PEMBERDAYAAN PEKERJA WANITA (Studi Kasus pada Perusahaan Batik Madura di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERDAYAAN PEKERJA WANITA (Studi Kasus pada Perusahaan Batik Madura di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang)"

Transkripsi

1 PEMBERDAYAAN PEKERJA WANITA (Studi Kasus pada Perusahaan Batik Madura di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang) ARTIKEL ILMIAH OLEH Sri Wahidatul Luthfiyah NIM UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Mei, 2010

2 PEMBERDAYAAN PEKERJA WANITA (Studi Kasus Pada Perusahaan Batik Madura di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang) SRI WAHIDATUL LUTHFIYAH Abstrak: Pemberdayaan pekerja wanita pengrajin batik di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang Madura kondisi sosial ekonomi pengrajin batik pada awalnya hanya bekerja sebagai seorang petani yang berpenghasilan sedikit. Sekarang semenjak bekerja sebagai pengrajin batik penghasilannya bisa membantu perekonomian keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) kondisi sosial ekonomi pekerja wanita di perusahaan batik yang ada di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang (2) proses pemberdayaan pekerja wanita di perusahaan batik di Desa Kotah sehingga menjadi masyarakat berdaya (3) hambatan dan dukungan yang dihadapi dalam rangka pemberdayaan pekerja wanita di perusahaan batik di Desa Kotah Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, karena penelitian ini berusaha mengungkap kasus yang ada di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang. Sember data penelitian yaitu pengrajin batik, pekerja batik, tokoh masyarakat, kepala desa, dan sekretaris Desa. Penelitian dilakukan di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisa data dari Miles dan Huberman Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kondisi sosial ekonomi pekerja wanita di perusahaan batik di Desa Kotah tersebut sebagai pekerja batik cukup baik karena tenaga kerja wanita yang hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) bisa bekerja membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. (2) Upaya pemberdayaan pekerja wanita yang dilakukan oleh perusahaan batik di Desa Kotah sangat bagus karena pengrajin mambarikan pelatihan langsung kepada para pemula yang ingin belajar membatik dari tahap yang paling mudah sampai tahap yang paling sulit sehingga membawa dampak yang positif bagi kepada para pekerja wanita yang ada di Desa Kotah, sehingga bisa menambah keterampilan, wawasan, dan pengetahuan kepada pekerja wanita pengrajin batik di Desa Kotah. Pelatihan yang diberikan kepada para pekerja berupa proses pembuatan batik dari tahap membuat motif, menggambar menggunakan labun hingga tahap pewarnaan. Tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses pembuatan batik dari tahap awal hingga tahap akhir. (3) hambatan yang dihadapi oleh perusahaan batik yaitu kurangnya pelatihan tentang membuat batik menjadikan ketrampilan tenaga kerja tidak berkembang sehingga menghasilkan hasil yang kurang maksimal, kurangnya penyuluhan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan industri pembuatan batik berpengaruh besar terhadap proses pemberdayaan pekerja wanita sehingga tidak didapatkan hasil yang maksimal dalam proses tersebut, pendidikan tenaga kerja yang rendah yaitu sebagian besar lulusan Sekolah Dasar (SD) bahkan

3 ada yang putus Sekolah Dasar maka menjadi hambatan untuk mengembangkan industri batik, kesulitan modal dalam kegiatan produksi dikarenakan pemerintah Kota Sampang kurang memperhatikan usaha batik, sehingga para produsen kesulitan dalam mengembangkan usahanya, kurangnya dukungan pemerintah Kota Sampang dalam hal pemasaran batik, misalnya menyediakan wadah bagi para produsen batik untuk menjual batik kepada para konsumen Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar tenaga kerja khususnya wanita lebih meningkatkan keterampilan sebagai pengrajin batik. Pengrajin juga harus lebih meningkatkan pelayanan terhadap hak-hak tenaga kerja sehingga tenaga kerja lebih maksimal, selain itu Desa Kotah harus memperhatikan keberadaan perusahaan batik dan tenaga kerja khususnya wanita agar pemberdayaan wanita meningkat dan mendapatkan hasil yang bagus dan berkualitas tinggi. Kata Kunci: Pemberdayaan, Pekerja, Wanita, Perusahaan Batik METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena berusaha mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan kontek (holistikkontekstual) melalui pengumpulan data dan latar belakang alami dengan memanfaatkan diri sebagai instrumen kunci tentang bagaimana pemberdayaan pekerja wanita yang ada di Kabupaten Sampang Madura khususnya pekerja batik Madura. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisa dengan pendekatan induktif. Proses dan makna dari sudut pandang subyek dalam penelitian kualitatif lebih ditonjolkan. Penetapan pendekatan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa peneliti ingin mengemukakan fenomena-fenomena yang ada sesuai dengan kondisi yang terjadi dilokasi penelitian tanpa adanya rekayasa. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 1990:3) pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat dipahami. Berdasarkan pada masalah yang ada, maka jenis penelitian ini adalah studi kasus yaitu penelitian yang dimaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi sosial, individu, kelompok, lembaga dan masyarakat (Usman, 2003:5). Jenis penelitian studi kasus dalam penelitian ini diambil untuk mengetahui latar belakang kehidupan dan kondisi kaum wanita pekerja batik, bagaimanakah peran perusahaan batik yang ada di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang Madura dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja batik di Desa Kotah Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang Madura sehingga kaum wanita dapat bekerja membantu pendapatan ekonomi keluarga.

4 HASIL a. Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja Wanita Sebagai Pengrajin Batik Kondisi ekonomi pekerja batik di Desa meringankan perekonomian keluarga dibandingkan dengan masyarakat yang tidak bekerja sebagai pengrajin batik. Penghasilan para pekerja batik setiap bulan mencapai Rp sampai Rp tergantung banyaknya pesanan dan pengrajin tidak membayar pekerja dengan sistem harian karena merugikan pengrajin apabila tidak memenuhi target. Biasanya tahap pewarnaan dan membuat motif dilakukan oleh para pengrajin sendiri dan dibantu oleh istri dan anaknya. Pekerja wanita di perusahaan batik dilihat dari sisi pendidikan, mayoritas para pekerja menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD). Bahkan ada yang sampai putus sekolah dasar (SD) karena tidak mempunyai biaya untuk sekolah. Tetapi disisi lain pekerja batik di Desa Kotah mempunyai keterampilan membatik yang tidak dimiliki oleh semua orang. Dilihat dari sisi kesehatan, pengrajin batik tidak menggunakan bahan kimia yang merugikan semua pihak, baik para pekerja maupun masyarakar sekitar produksi batik dan para tenaga kerja sangat diuntungkan bisa bekerja sebagai pengrajin batik karena bisa membantu perekonomian keluarga dan mempunyai fasilitas yang lebih dibandingkan dengan masyarakat yang tidak bekerja sebagai pengrajin batik. Dilihat dari sisi ekonomi, penghasilan para pekerja batik setiap bulan mencapai Rp sampai Rp tergantung banyaknya pesanan dan pengrajin tidak membayar pekerja dengan sistem harian tetapi dengan borongan karena merugikan pengrajin apabila tidak memenuhi target. Biasanya tahap pewarnaan dan membuat motif dilakukan oleh para pengrajin sendiri dan dibantu oleh istri dan anaknya b. Proses Pemberdayaan Pekerja Wanita di Perusahaan Batik yang ada di Desa Kotah Mekanisme pemberian upah kepada pekerja batik oleh pengrajin yaitu berupa borongan, dalam satu bulan para pekerja batik menghasilkan satu sampai dua lembar kain batik dan dilihat bagus tidaknya hasil yang dikerjakan oleh para pekerja. Apabila hasil yang diperoleh bagus maka upah yang diterima banyak, sebaliknya apabila hasil yang diperoleh jelek maka upah yang diterima sedikit. Biasanya upah yang diterima oleh para pekerja dalam satu batik sekitar Rp sampai Rp tergantung dengan hasil yang mereka kerjakan. Kalau banyak pesanan pekerja mendapatkan upah hingga mencapai Rp Dilihat dari sisi kelonggaran waktu libur dan bekerja, Waktu kerja tidak ditentukan oleh pengusaha yang penting pengusaha tidak dirugikan oleh pekerja dan telah disepakati oleh kedua belah pihak antara pengusaha dan pekerja. Sedangkan dari sisi hubungan sosial pekerja dan pengrajin sangat baik karena tidak ada yang dirugikan diantara kedua belah pihak dan saling terbuka antara para pekerja dan pengrajin batik terutama masalah upah. Para pengusaha batik memberikan pelatihan langsung kepada para pekerja pemula yang mau belajar membatik dari tahap yang paling mudah sampai tahap yang paling silit. Tetapi membutuhkan waktu yang lama hingga menghasilkan batik yang bagus. dilihat dari sisi pemberian hak apabila pekerja mengalami sakit akibat datang bulan maka pekerja diijinkan untuk tidak masuk bekerja selama satu

5 sampai dua hari, hamil dan melahirkan para pekerja diijinkan tidak masuk kerja selama tiga bulan sampai kesehatannya pulih dan bisa untuk bekerja lagi sesuai dengan kemampuan para pekerja dan tidak dirugikan antara pihak pengrajin dan pihak pekerja. Peran pemerintah dalam pendidikan membatik atau kursus membatik di Desa Kotah diadakan oleh para pengrajin dan tanpa ada campur tangan pemerintah Kota Sampang dan bagi para pemula yang belajar membatik datang ke tempat produksi dan belajar membatik ke pengrajin dan pekerja yang sudah lancar dalam membatik. Fasilitas pasar batik di Kota Sampang tidak ada, sehingga para pengrajin sangat kesulitan dalam hal pamasaran. Sedangkan penyediaan bahan baku pembuatan batik di Desa Kotah dilakukan oleh pengusaha tanpa ada bantuan dari pihak pemerintah. Pelaku usaha batik di Desa Kotah tidak semua mengajukan perijinan usaha karena mayoritas perusahaan di Desa Kotah berupa perusahaan kecil dan hanya beberapa yang mengajukan perijinan usaha karena termasuk perusahaan besar c. Hambatan dan Dukungan yang Dihadapi dalam Rangka Pemberdayaan Pekerja Wanita di Perusahaan Batik yang ada di Desa Kotah, Hambatan dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja batik yaitu: 1. Kurangnya pelatihan-pelatihan tentang membuat batik menjadikan keterampilan tenaga kerja tidak berkembang sehingga menghasilkan hasil yang kurang maksimal. 2. Kurangnya penyuluhan-penyuluhan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan industri pembuatan batik berpengaruh besar terhadap proses pemberdayaan pekerja wanita sehingga tidak didapatkan hasil yang maksimal dalam proses tersebut. 3. Pendidikan tenaga kerja yang rendah yaitu sebagian besar lulusan Sekolah Dasar (SD) bahkan ada yang putus Sekolah Dasar maka menjadi hambatan untuk mengembangkan industri batik tersebut. 4. Kesulitan modal dalam kegiatan produksi dikarenakan pemerintah Kota Sampang kurang memperhatikan usaha batik, sehingga para produsen kesulitan dalam mengembangkan usahanya. 5. Kurangnya dukungan pemerintah Kota Sampang dalam hal pemasaran batik, misalnya menyediakan wadah bagi para produsen batik untuk menjual batik kepada para konsumen. Dukungan dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja batik yaitu: 1. Kepala Desa dan aparat Desa Kotah mengupayakan kepada pemerintah Kota Sampang untuk membuat pasar khusus untuk para pengrajin batik agar tidak menjual batiknya keluar Kota Sampang 2. Kepala Desa dan aparat Desa Kotah juga mengupayakan agar pengrajin batik yang ada di Desa Kotah terus mendapatkan perhatian oleh pemerintah Kota Sampang dan memberikan batuan berupa dana kepada para pengrajin batik untuk modal membeli bahan baku pembuatan batik yang sangat mahal 3. Pemerintah Kota Sampang mengupayakan untuk mengadakan pelatihan kepada para pekerja agar Batik Desa Kotah bisa bersaing dengan batik lain

6 PEMBAHASAN A. Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja Wanita Sebagai Pengrajin Batik Kondisi sosial ekonomi tenaga kerja wanita pengrajin batik dilihat dari pendidikan, mayoritas para pekerja menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD). Bahkan ada yang sampai putus sekolah dasar (SD) karena tidak mempunyai biaya untuk sekolah. Tetapi disisi lain pekerja batik di Desa Kotah mempunyai keterampilan membatik yang tidak dimiliki oleh semua orang. Pendidikan tinggi dilaksanakan diperguruan tinggi yang berbentuk universitas, sekolah tinggi dan akademi. Universitas adalah perguruan tinggi yang ruang lingkup tugasnya mencakup bidang-bidang ilmu dan profesi secara terperinci, sedangkan sekolah tinggi/akadami adalah perguruan tinggi yang ruang lingkup tugasnya mencakup hanya satu bidang dan ilmu profesi (Tim Dosen KTP FIP IKIP Malang, 1995:132) Pengrajin batik dalam proses pembuatan batik tidak menggunakan bahan kimia yang merugikan semua pihak, baik para pekerja maupun masyarakar sekitar produksi batik dan para tenaga kerja sangat diuntungkan bisa bekerja sebagai pengrajin batik karena bisa membantu perekonomian keluarga dan mempunyai fasilitas yang lebih dibandingkan dengan masyarakat yang tidak bekerja sebagai pengrajin batik. Penghasilan para pekerja batik setiap bulan mencapai Rp sampai Rp tergantung banyaknya pesanan dan pengrajin tidak membayar pekerja dengan sistem harian karena merugikan pengrajin apabila tidak memenuhi target. Biasanya tahap pewarnaan dan membuat motif dilakukan oleh para pengrajin sendiri dan dibantu oleh istri dan anaknya B. Proses Pemberdayaan Pekerja Wanita di Perusahaan Batik yang ada di Desa Kotah Proses pemberdayaan pekerja wanita di perusahaan batik di Desa Kotah sehingga menjadi masyarakat berdaya yaitu tenaga kerja wanita yang bekerja di perusahaan batik, sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Mereka bangga bisa membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, para pekerja mempunyai hak bekerja, hak mendapatkan upah dan hak memperoleh perlindungan keselamatan kerja yang sudah dicantumkan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undangundang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Apabila dilanggar maka akan mendapatkan sanksi dari pemerintah sesuai dengan Undang-undang tersebut. Menurut Soepomo, 1994:38 perjanjian kerja meliputi: (1) pembuatan perjanjian kerja merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja, (2) kewajiban pekerja untuk melaksanakan pekerjaan yang sekaligus merupakan hak pengusaha atas hasil pekerjaan pekerjanya, (3) kewajiban pengusaha membayar upah kepada pekerja dimana hal ini sekaligus hak dari pekerjaannya, (4) Berakhirnya hubungan kerja, (5) Perselisihan kedua belah pihak harus diselesaikan dengan sebaikbaiknya. Para pemula belajar membatik dari pengrajin dan pekerja yang sudah lancar. Sehingga para pemula yang ingin belajar membatik datang langsung ke tempat produksi dan pengrajin mengajarkan membatik sampai lancar kepada pemula

7 Mekanisme pemberian upah kepada pekerja batik oleh pengrajin yaitu berupa borongan, dalam satu bulan para pekerja batik menghasilkan satu sampai dua lembar kain batik dan dilihat bagus tidaknya hasil yang dikerjakan oleh para pekerja. Apabila hasil yang diperoleh bagus maka upah yang diterima banyak, sebaliknya apabila hasil yang diperoleh jelek maka upah yang diterima sedikit. Biasanya upah yang diterima oleh para pekerja dalam satu batik sekitar Rp sampai Rp tergantung dengan hasil yang mereka kerjakan. Kalau banyak pesanan pekerja mendapatkan upah hingga mencapai Rp Menurut Parsons et.al (dalam Suharto 2005:66) menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Maksudnya adalah tidak ada literatur yang menyatakan proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri tetapi bukanlah strategi utama pemberdayaan Waktu kerja tidak ditentukan oleh pengusaha yang penting pengusaha tidak dirugikan oleh pekerja dan telah disepakati oleh kedua belah pihak antara pengusaha dan pekerja dan hubungan sosial pekerja dan pengrajin sangat baik karena tidak ada yang dirugikan diantara kedua belah pihak dan saling terbuka antara para pekerja dan pengrajin batik terutama masalah upah. Pekerjaan dinilai setelah adanya perjanjian kerja sebagai syarat mutlak, menunjukkan bahwa secara yuridis hubungan antara kedua pihak yakni buruh dan majikan berada dalam satu ikatan, untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Perjanjian ini membedakan hubungan lain antara dua belah pihak, yang juga melakukan pekerjaan dengan pembayaran upah sebagai balas jasa, tetapi tidak berada dalam satu hubungan kerja (Indiarsoro & Saptenno, 1996:22). Seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan, dan (2) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Namun dalam kenyataannya banyak dijumpai pekerja/buruh yang karena faktor tertentu bekerja melebihi jam kerja tapi bukan merupakan waktu lembur. Apabila pekerja mengalami sakit, hamil dan melahirkan para pekerja diijinkan tidak masuk kerja sampai kesehatannya pulih dan bisa untuk bekerja lagi sesuai dengan kemampuan para pekerja dan pekerja sangat senang dengan adanya usaha batik di Desa Kotah karena mengurangi pengangguran yang ada di Desa Kotah. Menurut Suyono (1984:92) dalam kamus istilah Antropologi menyebutkan bahwa. Kesehatan adalah keadaan kesejahteraan secara menyeluruh meliputi kesejahteraan jasmaniah, rohaniah dan sosial Para pengusaha batik memberikan pelatihan langsung kepada para pekerja pemula yang mau belajar membatik dari tahap yang paling mudah sampai tahap yang paling sulit. Tetapi membutuhkan waktu yang lama hingga menghasilkan batik yang bagus Peran pemerintah dalam pendidikan membatik atau kursus membatik di Desa Kotah diadakan oleh para pengrajin dan tanpa ada campur tangan pemerintah Kota Sampang dan bagi para pemula yang belajar membatik datang ke

8 tempat produksi dan belajar membatik ke pengrajin dan pekerja yang sudah lancar dalam membatik. Fasilitas pasar batik di Kota Sampang tidak ada, sehingga para pengrajin sangat kesulitan dalam hal pamasaran. Sedangkan penyediaan bahan baku pembuatan batik di Desa Kotah dilakukan oleh pengusaha tanpa ada bantuan dari pihak pemerintah. Pelaku usaha batik di Desa Kotah tidak semua mengajukan perijinan usaha karena mayoritas perusahaan di Desa Kotah berupa perusahaan kecil dan hanya beberapa yang mengajukan perijinan usaha karena termasuk perusahaan besar C. Hambatan dan Dukungan yang Dihadapi Dalam Rangka Pemberdayaan Pekerja Wanita di Perusahaan Batik yang ada di Desa Kotah Hambatan dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja batik yaitu: 1. Kurangnya pelatihan-pelatihan tentang membuat batik menjadikan keterampilan tenaga kerja tidak berkembang sehingga menghasilkan hasil yang kurang maksimal. 2. Kurangnya penyuluhan-penyuluhan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan industri pembuatan batik berpengaruh besar terhadap proses pemberdayaan pekerja wanita sehingga tidak didapatkan hasil yang maksimal dalam proses tersebut. 3. Pendidikan tenaga kerja yang rendah yaitu sebagian besar lulusan Sekolah Dasar (SD) bahkan ada yang putus Sekolah Dasar maka menjadi hambatan untuk mengembangkan industri batik tersebut. 4. Kesulitan modal dalam kegiatan produksi dikarenakan pemerintah Kota Sampang kurang memperhatikan usaha batik, sehingga para produsen kesulitan dalam mengembangkan usahanya. 5. Kurangnya dukungan pemerintah Kota Sampang dalam hal pemasaran batik, misalnya menyediakan wadah bagi para produsen batik untuk menjual batik kepada para konsumen. Dukungan dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja batik yaitu: 1. Kepala Desa dan aparat Desa Kotah mengupayakan kepada pemerintah Kota Sampang untuk membuat pasar khusus untuk para pengrajin batik agar tidak menjual batiknya keluar Kota Sampang 2. Kepala Desa dan aparat Desa Kotah juga mengupayakan agar pengrajin batik yang ada di Desa Kotah terus mendapatkan perhatian oleh pemerintah Kota Sampang dan memberikan batuan berupa dana kepada para pengrajin batik untuk modal membeli bahan baku pembuatan batik yang sangat mahal 3. Pemerintah Kota Sampang mengupayakan untuk mengadakan pelatihan kepada para pekerja agar Batik Desa Kotah bisa bersaing dengan batik lain KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Mayoritas para pekerja menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD). Bahkan ada yang sampai putus sekolah dasar (SD) karena tidak mempunyai biaya untuk sekolah. Tetapi disisi lain pekerja batik di Desa Kotah mempunyai keterampilan membatik yang tidak dimiliki oleh semua orang.

9 Penghasilan para pekerja batik setiap bulan mencapai Rp sampai Rp tergantung banyaknya pesanan dan pengrajin tidak membayar pekerja dengan sistem harian karena merugikan pengrajin apabila tidak memenuhi target. Biasanya tahap pewarnaan dan membuat motif dilakukan oleh para pengrajin sendiri dan dibantu oleh istri dan anaknya Tenaga kerja wanita yang bekerja di perusahaan batik, sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Mereka bangga bisa membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, para pekerja mempunyai hak bekerja, hak mendapatkan upah dan hak memperoleh perlindungan keselamatan kerja yang sudah dicantumkan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Apabila dilanggar maka akan mendapatkan sanksi dari pemerintah sesuai dengan Undangundang tersebut. Upaya pengrajin menjadikan pekerja sejahtera apabila hasil yang diperoleh bagus maka upah yang diterima banyak, sebaliknya apabila hasil yang diperoleh jelek maka upah yang diterima sedikit. Hubungan sosial pekerja dan pengrajin sangat baik dan tidak ada yang dirugikan di antara kedua belah pihak. Karena sama-sama terbuka dalam masalah upah para pekerja Apabila pekerja selesai membuat batik maka pengrajin langsung membayar sesuai dengan hasil yang mereka kerjakan. Biasanya upah yang diterima dalam satu kain sekitar Rp sampai Rp tergantung dengan hasil yang mereka kerjakan dan membutuhkan waktu sekitar dua sampai tiga minggu dalam satu kain batik sehingga dalam satu bulan pekerja bisa menyelesaikan satu sampai dua kain batik. Apabila banyak pesanan pekerja mendapatkan upah hingga mencapai Rp Para pengusaha batik memberikan pelatihan langsung kepada para pekerja pemula yang mau belajar membatik dari tahap yang paling mudah sampai tahap yang paling silit. Tetapi membutuhkan waktu yang lama hingga menghasilkan batik yang bagus Berdasarkan paparan data tentang hambatan dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja batik yaitu: 1. Kurangnya pelatihan-pelatihan tentang membuat batik menjadikan keterampilan tenaga kerja tidak berkembang sehingga menghasilkan hasil yang kurang maksimal. 2. Kurangnya penyuluhan-penyuluhan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan industri pembuatan batik berpengaruh besar terhadap proses pemberdayaan pekerja wanita sehingga tidak didapatkan hasil yang maksimal dalam proses tersebut. 3. Pendidikan tenaga kerja yang rendah yaitu sebagian besar lulusan Sekolah Dasar (SD) bahkan ada yang putus Sekolah Dasar maka menjadi hambatan untuk mengembangkan industri batik tersebut. 4. Kesulitan modal dalam kegiatan produksi dikarenakan pemerintah Kota Sampang kurang memperhatikan usaha batik, sehingga para produsen kesulitan dalam mengembangkan usahanya. 5. Kurangnya dukungan pemerintah Kota Sampang dalam hal pemasaran batik, misalnya menyediakan wadah bagi para produsen batik untuk menjual batik kepada para konsumen.

10 Saran Berdasarkan temuan penelitian yang dikemukakan di atas, disarankan sebagai berikut: 1. Bagi tenaga kerja wanita, perlu meningkatkan keterampilan dalam melakukan pekerjaan demi meningkatkan mutu kualitas sumber daya manusia (SDM) 2. Bagi Perusahaan, perlu lebih memperhatikan hak-hak yang harus diterima oleh tenaga kerja khususnya wanita yaitu dengan memakai pedoman Undangundang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan demi terwujudnya suatu bentuk pemberdayaan wanita dengan hasil yang baik dan perusahaan hendaknya juga memperhatikan kesejahteraan keluarga dari tenaga kerja pengrajin batik. 3. Bagi desa, perlu lebih memperhatikan keberadaan perusahaan batik dan tenaga kerja wanita dalam hal peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) demi terciptanya suatu bentuk pemberdayaan pekerja wanita sebagai pengrajin batik dengan kualitas bagus sehingga dapat dijadikan aset pemasukan desa untuk mensejahterakan masyarakat khususnya Desa Kotah 4. Bagi pemerintah, khususnya departemen perindustrian dan perdagangan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), Koperasi dapat memberikan bantuan untuk memajukan perusahaan kecil pembuat batik di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang DAFTAR RUJUKAN Arikunto Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bina Aksara Asyari, S.I Metodologi Penelitian Sosial Suatu Petunjuk Praktis. Surabaya: Usaha Nasional Harijani, Doni Rekro Etos Kerja Perempuan Desa: Realisasi Kemandirian Dan produktivitas Ekonomi. Yokyakarta: Philosophy press Hasan, Iqbal Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Press Indrakusuma, Amir Daien Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional Moeljarto Pembangunan Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Mobyarto, dkk Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal. Yogyakarta: Aditya Media. Moleong, L Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Pranarka, AMW, dkk Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: CSIS Rochmadi, Nur Wahyu Pemberdayaan Masyarakat. Malang. LP3UM Sapteno, M, J & Indiarso, R Hukum perburuhan Perlindungan Hukum bagi tenaga kerja Dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Surabaya: Karunia Surabaya Soepomo, I Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan Suma mur, P. K Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung

11 Soetrisno, Loekman Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan. Yogyakarta: Kanisius Suyono, Ariyono Kamus Antropologi. Jakarta: C.V. Akademi Pressindo Tim Penulis Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah (PPKI). Malang: Universitas Negeri Malang Tim Dosen KTP FIP IKIP Malang Pengantar Pendidikan. Malang: IKIP Malang Undang-undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Undang-undang No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Usman, Husaini, Drs, dkk Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara Warjiati, Sri Hukum Ketatanegaraan Keselamatan Kerja dan Perlindungan Upah Pekerja Wanita. Bandung: Tarsito

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan.

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI RISMAN FAHRI ADI SALDI. NIM : 0810015276. Analisis Terhadap Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap anggota masyarakat harus berusaha keras untuk memenuhi kebutuhannya seharihari. Sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB V MENGGAPAI EFEKTIFITAS POKMAS. A. Penguatan Potensi untuk Meningkatkan Partisipasi Perempuan. Dari pengamatan menyimpulkan bahwa terlaksananya

BAB V MENGGAPAI EFEKTIFITAS POKMAS. A. Penguatan Potensi untuk Meningkatkan Partisipasi Perempuan. Dari pengamatan menyimpulkan bahwa terlaksananya BAB V MENGGAPAI EFEKTIFITAS POKMAS A. Penguatan Potensi untuk Meningkatkan Partisipasi Perempuan Menuju efektifitas kelompok usaha bersama berbasis Usaha Kecil Menengah (UKM) memang tidak mudah namun juga

Lebih terperinci

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pada hakekatnya penelitian merupakan wadah untuk mencari kebenaran atau untuk memberi kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2017 WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia mempunyai cita-cita untuk mensejahterakan rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu Negara menjamin warga negaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan ekonomi saat sekarang ini yang tidak menentu dan akibat perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan

Lebih terperinci

Disusun dam Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun dam Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DALAM PERJANJIAN KERJA (STUDI KASUS MANTAN TENAGA KERJA WANITA MALAYSIA DI DESA DONOHUDAN KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI) Disusun dam Diajukan Untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai kebutuhan sosial yang harus dipenuhi, oleh karena itu mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi.

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam melakukan kegiatan produksinya tidak akan dapat menghasilkan produk tanpa adanya pekerja. Pekerja tidak dapat diabaikan eksistensinya dalam

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pekerja harian lepas di UD. Belu Makmur dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Harian Lepas

BAB V PENUTUP. pekerja harian lepas di UD. Belu Makmur dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Harian Lepas BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Perlindungan Hukum terhadap pekerja harian lepas di UD. Belu Makmur dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Perlindungan Hukum

Lebih terperinci

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XI) MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT copyright by Elok Hikmawati 1 Definisi Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh

Lebih terperinci

Wajar saja buruh berunjuk rasa

Wajar saja buruh berunjuk rasa 1 Wajar saja buruh berunjuk rasa Oleh INDRA FIRMANSYAH BAGJANA Unjuk rasa buruh tiba-tiba saja menjadi headline berita di beberapa media, baik cetak maupun elektronik. Dampaknya macam-macam, dari kemacetan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri menunjukkan bahwa kesempatan kerja di luar negeri lebih banyak, menurut Kementerian Tenaga Kerja dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 38 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pada hakekatnya penelitian merupakan wadah untuk mencari kebenaran atau untuk memberikan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan modal utama pembangunan masyarakat nasional Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan terpenting dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dan terus mengedepankan pembangunan guna meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari analisis data pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri batu bata, karena

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 636 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENTUAN PENYELENGGARAAN FASILITAS KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH PERUSAHAAN

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA BATIK TULIS DI DESA JETIS KECAMATAN SIDOARJO KABUPATEN SIDOARJO

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA BATIK TULIS DI DESA JETIS KECAMATAN SIDOARJO KABUPATEN SIDOARJO PEMBERDAYAAN PENGUSAHA BATIK TULIS DI DESA JETIS KECAMATAN SIDOARJO KABUPATEN SIDOARJO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur OLEH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat". untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, "Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan salah satu fase kehidupan yang lazim dilakukan oleh setiap manusia dewasa (akil baligh), siap secara lahir dan batin, serta memiliki rasa tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007 TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007 SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan. pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pendidikan bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan. pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pendidikan bukan hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pendidikan bukan hanya merupakan warisan budaya dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985 PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas buruh, dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas buruh, dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buruh mempunyai peranan yang penting dalam rangka pembangunan nasional tidak hanya dari segi pembangunan ekonomi namun juga dalam hal mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat perlindungan sebagaimana mestinya. Dalam Pasal 27 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat perlindungan sebagaimana mestinya. Dalam Pasal 27 ayat (2) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara berkembang dan tidak luput dari perindustrian yang sedang berkembang di Indonesia, sehingga banyak tantangan dan permasalahan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena buruh merupakan permasalahan yang menarik dari dahulu.

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena buruh merupakan permasalahan yang menarik dari dahulu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena buruh merupakan permasalahan yang menarik dari dahulu. Terlebih-lebih di saat sekarang ini, di mana kondisi perekonomian yang tidak menentu membawa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 31 BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan CV. Mekar Plastik Industri adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pembuatan plastik khususnya kantong plastik Reclosable

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam melakukan sebuah penelitian banyak macam metode yang digunakan oleh peneliti, yang sesuai dengan masalah, tujuan dan kegunaan dari penelitian

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pembangunan saat ini bangsa Indonesia sedang menuju proses demokratisasi dan transparansi dalam proses menuju masyarakat adil dan makmur yang merata,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dipengaruhi atau ditentukan oleh tepat tidaknya penelitian atau penentuan metode

BAB III METODE PENELITIAN. dipengaruhi atau ditentukan oleh tepat tidaknya penelitian atau penentuan metode BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah salah satu faktor yang terpenting dan sangat menentukan dalam penelitian, hal ini disebabkan karena berhasil tidaknya suatu penelitian banyak dipengaruhi atau ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dalam usaha untuk mendapatkan

Lebih terperinci

NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN

NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

IMAM MUCHTAROM C

IMAM MUCHTAROM C TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN TENAGA KERJA WANITA DITINJAU DARI UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (Studi Kasus: PT. Aksara Solo Pos Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

PELECEHAN SEKSUAL PADA BURUH GENDONG (STUDI KASUS PADA BURUH GENDONG DI PASAR LEGI DALAM PERSPEKTIF GENDER) NASKAH PUBLIKASI

PELECEHAN SEKSUAL PADA BURUH GENDONG (STUDI KASUS PADA BURUH GENDONG DI PASAR LEGI DALAM PERSPEKTIF GENDER) NASKAH PUBLIKASI PELECEHAN SEKSUAL PADA BURUH GENDONG (STUDI KASUS PADA BURUH GENDONG DI PASAR LEGI DALAM PERSPEKTIF GENDER) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

BUAPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

BUAPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG BUAPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS TENAGA KERJA, KEPENDUDUKAN, CATATAN SIPIL DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN JEMBRANA Menimbang : a. BUPATI JEMBRANA,

Lebih terperinci

SISTEM PENGUPAHAN PADA UKM

SISTEM PENGUPAHAN PADA UKM SISTEM PENGUPAHAN PADA UKM Farika Nikmah 1, Maskur Efendi 2 Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Malang Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang ABSTRAK UKM adalah industri kecil dan menengah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB PUTUS SEKOLAH DAN DAMPAK NEGATIFNYA BAGI ANAK (Studi Kasus di Desa Kalisoro Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar)

FAKTOR PENYEBAB PUTUS SEKOLAH DAN DAMPAK NEGATIFNYA BAGI ANAK (Studi Kasus di Desa Kalisoro Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar) FAKTOR PENYEBAB PUTUS SEKOLAH DAN DAMPAK NEGATIFNYA BAGI ANAK (Studi Kasus di Desa Kalisoro Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar) NASKAH PUBLIKASI untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu htm Page 1 of 49 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN

NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara menurut sistem aturan tertentu untuk mengarahkan suatu kegiatan praktis agar terlaksana secara rasional guna mencapai hasil yang optimal. 1 Untuk

Lebih terperinci

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN Dewi Yustiarini 1 1 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: dewiyustiarini@upi.edu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA, MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Untuk memenuhi semua kebutuhannya, manusia dituntut untuk memiliki pekerjaan, baik pekerjaan yang dibuat sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi yang semakin komplek tidak terlepas dari adanya resiko kecelakaan jika

BAB I PENDAHULUAN. produksi yang semakin komplek tidak terlepas dari adanya resiko kecelakaan jika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memiliki kebutuhan hidup yang selalu ingin dipenuhi dan manusia bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam bekerja, manusia dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan sistim outsourcing.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan sistim outsourcing. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam iklim persaingan usaha yang semakin ketat, perusahaan berupaya menekan biaya produksi antara lain dengan menghemat pengeluaran biaya sumber daya manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dikarenakan untuk dapat memperoleh sumber data yang valid, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. dikarenakan untuk dapat memperoleh sumber data yang valid, yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai persepsi mahasiswa mengenai pembajakan buku dalam bentuk fotokopi ini dilakukan di lingkungan kampus UNY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkawinan merupakan salah satu asas pokok yang paling utama dalam kehidupan rumah tangga yang sempurna. Perkawinan bukan hanya merupakan satu jalan yang amat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA Bab I MAKNA PHK BAGI PEKERJA Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah untuk melindungi pekerja dari segala macam eksploitasi. Hal ini didasarkan pada tinjauan filosofis, bahwa dalam sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA, ADMINISTRATOR DAN PENGAWAS DI LINGKUNGAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang 11 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyerap tenaga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 12 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi. Menurut Bintarto dalam Budiyono (2003:3) geografi ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja baik antara pelanggan/klien (customer) dengan pengusaha jasa

BAB I PENDAHULUAN. kerja baik antara pelanggan/klien (customer) dengan pengusaha jasa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat dalam berbagai sektor. Salah satu sektor pendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan Pengupahan Upah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu PK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk terciptanya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk terciptanya masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tujuan dibentuknya negara Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mewujudkannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA, MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin

Lebih terperinci

PERUBAHAN FUNGSI KELUARGA TENAGA KERJA WANITA DI KECAMATAN WATULIMO, KABUPATEN TRENGGALEK

PERUBAHAN FUNGSI KELUARGA TENAGA KERJA WANITA DI KECAMATAN WATULIMO, KABUPATEN TRENGGALEK PERUBAHAN FUNGSI KELUARGA TENAGA KERJA WANITA DI KECAMATAN WATULIMO, KABUPATEN TRENGGALEK Winda Yunitasari Prodi Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Perkebunan merupakan suatu badan usaha yang memiliki beberapa cabang-cabang perusahaan. Salah satunya Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 BAB I PENDAHULUAN PEMBERIAN UPAH LEMBUR TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu ukuran terhadap kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu ukuran terhadap kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, hal ini terlihat pada upaya pemerintah didalam melaksanakan pembangunan dan segala bidang antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam Konstitusi terdapat peraturan peraturan yang mengatur mengenai hak hak seorang warga Negara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Di dalam Kamus Umum khususnya bidang hukum dan politik hal. 53 yang ditulis oleh Zainul Bahry, S.H., Perlindungan Hukum terdiri dari 2 suku kata yaitu: Perlindungan

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bekerja merupakan

Lebih terperinci