BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan PP No 72 Tahun 1991 (Mohammad Amin, 1995: 22) anak. tunagrahita ringan adalah anak yang mempunyai IQ antara 50-70,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan PP No 72 Tahun 1991 (Mohammad Amin, 1995: 22) anak. tunagrahita ringan adalah anak yang mempunyai IQ antara 50-70,"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Anak Tunagrahita Ringan 1. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Menurut American Association of Mentally Defticiency (AAMD) dan PP No 72 Tahun 1991 (Mohammad Amin, 1995: 22) anak tunagrahita ringan adalah anak yang mempunyai IQ antara 50-70, sehingga mengalami hambatan dalam kecerdasan dan adaptasi sosialnya, namun mereka mempunyai kemampuan berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial kemampuan belajar. Menurut Leokanner (Mohammad Amin, 1995: 29) anak hambatan mental yang dalam masyarakat tertentu dianggap hambatan mental tetapi di tempat masyarakat lain tidak dipandang tunagrahita. Tunagrahita tipe ini pada umumnya adalah penyandang tunagrahita ringan. Menurut Mulyono Abdurahman (1994: 26-27) anak tunagrahita ringan adalah anak yang mengalami kesulitan dalam mengikuti program reguler di sekolah dasar, tetapi masih memiliki potensi untuk menguasai mata ajaran akademik di sekolah dasar. Selain itu anak tunagrahita ringan mampu dididik untuk melakukan penyesuaian sosial yang dalam jangka panjang dapat berdiri sendiri dalam masyarakat dan mampu bekerja untuk menopang sebagian atau seluruh kehidupan orang dewasa. Berbagai istilah untuk menyebut anak tunagrahita ringan misalnya: mild educable, moron, marginally dependent, debil, feable minded (pikiran lemah) (Mumpuniarti, 2007: 12). 8

2 9 Sutjihati Soemantri (2006: 105) mengemukakan bahwa tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasan mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Selain itu Rusli Ibrahim (2005: 37) mengemukakan bahwa anak tunagrahita/terbelakang mental adalah yang anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata anak seusia pada umumnya, dan juga terganggu penyesuaian perilaku untuk mengurus dirinya sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak tunagrahita ringan anak yang mempunyai intelegensi, intelektual atau kecerdasan mental antara 50/55 70/75 dan mengalami hambatan dalam kecerdasan dan adaptasi sosialnya, tetapi masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam bidang akademik yang sederhana membaca, menulis dan berhitung. 2. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Secara fisik anak tunagrahita ringan tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya tetapi secara khusus ketrampilan motoriknya lebih rendah dari anak normal. Karakter fisik mengalami sedikit hambatan dalam kemampuan motorik (Mumpuniarti, 2007: 15). Karakteristik anak tunagrahita tampak pada aspek perhatian, ingatan yang lemah, menyimpulkan pesan, fungsi eksekutif dan bahasanya berkembang lambat (Mumpuniarti 2007: 25). Pengalaman di lapangan dalam segi fisik anak

3 10 tunagrahita ringan tidak tampak kecacatanya, apabila mereka diberikan suatu tugas akan tampak keragu-raguan untuk mengerjakan, hal ini akibat dari keterbatasanya dalam ingatan dan menyimpulkan pesan yang lambat. Karakteristik sosial kadang-kadang mereka dapat bergaul dengan lingkungan bukan hanya anggota keluarganya saja, tampak mampu mandiri dalam masyarakat secara penuh sebagai orang dewasa. Sutjihati Soemantri (2006: 112) menyatakan bahwa anak tunagrahita ringan mengalami fleksibilitas mental yang kurang, akibatnya kesulitan dalam pengorganisasian bahan yang akan dipelajari. Anak tunagrahita ringan mempunyai hambatan dalam koordinasi gerak yang komplek dan yang memerlukan pemahaman. Choirul Anam (1995: 88-89) menyebutkan bahwa ciri-ciri anak tunagrahita ringan sebagai berikut: a. Penampilan fisik tidak banyak berbeda dengan anak normal lainnya. b. Daya pikir cukup mampu menyertai tingkah lakunya. c. Mampu memecahkan berbagai masalah sehari-hari dengan kemampuan berpikirnya. d. Daya fantasi, kemampuan abstraksi yang masih mampu mendukung diperolehnya kecakapan tertentu. Tin Suharmini (2009: 46) menyatakan bahwa anak tunagrahita mengalami kelambatan dalam menerima stimulus dari luar dirinya, untuk dapat mengingat stimulus diberikan setahap demi setahap. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai karakteristik anak tunagrahita ringan

4 11 seperti di atas dapat ditegaskan bahwa, karakeristik anak tunagrahita ringan dapat dikelompokkan dengan beberapa segi yang antara lain: a. Segi fisik, dalam perkembangan masa kanak-kanak tidak ada perbedaan dengan anak-anak normal pada umumnya, sampai dewasa pun tidak tampak perbedaan yang nyata dibandingkan dengan mereka yang normal. b. Segi akademik, mereka mengalami kemiskinan mengingat akan diikuti dengan kemiskinan dalam kemampuan berbahasa yaitu dalam: Fonologi (mengucapkan kata-kata), Sintaksis (susunan kata-kata), Sematik (arti bahasa), dan perhatian (penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan lingkungan sosial). Kondisi yang demikian ini, mereka sangat memerlukan bimbingan dan layanan secara khusus agar kemampuanya dapat dikembangkan secara maksimal sesuai dengan kondisi yang mereka alami. c. Segi sosial kepribadian anak tunagrahita ringan menunjukkan sifat egois, mengalami gangguan emosi yang ditunjukkan dengan rasa takut, cemas, dan ketergantungan dengan orang lain. Sikap tersebut akan mengakibatkan reaksi negatif dari lingkungan, selanjutnya mereka tidak dapat melakukan interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Meskipun secara fisik mereka mampu bergaul dengan lingkungan sekitarnya, sebatas dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. d. Keterbatasan intelegensi mengakibatkan kelambatan dalam merespon rangsangan yang memerlukan dari penalaran luar dirinya, sehingga pembicaraan menjadi tidak sambung. Keadaan yang demikian

5 12 memerlukan perhatian baik dari keluarga maupun masyarakat sekitar tempat dimana mereka bertempat tinggal. Mohammad Amin (1995: 37) mengemukakan bahwa karakteristik anak tunagrahita ringan, sebagai berikut: a. Lancar dalam berbicara, tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya. b. Sulit berpikir abstrak. c. Pada usia 16 tahun, anak mencapai kecerdasan setara dengan anak normal usia 12 tahun. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum anak tunagrahita ringan mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Karakteristik fisik anak tunagrahita ringan nampak seperti anak normal, hanya sedikit mengalami kelambatan dalam kemampuan sensomotorik. b. Karakteristik psikis anak tunagrahita ringan meliputi: kemampuan berfikir rendah, perhatian dan ingatannya lemah, sehingga mengalami kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan fungsi mental dan intelektualnya, kurang memiliki perbendaharaan kata, serta kurang mampu berfikir abstrak. c. Karakteristik sosial anak tunagrahita ringan yaitu mampu bergaul, menyesuaikan di lingkungan yang tidak terbatas pada keluarga saja. Namun ada yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan yang sederhana dan melakukannya secara penuh sebagai orang dewasa.

6 13 B. Kajian tentang Operasi Hitung Penjumlahan 1. Pengertian Operasi Hitung Penjumlahan Pengertian operasi hitung adalah suatu cara untuk menghubungkan suatu bilangan tertentu dengan suatu pasang bilangan (Depdikbud, 1993: 13). Abdul Halim Fathoni (2009: 65) menjelaskan bahwa operasi hitung aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang dibutuhkan. Penjumlahan adalah menghubungkan, menyatukan atau menghitung dua bilangan atau lebih menjadi sebuah bilangan. Dengan pengertian di atas bahwa pendekatan yang signifikan untuk mengembangkan pemahaman mengenai arti dari operasi adalah mengajak atau melibatkan siswa untuk menyelesaikan soal kontekstual atau soal cerita yang dalam penelitian ini dikhususkan, difokuskan soal-soal penambahan atau penjumlahan. Dalam operasi hitung penjumlahan dapat dijelaskan dalam struktur penjumlahan. Perubahan Penggabungan Jumlah Hasil Gambar 1. Struktur Dasar dari Penjumlahan Soal-soal Cerita (Abdul Halim Fathoni, 2009: 65)

7 14 Untuk langkah penggabungan ada 3 kuantitas yang terlibat, jumlah awal, jumlah perubahan (bagian yang ditambahkan atau digabungkan) dan jumlah hasil (jumlah terakhir setelah melakukan penggabungan). 2. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Pembelajaran Matematika Kelas X SLB Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran SLB pembelajaran matematika kelas X semester I tahun ajaran 2011/2012 sebagai berikut : a. Standar Kompetensi Menggunakan perhitungan dalam pemecahan masalah. b. Kompetensi Dasar Melakukan penjumlahan sampai c. Indikator 1) Melakukan belanja di toko koperasi sekolah. 2) Menyebutkan benda atau barang yang dibeli. 3) Menuliskan harga barang yang dibeli. 4) Menjumlah harga barang yang dibeli. 5) Mengerjakan soal matematika yang berbentuk cerita tentang penjumlahan.

8 15 C. Tinjauan tentang Pendekatan Realistik 1. Pengertian Pendekatan Realistik Pendekatan pendidikan matematika atau dikenal dengan Realistic Mathematic Education (RME) merupakan teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda pada tahun 1970-an. Teori ini berangkat dari pendapat Fruedental bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematika seseorang memecahkan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran (Supinah, 2008: 14). Mulai tahun 1990-an RME merupakan pendekatan dalam matematika, diadaptasi di beberapa sekolah di Amerika Serikat. Menururt Romberg (Daitin Tarigan, 2006: 3) pendekatan ini muncul dengan nama kurikulum Mathematics in Contex, sedangkan untuk Indonesia sendiri RME yang dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) ini diperkenalkan pada tahun 2001 di beberapa perguruan tinggi secara kolaboratif melalui Proyek Pendidikan Matematika Realistik di tingkat SD RME merupakan pendekatan yang orientasinya menuju kepada penalaran siswa yang bersifat relistik sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi yang ditujukan kepada pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis dan jujur dengan berorientasi pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah. Ada empat pilar dasar yang perlu diperdayakan agar siswa nantinya mampu berbuat untuk

9 16 memperkaya pengalam belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungan fisik, sosial maupun budaya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Dengan demikian siswa dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be). Kesempatan untuk berinteraksi dengan individu ataupun kelompok yang bervariasi (learning to live together) (Daitin Tarigan, 2006: 4). Dalam RME dimulai dari masalah yang real sehingga siswa dapat terlihat dalam proses rekontruksi ide dan konsep matematika. De Lange (Daitin Tarigan, 2006: 5) menggambarkannya sebagai the art of unteching, sedangkan Gravemeijer (Daitin Tarigan, 2006: 5) menjelaskan bahwa peran guru harus berubah dari seorang validator (menyalahkan/membenarkan) menjadi pembimbing yang menghargai setiap kontribusi (pekerjaan dan jawaban) siswa. Secara garis besar RME adalah suatu teori pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar (Supinah, 2008: 15-16). RME merupakan metode yang dapat memberikan pengertian mengenai proses pendidikan matematika sebagai proses menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Freudenthal

10 17 berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi), namun pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri (Ifada Nofikasari, 2007: 6). Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan belajar matematika yang dikembangkan untuk mendekatkan matematika kepada siswa, masalah-masalah yang nyata dari kehidupan sehari-hari digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika untuk menunjukkan bahwa matematika sebenarnya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Benda-benda nyata yang akrab dengan kehidupan keseharian siswa dijadikan sebagai alat peraga dalam pembelajaran matematika (Akhnay, 2012). Oleh sebab itu, perlu digunakan suatu cara yang dapat membantu anak tunagrahita agar lebih mudah untuk mempelajari dan memahami materi pelajaran di sekolah, khususnya pelajaran matematika penjumlahan yang berbentuk soal cerita. Salah satunya dengan menggunakan pendekatan realistik yakni usaha guru untuk memperlihatkan suatu proses kejadian atau kerja suatu alat, dengan cara diajak terlibat langsung atau melakukan praktek sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Penggunaan pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika penjumlahan diharapkan dapat menimbulkan pengalaman yang menyenangkan bagi anak tunagrahita. Untuk itu, pembelajaran matematika penjumlahan dengan pendekatan realistik akan memberikan banyak

11 18 kesempatan kepada anak tunagrahita untuk menemukan, memeriksa menggunakan berbagai pola dan hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain. Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa RME adalah metode/pendekatan/model pembelajaran yang menjadikan kedaan nyata (real) sebagai acuan dalam penyajian pembelajaran materi pelajaran matematika yang pada dasarnya bersifat abstrak. Penggunaan pendekatan realistik dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar. Bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan pendekatan realistik pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dari isi pelajaran pada saat itu. Berdasarkan pengertian di atas pendekatan realistik menumbuhkan akan pentingnya konteks nyata yang dikenal murid dan proses konstruksi pengetahuan matematika oleh murid sendiri. 2. Pemahaman Konsep Pendekatan Realistik Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Ini berati bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Pada pandangan ini, bahwa konsep pembelajaran matematika tidak dapat

12 19 ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar (Sri Subarinah, 2006: 1). Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kerja guru dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya. Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengonstruksi konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi (Abdus Sakir, 2011). Treffers (Ifada Novikasari, 2007: 5-8) mengklasifikasikan pembelajaran matematika berdasarkan horisontal dan vertikal dalam matematisasi ke empat tipe. Adapun ke empat tipe tersebut adalah sebagai berikut: a. Mechanistic, atau pendekatan tradisional, yang didasarkan pada drillpractice dan pola atau pattern, prosedural serta menggunakan rumus dan algoritma sehingga siswa dilatih pengerjaan soal seperti komputer

13 20 atau mekanik(mesin). Pada pendekatan tradisional, baik horisontal maupun vertikal matematisasi tidak digunakan. b. Empiristic, dunia adalah realitas, di mana siswa dihadapkan dengan situasi dimana mereka harus menggunakan aktivitas horisontal matematisasi. Pendekatan ini secara umum jarang digunakan dalam pendidikan matematika karena terdapat pemisahan antara konsep dengan realitas yang ada di sekitar siswa. c. Structuralist, atau matematika modern, didasarkan pada teori himpunan dan game yang bisa dikategorikan ke horisontal matematisasi, tetapi pada dasarnya bentuk ini ditetapkan atau dibuat dari dunia yang dibuat secara ad hoc, yang tidak ada kesamaan dengan dunia siswa. Pada aplikasinya ilmu matematika yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. d. Realistic, yaitu pendekatan yang menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang memuat dua macam matematisasi. Di mana, pembelajaran berawal dari tahap informal, yang kemudian siswa diajak untuk melakukan matematisasi pada dunia nyata yang direpresentasikan ke dalam dunia simbol. Setelah itu, siswa dapat melakukan matematisasi vertikal, yakni proses menggunakan model-model guna mencapai kesimpulan yang lebih umum. Pendekatan ini mulai digunakan dalam pembelajaran di sekolahsekolah di Indonesia yang diwujudkan dalam suatu pendekatan yakni

14 21 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang disadur dari Realistic Mathematics Education (RME). Dalam mengonstruksi konsep-konsep matematika hendaknya tidak terpisah dengan kehidupan atau pengalaman siswa sehari-hari, sehingga konsep matematika dapat terserap dengan baik dan siswa tidak akan cepat lupa serta dapat mengaplikasikan matematika dalam kehidupan seharihari. Terkait dengan empat tipe pembelajaran matematika di atas, salah satu pembelajaran matematika yang dimulai dari pengalaman siswa seharihari adalah pembelajaran realistik. Pembelajaran RME ini dilandasi oleh konsep Freudenthal (Dyana Wijayanti, 2012) yaitu matematika harus dihubungkan dengan kenyataan, berada dekat dengan peserta didik, relevan dengan kehidupan masyarakat dan materi-materi harus dapat ditransmisikan sebagai aktivitas manusia. Ini berarti materi-materi matematika harus dapat menjadi aktivitas siswa dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan matematika melalui praktek yang dilakukan sendiri dan sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator yang bertugas mengawasi dan mengarahkan kerja siswa. Setelah itu membantu siswa menggeneralisasikan temuan yang diperoleh siswa. Proses pembelajarannya dimulai dengan masalah nyata, menggunakan aktivitas matematisasi horizontal dan vertikal. Pada aktivitas matematisasi horizontal siswa menggunakan matematika sehingga dapat membantu mereka mengorganisasikan dan menyelesaikan

15 22 suatu masalah yang terdapat pada situasi nyata. Aktivitas ini termasuk mengidentifikasikan, merumuskan, dan memvisualisasikan masalah dengan cara-cara yang berbeda, mentransformasikan masalah dunia nyata ke masalah matematika. Pada matematisasi vertikal proses pengorganisasian kembali menggunakan matematika itu sendiri. Misalnya mempresentasikan hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, merumuskan model matematika dan menggeneralisasikan. Sutarto Hadi (Supinah, 2008: 20-21) mengemukakan bahwa teori RME sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (CTL). Namun baik kontruktivisme maupun pembelajaran kontekstual mewakili teori belajar secara umum, sedangkan RME merupakan suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar. Lebih lanjut berkaitan dengan konsep RME Sutarto Hadi (Supinah, 2008: 21) mengemukakan beberapa konsepsi RME di Indonesia yang dikenal dengan sebutan PMRI (Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia), yaitu konsepsi PMRI tentang siswa, konsepsi PMRI tentang guru dan konsepsi PMRI tentang pembelajaran matematika, yang mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan paradigma baru pendidikan,

16 23 sehingga PMRI pantas untuk dikembangkan di Indonesia. Berdasarkan pemikiran tersebut, konsepsi siswa dalam pendekatan ini menurut Hadi (Akhnay, 2012), sebagai berikut: a. Konsepsi PMRI tentang siswa sebagai berikut: 1) Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya. 2) Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk untuk dirinya sendiri.21 3) Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan. 4) Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman. 5) Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematik. b. Konsepsi PMRI tentang guru adalah sebagai berikut: 1) Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran. 2) Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif. 3) Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif terlibat pada proses pembelajaran dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil. 4) Guru tidak terpancang pada materi yang ada di dalam kurikulum, tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan lingkungan riil, baik lingkungan fisik maupun sosial. c. Konsepsi PMRI tentang pembelajaran Matematika meliputi aspekaspek berikut. 1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang riil bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna. 2) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut. 3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan. 4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.

17 24 Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) itu diharapkan siswa dapat menemukan sendiri konsep matematika yang dipelajari. Pembelajaran diawali dengan hal-hal yang konkrit berupa permasalahan yang dapat dibayangkan oleh siswa, selanjutnya dengan hal-hal semi konkrit berupa gambar-gambar, denah ataupun grafik, dan pada akhirnya menuju pada konsep pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa berupa lambang-lambang (Salmani, 2012). Berdasarkan uraian di atas bahwa dalam pendekatan matematika realistik, siswa dipandang sebagai individu (subjek) yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan. Selanjutnya, dalam pendekatan ini diyakini pula bahwa siswa memiliki potensi untuk mengembangkan sendiri pengetahuannya, dan bila diberi kesempatan mereka dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang matematika. 3. Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) RME merupakan model pembelajaran matematika di sekolah yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi kehidupan siswa. RME menekankan pada keterampilan berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dan menarik kesimpulan. Jadi model pembelajaran RME adalah model pembelajaran yang dilaksanakan melalui proses belajar mandiri (Ari

18 25 Munarsih, 2008: 7). RME adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki ciri sebagai berikut: a. Menggunakan masalah kontekstual, yaitu matematika dipandang sebagai kegiatan sehari-hari manusia, sehingga memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi atau dialami oleh siswa (masalah kontekstual yang realistik bagi siswa) merupakan bagian yang sangat penting. b. Menggunakan model, yaitu belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (alat matematis, hasil matematisasi horisontal). c. Menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis, di bawah bimbingan guru. d. Pembelajaran terfokus pada siswa. Terjadi interaksi antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar meliputi kegiatan memecahkan masalah kontekstual yang realistik, mengorganisasikan pengalaman matematis, dan mendiskusikan hasil-hasil pemecahan masalah tersebut (Supinah, 2008 :16). Selain ciri-ciri di atas terdapat prinsip kunci RME menurut Gravemeijer, yaitu sebagai berikut: a. Guided Re-invention atau Menemukan Kembali Secara Seimbang Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan matematisasi dengan masalah kontekstual yang realistik bagi siswa denganbantuan dari guru. Siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. Pembelajaran tidak

19 26 dimulai dari sifat-sifat atau definisi atau teorema dan selanjutnya diikuti contoh-contoh, tetapi dimulai dengan masalah kontekstual atau real/nyata yang selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan dapat ditemukan sifat atau definisi atau teorema atau aturan oleh siswa sendiri. b. Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik Topik-topik matematika disajikan atas dasar aplikasinya dan kontribusinya bagi perkembangan matematika. Pembelajaran matematika yang cenderung berorientasi kepada memberi informasi atau memberitahu siswa dan memakai matematika yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah, diubah dengan menjadikan masalah sebagai sarana utama untuk mengawali pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkannya. Dalam memecahkan masalah tersebut, siswa diharapkan dapat melangkah ke arah matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal. Pencapaian matematisasi horisontal ini, sangat mungkin dilakukan melalui langkah-langkah informal sebelum sampai kepada matematika yang lebih formal. Dalam hal ini, siswa diharapkan dalam memecahkan masalah dapat melangkah ke arah pemikiran matematika sehingga akan mereka temukan atau mereka bangun sendiri sifat-sifat atau definisi atau teorema matematika tertentu (matematisasi horisontal), kemudian ditingkatkan aspek matematisasinya

20 27 (matematisasi vertikal). Kaitannya dengan matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal ini, De Lange menyebutkan: proses matematisasi horisontal antara lain meliputi proses atau langkah-langkah informal yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah (soal), membuat model, membuat skema, menemukan hubungan dan lainlain, sedangkan matematisasi vertikal, antara lain meliputi proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula (rumus), membuktikan keteraturan, membuat berbagai model, merumuskan konsep baru, melakukan generalisasi, dan sebagainya. Proses matematisasi horisontal-vertikal inilah yang diharapkan dapat memberi kemungkinan siswa lebih mudah memahami matematika yang berobyek abstrak. Dengan masalah kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran seperti tersebut di atas, dimungkinkan banyak/beraneka ragam cara yang digunakan atau ditemukan siswa dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian, siswa mulai dibiasakan untuk bebas berpikir dan berani berpendapat, karena cara yang digunakan siswa satu dengan yang lain berbeda atau bahkan berbeda dengan pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya juga benar. Ini suatu fenomena didaktik. Dengan memperhatikan fenomena didaktik yang ada di dalam kelas, maka akan terbentuk proses pembelajaran matematika yang tidak lagi berorientasi pada guru, tetapi diubah atau beralih kepada pembelajaran

21 28 matematika yang berorientasi pada siswa atau bahkan berorientasi pada masalah. c. Self-Delevoped Models atau Model Dibangun Sendiri oleh Siswa Pada waktu siswa mengerjakan masalah kontekstual, siswa mengembangkan suatu model. Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam proses matematisasi horisontal ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri atau kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai model pemecahan masalah buatan siswa. Dalam pembelajaran matematika realistik diharapkan terjadi urutan situasi nyata model dari situasi itu model kearah formal pengetahuan formal. Menurutnya, inilah yang disebut buttom up dan merupakan prinsip RME yang disebut Selfdelevoped Models (Supinah, 2008: 18) Van den Heuvel Panhuizen (Supinah, 2008: 19-20) merumuskan karakteristik RME sebagai berikut: a. Prinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Si pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika. b. Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah yang realistik atau dapat dibayangkan oleh siswa. c. Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal. d. Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah,

22 29 tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik. e. Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan itu serta menanggapinya. f. Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan terbimbing untuk menemukan (re-invent) pengetahuan matematika. Berdasarkan uraian di atas, bahwa penerapan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah penerapan pembelajaran dengan penggunaan prinsip dan karakteristik PMR dalam menyusun langkahlangkah pembelajaran dengan model pembelajaran yang di dalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama di dalam kelompokkelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar) yang dimuat dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang bertujuan agar siswa mencapai kompetensi dasar yang telah di rencanakan. 4. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik (Sofa, 2008), sebagai berikut: a. Langkah Pertama Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

23 30 b. Langkah Kedua menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami. c. Langkah Ketiga Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri. d. Langkah Keempat Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran. e. Langkah Kelima Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

24 31 Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik, agar berjalan secara efektif maka banyak langkah yang harus dilakukan sebagai berikut: a. Persiapan Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi. b. Pembukaan Memperkenalkan strategi pembelajaran yang akan dipakai dan masalah dari dunianya kepada siswa. c. Proses Pembelajaran Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya dilakukan individu atau kelompok. d. Penutup Siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. 5. Karakteristik Pendekatan Realistik Karakteristik Pendekatan Realistik menurut Sunaryo (2007: 46-47), sebagai berikut: a. Masalah kontekstual yang realistik digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa. b. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip atau model matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru dan temannya. c. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang mereka temukan. d. Siswa merefleksikan apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan baik hasil kerja mandiri atau kerja diskusi. e. Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang memang ada hubungannya.

25 32 f. Siswa diajak mengembangkan, memperluas atau meningkatkan hasilhasil dari kerjanya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih rumit. g. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai kegiatan paling cocok dilakukan melalui learning by doing. Untuk mengetahui hasil pembelajaran melalui pendekatan realistik pada akhir pertemuan dapat diberi tugas-tugas yang sesuai dengan kegiatan yang telah dilaksanakan. Apabila dilihat dari anak tunagrahita mengalami hambatan intelegensi rendah, kondisi ini akan mempengaruhi dalam proses belajar di sekolah akibatnya prestasi belajar rendah. D. Kerangka Berpikir Pembelajaran matematika akan menjadi lebih bermakna bagi siswa anak tunagrahita apabila siswa dapat mengetahui tentang obyek yang dipelajari. Penjumlahan bilangan cacah sebagai salah satu pokok bahasan dalam matematika masih bersifat abstrak untuk itu perlu mengkonkritkan pembelajaran tersebut, agar siswa dapat memahami dan menerima konsepkonsep yang sederhana, karena dalam penjumlahan bilangan cacah suatu konsep menyatukan dua bilangan atau lebih menjadi sebuah bilangan. Penerapan pendekatan realistik sebagai upaya meningkatkan kemampuan penjumlahan bilangan cacah dalam pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Berdasarkan karakteristik anak tunagrahita yang mengalami hambatan intelegensinya dan daya ingat yang rendah, maka mengakibatkan prestasi belajar matematika penjumlahan anak tunagrahita untuk menyelesaikan soal

26 33 matematika yang berbentuk cerita rendah. Untuk membantu anak tunagrahita di SLB PGRI Minggir agar lebih mudah mempelajari, memahami dan menyelesaikan soal matematika yang berbentuk cerita, dibutuhkan penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat. Untuk itu digunakan pendekatan realistik, dengan harapan setelah digunakan pendekatan realistik prestasi belajar siswa dapat meningkat, sebab pendekatan realistik hal-hal yang sifatnya abstrak, sulit dipahami oleh anak tunagrahita dapat dikonkritkan. E. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah pendekatan realistik dapat meningkatkan kemampuan operasi penjumlahan bagi anak tunagrahita ringan kelas X di SLB PGRI Minggir.

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian matematika realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata oleh : Wahyudi (Dosen S1 PGSD Universitas Kristen Satya Wacana) A. PENDAHULUAN Salah satu karakteristik matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Realistic Mathematics Education (RME) yang di Indonesia dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 11 BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Siswa Sekolah Dasar pada umumnya berusia 7 sampai

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. 11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Dalam matematika,

Lebih terperinci

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME Oleh: Lailatul Muniroh email: lail.mpd@gmail.com ABSTRAK Pembelajaran matematika dengan pendekatan RME memberi peluang pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan menunjukkan sebagian besar kehidupan adalah berhadapan dengan masalah. Untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hakekat Matematika Istilah matematika berasal dari Bahasa Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata matematika juga diduga erat hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan serta suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran matematika bahkan sebelum disebut matematika, pembelajaran ini dinamakan pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG Hariyati 1, Indaryanti 2, Zulkardi 3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak

Lebih terperinci

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Hudzaifah, Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers... 397 Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Hudzaifah

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) A. Pendahuluan Oleh: Atmini Dhoruri, MS Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

Lebih terperinci

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan II. KAJIAN TEORI A. Pendekatan Matematika Realistik Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dimulai sekitar tahun 1970-an. Yayasan yang diprakarsai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematika 2.1.1.1 Kemampuan Kemampuan secara umum diasumsikan sebagai kesanggupan untuk melakukan atau menggerakkan segala potensi yang

Lebih terperinci

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii Dian Septi Nur Afifah STKIP PGRI Sidoarjo email de4nz_c@yahoo.com ABSTRAK Objek matematika merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Realistic Mathematics Education (RME) 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian hasil belajar Hamalik (2002: 146) mengemukakan bahwa hasil belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan

Lebih terperinci

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR Rini Setianingsih Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa ABSTRAK. Salah satu pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu untuk memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka Pada bab II kajian pustaka ini terkait dengan variabel penelitian, variabel hasil belajar matematika sebagai variabel terikat, pembelajaran matematika realistik

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI Lampiran B3 DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI UNTUK SISWA SMP KELAS VII SEMESTER GENAP UNTUK AHLI MATERI 1. Kelayakan Isi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan penting dalam berbagai penerapan disiplin ilmu lain. Banyak konsep dari

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK MANGARATUA M. SIMANJORANG Abstrak Konstruktivis memandang bahwa siswa harusnya diberi kebebasan dalam membangun sendiri pengetahuannya. Salah satu pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah, yang tidak hanya bertujuan agar siswa memiliki kemampuan dalam matematika saja melainkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Minat Belajar 2.1.1.1. Pengertian Minat Belajar Minat diartikan sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan (Kamisa,1997:370). Minat merupakan sumber motivasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Materi Matematika diawali dari bentuk yang konkrit mengarah pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Materi Matematika diawali dari bentuk yang konkrit mengarah pada 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Real Mathematic Education (RME) Materi Matematika diawali dari bentuk yang konkrit mengarah pada bentuk yang abstrak, hal ini berdampak pada implementasi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) Yuniawatika Yuniawatika.fip@um.ac.id Dosen KSDP FIP Universitas Negeri Malang Abstrak: Ketika mendengar matematika,

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS V SD NEGERI 2 AMBON

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS V SD NEGERI 2 AMBON PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS V SD NEGERI 2 AMBON Wilmintjie Mataheru FKIP UNPATTI AMBON E-mail: wilmintjiemataheru@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika BAB II KAJIAN TEORI A. Pendekatan Realistik 1. Pengertian Pendekatan Realistik Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan pada keterkaitan antar konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Hasil Belajar Hasil belajar menurut Sudjana (1991:22) adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Pendidikan Matematika Realistik... PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Siti Maslihah Abstrak Matematika sering dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit bagi siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan seharihari. Berbagai bentuk simbol digunakan manusia sebagai alat bantu dalam perhitungan, penilaian,

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (PTK Di SD Negeri 3 Mojopuro, Wuryantoro Kelas III Tahun Ajaran 2009/2010) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak, 17 BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berhitung Kemampuan berhitung terdiri dari dua kata yaitu kemampuan dan berhitung. Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa, melakukan sesuatu, dapat. Sedangkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN BILANGAN BULAT DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDN 05 BIRUGO

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN BILANGAN BULAT DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDN 05 BIRUGO PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN BILANGAN BULAT DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDN 05 BIRUGO Ghenny Aosi 1) 1) SDN 05 Birugo, Jln. Birugo Puhun, Birugo, Aur Birugo Tigo Baleh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Matematika Para ahli _naeaclefinisikan tentang matematika antara lain; Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi (Sujono, 1988);

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Kemampuan Komunikasi Matematika Ditinjau dari makna secara globalnya, komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Penggunaan Pendekatan dan Metode dalam Pembelajaran Pendeketan merupakan salah satu komponen dalam salah satu strategi belajar mengajar. Berhubungan dengan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada masa kini diseluruh dunia telah timbul pemikiran baru terhadap status pendidikan. Pendidikan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga

Lebih terperinci

Penulis: Dra. Supinah. Penilai: Drs. Edi Prayitno, M.Pd. Editor: Sri Wulandari Danubroto, S.Si., M.Pd. Desain Cahyo Sasongko, S.Sn.

Penulis: Dra. Supinah. Penilai: Drs. Edi Prayitno, M.Pd. Editor: Sri Wulandari Danubroto, S.Si., M.Pd. Desain Cahyo Sasongko, S.Sn. PAKET FASILITASI PEMBERDAYAAN KKG/MGMP MATEMATIKA Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP Penulis: Dra. Supinah. Penilai: Drs. Edi Prayitno, M.Pd. Editor: Sri Wulandari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam

Lebih terperinci

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP. Di sampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI Untuk GuruSMP Di LPP Yogyakarta Juli 2008

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP. Di sampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI Untuk GuruSMP Di LPP Yogyakarta Juli 2008 PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP Di sampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI Untuk GuruSMP Di LPP Yogyakarta Juli 2008 Oleh Dr. Marsigit Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah bahasa universal untuk menyajikan gagasan atau pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan terjadinya multitafsir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Efektivitas dapat dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

Jurnal MITSU Media Informasi Teknik Sipil UNIJA Volume 3, No. 1, April ISSN :

Jurnal MITSU Media Informasi Teknik Sipil UNIJA Volume 3, No. 1, April ISSN : LUAS LINGKARAN DI KELAS VIII SMP ( Suatu Kerangka Konseptual ) Oleh : Sulaiman Guru SMPN 2 Pasongsongan Dosen Tehnik Sipil UNIJA ABSTRAK Sebagai upaya untuk mengatasi masalah pembelajaran matematika di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir diantara pembaca. Oleh

Lebih terperinci

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK SISWA KELAS VIII SEMESTER I Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME 1. Teori Belajar dari Bruner Menurut Bruner (dalam Ruseffendi, 1988), terdapat empat dalil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi tantangan era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia yang handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan kerjasama

Lebih terperinci

PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK, KAITANNYA DENGAN PERFORMANSI PESERTA DIDIK Oleh: Ahmad Nizar Rangkuti 1

PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK, KAITANNYA DENGAN PERFORMANSI PESERTA DIDIK Oleh: Ahmad Nizar Rangkuti 1 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik...Ahmad Nizar Rangkuti 96 PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK, KAITANNYA DENGAN PERFORMANSI PESERTA DIDIK Oleh: Ahmad Nizar Rangkuti 1 Abstract This research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi yang dapat diajarkan kepada peserta didik melalui pembelajaran matematika disebut komunikasi matematis. Komunikasi dalam matematika memang memiliki

Lebih terperinci

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan. Peranannya dalam berbagai disiplin ilmu dan pengembangan daya nalar manusia sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013 InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol, No., Februari 0 PENDEKATAN ICEBERG DALAM PEMBELAJARAN PEMBAGIAN PECAHAN DI SEKOLAH DASAR Oleh: Saleh Haji Program Pascasarjana

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sungguminasa melalui pembelajaran matematika melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman yang semakin maju ini yang masih terus dibicarakan dalam masalah mutu pendidikan adalah prestasi belajar siswa dalam suatu bidang ilmu tertentu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada penjelasan berikut ini. 1. Efektifitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pembelajaran Matematika Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pembelajaran Matematika Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat dan mengenal kembali semua aturan-aturan yang ada dan

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif, baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini, tantangan yang dihadapi generasi muda semakin berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Aktivitas Belajar Siswa Menurut Sardiman (2011), pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pengertian belajar dalam kamus besar B. Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Menurut fontana (Erman Suhaerman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan suatu bangsa dan negara. Dengan adanya pendidikan maka akan tercipta suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut kurikulum KTSP SD/MI tahun 2006 Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis), BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis), design (perancangan), development (pengembangan), implementation (implementasi),

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BILANGAN BULAT UNTUK SISWA KELAS IV SD MELALUI KOOPERATIF TIPE STAD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BILANGAN BULAT UNTUK SISWA KELAS IV SD MELALUI KOOPERATIF TIPE STAD PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BILANGAN BULAT UNTUK SISWA KELAS IV SD MELALUI KOOPERATIF TIPE STAD Trilius Septaliana Kusuma Rukmana, S.Pd. Mahasiswi Pascasarjana Universitas Sriwijaya Abstrak Dalam pembelajaran

Lebih terperinci

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994) imagorganisir bahan ajar. Ketiga hal tersebut perlu diorganisir secara matematis linatematisasi). Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Mata pelajaran matematika telah diperkenalkan kepada siswa sejak tingkat dasar sampai ke jenjang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia sehingga matematika mulai diberikan di tingkat pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu cara pembentukan kemampuan manusia menggunakan akal pikiran/ rasional mereka sebagai jawaban dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu matematika perlu dikuasai baik

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu matematika perlu dikuasai baik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di zaman modern seperti sekarang ini, matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Ini

Lebih terperinci

Penguasaan dan pengembangan Ilmu

Penguasaan dan pengembangan Ilmu 0 Jurnal Pendidikan Sains, Volume, Nomor, Desember 0, Halaman 0- Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Realistik pada Materi Himpunan di SMP Taufik Pendidikan Matematika-Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usaha menguasai dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IPTEK) diperlukan amber daya manusia yang berkemampuan tinggi. Wadah kegiatan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan belajar. Aktivitas dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan belajar. Aktivitas dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan, 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aktivitas Belajar Secara etimologi aktivitas belajar berasal dari dua kata, yaitu aktivitas dan belajar. Aktivitas dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan, keaktifan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran (Sanjaya, 2006:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Akan tetapi, matematika

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Akan tetapi, matematika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Implementasi Pembelajaran Realistic Mathematic Education di Kelas III SDN Wonomlati Krembung

Implementasi Pembelajaran Realistic Mathematic Education di Kelas III SDN Wonomlati Krembung Implementasi Pembelajaran Realistic Mathematic Education di Kelas III SDN Wonomlati Krembung Nila Adillah (148620600155/Semester 6/A3) S-1 PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo adilani26@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di SD/MI merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya antara hakikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti

Lebih terperinci