Para Jenderal Resmi Menjadi Terdakwa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Para Jenderal Resmi Menjadi Terdakwa"

Transkripsi

1 Perkumpulan HAK 22 MAJALAH BULANAN HAK ASASI MANUSIA Edisi 22 - Februari 2003 Rua Governador C.M. Serpa Rosa T-091, Farol, Dili, Timor Leste. Tel.: Fax: direito@yayasanhak.minihub.org Para Jenderal Resmi Menjadi Terdakwa Para anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD sedang berlatih. DAFTAR ISI DIREITO UTAMA: Para Jenderal Jadi Terdakwa Hal. 1-2 Dakwaan terhadap Orang-Orang Besar Hal. 3 Surat Dakwaan dari PBB atau Timor Leste? Hal. 4-5 DIALOG: Korban Membutuhkan Pengadilan Internasional Hal. 6 JUSTIÇA: Korban Berhak Atas Pengadilan Hal. 7 PEMBERDAYAAN RAKYAT: Tarabandu Hal. 8-9 TEROPONG KEBIJAKAN: Menjadikan Tentara Amerika Serikat Di Atas Hukum Hal HAK ASASI: Pelangaran Tahanan Operasi di Atsabe Hal. 12 INSTRUMEN HAM: Konvenan Hak Pendidikan Hal. 13 Kesehatan Adalah Hak Asasi Manusia Hal. 14 GUGAT: Dunia Peradilan Timor Lorosae Hal. 15 SERBA-SERBI: Pengunsi masih Punya Hak Hal. 16 AMI LIAN: Unit Kejahatan Berat Hal. 16 Akhirnya Serious Crimes Unit (SCU, Unit Kejahatan Berat) Kejaksaan Agung Timor Leste mengeluarkan dakwaan yang dinanti-nantikan oleh banyak orang di Timor Leste. Pada 24 Februari ini SCU menyerahkan surat dakwaan kepada Pengadilan Distrik Dili dan meminta agar dikeluarkan surat penangkapan terhadap delapan orang pejabat sipil dan militer Indonesia. Mereka ini didakwa telah melakukan kejahatan terhadap umat manusia (crimes against humanity) berupa pembunuhan, deportasi, dan persekusi yang dilakukan sebagai bagian dari serangan sistematis atau meluas yang diarahkan terhadap penduduk sipil Timor Leste dan diarahkan secara khusus kepada mereka yang dianggap sebagai pendukung kemerdekaan Timor Leste. Dakwaan ini disusun berdasarkan keterangan 1500 orang saksi. Menurut keterangan Jaksa Agung Longuinhos Monteiro kepada Direito, kesaksian-kesaksian ini dicocokkan dengan dokumen-dokumen TNI yang diperoleh SCU. Munculnya dakwaan ini disambut baik oleh organisasi-organisasi hak asasi manusia, tidak hanya di Timor Leste tetapi juga di luar negeri, termasuk di Indonesia. Maklum saja selama ini SCU hanya mengeluarkan dakwaan kepada milisi-milisi tingkat rendahan. Dakwaan seperti ini sudah lama diinginkan oleh keluarga para korban, kata Judit da Conceição, penanggungjawab pro- design by nobodycorp.

2 DIREITO UTAMA Dakwaan Pada 24 Februari, Serius Crime Unit mengeluarkan dakwaan kepada Pengadilan Distrik Dili dan meminta agar dikeluarkan surat penangkapan terhadap delapan orang pejabat militer dan sipil Indonesia. Mereka ini didakwa telah melakukan kejahatan terhadap umat manusia (crimes against humanity) berupa pembunuhan, deportasi, dan persekusi yang dilakukan sebagai bagian dari serangan sistematis atau meluas terhadap penduduk sipil Timor Leste dan secara khusus kepada mereka yang dianggap sebagai pendukung kemerdekaan Timor Leste. Munculnya dakwaan ini disambut baik oleh organisasi-organisasi hak a- sasi manusia, tidak hanya di Timor Leste tetapi juga di luar negeri, termasuk di Indonesia. Maklum saja selama ini SCU hanya mengeluarkan dakwaan kepada milisi-milisi tingkat rendahan. Dari Indonesia, Ifdhal Kasim, direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) meminta pemerintah Indonesia untuk bekerjasama dengan pengadilan Timor Leste dan juga dengan Interpol (organisasi kerjasama kepolisian internasional) agar para pelaku kejahatan tersebut bisa diadili. Sementara Rachland Nashidik dari Imparsial kepada Direito mengatakan, Dakwaan terhadap para jenderal itu merupakan kemajuan penting dalam usaha kita bangsa Indonesia dan Timor Leste untuk memutus dan mengakhiri lingkaran impunity. Brad Adams, Direktur Eksekutif Divisi Asia Human Rights Watch, organisasi hak asasi manusia berpusat di Amerika Serikat, mengatakan, Ini a- dalah upaya nyata pertama yang membuat pejabat-pejabat tinggi bertanggungjawab atas kekerasan terorganisir pada Menurutnya, ujian terbesar sekarang adalah apakah Indonesia siap menangkap para terdakwa dan mengirimkannya ke Dili untuk diadili. Semestinya Indonesia siap demi keadilan, hak asasi dan demokrasi yang saat ini giat dibangun oleh masyarakat indonesia sendiri. gram pendampingan korban kekerasan 1999 dari Forum Komunikasi Perempuan Timor Lorosae (Fokupers). Mereka selama ini tidak puas dengan pengadilan yang hanya mengadili orang-orang kecil, tetapi orang-orang besar yang membentuk kelompok-kelompok milisi dan merencanakan kekerasan tidak diadili, katanya kepada Direito. Dari Indonesia, Ifdhal Kasim, direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) meminta pemerintah Indonesia untuk bekerjasama dengan pengadilan Timor Leste dan juga dengan Interpol (organisasi kerjasama kepolisian internasional) agar para pelaku kejahatan tersebut bisa diadili. Sementara Rachland Nashidik dari Imparsial kepada Direito mengatakan, Dakwaan terhadap para jenderal itu merupakan kemajuan penting dalam usaha kita -- bangsa Indonesia dan Timor Leste -- untuk memutus dan mengakhiri lingkaran impunity. Menurutnya, jika pada kenyataannya pengadilan di Indonesia tidak mau dan tidak mampu untuk menuntut, mengadili, dan menghukum para jenderal itu, maka biarlah pengadilan di mana saja yang melakukannya. Brad Adams, Direktur Eksekutif Divisi Asia Human Rights Watch, organisasi hak asasi manusia berpusat di Amerika Serikat, mengatakan, Ini adalah upaya pertama nyata yang pertama untuk membuat pejabat-pejabat tinggi bertanggungjawab atas kekerasan terorganisir pada Menurutnya, ujian terbesar sekarang adalah apakah Indonesia siap menangkap para terdakwa dan mengirimkannya ke Dili untuk diadili. Sudah bisa dibayangkan bahwa para terdakwa akan bersikap menolak. Sudah berulangkali saya meyakinkan kepada masyarakat. Sekarangpun saya berani bersumpah di hadapan seluruh rakyat Indonesia bahwa selaku Menhankam/Pangab, sewaktu proses Jajak Pendapat di Timor Timur tidak pernah terpikir, berkeinginan merencanakan, apalagi memerintahkan untuk melakukan berbagai kejahatan seperti pembunuhan, penyiksaan, penculikan, pengusiran, dan sebagainya, kata Wiranto dalam jumpa pers yang diadakan di Jakarta khusus untuk membantah dakwaan Unit Kejahatan Berat. Sedang mantan Panglima Darurat Militer di Timor Timur Kiki Syahnakri mengatakan bahwa dirinya tidak akan menangapi. Tuntutan itu tidak akan kami tanggapi, karena peradilan nasional yang mengadili kasus Timor Timur saja sampai sekarang belum selesai, katanya sebagaimana dikutip kantor berita Antara. Sikap ini seperti mendapat dukungan pemerintah Indonesia. Menteri Luar Negeri Hassan Wirayuda mengatakan bahwa Indonesia tidak akan memenuhi permintaan untuk menangkap para terdakwa. Mereka tidak punya wewenang hukum untuk menangkap orang bukan warganegara Timor Leste, katanya. Sementara Kejaksaan Agung menyatakan bahwa mereka tidak akan pro-aktif dalam masalah ini. Patut disayangkan bahwa sikap para terdakwa dan pemerintah Indonesia tersebut justru seperti mendapat angin segar dari sejumlah pemimpin pemerintah Timor Leste. Presiden Xanana Gusmão justru mengatakan menyesalkan munculnya dakwaan tersebut yang dikeluarkan tanpa berkonsultasi dengannya. Begitu tiba di Bandara Nicolau Lobato, Dili setelah pulang dari mengikuti Konferensi Non-Blok di Kuala Lumpur, Malaysia, Presiden mengatakan bahwa hubungan baik dengan Indonesia jauh lebih penting daripada pengadilan terhadap para jenderal. Tetapi Presiden tidak menyebutkan apa kaitan antara membina hubungan baik dengan Indonesia dan pengadilan terhadap para pejabat tinggi tersebut. Namun, Jaksa Agung Longuinhos Monteiro menegaskan bahwa dakwaan tersebut murni hukum, bukan masalah politik. Tidak ada campur tangan politik dalam pembuatan dakwaan ini, katanya kepada Direito. Ia berharap agar Indonesia juga bersikap seperti itu dan mau bekerjasama. 2 edisi 22 - Februari 2003

3 DIREITO UTAMA Orang-Orang Besar Resmi Menjadi Terdakwa Surat dakwaan dikeluarkan terhadap para komandan TNI termasuk Panglimanya. Mereka didakwa bertanggungjawab atas terjadinya 280 pembunuhan, deportasi orang ke Timor Barat, serangan fisik, penahanan tidak sah, intimidasi, penculikan, dan pengrusakan barang. Berikut ringkasan isi dakwaan tersebut. Dari kantor ini dakwaan dikeluarkan. Foto: Rogério Soares/Direito. Surat dakwaan Unit Kejahat an Berat menyebut Jenderal Wiranto bersama tujuh o- rang lainnya bertanggungjawab atas kejahatan terhadap umat manusia di Timor Leste. Menurut Information Release yang dikeluarkan unit ini pada 26 A- gustus 2003, dakwaan disusun berdasarkan mandat yang diberikan oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB No tanggal 25 Oktober Menurut surat dakwaan, Jenderal Wiranto, Mayjen Zacky Makarim, Mayjen Kiki Syahnakri, Mayjen Adam R. Damiri, Kolonel F. X. Suhartono Suratman, Kolonel Mohammad Noer Muis, Letnan Kolonel Yayat Sudrajat, dan Gubernur Abílio Osório Soares didakwa bertanggungjawab atas terjadinya pembunuhan, deportasi dan persekusi yang semua tindak kejahatan itu dilakukan sebagai bagian dari serangan yang luas atau sistematis yang diarahkan terhadap penduduk sipil dan khususnya dengan sasaran orang-orang yang dianggap mendukung kemerdekaan Timor Leste. Secara khusus Mayor Jenderal Zacky Anwar Makarim, Mayor Jenderal Kiki Syahnakri, Mayor Jenderal Adam Damiri, Kolonel Tono Suratman, Letnan Kolonel Yayat Sudrajat, dan Gubernur Abílio Osório Soares didakwa ambil bagian dalam pembentukan kelompok-kelompok milisi yang melakukan kekerasan. Keenam orang ini didakwa bekerjasama dalam kebijakan mendanai, mempersenjatai, melatih, dan mengarahkan milisi. Uang yang digunakan bagi mereka berasal dari Pemerintah Pusat disalurkan melalui Gubernur Osório Soares. Kelompok-kelompok milisi bersama TNI melakukan kekerasan yang sistematis dan terencana yang mengakibatkan terjadinya kejahatan terhadap umat manusia di seluruh wilayah Timor Leste pada periode Keenam komandan militer tersebut dan Jenderal Wiranto sebagai Panglima TNI, dalam posisi komando bertanggungjawab atas terjadinya tindakan atau kelalaian para bawahan mereka dalam tubuh militer Indonesia karena gagal melakukan tindakan untuk mencegah kejahatan tersebut atau gagal menghukum para pelakunya. Lebih jauh, sifat hubungan antara militer dan milisi membuat ketujuh perwira militer tersebut memiliki kontrol efektif atas kelompokkelompok milisi dan karena itu bertanggungjawab atas kejahatan yang mereka lakukan. Semua terdakwa didakwa melakukan persekusi dan pembunuhan orang sipil pendukung kemerdekaan. Persekusi ini terdiri dari pembunuhan, serangan fisik, penahanan tidak sah, intimidasi, penculikan, dan pengrusakan harta-benda. Surat dakwaan menyebutkan 280 pembunuhan, yang mencakup 10 serangan besar dan 40 insiden pembunuhan lain yang terjadi sebelum dan sesudah Referendum 30 Agustus Semua terdakwa juga didakwa bertanggungjawab atas terjadinya pemindahan paksa penduduk sipil sejumlah sekitar orang dari seluruh distrik Timor Leste ke Timor Barat setelah pengumuman hasil Referendum. Dakwaan ini disusun oleh Unit Kejahatan Berat setelah mengumpulkan keterangan dari 1500 saksi dan memeriksa dokumen-dokumen TNI. Semua terdakwa diyakini berada di Indonesiah. Unit ini meminta Pengadilan Distrik Dili mengeluarkan perintah penangkapan yang selanjutnya disampaikan kepada Kejaksaan A- gung RI. Surat ini juga disampaikan kepada Interpol (organisasi kepolisian internasional), karena Timor Leste sudah menjadi anggota. Diharapkan Kejaksaan Agung RI atau Interpol menangkap dan mengirimkan para terdakwa ke Timor Leste. edisi 22 - Februari

4 DIREITO UTAMA SURAT DAKWAAN PBB ATAUKAH TIMOR LESTE? Surat dakwaan yang disampaikan oleh Unit Kejahatan Berat UNMISET pada 24 Februari 2003 yang mendakwa sejumlah pejabat militer dan sipil Indonesia yang bertanggungjawab atas kekerasan 1999 di Timor Leste menimbulkan tanda tanya di masyarakat. Berikut ini beberapa keterangan penting yang perlu kita ketahui bersama. Siapa yang mengeluarkan dakwaan? Jelas bahwa surat dakwaan ini dikeluarkan oleh Unit Kejahatan Berat. Yang menjadi pertanyaan adalah unit ini berada di bawah PBB atau Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Masalah ini muncul karena ketika dalam penjelasan pers harian di kantor pusat PBB New York pada 25 Februari 2002, Jurubicara PBB Fred Eckhard mengatakan bahwa dakwaan tersebut dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung Timor Leste, bukan oleh PBB karena PBB hanya memberikan bantuan nasehat. Hal yang sama juga dinyatakan oleh UNMISET di Dili. Dakwaan ini dipersiapkan oleh staf internasional, tetapi dikeluarkan di bawah wewenang hukum Jaksa Agung Timor Leste, demikian pernyataan UNMISET yang dikeluarkan pada hari yang sama. PBB tidak punya wewenang hukum untuk mengeluarkan dawaan itu, lanjut pernyataan ini. Pernyataan di atas tidak sesuai dengan fakta. Unit Kejahatan Berat dibentuk oleh UNTAET dalam rangka menjalankan mandat yang diberikan padanya oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB No (25 Oktober 1999). Resolusi ini mengutuk kekerasan yang terjadi di Timor Leste dan menyerukan supaya mereka yang bertanggungjawab mengenainya segera diadili. Menjelang berakhirnya masa tugas UNTAET, pada 17 Mei 2002 secara aklamasi Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No tentang pembentukan UNMISET (Misi Pendukung PBB di Timor Leste). Resolusi ini antara lain menetapkan bahwa Unit Kejahatan Berat adalah salah satu bagian dari komponen sipil UN- MISET. Sebelum keluar resolusi ini, Bendera PBB dan bendera RDTL Foto: Rogério Soares/Direito dalam Laporan Sekretaris Jenderal PBB kepada Majelis Umum, disebutkan bahwa Unit Kejahatan Berat diberi tugas khusus membuat penyelidikan dan menyusun tuntutan untuk kejahatan berat Setelah RDTL resmi merdeka, unit ini memang ditempatkan di bawah Kejaksaan Agung RDTL dan kepala dari unit ini menjadi Wakil Jaksa Agung untuk Kejahatan Berat. Meskipun demikian, unit ini bekerja sebagai unit PBB. Para staf di unit ini adalah pegawai PBB, bukan pegawai Pemerintah RDTL. Menurut keterangan Jaksa Agung RDTL Longuinhos Monteiro, dirinya sebagai Jaksa Agung hanya memiliki wewenang administratif terhadap unit ini, sedang secara yudisial unit ini memiliki independensi dan bekerja sesuai dengan standar internasional. Pengadilan yang berwenang mengadili Proses penyelidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh Unit Kejahatan Berat UNMISET adalah bagian dari proses pengadilan untuk kejahatan berat Lembaga yang mengadili kasus-kasus kejahatan berat 1999 adalah Panel Hakim Khusus Kejahatan Berat pada Pengadilan Distrik Dili. Panel ini dibentuk oleh UNTAET berdasar mandat Resolusi Dewan Keamanan No juga. Panel ini terdiri dari dua orang hakim internasional PBB dan satu orang hakim nasional Timor Leste. Hukum yang digunakan untuk memproses adalah hukum nasional dan hukum internasional. Mengapa demikian? Karena kejahatan yang didakwakan terjadi pada 1999 adalah kejahatan menurut hukum internasioanal, yaitu kejahatan perang dan kejahatan terhadap umat manusia. Hukum internasional diadopsi dalam Regulasi UNTAET No. 15 yang mengatur tentang kejahatan-kejahatan yang menjadi yurisdiksi Panel Hakim Khusus Kejahatan Berat. Dari fakta di atas dapat disim- 4 edisi 22 - Februari 2003

5 DIREITO UTAMA Komandan Satgas Intel (SGI)Yayat Sudrajat. Foto: REUTERS. pulkan bahwa pengadilan untuk kejahatan berat di Timor Leste adalah pengadilan campuran atau juga disebut pengadilan yang diinternasionalkan (internationalized court). Disebut demikian karena staf dari pengadilan tersebut adalah campuran antara staf internasional dan staf nasional, sedang hukumnya juga gabungan dari hukum internasional dan hukum nasional. Pengadilan seperti ini dibuat antara lain karena pertimbangan bahwa untuk membentuk pengadilan internasional diperlukan proses yang lama dan biaya yang besar. Oleh kalangan yang mengusulkannya, pengadilan campuran dianggap sebagai semacam pengganti untuk pengadilan internasional. Adalah aneh jika PBB yang mendirikan Panel Hakim Khusus Kejahatan Berat dan Unit Kejahatan Berat, yang artinya menjalankan pengadilan campuran untuk kejahatan berat 1999, kemudian mengatakan bahwa mereka tidak punya wewenang hukum untuk mengeluarkan dakwaan. Lebih aneh lagi, pernyataan tersebut keluar baru setelah pejabat-pejabat tinggi militer dan sipil yang didakwa. Sebelumnya Unit Kejahatan Berat sudah mengeluarkan sejumlah dakwaan dan tidak ada keberatan dari kantor pusat PBB. Bagaimana membawa terdakwa ke pengadilan? Semua terdakwa yang disebutkan dalam surat dakwaan berada di wilayah Indonesia. Agar mereka bisa diadili, Unit Kejahatan Berat meminta Pengadilan Distrik Dili segera mengeluarkan surat perintah penangkapan. Surat ini selanjutnya disampaikan kepada Kejaksaan Agung Indonesia. Sesuai dengan Memorandum of Understanding pada Februari yang ditandatangani antara Jaksa A- gung RI dan Administrator Transisi UNTAET, Indonesia dan Timor Leste sepakat untuk bekerjasama mengirimkan bukti, saksi, dan terdakwa kejahatan Tetapi selama ini Timor Leste memenuhi janji dengan mengirimkan saksi yang diminta Pengadilan Ad Hoc Hak Asasi Manusia, sedang Indonesia belum pernah memenuhi permintaan Timor Leste untuk mengirimkan terdakwa. Selain dikirimkan kepada Kejaksaan Agung RI, surat perintah penangkapan dikirimkan ke Interpol (organisasi internasional kerjasama kepolisian). Sejak Oktober 2002 Timor Leste sudah menjadi anggota Interpol. Negara-negara anggota Interpol harus melakukan penangkapan dan pengiriman terdakwa jika ada negara anggota yang meminta. Karena Indonesia adalah anggota Interpol, maka ia wajib memenuhi permintaan ini. Jumlah seluruh anggota Interpol adalah 181 negara. Seperti dikatakan oleh Stuart Alford, jaksa yang menangani kasus ini, kecil kemungkinan Indonesia memenuhi permintaan ini. Karena itu, perlu ada desakan dari negara-negara lain, dan organisasi-organisasi internasional agar dilakukan sesuatu untuk membawa para terdakwa ke pengadilan. Apakah hubungan Timor Leste dengan Indonesia akan terganggu? Yang menjadi terdakwa dalam surat dakwaan ini bukanlah negara Indonesia, rakyat Indonesia, pemerintah Indonesia, atau angkatan bersenjata Indonesia. Terdakwanya adalah orang-orang yang bertanggungjawab atas kejahatan Mereka harus bertanggungjawab sebagai perorangan (pribadi) karena dalam kejahatan terhadap umat manusia berlaku pertanggungjawaban pribadi ( individual responsibility ). Dalam hal ini orang-orang yang berada pada kedudukan komando, harus mempertanggungjawabkan yang dilakukan oleh anak buah mereka. Pertanggungjawabannya bukanlah pertanggungjawaban kelembagaan. Jadi, dengan keluarnya dakwaan tersebut, masalah hukum yang muncul bukanlah antara negara Timor Leste atau PBB dengan negara Indonesia, tetapi antara negara Timor Leste dan PBB dengan sejumlah individu warganegara Indonesia. Presiden RDTL Xanana Gusmão mengatakan bahwa mengadili para pejabat Indonesia itu bukan kepentingan nasional Timor Leste. Pernyataan ini jelas menganggap bahwa tuntutan korban akan keadilan untuk kekerasan 1999 tidak dianggap sebagai kepentingan nasional. Pendapat ini sama sekali tidak berdasarkan fakta. Kekerasan 1999 terjadi di seluruh negeri. Hingga sekarang di mana saja para korban dan keluarganya menyatakan menginginkan pengadilan bagi para pelaku dan penanggungjawab kekerasan Lagi pula, bukankah perjuangan kemerdekaan Timor Leste sendiri digerakkan oleh keinginan untuk mendapatkan keadilan? edisi 22 - Februari

6 DIALOG Jaksa Stuart Alford: Perlu Desakan Internasional Berikut adalah petikan wawancara Nug Katjasungkana dengan Jaksa Unit Kejahatan Berat UNMISET Stuart Alford satu hari setelah keluarnya dakwaan tersebut. Jenderal Wiranto. Foto: REUTERS. Apa bukti bahwa milisi berada di bawah kontrol efektif tentara Indonesia? Kesimpulan yang disampaikan dalam tuduhan ini sepenuhnya berdasarkan bukti dari pernyataan dan laporan saksi-saksi yang dikumpulkan di Timor Leste, yang seluruhnya berjumlah 1500 saksi. Kesaksian ini dari para anggota milisi, anggota TNI, dan juga dari otoritas sipil di Timor Leste saat itu. Kesimpulan bahwa ketujuh orang yang didakwa, selain Wiranto, itu terlibat langsung dalam pembentukan, komando, dan pengarahan milisi itu sepenuhnya berdasarkan bukti-bukti ini. Tidak ada spekulasi. Dari bukti-bukti itu jelas bahwa milisi yang melakukan kekerasan di lapangan berada dalam kontrol efektif TNI. Milisi adalah bagian dari struktur TNI. Milisi adalah bagian dari kemampuan TNI untuk melakukan operasi di Timor Leste. Apa tanggungjawab Wiranto untuk kejahatan terhadap umat manusia di TL? Tujuh dari orang yang didakwa dalam surat dakwaan, kecuali Wiranto, adalah orang-orang yang ambil bagian langsung dalam pembentukan dan pengarahan milisi dengan memberikan dukungan, mengeluarkan instruksi khususnya kepada perwira TNI bawahan mereka untuk mengarahkan, menyediakan senjata, dan memberikan uang atau dukungan lisan kepada milisi. Wiranto adalah satu-satunya o- rang yang kami tidak punya bukti tentang keterlibatan aktif langsung dia dalam pembentukan milisi. Kami tidak punya bukti yang menunjukkan bahwa ia berkata atau memerintahkan sesuatu yang langsung membuat dibentuknya milisi. Tetapi ia punya otoritas komando pada periode itu atas semua personil TNI yang ada di Timor Leste. Dalam periode itu jelas bahwa tidak hanya ketujuh pejabat militer dan sipil itu yang terlibat tetapi semua tingkatan TNI terlibat dalam kejahatan. Sebagian dari mereka berada pada bagian terbawah dari rantai komando. Mereka ini yang menggunakan senjata api atau pisau untuk membunuh atau menyakiti o- rang sipil, tetapi orang-orang ini berada di bawah tanggungjawab komando Wiranto sebagai Panglima TNI. Selain itu, karena sifat hubungan antara TNI dengan milisi, Wiranto pada akhirnya memiliki kontrol atas milisi dan karena milisi dikontrol oleh prajurit-prajurit TNI. Wiranto berkali-kali diberitahu oleh pers, anggota-anggota komunitas internasional, dan pemimpin-pemimpin masyarakat di Timor Leste bahwa kelompok milisi itu berada di bawah komando TNI dan mereka sedang melakukan kejahatan-kejahatan di Timor Leste. Tetapi Wiranto membiarkan mereka melakukan kejahatan tanpa mendapatkan hukuman. Buktinya sangat jelas bahwa merekat tidak diadili. Kami menggunakan argumen bersejarah yang telah lama berkembang mengenai pertanggungjawaban komando, yaitu argumen yang berkembang dari Den Haag (Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia), Afrika (Pengadilan Pidana Internasional untuk Rwanda), dan setelah Perang Dunia Kedua di Jepang dan di Nuremberg (pengadilan terhadap para penjahat Perang Dunia II). Kasus ini adalah salah satu dari garis panjang kasus-kasus, yang paling mutakhir adalah pengadilan terhadap Milosevic di Den Haag (untuk kasus kejahatan perang dan kejahatan terhadap umat manusia di Bosnia-Herzegovina). Bagaimana kemungkinan para terdakwa untuk diserahkan ke pengadilan di Dili? Kami yakin bahwa proses di Timor Leste terhadap kedelapan orang ini menjadi berjalan maju sejauh yang bisa kami lakukan dalam prosesnya. Kami telah melakukan investigasi, menganalisis bukti-bukti, dan mengajukan dakwaan ke Pengadilan Distrik Dili. Surat penangkapan sedang diproses dan akan segera dikeluarkan. Setelah keluar, surat ini akan diteruskan kepada Jaksa A- gung di Indonesia, dan juga disampaikan kepada Interpol, yang berarti bahwa negara lain anggota Interpol punya kewajiban untuk menjalankan perintah penangkapan bila para terdakwa berada di wilayah mereka. Kami yakin bahwa diperlukan sesuatu di luar Timor Leste supaya orang-orang yang didakwa itu bisa dibawa ke Timor Leste untuk diadili. Diperlukan bantuan Interpol, desakan internasional atau diplomatik, juga desakan dari negara-negara dan dari organisasi-organisasi internasional supaya dilakukan sesuatu. Saya tidak beranggapan bahwa tanpa bantuan dan kerjasama dari pihak-pihak ini orang-orang yang didakwa itu bisa diadili 6 edisi 22 - Februari 2003

7 JUSTIÇA KORBAN BERHAK ATAS PENGADILAN Orang Timor Leste yang menjadi korban pelanggaran hak asasi mempunyai hak atas keadilian. Hak ini harus dipenuhi melalui pengadilan, yang juga akan memungkinkan dipenuhinya hak lain yang dimiliki korban, yaitu hak mengetahui dan mendapatkan pemulihan. Berbagai peristiwa kekerasan dan pelangga ran HAM yang terjadi di masa pendudukan militer Indonesia terhadap Timor Leste merupakan sebuah tindakan kejahatan masa lalu yang seakan terlupakan, atau hendak dilupakan seiring dengan datangnya era kemerdekaan. Bila kejahatan tersebut dilupakan, sama artinya martabat rakyat Timor Leste terutama para korban tidak ada nilainya. Ini tidak saja mengkhianati prinsip dan nilai yang dijunjung tinggi dalam masa perjuangan, tetapi juga melanggar prinsip hak asasi internasional. Menurut prinsip hak asasi internasional, korban adalah orang yang secara individual maupun kelompok menderita kerugian, termasuk cedera fisik maupun mental, mengalami penderitaan emosional (seperti trauma), kerugian ekonomi atau perampasan nyata terhadap hak-hak dasar mereka, baik karena perbuatan yang sengaja dilakukan (by act) maupun karena kelalaian atau kegagalan dalam mencegah suatu pelanggaran hak asasi manusia (by omission) baik yang dilakukan oleh negara maupun pelaku bukan negara. Istilah korban juga mencakup keluarga langsung atau orang yang secara langsung menjadi tanggungan korban, dan orang-orang yang menderita kerugian ketika membantu korban yang sedang menderita atau dalam usaha mencegah agar orang-orang tidak menjadi korban. Menjadi korban tidak berarti hak asasinya hilang atau dikurangi, apalagi korban pelanggaran berat hak asasi manusia Para korban punya hak untuk menikmati kehidupan ini seperti manusia yang lain yang tidak menjadi korban. Sebagai korban bahkan memiliki hak-hak khusus seperti berikut. I. Hak untuk tahu (right to know) Korban berhak untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan penyebab mereka menjadi korban, siapa pelakunya, dan keadaan anggota keluarganya yang dibunuh atau hilang. Yang punya kewajiban memenuhi hak ini a- dalah setiap pemerintah di negara pihak korban dan masyarakat internasional. Mekanisme untuk pemenuhan hak ini adalah melalui pengadilan dan/atau rekonsiliasi. Namun apabila mekanisme tersebut tidak dijamin untuk mengungkapkan kebenaran, maka pemerintah negara yang bersangkutan dan masyarakat internasional gagal memenuhi hak korban. II. Hak atas keadilan/pengadilan Setiap korban punya hak atas keadilan. Sebagai korban, ia telah terkena tindakan yang tidak adil. Baginya keadilan harus dipulihkan dengan membuat para pelaku kejahatan mempertanggungjawabkan tindakannya. Untuk itu harus dijalankan pengadilan. III. Hak atas pemulihan (right to reparation) Di bawah hukum internasional, pelanggaran hak asasi manusia menimbulkan hak bagi korban atas pemulihan. Ini mencakup semua tipe pemulihan, baik material maupun non-material. Untuk menghormati hak asasi manusia, setiap negara memiliki kewajiban memberikan pemulihan bila terjadi pelanggaran terhadap hukum internasional. Pemulihan untuk pelanggaran hak asasi manusia bertujuan untuk meringankan penderitaan dan memberikan keadilan bagi para korban dengan menghilangkan atau memperbaiki akibatakibat dari pelanggaran terhadap hak-haknya. Pemulihan haruslah proporsional dengan beratnya pelanggaran dan sesuai dengan kebutuhan para korban dan harus mencakup bentukbentuk pemulihan yaitu restitusi, kompensasi, rehabilitasi, dan jaminan untuk tidak terulang lagi. Bentuk-bentuk pemulihan: 1. Restitusi. Restitusi harus diberikan untuk menegakkan kembali situasi yang ada pada korban sebelum terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Restitusi mengharuskan untuk mengembalikan hak milik korban yang diambil paksa oleh pelaku, memulihkan kebebasan, kewarganegaraan atau tempat tinggal, lapangan kerja dan atau pembayaran atas kerusakan, atau kerugian yang diderita korban, serta penggantian biaya-biaya yang timbul sebagai akibat jatuhnya korban atau penyediaan jasa oleh pelakunya sendiri. 2. Kompensasi. Kompensasi diberikan untuk setiap kerusakan yang secara ekonomis dapat diperkirakan nilainya, seperti: a) kerusakan fisik dan mental; b) kesakitan, penderitaan, dan tekanan batin; c) kesempatan yang hilang, termasuk pendidikan; d) hilangnya mata pencaharian dan kemampuan untuk mencari nafkah; e) biaya medis dan biaya rehabilitasi lain; f) kerugian hak milik atau usaha, termasuk keuntungan yang hilang; g) kerugian reputasi atau martabat; h) biaya dan bayaran yang masuk akal untuk bantuan hukum atau keahlian untuk memperoleh suatu pemulihan. 3. Rehabilitasi. Rehabilitasi adalah kewajiban untuk menyediakan pelayanan hukum, psikologis, perawatan medis, dan pelayanan/perawatan lain yang mencukupi, maupun tindakan memulihkan martabat dan reputasi sang korban. José Luís de Oliveira edisi 22 - Februari

8 PEMBERDAYAANRAKYAT TARABANDU ADAT BERWAWASAN LINGKUNGAN Tarabandu adalah tradisi baik yang perlu dilestarikan untuk mengembangkan kehidupan rakyat. Lingkungan bisa dijaga dan pertanian rakyat bisa berkelanjutan untuk mendukung kehidupan penduduk desa. Tarabandu merupakan salah satu adat kebiasaan yang mengatur hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Dalam era kemerdekaan ini di sana-sini masyarakat desa menghidupkan kembali u- pacara tarabandu, yaitu menetapkan masa larangan menebang, memetik, dan memungut hasil tumbuh-tumbuhan di tempat tertentu yang dianggap suci. Tempat yang dianggap suci atau keraman itu adalah tempat yang memberikan penghidupan bagi orang banyak. Misalnya tempat sekitar sumber air atau hutan yang secara ekologis berguna untuk menahan resapan air dan mencegah erosi. Ini merupakan bukti bahwa nenek moyang kita Diskusi sebelum upacara tarabandu di Irabim, Uatokarbau. Foto: Rogério Soares. memiliki kesadaran yang tinggi tentang perlindungan lingkungan hidup. Di Suco Irabim yang terletak di Subdistrik Uatukarbau, Distrik Viqueque pada 16 Januari 2003 para tokoh masyarakat, yaitu liurai dan empat dato di suco ini bersama masyarakat setempat menyelenggarakan upacara tarabandu. Ini adalah tarabandu yang pertama diselenggarakan setelah zaman Portugis. Suco ini memiliki sumber air yang sangat penting tidak saja bagi kehidupan seluruh warganya, tetapi juga bagi banyak penduduk di tempat lain. Di suco inilah terletak mata air Sungai Irabim yang mengalir melewati wilayah Irabere, Nabo Tarukasa, Giacai, Combere Comata, Baidubu (Subdistrik Uatokarbau) dan kawasan Maumua Tobolobe yang terletak di Subdistrik Ilomar, Distrik Lautem. Sekitar 150 hektar sawah mendapatkan air dari sungai ini. Di mata air sungai ini, air terjun ke suatu tempat membentuk danau kecil. Airnya luar biasa jernih dan sangat segar. Pemandangan sungai sangat indah. Menurut penduduk setempat, tempat ini dulu kaya akan flora dan mauna. Tetapi sekarang air mulai berkurang, begitu pula flora dan fauna. Kerusakan lingkungan di dalah sebabnya. Sehari sebelum u- pacara tarabandu, para pemuda setempat yang mengikuti pendidikan di Dili bekerjasama dengan para tokoh menyelenggarakan diskusi terbuka mengenai hak rakyat atas lingkungan dan kehidupan yang layak. Penyelenggara menghadirkan pejabat pemerintah seperti Direktur Tanah dan Hartabenda (Land & Property) Pedro de Sousa dan pejabat dari Unit Perlindungan Lingkungan dan Kehutanan yang berbicara tentang kebijakan pemerintah mengenai tanah dan perlindungan lingkungan. Sementara aktivis dari organisasi non-pemerintah Perkumpulan HAK, Institut Sahe, dan Fundasaun Haburas, dan jaringan pertanian berkelanjutan HASATIL berbicara tentang perlunya menerapkan metode pertanian berkelanjutan yang melindungi lingkungan serta bahayanya investasi modal skala besar di bidang pertanian atau sumberdaya alam lain seperti sumber air, yang justru membuat rakyat tidak punya hak atas sumberdaya alam tersebut. Para tokoh adat berbicara tentang tata-cara perlindungan alam menurut tradisi. Alexandre da Silva, Liurai Irabim, dalam diskusi mengatakan bahwa dulu hutan di tempat kelahirannya sangat lebat. Dulu di tempat saya, Uatubela, hutannya lebat memberikan air yang bisa memberikan kehidupan kepada komunitas kami. Tetapi setelah Indonesia masuk, kami dipaksa keluar dari tempat kelahiran kami dan sekarang semua hutan sudah ditebang dan dibakar. Air juga sudah kering, katanya. Menurutnya setelah Timor Leste mendapatkan kemerdekaan, sekarang saatnya memulihkan lingkungan. Kita mengembalikan lingkungan seperti semula supaya bisa ada lagi air dan hujan untuk memberi kehidupan kepada kami, katanya tegas. Pengrusakan lingkungan ini terjadi karena pendudukan Indonesia. Pada 1979, rakyat yang mengungsi ke gunung-gungung terpaksa menyerah akibat pemboman besar-besaran oleh militer Indonesia dengan menggunakan kapal terbang canggih yang diperoleh dari Inggris dan Amerika. Penduduk yang turun gunung untuk menyerah kemudian dipaksa untuk tinggal secara berkumpul di satu tempat baru agar mudah dikontrol oleh tentara pendudukan. Mereka yang berasal dari Uatokarbau dijadikan satu dengan sejumlah penduduk asal Baguia ditempatkan di wilayah Irabim yang sebelumnya adalah hutan. Mereka terpaksa membabat hutan untuk membangun tempat tinggal, serta membuat kebun dan sawah demi mempertahan- 8 edisi 22 - Februari 2003

9 PEMBERDAYAANRAKYAT Memberikan persembahan kepada rain nain dan nenek-moyang. Foto: Rogério Soares/Direito. kan hidup. Selama pendudukan Indonesia, sebagian penduduk terbiasa melakukan penebangan hutan untuk membuat ladang berpindah. Sebagian dari mereka terlena dengan hasil yang berlimpah dari lahan berpindah. Mereka lupa akibat yang akhirnya mereka rasakan sekarang. Pengolahan ladang berpindah adalah kebiasaan jelek yang harus ditinggalkan. Jangan karena mengejar hasil yang berlimpah dalam satu musim kita menebang semua pohon dan tidak memperhitungkan kerugian di masa mendatang, kata Oscar da Silva, seorang pemuda asal Irabim yang juga aktivis HASATIL. Sementara Dato Makaki mengatakan bahwa nenek moyang mereka sejak dulu menghormati air dan hutan yang dianggap lulik (keramat). Orang menghargai tempat lulik dengan memberi persembahan berupa ayam, kambing, babi, dan kerbau. Air dan hutan kami hormati. Dilarang untuk merusaknya, katanya. Dari air kami bisa mendapatkan ikan dan mengairi sawah. Hutan memberikan bahan untuk membangun rumah dan memberi air hujan sehingga kami bisa bertani tepat pada musim tanam, paparnya. Upacara tarabandu adalah penghormatan yang dilakukan penduduk kepada air dan hutan atau lingkungan hidup secara keseluruhan. Penduduk memotong binatang ternak sebagai simbol larangan, yaitu larangan untuk pemotongan atau penebangan tumbuhan. Kalau ada yang melanggar, orang tersebut dikenai hukuman berupa kewajiban memotong binatang seperti yang telah dipotong dalam upacara tarabandu. Tarabandu Suco Irabim diselenggarakan di dekat mata air Sungai Irabere. Upacara dimulai dengan hamulak (berdoa) oleh Liurai Alexandre da Silva di uma fukun. Selanjutnya dilakukan perarakan menuju tempat upacara di dekat sumber air. Di tempat ini dilakukan penghitungan seluruh sanak-saudara, baik yang hadir maupun yang tidak hadir. Seluruh anggota yang hadir diberi selembar daun sirih atau pinang yang berarti bahwa semua ikut serta dalam upacara ini. Yang tidak hadir diwakili oleh yang hadir. Selanjutnya dilakukan pemotongan binatang persembahan, yaitu ayam, babi, dan kerbau. Hati dari binatang-binatang ini kemudian dibaca oleh para tokoh adat untuk mengetahui nasib mereka di masa mendatang. Bagian-bagian penting dari binatangn persembanan tersebut kemudian dipersembahkan kepada arwah nenek-moyang dan Rain Nain (penguasa tanah). Marçal de Carvalho yang sebagai Oan Mane Irabim bertindak sebagai semacam juru bicara dalam upacara ini. Pada puncak acara, ia menegaskan kembali kesepakatan komunitas bahwa barang dan tempat yang dulu disembah nenek moyang mereka sebagai sesuatu yang memberikan kehidupan, sekarang diperkuat kembali. Jangan merusak, kita menghargai dan mencintainya. Kita menghijaukan kembali daerah-daerah yang dilindungi yang meliputi Satoma-Kailaku, Uatubela, Bua a-lakasoru, Uatubisoru, dan Hudilale, katanya. Ia juga berpesan agar penduduk tidak membiarkan ternaknya masuk ke sungai karena airnya digunakan oleh banyak orang untuk minum. Tempat penggembalaan adalah sebatas di bawah Taradiga. Ini untuk menjaga kebersihan sumber air, kata Marçal de Carvalho. Upacara diakhiri dengan makan bersama daging binatang-binatang yang dijadikan korban dalam upacara ini. Daging yang dimasak oleh kaum perempuan ini dimakan dengan nasi. Tempatnya adalah piring terbuat dari anyaman bambu yang disebut bantaka. Rogério Soares edisi 22 - Februari

10 TEROPONGKEBIJAKAN Timor Lorosae Menjadikan Tentara Amerika Serikat di Atas Hukum Menteri Luar Negeri Timor Leste menandatangani perjanjian dengan Menteri Luar Negeri AS status tentara AS di Timor Leste. Berikut ini tulisan Charles Scheiner tentang perjanjian tersebut. Pada bulan Oktober, Presi den, Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Republik Demokratik Timor Leste mengunjungi Washington untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat George Washington dan Menteri Luar Negeri Colin Powell. Para pejabat itu membahas banyak persoalan penting bagi kedua negeri, tetapi hanya satu perjanjian resmi yang muncul dari pembicaraan tersebut. Pemerintah Timor Leste menyerahkan kekuasaannya untuk meminta tentara Amerika Serikat di Timor Lorosae mematuhi hukum Timor Leste. Timor Leste dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian yang bernama Status of Forces Agreement (Kesepakatan Status Tentara). Kesepakatan ini mendefinisikan hak dan kewajiban tentara dari salah satu negara ( negara pengirim ) yang berpangkalan di negara lain ( negara penerima ). Sebagian SOFA, seperti yang ditandatangani oleh negara-negara NATO, adalah perjanjian multilateral, sedang yang paling banyak (termasuk lebih dari 100 yang ditandatangani oleh Amerika Serikat dengan pemerintah-pemerintah lain) adalah antara dua negara. Perjanjian-perjanjian ini menetapkan kewajiban pajak, hak imigrasi, penggunaan gelombang radio dan pelayanan publik lainnya, serta aspekaspek lain bagi status pasukan militer asing di negara penerima. Yang paling penting, perjanjian SOFA menetapkan bagaimana pemberlakuan undangundang pidana negara penerima bagi tentara dari negara pengirim. Ini adalah untuk tindak pidana biasa, seperti perampokan, perkosaan, penyerangan, dan pembunuhan. Dalam kebanyakan SOFA, tentara asing diharuskan menghormati hukum negara yang mereka kunjungi. Jika mereka melakukan pelanggaran hukum, mereka bisa diadili oleh sistem peradilan negara mereka sendiri atau negara tempat mereka berada yang disebut yurisdiksi konkuren. SOFA menetapkan negara mana yang punya yurisdiksi primer yaitu, yang punya tanggungjawab utama untuk mengadili dan menghukum tentara yang melakukan kejahatan. Dalam SOFA yang biasanya, negara penerima punya yurisdiksi primer untuk pelanggaran terhadap hukumnya, kecuali jika korban kejahatan berasal dari negara pengirim. Dalam banyak SOFA, seperti yang ditandatangani antara Amerika Serikat dengan Filipina, negara penerima (Filipina) menyerahkan haknya atas yurisdiksi primer kecuali dalam kasus-kasus yang amat sangat penting bagi Filipina, yang ditentukan oleh pemerintah Filipina. Dalam semua hal, yurisdiksi konkuren tetap, dan Filipina atau Amerika Serikat bisa mengadili kasus-kasus yang tidak berhasil diadili oleh negara yang punya yurisdiksi primer. Bulan Agustus, Timor Leste menandatangani kesepakatan impunitas Pasal 98 dengan Amerika Serikat, dalam mana Timor Leste setuju untuk tidak mengirimkan setiap personil Amerika Serikat ke Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court, ICC). Ini berbeda dengan SOFA yang ditandatangani Oktober, yang memfokuskan pada kejahatan biasa bukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap umat manusia yang berada dalam wewenang ICC. Kesepakatan impunitas adalah masalah prinsip politik bagi Amerika Serikat yang kemungkinan tidak akan pernah diberlakukan; di pihak lain, SOFA adalah perjanjian praktis yang akan digunakan secara biasa. SOFA juga menyebutkan kembali impunitas bagi personil Amerika Serikat dari ICC. SOFA antara Amerika Serikat dan Timor Leste, yang ditandatangani oleh Colin Powell dan José Ramos-Horta pada 1 Oktober, memperlakukan personil militer AS di Timor Leste seolaholah mereka adalah staf kedutaan AS. Perjanjian ini menghidupkan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik yang memberi mereka kekebalan diplomatik dari pengadilan dan pertanggungjawaban lainnya. Personil kedutaan AS, sama halnya tentara dan orang sipil AS yang bekerja untuk pemerintah AS, tidak menjadi subyek pajak, peraturan kontrak atau hukum pidana Timor Leste. Penguasa Timor Leste tidak pernah bisa menangkap atau menahan mereka, mendakwa mereka melakukan tindak pidana, mengekstradisi mereka ke negara lain, atau memaksa mereka bersaksi di pengadilan. Rumah dan barang milik pribadi mereka tidak bisa disentuh. Mereka kebal dari pertanggungjawaban sipil yang berhubungan dengan semua tindakan yang berkaitan dengan tugas resmi mereka. Timor Leste belum menandatangani Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik, meskipun isinya berlaku dalam semua kasus dimana Timor Leste dan negara lain sepakat untuk mendirikan kedutaan atau konsulat. Konvensi ini berdasarkan pada kedaulatan sederajat dan timbal-balik Negara : setiap negara memberikan hak yang sama kepada setiap diplomat negara lain. Seperti dinyatakan Pembukaannya, tujuan pemberian hak istimewa dan kekebalan bukanlah untuk memberikan keuntungan kepada pribadi-pribadi tetapi untuk menjamin pelaksanaan yang efisien tugastugas misi diplomatik dalam mewakili Negara-Negara. Pemberlakuan kekebalan diplomatik kepada personil militer AS di Timor Leste merupakan penyelewengan terhadap prinsip ini. Tidak ada timbalbalik, personil militer Timor Leste di AS (kalau ada) tidak mendapat keistimewaan yang sama. Perlindungan hanya diberikan kepada personil militer AS di Timor Leste tentara dan pegawai 10 edisi 22 - Februari 2003

11 TEROPONGKEBIJAKAN sipil luar negeri US Support Group East Timor (USGET) dan kontraktor DynCorp (lihat Buletin La o Hamutuk, Vol. 3, No. 2-3), awak kapal perang yang berkunjung, pengamat militer AS, pelatih dan penasehat militer AS untuk pemerintah Timor Leste, semua personil Pentagon (Departemen Pertahanan AS) lainnya di Timor Leste untuk aktivitas yang disepakati kedua pemerintah, dan keluarga mereka. Bagian pembukaan Perjanjian Status Tentara mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Demokratik Timor Leste sebagai hal yang paling penting. Kedua negara menegaskan bahwa prinsip saling menghargai, persahabatan, niat baik, kemitraan, dan kerjasama akan membimbing pelaksanaan perjanjian ini. Tetapi kesembilan pasal perjanjian ini tidak mengandung kemitraan; tidak memperlihatkan pengormatan timbalbalik. Yang diakui adalah kekuatan suatu negara besar terhadap negara kecil; perjanjian ini menegaskan bahwa kedaulatan Timor Leste yang diperoleh dengan perjuangan yang sangat berat itu tidak berdaya menghadapi kekuatan AS. Di masa transisi, personil militer AS dan negara lain dimasukkan dalam SOFA antara pemerintah mereka masing-masing dengan PBB, dan pasukan penjaga perdamaian PBB (PKF) di sini dilindungi oleh SOFA model yang disepakati oleh Majelis Umum PBB pada tahun Dalam perjanjian itu, PBB berjanji untuk menghormati semua hukum dan peraturan setempat (walaupun dalam kasus ini hukum tersebut dibuat oleh UNTA- ET, sebuah lembaga PBB). Kesepakatan-kesepakatan tersebut belum diberlakukan setelah kemerdekaan. UNMISET sedang merundingkan sebuah SOFA dengan pemerintah RDTL, yang kemungkinan sama dengan modelnya, tetapi tentara AS dan tentara asing lainnya yang berada di Timor Leste di luar UNMISET tidak dicakup. Seorang perwira militer AS yang menjadi penasehat untuk angkatan bersenjata Timor Leste merasa bahwa dirinya tidak punya perlindungan setelah 20 Mei, dan tidak jelas sebelum Kedutaan Amerika Serikat di Timor Lorosae. Foto: R. Soares/Direito diberi kekebalan dari hukum Timor Leste oleh SOFA yang ditandatangani di Washington. SOFA AS-RDTL berlaku segera setelah ditandatangani, dan tidak perlu disetujui oleh Dewan Menteri Timor Leste, Parlemen Nasional atau Presiden (meskipun Presiden Xanana Gusmão menyaksikan upacara penandatanganan di Washington). Perjanjian ini dirundingkan secara rahasia, tanpa pembahasan masyarakat umum dan pembahasan parlemen. Perjanjian ini tidak bisa diubah sebelum April 2004, dan pengubahan hanya bisa dilakukan jika enam bulan sebelumnya disampaikan pemberitahuan. Seorang pakar hukum internasional asal New Zealand Roger S. Clark menyebut perjanjian ini sangat berat sebelah Perjanjian ini tidak sama dengan semua SOFA yang pernah saya lihat. Seorang diplomat di Timor Leste mengungkapkan keheranannya bahwa AS bisa mendapatkan perjanjian ini. Selama dua abad terakhir, hubungan internasional berkembang dari kekuatan senjata ke prinsip bersama dan perundingan. Hukum, perjanjian, dan kesepakatan internasional (seperti Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut) berlaku secara sama untuk semua negara penandatangan. Hukum-hukum itu dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang sama, dalam mana setiap negara berdaulat mendapatkan manfaat dari hakhak tertentu dan menerima tanggungjawab tertentu yang disebutkan di atas kertas dengan kesepakatan bersama. Timor Lorosae baru saja memulai petualangannya dalam diplomasi internasional sebagai negara berdaulat. Jika SOFA yang baru ditandatangani dengan Amerika Serikat merupakan indikasi, maka kedaulatannya berada dalam bahaya. Negara ini kecil, miskin, dan tidak berpengalaman. Hukum Timor Leste baru mulai disusun, dan sistem pengadilan mengalami banyak masalah. Negara ini sangat kecil kemampuannya untuk mengadili para penjahat yang telah melakukan penghancuran, yang sekarang terlindungi di Indonesia. Tetapi jika Timor Leste menginginkan kemerdekaan sejati, para pemimpinnya harus tegak berdiri memperjuangkan hak, yang padanya rakyat telah menyerahkan nyawa selama seperempat abad ini. Para penjahat yang melanggar hak rakyat Timor Lorosae di masa mendatang, apapun kebangsaan atau baju seragam mereka, harus dituntut pertangungjawaban mereka di depan pengadilan. Charles Scheiner adalah mantan koordinator nasional East Timor Action Network (ETAN/US), organisasi pendukung kemerdekaan Timor Leste di A- merika Serikat. Sekarang bekerja untuk lembaga pemantauan dan analisis La o Hamutuk, Dili. edisi 22 - Februari

12 HAK ASASI Pelanggaran terhadap Tahanan Operasi di Atsabe Operasi militer yang dila kukan oleh Falintil-Força Defesa de Timor-Leste (F-FDTL) di wilayah Atsabe, Distrik Ermera menyusul serangan bersenjata dan pembunuhan terhadap sejumlah penduduk sipil awal Januari 2003 menyulut berbagai perdebatan. Sampai-sampai Presiden Xanana Gusmão dalam menanggapi tuduhan bahwa FDTL melakukan pelanggaran hak asasi manusia, mengatakan bahwa dirinya akan mengundurkan diri bila FDTL melanggar hak asasi manusia. Sementara para pejabat yang mendukung operasi mengatakan bahwa ini adalah tindakan untuk membantu tugas polisi dalam melindungi penduduk. Ada pula yang berpendapat bahwa operasi militer tersebut semata berdasarkan pertimbangan mengamankan masyarakat tetapi justru bertentangan dengan Konstitusi RDTL pasal 146 mengenai mandat FDTL sebagai angkatan bersenjata. Pendapat lain menganggap bahwa tindakan F-FDTL sebagai campur tangan militer dalam kehidupan sosial-politik, yang berarti militer telah melanggar batas peran pertahanan. Karena itu ada yang menyebut bahwa F-FDTL telah melakukan dwi fungsi seperti TNI. Operasi militer tersebut tidak bisa dianggap sebagai bagian dari penyerahan mandat pertahanan dan keamanan secara bertahap yang diatur dalam dokumen Perencanaan Tambahan Antara UNMISET dan Pemerintah RDTL tanggal 20 Mei 2002, pasal 3 Tanggungjawab Operasional. Butir 3.1.b. dokumen ini menegaskan F-FDTL hanya memiliki tanggungjawab pertahanan sampai penyerahan Area Operasi diefektifkan. Operasi F- FDTL tersebut tidak dapat dikatakan sebagai tugas statis sebagaimana disebutkan dalam pa- sal dan Untuk memastikan bahwa operasi tersebut tidak melanggar hak asasi manusia, kami melakukan pemantauan, termasuk di lapangan, dengan fokus pada aspek-aspek berikut. Kewenangan untuk melakukan pemangilan atau penangkapan biasa. Dengan melakukan penangkapan terhadap penduduk sipil dalam operasinya di Atsabe tersebut, F-DFTL telah mengambil alih wewenang polisi (TLPS) untuk melakukan pemanggilan, penyelidikan atau penangkapan atas dugaan terjadinya pelanggaran hukum dalam masyarakat, sebagaimana diatur dalam Regulasi No. 25/2001. Penculikan dan pembunuhan di Atsabe adalah tindakan kriminal biasa. Yang berwenang melakukan penyelidikan, penangkapan, dan penahanan adalah polisi. Tindakan penangkapan terhadap 62 penduduk sipil tersebut juga bertentangan dengan Konstitusi RDTL pasal 146 ayat 2 yang menyatakan bahwa F- FDTL berwenang menjamin kemerdekaan nasional, kesatuan wilayah serta kebebasan dan keamanan penduduk terhadap setiap bentuk penyerangan atau ancaman dari luar. Sementara jangka waktu penahanan 31 orang yang mencapai delapan hari melanggar hukum karena menurut Regulasi No. 25/2001 batas waktu penahanan adalah 72 jam. Apalagi dari saat ditangkap, mereka tidak diberi tahu hak hukumnya terutama alasan mereka ditangkap dan ditahan. Upaya yang dilakukan oleh organisasi hak asasi manusia di Timor Lorosae untuk memperoleh informasi tentang masalah ini telah dihambat. Sementara peninjauan langsung di penjara oleh Penasehat Perdana Menteri untuk Urusan Hak Asasi Manusia Isabel Ferreira, tanggal 15 Januari tidak mendukung proses pengadilan yang efektif, cepat dan penggunaan prosedur hukum yang tetap. Hak atas pemenuhan kebutuhan. Di tempat penahanan mereka di Penjara Becora, Dili, para tanahan operasi Atsabe mengalami berbagai pelanggaran hak asasi manusia sebagai berikut: a. Tahanan anak-anak tidak dipisahkan dari tahanan yang dewasa. Menurut ketentuan hak asasi seharusnya mereka dipisahkan. b. Pada 11 Januari waktu pagi, seluruh tahanan ditempatkan dalam satu sel tempat tahanan anak-anak. Sel ini biasanya ditempati lima sampai tujuh orang saja. c. Para korban tidak bisa bergerak secara leluasa karena tempat sempit. d. Selama itu para korban tidak diijinkan untuk keluar sel. e. Tidak ada kerjasama yang baik antara polisi dengan otoritas penjara. Penanggungjawab penjara membiarkan penahanan seperti itu karena menganggap bahwa tanggungjawab atas para tahanan tersebut berada di tangan polisi. f. Pada 11 Januari malam hari, para tahanan dibagi ke dalam dua sel di blok anakanak. Selama berada dalam dua sel itu tidak disediakan toilet tambahan untuk 39 tahanan. Padahal di satu sel hanya ada satu toilet. g. Makanan dibagikan oleh polisi, bukan oleh penanggungjawab penjara. h. Air yang tersedia untuk minum hanya air dari pipa yang dialirkan ke dalam toilet sel. Aniceto Guró Berteni Neves edisi 22 - Februari

PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT

PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT TUNTUTAN KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN UNTUK MANTAN MENTERI PERTAHANAN INDONESIA, KOMANDAN MILITER TERTINGGI INDONESIA DAN GUBERNUR TIMOR LESTE Resolusi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS

AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS Tanggal Embargo: 13 April 2004 20:01 GMT Indonesia/Timor-Leste: Keadilan untuk Timor-Leste: PBB Berlambat-lambat sementara para pelaku kejahatan bebas berkeliaran Pernyataan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (Resolusi No. 39/46 disetujui oleh Majelis Umum pada 10 Desember 1984) Majelis

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Lorosae REGULASI NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN KEJAKSAAN DI TIMOR TIMUR

UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Lorosae REGULASI NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN KEJAKSAAN DI TIMOR TIMUR UNITED NATIONS NATIONS UNIES United Nations Transitional Administration Administration Transitoire des Nations Unies in East Timor au Timor Oriental UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG !"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2000/11

REGULASI NO. 2000/11 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Administrasi Transisi Perserikatan Bangsabangsa di Timor Lorosae NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2000/11 6 Maret

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan Ifdhal Kasim Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) A. Pengantar 1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc untuk Timor Timur tingkat pertama telah berakhir.

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2000/14

REGULASI NO. 2000/14 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa- Bangsa di Timor Lorosae NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2000/14 10

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia Disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan persetujuan oleh Resolusi Majelis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi

Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi Pengadilan Internasional bagi Timor-Leste: ide yang tak mau pergi Patrick Walsh Austral Policy Forum 09-17B 27 Augustus 2009 Ringkasan: Patrick Walsh, Penasehat Senior untuk Sekretariat Teknik Paska-CAVR,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN REHABILITASI TERHADAP KORBAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE KLRCA (Direvisi pada tahun 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada tahun 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

Tentang Pendirian Kantor Catatan Sipil demi Timor Lorosae

Tentang Pendirian Kantor Catatan Sipil demi Timor Lorosae PERSERIKATAN BANGSA-BANGS Administrasi Transisi Perserikatan Bang bangsa di Timor Lorosae UNTAET NATIONS UNIES Administration Transitoire des Natio Unies in au Timor Oriental UNTAET/REG/2001/3 16 March

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku 55 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Peradilan internasional baru akan digunakan jika penyelesaian melalui peradilan nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

REGULASI NO. 2000/09

REGULASI NO. 2000/09 UNITED NATIONS United Nations Transitional Administration in East Timor NATIONS UNIES Administrasion Transitoire des Nations Unies in au Timor Oriental UNTAET UNTAET/REG/2000/9 25 February 2000 REGULASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA 1 K 29 - Kerja Paksa atau Wajib Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 002/KOMNAS HAM/IX/2011 TENTANG PROSEDUR PELAKSANAAN PENYELIDIKAN PROYUSTISIA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: 1 The Regional Support Office of the Bali Process (RSO) dibentuk untuk mendukung dan memperkuat kerja sama regional penanganan migrasi

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana disebutkan di dalam huruf a, huruf b, dan huruf c di atas, perlu ditetapkan P

2011, No Mengingat : d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana disebutkan di dalam huruf a, huruf b, dan huruf c di atas, perlu ditetapkan P No.798, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Penyelidikan Proyustisia. Pelanggaran HAM yang Berat. Prosedur. PERATURAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS) PERJANJIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN ADMINISTRASI TERKAIT LARANGAN MEMBERIKAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Islam KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci