BAB II LANDASAN TEORI. kapasitas produksi untuk mencapai total output yang lebih besar dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. kapasitas produksi untuk mencapai total output yang lebih besar dari"

Transkripsi

1 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembangunan Villa 1. Definisi Pembangunan Pada umumnya pembangunan diartikan sebagai upaya meningkatkan kapasitas produksi untuk mencapai total output yang lebih besar dari kesejahteraan yang lebih tinggi bagi bagi seluruh raakyat. Pembangunan merupakan tuntutan bagi masyarakat untuk mencapai kemajuan, karena penduduk makin bertambah besar jumlahnya, maka kebutuhannya pun bertambah jumlahnya, jenisnya, dan kualitasnya, seiring dengan perkembangan kemajuan peradaban manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (Adisasmita, 2010:1) Menurut Siahaan (2004:19), mengemukakan bahwa Pembangunan adalah upaya-upaya yang diarahkan untuk memperoleh taraf hidup yang lebih baik. Upaya-upaya yang diarahkan untuk memperoleh taraf hidup yang lebih baik merupakan hak semua orang di manapun berada. Khususnya di negara-negara berkembang, pembangunan merupakan pilihan penting dilakukan guna terciptanya kesejateraan penduduknya. Upaya dibidang pertanian dilakukan secara ekstensifikasi dan intensifikasi. Lahan diperluan dan pupuk ditingkatkan jumlah maupun mutunya melalui sistem teknologi. Sarana-sarana insfrastruktur ditingkatkan seperti jalan, pembangunan irigasi, waduk dan transportasi. Sektor industri dibuka, bukan saja sebagai sarana pendukung bagi pembangunan pertanian, tetapi juga untuk mendapatkan produk manufaktur yang dibutuhkan.

2 9 Industri selain meningkatkan pendapatan, juga berperan untuk menyerap tenaga kerja. Sedangkan menurut Soemarwoto (2004:158), mengatakan bahwa Pembangunan dapat diartikan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat dengan lebih baik. Kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang sangat esensial untuk kehidupan kita. Ia terdiri atas tiga bagian, yaitu kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati, kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup yang manusiawi dan derajat kebebasan untuk memilih. Jadi pembangunan adalah upaya atau usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang banyak. Dalam usaha memperbaiki mutu hidup, harus dijaga agar kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan pada tingkat yang lebih tinggi tidak menjadi rusak. Sebab kalau kerusakan terjadi, bukan perbaikan mutu hidup yang akan dicapai, melainkan justru kemerosotan. Bahkan apabila kerusakan terlalu parah, dapatlah terjadi kepunahan kehidupan kita sendiri atau paling sedikit ekosistem tempat kita hidup dapat mengalami keambrukan yang akan mengakibatkan banyak kesulitan. Pembangunan demikian tidak berkelanjutan. Dengan demikian pembangunan merupakan sarana bagi pencapaian taraf kesejahteraan manusia. Namun demikian, setiap pembangunan tidak terlepas dari adanya dampak yang merugikan, terutama kepada lingkungan. Lingkungan menjadi semakin rusak berupa pencemaran, dan kerusakan sumber-sumber hayati seperti penipisan cadangan hutan (deforestization), punahnya bermacam-macam biota, baik spesies binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Di samping itu, terjadi pula berbagai penyakit sebagai akibat dari pencemaran industri.

3 10 Pernyataan mengenai tujuan dari pembangunan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Soemarwoto (2004:159), yang mengatakan bahwa Pembangunan bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat. Dapat pula dikatakan pembangunan bertujuan untuk menaikkan mutu hidup rakyat. Karena mutu hidup dapat diartikan sebagai derajat terpenuhinya kebutuhan dasar... Pembangunan tidak saja menghasilkan manfaat, melainkan juga membawa resiko. Kita dapat melihatnya di sekitar kita. Sungai yang kita bendung, dengan bendungan itu kita dapatkan manfaat listrik, bertambahnya air pengairan dan terkendalinya banjir. Resikonya adalah tergenangnya kampung dan sawah, tergusurnya penduduk, dan kepunahan jenis tumbuhan dan hewan. Kayu dalam hutan yang kita tebang, maka kita akan mendapatkan devisa dalam jumlah besar dari ekspor kayu. Sebaliknya kita menghadapi resiko kepunahan hewan dan tumbuhan, bertambahnya erosi, rusaknya tata air dan terjadinya padang alangalang. Resiko kita terima sebagai biaya manfaat yang kita ambil. Hanya memperhatikan manfaatnya saja dapat membahayakan lingkungan. Sebaliknya hanya memperhatikan resiko saja akan menimbulkan pertentangan. Tetapi dengan tidak berbuat sesuatu pun akan ada orang yang setuju dan tidak setuju. Dan apabila kita tidak berbuat sesuatu, jadi menghentikan pembangunan, kita akan terlanda oleh resiko lingkungan, sehingga mutu hidup kita akan terus merosot. Karena itu, keputusan untuk membangun harus diambil. Masalahnya bukanlah membangun atau tidak membangun, melainkan bagaimanan membangun agar sekaligus mutu lingkungan dan dengan demikian mutu hidup dapat terus

4 11 ditingkatkan. Pembangunan itu berwawasan lingkungan. Analisis manfaat dan resiko lingkungan merupakan alat untuk pembangunan yang berwawasan lingkungan (Soemarwoto, 2004:161). Faktor-faktor lingkungan yang diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan menurut Soemarwoto (2004:161), diantaranya yaitu : 1. Terpeliharanya proses ekologi yang esensial; 2. Tersedianya sumberdaya yang cukup; dan 3. Lingkungan sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai. Ketiga faktor itu tidak saja mengalami dampak dari pembangunan, melainkan juga mempunyai dampak terhadap pembangunan. Karena itu untuk terlajutnya pembangunan tidak cukup untuk melakukan analisis. Analisis Dampak lingkungan (ADL) yang hanya berlaku untuk perencanaan proyek pembangunan. Pengelolaan lingkungan untuk pembangunan harus didasarkan pada konsepsi yang lebih luas. Konsepsi itu harus mencakup dampak lingkungan terhadap proyek, pengelolaan lingkungan proyek yang sudah operasional dan perencanaan dini pengelolaan lingkungan untuk daerh yang mempunyai potensi besar untuk pembangunan, tetapi belum mempunyai rencana pembangunan. Komisi Sedunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (dalam Soemarwoto:162), mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai Pembangunan yang memenuhi kebutuhan kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Definisi itu mempunyai wawasan jangka panjang antar generasi. Syarat untuk dapat tercapainya pembangunan berkelanjutan tidak hanya fisik saja, yaitu tidak

5 12 terjadinya kerusakan pada ekosistem tempat kita hidup, melainkan juga harus adanya pemerataan hasil dan biaya pembangunan yang adil antar-negara dan antar-kelompok di dalam sebuah Negara. 2. Pembangunan Villa Villa adalah tempat tinggal atau rumah yang dengan sengaja difungsikan untuk disewakan atau digunakan sendiri dan biasanya dibangun pada kawasan objek wisata. Villa merupakan tempat tinggal sekaligus liburan, biasanya terletak di luar daerah yang berhawa sejuk maupun lokasi yang memiliki pemandangan indah seperti di pinggiran kota, pegunungan, pantai dan sebagainya. (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas :2010). Biasanya harga penyewaan villa relatif mahal, sehingga hanya orang berduit banyak yang membeli atau menyewa villa untuk rekreasi keluarga, bersama saudara-saudara serta berfungsi sebagai rumah kedua disaat beristirahat dari hiruk pikuk kegiatan rutin di kota. Villa juga banyak disewakan bagi yang ingin beristirahat tetapi tidak memiliki tempat pribadi. Villa yang banyak diminati adalah yang mempunyai sistim keamanan dengan penjagaan gerbang atau sistim cluster sehingga privasi dan keamanan penghuni villa terjamin ketika menikmati pemandangan kesejukan dan kenyamanan. Tingkat hunian villa padat dan ramai ketika musim liburan seperti lebaran, natal, tahun baru, imlek, idul adha dan weekend. Villa -villa banyak yang menyediakan fasilitas hiburan seperti taman bermain anak-anak, danau

6 13 pemancingan, taman-taman yang indah, fasilitas olahraga, sarana rekreasi dan lainnya. Pembangunan villa banyak berkembang di daerah puncak dan kawasan pegunungan lainnya dikarenakan iklimnya yang sejuk dan lingkungan segar dan mudah diakses menggunakan perjalanan mobil dari ibu kota. Di daerah puncak terkenal dengan suhunya yang sejuk, iklim mataharinya yang hangat, jauh dari kebisingan serta ketenangan alamnya yang indah. B. Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan istilah yang tidak asing didengar. Tata dapat diartikan sebagai aturan atau kaidah aturan dan susunan atau cara menyusun. Sedangkan ruang merupakan wadah atau tempat atau lingkungan. Menurut Mabogonjue (dalam Adisasmita, 2010:253) yang membagi tata Ruang dalam 3 macam yaitu : 1. Ruang mutlak, merupakan wadah bagi unsur-unsur yang ada di ruang itu, misalnya ruang permukaan bumi adalah wadah bagi benua, laut, gunung, kota dan sebagainya. 2. Ruang relatif, jika tempat A dan B berdekatan tapi tidak ada jalan yang menghubungkan sedangkan tempat A dan C berjauhan tetapi terdapat jalan dan alat perangkutan, maka dikatakan bahwa jarak AC lebih mudah dijangkau dan ruangnya relatif lebih kecil. 3. Ruang relasi, yang melibatkan unsur-unsurnya yang mempunyai relasi satu sama lain dan saling berinteraksi, jadi ruang relasi mengandung unsur-unsur

7 14 dan atau bagian-bagian yang saling berinteraksi, sehingga jika unsur-unsur berubah sebagai akibat interaksi ruang dikatakan bahwa ruang itu berubah. Karena berbagai unsur terus mengadakan relasi dan interaksi, maka dikatakan ruang relasi itu bersifat dinamis karena ruang itu terus berubah. Pengertian ruang relasi itulah yang digunakan dalam perencanaan, sehingga perencanaan pembangunan adalah perencanaan restrukturisasi ruang. Menurut UU No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (dalam Adisasmita, 2010:254), adapun batasan dan pengertian sebagai berikut : 1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara, sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsunga hidupnya. 2. Tata Ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak. 3. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Sugandi dan Murtopo 1987 (dalam Adisasmita, 2010:255), pengertian Tata Ruang adalah : 1. Tata Ruang (dengan penekanan pada tata) adalah pengaturan susunan ruang suatu wilayah atau daerah sehingga terciptanya persyaratan yang bermanfaat bagi segi ekonomi, sosial, budaya dan politik yang sangat menguntungkan bagi perkembangan di wilayah atau daerah tersebut.

8 15 2. Tata Ruang (dengan perkembangan ruang) adalah suatu wadah dalam segi tiga dimensi (trimatra), yakni tinggi, lebar, dan kedalamannya yang menyangkut bumi, air, sungai, danau, lautan, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, udara, ruang angkasa di atasnya secara terpadu, sehingga peruntukan dan penggunaannya serta pengolahannya mencapai manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan dan kesejahteraan rakyat. Menurut Adisasmita (2010:64), Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak direncanakan. Tata ruang perlu direncanakan dengan maksud agar lebih mudah menampung kelanjutan perkembangan kawasan yang bersangkutan. Tata ruang dan lingkungan hidup mengandung arti yang sangat luas, tetapi sekaligus juga juga punya konotasi sempit terbatas pada perencanaan dan perancangan fisik semata-mata. Tata ruang kota terentang homogenitas yang kaku seragam dan heterogenitas yang kenyal beragam (Budihardjo, 2005:3). Asas penataan ruang menurut UU No.24 Tahun 1992 pada pasal 2 dalam (Adisasmita 2010:256), antara lain : 1. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan. 2. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. Berdasarkan asas tersebut maka pada pasal 3 UU No.24 Tahun 1992 disebutkan bahwa penataan ruang bertujuan :

9 16 1. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. 2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya. 3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk : a. Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera. b. Mewujudkan keterpaduan dan penggunaan sumberdaya alam dan buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia. c. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan. d. Mewujudkan keseimbangan dan kepentingan kesejahteraan serta keamanan. Rencana tata ruang diperlukan karena pelaku pembangunan cenderung bertindak mengoptimasi keputusan individu atau kelompoknya dan kadangkala mengesampingkan optimasi kolektif. Perencanaan tata ruang merupakan suatu bentuk kesepakatan publik dan mengikat sebagai suatu kontrak sosial. Kalau kedua hal tersebut digabung, maka perencaan tata ruang adalah suatu bentuk keputusan kolektif yang dihasilkan dari proses politik atas pilihan-pilihan alokasi dan atau cara alokasi ruang yang ditawarkan melalui proses teknik subtantif. Arahan pola pemanfaatan ruang daerah menurut Adisasmita, (2010: ), adalah sebagai berikut :

10 17 1. Kawasan sempadan pantai Kawasan sempadan pantai diarahkan pada kawasan sepanjang pantai wilayah daratan dan kepulauan yang termasuk dalam wilayah suatu provinsi. Arahan pengelolaan sempadan pantai diarahkan untuk melindungi wilayah pantai yang berada pada kawasan minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat dari akitivitas yang dapat merusak ekosistemnya. 2. Kawasan sempadan sungai Kawasan sempadan sungai dibagi menurut ukuran sungai, yaitu sungai besar diberi sempadan 100 meter di kiri dan kanannya yang diukur dari tepi sungai. Sedangkan sungai kecil diberi sempadan 50 meter di kiri dan kanannya. Khususnya untuk sungai yang melalui daerah perkotaan (permukiman), sempadan sungainya cukup meter kiri kanannya. Dengan perlakukan tertentu melalui intervensi telnologi yang tepat seperti pembangunan tanggung beton sehingga fungsi lindungnya dapat disetarakan dengan kawasan sempadan di atas, maka ketentuan jarak sempadan sungai seperti tersebut di atas dapat lebih kecil. 3. Kawasan sempadan danau Kawasan sempadan danau diarahkan dikawasan tepi danau. Kawasan sempadan danau adalah antara meter dari titik permukaan air ke arah darat. Tata cara penetapan garis sempadan diberlakukan pula untuk kawasan sekitar waduk yang telah ada dan yang direncanakan. Kegiatan budidaya yang diperbolehkan berada di kawasan sempadan danau sepanjang tidak mengganggu ekosistem danau.

11 18 4. Kawasan sekitar mata air Kawasan sekitar mata air, yaitu sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. 5. Kawasan pertambangan Kawasan pertambangan adalah secara teknis dapat digunakan untuk pemutusan kegiatan pertambangan secara tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup. Secara ruang apabila dikembangkan, kegiatan pertambangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya, meningkatkan fungsi lindung, meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam, meningkatkan pendapatan masyarakat, nasional dan daerah, menciptakan kesempatan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 6. Kawasan industri Pengembangan kawasan industri dapat memberikan manfaat seperti meningkatkan produksi hasil industri dan meningkatkan daya guna investasi yang ada di daerah sekitarnya, meningkatkan perkembangan pembangunan masyarakat, nasional dan daerah, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan kawasan industri dikelompokkan menjadi 5 jenis kawasan industri, yaitu industri hasil pertanian, hasil pertambangan, industri pengolahan, industri maritim, dan industri geram.

12 19 7. Kawasan pariwisata Sektor pariwisata masih merupakan sektor unggulan yang diharapkan memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian di masa yang akan datang. Arahan pengembangan obejk/kawasan wisata yang telah memiliki prospektif baik dalam skala provinsi, nasional, maupun internasional dapat dilaksanakan. Arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya menurut Adisasmita, (2010: ), diantaranya yaitu : 1. Arahan pengembangan kawasan budidaya a. Pengembangan kawasan budidaya peternakan diarahkan pada lokasi transmigrasi dan pusat-pusat pemukiman di perkotaan dan pedesaan. Sasaran pengembangan sektor peternakan adalah meningkatkan produksi dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat dan sumber bahan makanan. Komoditas peternakan yang telah dikembangkan antara lain jenis ternak sapi, kerbau, kambing, unggas. b. Pengembangan kawasan budidaya perikanan sasarannya adalah meningkatkan produksi dalam rangka memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan pembinaan sumberdaya hayati perikanan. Strategi meningkatkan produksi perikanan adalah melalui upaya ekstensifikasi melalui budidaya tambak ikan, udang, rumput laut dan lain sebagainya.

13 20 c. Penetapatan kawasan pertambangan didasarkan pada potensi dan mutu mineral atau bahan galian, namun belum dapat disajikan dengan rinci, karena belum ditunjang dengan hasil eksplorasi yang memadai. d. Pengembangan kawasan industri mencakup aneka kawasan industri kecil, dan industri besar untuk mengolah bahan baku yang berasal dari hasil pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan, dan hasil hutan (agro-industri). Dengan demikian, maka strategi pengembangan sektor perindustrian yang merupakan sektor kunci dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah terhadap produksi khususnya sumber daya daerah setempat. e. Pengembangan industri kecil diarahkan pada lokasi-lokasi yang sudah ada industri kecilnya. Perkembangan tersebut dilakukan mengenai pembangunan sentra-sentra industri yang diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja di pedesaan maupun perkotaan. f. Pengembangan pariwisata diutamakan pada pariwisata dalam seperti wisata pantai, taman laut, wisata alam hutan dan panorama alam. 2. Kebijakan pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya meliputi : a. Kawasan budidaya perkotaan yang telah ada pengembangannya haruslah berdasarkan pendekatan kemampuan lahan dan kesesuaian lahan bagi pembangunan dan pengembangan fisik perkotaan. Pengembangan kawasan permukiman selain di perkotaan juga di pedesaan diarahkan kepada pusat-pusat pemukiman yang sudah ada.

14 21 b. Kawasan budidaya hutan produksi diarahkan pada peningkatan pengelolaan hutan alam tropis yang sudah ada dengan sistem Tebang Pilih Tanaman Indonesia (TPTI) maupun Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) melalui Hak Penguasaan Hutan (HPH) maupun Hutan Tanaman Industri (HTI). c. Kawasan budidaya hutan produksi terbatas diarahkan pada peningkatan pengelolaan hutan alam tropis yang sudah ada pada kawasan yang memiliki limitasi dan kendala dalam daya dukung wilayah yang sangat terbatas dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan pembatasan-pembatasan khusus lainnya yang berkaitan dengan masalah pelestarian dan perlindungan sumber daya alam. d. Kawasan budidaya pertanian bahan pangan lahan basah perlu diarahkan pada wilayah yang memiliki kesesuaian lahan optimal serta dukungan prasarana irigasi. Kawasan budidaya tanaman pangan lahan basah ini dapat pada areal persawahan pasang surut. Pengembangan lahan padi sawah dilakukan baik melalui intensifikasi maupun ektensifikasi. e. Kawasan budidaya pertanian pangan lahan kering adalah meliputi kawasan untuk tanaman palawija, hortikultura, atau tanaman pangan lainnya. Adapun pengembangannya dilakukan terhadap padi ladang, jagung, ubi-ubian jalar, dan kacang-kacangan. f. Kawasan budidaya perkebunan diarahkan pada pengembangan tanaman perkebunan atau tanaman tahunan perkebunan. Pengembangan perkebunan menyatu dengan pemukiman penduduk sehingga dapat

15 22 dilakukan usaha partisipasi dari swadaya spontanitas petani. Pengembangan perkebunan rakyat diarahkan ke wilayah perkebunan yang telah ada, yaitu melalui rehabilitasi, peremajaan, dan perluasan areal di sekitar perkebunan yang sudah ada. 3. Arahan pengelolaan kawasan budidaya secara garis besar terdiri dari : a. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya dilakukan secara optimal sesuai dengan daya dukung lingkungannya. b. Pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya yang tidak terjadi konflik kepentingan antarsektor. 4. Kebijakan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya meliputi : a. Penetapan lokasi kegiatan pembangunan yang memerlukan tanah diarahkan pada tanah-tanah yang kurang produktif atau tanah kosong. b. Penetapan lokasi disesuaikan dengan kondisi fisik dan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. c. Penetapan lokasi disesuaikan melalui rapat-rapat koordinasi dengan instansi terkait, agar tidak terjadi konflik kepentingan. d. Tanah-tanah yang memiliki kemiringan lereng 40 % dan terletak pada kawasan budidaya ditetapkan menjadi kawasan lindung. e. Tanah-tanah yang memiliki kemiringan lereng 8 % - 40 %, memerlukan terasering untuk mencegah kerusakan tanah,. f. Lokasi-lokasi yang akan diarahkan untuk pembangunan, diprioritaskan yang dekat dengan sarana pendukung seperti jaringan jalan.

16 23 g. Dalam penyediaan areal untuk investor perlu disediakan areal untuk pengembangan usaha masyarakat. C. Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama yaitu melindungi kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan guna kepentingan pembangunan berkelanjutan (Adisasmita, 2010:72). Semakin terbatasnya ruang, maka untuk menjamin terselenggaranya kehidupan dan pembangunan yang brekelanjutan dan terpeliharanya fungsi pelestarian lingkungan, maka upaya pengaturan dan perlindungan terhadap kawasan lindung perlu dituangkan dalam kebijakan pengembangan pola pemanfaatan ruangnya. Penerapan kawasan lindung pada dasarnya merupakan titik tolak dalam pengembangan pemanfaatan ruang wilayah yang berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Pemanfaatan kawasan lindung harus diintregasikan dengan tata ruang wilayah secara keseluruhan. Setelah kawasan lindung ditetapkan sebagai kendala (limatasi) dalam pengembangan wilayah, barula kemudian dapat direkomendasikan arahan kawasan budidaya produksi maupun permukiman. Dalam konteks pembangunan daerah pemanfaatan kawasan lindung yang ada perlu dimantapkan fungsinya karena terkait dengan kepentingan untuk meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air dan iklim (hidrologis) pada wilayah belakangnya.

17 24 Menurut Undang-undang RI No. 26 tahun 2007, Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Fungsi utama kawasan lindung adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan. Fungsi kawasan lindung ini selain melindungi kawasan setempat juga memberikan perlindungan kawasan di bawahnya (Departemen Kehutanan, 1997: 233). Berdasarkan fungsinya tersebut maka seharusnya penggunaan lahan yang diperbolehkan adalah pengolahan lahan dengan tanpa pengolahan tanah (zero tillage) dan dilarang melakukan penebangan vegetasi hutan. Kawasan yang dilindungi adalah kawasan atau wilayah yang dilindungi karena nilai-nilai lingkungan alaminya, lingkungan sosial budayanya, atau karena hal-hal lain yang serupa dengan itu. Berbagai macam kawasan yang dilindungi terdapat di berbagai negara, sangat bervariasi baik dalam aras atau tingkat perlindungan yang disediakannya maupun dalam undang-undang atau aturan (internasional, nasional, atau daerah) yang dirujuknya dan yang menjadi landasan operasionalnya. Beberapa contohnya adalah taman nasional, cagar alam, cagar alam laut, cagar budaya, dan lain-lain. Kawasan lindung memiliki pengertian yang lebih luas, di mana hutan lindung tercakup di dalamnya. Keppres No 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung menyebutkan:

18 25 Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung mencakup:... kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Berikut ini adalah kriteria atau ciri-ciri kawasan lindung menurut Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT), diantaranya yaitu : 1. Mempunyai kemiringan lereng lebih > 45 % 2. Merupakan kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol,dan renzina) dan mempunyai kemiringan lereng > 15% 3. Merupakan jalur pengaman aliran sungai sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri alur sungai 4. Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 meter dari pusat mata air. 5. Berada pada ketinggian lebih atau sama dengan meter diatas permukaan laut. 6. Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung. Menurut Adisasmita (2010:73), unsur-unsur kawasan lindung terdiri dari: 1. Pengelolaan kawasan lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung.

19 26 2. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa, guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. 3. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung air hujan, menyimpan dan mengalirkannya ke danau atau ke laut secara alami, yang batasnya di darat merupakan pemisah topografi, sedangkan di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 4. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. 5. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 6. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 7. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.

20 27 8. Kawasan berfungsi lindung di luar kawasan hutan lindung adalah kawasan yang memiliki nilai perlindungan terhadap daerah bawahnya, yang tidak selalu harus berupa hutan. 9. Kawasan resapan air adalah daerah bercurah hujan tinggi, berstruktur tanah yang mudah meresapkan air dan mempunyai geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. 10. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. 11. Sempadan sungai adalah kawasan tertentu sepanjang kiri kanan sungai, termasuk pada sungai buatan/kanal/saluran/irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 12. Kawasan sekitar waduk dan situ adalah kawasan tertentu di sekeliling waduk dan situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi waduk dan situ. 13. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. 14. Tanah timbul adalah daratan yang terbetuk secara alami maupun buatan karena proses pengendapan di sungai, danau, pantai dan/atau lahan timbul, serta penguasaan tanahnya dikuasai negara. 15. Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan satwa dan ekosistemnya atau ekosistem

21 28 tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. 16. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. 17. Suaka alam laut dan perairan lainnya adalah daerah yang mewakili ekosistem khas di lautan maupun perairan lainnya, yang merupakan habitat alami yang memberikan tempat maupun perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang ada. 18. Kawasan hutan payau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan payau atau jenis tanaman lain yang berfungsi memberikan perlindungan kepada keanekaragaman hayati pantai dan lautan. 19. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dilkelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. 20. Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau stwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau jenis bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekrasi. 21. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam.

22 Kawasan perlindungan plasma nutfah adalah kawasan suaka alam dan pelestarian alam yang diperuntukan bagi pengembangan dan pelestarian pemanfaatan plasma nutfah tertentu. 23. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata buru. 24. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah kawasan yang merupakan lokasi tinggalan budaya manusia dan benda alam yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, pengembangan dan pemnafaatan. 25. Kawasan konservasi lingkungan geologi adalah lahan yang mempunyai ciri geologi unik/khas, langka dan atau mempunyai fungsi ekologis yang berguna bagi kehidupan dan penunjang pembangunan berkelanjutan dan atau mempunyai nilai ilmiah tinggi untuk pendidikan. 26. Kawasan rawan bencana gunung berapi adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana akibat letusan gunung berapi. 27. Kawasan rawan gempa bumi adalah kawasan yang pernah terjadi dan diidentifikasi mempunyai potensi terancam bahaya gempa baik gempa bumi tektonik maupun vulkanik. 28. Kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berdasarkan kondisi geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan yang mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi. 29. Kawasan rawan banjir adalah daratan yang berbentuk flat, cekungan yang sering atau berpotensi menerima aliran air permukaan yang relatif tinggi dan

23 30 tidak dapat ditampung oleh drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan masalah yang merugikan manusia. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor menetapkan pola ruang kawasan lindung yang terdiri dari kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan kawasan yang berfungsi lindung di luar kawasan hutan. Adapun kawasan lindung yang berfungsi lindung di luar kawasan hutan terdiri dari kawasan lindung lainnya di luar kawasan hutan, yang menunjang fungsi lindung, sedangkan yang termasuk ke dalam kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan diantaranya yaitu : 1. Hutan Lindung Pengertian hutan lindung kerap dipertukar-tukarkan dengan kawasan lindung dan kawasan konservasi pada umumnya. Kawasan konservasi, atau yang juga biasa disebut sebagai kawasan yang dilindungi (protected areas), lazimnya merujuk pada wilayah-wilayah yang didedikasikan untuk melindungi kekayaan hayati seperti halnya kawasan-kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud oleh UU No 5/1990. Jadi, kawasan konservasi fungsinya jelas berbeda dengan hutan lindung. Pengertian hutan lindung menurut pasal 1 angka (7) UU Nomor 41 Tahun 1999 dan UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan, yakni kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.

24 31 Menurut Arief (1993:105), hutan lindung adalah kawasan hutan yang dikelola untuk kepentingan perlindungan lingkungan dari bahaya banjir dan erosi, serta untuk mengusahakan kesuburan tanah dan pengaturan tata air. Hutan lindung terdiri dari berbagai jenis pohon yang mempunyai tajuk rapat sehingga tanah dapat terlindung dari sinar matahari. Tajuk inilah yang akan menahan turunnya air hujan supaya tidak memukul tanah secara langsung sehingga erosi permukaan tanah bisa dicegah. Hal ini akan memberikan kesempatan pada air untuk meresap ke dalam tanah dan mengalir sebagai air tanah yang dikeluarkan perlahan-lahan sebagai mata air. Di samping itu, sebagai pelindung bangunan vital seperti waduk, mata air dan lain-lain. Dengan demikian, hutan lindung ini tidak dapat begitu saja ditebang tetapi harus diadakan seleksi guna mempertahankan simpanan air. Sedangkan menurut Adisasmita, (2010:77), Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun bawahnya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Adapun tujuan perlindungan dari kawasan hutan lindung adalah mencegah terjadinya erosi atau sedimentasi dan menjaga fungsi hidrologik tanah sehingga menjamin ketersediaan unsur hara, air dan air permukaan. Fungsi lainnya yaitu untuk mencegah terjadinya erosi tanah pada kawasan dengan kelerangan yang terjal. Melindungi ekosistem subtropis. Hutan lindung (protection forest) adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi,

25 32 agar fungsi-fungsi ekologisnya terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah tetap dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan Undang-undang RI No 41/1999 tentang Kehutanan menyebutkan: Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Adapun kriteria kawasan hutan lindung menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (dalam Adisasmita, 2010:77), maka kriteria kawasan lindung diantaranya : 1. Kawasan yang mempunyai skor lebih dari 175 menurut Sk Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/ Kawasan yang mempunyai kemiringan lereng lapangan rata-rata lebih dari 45%. 3. Kawasan yang mempunyai ketinggian 2000 meter atau lebih di atas permukaan laut. 4. Kawasan yang memiliki jenis tanah sangat peka terhadap erosi, yaitu jenis tanah dengan nilai 5 (regosol, litosol, organosol, dan renzina) dan memiliki kemiringan dengan kelas lereng lebih besar dari 15 %. 5. Guna keperluan khusus ditetapkan oleh Menteri kehutanan sebagai hutan lindung. Dari pernyataan di atas tersirat bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah hulu sungai (termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah

26 33 tangkapan hujan (catchment area), di sepanjang aliran sungai jika dianggap perlu, di tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau), dan tempat-tempat lain sesuai fungsi yang diharapkan. Hutan lindung mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan masyarakat yang ada di sekitarnya. 2. Hutan Konservasi Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan dimana konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Adapun pengertian kawasan konservasi yang ditemukan dan digunakan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan adalah kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung. Sedangkan menurut UU No 41/1999, kawasan konservasi atau hutan konservasi yakni kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi ditujukan untuk mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Oleh karenanya keberadaan fungsi-fungsi keanekaragaman hayati tersebut sangatlah penting.

27 34 Kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi sangat penting perannya bagi kelangsungan hidup mahluk hidup terutama manusia. Apabila terjadi kerusakan pada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi maka akan terjadi ketidakseimbangangan lingkungan. Menurut Undang-undang No 41 / 1999 dan pasal 2 UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, kawasan konservasi terdiri dari : a. Kawasan hutan Suaka Alam Kawasan hutan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan (Peraturan Pemerintah RI No 68 tahun 1998). Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (dalam Adisasmita, 2010:79), Kawasan suaka alam adalah kawasan yang mewakili ekosistem khas yang merupakan habitat alami yang memberikan perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beranekaragam. Adapun tujuan perlindungannya yaitu untuk melindungi keanekaragaman biota, jenis ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Sedangkan menurut Arief, Arifin (1993:106), hutan suaka alam adalah kawasan hutan yang karena sifat khasnya diperuntukan secara khusus bagi perlindungan dan pelestarian tipe-tipe ekosistem tertentu guna menjamin stabilitas alam hayati dan menjamin sumber plasma nutfah

28 35 (genetic resources) yang cukup bagi perkembangan flora dn fauna secara alami. Hutan ini biasanya dikelola untuk tujuan penelitian. Kawasan hutan suaka alam terdiri dari : 1) Cagar Alam Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan perkembangannya berlangsung secara alami. Sesuai dengan fungsinya, cagar alam dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata alam terbatas, dan kegiatan penunjang budidaya. Suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan Cagar Alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut : a) mempunyai keanekragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem; b) mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya; c) mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; d) mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; e) mempunyai ciri khas potensi, dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau f) mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.(pasal 8 PP No. 68 Th. 1986) 2) Suaka Margasatwa Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dn atau keunikan jenis satwa bagi ilmu

29 36 pengetahuan dan kebudayaan dan kebanggaan nasional yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Sesuai dengan fungsinya, cagar alam dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata alam terbatas, kegiatan penunjang budidaya. Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Suaka Margasatwa apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut : a) merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yangperlu dilakukan upaya konservasinya; b) memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi; c) merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah; d) merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan atau e) mempunyai luas yangcukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. (Pasal 9 PP No. 68 Th. 1986) b. Kawasan hutan Pelestarian Alam Kawasan hutan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan hutan Pelestarian Alam terdiri dari : 1) Taman Nasional Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (dalam Adisasmita, 2010:80), Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,

30 37 pariwisata, rekreasi dan pendidikan.taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan Kawasan Taman Nasional dilakukan oleh Pemerintah. Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut: a) kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; b) memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; c) memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh; d) memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam; e) merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri. (Pasal 31 PP No. 68 Th. 1986) Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain : a) Ekonomi, dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa Negara. b) Ekologi, dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan. c) Estetika, memiliki keindahan sebagai objek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam/bahari. d) Pendidikan dan penelitian, merupakan objek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

31 38 e) Jaminan Masa Depan, keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang. Kawasan taman nasional dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman nasional dikelola berdasarkan suatu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman nasional sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. 2) Taman Hutan Raya Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (dalam Adisasmita, 2010:80), Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau buatan, jenis aali dan atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, pariwisata dan rekreasi. Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan jenis asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, budaya, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya

32 39 dilakukan oleh Pemerintah. Sesuai dengan fungsinya, taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya, pariwisata alam dan rekreasi dan pelestarian budaya. Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Hutan Raya, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut : a) merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya sudah berubah; b) memiliki keindahan alam dan atau gejala alam; c) mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa, baik jenis asli atau bukan asli. 3) Taman Wisata Alam Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (dalam Adisasmita, 2010:80), Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam di darat maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Pengelolaan Kawasan Taman Wisaha Alam dilakukan oleh Pemerintah. Sesuai dengan fungsinya, taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk pariwisata alam dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan kegiatan penunjang budaya. Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut :

33 40 a) mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik; b) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; c) kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. c. Taman Buru Taman Buru adalah kawasan hutan yang didalamnya terdapat potensi satwa buru dan di tetapkan sebagai tempat wisata berburu secara teratur. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1994 tentang perburuan satwa buru, jenis kegiatan berburu di Indonesia digolongkan menjadi : berburu untuk keperluan olahraga dan trofi, berburu tradisional, dan berburu untuk keperluan lain-lain. Cakupan kawasan lindung sangat luas, seperti yang termuat dalam Keppres No 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (dalam Adisasmita, 2010:76-83), diantaranya yaitu : 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya, yang terdiri dari : a. Kawasan hutan lindung Hutan yang ditujkan untuk menjalankan fungsi-fungsi lingkungan, khususnya untuk memelihara tutupan vegetasi dan stabilitas tanah di lereng-lereng curam dan melindungi Daerah Aliran Sungai (DAS). b. Kawasan bergambut Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar sisa-sisa bahan organik yang tertimbun

34 41 dalam waktu lama. Kawasan bergambut ditetapkan dengan kriteria ketebalan gambut tiga meter atau lebih terletak di hulu sungai atau rawa. Perlindungan terhadap kawasan bergambut dilakukan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan yang bersangkutan (Keppres No.32 Tahun 1990 dan PP No.47 Tahun 1997). Ciri-ciri spesifik ekosistem kawasan bergambut adalah memiliki potensi alami yang sangat peka terhadap setiap sentuhan pembangunan yang merubah pengaruh perilaku air (hujan, air sungai dan air laut). Kawasan ini juga besifat terbuka untuk menerima dan meneruskan setiap material (slurry) yang terbawa dalam air, baik bersifat hara mineral, zat atau bahan berat maupun energi lainnya. Selain itu, kawasan ini berperan sangat penting dalam mengatur keseimbangan hidup setiap ekosistem darat di hulu dan sekitarnya serta setiap ekosistem kelautan di hilirnya (Kepmen LH No 5 Tahun 2000). c. Kawasan resapan air Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (dalam Adisasmita, 2010:78), Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. 2. Kawasan perlindungan setempat

35 42 a. Sempadan pantai Menurut Undang-Undang No.27/2007 tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, serta berjarak minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. b. Sempadan sungai Sempadan Sungai yaitu kawasan sepanjang kanan kiri sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 ditetapkan bahwa sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50 meter di kanan kiri anak sungai yang berada di luar permukiman. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara meter. c. Kawasan sekitar danau/waduk Menurut Keppres RI No 32 Tahun1990 tentang pengelolaan kawasn lindung, pasal 18 menyatakan bahwa kawasan lindung sekitar danau atau waduk adalah daratan sepanjang tepi danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau.waduk antara meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

36 43 d. Kawasan sekitar mata air Kawasan sekitar mata air yaitu kawasan disekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi utama air. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/1980 ditetapkan bahwa pelindung mata air ditetapkan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air. 3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya a. Kawasan suaka alam Kawasan hutan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan stwa serta ekosistem yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. b. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (dalam Adisasmita, 2010:79) Daerah merupakan daerah perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang memiliki ciri khas berupa keragaman dan atau keunikan ekosistem. c. Kawasan pantai berhutan bakau Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (dalam Adisasmita, 2010:79), Pantai berhutan bakau

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa ruang selain

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mantap dan tertibnya tata cara penetapan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur sebagai konservasi

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat Undang-undang Nomor 24 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk pemanfaatan ruang secara optimal, serasi, seimbang, dan lestari di kawasan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesiadengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka Konservasi Rawa, Pengembangan Rawa,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka Konservasi Rawa,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran No.77, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Nasional. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang berpotensi untuk dikembangkan dan didayagunakan bagi pemenuhan berbagai kepentingan. Danau secara

Lebih terperinci

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5460 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 180) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci