BAB IV INSTITUSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR KE DEPAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV INSTITUSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR KE DEPAN"

Transkripsi

1 BAB IV INSTITUSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR KE DEPAN IV.1 HASIL KUESIONER Berdasarkan kuesioner yang disusun dan disampaikan kepada delapan responden di lingkungan Ditjen SDA, Balai Besar, Balai dan Dinas Provinsi, kuesioner bersifat semi terbuka dan responden dapat memilih lebih dari satu jawaban yang dianggap tepat dengan hasil sebagai berikut: No Pertanyaan a b c d e 1 Pertanyaan yang menjadi kewenangan Departemen PU (c.q. Ditjen SDA) yang ada di daerah sebaiknya dilaksanakan 2 Apa manfaat keberadaan BBWS/BWS bagi Provinsi? Dalam melaksanakan dekonsentrasi di daerah, apa hambatan yang dialami oleh pelaksana (Pem. Prov) di daerah? 4 Kegiatan fisik apa yang seharusnya langsung dilaksanakan oleh Pusat? 5 Apa kelemahan jika pekerjaan dilaksanakan langsung oleh Pusat? Dalam rangka pelaksanaan Dekon dan TP, peran apa yang diharapkan dilakukan oleh Pemerintah Daerah? 7 Hambatan apa yang dirasakan dalam pelaksanaan pembangunan fisik maupun koordinasi antara Pusat dan Daerah? 8 Apakah ada urusan yang seharusnya menjadi kewenangan daerah namun masih dilaksanakan oleh Pusat? Sebutkan. 9 Untuk mendukung pelaksanaan Dekon dan TP, dukungan apa yang telah diberikan Pusat kepada Daerah? 10 Apakah struktur organisasi Ditjen SDA (tingkat Pusat) sudah sesuai dengan urusan yang menjadi kewenangan Pusat saat ini? 12 Apakah struktur organisasi BBWS/BWS Ditjen SDA di Daerah sudah sesuai dengan urusan yang menjadi kewenangan Pusat di Daerah saat ini? 13 Bagaimana tanggapan terhadap bentuk institusi pengelolaan SDA saat ini sebaiknya? Isian terbuka dari kuesioner diperoleh masukan sebagai berikut: Pertanyaan Masukan, komentar 1 Tergantung wilayah sungai, jika lintas provinsi dilakukan oleh BBWS/BWS 2 Kegiatan pengelolaan sda, perencanaan dan koordinasi, koordinasi program, sebagai ajang untuk koordinasi, penyusunan program dan operasional, pemberian rekomtek, tidak jelas. 3 Belum ada Dekon. 4 Skala Nasional. 5 SDM terbatas, mis-manajemen. 99

2 Pertanyaan Masukan, komentar 6 Kerjasama untuk melaksanakan pembangunan di daerah sesuai kewenangan masing-masing dan sebagai koordinasi, sebagai partner pemerintah pusat sehingga kegiatan pembangunan Pusat yang ada di daerah dapat sinkron dan sesuai kebutuhan, kegiatan OM melalui TP, koordinator Musrenbangda. 7 Campur tangan aparat di daerah, SDM kurang qualified, kurangnya kapasitas SDM, manajemen/kepemimpinan, tidak ada hambatan, 8 Fisik yang dilaksanakan pusat, tetapi atas permintaan daerah, irigasi berdasarkan permintaan dari pemerintah daerah, yang berhubungan dengan bencana alam, operasi dan pemeliharaan infrastruktur sda. 9 Dukungan dana Direktorat menjadi direktorat wilayah, kembalikan ke wilayah, mekanisme/sop yang jelas sehingga dapat terhindari overlapping tugas ataupun mis-koordinasi, bersifat operasional, disesuaikan dengan UU SDA Perlu dibuat mekanisme/sop yang jelas, disesuaikan dengan tuntutan/tantangan sda yan berkesinambungan. Dari hasil analisis terhadap jawaban responden dapat diperoleh informasi sebagai berikut: 1. Pelaksanaan tugas yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat dilaksanakan secara langsung oleh Pemerintah Pusat baik melalui BBWS/BWS maupun didelegasikan kepada Pemerintah Daerah melalui dekonsentrasi atau tugas pembantuan. 2. Manfaat keberadaan BBWS/BWS bagi Pemerintah Provinsi adalah BBWS/BWS merupakan pelaksana pembangunan fisik yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat di daerah, sebagai penghubung antara pusat dan daerah melalui forum koordinasi, dan konsultasi teknis pengelolaan sumber daya air. 3. Dalam pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi, kendala yang dialami oleh pemerintah daerah adalah masalah koordinasi teknis, pengelolaan keuangan, dan administrasi. Namun demikian, di beberapa daerah yang telah melakukan koordinasi dengan baik tidak mengalami kendala di atas. Dalam pelaksanaan dekonsentrasi pada saat ini, belum semua Pemerintah Provinsi menjalankan fungsi dekonsentrasi. 4. Kegiatan fisik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat adalah kegiatan yang menyangkut WS Lintas Negara/Provinsi dan strategis nasional, termasuk di dalamnya kegiatan dengan dana dari bantuan luar negeri. 100

3 5. Kelemahan jika pekerjaan langsung dikerjakan oleh pemerintah pusat adalah pengawasan pekerjaan yang kurang optimal dan kurang sinkron dengan aktivitas yang ada di daerah, termasuk kurangnya komunikasi. Hal ini juga disebabkan adanya keterbatasan SDM dan mis-manajemen pelaksanan kegiatan. 6. Dalam rangka pelaksanaan dekon dan TP, peran yang diharapkan dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah pemerintah daerah sebagai pelaksana langsung dan koordinator pelaksana. 7. Hambatan yang dirasakan dalam pelaksanaan pembangunan fisik dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah adalah banyaknya unit kerja yang terlibat dalam satu kegiatan, program yang kurang terarah, dan keterbatasan dukungan SDM, peralatan, dan kebijakan. Jika di suatu daerah telah melaksanakan koordinasi yang baik antar Pusat dan Daerah, maka kendala tersebut dapat diantisipasi dan dilakukan penyelesaian masalah. 8. Urusan pemerintah daerah yang dilakukan oleh pemerintah pusat ternyata masih ada. Hal ini disebabkan adanya permintaan dari pemerintah daerah untuk membantu pendanaan maupun pelaksanaan karena keterbatasan sumber dana yang ada di daerah. Demikian pula penangan daerah yang mengalami bencana alam masih ditangani oleh pemerintah pusat. 9. Dukungan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah berupa kebijakan pengelolaan sumber daya air (berupa NSPM), konsultansi teknis, dan sumber daya (manusia, peralatan, dana). 10. Struktur organisasi Ditjen SDA yang ada saat ini dirasakan sudah sesuai tetapi perlu penyempurnaan. Penyempurnaan yang diharapkan adalah direktorat pelaksana kembali menjadi direktorat wilayah, penetapan tugas yang tegas sehingga tidak terjadi overlapping antarunit kerja dan mismanajemen. Tentunya hal ini juga memperhatikan Undang Undang Sumber Daya Air, serta tuntutan/tantangan pengelolaan sumber daya air yang berkesinambungan. 11. Demikian pula halnya dengan struktur organisasi BBWS dan BWS yang ada di daerah dirasakan sudah sesuai namun perlu penyempurnaan. Hal ini 101

4 dapat dilihat dari hambatan koordinasi yang dilakukan antara BBWS/BWS di daerah dengan Pemerintah Daerah. Penyempurnaan perlu dilakukan antara lain dengan membuat mekanisme/sop yang jelas, menyederhanakan jumlah unit kerja yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan di daerah, dan sinkronisasi program pengelolaan sumber daya air antara pusat dan daerah. IV.2. ANALISIS INSTITUSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Dinamika perkembangan sebuah lembaga pemerintah sangat dipengaruhi oleh perkembangan sosial, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta politik. Demikian pula halnya perkembangan organisasi Departemen Pekerjaan Umum sejak kemerdekaan Republik Indonesia mengalami pasang surut sampai dengan bentuk organisasi dan tugas fungsinya yang terus berkembang sesuai dengan tuntutan zamannya. Nomenklatur departemen pun mengalami beberapa kali perubahan selama perjalanan sejarahnya, dimulai dengan nama Kementerian Pekerjaan Umum, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, dan terakhir saat ini kembali bernama Departemen Pekerjaan Umum. Bersamaan dengan keberadaan Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, juga dibentuk Kementerian Pekerjaan Umum yang tergolong Kementerian Negara (bukan Departemen). Demikian halnya dengan institusi pengelolaan sumber daya air juga mengalami perubahan dari Direktorat Jenderal Pengairan, Direktorat Jenderal Pengembangan Perdesaan, dan Direkorat Jenderal Sumber Daya Air. Pada saat nomenklatur Ditjen Sumber Daya Air inipun mengalami beberapa perubahan unit organisasi dibawahnya. Bermula dari penanganan pengairan secara sektor (irigasi, rawa, dan sungai), kemudian beralih menjadi berbasis wilayah (Wilayah Barat, Wilayah 102

5 Tengah dan Wilayah Timur), kemudian terakhir pada tahun 2004 berubah kembali menjadi sektor yaitu irigasi, sungai-danau-waduk, dan rawa-pantai. Melihat perkembangan kelembagaan institusi pengelolaan sumber daya air dari era orde baru sampai dengan saat ini, nomenklatur kelembagaan sudah berubah beberapa kali, yang mengakibatkan perubahan tugas dan fungsi kelembagaan pengelolaan sumber daya air. Tabel IV.1. Nomenkatur Ditjen yang melaksanakan pengelolaan sumber daya air Nama Nama Departemen Direktorat Nama Unit Kerja (Periode) Jenderal Departemen Pekerjaan Umum ( ) Departemen Pekerjaan Umum ( ) Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah ( ) Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah ( ) Departemen Pekerjaan Umum (2004 sekarang) Direktorat Jenderal Pengairan Direktorat Jenderal Pengairan Direktorat Jenderal Pengembangan Perdesaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Sekretariat Ditjen, Direktorat Bina Program, Direktorat Sungai, Direktorat Rawa, Direktorat Irigasi I, Direktorat Irigasi II, Direktorat Peralatan Sekretariat Ditjen, Direktorat Bina Program, Direktorat Bina Teknik, Direktorat Rawa, Direktorat Sungai, Direktorat Irigasi Sekretariat Ditjen, Direktorat Program dan Evaluasi, Direktorat Pengairan Perdesaan, Direktorat Perdesaan Wilayah Barat, Direktorat Perdesaan Wilayah Tengah, Direktorat Perdesaan Wilayah Timur Direktorat Penatagunaan Sumber Daya Air, Direktorat Sungai dan Danau Sekretariat Ditjen, Direktorat Bina Teknik, Direktorat Penatagunaan SDA, Direktorat SDA Wilayah Barat, Direktorat SDA Wilayah Tengah, Direktorat SDA Wilayah Timur Sekretariat Ditjen, Direktorat Bina Program, Direktorat Bina Pengelolaan SDA, Direktorat Sungai Danau dan Waduk, Direktorat Irigasi, Direktorat Rawa dan Pantai Dari tabel di atas, perubahan drastis terjadi pada tahun Pada tahun tersebut, terjadi perubahan tugas dan fungsi dari pengelolaan sumber daya air menjadi tanggung jawab dua Ditjen, yaitu Ditjen Pengembangan Perdesaan (Ditjen PP) dan Ditjen Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah (Ditjen PRPW). Dengan adanya dua direktorat jenderal yang sama-sama menangani pengelolaan sumber daya air menimbulkan pelaksanaan tugas yang tidak harmonis. Hal ini dapat dilihat dari penugasan yang tumpang tindih antara lain Direktorat Pengairan 103

6 Perdesaan (di bawah Ditjen PP) yang melaksanakan fungsi perumusan kebijakan dan perencanaan teknis di bidang sungai waduk dan danau, dengan Direktorat Sungai dan Danau (di bawah Ditjen PRPW) yang melaksanakan fungsi pengelolaan sungai, penyusunan pedoman, pengendalian dan pengamanan serta pelestarian kawasan sungai, rawa dan danau. Di lingkungan Ditjen PP yang pada masa tersebut diterjemahkan sebagai pengelolaan pengairan, dan fungsi tersebut juga dilakukan oleh Ditjen PRPW. Hal tersebut menimbulkan pelaksanaan tugas yang tidak terfokus pada pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh tetapi pada pengembangan perdesaan yang menempatkan pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu sektor yang berada di wilayah perdesaan. Pengembangan perdesaan itu sendiri nampaknya tidak terlaksana dengan baik, mengingat aspek perdesaan tidak hanya pengairan tapi juga mencakup masalah lainnya, seperti jalan sebagai sarana transportasi, perumahan rakyat, sarana dan prasarana permukiman, dan sebagainya. Akibatnya, Ditjen PP menjadi terfokus pada pengelolaan sumber daya air yang ada di perdesaan, khususnya pada pelaksanaan pembangunan fisik bidang pengairan seperti pengembangan sarana dan prasarana irigasi. Pada periode tahun , kembali Ditjen PP berubah menjadi Ditjen SDA dan Direktorat Penatagunaan Sumber Daya Air serta Direktorat Sungai dan Danau melebur menjadi satu dengan Ditjen SDA. Pada masa tersebut, pengelolaan sumber daya air berbasis pada wilayah, artinya pelaksanaan pengelolaan sumber daya air difokuskan pada wilayah sungai yang berada dalam satu wilayah. Dalam hal ini, pemilihan wilayah meliputi wilayah barat yaitu semua provinsi yang ada di pulau Sumatera dan sekitarnya, wilayah tengah yaitu semua provinsi di pulau Jawa, Kalimantan dan Bali, serta wilayah timur mencakup provinsi di pulau Sulawesi, Papua, kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku. Kelembagaan pengelolaan sumber daya air kembali berubah pada periode 2004 dan masih berlangsung sampai saat ini yaitu pada saat Kabinet Indonesia Bersatu, Ditjen SDA melakukan restrukturisasi kelembagaan dengan kembali mengelola 104

7 sumber daya air secara sektoral yaitu sektor irigasi, sungai, danau, waduk, rawa dan pantai. Perubahan nomenklatur ini ternyata mempengaruhi pelaksanaan tugas pembangunan yang menjadi tugas Departemen Pekerjaan Umum dan unit organisasi pelaksananya yang ada di Pusat maupun di Daerah. Kepanjangan tangan Departemen yang ada di provinsi pada waktu itu (sebelum tahun 2000) adalah Kantor Wilayah (Kanwil) PU yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu pelaksanaan tugas pembangunan dibantu oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum Provinsi dan Sub Dinas PU Kabupaten/Kota. Sebelum tahun 1998, pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah belum menjadi kendala pelaksanaan. Pembangunan fisik sebagian besar dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat sedangkan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagian kecil sudah diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Meski demikian, anggarannya masih disediakan oleh Pemerintah Pusat dan pelaksanaannya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Bahwa Undang Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang Undang No. 32 tahun 2004 mengamanatkan keleluasaan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan kepada Pemerintah Daerah terhadap hampir semua bidang termasuk di dalamnya adalah bidang pekerjaan umum, tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat pembatasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah seperti kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 43. Khusus dalam bidang sumber daya air, kewenangan pemerintah pusat 44 mencakup wilayah sungai lintas negara, wilayah sungai lintas provinsi, dan wilayah sungai strategis (seperti wilayah sungai yang berkaitan dengan daerah lumbung padi). 43 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota 44 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai 105

8 Sementara itu, untuk luasan areal irigasi 45 dibatasi pada luas areal irigasi dalam satu wilayah sungai melebihi ha menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, ha ha menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, dan di bawah ha menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Mengacu pada kewenangan yang diberikan berdasarkan batasan tersebut masih dimungkinkan pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah Pusat. Oleh sebab itu, pada saat ini, direktorat jenderal pelaksana bidang sumber daya air masih menjalankan fungsi pembinaan pelaksanaan di tingkat pusat dan pelaksanaannya sendiri dilakukan melalui unit pelaksana teknis yang tersebar di daerah (tingkat provinsi). Di tingkat instansi Pusat dibentuk kelembagaan, yaitu Ditjen SDA dengan tiga direktorat pelaksana, dua direktorat pendukung, dan satu Sekretariat Ditjen. Ditambah pada saat ini terdapat 32 unit pelaksana teknis (UPT), yaitu 12 Balai Besar Wilayah Sungai, 19 Balai Wilayah Sungai, dan satu Balai Bendungan. Tabel IV.2. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Di Lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air NO NAMA BALAI LOKASI WILAYAH KERJA 1 BBWS Brantas Surabaya WS Brantas 2 BBWS Bengawan Solo Surakarta WS Bengawan Solo 3 BBWS Pemali Juana Semarang WS Pemali Comal dan WS Jratunseluna 4 BBWS Serayu Opak Yogyakarta WS Serayu Bogowonto dan WS Progo Opak Serang 5 BBWS Cimanuk Cisanggarung Cirebon WS Cimanuk Cisanggarung 6 BBWS Pompengan Jeneberang Makassar WS Pompengan Larona, WS Sadang, WS Walanae Cenranae, dan WS Jeneberang 7 BBWS Citarum Bandung WS Citarum 8 BBWS Mesuji Sekampung Bandar Lampung WS Mesuji-Tulang Bawang dan WS Way Seputih-Way Sekampung 9 BBWS Sumatera VIII Palembang WS Musi, WS Sugihan, WS Banyuasin 10 BBWS Citanduy Banjar WS Citanduy 11 BBWS Ciliwung Cisadane Jakarta WS Ciliwung Cisadane dan WS Kep. Seribu 12 BBWS Cidanau Ciujung- Cidurian Serang WS Cidanau Ciujung Cidurian Sumber : Permen PU No. 23/PRT/M/ Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 390/KPTS/M/2007 tentang Penetapan Status Daerah Irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 106

9 Tabel IV.3. Balai Wilayah Sungai (BWS) Di Lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air NO NAMA BALAI LOKASI WILAYAH KERJA 1. BWS Sumatera I Banda Aceh WS Meureudu Baro, WS Jambo Aye, WS Woyla Seunagan, WS Tripa Bateu, WS Alas Singkil 2. BWS Sumatera II Medan WS Belawan Ular Padang, WS Toba Asahan, WS Batang Angkola Batang Gadis, WS Batang Natal Batang Batahan. 3. BWS Sumatera III Pekanbaru WS Rokan, WS Siak, WS Kampar, WS Indragiri, WS Reteh. 4. BWS Sumatera V Padang WS Anai Kuranji Arau Mangau Antokan 5. BWS Sumatera VI Jambi WS Batanghari 6. BWS Sumatera VII Bengkulu WS Air Majunto Sebelat 7. BWS Bali Penida Denpasar WS Bali Penida 8. BWS Nusa Tenggara I Mataram WS P. Lombok 9. BWS Kalimantan II Kuala Kapuas WS Seruyan, WS Kahayan, WS Barito Kapuas. 10. BWS Kalimantan III Samarinda WS Sesayap, WS Mahakam 11. BWS Sulawesi III Palu WS Palu Lariang, WS Parigi Paso, WS Laa Tambalako, WS Kaluku Karama 12. BWS Sumatera IV Batam WS P. Batam P. Bintan 13. BWS Nusa Tenggara II Kupang WS Aesesa, WS Benanain, WS Neo Mina 14. BWS Kalimantan I Pontianak WS Kapuas, WS Pawan, WS Jelai Kendawangan 15. BWS Sulawesi I Manado WS Sangihe Talaud, WS Tondano Likupang, WS Dumoga Sangkub 16. BWS Sulawesi II Gorontalo WS Limboto Bulango Bone, WS Paguyaman, WS Randangan 17. BWS Sulawesi IV Kendari WS Lasolo, WS Sampara 18. BWS Maluku Ambon WS P. Buru, WS P. Ambon Seram, WS Kep. Kei Aru, WS Kep. Yamdena Wetar 19. BWS Papua Jayapura WS Memberamo Tami Apauvar, WS Einlanden Digul Bikuma dan WS Omba 20. Balai Bendungan Jakarta Nasional Sumber : Permen PU No. 23/PRT/M/2008 Kalau ditinjau dari aspek pengorganisasian dan desain organisasi, penetapan tugas pokok direktorat pelaksana yang disusun sebelum adanya unit pelaksana teknis dan pada saat ini setelah terjadi pembentukan unit pelaksana teknis ternyata tidak mengalami perubahan. Perubahan yang ada hanyalah pada tingkat penyesuaian pembagian tugas antardirektorat di pusat sedangkan penyesuaian terhadap tugas 107

10 antara direktorat pelaksana dengan tugas UPT tidak terlihat. Desain organisasi yang ada masih mementingkan pada penambahan jumlah jabatan struktural, bukan kepada jumlah jabatan fungsional yang memang melakukan fungsi sesuai dengan kompetensi di bidang jabatan fungsionalnya. Kewenangan yang diberikan kepada jabatan struktural masih lebih besar dan lebih menarik (bagi pejabatnya) dibandingkan kewenangan yang diberikan kepada jabatan fungsional. Jumlah jabatan struktural di lingkungan Ditjen SDA dan di lingkungan UPT Ditjen SDA adalah seperti tercantum dalam tabel IV.4 dan tabel IV.5 berikut: Tabel IV.4. Jumlah jabatan struktural di lingkungan Ditjen Sumber Daya Air No Nama Direktorat Es. I Es. II Es. Es. III IV 1 Ditjen Sumber Daya Air 1 2 Sekretariat Ditjen Sumber Daya Air Direktorat Bina Program Direktorat Bina Pengelolaan Sumber Daya Air Direktorat Sungai, Danau, dan Waduk Direktorat Irigasi Direktorat Rawa dan Pantai JUMLAH Sumber : Permen PU No. 01/PRT/M/2008 Tabel IV.5. Jumlah jabatan struktural di lingkungan UPT Ditjen SDA No Nama UPT Es. Es. Es. Es. II.b III.a III.b IV 1 Balai Besar Wilayah Sungai Tipe A (9 UPT) Balai Besar Wilayah Sungai Tipe B (3 UPT) Balai Wilayah Sungai Tipe A (11 UPT) Balai Wilayah Sungai Tipe B (8 UPT) Balai Bendungan JUMLAH Sumber : Permen PU No. 23/PRT/M/2008 Demikian pula halnya dengan departementasi di tingkat pusat maupun di UPT terdapat perbedaan. Di tingkat pusat menganut sistem sektoral sedangkan di tingkat UPT menganut sistem kewilayahan. Hal ini menyebabkan rentang kendali menjadi banyak. Sebagai contoh, UPT seperti Balai Wilayah Sungai Kalimantan II, bertanggung jawab langsung kepada Dirjen Sumber Daya Air tetapi pembinaannya melalui direktorat terkait. Artinya, pada saat dilakukan koordinasi yang berhubungan dengan masalah irigasi harus dilakukan bersama Direktorat 108

11 Irigasi, untuk masalah bendungan dilakukan dengan Direktorat Sungai, Danau dan Waduk, untuk masalah rawa dan pantai dengan Direktorat Rawa dan Pantai, dan untuk masalah perencanaan wilayah sungai harus berkoordinasi dengan Direktorat Bina Pengelolaan Sumber Daya Air. Hal inilah yang menjadikan rentang kendali menjadi panjang dan banyak. Akibatnya, koordinasi menjadi berkepanjangan dan akhirnya pengambilan keputusan dapat menjadi bias. Berbeda sebelumnya pada saat UPT belum dibentuk, pelaksana kewenangan pusat di daerah dilaksanakan oleh satuan kerja non vertikal (SNVT) atau dulu lebih dikenal dengan sebutan proyek. SNVT pada masa itu bertanggung jawab kepada direktorat pembinanya masing-masing. Sebagai contoh, SNVT irigasi Jawa Barat bertanggung jawb kepada Direktur Irigasi, atau pada waktu direktorat wilayah, SNVT atau proyek bertanggung jawab kepada Direktorat Pelaksanaan Wilayah Tengah. IV.2.1 ANALISIS KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN A. Periode Orde Baru (s.d. 1999) Pada periode ini, kelembagaan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air masih didasarkan pada Undang-Undang No. 11 Tahun Pada masa tersebut, pengelolaan sumber daya air sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, mulai dari perencanaan, pembangunan fisik infrastruktur (konstruksi), operasi dan pemeliharaannya. Hanya untuk pelaksanaan operasi dan pemeliharaan irigasi sebagian sudah diserahkan kepada pemerintah daerah. Sistem sentralisasi tersebut memiliki beberapa keuntungan bagi masyarakat pengguna. Manfaat yang dirasakan bagi masyarakat sebagai pengguna infrastruktur secara langsung dapat merasakan manfaat pembangunan infrastruktur seperti tersedianya air untuk berbagai keperluan. Namun, masyarakat sangat sulit untuk dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan pengelolaan sumber daya air, mengingat pada masa itu masyarakat tidak 109

12 memiliki akses dalam pengusulan program bagi lingkungannya. Semua program pembangunan telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Bagi kelompok masyarakat di lokasi yang telah mendapat prioritas akan merasakan manfaat pembangunan secara langsung tetapi bagi kelompok yang lokasinya tidak mendapat prioritas tidak merasakan manfaat pembangunan infrastruktur tersebut. Demikian pula halnya dengan Dinas PU di Provinsi yang merasakan hal yang sama. Sementara itu bagi pelaksana, sentralisasi pada masa tersebut mejadikan Ditjen Pengairan memiliki kewenangan penuh untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Karena sifatnya yang top-down, maka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tidak didasarkan pada permintaan masyarakat tetapi lebih kepada kebutuhan masyarakat sesuai analisis pemerintah. Keberatan masyarakat terhadap perencanaan dan program pemerintah dapat ditujukan kepada pemerintah tetapi keputusan pelaksanaan tetap berada pada keputusan pemerintah. Masyarakat seakanakan tidak memiliki hak untuk ikut mengelola sumber daya air. Bagi kelembagaan Ditjen Pengairan sendiri, penanganan pengelolaan sumber daya air yang berbasis sektor pada masa tersebut (s.d 1994) memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan antara lain, penanganan pengelolaan sumber daya air menjadi lebih terfokus. Penyediaan dan peningkatan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi teknis dalam satu bidang pengelolaan sumber daya air dapat lebih mudah direncanakan dan disediakan. Namun di lain pihak, penanganan secara terintegrasi antar sektor seperti perencanaan menjadi sulit karena harus melibatkan seluruh direktorat teknis. Demikian pula halnya dengan koordinasi. Apabila terjadi suatu permasalahan pengelolaan sumber daya air di satu wilayah, maka pelaksana di daerah harus berkoordinasi dengan seluruh sektor terkait. 110

13 Hal yang mendasari perubahan organisasi pada tahun 1994 adalah perubahan peran pemerintah dalam hal pelaksanaan kegiatan fisik yang tidak lagi melaksanakan pembangunan fisik secara swakelola tetapi mulai dilaksanakan oleh pihak ketiga (dikontrakkan). Dengan adanya kebijakan tersebut, Direktorat Peralatan yang mempunyai tugas mengelola ketersediaan alat-alat berat dan perlengkapannya dihilangkan dan hampir seluruh peralatan dialihkan kepada Pemerintah Daerah yang pada waktu itu memiliki tugas melaksanakan tugas pemerintah pusat dalam hal operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi secara terbatas. Bagi kelembagaan Ditjen Pengairan sendiri, penanganan pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah pada masa tersebut memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan, antara lain, kemudahan melakukan koordinasi perencanaan antara pusat dan daerah, dan perencanaan dalam satu wilayah dapat lebih terfokus. Namun, tugas Ditjen pada saat itu tidak dapat menghasilkan produk pengaturan/hukum dalam hal pengelolaan sumber daya air karena fokus utama Ditjen Pengairan adalah pembangunan infrastruktur. Hal ini juga disebabkan oleh tuntutan swasembada pangan yang harus terus dipenuhi oleh pemerintah. Tuntutan swasembada pangan tersebut diterjemahkan sebagai kewajiban untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dapat menunjang keberhasilan swasembada pangan, antara lain dengan pembangunan infrastruktur sumber daya air. Kelemahan lain adalah semakin berkurangnya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi teknis masing-masing bidang sumber daya air seperti ahli sungai, ahli rawa, ahli bendungan, dan ahli irigasi. Hal ini disebabkan antara lain karena dalam sistem kewilayahan, keahlian diprioritaskan pada pengelolaan sumber daya air secara makro. B. Periode Kabinet Reformasi (1999 s.d. 2001) Periode ini merupakan periode yang mengalami perubahan paling drastis. Pada periode ini, penanganan sumber daya air dilakukan oleh dua direktorat jenderal yang menggunakan pendekatan yang berbeda. Ditjen 111

14 Pengembangan Perdesaan (PP) menggunakan pendekatan kewilayahan (mengingat nomenklatur departemen yaitu Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah), sementara Ditjen Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah (PRPW) menggunakan pendekatan sektor. Ditjen PP difokuskan pada pembangunan infrastruktur sedangkan Ditjen PRPW difokuskan pada aspek pengaturan dan perencanaan pengelolaan sumber daya air secara terintegrasi dengan sektor lainnya. Hambatan yang muncul adalah sulitnya menerjemahkan apa yang seharusnya dilakukan oleh masing-masing Ditjen tanpa menimbulkan konflik kepentingan atau tumpang tindih kegiatan. Demikian pula halnya dengan ketidakjelasan penugasan terhadap perencanaan program pengelolaan sumber daya air secara terintegrasi. Keunggulan kewilayahan pada masa tersebut antara lain adalah dapat memacu masing-masing wilayah untuk mengembangkan wilayah yang menjadi wewenangnya sehingga pembangunan di daerah menjadi lebih cepat dan terakomodasi. Hal ini dapat dilihat dengan program percepatan pembangunan di wilayah timur, dan pembangunan infrastruktur menjadi lebih intensif. Hal ini juga disebabkan salah satu indikator kinerja adalah besarnya dana yang dapat diserap dan banyaknya produk pembangunan yang dihasilkan oleh setiap wilayah. Penanganan sumber daya air berbasis wilayah ini ternyata mempermudah koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Bila dalam pelaksanaan pengelolaan mengalami hambatan, pemerintah daerah dapat langsung berhubungan dengan direktorat wilayahnya. Berbeda dengan sebelumnya, bila permasalahan menyangkut beberapa sektor maka harus berkoordinasi dengan beberapa direktorat sektor. Demikian pula hal dengan masyarakat. Apabila masyarakat memiliki permasalahan seputar sumber daya air, maka akan lebih mudah bagi masyarakat untuk menghubungi direktorat wilayah. Berbeda dengan sebelumnya, masyarakat 112

15 harus mencari tahu permasalahan sumber daya air apa yang terjadi dan ke mana mereka harus melaporkan. Kelemahan yang terjadi adalah pada aspek operasi dan pemeliharaan yang tidak menjadi prioritas sehingga ketersediaan dana operasi dan pemeliharaan menjadi sangat terbatas. Akibat keterbatasan dana tersebut, kerusakan sarana dan prasarana air mulai dirasakan beberapa tahun kemudian. Faktor lain adalah berkurangnya tenaga ahli spesialisasi sumber daya air, mengingat pada sistem kewilayahan, penanganan pengelolaan sumber daya air dilakukan secara makro. Demikian pula dengan penyediaan perangkat pengaturan dan standar (NSPM) menjadi terabaikan. Salah satu penyebabnya adalah periode ini hanya berlangsung selama dua tahun. Pada periode 2001 s.d. 2004, secara umum tidak memiliki banyak perubahan sistem kewilayahan dalam pengelolaan sumber daya air tetapi terjadi perubahan nomenklatur Ditjen Pengembangan Perdesaan menjadi Ditjen SDA dan pemindahan fungsi perencanaan makro sumber daya air menjadi tugas dari Ditjen SDA. Dengan adanya pemindahan ini, maka perencanaan program pengelolaan sumber daya air secara makro dilaksanakan oleh Direktorat Penatagunaan Sumber Daya Air. Hasil dari direktorat ini seharusnya menjadi pedoman pelaksanaan oleh direktorat wilayah tetapi hasilnya belum dapat diaplikasikan pada masing-masing wilayah, mengingat perencanaan yang dilakukan masih secara makro. Akibat tidak dapat diaplikasikannya perencanaan pengelolaan sumber daya air oleh direktorat wilayah, terjadi antara lain, penurunan kualitas air dan tidak terpeliharanya prasarana dan sarana sumber daya air. C. Periode Kabinet Indonesia Bersatu (2004 s.d. sekarang) Pada periode ini, kembali nomenklatur departemen berubah menjadi Departemen Pekerjaan Umum. Re-orientasi tugas dan fungsi departemen dilakukan dan belajar dari pengalaman masa lalu, institusi Ditjen SDA 113

16 kembali berubah berdasarkan sektor. Hal ini disadari bahwa selama beberapa periode tidak adanya produk pengaturan pengelolaan sumber daya air yang dapat dijadikan pedoman pengelolaan. Sistem kewilayahan menjadikan tugas perumusan produk pengaturan menjadi terabaikan, sementara dengan adanya pembagian kewenangan pusat dan daerah maka produk pengaturan menjadi hal yang penting sebagai panduan pusat dan daerah dalam melaksanakan tugas pengelolaan sumber daya air. Keunggulan pada periode ini adalah mulai diterbitkannya produk pengaturan pengelolaan sumber daya air dan ditumbuhkan kembali spesialiasi sumber daya manusia di bidang keahlian pengelolaan sumber daya air, sungai, rawa, pantai, irigasi, air tanah, dan sebagainya. Kelemahan pada periode ini dirasakan terutama pada pelaksanaan koordinasi yang harus melibatkan seluruh direktorat teknis. Kelemahan lainnya adalah dalam proses perencanaan antarsektor seringkali tidak sinkron mengingat masing-masing daerah dan direktorat teknis menyusun rencana berdasarkan kebutuhan masing-masing sektor. Dari analisis di atas dapat dipahami bahwa kelembagaan berbasis sektor maupun berbasis kewilayahan masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Secara umum keunggulan kelembagaan berbasis sektor antara lain adalah : 1. Perencanaan pengelolaan sumber daya air lebih terfokus karena program yang ditetapkan merupakan program masing-masing sektor yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. 2. Tersedianya sumber daya manusia dengan kompetensi bidang sektor sumber daya air seperti ahli sungai, ahli rawa, ahli irigasi, dan sebagainya. 3. Manfaat pembangunan hanya dirasakan bagi masyarakat yang mendapat proyek. 114

17 Sementara itu, kelemahan kelembagaan berbasis sektor antara lain adalah : 1. Perencanaan pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai memerlukan koordinasi antara sektor. 2. Sulit dalam menempatkan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dari satu sektor ke sektor lainnya. 3. Program Pemerintah Pusat seringkali tidak sesuai dengan prioritas daerah. Hal ini disebabkan pada saat pembahasan program harus melibatkan semua sektor. Ketidaksesuaian program tersebut menyebabkan manfaat pengelolaan sumber daya air tidak atau kurang dirasakan oleh masyarakat. 4. Lebih sulit untuk melakukan koordinasi bagi pemerintah daerah dan masyarakat apabila terdapat permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air di wilayahnya karena harus berkoordinasi dengan beberapa direktorat atau unit kerja yang berwenang untuk menangani persoalan tersebut. Keunggulan kelembagaan berbasis kewilayahan antara lain adalah: 1. Perencanaan dan pengelolaan sumber daya air per wilayah sungai lebih terfokus karena telah jelas siapa yang harus bertangung jawab untuk setiap wilayah. 2. Koordinasi program antara pemerintah pusat dan daerah menjadi lebih mudah terintegrasi. 3. Kompetensi sumber daya manusia yang menangani pengelolaan sumber daya air menjadi lebih bersifat umum dan kurang mendalam. 4. Manfaat pembangunan lebih dirasakan oleh hampir seluruh masyarakat yang mendapat proyek karena pembangunan di setiap wilayah menjadi lebih merata. 5. Kemudahan koordinasi bagi pemerintah daerah dan masyarakat apabila terdapat permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air di wilayahnya. 6. Direktorat wilayah menjadi lebih terpacu untuk membangun wilayahnya sehingga kinerja direktorat dapat menjadi yang terbaik. 115

18 Kelemahan kelembagaan berbasis kewilayahan antara lain adalah: 1. Kesulitan pemerintah pusat dalam menerbitkan produk-produk pengaturan karena harus melibatkan seluruh wilayah sehingga produk pengaturan dapat diterapkan di seluruh wilayah. 2. Ketersediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian teknis dalam bidang sektor sumber daya air secara mendalam menjadi sulit mengingat kewilayahan menjadikan aspek pengelolaan sumber daya air menjadi bersifat umum. Untuk lebih jelasnya, matriks keunggulan dan kelemahan kelembagaan berbasis sektor dan berbasis wilayah dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel IV.6 Matrik keunggulan dan kelemahan pola kelembagaan pengelolaan sda Uraian Sektor Kelembagaan berbasis Kewilayahan Perencanaan + Fokus pada masing-masing sektor - Melibatkan seluruh sektor untuk perencanaan pengelolaan secara nasional Pembinaan - Melibatkan seluruh direktorat terkait Pengawasan - Melibatkan seluruh direktorat terkait Koordinasi - Melibatkan seluruh direktorat terkait Integrasi Program - Melibatkan seluruh direktorat terkait Produk pengaturan + Sesuai penanggung jawab sektor - Sulit membuat produk pengaturan pengelolaan per WS Prioritas program - Sesuai perencanaan, tidak setiap wilayah mendapat prioritas + Fokus pada masing-masing wilayah - Melibatkan seluruh wilayah untuk perencanaan pengelolaan secara nasional + Sesuai direktorat wilayahnya + Sesuai direktorat wilayahnya + Sesuai direktorat wilayahnya + Sesuai direktorat wilayahnya - Harus melibatkan seluruh direktorat wilayah + Mudah untuk membuat produk pengaturan per WS + Setiap wilayah mendapat prioritas, memacu direktorat meningkatkan wilayah kewenangannya Wilayah + Nasional - Sesuai kewenangannya - Rentang kendali luas + Rentang kendali terbatas SDM + Menghasilkan SDM dengan keahlian spesialisasi sektor - Menghasilkan SDM dengan keahlian spesialisasi umum - Penempatan SDM harus sesuai dengan keahliannya + Penempatan SDM lebih fleksibel Catatan : (+) keunggulan, (-) kelemahan 116

19 Tabel IV.6 Matrik keunggulan dan kelemahan pola kelembagaan pengelolaan sda (lanjutan) Kelembagaan berbasis Uraian Sektor Kewilayahan Koordinasi dengan Pemerintah Daerah Koordinasi UPT di Daerah dengan Pusat - Melibatkan seluruh direktorat terkait - Melibatkan seluruh direktorat terkait + Sesuai direktorat wilayahnya + Sesuai direktorat wilayahnya Hirarki UPT - Direktorat Pembina adalah seluruh direktorat sektor Masyarakat - Sulit mengadukan permasalahan karena melibatkan seluruh sektor + Merasakan langsung manfaat pembangunan program + Direktorat Pembina adalah sesuai dengan direktorat wilayahnya + Mudah untuk mengadukan permasalahan + Merasakan langsung manfaat pembangunan program Catatan : (+) keunggulan, (-) kelemahan Dari hasil analisis di atas, kelembagaan berbasis kewilayahan (14 keunggulan, 4 kelemahan) ternyata memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan dengan kelembagaan berbasis sektor (5 keunggulan, 13 kelemahan), sehingga salah satu alternatif bentuk kelembagaan pengelolaan sumber daya air pada masa yang akan dating diharapkan dapat berbasis kewilayahan. IV.2.2 ANALISIS RUANG LINGKUP TUGAS DAN KEWENANGAN Penyusunan ruang lingkup tugas Ditjen SDA yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum belum mengacu pada kewenangan pemerintah di bidang pekerjaan umum sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. 117

20 Ditjen SDA mempunyai tugas merumuskan, melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang sumber daya air, serta melaksanakan fungsi: a. perumusan kebijakan teknik di bidang sumber daya air sesuai peraturan dan perundangan, b. penyusunan program dan anggaran serta evaluasi kinerja pelaksanaan kebijakan di bidang sumber daya air, c. pelaksanaan kebijakan di bidang sumber daya air meliputi irigasi, rawa dan pantai, sungai, danau, waduk dan bendungan, termasuk penyediaan air baku dan pemanfaatan air tanah, d. pelaksanaan pengaturan pengelolaan sumber daya air, e. pembinaan dan bantuan teknis pengelolaan sumber daya air dan evaluasi termasuk konservasi dan pemeliharaan, f. pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi di bidang sumber daya air, g. penyusunan norma, standar, pedoman, dan manual di bidang sumber daya air, dan h. pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal. Penyusunan organisasi Ditjen SDA berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2008 belum disesuaikan dengan kewenangan pemerintah pusat di bidang pengelolaan sumber daya air sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun Ini berarti bahwa tugas dan kewenangan yang dilaksanakan oleh Ditjen SDA berpotensi melebihi kewenangan yang dimilikinya atau tidak melaksanakan urusan yang menjadi kewenangannya. Konsekuensi dari kondisi ini adalah akan berpotensi untuk menimbulkan konflik dengan institusi pemerintah lainnya baik dipusat maupun di daerah. Penyusunan organisasi berpijak dari kewenangan yang dimiliki, dan tugas setiap unit kerja merupakan penjabaran dan pembagian tugas dari kewenangan yang dimiliki oleh suatu institusi pemerintah. 118

21 Selain itu, dalam penyusunan struktur organisasi Ditjen SDA secara umum masih terlihat beberapa kelemahan, antara lain: a. pembagian dan perincian tugas dan fungsi tidak dilakukan dengan menguraikan (break down) tugas dan fungsi Ditjen SDA sehingga banyak muncul uraian tugas yang tumpang tindih dan membingungkan baik secara horizontal, vertikal maupun diagonal, b. proses pengelompokkan jenis tugas yang sama ke dalam satu kelompok tidak dilandaskan pada azas-azas departementasi yang baik sehingga dapat menyebabkan konflik kewenangan antarunit organisasi, c. proses pengelompokan tugas dan fungsi (departementasi) kurang memperhatikan beban kerja dan efisiensi organisasi, hal ini terlihat pada banyaknya unit kerja yang bila dilihat dari uraian tugas dan fungsinya memiliki beban kerja sangat sedikit. IV.2.3 ANALISIS PEMBAGIAN TUGAS DAN DEPARTEMENTASI Dari uraian tugas Direktorat Jenderal SDA terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan pengkajian dan penataan tugas lebih lanjut, yaitu: a. Terdapat kerancuan dalam pembagian tugas antara tugas perumusan kebijakan teknis di bidang sumber daya air sesuai peraturan perundangundangan dengan tugas pelaksanaan pengaturan sumber daya air. Perumusan kebijakan sesungguhnya berisi pengaturan juga sehingga sulit dipisahkan antara tugas pengaturan dan perumusan kebijakan. b. Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi di bidang sumber daya air merupakan tugas yang sesungguhnya bukan kewenangan Dep. PU tetapi sudah menjadi kewenangan institusi pusat lainnya atau kewenangan daerah provinsi atau kabupaten/kota. Selain menyangkut ruang lingkup kewenangan yang dilaksanakan dan masalah pemisahan uraian tugas yang tidak jelas serta cenderung tumpang tindih, juga terdapat beberapa masalah dalam pola pengelompokan tugas sejenis 119

22 (departementasi) pada masing-masing unit kerja yang dapat diuraikan sebagai berikut: a. Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Ditjen merupakan unsur staf yang memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh unit organisasi pelaksana (operasional) yang melaksanakan kewenangan di bidang sumber daya air. Pelayanan administrasi yang diberikan adalah pelayanan yang secara rutin dilaksanakan oleh unit-unit kerja di lingkungan Ditjen SDA. Ada beberapa masalah pada tata kerja Sekretariat Ditjen SDA yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel IV.7. Analisis Masalah Tata Kerja Sekretariat Ditjen SDA Unit Kerja Sub Unit Kerja Masalah Bagian Kepegawaian, organisasi dan tatalaksana Bagian Hukum dan Perundang-Undangan Subbag Organisasi dan Tatalaksana Organisasi dan tatalaksana dilakukan oleh Setjen Subbag Perundang-Undangan 1. Fungsi ini menjadi tugas Subbag Bantuan Hukum Setjen Subbag Informasi dan dokumentasi 2. Ditjen tidak mengeluarkan hukum produk hukum, Dari tabel di atas dengan jelas terlihat bahwa terdapat pembagian tugas pelayanan administrasi yang bukan merupakan kewenangan atau tugas pokok dari Ditjen SDA diantaranya: 1) Tugas Setditjen merupakan tugas administratif yang kewenangannya telah dilimpahkan sebagian atau seluruhnya kepada Direktorat Jenderal. Tugas administratif di bidang organisasi dan tatalaksana merupakan tugas yang dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal (Setjen) Dep. PU dan tidak ada pelimpahan kewenangan pembentukan organisasi yang dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal. Tugas Ditjen dalam pembentukan organisasi dan tatalaksana hanyalah sebatas membantu memberikan bahan masukan di bidangnya tetapi tidak berupa perumusan dan penetapan kebijakan sehingga bukan merupakan tugas rutin dari Setditjen SDA. 2) Tugas perumusan penyelarasan peraturan perundang-undang (legal drafting) merupakan tugas Setjen Dep. PU karena peraturan perundang- 120

23 undangan tidak ditetapkan pada tingkat Ditjen. Sementara itu, perumusan draft peraturan perundang-undangan dilakukan oleh tim atau unit kerja yang mempunyai tugas sesuai dengan substansi yang akan diatur. b. Direktorat Bina Program Fungsi perumusan kebijakan, perencanaan, dan penyusunan program merupakan fungsi manajemen yang melekat pada semua pimpinan unit kerja secara berjenjang. Oleh karena itu, memisahkan fungsi perencanaan dengan fungsi pelaksanaan adalah suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Unit kerja yang diperlukan dalam fungsi perencanaan adalah unit kerja yang melakukan pengintegrasian rencana dari beberapa unit kerja yang berbeda (direktoratdirektorat). Fungsi pengintegrasian rencana ini adalah merupakan fungsi pelayanan administrasi yang seharusnya ditempatkan di bawah Setditjen. Selain itu, beberapa unit kerja di bawah Direktorat Bina Program yang tidak efisien dan juga terlihat melakukan tugas yang tumpang tindih dengan tugas unit kerja lain, yaitu: 1) Subdit Kebijakan dan Strategi berfungsi untuk merumuskan kebijakan pengelolaan sumber daya air. Hal ini juga dilaksanakan oleh Direktorat Bina Pengelolaan SDA yang melaksanakan fungsi perencanaan sumber daya air dan Direktorat teknis lainnya, seperti Direktorat Sungai, Danau, dan Waduk. 2) Subdit Program dan Anggaran berfungsi untuk melaksanakan pembinaan dan penyelenggaraan administrasi dan pengendalian penggunaan anggaran pengelolaan sumber daya air. Tugas ini sangat berpotensi tumpang tindih dengan Bagian Keuangan yang juga melakukan fungsi pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan pemanfaatan anggaran Direktorat Jenderal. 3) Subdit Kerjasama Luar Negeri yang melaksanakan tugas melakukan pembinaan dan penatalaksanaan pinjaman dan hibah serta penyelenggaraan kerjasama internasional dalam pengelolaan sumber daya air sangat berpotensi terjadi tumpang tindih tugas dengan Bagian Kerjasama Luar Negeri di tingkat Sekretariat Jenderal yang melaksanakan 121

24 tugas perencanaan, pelaksanaan, dan koordinasi pelaksanaan kerjasama luar negeri serta administrasi bantuan luar negeri. Selain itu, penugasan Direktorat Bina Program sebagai perumus kebijakan pengelolaan sumber daya air akan menimbulkan tumpang tindih tugas dengan Direktorat Bina Pengelolaan Sumber Daya Air. c. Direktorat Bina Pengelolaan Sumber Daya Air Tugas dan fungsi Direktorat Bina Pengelolaan Sumber Daya Air sebagai pelaksana tugas pembinaan pelaksanaan pengelolaan hidrologi dan kualitas air pada sumber air wilayah sungai, kelembagaan sumber daya air, kemitraan dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air, serta pengendalian pengelolaan sumber daya air dapat dianalisis sebagai berikut: 1) Fungsi pembinaan pelaksanaan pengelolaan hidrologi dan kualitas air seharusnya menjadi tugas dari instansi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Ditjen SDA seharusnya menjadi pengguna informasi yang disediakan oleh BMG dan KLH. Demikian pula dengan teknologi modifikasi cuaca, Ditjen SDA hanya sebagai pengguna teknologi tersebut. 2) Penyiapan NSPM dan pembinaan dalam perencanaan sumber daya air di wilayah sungai yang dilaksanakan oleh Subdit. Perencanaan Wilayah Sungai tidak sesuai dengan pola pengelolaan sumber daya air yang terpadu, yaitu perencanaan mulai dari hulu sampai dengan hilir, karena perencanaan bidang sungai, danau waduk, rawa, pantai, dan irigasi masing-masing dilakukan oleh direktorat pelaksana. Tugas dalam hal pembinaan penyiapan pola pengelolaan sumber daya air seharusnya dilakukan oleh direktorat pelaksana kepada UPT mengingat UPT melakukan koordinasi dengan semua direktorat pelaksana. Dari bidang kelembagaan, fungsi ini merupakan fungsi dari Subdit Kelembagaan SDA yang seharusnya melaksanakan pembinaan terhadap semua aspek di bidang kelembagaan SDA. Demikian halnya dengan Subdit Pengendalian 122

25 Pengelolaan SDA yang melakukan tugas dan fungsi hampir sama dengan Subdit. Perencanaan Wilayah Sungai tetapi dalam aspek pengendalian pengelolaan sumber daya air. 3) Subdit Kemitraan dan Peran Masyarakat yang melaksanakan tugas pembinaan pelaksanaan kemitraan dan peran masyarakat cenderung tidak dapat melaksanakan tugasnya karena kewenangan untuk melaksanakan pembinaan kelembagaan di luar Dep. PU merupakan kewenangan instansi lain. Unit kerja ini lebih cenderung melaksanakan fungsi penyiapan NSPM yang disampaikan kepada Pemerintah Daerah. Fungsi penyiapan NSPM ini juga bersinggungan dengan fungsi Badan Litbang, khususnya dengan Pusat Litbang Sosial Ekonomi Budaya dan Peran Masyarakat yang melaksanakan fungsi perumusan NSPM bidang pekerjaan umum. d. Direktorat Pelaksana (Direktorat Sungai, Danau, dan Waduk; Direktorat Irigasi; dan Direktorat Rawa dan Pantai) Pada direktorat pelaksana terdapat beberapa masalah dalam tata kerja unit-unit organisasi yang ada di bawahnya, baik berupa tumpang tindih tugas maupun inefisiensi dalam pembagian dan pengelompokan tugas ke dalam struktur organisasi. Masalah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel IV.8. Analisis Masalah Tata Kerja Pada Direktorat Pelaksana Unit Kerja Masalah Subdit Perencanaan Teknis Tugas perencanaan teknis yang di dalamnya termasuk perencanaan program dan anggaran berhimpitan dengan tugas Direktorat Bina Program dan Direktorat Bina Pengelolaan Sumber Daya Air Sub Direktorat Pembinaan Pembagian tugas pada layer yang sama berdasarkan wilayah Pelaksanaan Wilayah Barat dan berdasarkan jenis produk serta fungsi akan Sub Direktorat Pembinaan mengakibatkan terjadinya tumpang tindih dan konflik dalam Pelaksanaan Wilayah Timur implementasi tugas dan fungsi masing-masing unit kerja Subdit. Bendungan/ Penyediaan Air Baku & Pemanfaatan Air Tanah/ Pengamanan Pantai Subdit OP dan Penanggulangan Bencana Alam 123

26 Untuk Direktorat Sungai, Danau, dan Waduk dan Direktorat Irigasi, kewenangan yang menjadi kewenangan pusat dan kewenangan daerah telah ditetapkan dalam peraturan, baik itu Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, sehingga menjadi jelas tugas dari masing-masing direktorat pelaksana dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya air. Lain halnya untuk bidang rawa dan pantai, sampai saat ini belum ditetapkan peraturan yang mengatur tentang kewenangan pengelolaan rawa dan pantai yang mengakomodasi Undang-undang Sumber Daya Air dan Undang-undang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Peraturan Pemerintah yang terakhir mengatur tentang rawa adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun Kewenangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pengelolaan rawa dan pantai yang tidak jelas mengakibatkan pelaksanaan tugas yang berpotensi tumpang tindih antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pada saat ini, kewenangan penanganan rawa dan pantai didasarkan pada kewenangan pengelolaan wilayah sungai dan pengelolaan irigasi. IV.2.4 ANALISIS PELAKSANAAN TUGAS UPT Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan pengamatan di lapangan diperoleh beberapa masalah dalam pelaksanaan tugas pada UPT yang berada di daerah sebagai berikut: 1. UPT dibentuk sebagai unsur pelaksana kegiatan Ditjen yang mempunyai wilayah kerja tertentu yang pembentukannya dilatarbelakangi oleh kebutuhan memenuhi ketentuan pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Keuangan Negara. Dalam undang undang tersebut disebutkan bahwa pelaksana anggaran (pejabat pembuat komitmen dan kuasa pengguna anggaran) harus dijabat oleh pejabat struktural yang mempunyai tugas dan fungsi yang sesuai dengan substansi kegiatan. 124

27 2. Dalam pelaksanaannya, pelaksana pekerjaan (pejabat pembuat komitmen dan kuasa pengguna anggaran) untuk pekerjaan fisik tetap dapat tidak melekat pada pejabat struktural pada UPT sebagaimana yang diinginkan pada saat pembentukannya tetapi dapat tetap dilaksanakan oleh satuan kerja non vertikal tertentu (SNVT) yang secara organisasi tidak berada di bawah kewenangan UPT. 3. Pelaksana pekerjaan tidak melekat pada jabatan struktural disebabkan oleh wilayah kerja UPT yang terdiri dari beberapa provinsi sehingga apabila pelaksana kegiatan melekat pada pejabat struktural UPT, maka akan mengalami kesulitan dalam pengawasan dan administrasi kegiatan yang tersebar pada beberapa provinsi. 4. Kepala UPT hanya bersifat penanggung jawab umum kegiatan yang berada dalam wilayah kerjanya dan lebih bersifat koordinasi dan pembinaan sedangkan pejabat struktural di bawah kepala UPT hanya melaksanakan kegiatan yang bersifat software seperti perencanaan dan koordinasi. 5. Dalam pelaksanaan tugasnya, UPT tidak hanya melaksanakan tugas sebagai pelaksana pembangunan fisik tetapi juga melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan pemerintah pusat yang didelegasikan kepada pemerintah daerah melalui dekonsentrasi maupun tugas pembantuan. 6. UPT tidak mempunyai sumber daya manusia yang mencukupi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini disebabkan sebagian besar SDM UPT adalah pegawai daerah yang diperbantukan sementara kepada UPT. Pegawai yang tersedia terbatas pada pejabat struktural yang memang secara ketentuan harus melekat pada organisasi induknya sedangkan pelaksana lapangan sebagian besar adalah pegawai daerah. Demikian pula dengan ketersediaan pejabat fungsional yang secara substansi harus menguasai bidang pengelolaan sumber daya air dengan baik sangatlah sedikit, bahkan di beberapa UPT tidak tersedia pejabat fungsional yang memiliki penguasaan bidang pengelolaan sumber daya air. 125

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 26/PRT/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 26/PRT/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 26/PRT/M/2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 12/PRT/M/2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13/PRT/M/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13/PRT/M/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13/PRT/M/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa dalam rangka pengelolaan sumber daya air yang meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13 /PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13 /PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13 /PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa dalam rangka pengelolaan sumber daya air yang

Lebih terperinci

WILAYAH SUNGAI (WS) NO WILAYAH SUNGAI (WS) PROVINSI KETERANGAN 1. Meureudu Baro (I- IV/A/1) Nanggroe Aceh Darussalam

WILAYAH SUNGAI (WS) NO WILAYAH SUNGAI (WS) PROVINSI KETERANGAN 1. Meureudu Baro (I- IV/A/1) Nanggroe Aceh Darussalam PRE S IDEN REP UBL IK IN DONE SIA LAMPIRAN VI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26 TAHUN 2008 TANGGAL : 10 MARET 2008 WILAYAH SUNGAI (WS) 1. Meureudu Baro (I- Nanggroe Aceh 2. Jambo Aye (I-

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 21 /PRT/M/2010 TANGGAL : 31 Desember 2010 BALAI PEMETAAN TEMATIK DAN PRASARANA DASAR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 21 /PRT/M/2010 TANGGAL : 31 Desember 2010 BALAI PEMETAAN TEMATIK DAN PRASARANA DASAR LAMPIRAN A.1 : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM BALAI PEMETAAN TEMATIK DAN PRASARANA DASAR 110 LAMPIRAN A.2 : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM BALAI INFORMASI LITERAL 111 LAMPIRAN A.3 : PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR Lampiran VIII Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor Tanggal 23/PRT/M/2008 30 Desember 2008 BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR NO. NAMA BALAI LOKASI WILAYAH KERJA

Lebih terperinci

BALAI PEMETAAN DAN INFORMASI INFRASTRUKTUR

BALAI PEMETAAN DAN INFORMASI INFRASTRUKTUR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 20 /PRT/M/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BALAI PEMETAAN

Lebih terperinci

PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA

PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA PRES IDEN LAMPIRAN VI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2OO8 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL WTLAYAH SUNGAT (WS) 1. Aceh -

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 48/PRT/1990 TENTANG PENGELOLAAN ATAS AIR DAN ATAU SUMBER AIR PADA WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 48/PRT/1990 TENTANG PENGELOLAAN ATAS AIR DAN ATAU SUMBER AIR PADA WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 48/PRT/1990 TENTANG PENGELOLAAN ATAS AIR DAN ATAU SUMBER AIR PADA WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12/PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12/PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12/PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa dalam rangka pengelolaan sumber daya air

Lebih terperinci

ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 01/PRT/M/2008 18 Januari 2008 Tentang: ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR DAFTAR ISI PENGANTAR I. Direktorat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.10/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN

Lebih terperinci

Daftar Peta Wilayah Sungai : Lampiran II sampai dengan Lampiran V

Daftar Peta Wilayah Sungai : Lampiran II sampai dengan Lampiran V Daftar Peta Wilayah Sungai : Lampiran II sampai dengan Lampiran V Lampiran II Kodefikasi Wilayah Sungai di Indonesia Lampiran III Peta WS per-pulau : Lampiran III.1 Lampiran III.2 Lampiran III.3 Lampiran

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.79/MENLHK/SETJEN/OTL.0/9/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P. 10/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 914/KPTS/M/2017

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 914/KPTS/M/2017 MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 914/KPTS/M/2017 TENTANG PENETAPAN UNIT LAYANAN PENGADAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 3065-1154-2414-8690 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. satu Balai yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. satu Balai yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Organisasi Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung (BBWS MS) merupakan salah satu Balai yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated IV. GAMBARAN UMUM A. Umum Dalam Pemenuhan kebutuhan sumber daya air yang terus meningkat diberbagai sektor di Provinsi Lampung diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air terpadu yang berbasis wilayah

Lebih terperinci

Peraturan Menteri PU Nomor L4 PRT M }OL3. Peraturan Menteri PU Nomor OT PRT M 2OL! Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan

Peraturan Menteri PU Nomor L4 PRT M }OL3. Peraturan Menteri PU Nomor OT PRT M 2OL! Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan KEMENTERIAN PEKERJ-AAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI Jolon Poitimuro No. ZO feooyoron aoru tokorlo Seloton 121l0 Tetp (021) 7258373Fox.7266637 Nomor ; ur'l

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 03 /PER/M.KOMINFO/03/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG MONITOR SPEKTRUM FREKUENSI RADIO MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

Lebih terperinci

Badan Air dan Peran Serta Kita. Silvita Jarsil Anwar Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya

Badan Air dan Peran Serta Kita. Silvita Jarsil Anwar Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya Badan Air dan Peran Serta Kita Silvita Jarsil Anwar Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya TUGAS dan FUNGSI CAPAIAN DAN TARGET PELAYANAN AIR MINUM NASIONAL ( 2019 ) ( 2013 ) % % % 100 0 100 67 12

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku DAFTAR PUSTAKA A. Buku 1. Charles Lusthaus, Marie-Helene Adrien, Gary Anderson, Fred Caerden, Enchancing Organizational Performance : a toolbox for self assessment, Vikas Publishing House Pvt.Ltd., Tahun

Lebih terperinci

UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) KEMENTERIAN PU PERA

UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) KEMENTERIAN PU PERA UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) KEMENTERIAN PU PERA Disampaikan oleh: Kepala Badan Pembinaan Konstruksi 23 Desember 2014 PELAKSANA PROGRAM/KEGIATAN UU/PP SEKTORAL ORGANISASI PENGADAAN BARANG DAN JASA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN NOMOR: KEP-06.00.00-286/K/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 2015 Nomor168); 3. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri

2015, No Indonesia Tahun 2015 Nomor168); 3. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1390, 2015 KEMENAG. Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB III TUGAS DAN FUNGSI BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II

BAB III TUGAS DAN FUNGSI BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II BAB III TUGAS DAN FUNGSI BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II 3.1. UMUM S ejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 04/PRT/M/2015

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I No.1273, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KOMINFO. ORTA. UPT Monitor Frekuensi Radio. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENGELOLAAN BASIS DATA DAN SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR BIDANG IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PENGELOLAAN BASIS DATA DAN SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR BIDANG IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PENGELOLAAN BASIS DATA DAN SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR BIDANG IRIGASI Desember, 2011 KATA PENGANTAR Executive Sumary ini merupakan laporan ringkas dari kegiatan Pengelolaan Basis

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan No.1864, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Perwakilan. Orta. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER-61/K/SU/2012 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-06.00.00-286/K/2001

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.6/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG PELATIHAN KERJA DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.15/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-.03-0/AG/2014 DS 9057-0470-5019-2220 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 0310-1636-8566-5090 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAW ASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

KEPALA BADAN PENGAW ASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: KEP-06.00.00-286/K/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PERWAKILAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN KEPALA BADAN PENGAW ASAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: SK. 328/Menhut-II/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: SK. 328/Menhut-II/2009 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: SK. 328/Menhut-II/2009 TENTANG PENETAPAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PRIORITAS DALAM RANGKA RENCANA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-18.12-/215 DS33-9596-64-778 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 21/PRT/M/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 21/PRT/M/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 21/PRT/M/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KONSULTASI REGIONAL OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUMBER DAYA AIR 2016

KONSULTASI REGIONAL OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUMBER DAYA AIR 2016 KONSULTASI REGIONAL OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUMBER DAYA AIR 2016 Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air untuk Mendukung Ketahanan Air, Ketahanan Pangan dan Ketahanan Energi. ***

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

- 1 - PENOMORAN NASKAH DINAS DAN KODE IDENTIFIKASI OTORITAS PEJABAT PENANDATANGAN NASKAH DINAS

- 1 - PENOMORAN NASKAH DINAS DAN KODE IDENTIFIKASI OTORITAS PEJABAT PENANDATANGAN NASKAH DINAS - 1 - LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 34/PRT/M/2016 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 07/PRT/M/2016 PEDOMAN TATA NASKAH

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Bimbingan Teknis Ujian Dinas Tingkat I dan Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tahun 2017 Jakarta, 18 Juli 2017 DASAR HUKUM, TUGAS,

Lebih terperinci

2016, No Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Mengingat : 1. Undang

2016, No Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Mengingat : 1. Undang No.211, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Orta. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 087/O/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 087/O/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 087/O/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang a. bahwa untuk

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM

ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM (dalam ribuan rupiah) RUPIAH MURNI NO. SATUAN KERJA NON PENDAMPING PNBP PINJAMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1 Tinjauan Umum Perusahaan Balai Besar Wilayah Sungai Citarum adalah unit pelaksana teknis dan bidang konservasi Sumber Daya Air, pengembangan Sumber Daya Air, pendayagunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan Sistem Informasi/Teknologi Informasi (SI/TI) berevolusi secara

BAB I PENDAHULUAN. Peranan Sistem Informasi/Teknologi Informasi (SI/TI) berevolusi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan Sistem Informasi/Teknologi Informasi (SI/TI) berevolusi secara signifikan (Ward and Peppard, 2003). Pada awal tahun 1960 SI/TI digunakan hanya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja. No.2, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 I. UNDANG-UNDANG DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 1. Undang-undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Undang-undang Acara Pidana (KUHP) 2. Undang-undang Republik Indonesia No.5

Lebih terperinci

2016, No pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengalihkan Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi pada Unit Pelaksana Teknis Dae

2016, No pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengalihkan Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi pada Unit Pelaksana Teknis Dae BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1259, 2016 BKN. PNS Provinsi pada BPKB. Pengalihan. Pelaksanaan. Kemendikbud. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGALIHAN

Lebih terperinci

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.210, 2016 KEMEN-LHK. Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Orta. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI. JDIH Kementerian PUPR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI. JDIH Kementerian PUPR PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 04/PRT/M/2015

Lebih terperinci

LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2017

LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2017 LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A217 Halaman : 1 33 33.1 33.1.1 2379 2382 2383 2384 2387 5682 33.1.2 2381 2389 239 33.2 33.2.3 2391 2392 2393 2394 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 2.747.76.255

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI BIDANG TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Kedudukan BBWS Balai Besar Wilayah Sungai adalah unit pelaksana teknis di bidang konservasi sumber daya air, pengembangan sumber daya air, pendayagunaan sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAM R.I REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAM R.I REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAM R.I REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M 01.PR.07.10 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

Lebih terperinci

Buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sepanjang tahun 2016.

Buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sepanjang tahun 2016. 1 KATA PENGANTAR Pemantauan dan Evaluasi Kinerja diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

Lebih terperinci

NOMOR : 36 TAHUN 2015 TANGGAL z 9 SEPTEMBER2OlS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

NOMOR : 36 TAHUN 2015 TANGGAL z 9 SEPTEMBER2OlS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PENYELENGGARA SELEKSI CALON DAN PENILAIAN KOMPETENSI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 36 TAHUN 2015

Lebih terperinci

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH LAMPIRAN III TENTANG PERUBAHAN ATAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA NO. TUJUAN UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.12/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA

DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA PAPARAN KEPALA DINAS PSDA PADA MUSRENBANG PROVINSI SUMATERA UTARA INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN ANGGARAN 2014 MEDAN,

Lebih terperinci

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887); SALINAN BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENELITIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.538,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 10/PER/M.KOMINFO/03/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 03 /PER/M.KOMINFO/03/2011

Lebih terperinci

2016, No Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan ; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Le

2016, No Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan ; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Le No.208, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Balai Pengelolaan. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.12/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR : PER- 955/K/SU/2011 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-06.00.00-286/K

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.16/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 23/PRT/M/2008 TENTANG

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 23/PRT/M/2008 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 23/PRT/M/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR DAN BALAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.12-/216 DS9275-658-42-941 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI ARKEOLOGI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI ARKEOLOGI SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI ARKEOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.35/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SEBAGAI PENGGUNA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Balai Pelestarian Cagar Budaya. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Balai Pelestarian Cagar Budaya. Organisasi. Tata Kerja. No.834, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Balai Pelestarian Cagar Budaya. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI JULI 2009

JADWAL UJIAN SERTIFIKASI JULI 2009 1 01-Jul-09 Setkot Pemerintah Kota Bandar Lampung Bandar Lampung 68 2 01-Jul-09 Pusdiklat Pegawai Departemen Pendidikan Nasional Sawangan 60 3 02-Jul-09 Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Pemerintah Aceh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN, SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 6170-4200-6854-7766 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

AKTIVITAS KEGIATAN HARI AIR DUNIA XXV TAHUN 2017 SERENTAK PADA TANGGAL 22 MARET 2017 DI MASING - MASING PROVINSI

AKTIVITAS KEGIATAN HARI AIR DUNIA XXV TAHUN 2017 SERENTAK PADA TANGGAL 22 MARET 2017 DI MASING - MASING PROVINSI 1 BWS SUMATERA I 1 Susur Krueng Aceh 18 Maret 2017 Bendung Karet Lambaro 2 Penanaman Pohon 19 Maret 2017 RTH Banda Aceh 3 Seminar Hari Air Dunia Gd. Amei Convention Center 4 Donor Darah Gd. Amei Convention

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI ISTIMEWA ACEH NOMOR : 30 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI ISTIMEWA ACEH NOMOR : 30 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI ISTIMEWA ACEH NOMOR : 30 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS SUMBER DAYA AIR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-15.9-/215 DS689-2394-8-376 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional UNIT PELAKSANA TEKNIS DITJEN KP3K UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Sekretariat Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Lebih terperinci

sumber daya air 2 BAB

sumber daya air 2 BAB sumber daya air BAB 2 BAB 2 BAB 2 - SUMBER DAYA AIR SUMBER DAYA AIR 2.1. Sekilas Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Penyelenggaraan pembangunan di sektor pengairan/sumber daya air dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2015, No Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2101, 2015 KEMENDIKBUD. Balai Bahasa. Tata Kerja. Organisasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci