutron dengan panjang gelombang 1,40 Ǻ. Hasil pengukuran menunjukkan di daerah lasan serta HAZ mengalami tegangan sisa tarik dan pada logam induk hingga bagian tepi spesimen mengalami tegangan sisa tekan. Tegangan sisa maksimum ada di dekat garis tengah pengelasan dengan nilai MPa pada sampel 1, dan MPa untuk sampel 2. Tegangan sisa dapat mempengaruhi batas kekuatan lelah, hal tersebut dibuktikan dengan pengujian yang dilakukan Kohler, dkk (2012). Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui nilai tegangan sisa akibat proses pelapisan menggunakan induksi laser. Perlu diketahui pelapisan ini dimaksudkan agar material yang dilapisi tahan terhadap korosi. Hasil pengujian utamanya menunjukkan bahwa ada korelasi antara uji kekuatan lelah dengan lokasi crack initiation terhadap bidang tegangan sisa tarik tertinggi. Dimana tegangan sisa terbesar ada pada bagian tengah atau HAZ. 2.2 Dasar Teori Tegangan Sisa Menurut Fitzpatrick dan Lodini (2003), evaluasi tegangan sisa penting dalam peningkatan performa material, mengontrol deformasi dari komponen dan memahami proses industri. Tegangan sisa muncul dari bermacam sumber, diantaranya proses mekanik (permesinan, shot peening), perlakuan panas ( heat treatment, laser treatment), thermomekanik ( forging, welding), atau termokimia (carburizing, nitriding). 9

3 10 Lebih lanjut Fitzpatrick dan Lodini (2003) menjelaskan definisi umum dari tegangan sisa ialah tegangan penyeimbang yang ada dalam material dan berlawanan dengan tegangan lain tanpa adanya tegangan dan gaya dari luar, dan material tersebut berada dalam kondisi temperatur konstan. Memahami prinsip tegangan sisa, sangat erat kaitannya dengan konsep tegangan dan regangan. Dimana tegangan pada suatu titik dapat dihitung setelah regangan diukur. Tegangan menurut Mott (2009) adalah tahanan dalam yang disediakan oleh suatu satuan luas (pascal) bahan terhadap beban luar, dimana tegangan normal (σ) dapat berupa tarik (positif) dan tekan (negatif). Shigley dan Mitchell (1986) mengungkapkan dalam suatu perancangan tegangan diasumsikan terbagi rata. Hasilnya sering disebut tegangan tarik murni, tegangan tekan murni, dan tegangan geser murni. Tegangan (σ) harganya dapat dihitung dari persamaan 2.1. σ = F / A (2.1) dimana, σ = tegangan rata-rata (Pa, MPa) F = pembebanan atau gaya luar (N, Kgf) A = luas penampang (m 2, mm 2 ). Secara teknis regangan atau deformasi adalah satuan tegangan yang digambarkan terhadap pertambahan panjang. Regangan sederhana didapat dari perubahan panjang (ẟ) dibagi panjang awal (l) (Singer dan Pytel, 1995). Menurut Shigley dan Mitchell (1986), regangan ialah pertambahan panjang, atau pemuaian, misalnya sebuah batang lurus diberi beban tarik maka batang itu akan bertambah panjang. Regangan sering digunakan untuk menyatakan satuan regangan. Sementara itu, regangan total untuk mengartikan perpanjangan total, dan perubahan bentuk suatu benda. ε = ẟ/l (2.2) dimana, ε = regangan ẟ = perubahan panjang (m) l = panjang awal (m). 10

4 11 Pada tegangan biaksial harga σ 1 dan σ 2 memiliki nilai, kemudian σ 3 dianggap nol. Formula tegangan utama dihitung berdasarkan persamaan 2.3, atau disebut poisson ratio yang menunjukkan regangan (lateral dan aksial) saling berbanding lurus, menurut batas-batas hukum hooke (Shigley dan Mitchell, 1986). ʋ = - regangan lateral/ regangan aksial (2.3) dimana, ʋ = poisson ratio Bila setiap tegangan utama tersebut bekerja sendiri-sendiri dan kemudian hasilnya digabungkan dengan melakukan super posisi akan tersaji pada persamaan 2.4. Lalu, tegangan triaksial terjadi apabila tiga tegangan utama tersebut sama dengan nol, regangan utamanya diekspresikan pada persamaan 2.5. ε 1 = (σ 1 /E) - (ʋσ 2 /E) ε 2 = (σ 2 /E) - (ʋσ 2 /E) ε 3 = - (ʋσ 1 /E) - (ʋσ 2 /E) (2.4) ε 1 + ʋε 2 = (σ 1 /E) - (ʋσ 2 /E) + (ʋσ 2 /E) - (ʋ 2 σ 1 /E) (2.5) Sehingga dalam menghitung σ1 dan σ2, dipakai persamaan 2.6, σ 1 = [E(ε 1 + ʋε 2 )] / 1-ʋ 2 σ 2 = [E(ε 2 + ʋε 1 )] / 1-ʋ 2 (2.6) Sementara itu, untuk regangan triaksialnya menjadi, ε 1 = (σ 1 /E) - (ʋσ 2 /E) - (ʋσ 3 /E) ε 2 = (σ 2 /E) - (ʋσ 1 /E) - (ʋσ 3 /E) ε 3 = (σ 3 /E) - (ʋσ 1 /E) - (ʋσ 2 /E) (2.7) Kemudian tegangan utamanya menjadi, σ 1 = [Eε 1 (1 - ʋ) + ʋe(ε 2 + ε 3 )] / [1 - ʋ - 2ʋ 2 ] σ 2 = [Eε 2 (1 - ʋ) + ʋe(ε 1 + ε 3 )] / [1 - ʋ - 2ʋ 2 ] σ 3 = [Eε 3 (1 - ʋ) + ʋe(ε 1 + ε 2 )] / [1 - ʋ - 2ʋ 2 ] (2.8) dimana, E = modulus elastisitas (Pa) ʋ = passion ratio ε = regangan σ = tegangan (Pa) 11

5 Hamburan Neutron Metode hamburan neutron merupakan pengukuran tegangan sisa yang didapat dari pengukuran jarak antar regangan. Menurut Muslih (2013) jarak antar atom merupakan pengukur regangan internal suatu benda atau material. Dimana, perubahan jarak antar atom mengindikasikan terjadi regangan pada suatu material. Sehingga bila menggunakan persamaan hukum hooke menjadi, tegangan (σ) sama dengan stiffness tensor (c) dikali regangan (ε) yang terjadi. Stiffness tensor (c) dalam mode 1 dimensi adalah modulus elastisitas bahan. Metode hamburan neutron dipakai untuk mengukur tegangan makrostres tipe I, dan fase atau rata - rata butiran mikrostres tipe II. Biasanya digunakan untuk mengukur regangan dengan ketepatan dalam satuan mm, dimana volume sampel lebih besar dari 1 mm 3. Hamburan neutron diaplikasikan untuk material kristaline dengan ukuran butiran kurang dari 100 mikron. Dimana, pemahaman geometri sampel dan lokasi adalah kunci dari pengukuran dibutuhkan sebelum melakukan pengukuran. Tiga komponen dari regangan dibutuhkan untuk menentukan tegangan di tiga sumbu pada tiap posisi, dan error yang terjadi pada tiap pengukuran regangan yang terkumpul saat berubah menjadi tegangan. Beberapa kasus tegangan utama bisa diambil dari tegangan arah simetrinya, tapi bila tidak diketahui maka dapat diambil dari 6 arah pengukuran regangan yang dibutuhkan pada tiap posisi. Volume pengukuran yang kecil meningkatkan waktu pengukuran. Bila mungkin, memperkirakan gradien tegangan dan memperbesar dimensi pengukuran dalam arah perubahan butir yang terjadi pada regangan. Sementara itu, Webster (2000) mengungkapkan tegangan sisa didapatkan dari pengukuran kisi-kisi tegangan. Secara umum, karena tegangan adalah tensor, pengukuran dilakukan pada 6 orientasi arah untuk benar-benar menentukan kondisi tegangan pada suatu titik. Namun, ketika arah utama diketahui cukup hanya menggunakan 3 orientasi arah. Dasar pengukuran hamburan neutron ditampilkan dengan dua instrumen sumber panjang gelombang yang konstan dan instrumen Time of Flight (TOF). Pengukuran difraksi neutron menggunakan jarak kisi-kisi sebagai pengukuran regangan, yang didapatkan dari hukum bragg: d = λ / 2 sin θ (2.9) 12

6 13 dimana, d = jarak kisi θ = sudut difraksi pada hkl tertentu sebagai area refleksi λ = panjang gelombang radiasi. Kemudian, regangan diukur pada arah hamburan vektor Q yang terbagi menjadi dua yaitu sudut datang dan sudut hamburan. Untuk melengkapi persamaan hukum bragg di atas, perubahan yang terjadi pada jarak kisi-kisi Δd = d-d 0, dimana d 0 adalah jarak kisi-kisi yang tidak mengalami regangan, akan berakibat pada perubahan λ dan θ, (Webster, 2000). ε = (d 1 - d 0 ) / d 0 = -cot (θ 0 ) (θ 1 -θ 0 ) (2.10) dimana, ε = regangan d 1 = jarak kisi sampel terukur d 0 = jarak kisi sampel bebas tegangan θ 1 = sudut hamburan θ 0 = sudut hamburan dari sampel tanpa tegangan. Menurut Webster (2000), Untuk orientasi aksial lebih mudah memilih bentuk menyerupai kubus. Untuk regangan radial dan hoop lebih tepat memilih bentuk volume balok, guna mengambil keuntungan dari kelemahan variasi regangan pada arah aksial. Sebelum melakukan pengukuran harus memperhatikan posisi dan meluruskan sampel pengujian dengan difraktometer. Resolusi spasial pengukuran neutron bergantung pada dimensi lubang/ celah/ slit yang membatasi berkas neutron dan juga mengatur sudut datang dan sudut hamburan berkas neutron. Slit tersebut mengurangi berkas neutron menjadi luasan yang memiliki penampang. Resolusi spasial optimal pada 2θ ada di sudut 90 o. Kemudian, untuk prinsip pengukuran dan arah pengukuran difraksi neutron diilusterasikan pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2. Pengukuran dengan panjang gelombang radiasi monokromatik tunggal didapat dengan mengarahkan berkas yang berisi berbagai macam panjang gelombang neutron ke monokromator kristal. Berkas yang dipantulkan dari monokromator inilah yang akan digunakan, dengan panjang gelombang (λ) ditentukan melalui persamaan

7 14 Gambar 2.1. Prinsip difraksi neutron pada pengukuran regangan. (Webster, 2000) Gambar 2.2. Ring plug dengan geometri aktual dari berkas neutron. (Webster, 2000) Webster (2000) menjelaskan monokromator yang biasa digunakan Cu-220, PG-002, Ge-311, Si-331 and Be-110. Karena adanya hambatan dalam memilih monokromator sudut difraksi, sudut 2θ akan bevariasi untuk tiap laboratorium berkisar antara 2θ 42 dan 2θ 97. Refleksi (hkl) akan disesuaikan dengan bidang (111), (002), (022), atau (311) yang disesuaikan dengan material uji. Prosedur pengukuran aktual untuk eksperimen gelombang konstan dilakukan dengan sinar neutron dari panjang gelombang (λ) tetap yang diarahkan pada spesimen sehingga menghasilkan berkas difraksi. Sebuah detektor neutron sudut sensitif digunakan untuk mengamati berkas di sudut 2θ. Sebuah contoh profil yang sudah direkam ditunjukan pada Gambar

8 15 Gambar 2.3. Profil puncak intensitas neutron untuk refleksi (111) (Webster, 2000) Pola hamburan yang diamati dilengkapi dengan profil Gaussian/ Lorentzian yang simetris. Perubahan posisi puncak Δθ dari nilai regangan nol digunakan dengan persamaan 2.9, untuk menghitung regangan dari persaman ε = Δθ cot θ 0 (2.11) dimana, ε = regangan θ = sudut hamburan θ 0 = sudut hamburan dari sampel tanpa tegangan. Regangan yang diperoleh selanjutnya diubah menjadi tegangan dengan memakai persamaan hokum hooke, seperti diekspresikan pada persamaan σ θ = [E / (1+ʋ). (1-2ʋ)] [(1-ʋ ε θ + v (ε r + ε z )] σ r = [E / (1+ʋ). (1-2ʋ)] [(1-ʋ) ε r + v (ε θ + ε z )] σ z = [E / (1+ʋ). (1-2ʋ)] [(1-ʋ) ε z + v (ε θ + ε r )] (2.12) dimana, σ = tegangan E = modulus elastisitas ε = regangan ʋ = poisson ratio θ, r, z = arah vektor tegangan. 15

9 Proses Pengelasan Pengelasan menurut Wiryosumarto dan Okumura (2000) didefinisikan sebagai sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Selain untuk pembuatan dan perakitan, las biasa dipakai untuk proses perbaikan konstruksi dan struktur mesin. Pengelasan juga harus didasari berbagai macam masalah dan pengetahuan yang perlu dipahami, meski prosesnya terlihat sederhana. Lebih lanjut Wiryosumarto dan Okumura (2000) menyebutkan pengelasan pada baja karbon harus diperhatikan kelompok serta kandungan karbon dalam baja. AISI 1020 yang masuk pada kelompok karbon rendah pada daerah terpengaruh panas/ Heat Affected Zone (HAZ) sangat mudah menjadi keras, sehingga peka terhadap retak lasan. Mengatasi retak las, dapat dengan pemanasan awal serta memilih elektroda dengan kandungan hidrogen rendah. Daerah lasan terdiri dari tiga bagian, (1) logam lasan yaitu bagian dari logam yang pada saat pengelasan mencair kemudian membeku. (2) daerah HAZ, merupakan daerah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las, dimana saat pengelasan mengalami siklus pemanasan dan pendinginan yang cepat. (3) logam induk adalah daerah yang tidak terpengaruh karena pada logam induk ini panas dan temperatur pengelasan tidak menyebabkan perubahan struktur dan sifat Pengelasan SMAW Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW) adalah pengelasan dengan menggunakan busur nyala listrik sebagai sumber panas untuk mencairkan elektroda las. Pengelasan ini menggunakan elektroda yang terbungkus dengan fluks. Panas busur nyala listrik akan mencairkan logam induk dan ujung elektroda, kemudian terjadi proses pembekuan. Penyambungan dan pencairan logam sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya arus. Saat proses pengelasan fluks akan membungkus cairan logam sebagai mekanisme pelindung logam cair terhadap oksidasi. Selain metode pengelasan yang baik, faktor suksesnya penyambungan adalah suatu material memiliki kemampuan derajat kesukaran yang rendah terhadap sambungan las serta memungkinkan konstruksi dibuat dengan jalan 16

10 17 pengelasan sesuai tujuan, dimana hal tersebut menurut Surdia dan Saito (1 999) dinamakan mampu las. Pada pengelasan SMAW bahan fluks dan jenis listrik merupakan hal yang penting. Fluks memegang peranan untuk memantapkan nyala busur dan pemindahan butir-butir cairan logam stabil. Sehingga, bahan penyusun fluks memiliki kemampuan deoksidasi, pembentuk terak, penghasil gas, penambah unsur paduan, dan penstabilan busur. Misalnya untuk elektroda E6013 jenis fluks berbahan kalium titania tinggi. Elektroda ini dipakai pada semua posisi pengelasan, baik datar ( down hand) vertical, over head, dan horizontal. Kawat logam yang dipakai pada inti elektroda dibuat dari baja lunak. Pengelasan SMAW dapat dilakukan dengan tangan, atau pun secara otomatis dengan memasangkan elektroda pada pemegang yang terikat pada peluncur. Mesin las sendiri mampu menghasilkan busur yang timbul dari listik arus bolak balik (AC) dan listrik arus searah (DC). Kemudian, Wiryosumarto dan Okumura (2000) mengungkapkan dalam logam las dapat terjadi cacat las seperti, pemisahan, lubang halus, serta pembekuan, dimana cacat las tersebut dipengaruhi oleh kecepatan pembekuan Sambungan Las Tabel 2.1. Pembuatan alur pengelasan Jenis Alur Tebal Posisi pengelasan Dimensi G 0 D 1 2 T R T-(D 30 F, H, dan O 1 +D 2 ) D 2 T α 1 60 α 2 60 G 0 D 1 2 T R T-(D 30 F, H, dan O 1 +D 2 ) D 2 T α 1 60 α 2 60 Sambungan las pada konstruksi secara umum terbagi menjadi sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut, serta sambungan tumpang. Dimana, sambungan las tumpul merupakan sambungan las yang paling efisien. Jenis alur 17

11 18 yang dapat dipakai seperti V-tunggal, tirus tunggal, U-tunggal, V-ganda, tirus ganda, dan U-ganda. Penetrasinya terdiri dari penetrasi penuh dan sebagian. Sehingga membuat alur las dilakukan melalui beberapa pertimbangan seperti, tebal bahan, bentuk sambungan, penetrasi dan jenis alur. Tabel 2.1 menunjukkan prosedur dalam pembuatan alur Double V Groove dan Double Bevel Groove Parameter Pengelasan 1. Tegangan busur las Nilai tegangan tergantung panjang busur serta jenis elektroda. Wiryosumarto dan Okumura ( 2000) memetakan panjang busur ideal kira-kira seukuran dengan diameter elektroda. Tegangan yang diperlukan untuk elektroda berdiameter 3 sampai 6 mm, kira-kira 20 sampai 30 volt. Busur listrik yang terlalu panjang dapat mengganggu kesetabilan busur. Bagi welder berpengalaman mereka dapat menerka kesetabilan busur hanya dari suaranya, namun pada konteks tersebut sangat sulit mempertahankan panjang busur untuk tetap konstan. 2. Arus pengelasan Wiryosumarto dan Okumura ( 2000) menjelaskan dalam menentukan arus pengelasan diperoleh dari jenis bahan, ukuran, geometri sambungan, posisi pengelasan, jenis dan diameter elektroda. Pada baja sedang, daerah HAZ akan cepat mengeras, maka harus diusahakan pendinginan yang pelan, arus yang besar, lalu bila perlu dilakukan perlakukan panas. 3. Kecepatan pengelasan Pertimbangan dalam menentukan kecepatan pengelasan tergantung jenis dan diameter elektroda, bahan, geometri sambungan, dan ketelitian sambungan. Kecepatan pengelasan tidak berhubungan dengan tegangan las, namun berbanding lurus dengan arus las. Karena pengelasan yang cepat memerlukan arus las yang tinggi Tegangan Sisa Pengelasan Tegangan sisa diduga dapat menjadi salah satu faktor patah getas, deformasi atau perubahan bentuk, serta konsentrasi tegangan pada pengelasan, hal-hal yang perlu dihindari seperti, (1) memilih bahan dengan ketangguhan tinggi. (2) menghindari sambungan yang terlalu dekat. (3) menghindari perencanaan sambungan las dengan banyak penahan. (4) menentukan tahapan pengelasan yang 18

12 19 tepat, kemudian (5) dilakukan perlakukan panas lanjutan untuk menurunkan nilai tegangan sisa Struktur Metalografi Baja mempunyai beberapa fasa yaitu austenit, ferit, perlit, bainit, martensit. Misal, pada temperatur 722 C baja memiliki fasa berbentuk ferit dan pearlit, lalu diatas 722 C fasanya berupa campuran austenit dan ferit. Pada temperatur 843 C fasanya berupa austenit. Variasi laju pendingan dari austenit ini dapat mengatur fasa dari baja. Pendinginan cepat akan didapat baja martensit, pendinginan lambat baja berbentuk ferrite dan perlite, untuk pendinginan menengah berbentuk bainite (Jokosisworo, 2006). Pengamatan struktur mikro penting untuk mempelajari sifat-sifat bahan setelah proses pengelasan. Menurut Setiawan dan Wardana (2006), struktur mikro yang terbentuk ditentukan oleh proses pendinginan. Beberapa faktor yang mempengaruhi struktur mikro, seperti komposisi akhir logam las, jenis kawat las, serta kondisi udara saat pengelasan. Wiryosumarto dan Okumura (2000) menyampaikan proses pendinginan umumnya berlangsung secara cepat sehingga untuk menganalisa struktur mikro hasil pengelasan tidak dapat digunakan diagram fasa. Karena itu untuk analisa struktur mikro hasil pengelasan dapat menggunakan diagram Continuous Cooling Transformation (CCT), atau yang ditunjukan Gambar 2.4. Dimana, struktur mikro yang dihasilkan berubah sesuai kecepatan pendinginan, dari ferrite dan peralite menjadi ferrite-pearlite-bainite-martensite, ferrite-bainite-martensite, bainitemartensite, kemudian martensite untuk kecepatan pendinginan cepat. Aisyah (2010) pada penelitiannya menyebutkan pengelasan pada baja karbon merubah struktur mikro dan sifat mekanik. Pada daerah lasan terbentuk struktur ferrite widmanstatten, ferrite acicular, dan ferrite batas butir, sehingga daerah las menjadi keras, namun getas dibanding logam induk. Pendinginan yang cepat pada daerah las mengakibatkan tersimpan energi tegangan sisa tertinggi. Lalu, daerah HAZ memiliki struktur mikro bainite yang merupakan agregat dari ferrite dan cementite. Perlu diketahui, menurut Rochim (1993) struktur metalografi berkaitan dengan kemampuan suatu komponen mencegah kerusakan. Gaya yang bereaksi 19

13 20 akan membuat bagian-bagian komponen terjadi tegangan. Tegangan itu akan terakumulasi bersama tegangan sisa, yang bila harganya melebihi kekuatan material akan menimbulkan retak mikro. Apabila beban berfluktuasi dalam jangka waktu yang lama retak mikro akan membesar dan terjadi kerusakan akibat kelelahan (fatique). Gambar 2.4. Diagram Continuous Cooling Transformation (CCT) baja karbon (Callister, 2001) Material Teknik Sifat-Sifat Mekanik Material teknik menurut Vlack dan Djaprie (1992), berkorelasi erat dengan parameter-parameter sifat mekanik bahan, dimana deformasi terjadi apabila bahan (material) mengalami gaya. Parameter sifat mekanik bahan adalah sebagai berikut: 1. Regangan ( strain) adalah besar deformasi persatuan panjang. Regangan awal juga berbanding lurus dengan nilai tegangan, serta memiliki sifat mampu balik (reversible), bila tegangan ditiadakan regangan hilang, fenomena ini disebut regangan elastis. Sementara itu, regangan plastis terjadi bila regangan tetap ada pada material saat tegangan ditiadakan. 2. Tegangan (stress) adalah gaya persatuan luas. Dimana, selama deformasi suatu material menyerap energi terhadap gaya yang bekerja sepanjang jarak deformasi. 20

14 21 3. Kekuatan ( strength) adalah ukuran besar gaya yang diperlukan hingga bahan rusak atau patah. Lalu, ketahanan suatu bahan terhadap deformasi palstis disebut kekuatan luluh. 4. Keuletan (ductility) nilai regangan plastis sebelum terjadi patah atau kegagalan. Deformasi plastis umumnya terletak pada daerah susut, dimana persentase perpanjangan tergantung pada panjang ukur. 5. ketangguhan ( toughness) adalah jumlah energi yang mampu diserap suatu bahan hingga terjadi patahan Struktur Kristal Menurut Callister ( 2001), Kristal merupakan susunan atom-atom secara teratur dalam pola tiga dimensi. Struktur kristal berhubungan serta berpengaruh terhadap sifat-sifat suatu bahan. Deskripsi struktur kristal didekati dengan bentuk bola padat dengan ukuran dan diameter tertentu sebagai unit sel. Struktur kristal pada konteks pengukuran tegangan sisa dengan metode hamburan neutron dipakai untuk menentukan arah bidang kristal. Unit sel pada struktur kristal secara umum diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Face Centered Cubic (FCC) Gambar 2.5. (a) Struktur kristal face centered cubic, (b) FCC dalam unit sel, (c) susunan FCC dalam banyak atom. (Callister, 2001) 21

15 22 Struktur kristal tipe FCC banyak ditemukan pada material logam, dengan atom terletak di setiap sudut-sudut dan pusat di semua sisi-sisi kubus. Mateial logam dengan struktur kristal FCC seperti, tembaga, alumunium, perak, serta emas. Gambar struktur kristal FCC tersaji pada Gambar Body Centered Cubic (BCC) BCC adalah unit sel dengan atom yang terletak pada sudut sudut kubus dan atom tunggal di pusat kubus. Jadi BCC terdiri dari dua atom ditiap sel, satu atom di delapan sudut, dan satu yang lainnya pada pusat atom tunggal. Material yang memiliki struktur kristal BCC seperti kromium, besi, dan tungsten. Gambar 2.6 merupakan citra dari unit sel BCC. Gambar 2.6. (a) Struktur kristal body centered cubic, (b) BCC dalam unit sel, (c) susunan BCC dalam banyak atom. (Callister, 2001) 3. Hexagonal Close Packed (HCP) Gambar 2.7. (a) HCP dalam unit sel, (b) susunan HCP dalam banyak atom (Callister, 2001). Unit sel struktur kristal tidak semuanya berbentuk kubus. Gambar 2.7 menunjukkan struktur kristal berbentuk Hexagonal Close Packed (HCP). Sisi bagian atas dan bawah terdiri dari enam atom membentuk segi enam yang 22

16 23 mengelilingi atom tunggal ditengah. Lalu ada tambahan tiga atom diantara bagian atas dan bawah, jadi total ada 17 atom tunggal. Material dengan struktur kristal HCP meliputi, kadmium, magnesium, titanium, dan seng Arah dan Bidang Kristalografi Menurut Callister (2001), a rah kristalografi didefinisikan sebagai garis antara dua titik atau unit vektor berdasarkan aksisnya. Arah suatu kristal ditulis dengan tanda kurung [ ], misal arah [100], [110], atau [111]. Berikut ini langkah-langkah menentukan tiga bidang kristalografi: 1. Sebuah vektor diposisikan hingga melewati sistem koordinat 2. Panjang vektor dari tiga sumbu masing-masing telah ditentukan menurut dimensi unit satuan a, b, dan c. 3. Ketiga vektor dikali atau dibagi dengan faktor umum sehingga didapat nilai integer terkecil. 4. Ketiga indeks disajikan dalam persegi kurung [uvw], dengan u, v, dan w adalah bilangan bulat sesuai proyeksi sepanjang x, y, dan z. Arah kristalografi pada unit sel disajikan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8. Arah unit sel [100], [110], dan [111]. (Callister, 2001) Sementara itu bidang kristalografi adalah objek dua dimensi, garis normal dari bidang irisan digunakan untuk mendeskripsikan bidang ini. unit sel dipakai sebagai dasar, pada sistem koordinat tiga sumbu. Kecuali sistem kristal heksagonal, bidang kristalografi dijelaskan dengan tiga indeks miller (hkl), ditulis dalam tanda kurung, (Callister, 2001). 23

17 24 Prosedur yang dipakai dalam menentukan nomor indeks h, k, dan l, adalah sebagai berikut: 1. Bidang dibuat pada unit sel, bidang baru dibuat dari sudut unit sel yang lain. 2. Bidang kristalografi berpotongan atau parallel dari tiap-tiap tiga sumbu, panjang potongan untuk setiap sumbu ditentukan dalam parameter kisi a, b, dan c. 3. Sebuah bidang sejajar dengan sumbu memiliki indeks nol. 4. Tiga angka indeks dibuat menjadi ukuran terkecil dengan bilangan bulat, perkalian dan pembagian dengan faktor umum. 5. Indeks disajikan tanpa koma dalam kurung, seperti pada Gambar 2.9, (hkl). Gambar 2.9. Representasi bidang krisalografi, a. (001), b. (110), dan c. (111). (Callister, 2001) Frekuensi Natural (Getaran) Getaran terdiri dari getaran bebas dan paksa. Getaran bebas terjadi apabila sistem berosilasi akibat gaya dalam sistem dan tidak terdapat gaya dari luar. Sistem ini akan mengalami getaran dengan satu frekuensi natural atau lebih, akibat distribusi massa dan kekakuannya. Getaran paksa terjadi akibat gaya luar, 24

18 25 dimana sistem dibuat bergetar sesuai frekuensi rangsangan. Apabila frekuensi rangsangan sama dengan frekuensi natural sistem maka terjadi resonansi dan osilasi yang berlebih (Mustafa, 2011). Meningkatnya frekuensi natural sistem dapat menyebabkan getaran berlebih, yang mampu mengakibatkan kerusakan suatu elemen mesin. Solusi mengurangi getaran dapat dengan cara membuat redaman hingga level tertentu. Model matematika Yongyi dan Lichuan (1996) terkait hub ungan tegangan sisa dengan frekuensi natural menyebutkan bahwa makin tinggi tegangan sisa akibat pengelasan maka frekuensi natural komponen akan meningkat. Jason, dkk (2014) juga menyebutkan tegangan sisa akibat pengelasan dapat berpengaruh terhadap nilai frekuensi natural sistem. Besarnya modulus kekakuan ditentukan oleh nilai pertambahan panjang Δl, dimana semakin kecil Δl berakibat semakin kaku sebuah sistem. Sementara itu, rumus umum yang dipakai untuk menentukan frekuensi pribadi seperti diekspresikan persamaan Pada konteks pengelasan logam perubahan struktur mikro dan timbulnya tegangan sisa telah meningkatkan nilai modulus kekakuan pada massa benda yang sama. Perubahan parameter kisi sebagai pembanding dalam menentukan tegangan sisa dapat identik dengan pertambahan panjang Δl untuk mencari regangan (ε). F = k. Δx (2.13) Δl = l 1 - l 0 (2.14) k = F / Δl (2.15) ω n = (k/m) (2.16) dimana, F = gaya yang bekerja (N) Δx = perpindahan (m) l = panjang (m) ω n = frekuensi natural k = modulus kekakuan (N/m) m = massa/ berat (kg) 25

Gambar 4.1. Hasil pengamatan struktur mikro.

Gambar 4.1. Hasil pengamatan struktur mikro. 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikro Struktur mikro yang dihasilkan pada Gambar 4.1 memiliki tiga bagian, titik 0 mm dan 5 mm dari sumbu las masuk pada daerah las, titik 10 mm dan 15 mm sudah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Poros yang disambung dengan pengelasan membutuhkan pengamatan yang detail dalam perancangannya, khususnya tegangan sisa, struktur mikro dan frekuensi natural yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Poros merupakan salah satu komponen yang lazim terpasang dalam suatu mekanisme mesin, seperti mesin giling, mesin perontok, mesin pengaduk, mesin crusher, dan jenis

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus oleh spesimen selama uji tarik dan dipisahkan oleh daerah penampang lintang yang asli. Kekuatan

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Rear Axle Shaft pada mobil diesel disambung dengan pengelasan. (www.competitiondiesel.com).

Gambar 1.1. Rear Axle Shaft pada mobil diesel disambung dengan pengelasan. (www.competitiondiesel.com). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Poros merupakan salah satu elemen mesin yang fungsinya sangat signifikan dalam konstruksi mesin. Sunardi, dkk. (2013) menyatakan bahwa poros digunakan dalam mesin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja Baja adalah paduan antara unsur besi (Fe) dan Carbon (C) serta beberapa unsur tambahan lain, seperti Mangan (Mn), Aluminium (Al), Silikon (Si) dll. Seperti diketahui bahwa,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh arus pengelasan

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh arus pengelasan 6 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjuan Pustaka Joko Santoso (2005) telah meneliti tentang pengaruh arus pengelasan terhadap kekuatan tarik dan ketangguhan las SMAW terhadap elektroda E7018. Penelitian ini

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF

Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF TUGAS AKHIR Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF Disusun : DIDIT KURNIAWAN NIM : D.200.03.0169 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2 PENGARUH VARIASI KECEPATAN PENGELASAN PADA PENYAMBUNGAN PELAT BAJA SA 36 MENGGUNAKAN ELEKTRODA E6013 DAN E7016 TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2 Lecture

Lebih terperinci

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang * ANALISA PENGARUH KUAT ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, KEKUATAN TARIK PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN LAS SMAW MENGGUNAKAN JENIS ELEKTRODA E7016 Anjis Ahmad Soleh 1*, Helmy Purwanto 1, Imam Syafa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Baja merupakan bahan konstruksi yang sangat baik, sifat baja antara lain kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah kemampuan untuk berdeformasi

Lebih terperinci

Analisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan

Analisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan Analisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan Imam Basori Universitas Negeri Jakarta, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin Jl. Rawamangun Muka,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3. 1Diagram Alur Penelitian Mulai Studi literatur Identifikasi masalah Persiapan spesimen uji Pemilihan material spesimen ( baja SS-400 ) Pemotongan dan pembuatan kampuh las Proses

Lebih terperinci

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SKRIPSI / TUGAS AKHIR SKRIPSI / TUGAS AKHIR PENGARUH BENTUK KAMPUH LAS TIG TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA ST 37 CAHYANA SUHENDA (20408217) JURUSAN TEKNIK MESIN LATAR BELAKANG Pada era industrialisasi dewasa ini teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada waktu ini teknik las telah banyak dipergunakan secara luas dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang (cast iron), besi dan baja. Luasnya

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan karat dan baja karbon banyak diterapkan di bidang teknik, diantaranya kereta api, otomotif, kapal dan industri lain.

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS (TIG) TERHADAP KEKUATAN TARIK HASIL SAMBUNGAN LAS PADA BAJA KARBON RENDAH SNI_07_3567_BJDC_SR DENGAN KETEBALAN PLAT 0,68 MM DAN 1,2 MM EFRIZAL ARIFIN

Lebih terperinci

ANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA ST37 PASCA PENGELASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN MENGGUNAKAN SMAW. Yassyir Maulana

ANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA ST37 PASCA PENGELASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN MENGGUNAKAN SMAW. Yassyir Maulana ANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA ST37 PASCA PENGELASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN MENGGUNAKAN SMAW Yassyir Maulana Program Studi Teknik Mesin, Universitas Islam Kalimantan MAB Jl. Adhyaksa No.2 Kayutangi

Lebih terperinci

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41 C.8 PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41 Fauzan Habibi, Sri Mulyo Bondan Respati *, Imam Syafa at Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW) Page : 1 LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW) 1. PENDAHULUAN. Las busur listrik elektrode terbungkus ialah salah satu jenis prose las busur listrik elektrode terumpan,

Lebih terperinci

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW) MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW) PROGRAM IbPE KELOMPOK USAHA KERAJINAN ENCENG GONDOK DI SENTOLO, KABUPATEN KULONPROGO Oleh : Aan Ardian ardian@uny.ac.id FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam dunia industri, bahan-bahan yang digunakan kadang kala merupakan bahan yang berat. Bahan material baja adalah bahan paling banyak digunakan, selain jenisnya bervariasi,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK Syaripuddin Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : syaripuddin_andre@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER Wisma Soedarmadji*), Febi Rahmadianto**) ABSTRAK Tungsten Innert Gas adalah proses

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA TUGAS AKHIR PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program

Lebih terperinci

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS A. Gambaran Umum Deformasi. Deformasi adalah perubahan bentuk akibat adanya tegangan dalam logam yaitu tegangan memanjang dan tegangan melintang, yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083

Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083 Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 8, No.2, Mei 2017 27 Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083 Satrio Hadi 1, Rusiyanto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka

I. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dahulu kala. Sumber energi yang digunakan pada zaman dahulu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau sampah. Karena suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut: 1. Pembuatan kampuh dan proses pengelasan dilakukan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung, 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi

BAB I PENDAHULUAN. logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA Pudin Saragih 1 Abstrak. Kekuatan sambungan las sangat sulit ditentukan secara perhitungan teoritis meskipun berbagai

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN (Studi Kasus: PT.FREEPORT INDONESIA, Papua) Oleh : NAMA : PETRUS KADEPA NIM

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PENGELASAN

DASAR-DASAR PENGELASAN DASAR-DASAR PENGELASAN Pengelasan adalah proses penyambungan material dengan menggunakan energi panas sehingga menjadi satu dengan atau tanpa tekanan. Pengelasan dapat dilakukan dengan : - pemanasan tanpa

Lebih terperinci

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk.

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk. IV - 1 BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN SMAW adalah proses las busur manual dimana panas pengelasan dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda terumpan berpelindung flux dengan benda kerja.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design,

I. PENDAHULUAN. berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design, I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua potong logam dengan pemanasan sampai keadaan plastis atau cair, dengan atau tanpa tekanan. Perlu diketahui bahwa ada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Spesimen 4.1.1. Proses Pengelasan Setelah pengamatan, pengukuran serta pengujian dilaksanakan terhadap masing-masing benda uji, pada pengelasan

Lebih terperinci

Pengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah

Pengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah Pengaruh Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah Yusril Irwan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Jl. PKH. Mustafa No. 23. Bandung 4124 Yusril@itenas.ac.id,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai elemen mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya, poros menerima beban yang terkombinasi berupa beban puntir dan beban lentur yang berulangulang (fatik). Kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam industri, teknologi konstruksi merupakan salah satu teknologi yang memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan manusia. Perkembangannya

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37 PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

WELDABILITY, WELDING METALLURGY, WELDING CHEMISTRY

WELDABILITY, WELDING METALLURGY, WELDING CHEMISTRY WELDABILITY, WELDING METALLURGY, WELDING CHEMISTRY Sarjito Jokosisworo Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK Sambungan las merupakan bagian penting dari stuktur/bangunan

Lebih terperinci

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016 PENGARUH ELEKTRODA TERHADAP TEGANGAN SISA DAN SIFAT MEKANIK PADA PENGELASAN BAJA Asmadi, Bahrul Ilmi Program Studi Teknik Mesin Universitas IBA Email : asmadilubay4@gmail.com ABSTRAK Pada proses pengelasan

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM

PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM 1.1 STRUKTUR ATOM Setiap atom terdiri dari inti yang sangat kecil yang terdiri dari proton dan neutron, dan di kelilingi oleh elektron yang bergerak. Elektron dan

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012 08/01/2012 MATERI KE II Pengujian merusak (DT) pada las Pengujian g j merusak (Destructive Test) dibagi dalam 2 bagian: Pengujian di bengkel las. Pengujian skala laboratorium. penyusun: Heri Wibowo, MT

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL. Sutrisna*)

PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL. Sutrisna*) PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL Sutrisna*) Abstrak Pengelasana adalah proses penyambungan dua buah logam atau lebih melalui proses pencairan setempat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan pemeliharaan dari semua alat-alat yang terbuat dari logam, baik sebagai proses penambalan retak-retak,

Lebih terperinci

PENGARUH HEAT TREATMENT

PENGARUH HEAT TREATMENT TUGAS AKHIR PENGARUH HEAT TREATMENT SESUDAH PENGELASAN (POST WELD) PADA BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KOMPOSISI KIMIA Disusun : CATUR WIDODO YUNIANTO

Lebih terperinci

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( ) 1. Jelaskan tahapan kerja dari las titik (spot welding). Serta jelaskan mengapa pelelehan terjadi pada bagian tengah kedua pelat yang disambung Tahapan kerja dari las titik (spot welding) ialah : Dua lembaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Las Pengelasan ( welding) adalah salah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan. Definisi

Lebih terperinci

DASAR TEKNOLOGI PENGELASAN

DASAR TEKNOLOGI PENGELASAN DASAR TEKNOLOGI PENGELASAN Pengelasan adalah suatu proses dimana bahan dengan jenis sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian

Lebih terperinci

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERAAN DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERAAN DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERAAN DAN STRUKTUR MIKRO Prof.Ir.Sasi Kirono,Msi 1., Arief Sanjaya Lecture 1,College student,departement

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Material yang digunakan adalah baja AISI 1045 berupa pelat yang memiliki komposisi kimia sebagai berikut : Tabel 7.

Lebih terperinci

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN 1829-8370 (p) 2301-9069 (e) http://ejournal.undip.ac.id/index.php/kapal KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN Pengujian Tarik Dan Impak Pada Pengerjaan Pengelasan SMAW Dengan Mesin Genset

Lebih terperinci

BAB I LAS BUSUR LISTRIK

BAB I LAS BUSUR LISTRIK BAB I LAS BUSUR LISTRIK A. Prinsip Kerja Las Busur Listrik Mengelas secara umum adalah suatu cara menyambung logam dengan menggunakan panas, tenaga panas pada proses pengelasan diperlukan untuk memanaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan, karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI PENGELASAN PIPA UNTUK PROSES SMAW. SMAW ( Shielded Metal Arc Welding ) salah satu jenis proses las busur

BAB III TEKNOLOGI PENGELASAN PIPA UNTUK PROSES SMAW. SMAW ( Shielded Metal Arc Welding ) salah satu jenis proses las busur III- 1 BAB III TEKNOLOGI PENGELASAN PIPA UNTUK PROSES SMAW 3.1 Pendahuluan SMAW ( Shielded Metal Arc Welding ) salah satu jenis proses las busur listrik electrode terumpan, yang menggunakan busur listrik

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK PENGELASAN SMAW PADA BAJA KARBON RENDAH ST 42 DENGAN ELEKTRODA E 7018

STUDI KARAKTERISTIK PENGELASAN SMAW PADA BAJA KARBON RENDAH ST 42 DENGAN ELEKTRODA E 7018 STUDI KARAKTERISTIK PENGELASAN SMAW PADA BAJA KARBON RENDAH ST 42 DENGAN ELEKTRODA E 7018 Ferry Budhi Susetyo, Ja far Amirudin, Very Yudianto Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelasan adalah salah satu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic) HEAT TREATMENT Perlakuan panas (heat treatment) ialah suatu perlakuan pada material yang melibatkan pemanasan dan pendinginan dalam suatu siklus tertentu. Tujuan umum perlakuan panas ini ialah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi dalam bidang konstruksi yang semakin maju dewasa ini, tidak akan terlepas dari teknologi atau teknik pengelasan karena mempunyai peranan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui isi unsur kandungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui isi unsur kandungan 4.1 Pengujian Struktur Mikro BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui isi unsur kandungan yang terdapat didalam spesimen baja karbon rendah yang akan diuji. Dengan

Lebih terperinci

Las busur listrik atau las listrik : Proses penyambungan logam dengan menggunakan tegangan listrik sebagai sumber panas.

Las busur listrik atau las listrik : Proses penyambungan logam dengan menggunakan tegangan listrik sebagai sumber panas. PENGELASAN TIM PERBENGKELAN FTP UB Las busur listrik Las busur listrik atau las listrik : Proses penyambungan logam dengan menggunakan tegangan listrik sebagai sumber panas. Prinsip : 1) menyambung logam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL PELAT BAJA KARBON RENDAH LAMA PENEKANAN DAN TEGANGAN LISTRIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

PENGARUH TEBAL PELAT BAJA KARBON RENDAH LAMA PENEKANAN DAN TEGANGAN LISTRIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGARUH TEBAL PELAT BAJA KARBON RENDAH LAMA PENEKANAN DAN TEGANGAN LISTRIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Joko Waluyo 1 1 Jurusan Teknik Mesin Institut Sains & Teknologi AKPRIND

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARU ARUS PENGELASAN DENGAN METODE SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON RENDAH ABSTRAK

ANALISIS PENGARU ARUS PENGELASAN DENGAN METODE SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON RENDAH ABSTRAK ANALISIS PENGARU ARUS PENGELASAN DENGAN METODE SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON RENDAH Yafet Bontong Staf Pengajar Prodi Teknik Mesin Universitas Kristen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340

PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340 Jurnal Ilmiah TEKNIKA PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340 Bahrul Ilmi* *Dosen Program Studi Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu

Lebih terperinci

PENGARUH HASIL PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA ST 42

PENGARUH HASIL PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA ST 42 ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 201 PENGARUH HASIL PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA ST 42 Saripuddin M, Dedi Umar Lauw Dosen Prodi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL Cahya Sutowo, Arief Sanjaya Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jurusan Teknik Mesin ABSTRAK Pengelasan adalah proses

Lebih terperinci

EFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37

EFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37 EFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37 Subardi 1), Djoko Suprijanto 2), Roza Lyndu R. Mahendra 3) Abstract The present study aims to investigate the effect

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis, SIFAT MEKANIK BAHAN Sifat (properties) dari bahan merupakan karakteristik untuk mengidentifikasi dan membedakan bahan-bahan. Semua sifat dapat diamati dan diukur. Setiap sifat bahan padat, khususnya logam,berkaitan

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Las dalam bidang konstruksi sangat luas penggunaannya meliputi konstruksi jembatan, perkapalan, industri karoseri dll. Disamping untuk konstruksi las juga dapat untuk

Lebih terperinci

Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN

Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN PENGARUH MASUKAN PANAS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KETANGGUHAN PADA PENGELASAN SHIELD METAL ARC WELDING (SMAW) DARI PIPA BAJA DIAMETER 2,5 INCHI Susri Mizhar, Ivan Hamonangan Pandiangan Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP HASIL PENGELASAN TIG PADA BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP HASIL PENGELASAN TIG PADA BAJA KARBON RENDAH Pengaruh Media.. Baja Karbon Rendah PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP HASIL PENGELASAN TIG PADA BAJA KARBON RENDAH Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra INTISARI Las TIG adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

PENGARUH PREHEAT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK LAS LOGAM TAK SEJENIS BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK AISI 304 DAN BAJA KARBON A36

PENGARUH PREHEAT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK LAS LOGAM TAK SEJENIS BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK AISI 304 DAN BAJA KARBON A36 PENGARUH PREHEAT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK LAS LOGAM TAK SEJENIS BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK AISI 304 DAN BAJA KARBON A36 Saifudin 1, Mochammad Noer Ilman 2 Jurusan Teknik Mesin dan Industri,

Lebih terperinci

PENGARUH PENDINGINAN CAIRAN RADIATOR COOLANT (RC) AHM TERHADAP KEKUATAN TARIK HASIL PENGELASAN SMAW PADA PLAT BAJA ST 37

PENGARUH PENDINGINAN CAIRAN RADIATOR COOLANT (RC) AHM TERHADAP KEKUATAN TARIK HASIL PENGELASAN SMAW PADA PLAT BAJA ST 37 PENGARUH PENDINGINAN CAIRAN RADIATOR COOLANT (RC) AHM TERHADAP KEKUATAN TARIK HASIL PENGELASAN SMAW PADA PLAT BAJA ST 37 Syarif Faidillah¹, Kosjoko², Andik Irawan³ ¹Mahasiswa, ²Dosen Pembimbing I, ³Dosen

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Sambungan Las Baja Karbon Rendah Dengan Metode Taguchi

Peningkatan Kualitas Sambungan Las Baja Karbon Rendah Dengan Metode Taguchi FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl Peningkatan Kualitas Sambungan Las Baja Karbon Rendah Dengan Metode Taguchi Amir Arifin 1*, Tommy Sulistyawan

Lebih terperinci

PENGARUH POLA GERAKAN ELEKTRODE DAN POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKERASAN HASIL LAS PADA BAJA ST60

PENGARUH POLA GERAKAN ELEKTRODE DAN POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKERASAN HASIL LAS PADA BAJA ST60 JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 2, OKTOBER 2015 1 PENGARUH POLA GERAKAN ELEKTRODE DAN POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKERASAN HASIL LAS PADA BAJA ST60 Oleh: Achmad Nurul Qomari, Solichin, Prihanto Tri

Lebih terperinci

PENGARUH BESAR ARUS LISTRIK DAN PANJANG BUSUR API TERHADAP HASIL PENGELASAN.

PENGARUH BESAR ARUS LISTRIK DAN PANJANG BUSUR API TERHADAP HASIL PENGELASAN. PENGARUH BESAR ARUS LISTRIK DAN PANJANG BUSUR API TERHADAP HASIL PENGELASAN. Fenoria Putri Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya Jl.Srijaya Negara Bukit Besar Palembang 30139 Telp: 0711-353414,

Lebih terperinci

PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4

PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4 PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4 Petrus Heru Sudargo 1*, Sarwoko 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Akademi Teknologi

Lebih terperinci