DUKUNGAN SOSIAL PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN SOCIAL SUPPORT THEORY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DUKUNGAN SOSIAL PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN SOCIAL SUPPORT THEORY"

Transkripsi

1 DUKUNGAN SOSIAL PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN SOCIAL SUPPORT THEORY Rahmi Imelisa, Achir Yani S. Hamid, dan Novy Helena C.D. Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Kota Depok, Indonesia Abstrak Isolasi sosial merupakan salah satu gejala negatif pada klien dengan skizofrenia. Isolasi sosial yang dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan masalah lain yaitu halusinasi. Isolasi sosial perlu ditangani dengan memberikan latihan sosialisasi diantaranya dengan terapi Social Skill Training. Hasil akhir yang diharapkan adalah tanda dan gejala isolasi sosial menurun dan kemampuan bersosialisasi klien. Selain kemampuan klien sendiri, dukungan sosial dari orangorang di sekitar klien memiliki dampak pada hasil akhir tadi. Karya Ilmiah Akhir ini bertujuan untuk menjelaskan manajemen asuhan keperawatan spesialis jiwa pada klien dengan isolasi sosial yang diberikan terapi Social Skill Training. Kerangka yang digunakan adalah Model Stres Adaptasi Stuart dan dilengkapi dengan Teori Social Support Schaffer untuk mengetahui dukungan sosial yang didapatkan klien pada tatanan rumah sakit dan komunitas. Analisa dilakukan pada 14 klien, yang terdiri dari 8 klien yang dirawat di rumah sakit dan 6 klien yang dirawat di rumah. Hasil analisa menunjukkan bahwa penurunan tanda dan gejala yang berhasil dicapai di komunitas lebih rendah dibandingkan dengan penurunan tanda dan gejala yang dicapai pada klien isolasi sosial di rumah sakit, dan peningkatan kemampuan sosialisasi responden yang dirawat di rumah sakit lebih besar dibandingkan dengan rata-rata peningkatkan kemampuan sosialisasi responden yang dirawat di komunitas. Saran dari Karya Ilmiah Akhir ini adalah untuk meningkatkan dukungan sosial di rumah sakit dan di komunitas, terutama untuk memberdayakan keluarga sebagai sumber utama pemberi dukungan sosial. Kata kunci: dukungan sosial; isolasi sosial; skizofrenia Abstract Social isolation is one of negative symptom to schiphrenic client. Prolonged social isolation will cause another problem that is hallucination. Social isolation need to be treated by train their social skill with Social Skill Training therapy. The expected outcome is decrease of social isolation sign and symptoms and increase of social skill. Beside the client s skill, social support from another has an effect to those outcome. This Karya Ilmiah Akhir aim to explain the psychiatric spesialist nursing management to client with social isolation who has been treated with Social Skill Training. The Stuart Stress Adaptation Model and Schaffer Social Support Theory are used as the framework to describe futher about social support to the client at hospital and community setting. Sample of this paper is 14 clients comprises 8 client at hospital and 6 client at community. The result shows that decrease of sign and symptoms in client at community is lower than client at hospital, and the increasing social skill is bigger in

2 client at hospital than the client at community. This paper suggest to increase social support to the client in hospital and community, especially to empower family as the biggest resources of social support. Keyword: schizophrenia; social isolation; social support Pendahuluan Disfungsi sosial adalah tanda yang jelas dari skizofrenia. Gangguan pada fungsi sosial merupakan salah satu kriteria diagnostik dari skizofrenia di dalam DSM-IV-TR (APA, 2000 dalam Townsend, 2009). Skizofrenia dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap sosialisasi klien. Sosialisasi klien dapat semakin buruk karena adanya faktor lain yaitu adanya harga diri rendah (Stuart, 2009). Isolasi sosial sangat rentan terjadi pada seluruh klien dengan skizofrenia karena dapat merupakan dampak langsung maupun tidak langsung dari masalah lain ataupun lingkungan sosial di sekitar klien. Isolasi sosial menurut NANDA didefinisikan sebagai kesendirian yang dialami oleh individu dan dirasakan mengganggu oleh orang lain dan sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (NANDA, 2012). Isolasi sosial terjadi saat seseorang tidak mampu membangun hubungan yang kooperatif dan saling ketergantungan dengan orang lain (Stuart, 2009). Jika tidak diatasi dengan tepat, maka klien dengan isolasi sosial berisiko mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku mencederai diri sendiri ataupun orang lain (Keliat, Panjaitan & Helena, 2005). Klien dengan isolasi sosial di RSJ memiliki sumber-sumber koping yang beragam yang dapat digunakan klien untuk memperbaiki kemampuan sosialisasinya seperti adanya klien lain di sekitar klien yang melakukan kegiatan bersama-sama dan teratur. Adanya perawat yang setiap hari melakukan intervensi melalui komunikasi terapeutik. Dan tersedianya aktivitas lain seperti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dan rehabilitasi. Meningkatkan kesejahteraan klien dalam hal ini adalah perbaikan kondisi klien atau lebih spesifiknya adalah meningkatnya sosialisasi klien, diperlukan berbagai dukungan yang dapat memperkuat mekanisme koping klien. Seperti dinyatakan oleh Shumaker dan Brownell (1984 dalam Peterson & Bredow, 2004) bahwa dukungan sosial merupakan pertukaran sumber yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan klien sebagai penerima support.

3 Dukungan yang perlu ada bagi klien dengan isolasi sosial antara lain adalah dukungan emosional, yang bisa didapatkan dari keluarga atau sesama klien. Dukungan informasi yang diperlukan klien selama menghadapi kondisi stres, bisa diberikan oleh pemberi layanan kesehatan. Dukungan lain berupa peralatan atau pelayanan kesehatan, seperti tersedianya puskesmas, rumah sakit dan penggunaan obat-obatan. Dukungan penilaian dapat diberikan oleh keluarga atau perawat dengan memberikan penguatan dan pendapat yang positif terhadap perilaku positif klien. Dukungan sosial dapat mempengaruhi status kesehatan, perilaku sehat, dan penggunaan pelayanan kesehatan (Stewart, 1993 dalam Peterson & Bredow, 2004). Penyusun menemukan bahwa peningkatan kemampuan sosialisasi klien yang diberikan terapi SST lebih baik dan lebih cepat perubahannya pada klien yang dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan klien yang dirawat di komunitas. Perbedaan sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor yang membedakan perubahan klien tersebut. Seperti disampaikan oleh Shumaker dan Brownell (1984 dalam Peterson & Bredow, 2004) bahwa dukungan sosial merupakan suatu pertukaran sumber-sumber antara pemberi dan penerima yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan penerima. Teori yang dapat menjelaskan dukungan sosial dengan lebih jelas adalah teori yang dikemukakan oleh Schaffer (2004) yaitu Social Support Theory. Teori ini menjelaskan bagaimana dukungan sosial berhubungan dengan koping dan kesehatan. Pendekatan teori ini dapat menjelaskan dukungan sosial yang ada di sekitar klien dan pengaruhnya terhadap kondisi klien. Karya Ilmiah Akhir ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai manajemen asuhan keperawatan spesialis jiwa pada klien dengan isolasi sosial yang diberikan terapi Social Skill Training (SST) dengan menggunakan Social Support Theory dari Marjorie A. Schaffer. Tinjauan Teoritis Model Stress Adaptasi Stuart adalah model yang mengintegrasikan aspek biologis, psikologis, sosial budaya, lingkungan dan aspek legal-etis dari pelayanan kepada pasien ke dalam satu kerangka kerja untuk praktik (Stuart, 2009).

4 Faktor predisposisi adalah faktor yang mempengaruhi baik tipe maupun jumlah sumbersumber yang dapat digunakan seseorang untuk menangani stress, yaitu biologis, psikologis dan sosial budaya. Stressor presipitasi adalah stimulus yang menantang, membahayakan, atau menuntut pada individu. Stressor ini dapat berasal (nature) dari faktor biologis, psikologis, atau sosial budaya, dan dapat berasal (originate) dari lingkungan internal atau eksternal seseorang. Selain mengkaji sumber stressor, waktu dan berapa banyak stressor perlu diketahui. Penilaian stressor termasuk respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Respon seseorang terhadap stressor dapat dikelompokkan ke dalam lima aspek, yaitu respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Respon kognitif adalah bagian penting dari model ini (Monat & Lazarus, 1991 dalam Stuart, 2009). Faktor kognitif memegang peran utama dalam adaptasi. Faktor ini mempertimbangkan dampak dari kejadian yang menjadi stressor; pilihan pola koping; dan reaksi emosional, fisiologis, perilaku dan sosial seseorang. Sumber koping adalah pilihan atau strategi yang membantu untuk menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang dipertaruhkan. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi. Sumber koping lain antara lain identitas ego yang kuat, komitmen terhadap jaringan sosial, stabilitas budaya, sistem nilai dan keyakinan yang stabil, orientasi pada pencegahan, dan kekuatan genetik dan konstitusional. Shumaker dan Brownell (1984 dalam Peterson & Bredow, 2004) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertukaran sumber-sumber yang dipandang oleh pemberi maupun penerima dukungan dapat meningkatkan kesejahteraan penerima. Dukungan sosial dapat bersifat structural, berfokus pada siapa yang memberikan dukungan, atau bersifat fungsional, dengan memperhatikan aktivitas pemberi dukungan sosial (Callaghan & Morrissey, 1993; Norwood, 1996 dalam Peterson & Bredow, 2004). Sebagai tambahan, banyak karakteristik yang mempengaruhi kualitas dan keadekuatan dukungan sosial, seperti stabilitas, arahan, dan sumber dari dukungan (Stewart, 1989 dalam Peterson & Bredow, 2004). Jaringan sosial dapat digambarkan melalui jumlah dan kategori dari orang yang menyediakan dukungan sosial: anggota keluarga, teman dekat, tetangga, rekan kerja, dan profesional (Tardy, 1985 dalam Peterson & Bredow, 2004).

5 Dalam Teori Social Support Schaffer dijelaskan bahwa menurut House (1981 dalam Peterson & Bredow, 2004), dukungan sosial terdiri dari dukungan emosional, informasional, instrumental, dan penilaian. Dukungan emosional adalah perasaan disukai, dikagumi, dihargai, atau dicintai (Norbeck, 1981 dalam Peterson & Bredow, 2004). Dukungan instrumental adalah dukungan berupa alat-alat yang berguna, atau pelayanan (House, 1981 dalam Peterson & Bredow, 2004). Dukungan informasional adalah menyediakan informasi selama klien mengalami stress (House, 1981 dalam Peterson & Bredow, 2004). Dukungan penilaian yaitu penegasan atau pernyataan dari seseorang (Kahn & Antonucci, 1980 dalam Peterson & Bredow, 2004). Dukungan sosial juga dapat berkontribusi negatif terhadap kesejahteraan klien. Karakteristik dukungan sosial negatif antara lain adalah jaringan sosial yang membuat klien tertekan atau menyebabkan konflik, dukungan yang salah arah atau tidak ada dukungan, saran yang tidak pantas, penghindaran dan ketidaksetujuan (Stewart, 1993 dalam Peterson & Bredow, 2004). Mekanisme koping adalah berbagai usaha yang dilakukan sebagai manajemen stres. Mekanisme koping dapat bersifat konstruktif dan dapat juga bersifat destruktif. Mekanisme koping destruktif yang biasa digunakan oleh klien dengan isolasi sosial antara lain adalah regresi, proyeksi, penyangkalan, menarik diri, introyeksi, represi dan disosiasi. Dalam NANDA , isolasi sosial didefinisikan sebagai kesendirian yang dialami oleh seseorang dan dirasakan menganggu oleh orang lain dan dipandang negatif atau dipandang sebagai kondisi yang mengancam. Data subjektif pada klien dengan isolasi sosial antara lain adalah menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain, merasa tidak aman berada dengan orang lain, mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain, merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu, tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan, dan merasa tidak berguna. Sedangkan data objektif isolasi sosial adalah tidak memiliki teman dekat, menarik diri, tidak komunikatif, tindakan berulang dan tidak bermakna, asyik dengan pikirannya sendiri, tidak ada kontak mata, tampak sedih dan afek tumpul (Keliat, dkk, 2011). Stigma juga menyebabkan hambatan dalam membangun hubungan dan berdampak negatif terhadap kualitas hidup. Hal tersebut adalah penyebab utama isolasi sosial pada orang dengan schizophrenia, dan seringkali berdampak pada seluruh anggota keluarga, yang memiliki

6 masalah sosial karena schizophrenia berakar dari rasa malu karena memiliki anggota keluarga dengan penyakit ini. Stigma dan penolakan membuat orang tidak berani untuk berbicara. Intervensi keperawatan jiwa dikelompokkan dalam intervensi generalis dan intervensi spesialis. Intervensi generalis menggunakan standar yang telah disepakati di Indonesia yaitu SAK (Standar Asuhan Keperawatan) Jiwa. Intervensi spesialis keperawatan jiwa dapat berupa psikoterapi yang saat ini telah dikembangkan dengan sasaran individu, keluarga, dan kelompok. Terapi spesialis keperawatan yang diberikan pada klien dengan isolasi sosial adalah Social Skill Training (SST). Terapi ini dikembangkan di Indonesia ke dalam 4 sesi, yaitu sesi 1: latihan kemampuan berbicara; sesi 2: latihan menjalin persahabatan; sesi 3: latihan bekerja sama dalam kelompok; dan sesi 4: latihan menghadapi situasi sulit. Menurut Eikens (2000 dalam Townsend, 2009) social skill training bertujuan untuk: 1) meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengekspresikan apa yang dibutuhkan dan diinginkan; 2) mampu menolak dan menyampaikan adanya suatu masalah; 3) mampu memberikan respon saat berinteraksi sosial; 4) mampu memulai interaksi; 5) mampu mempertahankan interaksi yang telah terbina. Metode Penelitian Responden adalah 6 orang klien yang dirawat di rumah (Kelurahan Tanah Baru Bogor Utara), dan 8 orang klien yang dirawat di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Karya tulis dilakukan dengan rancangan pre-post test untuk mengukur tanda dan gejala isolasi sosial dan kemampuan sosialisasi klien. Variabel tersebut diukur dengan menggunakan instrumen checklist dengan jawaban ya dan tidak untuk mengukur tanda dan gejala isolasi sosial (13 item) dan instrumen checklist dengan jawaban mampu dan tidak mampu (21 item). Data dikonversikan ke dalam instrumen berdasarkan format evaluasi asuhan keperawatan masingmasing klien. Analisis dilakukan dengan menyajikan data mean, nilai minimal-maksimal, dan standar deviasi. Hasil Penelitian Diketahui bahwa faktor biologis terbesar adalah faktor riwayat gangguan jiwa sebelumnya, yaitu sebesar 92.9%. Sedangkan faktor psikologis yang terbesar menyebabkan responden mengalami isolasi sosial adalah riwayat kegagalan/ kehilangan yaitu sebesar 50%. Responden di rumah sakit lebih banyak mengalami riwayat kegagalan yaitu sebesar 62.5%, sedangkan

7 responden di komunitas lebih banyak memiliki faktor predisposisi kepribadian tertutup. Dan faktor sosial budaya yang terbesar ditemukan adalah karena faktor pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah, yaitu sebesar 71.4%. Perbandingan antara responden di rumah sakit dan di komunitas menunjukkan bahwa faktor predisposisi sosiokultural pada responden di kedua tatanan tersebut adalah sama, yaitu karena status ekonomi yang rendah. Berdasarkan sifatnya stressor yang paling besar adalah karena putus obat, yaitu sebesar 42.9%. Stressor putus obat ini terutama lebih jelas terkaji pada klien yang dirawat di tatanan rumah sakit. Stressor presipitasi terbesar lainnya adalah karena masalah ekonomi, yaitu sebesar 21.4%. Berdasarkan asal stressor, sebagian besar berasal dari internal responden sendiri, baik pada tatanan rumah sakit dan tatanan komunitas, yaitu sebesar 78.6%. Waktu munculnya stressor pada kedua tatanan sebagian besar lebih dari 6 bulan terakhir (85.7%) dan sebagian besar responden (85.7%) memiliki lebih dari 2 stressor. Didapatkan dari 13 tanda dan gejala yang diukur, rata-rata tanda dan gejala keseluruhan yang dimiliki klien adalah 9 dari 13 tanda dan gejala. Rata-rata penilaian terhadap stressor pada klien yang dirawat di rumah sakit adalah Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata penilaian stressor klien yang dirawat di rumah, yaitu Pada tahap pengkajian 71.4% klien tidak tahu dan tidak mampu cara mengatasi isolasi sosial. Sebagian klien di rumah sakit (50%) sudah mengetahui dan mampu mengatasi isolasi sosial. Sedangkan klien di komunitas lebih banyak (83.3%) yang belum mengetahui dan belum mampu mengatasi isolasi sosialnya. Sembilan puluh dua koma sembilan persen (92.9%) keluarga tidak tahu dan tidak mampu cara mengatasi isolasi sosial pada klien. Pada kedua tatanan kondisi ini tidak jauh berbeda, yaitu sebagian besar keluarga belum mengetahui dan belum mampu merawat isolasi sosial klien. Sumber koping berupa aset material yang dimiliki oleh seluruh responden adalah keterjangkauan sarana pelayanan keseahatan, dan sumber terbesar berikutnya adalah 64.% responden memiliki jamkesmas. Sebagian besar responden baik pada tatanan rumah sakit maupun pada tatanan komunitas (71.4%) memiliki keyakinan yang negatif, yaitu merasa tidak yakin akan kemampuannya sendiri untuk mengatasi masalahnya dan tidak merasa yakin untuk sembuh.

8 Klien di rumah sakit lebih banyak yang merasa tidak dihargai/ dicintai, yaitu sebesar 62.5%, sementara di komunitas sebaliknya, 83.3% klien mendapatkan dukungan emosional yaitu merasa dicintai/ dihargai. Keseluruhan responden (100%) mendapatkan dukungan informasional ini. Hanya 28.6% responden (4 orang) yang bekerja, termasuk klien yang dirawat di rumah sakit sebelum responden dirawat di rumah sakit. Empat responden pula yang memiliki dukungan berupa penghasilan keluarga yang dirasakan mencukupi. Keterjangkauan pelayanan kesehatan didapatkan oleh seluruh responden dan sebagian besar responden memiliki jamkesmas (64.3%). Hanya dua dari 8 klien di rumah sakit dan 2 dari 6 klien di komunitas yang memiliki keyakinan positif akan kemampuan dan kesembuhannya. Mekanisme koping yang banyak digunakan oleh responden adalah menarik diri. Sebagian besar responden adalah klien dengan kepribadian yang tertutup dan jarang membicarakan masalahnya kepada orang lain. Responden cenderung menghindar, menyendiri di kamar atau banyak tidur saat menghadapi masalah. Seluruh klien adalah klien dengan diagnosa medik skizofrenia. Diagnosa keperawatan terbanyak yang menyertai klien dengan isolasi adalah diagnosa harga diri rendah. Seluruh responden di rumah sakit berobat teratur, sedangkan responden di komunitas sebagian (50%) belum berobat pada saat awal pengkajian. Dua orang responden di komunitas sudah berobat tetapi tidak teratur dan hanya 1 responden yang berobat teratur. Diketahui bahwa rata-rata tanda dan gejala isolasi sosial pada responden di rumah sakit sebelum dilakukan intervensi adalah sebesar 8.75, sedangkan untuk responden di komunitas adalah Hal ini berarti bahwa tanda dan gejala isolasi sosial pada responden di komunitas lebih besar jika dibandingkan dengan tanda dan gejala pada responden di rumah sakit. Penurunan tanda dan gejala yang terjadi pada klien isolasi sosial di rumah sakit setelah diberikan intervensi adalah Sedangkan penurunan tanda dan gejala pada responden di komunitas adalah Hal ini berarti bahwa penurunan tanda dan gejala yang berhasil dicapai di komunitas lebih rendah dibandingkan dengan penurunan tanda dan gejala yang dicapai pada klien isolasi sosial di rumah sakit. Diketahui bahwa rata-rata kemampuan sosialisasi responden di rumah sakit pada pengkajian awal yaitu Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kemampuan sosialisasi

9 responden di komunitas pada awal pengkajian, yaitu Peningkatan kemampuan sosialisasi yang dicapai oleh responden di rumah sakit adalah sebesar Sedangkan responden di komunitas memiliki rata-rata peningkatan kemampuan sosialisasi sebesar Hal ini berarti bahwa peningkatan kemampuan sosialisasi responden yang dirawat di rumah sakit lebih besar dibandingkan dengan rata-rata peningkatkan kemampuan sosialisasi responden yang dirawat di komunitas. Pembahasan Faktor gender pada skizofrenia tidak berpengaruh secara signfikan, tetapi awal munculnya berbeda. Pada klien pria kebanyakan muncul pada usia tahun, sedangkan pada klien wanita muncul pada usia tahun (Fortinash, 2007). Hasil pengkajian karakteristik klien menunjukkan bahwa seluruh klien saat dikaji berada pada rentang usia tahun. Usia awal 25 tahun adalah kecenderungan usia awal munculnya skizofrenia yang menyebabkan isolasi sosial pada wanita. Hal ini dapat bermakna bahwa klien sudah mengalami gangguan jiwa bertahun-tahun, dan berlangsung terus-menerus hingga pada saat pengkajian dilakukan. Faktor gender di mana yang banyak ditemukan adalah klien pria dapat disebabkan oleh banyak hal seperti penemuan kasus yang dilakukan di ruang rawat pria. Salah satu teori menyatakan bahwa wanita lebih terlindungi karena adanya faktor hormon, tetapi saat mencapai menopause hormon ini berkurang, hal inilah yang menyebabkan skizofrenia lebih banyak terjadi pada lansia wanita (Fortinash, 2007). Faktor predisposisi lain yang ditemukan pada responden adalah faktor ekonomi. Menurut Ho, Black, & Andreasen, 2003 (dalam Townsend, 2009), individu yang berasal dari golongan sosial ekonomi yang rendah lebih banyak mengalami tanda dan gejala skizofrenia. Hal ini dikarenakan karena lebih rentan menghadapi situasi yang menyebabkan stres dan rasa ketidakberdayaan mengubah kemiskinan yang dihadapi. Stuart (2009) menyatakan bahwa skizofrenia menempati rangking ke empat yang menyebabkan beban di dunia. Gangguan ini dapat terjadi pada ras/etnik atau gender apapun. Karakter klien yang ditemukan oleh penyusun dapat merupakan faktor predisposisi maupun stressor presipitasi yang menyebabkan gangguan jiwa.

10 Faktor biologis terbesar adalah faktor riwayat gangguan jiwa sebelumnya, yaitu sebesar 92.9%. Hal ini menunjukkan bahwa klien sudah mengalami gangguan jiwa jauh sebelum dirawat. Riwayat gangguan jiwa sebelumnya menunjukkan bahwa skizofrenia dialami oleh klien dalam waktu yang berlangsung lama. Karena berlangsung dalam waktu yang lama, skizofrenia menjadi beban bagi individu maupun bagi keluarga. Ho, Black dan Andreasen (2003, dalam Townsend, 2009) menyatakan bahwa schizophrenia mungkin merupakan masalah yang paling membingungkan dan paling tragis yang mengancam jiwa, dan mungkin juga penyakit yang paling merusak. Schizophrenia dapat berefek terhadap individu, keluarga dan juga menyebabkan beban ekonomi yang besar di masyarakat (Townsend, 2009). Berdasarkan sifatnya stressor yang paling besar adalah karena putus obat, yaitu sebesar 42.9%. Stressor putus obat ini terutama lebih jelas terkaji pada klien yang dirawat di tatanan rumah sakit. Stressor presipitasi terbesar lainnya adalah karena masalah ekonomi, yaitu sebesar 21.4%. Berdasarkan asal stressor, sebagian besar berasal dari internal responden sendiri, baik pada tatanan rumah sakit dan tatanan komunitas, yaitu sebesar 78.6%. Waktu munculnya stressor pada kedua tatanan sebagian besar lebih dari 6 bulan terakhir (85.7%) dan sebagian besar responden (85.7%) memiliki lebih dari 2 stressor. Stuart (2009) menjelaskan bahwa stress dapat timbul dari kondisi yang kronis, diantaranya adalah masalah dalam keluarga yang berlangsung terus-menerus, ketidakpuasan dalam pekerjaan, dan kesendirian. Tekanan hidup biasanya dapat terjadi pada 4 area, yaitu masalah yang berhubungan dengan pernikahan, masalah orang tua dengan anak remaja atau anak dewasa awal, masalah berhubungan dengan ekonomi rumah tangga, dan pekerjaan yang terlalu banyak atau ketidakpuasan dalam pekerjaan. Mekanisme koping yang banyak digunakan oleh responden adalah menarik diri. Menarik diri terjadi berhubungan dengan masalah dalam membangun kepercayaan dan preokupasi dengan pengalaman internal responden (Stuart, 2009). Sebagian responden menyatakan jarang menceritakan masalahnya kepada orang lain, bahkan kepada keluarganya sendiri. Hal ini dapat terjadi karena klien tidak mudah percaya kepada orang lain. Hal ini dapat disebabkan tidak tercapainya tugas perkembangan kepercayaan pada usia infant atau karena pengalaman yang tidak menyenangkan klien berkaitan dengan membina kepercayaan dengan orang lain.

11 Sembilan puluh dua koma sembilan persen (92.9%) keluarga tidak tahu dan tidak mampu cara mengatasi isolasi sosial pada klien. Pada kedua tatanan kondisi ini tidak jauh berbeda, yaitu sebagian besar keluarga belum mengetahui dan belum mampu merawat isolasi sosial klien. Hal ini perlu menjadi perhatian karena seperti dinyatakan dalam Friedman (2010) bahwa salah satu fungsi keluarga adalah fungsi perawatan. Fungsi perawatan mengemban fokus sentral dalam keluarga yang berfungsi baik dan sehat. Agar keluarga dapat menjadi sumber perawatan primer yang efektif mereka harus terlibat dalam tim perawatan kesehatan dan poses terapi secara total sehingga dibutuhkan kemitraan dengan profesional kesehatan baik pada tingkat promotif, preventif dan kuratif (Friedman, 2010). Hasil kenyataan di lapangan yang ditemukan oleh penulis menunjukkan bahwa sebagai sumber koping keluarga kurang memberikan dukungan yang adekuat kepada klien. Data yang ditemukan adalah keluarga belum tahu atau belum mampu merawat klien dengan isolasi sosial, keluarga tidak mampu memberikan dukungan emosional dan penilaian yang baik kepada klien. Tidak jarang keluarga menyangsikan kemampuan klien untuk berubah menjadi lebih baik. Pernyataan keluarga yang meragukan kemampuan klien untuk bersosialisasi sebaliknya dapat menjadi dukungan negatif bagi klien isolasi sosial. Dukungan negatif dapat menurunkan harga diri klien (Peterson & Bredow, 2004). Hal ini dapat semakin memperburuk kondisi isolasi sosial klien. Hal ini perlu mendapat perhatian karena keluarga adalah unit terdekat dengan klien yang diharapkan menjadi sumber koping utama bagi klien. Sumber koping berupa aset material yang dimiliki oleh seluruh responden adalah keterjangkauan sarana pelayanan kesehatan, dan sumber terbesar berikutnya adalah 64.% responden memiliki jamkesmas. Sebagian besar responden baik pada tatanan rumah sakit maupun pada tatanan komunitas (71.4%) memiliki keyakinan yang negatif, yaitu merasa tidak yakin akan kemampuannya sendiri untuk mengatasi masalahnya dan tidak merasa yakin untuk sembuh. Cohen, Gottlieb dan Underwood (2001) menyatakan bahwa dukungan sosial berkontribusi terhadap peningkatan perilaku sehat pada seseorang. Sumber-sumber sosial memperkuat kemampuan yang dirasakan oleh klien dalam menghadapi situasi yang membuat stress (Thoits, 1986 dalam Peterson & Bredow, 2004).

12 Pelayanan kesehatan menjadi salah satu dukungan sosial bagi klien. Dengan keterjangkauan sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan aksesnya dengan menggunakan jamkesmas untuk klien yang sebagian besar memiliki status sosial ekonomi yang rendah akan sangat membantu klien meningkatkan kesejahteraannya. Pengobatan dan intervensi yang diberikan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain menjadi sumber dukungan sosial lain yang menjadi sumber koping bagi klien. Dengan memperbanyak sumber koping, maka diharapkan mekanisme koping klien pun akan semakin adaptif. Klien di rumah sakit lebih banyak yang merasa tidak dihargai/ dicintai, yaitu sebesar 62.5%, sementara di komunitas sebaliknya, 83.3% klien mendapatkan dukungan emosional yaitu merasa dicintai/ dihargai. Klien biasanya dibawa ke rumah sakit saat perilaku klien dirasakan mengganggu atau berbahaya. Kebanyakan klien dibawa oleh keluarga dan bukan atas keinginan klien mencari pertolongan. Hal ini disebabkan karena klien dengan skizofrenia kehilangan rasa bahwa dirinya membutuhkan pertolongan atau tidak menyadari ada yang salah dengan dirinya. Kondisi ini dinamakan anosognosia (Stuart, 2009). Kondisi seperti ini menyebabkan klien merasa ditolak oleh keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Klien dibawa ke rumah sakit karena keluarga/ masyarakat ingin terhindar dari klien. Sedangkan klien yang dirawat di komunitas, sebagian besar merasakan dukungan emosional lebih besar karena perilaku klien tidak dirasakan mengganggu atau membahayakan bagi keluarga, sehingga klien dirawat di rumah. Dengan perawatan yang dilakukan oleh keluarga klien sendiri, klien akan merasakan lebih dicintai atau dihargai oleh keluarganya. Dukungan informasional bisa didapatkan responden dari keluarga, perawat, kader atau pemberi layanan kesehatan lainnya (Peterson & Bredow, 2004). Dukungan ini berupa informasi mengenai cara menangani masalah isolasi sosial klien. Keseluruhan responden (100%) mendapatkan dukungan informasional ini. Teori Social Support menjelaskan bahwa perawat dapat memberikan dukungan informasional dengan memberikan pengetahuan kepada klien mengenai cara perawatan dirinya atau memberikan edukasi kepada anggota dari jaringan sosial klien (Peterson & Bredow, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara kualitas dukungan sosial dengan beban caregiver (Vrabec, 1997 dalam Peterson & Bredow, 2004). Dengan demikian,

13 jumlah konflik pada hubungan klien dapat menyebabkan dukungan sosial negatif yang dapat menyebabkan stres dibandingkan kesejahteraan klien (Peterson & Bredow, 2004). Dukungan instrumental adalah dukungan berupa alat-alat atau pelayanan yang berguna bagi responden. Hanya 28.6% responden (4 orang) yang bekerja, termasuk klien yang dirawat di rumah sakit sebelum responden dirawat di rumah sakit. Empat responden pula yang memiliki dukungan berupa penghasilan keluarga yang dirasakan mencukupi. Keterjangkauan pelayanan kesehatan didapatkan oleh seluruh responden dan sebagian besar responden memiliki jamkesmas (64.3%). Seluruh responden di rumah sakit berobat teratur, sedangkan responden di komunitas sebagian (50%) belum berobat pada saat awal pengkajian. Dua orang responden di komunitas sudah berobat tetapi tidak teratur dan hanya 1 responden yang berobat teratur. Pengobatan klien dipengaruhi oleh akses klien terhadap pelayanan kesehatan, keyakinan klien terhadap pengobatan dan faktor lain seperti perawat atau keluarga yang menjaga keteraturan klien minum obat dan kontrol berobat. Dukungan penilaian adalah dukungan berupa pernyataan terhadap tindakan atau pernyataan seseorang. Dukungan penilaian ini dikaji berdasarkan keyakinan positif klien terhadap kemampuan dan kesembuhannya. Hanya dua dari 8 klien (25%) di rumah sakit dan 2 dari 6 klien (33.3%) di komunitas yang memiliki keyakinan positif akan kemampuan dan kesembuhannya. Dukungan penilaian didapatkan oleh klien saat pemberi dukungan memberikan umpan balik kepada klien atas perilaku adaptif yang telah dilakukan klien. Umpan balik menyebabkan klien merasa yakin terhadap kemampuannya sendiri atau memiliki penilaian positif terhadap dirinya (Peterson & Bredow, 2004). Penilaian terhadap dirinya sendiri ini penyusun kaji dari keyakinan klien untuk sembuh. Karena klien yang merasa yakin untuk sembuh dapat berarti bahwa klien percaya bahwa dirinya memiliki potensi dan kemampuan untuk mengubah dirinya menjadi lebih adaptif. Dukungan penilaian dapat membuat klien cenderung mempertahankan perilaku yang dinilai baik tersebut dan akan mengaplikasikannya pada saat latihan bersosialisasi. Hasilnya adalah penilaian klien terhadap dirinya akan lebih baik, dan diharapkan kemampuan sosialisasi klien

14 lebih meningkat. Umpan balik yang baik merupakan salah satu teknik terapeutik positive reinforcement yang dapat meningkatkan kualitas hubungan perawat-klien. Teknik ini adalah dengan memberikan penguatan positif terhadap perilaku klien yang sesuai (Suryani, 2002) dengan cara memberikan pernyataan yang jujur kepada klien. Diagnosa terbanyak yang menyertai klien dengan isolasi sosial adalah diagnosa harga diri rendah. Kedua diagnosa ini seringkali berdampingan karena isolasi sosial dapat terjadi karena harga diri rendah. Klien tidak mau bersosialisasi karena merasa dirinya lebih rendah atau lebih buruk dari orang lain. Hal ini semakin memperburuk isolasi sosial yang dialami oleh klien. Pemberian terapi SST kepada klien pada dasarnya memberikan dukungan informasional dan dukungan penilaian. Dukungan informasional diberikan pada saat perawat mengajarkan klien cara bersosialisasi yang baik. Dan dukungan penilaian diberikan oleh perawat saat perawat memberikan umpan balik terhadap latihan yang sudah dilakukan klien. Terapi FPE dapat meningkatkan fungsi keluarga sebagai sumber dukungan bagi klien. Dengan diberikan FPE keluarga mengetahui cara merawat klien dan selanjutnya dapat memberikan dukungan informasional kepada klien. Memberikan informasi juga merupakan salah satu teknik komunikasi terapeutik. Teknik terapeutik ini dilakukan karena perawat mengajarkan klien cara mengatasi masalah perawatan diri klien atau bagaimana mencegah munculnya masalah lain pada klien. Seperti disampaikan oleh Stuart (2009) bahwa teknik ini membantu dalam edukasi pasien mengenai aspek yang relevan dengan kesejahteraan klien dan perawatan diri klien. Terapi yang ditujukan kepada klien dan keluarga memberikan keuntungan lain yaitu mengurangi beban keluarga. Keluarga yang mampu merawat klien akan berakibat kondisi klien semakin baik, dan akan mengurangi stressor bagi keluarga. Seperti dinyatakan oleh Tilden dan Galyen (1987 dalam Peterson & Bredow, 2004) menggambarkan teori pertukaran sosial dan ekuitas yang menjelaskan bahwa aka nada beban biaya dalam sebuah hubungan sosial. Pertukaran sosial diantaranya adalah penghargaan dan biaya; orang-orang akan berperilaku yang membuatnya mendapatkan penghargaan yang banyak dengan biaya yang sedikit.

15 Klien yang tidak minum obat sesuai resep atau yang tidak menyadari tanda-tanda munculnya kembali penyakit atau yang tidak menyadari efek samping obat, adalah klien yang berisiko untuk tidak mencapai hasil yang diharapkan, berisiko untuk reaksi terbalik dan berisiko memiliki kualitas hidup yang rendah. Kepatuhan obat yang rendah menjadi masalah utama yang menyebabkan masalah pembiayaan ekonomi pada masalah psikiatri (Schatzberg et al, 2007 dalam Stuart, 2009). Kurangnya pembuatan keputusan bersama dengan klien menyebabkan kurangnya kepatuhan (Deegan and Drake, 2006 dalam Stuart, 2009). Karena itu diperlukan manajemen pengobatan yang efektif, yaitu yang memenuhi kriteria: 1) menggunakan pendekatan yang sistematis menggunakan panduan penanganan terbaru, 2) melibatkan klien dan keluarga atau sistem dukungan lain dalam membuat keputusan, 3) mengatasi semua gejala dengan rencana yang spesifik dan dalam konteks kehidupan klien, 4) menggunakan regimen obat sesederhana mungkin, 5) mengidentifikasi strategi yang khusus untuk meningkatkan kepatuhan, 6) memantau hasil dan mendokumentasikan dan menyesuaikan pengobatan jika diperlukan (Stuart, 2009). Setelah dilakukan intervensi keperawatan spesialis jiwa, nilai rata-rata tanda dan gejala isolasi sosial yang diamati menurun menjadi Adapun penurunan yang dihasilkan didapatkan rata-ratanya adalah sebesar Artinya adalah ada sekitar 3-4 tanda dan gejala yang berkurang setelah diberikan terapi. Penurunan tanda dan gejala dihasilkan setelah klien diberikan intervensi generalis untuk isolasi sosial dan terapi spesialis SST. Beberapa klien mendapatkan TAK dan keluarga mendapatkan FPE. Tanda dan gejala isolasi sosial pada klien dapat terjadi karena selama diberikan terapi, klien dilatih untuk mengatasi masalah sosialisasinya dan klien mempraktikkan latihan tersebut pada kondisi nyata di luar komunikasi terapeutik dengan perawat. Setelah mendapatkan intervensi rata-rata kemampuan sosialisasi klien meningkat menjadi Peningkatan kemampuan sosialisasi yang dicapai adalah sebesar Nilai ini berarti bahwa ada sekitar 6-7 kemampuan yang berhasil ditambahkan. Semakin besar kemampuan yang dimiliki oleh klien berarti bahwa klien memiliki potensi untuk mengurangi tanda dan gejala isolasi sosial yang dimilikinya. Kemampuan bersosialisasi berbanding terbalik dengan tanda dan gejala isolasi, yang berarti bahwa semakin tinggi kemampuan bersosialisasi maka tanda dan gejala isolasi sosial akan semakin menurun.

16 Peningkatan kemampuan sosialisasi dapat terjadi karena klien telah mengetahui dan telah dilatih bagaimana cara memperbaiki sosialisasinya melalui terapi generalis dan terapi spesialis yang diberikan perawat. Dalam tatanan praktik, klien dapat menirukan perilaku praktisi kesehatan yang terlibat dalam perawatan klien. Hal ini dapat terjadi secara alami dalam lingkungan yang terapeutik. Hal ini dapat terjadi juga selama sesi terapi di mana klien melihat demonstrasi dari perilaku yang baik berkaitan dengan masalah klien (Townsend, 2009). Penurunan tanda dan gejala yang berhasil dicapai di komunitas lebih rendah dibandingkan dengan penurunan tanda dan gejala yang dicapai pada klien isolasi sosial di rumah sakit. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan lingkungan, di mana lingkungan di rumah sakit merupakan lingkungan yang terapeutik, sedangkan lingkungan di komunitas belum terapeutik atau bahkan merupakan sumber stressor bagi klien. Dalam Stuart (2009) dijelaskan bahwa perbedaan yang sangat mendasar dari pelayanan rawat inap dengan pelayanan rawat jalan yaitu bahwa lingkungan pada pelayanan rawat inap sangat terkontrol dan di lingkungan tersebut lah terapi diberikan. Pelayanan berbasis rumah sakit menyediakan fasilitas yang secara fisik melindungi klien dari kondisi sakit dan menakutkan. Selain itu ketersediaan berbagai dukungan sosial pun dapat mempengaruhi hasil akhir ini. Seperti dinyatakan oleh Cohen et al (2001 dalam Peterson & Bredow 2004), bahwa dukungan sosial secara langsung mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis, saat seseorang mengalami stres ataupun tidak. Klien di rumah sakit seluruhnya telah mendapatkan terapi, sedangkan klien di komunitas hanya 1 orang yang telah berobat dan rutin berobat. Hal ini pun mempengaruhi karena isolasi sosial dapat merupakan dampak langsung dari penyakit skizofrenia. Hal ini terjadi karena penurunan motivasi untuk bersosialisasi, sehingga terjadi isolasi sosial (Stuart, 2009). Rata-rata kemampuan sosialisasi responden di rumah sakit lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kemampuan sosialisasi responden di komunitas. Hal ini dapat disebabkan karena klien di rumah sakit sudah terpapar sebelumnya oleh terapi yang diberikan oleh perawat lain. Sedangkan klien di tatanan komunitas belum pernah mendapatkan intervensi keperawatan, berkaitan dengan program CMHN yang baru pertama kali dikembangkan di wilayah tersebut.

17 Peningkatan kemampuan sosialisasi responden yang dirawat di rumah sakit lebih besar dibandingkan dengan rata-rata peningkatkan kemampuan sosialisasi responden yang dirawat di komunitas. Lingkungan yang kondusif untuk melakukan terapi dan membudayakan terapi dapat mempengaruhi keberhasilan terapi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial. Lingkungan yang kondusif yang membantu perbaikan gejala isolasi sosial dan peningkatan kemampuan sosialisasi klien adalah lingkungan yang terapeutik. Lingkungan yang terapeutik seharusnya dapat diwujudkan baik pada tatanan rumah sakit dan tatanan komunitas. Faktor-faktor yang ada pada lingkungan di sekitar klien seperti interaksi sosial, kondisi fisik lingkungan dan adanya jadwal kegiatan klien dapat menyebabkan reaksi yang berbalik pada klien dengan isolasi sosial. Hal ini terjadi karena kondisi di lingkungan sekitar klien dapat menjadi sumber stressor bagi klien (Townsend, 2009). Lingkungan di rumah sakit memiliki stigma buruk yang lebih rendah dibandingkan dengan stigma yang berkembang di masyarakat. Hal ini disebabkan karena lingkungan rumah sakit difasilitasi dengan perawat dan pemberi layanan kesehatan lain yang bertujuan untuk membuat klien lebih baik, sehingga stigma buruk yang akan menyebabkan kondisi klien lebih buruk dapat diminimalisir. Perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat membuat lingkungan menjadi terapeutik. Townsend (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa kriteria sebuah lingkungan dapat dikatakan terapeutik. Ada 6 kondisi yang menyebabkan sebuah lingkungan menjadi terapeutik, yaitu: 1) kebutuhan fisiologis klien terpenuhi; 2) aktivitas fisik kondusif untuk mencapai tujuan, yang dalam hal ini adalah penurunan tanda dan gejala isolasi sosial dan peningkatan kemampuan sosialisasi klien; 3) keterlibatan klien dalam membuat keputusan; 4) tugas yang diberikan kepada klien mempertimbangkan kemampuan klien; 5) terjadwalnya aktivitas untuk berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok; dan 6) adanya keterlibatan keluarga dan komunitas klien dalam terapi. Dukungan sosial dapat diberikan oleh anggota keluarga, teman dekat, tetangga, rekan kerja, atau tenaga profesional (Tardy, 1985 dalam Peterson & Bredow, 2004). Sumber dukungan sosial yang paling sering berinteraksi dengan klien saat klien berada di rumah sakit adalah perawat, dan sumber dukungan sosial yang paling sering berinteraksi dengan klien yang dirawat di rumah adalah anggota keluarga.

18 Perawat di rumah sakit memahami teknik komunikasi terapeutik dengan memberikan umpan balik berupa penilaian terhadap perubahan perilaku klien. Teknik menyampaikan umpan balik baik terhadap perubahan perilaku klien baik semakin adaptif, belum adaptif ataupun semakin maladaptif dapat disampaikan dengan memperhatikan respon klien. Dengan menggunakan teknik-teknik terapeutik, kemungkinan perawat memberikan dukungan yang negatif dapat diminimalisir. Memberikan pujian yang realistis terhadap peningkatan kemampuan bersosialisasi klien, dapat meningkatkan harga diri klien. Selanjutnya klien akan cenderung mempertahankan perilaku untuk selanjutnya mempertahankan harga dirinya. Hal ini semakin mendukung terapi yang dilakukan oleh perawat untuk mencapai tujuan yaitu menurunnya tanda dan gejala isolasi sosial, serta meningkatnya kemampuan sosialisasi klien. Keluarga di rumah yang belum mengetahui dan belum memahami cara merawat klien, dapat menyebabkan dukungan yang negatif pada klien. Penulis menemukan beberapa keluarga meragukan kemampuan klien untuk berubah dan menganggap bahwa isolasi sosial klien adalah pengaruh kepribadian klien yang sulit bersosialisasi, atau keluarga menganggap bahwa klien tidak akan sembuh. Pernyataan seperti ini dapat mempengaruhi harga diri klien yang merasa dianggap tidak mampu dan tidak akan sembuh. Pada akhirnya klien akan menetap pada kondisi isolasi sosial atau bahkan lebih buruk. Kesimpulan Klien di rumah sakit lebih banyak yang merasa tidak dihargai/ dicintai dibandingkan klien di komunitas. Keseluruhan responden mendapatkan dukungan informasional berupa cara merawat dari perawat. Hanya 28.6% responden (4 orang) yang bekerja, termasuk klien yang dirawat di rumah sakit sebelum responden dirawat di rumah sakit. Empat responden pula yang memiliki dukungan berupa penghasilan keluarga yang dirasakan mencukupi. Keterjangkauan pelayanan kesehatan didapatkan oleh seluruh responden dan sebagian besar responden memiliki jamkesmas (64.3%). Seluruh responden di rumah sakit berobat teratur, sedangkan responden di komunitas sebagian (50%) belum berobat pada saat awal pengkajian. Dua orang responden di komunitas sudah berobat tetapi tidak teratur dan hanya 1 responden yang berobat teratur. Hanya dua dari 8 klien (25%) di rumah sakit dan 2 dari 6 klien (33.3%) di komunitas yang memiliki keyakinan positif akan kemampuan dan kesembuhannya.

19 Seluruh klien mengalami isolasi sosial dan diagnosa keperawatan terbanyak yang menyertai klien dengan isolasi sosial di kedua tatanan adalah diagnosa harga diri rendah. Gejala isolasi sosial yang ditemukan pada seluruh responden adalah merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu, dan tampak sedih dan afek tumpul. Seluruh responden di rumah sakit sudah mendapatkan pengobatan dan teratur minum obat, sedangkan responden di komunitas sebagian belum mendapatkan pengobatan. Penurunan tanda dan gejala yang berhasil dicapai di komunitas lebih rendah dibandingkan dengan penurunan tanda dan gejala yang dicapai pada klien isolasi sosial di rumah sakit. Peningkatan kemampuan sosialisasi responden yang dirawat di rumah sakit lebih besar dibandingkan dengan rata-rata peningkatkan kemampuan sosialisasi responden yang dirawat di komunitas. Saran Perawat diharapkan dapat meningkatkan intervensi kepada klien dengan mengikuti berbagai pelatihan formal tentang cara memberikan dukungan sosial kepada klien dan keluarga, karena perawat dapat menjadi sumber dukungan selain keluarga pada saat klien dirawat. Pemberdayaan keluarga sebagai sumber koping terbesar klien dapat dilakukan dengan berbagai upaya seperti memberikan penyuluhan kesehatan kepada klien, memberikan terapi spesialis keluarga seperti Family Psychoeducation (FPE) atau Triangle Therapy. Perawat CMHN di komunitas perlu mengembangkan berbagai strategi pendekatan kepada klien dan keluarga agar klien mendapatkan intervensi yang sesuai. Perawat CMHN diharapkan dapat meningkatkan peran Kader Kesehatan Jiwa yang sudah terbentuk agar lebih meningkatkan kegiatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya dengan gangguan jiwa, dan agar memudahkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk menfasilitasi kemampuan sosialisasi klien. Rumah sakit khususnya ruangan dapat meningkatkan sarana dan prasarana di ruangan agar lingkungan yang terapeutik dan mendukung pelaksanaan terapi keperawatan dapat dikembangkan, sesuai dengan kriteria lingkungan yang terapeutik. Hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah lingkungan fisik yang mendukung untuk melakukan komunikasi terapeutik dengan nyaman, dan lingkungan sosial di mana semua orang yang berada di dalam lingkungan terapeutik dapat memberikan dukungan sosial kepada klien.

20 Setiap ruangan pun diharapkan dapat merancang kegiatan rutin agar dapat meningkatkan keterlibatan keluarga dalam asuhan keperawatan pada klien. Intervensi kepada keluarga pun diharapkan dapat ditingkatkan agar peran keluarga dapat lebih besar dalam memberikan dukungan sosial pada klien. Puskesmas diharapkan menambah sumber daya perawat untuk meningkatkan keterjangkauan pelayanan dari perawat CMHN. Kemudahan akses untuk memperoleh pelayanan baik medis maupun keperawatan perlu dipertimbangkan agar seluruh klien, khususnya klien dengan gangguan jiwa seluruhnya mendapatkan pelayanan. Kepustakaan 1. Balitbangkes. (2008). Riset Kesehatan Dasar Jakarta: Depkes. 2. Fontaine, K.L. (2009). Mental Health Nursing (6 th ed). New Jersey: Pearson Prentice Hall. 3. Fortinash & Worret. (2007). Psychatric Nursing Care Plans (5 th ed). St. Louis: Mosby Elsevier. 4. Keliat, B.A. (2007). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC. 5.. (2010). Manajemen Keperawatan Jiwa Komunitas Desa Siaga: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC. 6. NANDA International. (2010). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi Jakarta: EGC. 7. Peterson & Bredow. (2004). Middle Range Theories: Application to Nursing Research. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 8. Stuart, G.W. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing (9 th ed). St.Louis, Missouri: Mosby Elsevier. 9. Tim Keperawatan Jiwa FIK UI. (2011). Draft Modul Terapi. Depok: FIK UI. 10. Tim Keperawatan Jiwa FIK UI. (2011). Draft Scanning. Depok: FIK UI. 11. Townsend, M.C. (2009). Psychiatric mental health nursing (6 th ed). Philadelphia: F.A. Davis Company. 12. Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN WAHAM DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN WAHAM DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN WAHAM DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH Sri Wahyuni Dosen PSIK Universitas Riau Jl Pattimura No.9 Pekanbaru Riau Hp +62837882/+6287893390999 uyun_wahyuni2@yahoo.com ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

Desi Pramujiwati, Budi Anna Keliat, dan Ice Yulia Wardani ABSTRAK. Abstract

Desi Pramujiwati, Budi Anna Keliat, dan Ice Yulia Wardani ABSTRAK. Abstract PEMBERDAYAAN KELUARGA DAN KADER KESEHATAN JIWA DALAM PENANGANAN PASIEN HARGA DIRI RENDAH KRONIK DENGAN PENDEKATAN MODEL PRECEDE L. GREEN DI RW 06, 07 DAN 10 TANAH BARU BOGOR UTARA Keperawatan Jiwa, Fakultas

Lebih terperinci

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Isolasi sosial sering terlihat pada klien skizofrenia. Hal ini sebagian akibat tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan kehilangan batasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sehat jiwa adalah keadaan mental yang sejahtera ketika seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik terhadap stressor, produktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PASIEN ISOLASI SOSIAL SETELAH PEMBERIAN SOCIAL SKILLS THERAPY DI RUMAH SAKIT JIWA. Sukma Ayu Candra Kirana

GAMBARAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PASIEN ISOLASI SOSIAL SETELAH PEMBERIAN SOCIAL SKILLS THERAPY DI RUMAH SAKIT JIWA. Sukma Ayu Candra Kirana GAMBARAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PASIEN ISOLASI SOSIAL SETELAH PEMBERIAN SOCIAL SKILLS THERAPY DI RUMAH SAKIT JIWA Sukma Ayu Candra Kirana Prodi S1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya email : sukmaayucandrakirana@stikeshangtuah-sby.ac.id

Lebih terperinci

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL KEPUTUSASAAN DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL KEPUTUSASAAN DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL KEPUTUSASAAN DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JAKARTA A. KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia. Dari seluruh skizofrenia,

Lebih terperinci

PENERAPAN TINDAKAN KEPERAWATAN: TERAPI GENERALIS TERHADAP KETIDAKBERDAYAAN PADA LANSIA

PENERAPAN TINDAKAN KEPERAWATAN: TERAPI GENERALIS TERHADAP KETIDAKBERDAYAAN PADA LANSIA PENERAPAN TINDAKAN KEPERAWATAN: TERAPI GENERALIS TERHADAP KETIDAKBERDAYAAN PADA LANSIA (The Application of Nursing Interventions: Generalist Therapy to Against Hopelessness on Elderly) Ike Mardiati Agustin*,

Lebih terperinci

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANXIETAS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANXIETAS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANXIETAS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JAKARTA A. KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993) BAB II TUNJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993) Menarik diri merupakan suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan hubungan interpersonal yang positif baik dengan individu lainnya

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN KADER TERHADAP KEMAMPUAN KADER MELAKUKAN PERAWATAN PASIEN GANGGUAN JIWA DIRUMAH

PENGARUH PELATIHAN KADER TERHADAP KEMAMPUAN KADER MELAKUKAN PERAWATAN PASIEN GANGGUAN JIWA DIRUMAH Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015 PENGARUH PELATIHAN KADER TERHADAP KEMAMPUAN KADER MELAKUKAN PERAWATAN PASIEN GANGGUAN JIWA DIRUMAH Ni Made Dian Sulistiowati, Kadek Eka

Lebih terperinci

PENGARUH HOME VISIT TERHADAP KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA

PENGARUH HOME VISIT TERHADAP KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA PENGARUH HOME VISIT TERHADAP KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA Mamnu'ah STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta Email: nutriatma@yahoo.co.id Abstract: The purpose

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun oleh : CAHYO FIRMAN TRISNO. S J 200 090

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara

Lebih terperinci

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL DISTRES SPIRITUAL DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL DISTRES SPIRITUAL DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL DISTRES SPIRITUAL DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel dan menimbulkan perilaku maladaptif

Lebih terperinci

PENERAPAN TERAPI KOGNITIF DAN TERAPI REMINISCENCE PADA LANSIA HARGA DIRI RENDAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY

PENERAPAN TERAPI KOGNITIF DAN TERAPI REMINISCENCE PADA LANSIA HARGA DIRI RENDAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY PENERAPAN TERAPI KOGNITIF DAN TERAPI REMINISCENCE PADA LANSIA HARGA DIRI RENDAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY Novi Herawati (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT The study aimed to

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan unsur terpenting dalam kesejahteraan perorangan, kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar hidup seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, sosial, dan budaya serta bidangbidang yang lain telah membawa

Lebih terperinci

Key words: social skills training therapy, social isolated, behavioral system model

Key words: social skills training therapy, social isolated, behavioral system model Penerapan Terapi Social Skills Training Pada Klien Isolasi Sosial dengan Pendekatan Teori Dorothy E. Johnson Behavioral System Model di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Sutejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). 1 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Menarik diri adalah satu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). (Depkes RI, 1983) Menarik

Lebih terperinci

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI DI KABUPATEN MAGELANG

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI DI KABUPATEN MAGELANG PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI DI KABUPATEN MAGELANG Muhammad Khoirul Amin 1) *, Sambodo Sriadi Pinilih 1), Ana Yulaikah 2) 1) 2) Staf Pengajar Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun. komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun. komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sabagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun komunitas, dalam berhubungan dengan

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan

Lebih terperinci

PENGARUH COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN DAN HALUSINASI DI RSJD DR. RM SOEDJARWADI KLATEN

PENGARUH COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN DAN HALUSINASI DI RSJD DR. RM SOEDJARWADI KLATEN PENGARUH COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN DAN HALUSINASI DI RSJD DR. RM SOEDJARWADI KLATEN Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan perasaan sehat dan berbahagia mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa

Lebih terperinci

Pengaruh Terapi Family Psychoeducation (FPE) Terhadap Kemampuan Keluarga Merawat Anggota Keluarga Dengan Gangguan Jiwa

Pengaruh Terapi Family Psychoeducation (FPE) Terhadap Kemampuan Keluarga Merawat Anggota Keluarga Dengan Gangguan Jiwa Pengaruh Terapi Family Psychoeducation (FPE) Terhadap Kemampuan Keluarga Merawat Anggota Keluarga Dengan Gangguan Jiwa Ni Made Dian Sulistiowati madedian.21@gmail.com Program Studi Ilmu Keperawatan Univ.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial, yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping

Lebih terperinci

Koping individu tidak efektif

Koping individu tidak efektif LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI I. PROSES TERJADINYA MASALAH Isolasi social merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Isolation (isolasi) merupakan mekanisme pertahanan dimana emosi diasingkan dari muatan impuls kesakitan atau memori (Cervone, 2011). Pikiran isolasi sosial ( social

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan manifestasi klinis dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distrosi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku.

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG Oleh Afandi 1), Y.Susilowati 2) 1) Alumni Akademi Keperawatan Krida Husada,

Lebih terperinci

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN Ni Made Dian Sulistiowati*, Budi Anna Keliat **, Ice Yulia Wardani** * Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA

TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA TERAPI MODALITAS DALAM KEPERAWATAN JIWA Pendahuluan Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TINGKAT KEMAMPUAN MEKANISME KOPING SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN BIMBINGAN INDIVIDU PADA MAHASISWA PROFESI DI RUMAH SAKIT JIWA*

PERBANDINGAN TINGKAT KEMAMPUAN MEKANISME KOPING SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN BIMBINGAN INDIVIDU PADA MAHASISWA PROFESI DI RUMAH SAKIT JIWA* 48 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 10, No.2, September 2006; hal 48-53 PENELITIAN PERBANDINGAN TINGKAT KEMAMPUAN MEKANISME KOPING SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN BIMBINGAN INDIVIDU PADA MAHASISWA PROFESI

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL A. Pengertian Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak 1 Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa pada Klien Isolasi Sosial Menggunakan Pendekatan Model dan Konsep Teori Hildegard Peplau dan Virginia Henderson di Ruang Arimbi Rumah Sakit Dr. H Marzoeki Mahdi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN A. Pembahasan Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata Sdr. D diruang Dewa Ruci RSJD Amino Gondohutomo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri harga diri rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat Mendapatkkan gelar ahli madya keperawatan Disusun

Lebih terperinci

TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN, KELUARGA DAN KADER KESEHATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL DI KOMUNITAS

TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN, KELUARGA DAN KADER KESEHATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL DI KOMUNITAS TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN, KELUARGA DAN KADER KESEHATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL DI KOMUNITAS Umi Rachmawati 1, Budi Anna Keliat 2, Ice Yulia Wardani 3 1. Dosen Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan

Lebih terperinci

Abstract. Key word : social skills training, social isolation, low self esteem, Peplau interpersonal model

Abstract. Key word : social skills training, social isolation, low self esteem, Peplau interpersonal model PENERAPAN TERAPI LATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL DAN HARGA DIRI RENDAH DENGAN PENDEKATAN MODEL HUBUNGAN INTERPERSONAL PEPLAU DI RS DR MARZOEKI MAHDI BOGOR Abdul Wakhid *), Achir Yani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa peneliti melaporkan kasus gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia. Menurut capai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural.

BAB I PENDAHULUAN. dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian ini. A. Latar

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL Dalam bab ini akan diuraikan tentang kerangka teori, kerangka konsep, hipotesis, dan definisi operasional yang menjadi

Lebih terperinci

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN Ni Made Dian Sulistiowati*, Budi Anna Keliat **, Ice Yulia Wardani** * Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah kematangan emosi dan sosial seseorang disertai dengan adanya kesesuaian dengan dirinya dan lingkungan sekitar. Kesehatan jiwa juga diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Kerusakan interaksi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa globalisasi saat ini dengan kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia cenderung akan mengalami stress apabila ia tidak mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

MANUSKRIP OLEH : FATIMA DA SILVA DE JESUS PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2017

MANUSKRIP OLEH : FATIMA DA SILVA DE JESUS PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2017 MANUSKRIP ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH PADA NY. S DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG WISMA ARIMBI RSJ PROF. DR. SOEROJO MAGELANG OLEH : FATIMA DA SILVA DE JESUS 0141951

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di segala kehidupan. Tidak orang semua orang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial, sehingga individu tersebut menyadari kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 18 No.3, November 2015, hal pissn , eissn

Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 18 No.3, November 2015, hal pissn , eissn Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 18 No.3, November 2015, hal 143-150 pissn 1410-4490, eissn 2354-9203 EFEKTIVITAS RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY BERDASARKAN PROFILE MULTIMODAL THERAPY PADA KLIEN

Lebih terperinci

PENERAPAN TERAPI KOGNITIF DAN PSIKOEDUKASI KELUARGA PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG YUDISTIRA RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR TAHUN 2013

PENERAPAN TERAPI KOGNITIF DAN PSIKOEDUKASI KELUARGA PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG YUDISTIRA RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR TAHUN 2013 PENERAPAN TERAPI KOGNITIF DAN PSIKOEDUKASI KELUARGA PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG YUDISTIRA RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR TAHUN 2013 Titik Suerni¹, Budi Anna Keliat 2 dan Novy Helena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Lebih terperinci

: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas

: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas Nama : Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : 19671215 200003 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas : Keperawatan Komunitas : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas LAPORAN WHO (2002)

Lebih terperinci

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr.

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr. PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr. SOEROJO MAGELANG Muhammad Nur Firman 1, Abdul Wakhid 2, Wulansari 3 123

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak permasalahan sosial yang muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial budaya serta krisis

Lebih terperinci

Abdul Wakhid 1), Achir Yani S. Hamid 2), Novy Helena CD 3) AKPER Ngudi Waluyo, Ungaran, 50515, Indonesia

Abdul Wakhid 1), Achir Yani S. Hamid 2), Novy Helena CD 3) AKPER Ngudi Waluyo, Ungaran, 50515, Indonesia PENERAPAN TERAPI LATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL DAN HARGA DIRI RENDAH DENGAN PENDEKATAN MODEL HUBUNGAN INTERPERSONAL PEPLAU DI RS DR MARZOEKI MAHDI BOGOR 1) Abdul Wakhid 1), Achir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menjadi unit terkecil dalam lingkup masyarakat yang memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap suatu kondisi. Dalam ruang lingkup keluarga terdapat

Lebih terperinci

BUKU PEGANGAN KADER KESEHATAN JIWA BUKU PEGANGAN KADER KESEHATAN JIWA NAMA KADER ALAMAT

BUKU PEGANGAN KADER KESEHATAN JIWA BUKU PEGANGAN KADER KESEHATAN JIWA NAMA KADER ALAMAT BUKU PEGANGAN KADER KESEHATAN JIWA NAMA KADER ALAMAT BUKU PEGANGAN KADER KESEHATAN JIWA Sejak Tahun 2002, paradigma kesehatan Indonesia berfokus pada peningkatan dan pencegahan penyakit dengan memberdayakan

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL DI RSJD DR.AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

PENGARUH TERAPI KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL DI RSJD DR.AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG PENGARUH TERAPI KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL DI RSJD DR.AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG Astia Siskayanti*, Arief Nugroho**, Mugi Hartoyo ** *Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gangguan Harga Diri Rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,

Lebih terperinci

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA SKIZOFRENIA Riska Ratnawati (Prodi Kesehatan Masyarakat, STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

PENILAIAN TERHADAP STRESOR & SUMBER KOPING PENDERITA KANKER YANG MENJALANI KEMOTERAPI. Semarang

PENILAIAN TERHADAP STRESOR & SUMBER KOPING PENDERITA KANKER YANG MENJALANI KEMOTERAPI. Semarang PENILAIAN TERHADAP STRESOR & SUMBER KOPING PENDERITA KANKER YANG MENJALANI KEMOTERAPI Desi Ariyana Rahayu 1), Tri Nurhidayati 2) 1) Departemen keperawatan jiwa, FIKKES, Unimus, Jln. Kedungmundu Raya no

Lebih terperinci

Renidayati, N.Rachmadanur (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) Abstrak

Renidayati, N.Rachmadanur (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) Abstrak APLIKASI MODEL FAMILY CENTER NURSING DENGAN PENDEKATAN PSIKOEDUKASI KELUARGA GANGGUAN JIWA DI KELURAHAN BUBULAK KECAMATAN BOGOR BARAT Renidayati, N.Rachmadanur (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) Abstrak

Lebih terperinci

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa Keputusasaan (Hopelessness) Pengertian Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan atau tidak adanya alternative atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat

Lebih terperinci