PANDUAN PENDAMPINGAN. Penyusunan Raperda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PANDUAN PENDAMPINGAN. Penyusunan Raperda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh."

Transkripsi

1 PANDUAN PENDAMPINGAN Penyusunan Raperda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Revisi 1 1

2 DAFTAR ISI Daftar Isi... i BAB 1 Pendahuluan Latar Belakang Maksud, Tujuan, dan Sasaran Manfaat Sistematika... 5 BAB 2 Pemahaman Umum Tinjauan Dasar Hukum Tinjauan Kebijakan Terkait Kedudukan Peraturan Daerah dengan Peraturan Perundang-Undangan Lainnya BAB 3 Konsep Fasilitasi Penyusunan dan Penetapan Raperda Kebijakan Pengentasan Kumuh Tahun Strategi Penyelesaian Perda Kumuh Konsep Fasilitasi Penyusunan dan Penetapan Outline Model Naskah Akademik Perda Kumuh Outline Model Perda Kumuh BAB 4 Metodologi Pendampingan Metodologi Pendampingan Tata Cara Pendampingan LAMPIRAN Lampiran I Pemahaman Substansi Lampiran II Form Monev Satker Saat Rakorwal Lampiran III Form Monev Satker Setiap Tahapan i

3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk serta semakin padat dan kumuhnya perumahan dan kawasan permukiman berpotensi menjadikan kawasan permukiman yang berfungsi sebagai lingkungan hunian menjadi semakin tidak layak huni. Kondisi perumahan dan kawasan permukiman yangg tidak layak huni berpotensi menurunkan kualitas hidup, menghambat perkembangan dan pertumbuhan masyarakat. Hal ini perlu diantisipasi dengan berbagai kebijakan dan peraturan guna menjamin hak masyarakat terhadap lingkungan hidup yang layak. Memasuki era otonomi daerah, kegiatan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di daerah terus meningkat, baik kuantitas, kualitas maupun kompleksitasnya. Dengan semakin menigkatnya kegiatan pembangunan tanpa ditunjang peraturan perundangan yang memadai, dikhawatirkan tingkat laju pembangunan tanpa disertai pencegahan dan peningkatan kualitas kumuh akan semakin menambah beban terahdap pemenuhan lingkungan hidup yang layak. Sejak diberlakukannya UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, penanganan perumahan kumuh dan kawasan permukiman kumuh memperoleh perhatian yang cukup besar. Pasal 1 angka 14 UU No.1 Tahun 2011 menyebutkan bahwa perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian, sedangkan dalam Pasal 1 angka 13 dinyatakan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan kualitas bangunan serta prasarana dan sarana yang tidak memenuhi syarat. Mengacu pda definisi yang ditetapkan undang undang tersebut, maka 1

4 penangnaan perumahan dan permukiman kumuh semakin jelad dan diarahkan kepada kriteria kekumuhan yang lebih condong pada aspek peningkatan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana. Selama ini pendekatan kekumuhan dapat didekati melalui beberapa kriteria, diantaranya berupa kondisi kesehatan, perkonomian dan lain sebagainya. Melalui Undang undang ini, penanganan terhadap permasalahan kumuh sebenarnya terlebih dahulu didekati melalui prasarana dan sarana yang memenuhi syarat. Bermula dari semangat perundangan tersebut dan dengan ditunjang oleh asas desentralisasi dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perumahan kumuh dan permukiman kumuh ke depan harus ditetapkan lokasinya oleh Pemerintah Daerah. Legitimasi penetapan lokasi oleh Pemerintah Daerah tersebut akan menjadi auan bagi Pemerintah dalam mengidentifiasi luasan perumahan kumuh dan kawasan permuiman kumuh di Indonesia. Dengan adanya penetapan secara formal, maka akan diperoleh validitas identifikasi luasan perumahan dan kawasan permukiman kumuh yang perlu ditangani. Penangnan permukiman kumuh ini sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia dan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya bahwa Indonesia bebas kumuh pada tahun Melalui komitmen Pemerintah Daerah dan informasi kumuh yang memadai maka tujuan dalam memastikan Indonesia bebas kumuh 2020 akan dapat terealisasikan melalui tahapan tahapan pelaksanaan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang terukur, efektif dan tepat sasaran. Selain itu, kapasitas Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota dalam memberikan arahan terwujudnya perumahan dan permukiman yang dapat menjamin keselamatan masyarakat, kelayakan huni dan kelestarian lingkungan, masih sangat terbatas, sehingga perlu adanya kegiatan dalam bentuk penyusunan peraturan di daerah sebagai payung hukum penanganan perumahan dan permukiman kumuh di daerah. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kabupaten / Kota perlu segera menerbitkan peraturan di daerah tentang pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dapat digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam penanganan permukiman kumuh, sehingga maksud dan tujuan penanganan kumuh di daerah dapat terwujud dengan baik. Peraturan di daerah tentang pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan 2

5 permukiman kumuh pada prinsipnya memiliki muatan pengaturan spesifikasi yang terdiri dari aspek pencegahan, peningkatan kualitas melalui pendekatan pola pola penanganan, kualitas infrastruktur perumahan dan kawasan permukiman, serta pengelolaan pasca penanganan, sehingga perlu menjadi perhatian dalam penyusunan substansinya. Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berkomitmen untuk mendukung penyusunan peraturan di daerah tentang pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Dengan adanya suatu fasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan daerah, diharapkan akan mendorong dan menjadi sarana pendampingan bagi Pemda Kabupaten / Kota untuk segera menyelesaikan dan memberlakukan peraturan di daerah tentang pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang muatan substansinya sesuai UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman beserta peraturan pelaksanaan serta pedoman dan standar teknis di bidang perumahan dan kawasan permukiman. Dalam rangka pelaksanaan fasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan daerah tentang pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh ini, diperlukan pula sebuah panduan praktis yang dapat menjadi acuan bagi seluruh stakeholders terkait, baik bagi pelaksana di pusat sebagai pihak yang melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan, maupun bagi pelaksana di daerah sebagai pihak yang melakukan pendampingan dan penyusunan serta penetapan perda. 1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran Buku panduan ini disusun dengan maksud untuk menghasilkan suatu dokumen panduan yang berisi muatan panduan substansial dan teknis sebagai acuan dan arahan teknis dalam ranggka pelaksanaan kegiatan Pendampingan Penyusunan dan Penetapan Perda Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh pada tahun 2016, yang dilaksanakan di daerah oleh Tim Penyusunan Raperda kabupaten / kota dengan didampingi SNVT Pengembangan Kawasan Permukiman Provinsi yang dibantu oleh Konsultan Individu (KI) serta pemantauan dan evaluasi oleh Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman yang dibantu oleh tim Konsultan Manajemen Pusat (KMP). 3

6 Tujuan dari disusunnya buku panduan ini adalah untuk: 1. Memberikan arahan mengenai kebijakan pengentasan kumuh tahun 2020 dan strategi penyelesaian Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas di daerah; 2. Memberikan pemahaman mengenai dasar hukum dan kebijakan terkait; 3. Memberikan pemahaman mengenai substansi pengaturan dalam Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; 4. Memberikan panduan/acuan mengenai konsep dan mekanisme fasilitasi penyusunan dan penetapan Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas di daerah Sasaran disusunnya buku panduan ini adalah untuk: 1. Terumuskannya substansi kebijakan pengentasan kumuh tahun 2020 dan strategi penyelesaian Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas di daerah; 2. Tersedianya substansi dasar hukum dan kebijakan terkait sebagai landasan pengaturan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; 3. Tersedianya substansi substansi pengaturan dalam Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, meliputi: a. pengertian terkait perumahan kumuh dan permukiman kumuh ; b. pencegahan perumahan kumuh dan permukiman kumuh; c. peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh; d. penyediaan tanah; e. pendanaan dan sistem pembiayaan; f. tugas dan kewajiban pemerintah daerah; dan g. pola kemitraan, peran masyarakat, dan kearifan lokal. 4. Tersedianya konsep dan mekanisme fasilitasi penyusunan dan penetapan Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas di daerah, meliputi: 4

7 a. pemantauan dan evaluasi oleh Direktorat Pengembangan Kawasan permukiman yang dibantu oleh tim Konsultan Manajemen Pusat (KMP); dan b. penyusunan dan penetapan Perda oleh Tim Penyusunan Raperda kabupaten / kota dengan didampingi SNVT Pengembangan Kawasan Permukiman Provinsi yang dibantu oleh Konsultan Individual (KI). 1.3 Manfaat Dengan disediakannya buku panduan ini, maka manfaat yang diharapkan yaitu: 1. Dipahaminya kebijakan pengentasan kumuh tahun 2020 dan kaitannya dengan strategi penyelesaian Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas di daerah; 2. Dipahaminya dasar hukum dan kebijakan terkait sebagai landasan pengaturan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; 3. Dipahaminya substansi pengaturan dalam Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas ; 4. Dipahaminya konsep dan mekanisme fasilitasi penyusunan dan penetapan Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas di daerah; 5. Meningkatnya kapasitas aparatur penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman di daerah terkait penetapan lokasi serta pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan 6. Terjadnya percepatan penyelesaian Perda tentang pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang siap untuk ditetapkan. 1.4 Sistematika Sistematika pembahasan buku panduan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN, merupakan substansi umum yang berisi penjabaran mengenai latar belakang; maksud, tujuan, dan sasaran; manfaat; serta sistematika pembahasan. 5

8 BAB II PEMAHAMAN UMUM, merupakan substansi dasar hukum dan kebijakan terkait sebagai landasan pengaturan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. BAB III KONSEP FASILITASI PENYUSUNAN DAN PENETAPAN, merupakan substansi umum mengenai konsep dan mekanisme fasilitasi penyusunan dan penetapan Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas di daerah BAB V METODOLOGI PENDAMPINGAN, merupakan substansi detail mengenai kegiatan pendampingan dalam tiap tahapannya. LAMPIRAN PENDALAMAN SUBSTANSIAL, merupakan pengaturan dalam Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh 6

9 BAB 2 PEMAHAMAN UMUM 2.1 Tinjauan Dasar Hukum UUD 1945 Landasan fundamental untuk peningkatan kualitas permukiman kumuh adalah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) yang mengamanatkan bahwa: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Sesuai tata perundangan yang berlakuk di Indonesia, maka Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) merupakan amanat tertinggi yang yang harus dijabarkan atau diterapkan melalui perundangan yang lain UU HAM Landasan fundamental yang berikutnya yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas permukiman kumuh adalah Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia khususnya pada Pasal 40 yang mengamanatkan bahwa: Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak Dengan kata lain, hak warga negara Indonesia atas tempat tinggal dan kehidupan yang layak merupakan hak asasi yang harus dilindungi oleh Negara. Negara selaku pemangku kewajiban (duty bearers) mempunyai kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil) hak atas tempat. 7

10 2.1.3 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Undang-undang tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU-PKP) merupakan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan Daerah terkait dengan upaya pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Terdapat 2 (dua) pasal yang melandasi peraturan daerah tersebut, yaitu pasal 94 ayat 3 dan pasal 98 ayat 3. Pasal 94 ayat 3 mengamanatkan kepada daerah untuk melaksanakan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Dalam upaya pencegahan dan peningkatan kualitas, terdapat berbagai substansi meliputi: pengawasan dan pengendalian serta pemberdayaan masyarakat, perencanaan, pelaksanaan peningkatan kualitas, serta pengelolaan yang harus dirumuskan dalam suatu lingkup pengaturan. Lebih jauh dalam Pasal 98 ayat 3 juga telah dirumuskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan lokasi dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah. Pasal ini jelas mengamanatkan bahwa proses serta berbagai komponen pendukung dalam penetapan lokasi harus dimuat di dalam suatu Peraturan Daerah. Selain kedua pasal yang menjadi acuan dalam penyusunan Peraturan Daerah, terdapat beberapa substansi pengaturan dalam UU-PKP yang dapat perlu diacu, dimulai dari tujuan penyelenggaraan perumaha dan kawasan permukiman hingga berbagai elemen sanksi. Tujuan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman: 1. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; 2. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR; 8

11 3. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; 4. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; 5. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan 6. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman meliputi: 1. pembinaan; 2. tugas dan wewenang; 3. penyelenggaraan perumahan; 4. penyelenggaraan kawasan permukiman; 5. pemeliharaan dan perbaikan; 6. pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; 7. penyediaan tanah; 8. pendanaan dan pembiayaan; 9. hak dan kewajiban; dan 10. peran masyarakat. Kewenangan Pemerintah yang terkait dengan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, yaitu: 1. menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman; 2. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman; 9

12 3. memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; 4. memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman; Kewenangan Pemerintah Provinsi yang terkait dengan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, yaitu: 1. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi; 2. menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi; 3. memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi; Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota yang terkait dengan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, yaitu: 1. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; 2. menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota bersama DPRD; 3. menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota; dan 4. memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh bertujuan guna: 1. meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni ; 2. mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru; serta 10

13 3. menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman. 4. Dilaksanakan berdasarkan pada prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. Secara umum, lingkup penyelenggaraan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dilihat dalam skema berikut ini. LINGKUP PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH A. Pencegahan Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh 1. Pengawasan & Pengendalian 2. Pemberdayaan Masyarakat B. Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh 1. Penetapan Lokasi a. Pendataan b. Penetapan Lokasi 2. Pola-Pola Penanganan a. Pemugaran b. Peremajaan c. Pemukiman Kembali 3. Pengelolaan C. Pengadaan Tanah 1. Pemberian Hak Atas Tanah Terhadap Tanah Yang Langsung Dikuasai Negara 2. Konsolidasi Tanah Oleh Pemilik Tanah 3. Peralihan Atau Pelepasan Hak Atas Tanah Oleh Pemilik Tanah 4. Pemanfaatan Dan Pemindahtanganan Tanah Barang Milik Negara Atau Milik Daerah Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang- Undangan 5. Pendaya-gunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar D. Pendanaan 1. Sumber APBN 2. Sumber APBD 3. Sumber Dana Lainnya Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang- Undangan Gambar 2. 1 Lingkup Penyelenggaraan Pencegahan Dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh Sumber: Tim Penyusun, 2016 Ketentuan pidana yang terkait perumahan kumuh dan permukiman kumuh yaitu: 1. Sanksi Pidana Bagi Pembangunan Di Luar Peruntukan Setiap orang yang dengan sengaja membangun perumahan dan/atau permukiman di luar kawasan yang khusus diperuntukkan bagi 11

14 perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (dua miliar rupiah). 2. Sanksi Pidana Bagi Pembangunan yang Berpotensi Bahaya Setiap orang yang dengan sengaja membangun perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). 3. Sanksi Pidana Bagi Pejabat yang Mengeluarkan Izin Tidak Sesuai Setiap pejabat yang dengan sengaja mengeluarkan izin pembangunan rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang tidak sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). 4. Sanksi Pidana Bagi Orang yang Menghalangi Kegiatan Pemukiman Kembali Setiap orang yang dengan sengaja menolak atau menghalang-halangi kegiatan pemukiman kembali rumah, perumahan, atau permukiman yang telah ditetapkan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah setelah terjadi kesepakatan dengan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah) UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara 12

15 atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Jenis dan Hirarki Peraturan Perundang-undangan, terdiri dari: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Kerangka peraturan perundang undangan meliputi: 1. JUDUL 2. PEMBUKAAN a. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa b. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan c. Konsiderans d. Dasar Hukum e. Diktum 3. BATANG TUBUH a. Ketentuan Umum b. Materi Pokok yang Diatur c. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) d. Ketentuan Penutup 4. PENUTUP 5. PENJELASAN (jika diperlukan) 6. LAMPIRAN (jika diperlukan) UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan pembentukan Peraturan Daerah, karena mengatur kewenangan Pemerintah Daerah dalam urusan pemerintahan konkuren, yaitu Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan 13

16 pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) dapat dipahami bahwa urusan terkait permukiman, yaitu bidang pekerjaan umum dan penataan ruang sub urusan permukiman, serta bidang perumahan rakyat dan kawasan permukiman merupakan urusan pemerintahan wajib konkuren yang menjadi kewenangan daerah. Lebih jauh dalam Pasal 13 ayat (4) disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten / kota adalah urusan pemerintahan yang lokasinya dalam daerah kabupaten / kota. Terkait dengan urusan konkuren bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, sub urusan permukiman menurut pembagian kewenangan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Pusat a. Penetapan sistem pengembangan infrastruktur permukiman secara nasional. b. Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di kawasan strategis nasional 2. Pemerintah Daerah Provinsi a. Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di kawasan strategis Daerah provinsi. 3. Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota a. Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di Daerah kabupaten/kota. Sementara urusan konkuren bidang perumahan rakyat dan kawasan permukiman menurut pembagian kewenangan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Pusat a. Penetapan sistem kawasan permukiman. b. Penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 15 (lima belas) ha ataulebih. 2. Pemerintah Daerah Provinsi a. Penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 10 (sepuluh) ha sampai dengan di bawah 15 (lima belas) ha. 14

17 3. Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota a. Penerbitan izin pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman. b. Penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas di bawah 10 (sepuluh) ha. Selanjutnya di dalam Pasal 236, dinyatakan bahwa untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda, yang memuat materi muatan: penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain materi muatan di atas, Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan UU Pembentukan Daerah Peraturan perundang-undangan lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembentukan Peraturan Daerah adalah undang-undang pembentukan daerah. Dengan terbentuknya suatu kabupaten / kota, maka sebagai daerah otonom, sudah melekat pula berbagai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten / kota tersebut, termasuk dalam hal pembentukan peraturan daerah Peraturan Perundang-Undangan Terkait Lainnya Beberapa peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dijelaskan sebagai berikut. A. Undang-Undang yang terkait yaitu: 1. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; 2. UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; 3. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; 4. UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan; 5. UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; 6. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 7. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Jo UU No.UU No.1 Tahun UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; 15

18 9. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 10. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; 11. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan - Perundang- Undangan. 12. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun; B. Peraturan Pemerintah yang terkait yaitu: 1. PP No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun; 2. PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 3. PP No. 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah; 4. PP No. 36 Tahun 2004 tentang Peraturan Pelaksananaan UU No.28 Tahun 2002 Bangunan Gedung; 5. PP No. 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; 6. PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan; 7. PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN; 8. PP No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah; 9. PP No. 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan; 10. PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; 11. PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang; 12. PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai. C. Peraturan Menteri yang terkait yaitu: 1. Permen PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, daerah Manfaat Sungai dan daerah Penguasaan Sungai; 2. Permeneg Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi; 3. Permen PU No. 29 Tahun 2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; 4. Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan RTBL; 5. Permen PU No. 45 Tahun 2007 tentang IMB; 6. Permen PU No. 25 Tahun 2007 tentang SLF; 16

19 7. Permen PU No. 24 Tahun 2008 tentang Pemeliharaan Bangunan Gedung; 8. Permen PU No. 25 Tahun 2008 tentang RISPK; 9. Permen PU No. 26 Tahun 2008 tentang Proteksi Kebakaran Bangunan Gedung & Lingkungan; 10. Permenpera No. 22 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat; 11. Permen PU No. 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi; 12. Permen PU No. 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten; 13. Permen PU No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota; 14. Permen PU No. 1 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang. 2.2 Tinjauan Kebijakan Terkait Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 25 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa: Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, usia lanjut, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi diluar kekuasaannya Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi,Sosial dan Budaya Pasal 11 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi,Sosial dan Budaya menyebutkan bahwa: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus. Negara Pihak akan mengambil langkah-langkah yang memadai untuk menjamin perwujudan hak ini dengan mengakui arti 17

20 penting kerjasama internasional yang berdasarkan kesepakatan sukarela SDGs Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG s) adalah seperangkat target yang berhubungan dengan pengembangan internasional di masa mendatang. Target-target ini dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan dipromosikan sebagai Tujuan Global untuk Pembangunan yang Berkelanjutan. SDG s memiliki indikator yang bertumpu pada tiga pilar, yaitu: 1) indikator yang melekat pembangunan manusia (Human Development), di antaranya pendidikan, kesehatan; 2) indikator yang melekat pada lingkungan kecilnya (Social Economic Development), seperti ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan, serta pertumbuhan ekonomi; 3) indikator ketiga melekat pada lingkungan yang lebih besar (Environmental Development), berupa ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan yang baik Tujuan dari agenda baru PBB tersebut (SDG s) tidak berbeda jauh dari program sebelumnya (MDG s), yang di antaranya mengakhiri kemiskinan, menjamin kehidupan sehat, mempromosikan pendidikan dan memerangi perubahan iklim. SDG s menggantikan Tujuan Pembangunan Milenium yang tidak lagi berlaku terhitung mulai akhir SDG aktif mulai tahun 2015 hingga Ada 17 tujuan dan dengan target spesifik untuk tujuan-tujuan tersebut. Dari ketujuhbelas tujuan tersebut, terdapat beberapa tujuan yang sangat terkait dengan pencegahan dan peningkatna kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, yaitu tujuan no.6 dan no. 11. Adapun ketujuh belas tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di semua tempat. 2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan. 3. Memastikan hidup yang sehat dan menggalakkan kesejahteraan untuk semua usia. 18

21 4. Memastikan pendidikan berkualitas yang terbuka dan setara serta menggalakkan kesempatan untuk belajar sepanjang umur hidup pada semua orang. 5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua wanita dan anak perempuan. 6. Memastikan ketersediaan dan pengelolaan yang berkesinambungan atas air dan sanitasi untuk semua orang. 7. Memastikan akses pada energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern bagi semua orang. 8. Menggalakkan perkembangan ekonomi yang berkesinambungan, terbuka, dan berkelanjutan, lapangan kerja yang utuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak bagi semua orang. 9. Membangun infrastruktur yang tahan lama, menggalakkan industrialisasi yang berkesinambungan dan terbuka, serta mendorong inovasi. 10. Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara. 11. Membuat kota dan pemukiman manusia terbuka, aman, tahan lama, serta berkesinambungan. 12. Memastikan pola-pola konsumsi dan produksi yang berkesinambungan. 13. Mengambil tindakan mendesak untuk memerangi perubahan iklim dan pengaruh-pengaruhnya. 14. Melestarikan dan menggunakan samudra, laut, dan sumber-sumber daya maritim secara berkesinambungan untuk pengembangan yang lestari. 15. Melindungi, mengembalikan, dan menggalakkan penggunaan yang lestari atas ekosistem daratan, mengelola hutan secara berkesinambungan, memerangi penggundulan hutan, dan memperlambat serta membalikkan degradasi tanah serta memperlambat hilangnya keragaman hayati. 16. Menggalakkan masyarakat yang damai dan terbuka untuk pengembangan yang lestari, memberikan akses pada keadilan untuk semua orang dan membangun institusi yang efektif, bertanggung jawab, serta terbuka di semua tingkatan. 17. Memperkuat cara-cara penerapan dan menghidupkan kembali kemitraan global untuk pengembangan yang berkesinambungan. 19

22 2.3 Kedudukan Peraturan Daerah dengan Peraturan Perundangundangan lainnya Secara garis besar, berikut kedudukan perda terhadap peraturan perundangundangan lainnya Gambar 2. 2 kedudukan perda terhadap peraturan perundang-undangan lainnya Sumber: Tim Penyusun,

23 BAB 3 KONSEP FASILITASI PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA 3.1 Kebijakan Pengentasan Kumuh Tahun 2020 Dalam rangka pengentasan perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tahun 2020, perlu dirumuskan beberapa kebijakan yang mendukung program tersebut, yaitu: 1. Yang dimaksud dengan Perumahan dan Permukiman dalam konteks penanganan kumuh adalah yang berada di perkotaan dan kota. 2. Perumahan dan permukiman di Indonesia tanpa kumuh ditargetkan dicapai tahun 2020; 3. Program penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilaksanakan dalam waktu 5 tahun ke depan, mulai dari tahun 2015 hingga tahun 2019; 4. Pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah dilandasi dengan berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain Peraturan Daerah, yang penyusunan dan penetapannya dapat difasilitasi oleh Pemerintah Pusat; 5. Program penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah dilaksanakan sesuai Penetapan Lokasi dalam bentuk Keputusan Kepala Daerah dan Penetapan Rencana Penanganan Kumuh dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah, yang penyusunan dan penetapannya dapat difasilitasi oleh Pemerintah Pusat; 6. Pelaksanaan fisik penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah, dimana pada tahun pertama dapat distimulasi oleh Pemerintah Pusat. 21

24 3.2 Strategi Penyelesaian Perda Kumuh Untuk mendukung kebijakan tersebut, dalam konteks penyelesaian Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh maka dirumuskan beberapa strategi sebagai berikut: 1. Memperkuat koordinasi lintas Kementerian dan Lembaga di Pemerintah Pusat, antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah; 2. Memperkuat koordinasi lintas direktorat dalam Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam rangka sinkronisasi program keciptakaryaan yang menunjang; 3. Mengoptimalkan koordinasi dengan Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP) di setiap provinsi; 4. Menyiapkan alokasi APBN untuk memberikan fasilitasi penyusunan dan penetapan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas kepada kabupaten/kota; 5. Menyiapkan Model Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas sebagai acuan substansial bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan dan penetapan ; 6. Menyiapkan Buku Penyusunan Raperda di daerah sebagai arahan proses bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan dan penetapan untuk pelaksanaan kegiatan di daerah tahun Menyelenggarakan kegiatan fasilitasi penyusunan rancangan peraturan di daerah tentang pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh & permukiman kumuh sebagai pilot project di tahun Direncanakan penyelenggaraan kegiatan fasilitasi penyusunan dan fasilitasi penetapan di tingkat pusat dan di daerah sebagai upaya pendampingan, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan di daerah tahun Konsep Fasilitasi Penyusunan dan Penetapan Fasilitasi penyusunan dan penetapan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas, 22

25 diselenggarakan oleh Pemerintah dalam hal ini Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman (Dit. PKP) bagi pemerintah kabupaten/kota. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menghasilkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatn Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh dan Naskah Akademisnya yang siap untuk masuk dalam Proglam Legislasi Daerah (Prolegda). Dalam penyelenggaraannya, pelaksanaan kegiatan dibagi menjadi: 1. Kegiatan di Daerah Kegiatan dilaksanakan menggunakan dana APBD dengan membentuk Tim Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah/ Pokjanis. Sasaran dari kegiatan di daerah adalah tersusunnya Raperda Pencegahan dan Peningkatan Kualitas, Naskah Akademik (NA), Surat Penyampaian Dokumen Raperda untuk ditindaklanjuti dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda). 2. Kegiatan di Pusat Kegiatan dilaksanakan menggunakan dana APBN yang langsung dikelola oleh Dit. PKP dengan membentuk Tim Ahli Pendamping Pusat untuk membantu Dit. PKP dalam melakukan pembinaan kegiatan, pengarahan, pemantauan & evaluasi kegiatan, fasilitasi pendampingan penyusunan Raperda kumuh di daerah. Sasaran dari kegiatan di pusat adalah terlaksananya koordinasi di tingkat nasional, TOF (Trainning of Facilitators), pembahasan awal, pembahasan tengah, pembahasan draf akhir / pra konsensus, dan pembahasan akhir / konsensus. Secara skematis, konsep fasilitasi penyusunan dan penetapan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, dapat dilihat pada gambar berikut ini. 23

26 SNVT/ Satker PKP Provinsi Gambar 3. 1 Skema Fasilitasi Penyusunan dan Penetapan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh 3.4 Outline Model Naskah Akademik Perda Kumuh Naskah akademis merupakan suatu dokumen kajian akademis yang disusun menggunakan pendekatan dan langkah-langkah ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Naskah akademis tidak berarti harus disusun oleh akademisi atau perguruan tinggi saja, tetapi dapat disusun oleh siapa saja selama menggunakan pendekatan dan langkah-langkah ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Berdasarkan UU No 12 tahun 2011, Naskah Akademis untuk Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota bersifat tidak wajib, artinya boleh dibuat atau boleh tidak dibuat. Pada pasal 56 ayat 2 disebutkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik (Ketentuan untuk Kabupaten/Kota berlaku mutatis mutandis). Dengan adanya frasa dan/atau menegaskan bahwa 24

27 Naskah Akademis boleh dibuat atau boleh tidak dibuat, sedangkan yang wajib dibuat adalah penjelasan atau keterangan dari Raperda tersebut. Walaupun tidak diwajibkan oleh UU namun dalam kegiatan fasilitasi pendampingan penyusunan dan penetapan Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap, penyusunan Naskah Akademis menjadi salah satu keluaran yang diwajibkan untuk dibuat. Ketentuan mengenai penyusunan Naskah Akademis mengacu pada Lampiran I UU No 12 tahun 2011 mengenai Teknik Penyusunan Naskah Akademik Rancangan UU, Rancangan Perda Provinsi, Dan Rancangan Perda Kabupaten/Kota. Dimana berdasarkan ketentuan tersebut, muatan Naskah Akademis terdiri dari 6 bab, yang meliputi: JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Identifikasi Masalah 1.3. Tujuan dan Kegunaan 1.4. Metode BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 2.1. Kajian Teoritis 2.2. Kajian Asas/Prinsip 2.3. Kajian Praktek Penyelenggaraan, Kondisi Eksisting dan Permasalahan 2.4. Kajian Implikasi Penerapan Sistem Baru BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 3.1. Yang Bersifat Atribusi Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 25

28 UU No. 23 tahun 2014 Pemerintahan Daerah UU No.... tahun... tentang Pembentukan Daerah 3.2. Yang Bersifat Delegasi UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman PP No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 28/ Teknis Penyusunan Peraturan Perundangan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Permendagri No. 1 tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah 3.4. Teknis Substansi Penyelenggaraan Bangunan Gedung Permen PUPR dalam Bidang Bangunan Gedung Permen PUPR dalam Bidang Air Minum Permen PUPR dalam Bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman Permen PUPR dalam Bidang PBL 3.5. Teknis Kebijakan Daerah Terkait BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, & YURIDIS 4.1. Landasan Filosofis 4.2. Landasan Sosiologis 4.3. Landasan Yuridis BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 5.1. Ketentuan Umum 5.2. Kriteria dan Tipologi 5.3. Pencegahan Terhadap Tumbuh dan Berkembangnya Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Baru 5.4. Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; 5.5. Penyediaan Tanah 5.6. Pendanaan dan Sistem Pembiayaan 5.7. Tugas dan Kewajiban Pemerintah Daerah 5.8. Pola Kemitraan, Peran Masyarakat, dan Kearifan Lokal 26

29 5.9. Ketentuan Lain dan Larangan Sanksi Administratif Ketentuan Penyidikan Ketentuan Pidana Ketentuan Peralihan Ketentuan Penutup BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 6.2. Rekomendasi dan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH 3.5 Outline Model Perda Kumuh Untuk membantu pemerintah daerah dalam proses penyusunan Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, pemerintah pusat, dalam hal ini Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, menyiapkan Model Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Hal ini dilakukan sesuai amanah pasal 106 ayat 3 dari PP Nomor 36 tahun 2005 yang berbunyi: Pemerintah dapat memberikan bantuan teknis dalam penyusunan peraturan dan kebijakan daerah di bidang bangunan gedung yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 106 ayat 3 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bantuan teknis antara lain memberikan Model Perda dan/atau bantuan teknis penyusunan rancangan peraturan daerah. Tujuan dibuatkannya Model Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap adalah untuk memberikan acuan dan contoh pengaturan dalam hal pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang 27

30 telah mengakomodasi berbagai ketentuan dalam peraturan perundangundangan, pedoman teknis dan standar teknis di Indonesia. Yang perlu ditekankan di sini adalah Model Perda yang dibuat merupakan acuan dan contoh, sehingga tidak bersifat mengikat dan tidak mengharuskan setiap norma pengaturan untuk sama persis. Akan tetapi Model Perda dibuat untuk memudahkan dan mempercepat proses penyusunan di daerah yang pada proses penyusunannya berbagai norma pengaturan dalam Model Perda perlu ditajamkan dengan berbagai muatan lokal yang ada dan berlaku di setiap daerah. Sehingga walaupun pada awalnya mengacu pada Model Perda, namun pada akhirnya diharapkan setiap Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap yang dihasilkan setiap daerah dapat berbeda satu dengan yang lain dan bersifat spesifik. muatan pengaturan minimal yang dijabarkan di dalam Model Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh meliputi 14 bab, yaitu: Bab I Ketentuan Umum Bab II Kriteria dan Tipologi Bab III Pencegahan Terhadap Tumbuh dan Berkembangnya Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Baru Bab IV Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Bab V Penyediaan Tanah Bab VI Pendanaan dan Sistem Pembiayaan Bab VII Tugas dan Kewajiban Pemerintah Daerah Bab VIII Pola Kemitraan, Peran Masyarakat, dan Kearifan Lokal Bab IX Ketentuan Lain dan Larangan Bab X Sanksi Administratif Bab XI Ketentuan Penyidikan Bab XII Ketentuan Pidana Bab XIII Ketentuan Peralihan Bab XIV Ketentuan Penutup. 28

31 BAB 4 METODOLOGI PENDAMPINGAN 4.1 METODOLOGI PENDAMPINGAN Dalam proses penyusunan raperda, kabupaten/kota akan didampingi oleh SNVT PKP Provinsi yang dibantu oleh konsultan Individu dan pelaksanaannya dipantau oleh tim pendampingan pusat. Metodologi pelaksanaan kegiatan Pendampingan Penyusunan Raperda secara umum terdiri dari beberapa tahapan dengan capaian kegiatannya, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel dan bagan berikut ini. Tabel 4.1. Tahapan Kegiatan dan Keluaran Kegiatan NO TAHAPAN KEGIATAN CAPAIAN / KELUARAN I TAHAP PERSIAPAN 1 Pembentukan Tim Pendampingan Pusat SK Tim Pusat 2 Penyempurnaan Modul Pendampingan Buku Panduan Model Raperda Contoh NA 3 Kick off meeting Surat Minat Daerah Progress Hiring KI II TAHAP PENYELENGGARAAN RAKORWAL 1 Penyelenggaraan Rakorwal Pusat Hasil Pelaksanaan Rakorwal di Pusat 2 3 TOF (Trainning of Facilitators) Rapat Koordinasi Teknis III TAHAP PEMBAHASAN DI DAERAH Penguatan KapasitasTim Penyusun Raperda di Pusat dan Daerah Pemahaman Proses Pendampingan SK Tim POKJA Kabupaten/Kota 1 Rapat Koordinasi Awal di Daerah Metodologi dan rencana kerja 29

32 NO TAHAPAN KEGIATAN CAPAIAN / KELUARAN Daftar kebutuhan data dan informasi awal Berita Acara Rapat Koordinasi Awal Pembahasan Awal di Daerah Raperda dan NA Versi 0 Berita Acara Pembahasan Awal Survey Pembahasan Internal Pokjanis (Penajaman Muatan Lokal) Hasil rekapitulasi data primer dan sekunder Hasil analisis data sekunder dan data primer muatan pengaturan konten lokal Pembahasan Tengah di Daerah Raperda dan NA Versi 1, Berita Acara Pembahasan Tengah Pembahasan Internal Pokjanis Pembahasan Pra Konsensus Raperda dan NA Pembahasan Internal Pokjanis Pembahasan Konsensus Audiensi dengan Pansus DPRD (menyesuaikan jadwal DPRD) IV TAHAP KOLOKIUM DAN EVALUASI 1 Penyelenggaraan Kolokium (Satker & PPK Provinsi, SKPD & DPRD Kab/Kota) Draft Raperda versi 2 dan NA Draft Versi 2 Raperda dan NA Versi 2 Berita Acara Pembahasan Pra Konsensus Draft Raperda versi Akhir dan NA Draft Versi Akhir Raperda dan NA Versih Akhir yang siap diserahkan ke DPRD Berita Acara Konsensus Draft Surat Pengajuan Masuk Prolegda Rencana Tindak Lanjut (Prolegda), BA Audiensi Hasil Proses Pendampingan (Raperda dan NA Versi Akhir), Rencana Tindak Lanjut Hasil Evaluasi Pendampingan Raperda Prosiding Kolokium 30

33 Gambar 4.1 Skema Metodologi Pendampingan 31

34 4.2 TATA CARA PENDAMPINGAN Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan tahap awal penyiapan pelaksanaan baik yang bersifat teknis, adminitratif dan juga substantif dalam penyusunan Raperda. Tahapan ini dilakukan di pusat. Tahapan persiapan terdiri dari 3 kegiatan yaitu: Pembentukan Tim Pendampingan Pusat Tujuan dari pembentukan tim pendamping pusat adalah untuk mendampingi provinsi dan kabupaten/kota dalam penyusunan Raperda dalam sisi substansi dan manajerial. Tim pendamping Pusat terdiri dari subdit di lingkungan Dit. PKP. Output dari kegiatan ini adalah SK Tim Pendampingan Pusat Penyempurnaan Modul Pendampingan Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyempurnakan buku panduan Pendampingan, Model Raperda, dan Penyempurnaan Contoh Naskah Akademis Kick off meeting Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk Peluncuran Kegiatan Pedampingan Penyusunan Perda dan Mengecek Progress Persiapan Personel Pendamping Satker (Konsultan Inddividu). Output dari kegiatan ini adalah Surat Minat Daerah dan Progress Hiring Konsultan Individu Tahap Penyelenggaraan Rapat Koordinasi Awal Tahap Penyelenggaraan Rapat Koordinasi Awal terdiri dari: Penyelenggaraan Rakor Awal (Satker & PPK Provinsi, SKPD & DPRD Kab/Kota) Tujuan Sosialisasi, pemaparan dan diskusi kepada semua pihak yang terkait dengan kegiatan pendampingan Penyusunan dan Legalisasi Perda sehingga diperoleh pemahaman dan kesepahaman mengenai proses, produk dan substansi dari semua pihak yang terkait dengan kegiatan pendampingan Penyusunan 32

35 Metode Output Penyelenggara Peserta Waktu dan Legalisasi Perda di daerah. Diskusi, Panel Hasil Pelaksanaan Rakorwal di Pusat Dit. PKP Tim Pusat, KMP, Satker, Pemda, DPRD, 6 Kota Pilot Project Bulan II TOF (Trainning of Facilitators) Tujuan menyiapkan Tim Pendamping dan Penyusun dalam melaksanakan penyusunan Raperda Metode Trainning Output Prosiding TOF Penyelenggara Peserta Waktu Dit. PKP Penguatan Kapasitas Tim Tim Pendamping Pusat, Satker, Konsultan Indifidu, Perwakilan Tim enyusun Raperda Daerah Bulan III Rapat Koordinasi Teknis Tujuan Metode Penyamaan Persepsi Proses Pendampingan kepada konsultan pendamping satker Workshop Output Pemahaman Proses Pendampingan Penyelenggara Peserta Waktu Dit. PKP SK TIM Pokja Kab/Kota Satker, Konsultan Individu Bulan III Tahap Pembahasan di Daerah Tahap pembahasan didaerah merupakan tahapan penyempurnaan substansi Raperda dan Naskah akademis di daerah. Tahapan ini meliputi: Rapat Koordinasi Awal di Daerah 33

36 Tujuan Metode Menyamakan persepsi dan rencana kerja dalam upaya pendampingan penyusunan dan legalisasi raperda kumuh Diskusi Langkah Melakukan kunjungan instansional kepada instansi terkait sebagai calon pemrakarsa Mendiskusikan metodologi dan rencana kerja Mendiskusikan kebutuhan pembentukan tim penyusunan raperda di tiap kabupaten/kota Output Penyelenggara Peserta Memberikan daftar kebutuhan data dan informasi awal Membuat Berita Acara Rapat Koordinasi Awal Metodologi dan rencana kerja Daftar kebutuhan data dan informasi awal Berita Acara Rapat Koordinasi Awal Raperda Kumuh Satker dan Pokjanis Tim Pusat, Satker, Pokjanis, DPRD Waktu Bulan IV Minggu 1 atau Pembahasan Awal di Daerah Tujuan Menghasilkan Raperda dan Naskah Akademik mengacu pada Model yang ada Metode Langkah Diskusi Melakukan pendalaman substansi terkait proses penyusunan Raperda dan Naskah Akademik Menggunakan model perda dan dan model naskah akademik kumuh sebagai acuan dasar 34

37 Melakukan pendalaman substansi terkait substansi Raperda dan Naskah Akademik Menyusun Raperda dan NA Versi 0 Melakukan pembahasan awal Raperda dan NA Membuat Berita Acara Pembahasan Awal Raperda dan NA Output Raperda dan Naskah Akademik Versi 0 Penyelenggara Peserta Berita Acara Pembahasan Awal Raperda dan Naskah Akademik Satker dan Pokjanis Tim Pusat, KMP, Satker, Pokjanis, SKPD, Akademisi, DPRD Waktu Bulan IV Minggu 3 atau Survey Tujuan Metode Langkah Output Memperoleh berbagai data sekunder dan primer terkait sebagai basis analisis konten lokal, baik kondisi kekumuhan maupun rencana dan program penanganan kumuh yang pernah dilakukan Kunjungan Lapangan, Wawancara Merumuskan program survei Menyiapkan perlengkapan survei Melaksanakana survei pustaka, mengumpulkan hasil studi, perundangan, standar dan pedoman terkait Melaksanakan survei instansional, mengumpulkan dokumen kebijakan ataupun rencana dan program terkait Melasanakan survei lapangan pada lokasilokasi yang terindikasi kumuh ataupun sudah ditetapkan sebagai lokasi kumuh Hasil rekapitulasi data primer dan sekunder 35

38 Penyelenggara Pokjanis Peserta Pokjanis, Satker Waktu Bulan V Minggu 1 atau Pembahasan Internal Pokjanis (Penajaman Muatan Lokal) Tujuan Merumuskan muatan pengaturan konten lokal Metode Diskusi, Wawancara Langkah Melakukan kajian kepustakaan (hasil studi, perundangan, standar dan pedoman) terkait dengan pemahaman substansi pengaturan perda kumuh Melakukan kajian dokumen pembangunan (kebijakan ataupun rencana dan program) terkait dengan penanganan kumuh Output Penyelenggara Peserta Melakukan tinjauan kondisi eksisting perumahan kumuh dan permukiman kumuh Melakukan analisis potensi dan permasalahan terkait dengan: pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pola kemitraan, kearifan lokal Merumuskan muatan pengaturan konten lokal Berbagai hasil analisis data sekunder dan data primer muatan pengaturan konten lokal Pokjanis Pokjanis, SKPD, Akademisi, Tokoh Masyarakat Waktu Bulan V Minggu 3 atau 4 36

39 Pembahasan Tengah di Daerah Tujuan Menghasilkan Raperda dan Naskah Akademik dengan muatan lokal yang sudah dipertajam Metode Diskusi Langkah Menajamkan pengaturan muatan lokal mengacu pada hasil analisis dan kajian Menyusun Raperda dan NA Versi 1 Melakukan pembahasan antara Raperda dan NA Membuat Berita Acara Pembahasan Tengah Raperda dan NA Output Raperda dan Naskah Akademik Versi 1, Penyelenggara Berita Acara Pembahasan Tengah Raperda dan Naskah Akademik Satker dan Pokjanis Peserta Tim Pusat,Satker, Pokjanis, SKPD, Akademisi, Tokoh Masyarakat, DPRD Waktu Bulan VI Minggu 1 atau Pembahasan Internal Pokjanis Tujuan Metode Langkah Output Penyelenggara Peserta Menajamkan Draft Raperda dan Naskah akademis khususnya untuk bagian muatan lokal Diskusi Menajamkan Draft Raperda dan Naskah akademis khususnya untuk bagian muatan lokal Draft Raperda versi 2 dan Naskah Akademik Draft Versi 2 Pokjanis Pokjanis, Satker Waktu Bulan VI Minggu 3 atau Pembahasan Pra Konsensus Raperda dan NA 37

40 Tujuan Metode Langkah Menajamkan Draft Raperda dan Naskah akademis Diskusi Menajamkan pengaturan muatan lokal mengacu pada hasil analisis dan kajian Menyusun Raperda dan NA Versi 2 Melakukan pembahasan antara Raperda dan NA Membuat Berita Acara Pembahasan Pra Konsensus Raperda dan NA Output Raperda dan Naskah Akademik Versi 2 Berita Acara Pembahasan Pra Konsensus Raperda dan Naskah Akademik Penyelenggara Satker dan Pokjanis Peserta Tim Pusat, Satker, Pokjanis, SKPD, Akademisi, Tokoh Masyarakat, DPRD Waktu Bulan VII Minggu 1 atau Pembahasan Internal Pokjanis Tujuan Metode Langkah Menajamkan Draft Raperda dan Naskah akademis yang akan dibahas pada rapat konsensus Diskusi Menajamkan Draft Raperda dan Naskah akademis khususnya untuk bagian muatan lokal Output Draft Raperda versi Akhir dan Naskah Akademik Draft Versi Akhir Penyelenggara Peserta Pokjanis Pokjanis, Satker Waktu Bulan VII Minggu 3 atau 4 38

41 Pembahasan Konsensus Tujuan Menghasilkan Raperda dan Naskah Akademik Versi Akhir yang siap diserahkan ke DPRD Metode Diskusi Langkah Output Penyelenggara Peserta Menyempurnakan Raperda dan NA hasil pembahasan antara Melakukan rapat konsensus Raperda dan NA Membuat Berita Acara Konsensus Raperda dan NA Raperda dan Naskah Akademik Versi Akhir yang siap diserahkan ke DPRD Berita Acara Konsensus Raperda dan Naskah Akademik Draft Surat Pengajuan Masuk Prolegda Satker dan Pokjanis Tim Pusat, KMP, Satker, Pokjanis, SKPD, Akademisi, Tokoh Masyarakat, DPRD Waktu Bulan VIII Minggu 1 atau Audiensi dengan Pansus DPRD (menyesuaikan jadwal DPRD) Tujuan Mendampingi Pokjanis dalam memberikan penjelasan kepada DPRD Metode Diskusi Langkah Melakukan koordinasi dengan Tim Penyusunan Raperda Menyiapkan materi paparan yang akan dibawakan dalam audiensi Membuat Berita Acara Pembahasan / Audiensi dengan Pansus DPRD terkait dengan Raperda dan NA hasil konsensus Output Penyelenggara Peserta Rencana Tindak Lanjut (Prolegda), BA Audiensi Pokjanis, DPRD Pokjanis, SKPD, Tim Pusat (Jika Diperlukan), 39

42 Waktu DPRD Kondisional (menyesuaikan jadwal DPRD) Tahap Kolokium dan Evaluasi Maksud dari kegiatan kolokium adalah menyamakan persepsi antar pemangku kepentingan serta memberikan evaluasi sebagai masukan teknis dan penilaian terhadap proses pelaksanaan kegiatan fasilitasi pendampingan penyusunan dan penetapan Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap yang telah dilaksanakan di Daerah. Sasaran dari kegiatan Kolokium yaitu: 1. Dipahaminya tindak lanjut penyusunan dan penetapan Perda dalam konteks produk dan substansi, proses penyusunan dan penetapan, serta tindak lanjut implementasi 2. Diperolehnya masukan teknis sebagai bahan penyempurnaan Raperda yang sedang disusun dan akan ditetapkan 3. Diperolehnya penilaian terhadap kualitas dari proses yang dilaksanakan dan substansi yang dihasilkan 4. Terjadinya proses saling belajar pengalaman dan permasalahan yang dihadapi di daerah lain 5. Diperolehnya penilaian terhadap kesiapan Satker PKP untuk melaksanakan pendampingan di tahun berikutnya Penyelenggaraan Kegiatan Kolokium yaitu metode pleno dan desk dengan output Hasil Evaluasi Pendampingan Penyusunan Raperda dan Prosiding Kolokium. 40

43 LAMPIRAN I PEMAHAMAN SUBSTANSI I.1 Pengertian Terkait Pengertian beberapa terminologi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang laik huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. 2. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang laik huni. 3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. 4. Lingkungan Hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. 5. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 6. Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan 41

44 sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. 7. Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. 8. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak laik huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. 9. Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh adalah upaya untuk meningkatkan kualitas bangunan, serta prasarana, sarana dan utilitas umum. 10. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang laik, sehat, aman, dan nyaman. 11. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. 12. Utilitas adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian. 13. Penetapan Lokasi adalah penetapan atas lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang ditetapkan oleh walikota, yang dipergunakan sebagai dasar dalam peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh 14. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan perumahan dan permukiman beserta prasarana, sarana dan utilitas umum. 15. Perbaikan adalah pola penanganan dengan titik berat kegiatan perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana lingkungan termasuk sebagian aspek tata bangunan. 16. Pemugaran adalah kegiatan perbaikan tanpa perombakan mendasar, serta bersifat parsial terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum jika terjadi kerusakan untuk mengembalikan fungsi sebagaimana semula. 17. Peremajaan adalah kegiatan perombakan dan penataan mendasar secara menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman. 42

45 18. Pemukiman Kembali adalah kegiatan memindahkan masyarakat terdampak dari lokasi perumahan kumuh atau permukiman kumuh yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana. 19. Izin Mendirikan Bangunan Gedung yang selanjutnya disebut IMB adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. 20. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah. 21. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya meningkatkan peran masyarakat dengan memobilisasi potensi dan sumber daya secara proporsional untuk mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman laik huni. 22. Pendampingan adalah kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk pembimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis untuk mewujudkan kesadaran masyarakat dalam mencegah tumbuh berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh. 23. Pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau sumber dana lain yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 24. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman. 25. Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk mencegah, membatasi, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan upaya pencegahan dan peningkatkan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh. 26. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. 43

46 27. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. 28. Kelompok swadaya masyarakat adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya visi, kepentingan, dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama 29. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom 30. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 31. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Beberapa ilustrasi di bawah ini dibuat untuk menjelaskan pemahaman mengenai rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman. Kumpulan Rumah + PSU Lebih Dari Satu Satuan Perumahan & PSU 1. RUMAH 2. PERUMAHAN 3. PERMUKIMAN 44

47 Lebih Dari Satu Satuan Permukiman Kawasan Di luar Kawasan Lindung Dengan Fungsi sebagai Hunian 4. LINGKUNGAN HUNIAN 5. KAWASAN PERMUKIMAN Gambar I. 1 Ilustrasi Pengertian Terkait Sumber: Tim Penyusun, 2016 I.2 Pemahaman Mengenai Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh I.2.1 Pengertian Untuk memperkaya pemahaman mengenai permukiman kumuh, berikut ini dapat dilihat beberapa definisi mengenai permukiman kumuh. 1. Definisi permukiman kumuh menurut Prof.DR.Parsudi Suparlan yaitu: Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya. 2. Definisi permukiman kumuh menurut menurut LUMANTI (NGO Permukiman Kumuh di Nepal) yaitu: Kawasan Permukiman Kumuh didefinisikan oleh kemiskinan, pendapatan rendah, kondisi rumah yang tidak layak serta kualitas fasilitas yang sub-standar. Kawasan permukiman kumuh dihuni oleh golongan masyarakat minoritas berpenghasilan rendah, sebagian besar memiliki hak milik atas lahan dan huniannya. Squatters umumnya merupakan kawasan kumuh, namun kawasan permukiman kumuh belum tentu merupakan suatu permukiman kumuh ilegal (squatters). 45

48 3. Definisi permukiman kumuh menurut Eko Budiharjo (Buku Tata Ruang Perkotaan, 1997) yaitu: Kawasan permukiman kumuh adalah lingkungan hunian yang kualitasnya sangat tidak layak huni, ciri-cirinya antara lain kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, serta kualitas bangunan yang sangat rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya. 4. Buku Tata Ruang Perkotaan Global Report on Human Settlements, 2003 (Revisi April 2010) yaitu: Permukiman kumuh (slum) merupakan kawasan kota berkepadatan penduduk tinggi dan memiliki karakteristik permukiman dibawah standar kelayakan. Karakteristik dasar dari permukiman kumuh yaitu berkepadatan tinggi dan kondisi perumahan dibawah standar (fisik serta sarana dan prasarana). Berbagai Definisi tersebut digunakan sebagai sumber referensi pengayaan, sedangkan pengertian yang digunakan adalah pengertian dari UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. I.2.2 Karakteristik Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dijelaskan bahwa Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak laik huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dirumuskan karakteristik perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagai berikut, yaitu: 1. Merupakan satuan entitas perumahan dan permukiman; 2. Kondisi bangunan tidak memenuhi syarat, tidak teratur dan memiliki kepadatan tinggi; 3. Kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat (batasan sarana dan prasarana ditetapkan dalam lingkup keciptakaryaan), yaitu: a. Jalan Lingkungan, 46

49 b. Drainase Lingkungan, c. Penyediaan Air Bersih/Minum, d. Pengelolaan Persampahan, e. Pengelolaan Air Limbah, f. Pengamanan Kebakaran. Karakteristik tersebut selanjutnya menjadi dasar perumusan kriteria dan indikator dalam proses identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh. I.2.3 Kriteria dan Indikator Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh meliputi kriteria kekumuhan ditinjau dari: o bangunan gedung; o jalan lingkungan; o penyediaan air minum; o drainase lingkungan; o pengelolaan air limbah; o pengelolaan persampahan; dan o proteksi kebakaran. Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung mencakup: 1. Ketidakteraturan Bangunan Ketidakteraturan bangunan merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman: a. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), paling sedikit pengaturan bentuk, besaran, perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona; dan/atau b. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitas lingkungan dalam RTBL, paling sedikit pengaturan blok lingkungan, kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas lingkungan, konsep orientasi lingkungan, dan wajah jalan. 47

50 Mengingat Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 menyebutkan bahwa bagi daerah yang belum memiliki RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL untuk lokasi yang bersangkutan, pemerintah daerah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut untuk jangka waktu sementara. Oleh karena itu, dalam hal kabupaten/kota belum memiliki RDTR dan/atau RTBL, maka penilaian ketidakteraturan bangunan dilakukan dengan merujuk pada persetujuan sementara mendirikan bangunan. Dalam hal bangunan gedung tidak memiliki IMB dan persetujuan sementara mendirikan bangunan, maka penilaian ketidakteraturan bangunan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan mendapatkan pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). 2. Tingkat Kepadatan Bangunan Yang Tinggi Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Rencana Tata Ruang Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman dengan: a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuan RDTR, dan/atau RTBL; dan/atau b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi ketentuan dalam RDTR, dan/atau RTBL. Dalam hal kabupaten/kota belum memiliki RDTR dan/atau RTBL, maka penilaian kepadatan bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan dilakukan dengan merujuk pada persetujuan sementara mendirikan bangunan. Dalam hal bangunan gedung pada lokasi tidak memiliki IMB dan persetujuan sementara mendirikan bangunan, maka penilaian kepadatan bangunan yang tidak dilakukan oleh pemerintah daerah dengan mendapatkan pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). 3. Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat 48

51 Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis. Persyaratan teknis bangunan gedung yang dimaksud meliputi: a. pengendalian dampak lingkungan; b. pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum; c. keselamatan bangunan gedung; d. kesehatan bangunan gedung; e. kenyamanan bangunan gedung; dan f. kemudahan bangunan gedung. Semua persyaratan yang dimaksud pada huruf a sampai f di atas secara prinsip semestinya sudah termaktub dalam IMB atau persetujuan sementara mendirikan bangunan, oleh karena itu peilaian ketidaksesuaian persyaratan teknis bangunan gedung dapat merujuk pada kedua dokumen perizinan tersebut. Dalam hal bangunan gedung pada lokasi tidak memiliki IMB dan persetujuan sementara mendirikan bangunan, maka penilaian ketidaksesuaian persyaratan teknis bangunan gedung dilakukan oleh pemerintah daerah dengan mendapatkan pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan mencakup: 1. Jaringan Jalan Lingkungan Tidak Melayani Seluruh Lingkungan Perumahan Atau Permukiman. Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau permukiman merupakan kondisi sebagian lingkungan perumahan atau permukiman tidak terlayani dengan jalan lingkungan. 2. Kualitas Permukaan Jalan Lingkungan Buruk. Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk merupakan kondisi sebagian atau seluruh jalan lingkungan terjadi kerusakan permukaan jalan. Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum mencakup: 1. Ketidaktersediaan Akses Aman Air Minum. 49

52 Ketidaktersediaan akses aman air minum merupakan kondisi dimana masyarakat tidak dapat mengakses air minum yang memiliki kualitas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. 2. Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum Setiap Individu Sesuai Standar Yang Berlaku. Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu merupakan kondisi dimana kebutuhan air minum masyarakat dalam lingkungan perumahan atau permukiman tidak mencapai minimal sebanyak 60 liter/orang/hari. Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan mencakup: 1. Drainase Lingkungan Tidak Mampu Mengalirkan Limpasan Air Hujan Sehingga Menimbulkan Genangan. Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbulkan genangan merupakan kondisi dimana jaringan drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun; 2. Ketidaktersediaan Drainase. Ketidaktersediaan drainase merupakan kondisi dimana saluran tersier, dan/atau saluran lokal tidak tersedia. 3. Tidak Terhubung Dengan Sistem Drainase Perkotaan. Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan merupakan kondisi dimana saluranlokal tidak terhubung dengan saluran pada hierarki diatasnya sehinggamenyebabkan air tidak dapat mengalir dan menimbulkan genangan. 4. Tidak Dipelihara Sehingga Terjadi Akumulasi Limbah Padat Dan Cair Di Dalamnya. Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di dalamnya merupakan kondisi dimana pemeliharaan saluran drainase tidak dilaksanakan baik berupa: a. pemeliharaan rutin; dan/atau b. pemeliharaan berkala. 5. Kualitas Konstruksi Drainase Lingkungan Buruk. 50

53 Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk merupakan kondisi dimana kualitas konstruksi drainase buruk, karena berupa galian tanah tanpa material pelapis atau penutup atau telah terjadi kerusakan. Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah mencakup: 1. Sistem Pengelolaan Air Limbah Tidak Sesuai Dengan Standar Teknis Yang Berlaku. Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku merupakan kondisi dimana pengelolaan air limbah pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memiliki sistem yang memadai, yaitu terdiri dari kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septik baik secara individual/domestik, komunal maupun terpusat. 2. Prasarana Dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis. Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah pada perumahan atau permukiman dimana: a. kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki septik; atau b. tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau terpusat. Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan mencakup: 1. Prasarana dan Sarana Persampahan Tidak Sesuai Dengan Persyaratan Teknis. Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis merupakan kondisi dimana prasarana dan sarana persampahan pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memadai sebagai berikut: a. tempat sampah dengan pemilahan sampah pada skala domestik atau rumah tangga; b. tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle) pada skala lingkungan; c. gerobak sampah dan/atau truk sampah pada skala lingkungan; dan 51

54 d. tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) pada skala lingkungan. 2. Sistem Pengelolaan Persampahan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis. Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi dimana pengelolaan persampahan pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. pewadahan dan pemilahan domestik; b. pengumpulan lingkungan; c. pengangkutan lingkungan; d. pengolahan lingkungan. 3. Tidak Terpeliharanya Sarana Dan Prasarana Pengelolaan Persampahan. Tidakterpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun jaringan drainase merupakan kondisi dimana pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan tidak dilaksanakan baik berupa: a. pemeliharaan rutin; dan/atau b. pemeliharaan berkala. Kriteria kekumuhan ditinjau dari Proteksi kebakaran mencakup ketidaktersediaan: 1. Ketidaktersediaan Prasarana Proteksi Kebakaran Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran yang memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi dimana tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran yang meliputi: a. pasokan air dari sumber alam (kolam air, danau, sungai, sumur dalam) maupun buatan (tangki air, kolam renang, reservoir air, mobil tangki air dan hidran); b. jalan lingkungan yang bebas dari segala hambatan apapun yang dapat mempersulit masuk keluarnya kendaraan pemadam kebakaran, termasuk sirkulasi saat pemadaman kebakaran di lokasi; 52

55 c. sarana komunikasi yang terdiri dari telepon umum dan alatalat lain yang dapat dipakai untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran kepada Instansi Pemadam Kebakaran; d. data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang terletak didalam ruang kendali utama dalam bangunan gedung yang terpisah dan mudah diakses. 2. Ketidaktersediaan Sarana Proteksi Kebakaran Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran yang memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi dimana tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran yang meliputi: a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR); b. mobil pompa; c. mobil tangga sesuai kebutuhan; dan d. peralatan pendukung lainnya. I.2.4 Tipologi Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan letak lokasi menurut bio-region. Secara umum, pembagian tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dijelaskan sebagai berikut. Tabel I. 1 Pembagian Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh NO TIPOLOGI BATASAN 1. perumahan kumuh dan permukiman kumuh di atas air 2. perumahan kumuh dan permukiman kumuh di tepi air 3. perumahan kumuh dan permukiman kumuh di perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di atas air, baik daerah pasang surut, rawa, sungai ataupun laut. perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada tepi badan air (sungai, pantai, danau, waduk dan sebagainya), namun berada di luar Garis Sempadan Badan Air. perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di daerah dataran rendah 53

56 NO TIPOLOGI BATASAN dataran rendah dengan kemiringan lereng < 10%. 4. perumahan kumuh dan permukiman kumuh di perbukitan 5. perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah rawan bencana perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di daerah dataran tinggi dengan kemiringan lereng > 10 % dan < 40% perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang terletak di daerah rawan bencana alam, khususnya bencana alam tanah longsor, gempa bumi dan banjir. I.3 Pemahaman Mengenai Pencegahan Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru dilaksanakan melalui: 1. pengawasan dan pengendalian; 2. pemberdayaan masyarakat I.3.1 Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap: o perizinan; o standar teknis; dan o kelaikan fungsi. Pengawasan dan pengendalian dilaksanakan pada: o tahap perencanaan; o tahap pembangunan; dan o tahap pemanfaatan. Pengawasan dan pengendalian kesesuaian dilakukan pada tahap perencanaan perumahan dan permukiman.terhadap perizinan meliputi: o izin prinsip; o izin lokasi; o izin penggunaan pemanfaatan tanah; o izin mendirikan bangunan; dan o izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 54

57 Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap perizinan dilakukan untuk menjamin: o kesesuaian lokasi perumahan dan permukiman yang direncanakan dengan rencana tata ruang; dan o keterpaduan rencana pengembangan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai dengan ketentuan dan standar teknis yang berlaku. Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar teknis dilakukan pada tahap pembangunan perumahan dan permukiman terhadap: o bangunan gedung; o jalan lingkungan; o penyediaan air minum; o drainase lingkungan; o pengelolaan air limbah; o pengelolaan persampahan; dan o proteksi kebakaran. Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar teknis dilakukan untuk menjamin: o terpenuhinya sistem pelayanan yang dibangun sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku; o terpenuhinya kuantitas kapasitas dan dimensi yang dibangun sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku; o terpenuhinya kualitas bahan atau material yang digunakan serta kualitas pelayanan yang diberikan sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku. Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelayakan fungsi pada tahap pemanfaatan perumahan dan permukiman terhadap: o bangunan gedung; o jalan lingkungan; o penyediaan air minum; o drainase lingkungan; o pengelolaan air limbah; o pengelolaan persampahan; dan o proteksi kebakaran. Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelayakan fungsi dilakukan untuk menjamin: 55

58 o kondisi sistem pelayanan, kuantitas kapasitas dan dimensi serta kualitas bahan atau material yang digunakan masih sesuai dengan kebutuhan fungsionalnya masing-masing; o kondisi keberfungsian bangunan beserta prasarana, sarana dan utilitas umum dalam perumahan dan permukiman ; o kondisi kerusakan bangunan beserta prasarana, sarana dan utilitas umum tidak mengurangi keberfungsiannya masing-masing. Pengawasan dan pengendalian terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru, dilakukan dengan cara: o Pemantauan Pemantauan secara langsung dilakukan melalui pengamatan lapangan pada lokasi yang diindikasi berpotensi menjadi kumuh, sementara pemantauan secara tidak langsung dilakukan berdasarkan: data dan informasi mengenai lokasi kumuh yang ditangani dan pengaduan masyarakat maupun media massa. o Evaluasi Evaluasi dalam rangka pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru merupakan kegiatan penilaian secara terukur dan obyektif terhadap hasil pemantauan. Pemerintah daerah dapat dibantu oleh ahli yang memiliki pengalaman dan pengetahuan memadai dalam hal pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh o Pelaporan Pelaporan dalam rangka pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru merupakan kegiatan penyampaian hasil pemantauan dan evaluasi. Pemerintah daerah dapat dibantu oleh ahli yang memiliki pengalaman dan pengetahuan memadai dalam hal pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi dijadikan dasar bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru sesuai kebutuhan. 56

59 I.3.2 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui: o Pendampingan Pendampingan merupakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk: penyuluhan; pembimbingan; dan bantuan teknis o Pelayanan Informasi Pelayanan informasi merupakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk pemberitaan hal-hal terkait upaya pencegahan perumahan kumuh dan permukiman kumuh. A. Pendampingan Pendampingan dilaksanakan dengan ketentuan tata cara sebagai berikut: o pendampingan dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam urusan perumahan dan permukiman; o pendampingan dilaksanakan secara berkala untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru; o pendampingan dilaksanakan dengan melibatkan ahli, akademisi dan/atau tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan dan pengalaman memadai dalam hal pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; o pendampingan dilaksanakan dengan menentukan lokasi perumahan dan permukiman yang membutuhkan pendampingan; o pendampingan dilaksanakan dengan terlebih dahulu mempelajari pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi yang telah dibuat baik secara berkala maupun sesuai kebutuhan atau insidental; o pendampingan dilaksanakan berdasarkan rencana pelaksanaan dan alokasi anggaran yang telah ditentukan sebelumnya Penyuluhan merupakan kegiatan untuk memberikan informasi dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman 57

60 kumuh. Penyuluhan yang dilakukan dapat berupa sosialiasi dan diseminasi, dengan menggunakan alat bantu dan/atau alat peraga. Pembimbingan merupakan kegiatan untuk memberikan petunjuk atau penjelasan mengenai cara untuk mengerjakan kegiatan atau larangan aktivitas tertentu terkait pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: o pembimbingan kepada kelompok masyarakat; o pembimbingan kepada masyarakat perorangan; dan o pembimbingan kepada dunia usaha. Bantuan teknis merupakan kegiatan untuk memberikan bantuan yang bersifat teknis baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Bantuan teknis yang bersifat fisik diarahkan pada upaya pemeliharaan dan atau perbaikan komponen fisik yang menjadi paramater kekumuhan, yaitu bangunan dan PSU nya.. Arahan fasilitasi pemeliharaan dan/atau perbaikan, meliputi komponen: bangunan; jalan lingkungan; drainase lingkungan; sarana dan prasarana air minum; sarana dan prasarana air limbah; sarana dan prasarana persampahan; dan/atau sarana dan prasarana proteksi kebakaran. Bantuan teknis non fisik diarahkan pada kegiatan penyusunan elemen software pengaturan dan perencanaan, meliputi fasilitasi penyusunan perencanaan; fasilitasi penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; fasilitasi penguatan kapasitas kelembagaan; fasilitasi pengembangan alternatif pembiayaan; dan/atau fasilitasi persiapan pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan swasta. B. Pelayanan Informasi Pelayanan informasi yang diberikan meliputi informasi terkait: o rencana tata ruang; o penataan bangunan dan lingkungan; o perizinan; dan 58

61 o standar perumahan dan permukiman. Pelayanan informasi dilakukan pemerintah daerah untuk membuka akses informasi bagi masyarakat. Pemerintah daerah menyampaikan informasi melalui media elektronik dan/atau cetak atau secara langsung kepada masyarakat dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. 3.4 Pemahaman Mengenai Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului dengan penetapan lokasi dan perencanaan penanganan, yang kemudian ditindaklanjuti degan pengelolaan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan permukiman secara berkelanjutan. Sesuai kewenangannya, maka peningkatan kualitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan luasan kurang di bawah 10 Ha yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Sementara peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan luasan di atas di atas 10 Ha menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Penetapan Lokasi Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib didahului proses pendataan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Proses pendataan meliputi proses: a. identifikasi lokasi; dan b. penilaian lokasi. 59

62 Gambar I. 2 Skema Penetapan Lokasi A. Identifikasi Lokasi A.1. Identifikasi Satuan Perumahan dan Permukiman Identifikasi satuan perumahan dan permukiman merupakan tahap identifikasi untuk menentukan batasan atau lingkup entitas perumahan dan permukiman swadaya dari setiap lokasi dalam suatu wilayah kota.. Penentuan satuan perumahan dan permukiman untuk perumahan dan permukiman swadaya dilakukan dengan pendekatan administratif, dimana: Penentuan satuan perumahan swadaya dilakukan dengan pendekatan administratif pada tingkat rukun tetangga. Penentuan satuan permukiman swadaya dilakukan dengan pendekatan administratif pada tingkat kelurahan/desa. A.2. Identifikasi Kondisi Kekumuhan Identifikasi kondisi kekumuhan merupakan upaya untuk menentukan tingkat kekumuhan pada suatu perumahan dan permukiman dengan menemukenali permasalahan kondisi bangunan gedung beserta sarana dan prasarana 60

FASILITASI PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RAPERDA TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TA 2016

FASILITASI PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RAPERDA TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TA 2016 FASILITASI PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RAPERDA TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TA 2016 OLEH: KASUBDIT STANDARDISASI & KELEMBAGAAN DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA Gambaran Umum Wilayah Luas wilayah Kota Yogyakarta: 3.250 Ha (32,5 Km 2 ) Kota Yogyakarta memiliki 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun Warga (RW), dan 2.524 Rukun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh

Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh No Aspek-aspek minimal Perda 1. Ketentuan Umum; Muatan 1. Daerah adalah Kabupaten/Kota... 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2016

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2016 BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ARAHAN DAN SAMBUTAN PEMBUKAAN DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA

ARAHAN DAN SAMBUTAN PEMBUKAAN DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA ARAHAN DAN SAMBUTAN PEMBUKAAN DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA Pada Acara Rapat Koordinasi Awal Pendampingan Penyusunan Raperda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman

Lebih terperinci

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016 Revisi 1 MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) NURYANTI WIDYASTUTI Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah dan Pembinaan

Lebih terperinci

PERANAN RP2KPKP DALAM PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KUMUH PERKOTAAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

PERANAN RP2KPKP DALAM PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KUMUH PERKOTAAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERANAN RP2KPKP DALAM PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KUMUH PERKOTAAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017 LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017 A. Dasar Pemikiran Tanggal 10 Juli 2017, Pemerintah Indonesia telah mengundangkan Peraturan Presiden

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Yogyakarta, 13 Agustus 2015 Oleh : Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH PENUNTASAN PERMUKIMAN KUMUH

KEBIJAKAN PEMERINTAH PENUNTASAN PERMUKIMAN KUMUH KEBIJAKAN PEMERINTAH PENUNTASAN PERMUKIMAN KUMUH 2015-2019 Oleh: Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jakarta, 18 Februari 2016 1

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

Denpasar, 20 April 2016

Denpasar, 20 April 2016 Denpasar, 20 April 2016 Sistematika 1. FAMILY TREE PUU 2. ALUR PIKIR 3. KETENTUAN UMUM 4. KRITERIA DAN TIPOLOGI 5. PENETAPAN LOKASI DAN PERENCANAAN PENANGANAN 6. POLA-POLA PENANGANAN 7. PENGELOLAAN 8.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

MODUL PEMAHAMAN DASAR STRATEGI PEMBANGUNAN PERMUKIMAN DAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN (SPPIP) DAN RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP)

MODUL PEMAHAMAN DASAR STRATEGI PEMBANGUNAN PERMUKIMAN DAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN (SPPIP) DAN RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) Modul Pelaksanaan Pemahaman Dasar SPPIP dan RPKPP MODUL PEMAHAMAN DASAR STRATEGI PEMBANGUNAN PERMUKIMAN DAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN (SPPIP) DAN RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP)

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SITUBONDO Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa untuk memberikan arah

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PP.05.01 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 172, 2016 KEMENPU-PR. Perumahan Kumuh. Permukiman Kumuh. Kualitas. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai upaya pengendalian agar penggunaan tanah dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS, PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K No.31, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Geospasial. Informasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5502) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa kemiskinan adalah masalah

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa untuk pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. Bahwa dalam pembangunan nasional yang pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa ketimpangan persebaran

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON *s NOMOR 67 TAHUN 2016, SERI D. 16 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR : 67 Tahun 2016 TENTANG FUNGSI, TUGAS POKOK DAN TATA KERJA DINAS PERUMAHAN, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.. BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK Pasal 2 Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh : a. Dokumen Kependudukan; b. pelayanan yang

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penyusunan

Lebih terperinci

PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK)

PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK) PROSES REGULASI PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN/KOTA (PERDA RTRWK) Disampaikan oleh : Dr. H. Sjofjan Bakar, MSc Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Pada Acara

Lebih terperinci

Buletin Warta Desa. Tentang Program Kotaku. Manfaat & Target Program. Tujuan. Tujuan Antara

Buletin Warta Desa. Tentang Program Kotaku. Manfaat & Target Program. Tujuan. Tujuan Antara Tentang Program Kotaku Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) adalah program pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh nasional yang merupakan penjabaran dari pelaksanaan Rencana Strategis Direktorat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang: a. Bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2018 KEMENPU-PR. Bantuan Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2018

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA,

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2002 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI

Lebih terperinci

LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA NOMOR 1 TAHUN

LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA NOMOR 1 TAHUN LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA NOMOR 1 TAHUN 2012 2012 PERATURAN DAERAH TENTANG LEGISLASI DAERAH ABSTRAK : Bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) Dr. Wartanto (Sekretaris Ditjen PAUD dan Dikmas) DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT TUJUAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci