BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN KREDIT BANK MENURUT HUKUM. credere (bahasa Yunani), credito (bahasa latin). Di dalam kamus lengkap bahasa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN KREDIT BANK MENURUT HUKUM. credere (bahasa Yunani), credito (bahasa latin). Di dalam kamus lengkap bahasa"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN KREDIT BANK MENURUT HUKUM A. Pengertian dan Bentuk Perjanjian Kredit Bank Beberapa penyebutan istilah kredit dari berbagai bahasa asing, yakni credere (bahasa Yunani), credito (bahasa latin). Di dalam kamus lengkap bahasa Indonesia moderen, istilah kredit diartikan ansuran, cicilan, mengangsur, mencicil. 14 Kata kredit merupakan bentuk past participle dari kata credere yang berarti to trust atau faith. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit) dalam hubungan perkreditan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dengan syaratsyarat yang telah setuju bersama, dan dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan. 15 Kredit dilihat dari sudut bahasa berarti kepercayaan, dalam arti bahwa apabila seseorang atau badan usaha mendapatkan kredit dari bank, orang atau badan usaha telah mendapat kepercayaan dari bank pemberi kredit. 16 Dengan pengertian tersebut dapat dipahami, bahwa kredit merupakan suatu utang atau peminjaman uang. Kredit yang berarti kepercayaan, maka kredit tanpa kepercayaan tidak akan terwujud karena kepercayaan merupakan faktor yang mendasar dalam pelaksanaan perjanjian pemberian kredit. Dalam dunia perdagangan kepercayaan dapat diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa. Untuk perjanjian pemberian 14 Tim Bahasa Pustaka Agung Harapan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, CV. Pustaka Agung Harapan, Surabaya, 2013, hal Rudyanti Dorotea Tobing, Op. Cit., hal H. R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal

2 15 kredit mutlak adanya 2 (dua) pihak yang berhubungan satu sama lain. Di satu piak pemberi kredit dan dipihak lain yang menerima kredit. 17 Menurut O. P. Simorangkir, bahwa kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. 18 Savelberg menyatakan bahwa kredit mempunai arti antara lain: 1. Sebagai dasar dari setiap perikatan dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain. 2. Sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan memperoleh kembali apa yang diserahkan itu (commdatus, depositus, regulare, pignus). 19 Levy merumuskan arti hukum dari kredit, bahwa kredit ialah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari. 20 M. Jakile mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tersebut. 21 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 17 Ibid. 18 Ibid. 19 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 2003, hal Ibid. 21 Ibid., hal. 22

3 16 Berdasarkan dari pengertian kredit menurut undang-undang yang tersebut diatas, maka terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat dalam kredit, yaitu pihak yang meminjam atau debitur, dan pihak yang membiayai atau kreditur, adanya kepercayaan, balas jasa, perjanjian dan kesepakatan, adanya jangka waktu, dan resiko yang harus ditanggung. Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana tersebut diatas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut, yakni: 1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit (LC). 2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan peyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata, Buku Ketiga tentang Perikatan, dan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sepanjang yang mengatur tentang larangan pencantuman klausul baku dalam perjanjian. Perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan debitur lazim disebut perjanjian kredit, surat perjanjian kredit, akad kredit, dan sebutan lain yang hampir sejenis. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata) merupakan UU bagi bank dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata

4 17 menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai UU bagi pihak yang berjanji. 3. Adanya kewajiban melunasi utang. Pinjam-meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah suatu pinjaman uang, dan debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakati, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana yang diberikan secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dibayar kembali oleh debitur. 4. Adanya jangka waktu tertentu. Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka tertentu. Jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat bank dengan debitur. Jangka waktu yang ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana pinjaman dan menunjukkan kesempatan dilunasinya kredit. Berdasarkan jangka waktu tertentu tersebut dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit harus ditetapkan secara tegas karena menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak. 5. Adanya pemberian bunga kredit. Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. Namun, sering pula disebut sebagai balas jasa atas penggunaan uang bank oleh debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayaran oleh debitur, akan merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi bank. 22 Menurut Kasmir, bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut: 1. Kepercayaan Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit. 22 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 76

5 18 2. Kesepakatan Disamping unsur kepercayaan didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pmberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masingmasing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masingmasing. 3. Jangka Waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencangkup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 4. Risiko Adanya suatu tenggang rasa waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak sengaja. Misalnya terjadi bencana alam, atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya. 5. Balas Jasa Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil. 23 Mengenai bentuk perjanjian kredit, berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia bahwa belum ada ketentuan yang mengatur secara khusus tentang suatu perjanjian kredit harus dibuat dalam bentuk tertentu. artinya, para pihak antara bank dengan nasabah bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki untuk disepakati bersama, baik perjanjian tersebut dibuat secara tertulis maupun tidak tertulis (lisan). 2000, hal Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,

6 19 Praktiknya, bahwa setiap bank pada umumnya dalam pemberian kredit terhadap nasabah biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis. Perjanjian kredit tertulis tersebut mengacu pada: 1. Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 jo. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/593/UPK/Pem tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/649/UPK/Pem tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Pebruari 1967 yang menentukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan/membuat akad perjanjian kredit (tertulis). 24 Kemudian peraturan-peraturan terkait dengan Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 Tanggal 3 Oktober 1966 dinyatakan tidak diberlakukan lagi dan dicabut dengan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1979 tentang Pencabutan Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/ Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tertanggal 31 Maret 1995, dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/7/UPPB tertanggal 31 Maret 1995 tentang kewajiban Penyusunan dan pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi bank Umum pada Pasal 1 menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan 24 Ibid., hal 181

7 20 disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis. 25 Berdasarkan Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR, dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/7/UPPB tentang kewajiban Penyusunan dan pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi bank Umum, menyatakan bahwa: Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut : 1. prinsip kehati-hatian dalam perkreditan; 2. organisasi dan manajemen perkreditan; 3. kebijakan persetujuan kredit; 4. dokumentasi dan administrasi kredit; 5. pengawasan kredit; 6. penyelesaian kredit bermasalah. 26 Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis dapat mengacu pada Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam pasal itu terdapat katakata: penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat perjanjian. Meskipun dalam pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis namun untuk kepentingan administrasi yang rapi dan teratur dan demi kepentingan pembuktian 25 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal Ibid.

8 21 sehingga pembuatan bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka kesepakatan perjanjian harus tertulis. 27 Berdasarkan dengan hal tersebut, pemberian kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis, baik dengan perjanjian dibawah tangan maupun perjanjian akta notaris. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit dilakukan maka bank harus terlebih dahulu memastikan bahwa seluruh dokumendokumen yang terkait dalam pemberian kredit dapat memberikan perlindungan secara hukum. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai alat bukti. Dalam praktek perbankan ada 2 (dua) bentuk perjanjian kredit, yaitu: 1. Perjanjian kredit dibuat dibawah tangan dinamakan akta dibawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempermudah kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta dibawah tangan , hal Ibid. 27 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Penerbit Alfabeta, Bandung,

9 22 Ada beberapa kelemahan dari perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan, yaitu antara lain: a) Bahwa apabila suatu saat nanti terjadi wanprestasi oleh debitur yang pada akhirnya akan diambil tindakan hukum melalui proses peradilan, maka apabila debitur/nasabah yang bersangkutan menyangkali atau memungkiri tandatangannya, akan berakibat mentahnya kekuatan hukum perjanjian kredityang telah dibuat tersebut. Dalam Pasal 1877 KUHPerdata disebutkan bahwa jika seseorang memungkiri tulisan atau tandatangannya, hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tandatangan tersebut diperiksa di muka pengadilan. b) Bahwa oleh karena perjanjian ini dibuat hanya oleh para pihak, dimana foemulirnya telah disediakan oleh bank (form standard/baku), maka bukan tidak mungkin terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapi untuk suatu kepentingan pengikatan perjanjian kredit. Bahkan bukan tidak mungkin, atas dasar pelayanan, penandatanganan perjanjian dilakukan walaupun formulir perjanjian masih dalam bentuk blangko/kosong Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notaris. 30 Pada suatu akta otentik terdapat 3 (tiga) macam kekuatan dalam pembuktian, yaitu: a) Membuktikan antara para pihak, bahwa menerangkan apa yang tertulis dalam akta perjanjian para pihak (kekuatan pembuktian formal). b) Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan bahwa sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan dalam akta perjanjian telah terjadi (kekuatan pembuktian materil atau kekuatan pembuktian mengikat). 29 H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal Sutarno, Op. Cit. hal 99.

10 23 c) Membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan, tetapi juga terhadap pihak ketiga bahwa pada tanggal tersebut dalam akta kedua belah pihak tersebut sudah menghadap di muka pegawai umum (notaris) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut (kekuatan pembuktian keluar). 31 B. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit oleh Bank Kepada Nasabah Sebelum kredit diberikan, untuk meyakinkan bank bahwa nasabah benarbenar dapat dipercaya, maka bank terlebih dahulu mengadakan analisa kredit. Analisa kredit meliputi tentang latar belakang nasabah, prospek usahanya, jaminan yang diberikan serta faktor-faktor lainnya. Tujuan penilaian analisa dilakukan terhadap kriteria nasabah yang diberikan kredit untuk agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman. 32 Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali (terlunasi). Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit. Biasanya penilaian analisa terhadap kriteria nasabah yang dilakukan sudah menjadi standar setiap bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan prinsip 5C dan prinsip 7P serta prinsip 3R. 33 Adapun penjelasan untuk analisis dengan prinsip 5C kredit adalah sebagai berikut: 1. Character (watak) Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi. Seperti : gaya hidup, hoby, dan social standingnya. Ini semua merupakan ukuran kemauan membayar. 31 H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal Kasmir, Op. Cit., hal Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia), Penerbitan Fak. Ekonomi UI, Jakarta, 2004, hal. 193

11 24 2. Capacity (kemampuan) Untuk melihat kemampuan nasabahnya dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuanketentuan pemerintah. Pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. 3. Capital (modal) Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) degan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini. 4. Collateral (agunan) Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang besifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. 5. Condition of economy (kondisi perekonomian) Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masingmasing, serta prospek usaha dari sektor yang dijalankan. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil. 34 Kemudian penilaian kredit dengan prinsip metode analisis 7P adalah sebagai berikut: a. Personality (kepribadian) Yaitu, menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Seperti : emosi, tingkah laku, dan sikap dalam menghadapi suatu masalah. b. Party (golongan) Yaitu, mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. c. Perpose (tujuan) Yaitu, untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Contoh : apakah untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif dan lain sebagainya. d. Prospect (prospek) 34 Ibid.

12 25 Yaitu, untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. e. Payment (sumber pembayaran) Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik. f. Profitability (kemampuan untuk membayar keuntungan) Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat. g. Protection (perlindungan) Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi. 35 Kemudian penilaian kredit dengan prinsip 3R adalah sebagai berikut: 1. Returns Adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitor setelah memperoleh kredit. 2. Repayment Adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitor, tetapi perusahaannya tetap berjalan. 3. Risk Bearing Ability Adalah memperhitungkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitor untuk menghadapi risiko, apakah perusahaan calon debitor risikonya besar atau kecil. 36 Maksud penilaian kredit dengan menggunakan prinsip-prinsip diatas adalah untuk memperoleh kepercayaan dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari bila kredit ternyata jadi diberikan, sehingga kredit tersebut aman dan terkendali. Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan datadata fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk diberikan. 35 Ibid., hal Ibid., hal 195

13 26 Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit untuk ditagih alias macet. Namun, faktor salah satu analisis ini bukanlah merupakan penyebab utama kredit macet walaupun sebagian terbesar kredit macet diakibatkan salah dalam mengadakan analisis. Penyebab lainnya mungkin disebabkan oleh bencana alam yang memang tidak dapat dihindari oleh nasabah. Misalnya kebanjiran atau gempa bumi atau dapat pula kesalahan dalam pengelolaan. 37 C. Pengaturan Hukum Tentang Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut kepentingan para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu hendaknya setiap perjanjian dibuat secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian hukum dapat tercapai. Menurut Prof. Subekti, SH, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 38 Menurut Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 39 Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata timbul suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Maksudnya, bahwa hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum 37 Kasmir, Op. Cit., hal H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal Subekti & R. Tjitrosudibio, 2001, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 338

14 27 disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. 40 Mengenai syarat sah perjanjian berdasarkan sebagaimana tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; 3. Mengenai sesuatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. 41 Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut diatas, bahwa syarat sahnya perjanjian yang pertama dan yang kedua disebut sebagai syarat subjektif, sedangkan syarat yang ketiga dan yang ke empat adalah sebagai syarat objektif, karena merupakan objek di dalam sebuah perjanjian. Ke empat syarat-syarat pada Pasal 1320 KUHPerdata tersebut saling mendukung satu sama lain, karena apabila syarat objektif tidak terpenuhi dalam suatu perjanjian maka perjanjian tersebut dikatakan batal demi hukum. Sedangkan dalam hal syarat subjektif tidak dipenuhi, perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan yang diminta oleh yang tidak cakap atau pihak yang memberi kesepakatan secara tidak bebas. 42 Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian atau kontrak adalah sebagai berikut: 1. Adanya kaidah hukum. Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi 2 (dua) macam, yakni; tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam 40 Burhanudin Ali Sdb & Nathaniela Stg, 60 Contoh Perjanjian (Kontrak), Hi-Fest Publishing, Jakarta, Hal Subekti & R. Tjitrosudibio, Op. Cit., hal Rudyanti Dorotea Tobing, Op. Cit., hal. 78.

15 28 peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidahkaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti; jual beli lepas, jual belu tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat. 2. Subyek hukum. Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang. 3. Adanya prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: a. Memberikan sesuatu. b. Berbuat sesuatu. c. Tidak berbuat sesuatu. 4. Kata sepakat. Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan 4 (empat) syarat sahnya perjanjian. Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. 5. Akibat hukum. Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. 43 Perjanjian kredit juga harus memuat asas-asas perjanjian sebagaimana perjanjian pada umumnya. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yag membuatnya, suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. 44 Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata tersebut, bahwa pada dasarnya perjanjian berasaskan: 43 Ibid. 44 Subekti & R. Tjitrosudibio, Op. Cit., 342

16 29 1. Asas Konsensualitas Perjanjian terjadi ketika ada sepakat, hal ini dapat dilihat dari syaratsyarat sahnya suatu perjanjian. 2. Asas Kebebasan Berkontrak Setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang. Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup: a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia membuat perjanjian. c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya. d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian. e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian. f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpan ketentuan undangundang yang bersifat opsional (optional) Asas Pacta Sunservanda Perjanjian yang dibuat secara sah berlakunya sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 45 Rudyanti Dorotea Tobing, Op. Cit., hal. 78

17 30 4. Asas Itikad Baik Dibedakan dalam pengertian subyektif dan obyektif. Pengerian Subyektif adalah kejujuran dari pihak terkait dalam melaksanakan perjanjian, sedangkan pengertian obyektif bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. 46 Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang menjadi dasar di dalam suatu pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani antar pihak bank dan kreditur maka tidak ada pemberian kredit tersebut. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara bank sebagai debitur dengan pihak lain nasabah peminjam dana sebagai kreditur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak yang berhubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui atau disepakati bersama akan melunasi utangnya tersebut dengan sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditor dan debitor wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis. Format dan bentuk dari perjanjian itu pada umumnya diserahkan pada bank, namun isi dari perjanjian itu harus jelas sehingga juga harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum. Isi perjanjian sekurang-kurangnya mencakup persetujuan para pihak, besar kredit, bunga, denda, jangka waktu kredit dan persyaratan lain yang lazim seperti kewajiban debitur untuk 46 Gatot Supranomo, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hal. 164

18 31 menyelenggarakan pembukuan. Oleh karena format kredit disiapkan oleh bank maka bank harus memperhatikan ketentuan mengenai persyaratan-persyaratan dalam undang-undang agar perjanjian itu tidak menjadi batal. Perjanjian pinjam-meminjam menurut KUHPerdata mengandung makna yang luas yaitu objeknya benda yang menghabis jika dipakai, termasuk didalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik uang yang dipinjam dan dikemudian hari dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. D. Hapusnya Perjanjian Kredit Dalam pelunasan suatu kredit antara nasabah dengan bank bahwa banyak cara dan macam yang dapat menghapuskan perjanjian, misalnya dengan cara membayar harga barang yang dibeli atau dengan jalan mengembalikan barang yang dipinjam. Bisa juga dengan jalan pembebasan hutang dan sebagainya yang sebagaimana ditentukan oleh KUHPerdata. Adapun cara penghapusan perjanjian yang telah diatur oleh Pasal 1381 KUHPerdata. yaitu; 1. Karena pembayaran. 2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. 3. Karena pembaharuan hutang. 4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi. 5. Karena percampuran hutang. 6. Karena pembebasan hutang. 7. Karena musnahnya barang yang terutang. 8. Karena kebatalan atau pembatalan. 9. Karena berlakunya syarat batal. 10. Karena lewatnya waktu.

19 32 Perjanjian dapat berakhir dengan cara seperti disebutkan dalam Pasal 1381 KUHPerdata. Namun, dalam perjanjian kredit pada umumnya dapat hapus dengan 4 (empat) cara, yaitu: 1. Pembayaran. Artinya perjanjian kredit menjadi berakhir dengan pembayaran lunas hutang pokok beserta bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya oleh debitur. 2. Subrogasi. Artinya perjanjian kredit menjadi berakhir sebagai akibat adanya penggantian kedudukan dari kreditur lama kepada pihak ketiga sebagai kreditur yang baru. Jadi, segala hak-hak kreditur yang lama beralih kepada kreditur yang baru. Berdasarkan Pasal 1401 KUHPerdata bahwa subrogasi disebutkan sebagai penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ke-3 (tiga) yang membayar kepada si berpiutang itu. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa subrogasi dapat terjadi apabila ada penggantian hak-hak oleh seorang pihak ke-3 (tiga) yang mengadakan pembayaran. Pasal 1401 KUHPerdata menentukan bahwa subrogasi ini dapat terjadi dengan persetujuan: a. Apabila si berpiutang dengan menerima pembayaran itu dari seorang pihak ke-3 (tiga), menetapkan bahwa orang ini akan menggantikan hak-haknya si berpiutang.

20 33 b. Apabila si berpiutang meminjam sejumlah uang untuk melunasi hutangnya dan menetapkan bahwa orang yang meminjamkan uang itu akan menggantikan hak-hak si berpiutang. 3. Pembaharuan hutang (novasi). Artinya perjanjian kredit berakhir dengan jalan mengganti hutang lama dengan hutang baru, debitur lama dengan debitur baru maupun kreditur baru. Pada umumnya pembaharuan hutang terjadi pada perjanjian kreditnya itu sendiri sehingga secara otomatis perjanjian kredit lama menjadi tidak berlaku dan diganti dengan perjanjian kredit yang baru. Yang dimaksud dengan pembaharuan hutang (novasi) adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Dengan demikian perjanjian kredit yang lama hapus atau berakhir. Sedangkan yang berlaku bagi bank dan debitur adalah perjanjian kredit yang baru. 47 Pasal 1413 KUHPerdata disebutkan ada 3 (tiga) jalan yang dapat dilakukan untuk suatu novasi, yaitu: a. Apabila seseorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang-hutangnya yang lama, dan yang dihapuskan karenanya. 47 H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal 199

21 34 b. Apabila seseorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya. c. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang baru dittunjuk untuk menggantkan orang berpiutang lama, terhadap si berhutang dibebaskan dari perikatannya. 4. Perjumpaan hutang (kompensasi). Artinya perjanjian kredit berakhir bila hutang debitur oleh bank dikompensasikan dengan barang jaminan milik debitur. Pada dasarnya kompensasi yang dimaksudkan oleh Pasal 1425 KUHPerdata adalah suatu keadaan dimana 2 (dua) orang atau pihak saling berhutang satu sama lain, yang selanjutnya para pihak sepakat untuk mengkompensasikan hutang-hutang tersebut sehingga perikatan hutang itu menjadi hapus. Dalam kondisi demikian ini dijalankan oleh bank, dengan cara mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan hutangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan yang diambil alih tersebut Subekti & R. Tjitrosudibio, Op. Cit., hal. 357

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan)

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan) Materi 3 Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan) Subpokok bahasan : Pengertian Kredit & Pembiayaan (Produk Lending) Jenis-jenis kredit Prinsip-prinsip pemberian kredit Jenis-jenis pembebanan suku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Kredit 1. Pengertian Kredit Menurut HMA Savelberg dalam Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan bahwa kredit mempunyai arti : 7 a. Sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. usaha kredit, yaitu berupa bunga dan provisi. Salah satu kegiatan usaha

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. usaha kredit, yaitu berupa bunga dan provisi. Salah satu kegiatan usaha BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT E. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan yang paling utama karena pendapatan terbesar dari usaha bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat perlu melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak semua masyarakat mempunyai modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Prosedur adalah rangkaian atau langkah-langkah yang dilakukan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Prosedur adalah rangkaian atau langkah-langkah yang dilakukan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah rangkaian atau langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan kegitan atau aktivitas, sehingga dapat tercapainya tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian dan Tujuan Kredit Kredit merupakan salah satu bidang usaha utama dalam kegiatan perbankan. Karena itu kelancaran kredit selalu berpengaruh terhadap kesehatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Hampir semua masyarakat

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan bahasa latin kredit berarti credere yang artinya percaya. Maksud dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan bahasa latin kredit berarti credere yang artinya percaya. Maksud dari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Dalam arti luas kredit diartikan sebagai sebagai kepercayaan. Begitu pula dengan bahasa latin kredit berarti credere yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Pengertian Prosedur adalah suatu urutan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut : BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut : Permberian prestasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. ditujukan kepada masyarakat bahwa memberi kredit dalam bentuk apapun bankbank

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. ditujukan kepada masyarakat bahwa memberi kredit dalam bentuk apapun bankbank BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Pengertian Perjanjian Kredit Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat bahwa memberi kredit dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal agar suatu kegiatan usaha atau bisnis tersebut dapat terwujud terlaksana. Dalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini kredit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh setiap orang atau badan usaha untuk memperoleh pendanaan guna mendukung peningkatan usahanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. hubungan antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. hubungan antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak 11 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Dasar Hukum Perjanjian Kredit 1. Pengertian Perjanjian Pengertian perjanjian berbeda dengan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan antara dua orang

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa II. Tinjauan Pustaka A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undangundang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORI 2.1.1 Pengertian Bank Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Semua sektor usaha baik sektor industri, perdagangan, pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura) i TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

PENGALOKASIAN DANA BANK

PENGALOKASIAN DANA BANK PENGALOKASIAN DANA BANK Alokasi Dana : menjual kembali dana yang diperoleh dari penghimpunan dana dalam bentuk simpanan. Wujud dari pengalokasian dana adalah kredit atau aset yang dianggap menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank adalah suatu badan usaha yang memiliki fungsi utama menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian Indonesia secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Kredit Menurut asal mulanya, kata kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan. Maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit, berarti mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang jasa perbankan sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan yaitu, menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini banyak perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk memulai investasi atau memperbesar usahanya. Untuk memperoleh dana tersebut perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara bertahap untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT. A. Sejarah Perkreditan dan Pengertian Perjanjian Kredit Menurut

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT. A. Sejarah Perkreditan dan Pengertian Perjanjian Kredit Menurut BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT A. Sejarah Perkreditan dan Pengertian Perjanjian Kredit Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pengkreditan di Indonesia sudah ada sejak

Lebih terperinci

KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT. Oleh : Fatmah Paparang 1

KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT. Oleh : Fatmah Paparang 1 KEGIATAN BANK DALAM PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT Oleh : Fatmah Paparang 1 A. PENDAHULUAN Dalam berbagai teksbook yang lama, selalu dikemukakan bahwa kegiatan utama dari suatu Bank adalah menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Kata bank berasal dari bahasa Italia yaitu banca yang berarti tempat penukaran uang. Secara umum pengertian bank adalah sebuah lembaga intermediasi

Lebih terperinci

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pemberian Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Pasir Pengaraian

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pemberian Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Pasir Pengaraian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pemberian Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Pasir Pengaraian Andrian Fauline Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Kredit Istilah kredit bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebab sering dijumpai ada anggota masyarakat yang menjual dan membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari seorang penulis yang didasarkan atas pengetahuan, teori, dan dalil dalam upaya menjawab

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT A. Pengertian Kredit Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah salah satu bentuk dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan dan taraf

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK. Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di

BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK. Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK A. Pengertian dan Dasar Hukum Kredit 1. Pengertian Kredit Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari pembayaran uang. Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan

Lebih terperinci

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA A. Pengertian Pengalokasian Dana Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk tabungan, simpanan giro dan deposito adalah menyalurkan

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU )

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU ) ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU ) JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Zulfikri Irhamdani 115020407111020 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU

AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU Valentryst Antika Alfa Steven Rumayar/D 101 11 139 Pembimbing : 1. Sulwan Pusadan, SH.,MH. 2. Nurul Miqat,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Secara umum pengertian perjanjian terdapat dalam Pasal 1313 KUHPdt yaitu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002:75).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002:75). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan lembaga keuangan ditengah-tengah masyarakat dalam memajukan perekonomian sangat penting. Tidak dapat dipungkiri peranannya sebagai lembaga perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, sosial dan politik, telah mendudukkan masyarakat Indonesia pada posisi yang sulit. Hanya segelintir orang

Lebih terperinci

sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban

sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Perikatan, mempunyai sifat sistem terbuka. Maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. menyalin kedalam bahasa Indonesia, dengan kata lain belum ada kesatuan

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. menyalin kedalam bahasa Indonesia, dengan kata lain belum ada kesatuan BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM A. Pengertian Perjanjian Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai istilah perjanjian. Mengenai istilah perjanjian dalam hukum perdata Indonesia yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN 2.1 Pengertian Kredit Definisi tentang kredit dapat dilihat dari beberapa sumber bahan hukum, seperti dari bahan hukum tersier dalam Kamus Besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009).

Lebih terperinci

EVALUASI PENGAWASAN KREDIT MODAL KERJA SEBAGAI UPAYA MENEKAN TUNGGAKAN KREDIT

EVALUASI PENGAWASAN KREDIT MODAL KERJA SEBAGAI UPAYA MENEKAN TUNGGAKAN KREDIT EVALUASI PENGAWASAN KREDIT MODAL KERJA SEBAGAI UPAYA MENEKAN TUNGGAKAN KREDIT (Studi pada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Tugu Artha Kota Malang Periode 2009-2011) Femia Yuni Pratiwi Darminto

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perekonomian suatu negara.anggapan ini ternyata tidak sepenuhnya salah karena. bank sebagai lembaga keuangan yang sangat vital.

BAB II LANDASAN TEORI. perekonomian suatu negara.anggapan ini ternyata tidak sepenuhnya salah karena. bank sebagai lembaga keuangan yang sangat vital. 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Dalam dunia modern ini, peranan perbankan dalam kemajuan perekonomian suatu Negara sangatlah besar.begitu pentingnya dunia perbankan, sehingga ada anggapan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bank berasal dari kata Italia Banco yang artinya bangku.bangku inilah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bank berasal dari kata Italia Banco yang artinya bangku.bangku inilah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Bank 1.2.1. Pengertian Bank Bank berasal dari kata Italia Banco yang artinya bangku.bangku inilah yang dipergunakan oleh bangkir untuk melayani kegiatan operasionalnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Usaha Koperasi 1. Pengertian dan Dasar Hukum Koperasi Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal 1 Ayat 1, pengertian koperasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. usahanya. Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional maupun. dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. usahanya. Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional maupun. dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat banyak. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perbankan Menurut UU No 10 tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 mengatakan Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan nasional suatu negara khususnya pembangunan ekonomi guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang

KAJIAN PUSTAKA. dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Mulyadi (2005:5) prosedur ialah urutan kegiatan klerikal biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dan menyalurkan dana dari dan kepda masyarakat yang memiliki fungsi memperlancar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini, perbankan memiliki peranan dan fungsi yang sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di suatu Negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Koperasi Menurut Fay dalam Hendrojogi (2012:20) koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri dari atas mereka yang lemah dan diusahakan

Lebih terperinci