BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaturan Hak Recall menurut peraturan perundang-undangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaturan Hak Recall menurut peraturan perundang-undangan"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Hak Recall menurut peraturan perundang-undangan Hak recall bukan merupakan hal yang baru di Indonesia, dalam pengaturan perundang-undangan di Indonesia terkait dengan Dewan Perwakilan Rakyat, politik hukum hak recall selalu saja menjadi salah satu point hangat dibahas, hal ini tidak bisa dilepaskan dari siapa pemegang atau pengendali pemerintahan pada masa peraturan tersebut dikeluarkan. 1) Recall di Masa Orde Baru Recall telah dikenal secara formal di bumi Indonesia sejak Orde Baru berkuasa di pemerintahan, yakni tahun 1966 melalui UU No. 10 Tahun 1966 yang mengatur tentang Kedudukan MPRS dan DPR-GR. UU ini lahir beberapa bulan setelah Orde Baru naik ke pentas politik menggantikan Orde Lama. Pencantuman hak recall dalam UU No. 10 Tahun 1966 dalam rangka pembersihan anggota parlemen (DPR-GR) yang masih loyal pada Orde Lama pimpinan Soekarno. Itulah mengapa hak recall ini diatur dalam suatu UU bukan dalam Peraturan Tata Tertib DPR-GR, didasarkan atas pertimbangan bahwa Peraturan Tata Tertib hanya mengikat secara intern sedangkan UU akan mengikat juga secara ekstern Partai politik atau Organisasi Politik yang mempunyai kursi di DPR-GR. 34 Keberadaan hak recall di masa orde baru diatur dalam Pasal 15 UU No. 10 Tahun 1966 yang menyatakan bahwa anggota MPRS/DPR-GR dapat diganti menurut ketentuan sebagai berikut: 34 Ni matul Huda, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, 2011, hal

2 a. Anggota dari Golongan Politik dapat diganti atas permintaan partai yang bersangkutan; b. Anggota dari Golongan Karya yang organisasinya berafiliasi dengan satu partai politik dapat diganti oleh organisasi karya yang bersangkutan dengan persetujuan induk partainya; c. Anggota Golongan Karya yang anggotanya tidak berafiliasi dengan suatu partai politik dapat diganti atas permintaan organisasi atau instansi yang bersangkutan. 35 UU No. 10 Tahun 1966 telah mengalami perubahan beberapa kali. Pada UU No. 16 Tahun 1969 recalling diatur dalam Pasal 13, dan yang terakhir UU No. 2 Tahun 1985 di dalam Pasal 43 ayat (1) ditentukan sebagai berikut: Hak mengganti wakil organisasi peserta pemilu atau golongan karya ABRI ada pada organisasi peserta pemilu yang bersangkutan atau pada Panglima Angkatan Bersenjata, dan pelaksanaannya terlebih dahulu harus dimusyawarahkan dengan Pimpinan DPR. Pengaturan tentang Recall pada ketiga Undang-undang di atas pada intinya sama, recalling dilakukan oleh pimpinan partai politik terhadap anggota DPR dengan meminta persetujuan dari pimpinan DPR. Selama berlangsungnya pemerintahan Orde Baru, sejumlah partai politik yang pernah melakukan recalling terhadap anggota partainya di parlemen antara lain: 35 Ni matul Huda, Ibid, Hal

3 Nama Partai PPP PDI Golkar Pimpinan H.J. Naro Soenawar Soekawati Soejardi Periode 1982 s/d s/d s/d s/d s/d s/d 1998 Nama Anggota Yang Direcall 1. Syarifudin Harahap 2. Tamim Achda 3. Murtadho Makmur 4. Rusli Halil 5. Chalil Mawardi 6. MA. Ganni 7. Darussamin AS 8. Ruhani Abdul Hakim Sri Bintang Pamungkas 1. Usep Ranawidjaja 2. Abdul Madjid 3. Ny. D. Walandouw 4. Soelomo 5. Santoso Donoseputro 6. TAM. Simatupang 7. Abdullah Eteng 1. Marsoesi 2. Dudy Singadilaga 3. Nurhasan 4. Polensuka 5. Kemas Fachrudin 6. Edi Junaedi 7. Suparman 8. Jaffar 9. Thalib Ali Rahman Tolleng Bambang Warih Keterangan Usulan recalling untuk mereka yang diusulkan sejak Desember 1984 hingga Maret 1985 ditanggapi dingin oleh Pimpinan DPR waktu itu, Amir Machmud dan ternyata usul recall itu tidak diteruskan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden. Usulan FPP disetujui oleh ketua DPR Wahono dan diajukan kepada Presiden pemecatannya. Dipandang melakukan dosa politik (melanggar tata tertib partai) Dipandang melakukan dosa politik (melanggar tata tertib partai) Dianggap terlibat kasus Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) 15 Januari 1974 Dipandang melakukan dosa politik (melanggar 28

4 ABRI 1. Brigjen Rukmini 2. Brigjen Samsudin 3. Brigjen J. Sembiring tata tertib partai) Direcall karena mengkritisi pembelian kapal perang bekas milik pemerintah Jerman Sumber : Ni matul Huda, Dinamika Ketatanegaraan Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, 2011, hal ) Studi komparasi hak recall menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1966 dan Undang-undang No. 2 tahun 1985 Negara Indonesia mengenal Undang-undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang saat ini telah digantikan oleh Undang-undang No. 12 tahun 2011 yang meletakkan Undang-undang di bawah Undang-Undang Dasar. Sehingga segala sesuatu yang bertentangan dengan UUD batal demi hukum. Pasal (9) Undang-undang No. 12 tahun 2011 menyebutkan : (1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. (2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. 36 Pemberhentian Antar Waktu (PAW) anggota parlemen atau saat ini lebih dikenal dengan hak recall sudah ada di Indonesia sejak tahun 1966 pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Recall pada masa itu diatur dalam Undangundang nomor 10 tahun 1966 tentang Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Menjelang Pemilihan Umum Pasal 15 dan 16 yang berbunyi: 36 Lihat UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan 29

5 Pasal 15 Anggota-anggota MPRS/DPR-GR dapat diganti menurut ketentuan sebagai berikut: a. Anggota dari golongan politik dapat diganti atas permintaan partai yang bersangkutan b. Anggota dari golongan karya yang organisasinya berafiliasi dengan satu partai politik dapat diganti oleh organisasi karya yang bersangkutan dengan persetujuan induk partainya c. Anggota golongan karya yang organisasinya tidak berafiliasi dengan sesuatu partai politik dapat diganti atas permintaan organisasinya atau instansi yang bersangkutan d. Utusan daerah dalam MPRS oleh DPRD dapat diganti atas keputusan DPRD provinsi yang bersangkutan 37 Pasal 16 Seorang anggota berhenti antarwaktu sebagai anggota MPRS/DPR-GR karena: a. Meninggal dunia b. Atas permintaan sendiri secara tertulis kepada pimpinan MPRS/DPR-GR c. Diganti menurut pasal 15 d. Dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai anggota MPRS/DPR-GR, dengan keputusan MPRS/DPR-GR 37 Lihat UU No. 10 Tahun 1966 Tentang Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Menjelang Pemilihan Umum 30

6 e. Tidak memenuhi lagi syarat-syarat menurut ketentuan dalam pasal 12 berdasarkan keterangan yang berwajib f. Terkena larangan perangkapan jabatan menurut pasal Berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1985 Tentang perubahan atas Undang-undang No. 16 Tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 5 tahun 1975 yakni: Pasal 13 (1) Anggota DPR berhenti antar waktu sebagai anggota karena: a. Meninggal dunia b. Atas permintaan sendiri secara tertulis kepada pimpinan DPR c. Bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia d. Tidak memenuhi lagi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib e. Dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai anggota DPR dengan keputusan DPR f. Diganti menurut pasal 43 g. Terkena larangan perangkapan jabatan menurut pasal 38 ayat 1 dan ayat 3 38 Ibid 31

7 Pasal 43 (1) Hak mengganti utusan/wakil organisasi peserta pemilihan umum dalam badan permusyawaratan/perwakilan rakyat ada pada organisasi peserta pemilihan umum yang bersangkutan, dan dalam pelaksanaan hak tersebut terlebih dahulu bermusyawarah dengan pimpinan badan permusyawaratan/perwakilan rakyat yang bersangkutan (2) Pengganti utusan/wakil sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diambilkan dari nama-nama yang tercantum dalam daftar calon tetap untuk pemilihan umum DPR/DPRD yang telah disahkan dari organisasi peserta pemilihan umum yang bersangkutan (3) Hak mengganti anggota tambahan MPR utusan daerah ada pada DPRD I yang bersangkutan. Seorang gubernur kepala daerah tingkat I yang terpilih sebagai anggota pimpinan MPR dan sesuai dengan ketentuan pasal 38 ayat 2 tidak dapat merangkap jabatan sebagai gubernur kepala daerah tingkat I, tidak mengakibatkan kedudukannya sebagai anggota tambahan MPR utusan daerah berakhir. Gubernur kepala daerah tingkat I yang menggantikan gubernur kepala daerah tingkat I yang terpilih sebagai anggota pimpinan MPR tersebut, dipilih oleh DPRD I yang bersangkutan sebagai calon anggota tambahan MPR utusan daerah dalam rangka penggantian antar waktu anggota tambahan MPR utusan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2a 32

8 (4) Hak mengganti utusan/wakil golongan karya ABRI dalam badan permusyawaratan/perwakilan rakyat ada pada panglima angkatan bersenjata (5) Hak mengganti utusan golongan-golongan dalam MPR sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (4) huruf c ada pada presiden (6) Tata cara penggantian keanggotan badan permusyawaratan/perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Dari studi komparasi kedua UU di atas dapat dipahami sebagai suatu penggantian yang berdasarkan era orde lama dan era orde baru, dimana kedua rezim tersebut masih menggunakan pola-pola lama untuk kepentingan status quo (anti perubahan) bahkan ABRI pada saat itu masih terlibat politik aktif dikarenakan masih berlakunya Dwi Fungsi ABRI. 3) Recall di Masa Reformasi Setelah masa Orde Baru digantikan Orde Reformasi, mekanisme recall oleh partai politik yang selama Orde Baru efektif digunakan oleh partai politik untuk menyingkirkan lawan politik di tubuh partainya, tidak lagi diatur dalam UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD pasal 5 ayat (1). Akan tetapi pengaturan recall kembali muncul dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD pasal 85: (1) Anggota DPR berhenti antarwaktu karena: a. Meninggal dunia; b. Mengundurkan diri sebagai anggota atas permintaan sendiri secara tertulis; dan 33

9 c. Diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan. (2) Anggota DPR diberhentikan antarwaktu karena: a. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota DPR; b. Tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon Anggota DPR sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Pemilihan Umum; c. Melanggar sumpah/janji, kode etik DPR, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai Anggota DPR berdasarkan hasil pemeriksaan badan kehormatan DPR; d. Melanggar peraturan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan e. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya lima tahun penjara. Kemudian pada tahun 2009, pemerintah mengundangkan UU No. 27 Tahun 2009 yang menggantikan UU No. 22 Tahun 2003 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 39 Pada UU No. 27 Tahun 2009 tentang MD3 pasal 213 ayat (2) huruf e disebutkan bahwa Anggota DPR diberhentikan antarwaktu atas usulan partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini bertentangan dengan UUD NRI 1945 Pasal 28C ayat (2) yang berbunyi : Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. dan Pasal 28D ayat (1): Setiap 39 Ni matul Huda, Op. cit, hal

10 orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, dan ayat (2): Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Pasal 213 ayat (2) huruf e tersebut berpotensi bagi setiap anggota DPR untuk secara subjektif dan sewenang-wenang diberhentikan dari jabatannya oleh partainya, sehingga anggota DPR tersebut tidak dapat melaksanakan kewajibannya menyalurkan aspirasi dan amanat konstituen dengan baik dan menyebabkan tidak lancarnya tugas-tugas dan fungsinya selaku anggota DPR. Terlebih jika alasan recalling hanya karena perbedaan pendapat dalam internal partai yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap AD/ART partai politik. Sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya, bahwa hak recall pernah menghilang pengaturannya pada awal reformasi yakni pada UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, hal ini secara eksplisit dimuat pada Pasal 5 ayat (1), Anggota MPR berhenti antara waktu sebagai berikut: a) Meninggal dunia b) Permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan MPR c) Bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia d) Berhenti sebagai Anggota DPR e) Tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib 35

11 f) Dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai wakil rakyat dengan keputusan MPR g) Terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud pasal 41 ayat (1) Hilangnya wacana recall seiring dengan nafas dan tuntutan refomasi saat itu. Akan tetapi seiring berjalannya waktu pengaturan hak recall muncul kembali dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD pada Pasal 85 ayat (1) ditegaskan dalam Undang-undang tersebut bahwa anggota DPR berhenti antar waktu karena: a) Meninggal dunia b) Mengundurkan diri sebagai anggota atas permintaan sendiri secara tertulis c) Diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan. Adapun alasan di recall-nya anggota DPR pada poin (c) di atas diatur pada ayat 2 yakni karena: a) Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR b) Tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai anggota DPR sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Pemilihan Umum c) Melanggar sumpah/janji, kode etik DPR dan/atau tidak melaksanakan kewajibannya sebagai anggota DPR berdasarkan pemeriksaan badan kehormatan DPR d) Melanggar peraturan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan 36

12 e) Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai keputusan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah rendahnya lima tahun penjara. Pemberhentian Anggota DPR yang telah memenuhi ketentuan pada ayat (1) huruf a, b, dan c serta telah memenuhi ketentuan ayat (2) huruf d dan e langsung disampaikan oleh Pimpinan DPR untuk diresmikan oleh Presiden. Lebih lanjut Pemberhentian Anggota DPR yang telah memenuhi ketentuan pada ayat (2) huruf a, b dan c setelah dilakukan penyelidikan, verifikasi dan pengambilan keputusan oleh badan kehormatan DPR atas pengaduan Pimpinan DPR, masyarakat atau pemilih. Selain Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD pengaturan recall juga diatur dalam UU partai politik yaitu UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik bahwa Anggota partai politik yang menjadi anggota lembaga perwakilan rakyat dapat diberhentikan keanggotaannya dari lembaga perwakilan rakyat apabila: a. Menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik yang bersangkutan atau menyatakan menjadi anggota partai politik lain; b. Diberhentikan dari keanggotaan partai politik yang bersangkutan karena melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; atau c. Melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang menyebabkan yang bersangkutan diberhentikan. Pengaturan ini juga lebih diperkuat dengan Pasal 11 ayat (3) Anggota partai politik wajib mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta 37

13 berkewajiban untuk berpartisipasi dalam kegiatan partai politik. Proses perubahan pengaturan partai politik kemudian bertransformasi ke UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik dan yang terakhir berubah lagi menjadi Undangundang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Pada UU ini dimuat tentang pemberhentian anggota partai. Pasal 16 menyebutkan: (1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotaannya dari Partai Politik apabila: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri secara tertulis; c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau d. melanggar AD dan ART. (2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur di dalam AD dan ART. (3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 40 Dengan aturan seperti ini anggota DPR dibuat terbelenggu dengan seluruh kebijakan partai politik dimana dia bernaung. AD/ART partai politik yang memaksa anggota partai untuk tunduk dan patuh terhadap kebijakan yang diambil oleh partai politik sering menjadi dasar anggota DPR direcall, memang dalam UU partai politik recall diusulkan oleh partai politik kepada pimpinan DPR dan Presiden yang mengesahkan, akan tetapi hal ini hanya dianggap sebagai formalitas 40 Lihat UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik 38

14 saja. 41 Pimpinan DPR adalah pelaksana tugas koordinatif dan protokoler yang bukan merupakan atasan dari anggota DPR lainnya, begitu juga dengan Presiden. Presiden juga tidak bisa ikut campur masalah internal DPR. Sehingga kekuatan atau otoritas penuh berada di tangan partai politik. B. Penerapan Hak Recall yang tepat sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi 1) Recall Dalam Pandangan Mahkamah Konstitusi Mahkamah konstitusi sebagaimana kita ketahui bersama merupakan lembaga yudikatif di Indonesia, dalam konteks ketatanegaraan Indonesia Mahkamah Konstitusi dikonstruksikan dalam tiga hal yakni: a) Sebagai pengawal konstitusi, yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat. b) Mahkamah Konstitusi bertugas mendorong agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten dan bertanggung jawab c) Dalam kelemahan sistem, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat 42. Pada hakikatnya, fungsi utama Mahkamah Konstitusi adalah mengawal supaya konstitusi dijalankan dengan konsisten (the guardion of constitutions), dan menafsirkan konstitusi atau UUD (the interpreter of constitutions). Dengan fungsi 41 Ni matul Huda, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi. FH UII Press, Yogyakarta, 2011, hal Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2011, hal

15 dan wewenang tersebut keberadaan Mahkamah Konstitusi memiliki arti penting dan peranan strategis dalam perkembangan ketetanegaraan Indonesia. Karena hanya Mahkamah konstitusi yang bisa mengukur secara legal apakah hal tertentu konstitusional atau inkonstitusional. Dalam kaitan dengan hak recall partai politik, Mahkamah Konstitusi telah berpendapat dalam putusannya No. 008/PPU_IV/2006, hal ini diajukan oleh salah satu anggota DPR Djoko Edi Socipto Abdurrahman yang direcall yang pada intinya menolak keseluruhan permohonan pemohon. Akan tetapi hal tersebut tidaklah menjadi tembok besar bagi kajian akademik, dan didukung pula oleh beberapa hakim konstitusi yang dissenting opinion (pendapat berbeda) pada keputusan tersebut, tak tanggung-tanggung pada saat pengambilan putusan untuk permohonan ini dengan 5 hakim menolak permohonan dan 4 hakim dissenting opinion, para hakim yang menolak dan dissenting opinion antara lain dapat digambarkan pada matrix di bawah 43. NO Nama Hakim Konstitusi Keterangan 1. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,SH Dissenting Opinion 2. Dr. Harjono,SH.,M.C.L Menolak 3. H Achmad Roestandi,SH Menolak 4. Prof. H.A.S Natabaya,SH.,LLM Menolak 5. I Dewa Gede Palguna,SH.,MH Menolak 6. H Soearsono,SH Menolak 43 Mahkamah Konstitusi RI Risalah Sidang Perkara No. 008/PUU-IV/

16 7. Prof. A. Muktie Fadjar,SH.,M.S Dissenting Opinion 8. Maruar Siahaan,SH Dissenting Opinion 9. Prof. Dr. Laica Mardjuki,SH Dissenting Opinion Sumber : Risalah Sidang Putusan MKRI No. 008/PPU-IV/2006 Dari matrix di atas, jelas hakim yang menolak pasti memiliki landasan hukum dalam menafsirkan hukum, hal ini didasarkan pada hukum di masyarakat itu tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan tatanan masyarakat atau civil society berarti harapan untuk perubahan undang-undang kedepan dapat dilaksanakan melalui parlemen baik itu oleh pemerintah maupun oleh anggota DPR, sehingga hak recall tidak digunakan untuk membelenggu para wakil rakyat yang membawa amanah langsung dari rakyat hanya karena adanya tendensi elite partai politik. 2) Solusi Penerapan Recall Mendatang Berdasarkan berbagai macam pertimbangan dan hasil-hasil kajian recall serta telah membahas dan melihat beberapa penerapan recalling partai politik, peneliti mengerucutkan dan merumuskan mekanisme penerapan hak recall yang akan datang dalam 3 (tiga) rumusan : a. Recall melalui badan kehormatan b. Recall melalui rapat paripurna DPR c. Petisi oleh rakyat melalui lembaga hukum Ketiga rumusan di atas peneliti yakini bisa memberikan kebebasan kepada anggota DPR tanpa merasa takut akan direcall oleh partainya akan tetapi harus berada dalam koridor demokrasi. 41

17 a. Recall melalui Badan Kehormatan DPR Badan Kehormatan dalam UU MD3 ditempatkan sebagai alat kelengkapan DPR (Pasal 81 ayat (1) huruf g yang bersifat tetap, badan kehormatan terdiri dari 11 (sebelas) orang, di dalamnya terdapat 1 (satu) orang ketua dan dua orang wakil ketua. Sesuai dengan namanya Badan Kehormatan DPR berfungsi sebagai alat kontrol demi menjaga perilaku dan moral anggota DPR guna tegaknya nama kehormatan DPR, Pasal 127 UU MD3 menjelaskan: (1) Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena: a. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79; b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun; c. Tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturutturut tanpa alasan yang sah; d. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan/atau e. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undangundang ini. 42

18 (2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kehormatan melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik DPR. (3) Badan Kehormatan berwenang memanggil pihak terkait dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain. (4) Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan. Untuk menunjang tugasnya tersebut, BK diberi wewenang memanggil anggota yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan, serta memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keteragan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain. 44 Dengan demikian, Badan Kehormatan memang telah memiliki hak untuk melakukan verifikasi dan penyelidikan tentang berbagai laporan masyarakat terhadap anggota DPR yang melakukan pelanggaran sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya dengan kewenangan yang dimiliki dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan verifikasi badan kehormatan bersifat aktif dalam arti tanpa menunggu laporan dari partai politik. Setelah memegang hasil tersebut badan kehormatan diberikan hak untuk memecat anggota DPR, tanpa pandang bulu atau melihat backround (latar belakang) partai politik anggota DPR tersebut atau jika menurut hasil penyelidikan dan verifikasi tidak terbukti maka Badan Kehormatan harus melakukan rehabilitasi untuk mengembalikan nama baik anggota DPR itu sendiri. Mekanisme recall oleh badan kehormatan adalah sebagai berikut: 44 Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Kencana, Jakarta, 2011, hal

19 - Badan Kehormatan memanggil anggota DPR yang oleh peraturan perudangundangan diberikan hak kepada Badan Kehormatan - Badan Kehormatan beracara sesuai dengan ketentuan yang berlaku - Setelah mendapatkan hasil dari penyelidikan dan verifikasi badan kehormatan melakukan pemberhentian anggota DPR yang bersangkutan - Putusan Badan Kehormatan besifat final dan banding (lembaga kuasa peradilan) - Pemecatan anggota DPR disahkan dalam rapat paripurna - Jika hasil penyelidikan dan verifikasi badan kehormatan tidak menyatakan sebaiknya maka rehabilitasi dilakukan pada sidang paripurna DPR Dalam rumusan seperti di atas memberikan peran yang sangat krusial bagi Badan Kehormatan, sehingga kedudukan Badan Kehomatan bukan hanya sebagai alat kelengkapan semata yang tidak memiliki kekuatan untuk berbuat apa-apa tetapi menjadi alat kelengkapan yang bekerja efektif dalam memelihara dan menjaga kehormatan parlemen, tidak bisa dipungkiri lagi dari survey yang dilakukan oleh Transparency Internasional Indonesia (TII) menempatkan DPR sebagai lembaga Negara terkorup sekaligus lembaga Negara yang tidak dapat dipercaya. 45 Belajar dari pengalaman tersebut maka perlu adanya penguatan secara internal pada lembaga tersebut yakni melalui badan kehormatan untuk menjaga citra para anggotanya. Sehingga ketika para wakil rakyat menyampaikan kondisi real di lapangan mereka bisa membuat kebijakan dalam hal ini undang-undang yang berpihak pada rakyat tanpa ditakut-takuti oleh elite partai yang dengan 45 Kompas.com, 1 oktober 2013, Lagi-lagi DPR (online), diakses pada 10 Desember

20 sewenang-wenang mencabut haknya sebagai penyambung lidah rakyat di DPR, wakil rakyat tidak lagi menjadi para pembantu elite politik dalam memuluskan kepentingan individu dan kelompoknya, tetapi benar-benar menjadi wakil rakyat yang bisa menyalurkan aspirasi rakyat, bukan hanya wakil partai. Kondisi badan kehormatan yang begitu kuatnya bukan berarti tanpa celah, dengan menganggap orang-orang yang ada di badan kehormatan itu sendiri adalah orang-orang partai, sehingga kredibilitas dari putusannya juga beraroma politis. Bagaimanapun orang-orang yang ada di internal badan kehormatan adalah wakil rakyat juga yang masuk ke DPR dengan menggunakan partai politik. Solusinya adalah komposisi badan kehormatan bukan diambil dari anggota DPR, tetapi direkrut dari luar anggota DPR yang kredibilitasnya sudah teruji oleh publik, dengan demikian para anggota DPR benar-benar lebih fokus menjalankan fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi kontrol. Sehingga anggota DPR terbuka kesempatan untuk bertindak sebagai pembawa suara rakyat dan mengajukan beraneka ragam pendapat dan pandangan yang berkembang dinamis sesuai dengan masyarakat tanpa merasa terkekang oleh kepentingan partai politik, sebaliknya akan menonjolkan nilai-nilai edukatif yang mendidik masyarakat ke arah kewarganegaraan yang sadar dan bertanggung jawab dalam partisipasi politik dan kesadaran bernegara yang benar-benar mementingkan kepentingan rakyat. b. Melalui Rapat Paripurna DPR Pasal 221 ayat (1) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat secara tegas menyebutkan bahwa rapat paripurna merupakan rapat anggota yang dipimpin oleh pimpinan DPR dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan tugas dan 45

21 wewenang DPR, recalling anggota DPR seharusnya dilakukan dalam rapat paripurna. Dalam studi perbandingan dengan Negara lain yakni Amerika Serikat terdapat mekanisme recall oleh parlemen sendiri atau proses removal dengan alasan incapacity (ketidakmampuan) dan misbehavior (berkelakuan buruk). Tidak dapat dipungkiri bahwa seorang calon anggota DPR memiliki hubungan hukum antara calon anggota dengan partai pengusung. Kemudian setelah anggota DPR itu terpilih maka tidak hanya hubungan hukum anggota DPR dengan partainya yang terjadi melainkan melahirkan hubungan hukum baru yakni hubungan hukum antara anggota DPR dengan rakyat yang memilihnya di DPR dan anggota DPR dengan lembaga Negara (DPR) itu sendiri, hubungan hukum yang demikian berkonsekwensi logis pada hak dan kewajiban bagi anggota DPR dengan lembaga DPR yang diatur dalam hukum dan dilindungi secara konstitusional, konsekwensi hubungan hukum dalam hal sebagai pejabat Negara terlihat dalam hak-hak yang dimiliki anggota DPR misalnya, fungsi legislasi yang di dalamnya terdapat serangkaian hak seperti hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. Hal demikian juga dapat kita lihat dalam sumpah jabatan anggota DPR : a. Memenuhi kewajiban sebagai anggota DPR sebaik-baiknya dan seadiladilnya; b. Memegang teguh Pancasila dan menegakkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada bangsa dan negara; 46

22 d. Memperjuangkan aspirasi rakyat untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, hubungan hukum antara anggota DPR dengan partai merupakan hubungan hukum privat, sedangkan hubungan hukum anggota DPR dengan pemilihnya dan lembaga Negara merupakan hubungan hukum publik di samping diatur oleh hukum privat AD/ART partai, anggota DPR juga harus tunduk pada hukum publik. Oleh karenanya apa yang disebut oleh Pasal 12 huruf b UU Parpol, diberhentikan dari keanggotaan partai politik karena melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, yang dikukuhkan dalam Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Susduk, yang menyatakan anggota berhenti antarwaktu karena diusulkan partai politik yang bersangkutan, sesungguhnya telah membiarkan hukum yang bersifat privat (privaatrechtelijk) mengesampingkan hukum publik dalam masalah konstitusional hubungan antara wakil rakyat dengan rakyat pemilih dan dengan lembaga negara yang memperoleh kewenangannya dari UUD Recall anggota DPR melalui sidang paripurna DPR dilakukan melalui mekanisme removal tanpa mengenyampingkan due procces of law (asas legalitas) yang telah dijelaskan di atas, adalah keharusan sebab anggota DPR telah terikat dengan hukum yang ada di lembaga Negara tersebut yang diatur dalam kode etik anggota DPR serta melanggar kewajiban dan larangan sebagai anggota DPR. Mekanismenya bisa berjalan dengan syarat anggota DPR melakukan pelanggaran sebagaimana disebutkan di atas. 47

23 Dalam kamus ilmiah Pius Abdillah mendefinisikan removal sebagai penghilangan 46, artinya anggota DPR tersebut hak dan kewajibannya dihilangkan atau ditiadakan sehingga berkonsekwensi logis pada tidak adanya tanggung jawab sebagai anggota DPR dan oleh karena anggota DPR tersebut tidak memiliki tanggung jawab maka secara otomatis menghilangkan statusnya sebagai anggota DPR. Proses removal itu dilakukan oleh lembaga legislatif dengan pemungutan suara terbanyak yang kemudian menyebabkan pemecatan anggota DPR atau pejabat publik seperti yang terjadi di Amerika 47 yang melengserkan Gubernur North Dakota, Lynn J. Frazier pada tahun 1921 dan Gubernur California Gray Davis pada tahun Rapat paripurna terkait dengan removal merupakan sidang politik sehingga tidak berkonsekwensi pidana maupun denda tapi akan berkonsekwensi secara politis pula misalnya anggota DPR tersebut tidak bisa mencalonkan sebagai anggota DPR lagi pada periode selanjutnya, dalam hal anggota DPR melakukan perbuatan yang berindikasi pada praktek pidana, maka secara hukum dia akan tetap digelarkan sidang umum di pengadilan. c. Melalui petisi oleh rakyat Denny Indrayana dalam kehadirannya di Mahkamah Konstitusi sebagai saksi ahli menegaskan bahwa recall seharusnya dilakukan oleh rakyat melalui petisi oleh pemilih dan bukan oleh partai, karena akan menumbuhkan sistem keterwakilan yang tidak jelas. Jika yang melakukan recall adalah partai maka 46 Pius Abdillah, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Arkola, Surabaya, 2001, hal Risalah Sidang Putusan MKRI No. 008/PPU-IV/ Budi H. Wibowo, 28 Februari 2007, Meretas Pemikiran Tentang Recall (online), diakses pada 29 Desember

24 loyalitas yang dibangun oleh anggota DPR hanya kepada partai bukan kepada konstituen yang memilihnya. Pada umumnya recall legislative diadakan di negara-negara yang menganut direct democratic device system (system demokrasi langsung), seperti di negaranegara bagian Amerika (the state or Oregon and local governments), Amerika dan delapan kanton di Swiss 49, di Negara yang menganut hal di atas, warga negaranya turut dalam pengambilan putusan penyelenggaraan pemerintahan secara langsung tanpa melalui perwakilan dengan menggunakan instrumen, instrumen referendum, inisiatif dan merecall wakil-wakilnya. Anggota DPR saat ini seharusnya tidak dapat direcall oleh partai politik yang mengusungnya, mengingat para calon anggota DPR dipilih dengan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Pemberian suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten kota dilakukan dengan mencoblos salah satu tanda gambar Partai Politik Peserta Pemilu dan mencoblos satu calon di bawah tanda gambar Partai Politik Peserta Pemilu dalam surat suara. Manakala seorang calon yang walaupun namanya berada di nomor urutan bawah tetapi memperoleh suara banyak secara signifikan maka calon yang bersangkutan ditetapkan terpilih sebagai anggota DPR mewakili partai politik yang mencalonkannya. Berdasarkan mekanisme sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka, Partai Politik Peserta Pemilu dari calon tersebut tidak dapat membatalkan atau mengubah hasil suara yang diperoleh sang calon. Anggota DPR yang terpilih berdasarkan Sistem Representasi Proporsional yakni sistem 49 Risalah Sidang Putusan MKRI No. 008/PPU-IV/

25 pemilihan yang sengaja mengurangi kesenjangan antara perolehan suara partai secara nasional dengan perolehan kursinya di parlemen 50, yang dipadu dengan list system (sistem daftar calon terbuka) tidak perlu terlalu takut untuk dikenakan recall karena ia lebih terpanggil untuk memperjuangkan konstituennya, utamanya di daerah-daerah serta menjembatani aspirasi rakyat pada umumnya. Merecall anggota dewan yang bersangkutan berarti mengingkari atau menegasi hasil pemilihan rakyat banyak selaku pemegang kedaulatan. Anggota DPR mewakili rakyat banyak, sesuai namanya: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, pada hakikatnya adalah negarawan. Ia tidak boleh sekedar perpanjangan tangan partainya. Petisi dalam kamus ilmiah karangan Pius Abdillah diartikan sebagai permohonan atau permintaan, sehingga rakyat benar-benar dijadikan objek serta subjek aktif menilai kinerja wakilnya. Petisi tersebut didalilkan oleh rakyat sebagai bentuk kekecewaan rakyat terhadap wakilnya yang notabenenya merupakan perpanjangan tangan rakyat dan bukan semata-mata perpanjangan tangan partai. Rakyat akan lebih objektif menilai wakilnya berdasarkan janji-janji saat kampanye, sehingga dalam kurun waktu tertentu rakyat merasa kecewa dan berhak mengusulkan kepada DPR untuk merecall anggota DPR tersebut. Usul tersebut bisa saja menjadi landasan diadakan recall melalui lembaga penegak hukum dalam hal ini lembaga peradilan dalam bentuk kuasa peradilan yang dilaksanakan secara cepat dan kekuatan hukumnya bersifat final and banding. Kekuatan hukum formal yang inkrah bisa dicapai bukan hanya sekedar asumsi 50 Patawari, 25 Februari 2009, Sistem Pemilu (online), diakses pada 29 Desember

26 rakyat semata, sehingga kedaulatan dan demokrasi benar-benar dirasakan oleh rakyat bukan oleh elit politik yang serta merta melakukan recall anggota jika tidak tunduk pada perintah partai. Tidak lazim recall legislation diberlakukan di parlemen negara-negara yang menganut pemerintahan presidensiil, yang anggota-anggotanya dipilih menurut sistem distrik, yaitu sistem yang berdasarkan lokasi daerah pemilihan, bukan berdasarkan jumlah penduduk 51. Penggunaan hak recall (recall recht) oleh partai politik terhadap anggota-anggotanya di parlemen, cenderung menjadikan partai politik yang bersangkutan dominan terhadap anggota-anggota partainya itu, sehingga anggota-anggota dewan lebih mementingkan kepentingan partainya dibanding membawakan aspirasi rakyat banyak (konstituen). 51 Derickazwindy, 23 November 2012, Sistem Politik Indonesia (online), azwindy.blogspot.com/2012/11/sistem-distrik.html, diakses pada 29 Desember

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN 1 PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN NUR MOH. KASIM JURUSAN ILMU HUKUM ABSTRAK Fitri Lameo.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hak Recall Recall merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris, yang terdiri dari kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, sehingga jika diartikan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro 1 ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Oleh: Husendro Kandidat Doktor Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

Bab III Keanggotaan. Bagian Kesatu. Umum

Bab III Keanggotaan. Bagian Kesatu. Umum Bab III Keanggotaan Bagian Kesatu Umum Pasal 7 1. Anggota berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang. 2. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Muchamad Ali Safa at

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Muchamad Ali Safa at DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Muchamad Ali Safa at DPRD Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah FUNGSI: Legislasi; Anggaran; Pengawasan; Representasi RAKYAT DI DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kehidupan kenegaraan yang demokratis konstitusional berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Pengertian Sistem Ketatanegaraan Istilah sistem ketatanegaraan terdiri dari kata sistem dan ketatanegaraan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KULIAH 11 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah SUSUNAN DAN KEDUDUKAN DPRD terdiri dari anggota Parpol hasil Pemilu Fungsi DPRD Fungsi Pengawasan Fungsi Anggaran 2 Fungsi legislasi DPRD merupakan lembaga perwakilan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH Jakarta, 2013 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006 I. PEMOHON DJOKO EDHI SUTJIPTO ABDURRAHMAN. II. KUASA HUKUM DR.H.TEGUH SAMUDRA, S.H.,MH. Dkk. III. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG A.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan :

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan : TATA TERTIB DPR 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan : 1. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

I. U M U M PASAL DEMI PASAL II.

I. U M U M PASAL DEMI PASAL II. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 d. bahwa berdasarkan pada ketentuan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang pedoman teknis verifikasi syarat calon pengganti antarwaktu Anggota

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam paham ini, rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting, sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD I. PEMOHON Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI

TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya I. PEMOHON 1. Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, selaku Ketua Umum Partai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KABUPATEN CIAMIS Jln. Ir. H. Juanda No. 164 Tlp. (0265) 771522 Ciamis 46211 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UU MK (UU No. 24 Tahun 2003) LNRI Tahun 2003 No.

Lebih terperinci

PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Diterbitkan oleh ; SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2005

PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Diterbitkan oleh ; SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2005 PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Diterbitkan oleh ; SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2005 KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 08/ DPR RI/I/2005.2006

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG 1 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945 Tujuan pokok dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah : 1 1. Melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. DR. Busyro Muqoddas 2. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 3. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF I. KAJIAN TEORETIK A. Teori Lembaga Perwakilan Teori lembaga perwakilan muncul karena asas demokrasi langsung menurut Rousseau tidak mungkin lagi dapat dijalankan,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 03/SB/2006

K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 03/SB/2006 K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 03/SB/2006 T E N T A N G PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA) Sumber: LN 1985/2; TLN NO. 3282 Tentang: PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR. TAHUN 2015 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI KELENGKAPAN DOKUMEN PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR : 001/UU/BPMFEUI/VI/2012

UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR : 001/UU/BPMFEUI/VI/2012 UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR : 001/UU/BPMFEUI/VI/2012 Tentang : KOMITE AUDIT BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DAFTAR ANOTASI Halaman 1. Sejak hari Selasa, tanggal 12 April

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS - 2 - DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Konstruksi Hukum Hak Pemberhentian/Pergantian Antarwaktu oleh Politik dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARTAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN

Lebih terperinci