RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Transkripsi

1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa sistem pertahanan negara bersifat semesta yang melibatkan seluruh sumber daya nasional yang dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara dan menjaga keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman; c. bahwa dalam menghadapi ancaman militer sistem pertahanan negara menempatkan Komponen Utama yang didukung oleh Komponen Cadangan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 20, Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439);

2 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA. CADANGAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : 1. Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. 2. Komponen Cadangan adalah sumber daya nasional, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama. 3. Sumber Daya Manusia adalah warga negara yang secara psikis dan fisik dapat dibina dan disiapkan kemampuannya untuk mendukung komponen kekuatan pertahanan negara. 4. Sumber Daya Alam adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara, yang dalam wujud asalnya dapat didayagunakan untuk kepentingan pertahanan negara. 5. Sumber Daya Buatan adalah sumber daya alam yang telah ditingkatkan daya gunanya untuk kepentingan pertahanan negara. 6. Sarana dan Prasarana Nasional adalah hasil budi daya manusia yang dapat digunakan sebagai alat penunjang untuk kepentingan pertahanan negara dalam rangka mendukung kepentingan nasional. 7. Warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 8. Anggota Komponen Cadangan adalah sumber daya manusia termasuk yang mengawaki sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana, dan prasarana nasional yang disusun dalam satuan Komponen Cadangan. 2

3 9. Menteri adalah Menteri yang menjalankan urusan pemerintahan di bidang pertahanan. 10. TNI adalah Tentara Nasional Indonesia. 11. Panglima TNI yang selanjutnya disebut Panglima adalah perwira tinggi militer yang memimpin TNI. 12. Angkatan adalah Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. 13. Mobilisasi adalah tindakan pengerahan dan penggunaan secara serentak sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan serta sarana dan prasarana nasional sebagai kekuatan pertahanan negara. 14. Demobilisasi adalah tindakan penghentian pengerahan dan penghentian penggunaan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan serta sarana dan prasarana nasional secara serentak yang berlaku untuk seluruh wilayah negara yang diselenggarakan secara bertahap guna memulihkan fungsi dan tugas setiap unsur seperti berlakunya mobilisasi. Pasal 2 Komponen Cadangan dibentuk dengan tujuan untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Tentara Nasional Indonesia sebagai Komponen Utama dalam upaya penyelenggaraan pertahanan negara. Pasal 3 Komponen Cadangan merupakan salah satu wadah dan bentuk keikutsertaan warga negara, seluruh sumber daya alam dan sumber daya buatan serta sarana dan prasarana dalam usaha pertahanan negara. Pasal 4 Komponen Cadangan hanya digunakan pada saat latihan dan mobilisasi. Pasal 5 Dalam keadaan damai, Komponen Cadangan dibina dan disiapkan sebagai potensi pertahanan. 3

4 BAB II PEMBENTUKAN KOMPONEN CADANGAN Bagian Kesatu Bentuk Komponen Cadangan Pasal 6 (1) Komponen Cadangan terdiri atas : a. Sumber Daya Manusia; b. Sumber Daya Alam; c. Sumber Daya Buatan; dan d. Sarana dan Prasarana Nasional. (2) Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk : a. Komponen Cadangan Matra Darat; b. Komponen Cadangan Matra Laut; dan c. Komponen Cadangan Matra Udara. (3) Komponen Cadangan disusun dalam bentuk satuan tempur yang disesuaikan dengan struktur organisasi Angkatan sesuai masingmasing matra. (4) Jumlah atau tingkat kekuatan dan kemampuan Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan kebutuhan pertahanan negara. Pasal 7 (1) Presiden menetapkan kebijakan umum Komponen Cadangan dengan Peraturan Presiden. (2) Kebijakan umum Komponen Cadangan meliputi perencanaan, pembentukan, pembinaan, penganggaran, penggunaan, dan pengakhiran yang diperlukan oleh Komponen Cadangan. (3) Perumusan kebijakan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri. (4) Pelaksanaan kebijakan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri dibantu pemerintah daerah. 4

5 Bagian Kedua Pengangkatan Anggota Komponen Cadangan Pasal 8 (1) Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/atau buruh yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi Anggota Komponen Cadangan. (2) Mantan prajurit TNI yang telah memenuhi persyaratan dan dipanggil, wajib menjadi Anggota Komponen Cadangan. (3) Warga negara selain Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/atau buruh dan mantan prajurit TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat secara suka rela mendaftarkan diri menjadi Anggota Komponen Cadangan sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan. Pasal 9 (1) Untuk menjadi Anggota Komponen Cadangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. persyaratan umum; b. persyaratan kompetensi; dan c. latihan dasar kemiliteran. (2) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah : a. warga negara Indonesia yang telah berusia 18 (delapan belas) tahun; b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan d. sehat jasmani dan rohani. (3) Persyaratan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan faktor keahlian dan keterampilan sesuai kebutuhan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai latihan dasar kemiliteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan persyaratan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. 5

6 Pasal 10 (1) Calon Anggota Komponen Cadangan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diangkat menjadi anggota Komponen Cadangan. (2) Pengangkatan menjadi Anggota Komponen Cadangan dilakukan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk melalui pelantikan dengan mengucapkan sumpah dan/atau janji sesuai agamanya masingmasing. Pasal 11 Sumpah dan/atau janji Anggota Komponen Cadangan adalah sebagai berikut : Demi Allah (sesuai agamanya masing-masing),saya bersumpah dan/atau berjanji: bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya akan siap sedia membela dan mempertahankan tanah air, bangsa dan negara; bahwa saya akan mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi atau golongan; bahwa saya akan memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada hukum yang berlaku; bahwa saya akan memegang rahasia negara dengan sekeras-kerasnya. Pasal 12 (1) Penangguhan menjadi Anggota Komponen Cadangan dapat dilakukan terhadap calon Anggota Komponen Cadangan karena: a. sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; b. keberadaannya diperlukan masyarakat; c. sedang menjalani tahap ujian akhir atau tugas akhir pendidikan yang tidak dapat ditinggalkan; 6

7 d. sedang menunaikan ibadah haji atau ibadah lain sesuai dengan agamanya; atau e. sedang melaksanakan tugas penting yang tidak dapat digantikan oleh orang lain. (2) Calon Anggota Komponen Cadangan yang ditangguhkan menjadi Anggota Komponen Cadangan apabila tidak lagi dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diangkat menjadi Anggota Komponen Cadangan. Pasal 13 (1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Pasal 8, dan Pasal 10 dibentuk suatu panitia pengerahan calon Anggota Komponen Cadangan tingkat pusat dan tingkat daerah. (2) Panitia pengerahan tingkat pusat bertugas menetapkan kebijakan teknis, kebijakan pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan pembentukan Komponen Cadangan. (3) Panitia pengerahan tingkat daerah bertugas di masing - masing daerah dalam pelaksanaan pembentukan Komponen Cadangan. (4) Keanggotaan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tingkat pusat terdiri atas unsur Departemen Pertahanan, Markas Besar TNI, Markas Besar Angkatan, Departemen Dalam Negeri dan instansi terkait. (5) Keanggotaan panitia pada tingkat daerah terdiri atas unsur Departemen Pertahanan, unsur TNI, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan panitia pengerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Penetapan dan Pendayagunaan Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional Sebagai Komponen Cadangan Pasal 14 (1) Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional milik negara, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik 7

8 Daerah, badan hukum dan/atau perseorangan termasuk yang mengawaki digunakan sebagai Komponen Cadangan. (2) Jenis dan jumlah Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan Komponen Cadangan, setelah memenuhi persyaratan administrasi, serta uji standarisasi dan kelaikan sebagai alat peralatan, dan alat utama sistem senjata pertahanan negara. (3) Setiap pemilik, pengelola, penanggung jawab Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional yang diperlukan dan telah ditetapkan wajib menyerahkan pemakaian Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional termasuk yang mengawaki yang berada di bawah kekuasaannya kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk guna dibentuk menjadi Komponen Cadangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan dan pendayagunaan Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional termasuk yang mengawaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 15 (1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 14 dibentuk panitia pengerahan. (2) Panitia pengerahan tingkat pusat bertugas menetapkan kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pengawasan di bidang administrasi, standarisasi dan kelaikan pembentukan Komponen Cadangan. (3) Panitia pengerahan tingkat daerah bertugas di masing-masing daerah dalam pelaksanaan pembentukan Komponen Cadangan. (4) Keanggotaan panitia pengerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tingkat pusat terdiri atas unsur Departemen Pertahanan, Markas Besar TNI, Kepala Staf Angkatan, Departemen Dalam Negeri, dan instansi tingkat pusat yang terkait. (5) Keanggotaan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tingkat daerah terdiri atas unsur Perwakilan Departemen Pertahanan di daerah, unsur TNI di daerah, pemerintah daerah, serta instansi terkait di daerah. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan panitia pengerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. 8

9 BAB III PEMBINAAN Bagian Kesatu Pembinaan Anggota Komponen Cadangan Pasal 16 (1) Calon Anggota Komponen Cadangan yang sudah diangkat menjadi Anggota Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib mengikuti pelatihan untuk penyegaran dan penyesuaian dengan penugasan Komponen Cadangan pada masing-masing matra secara periodik. (2) Anggota Komponen Cadangan digolongkan berdasarkan pendidikan, pengalaman dan/atau peranannya dalam susunan tingkatan atau kepangkatan yang setara dengan kepangkatan prajurit TNI atau Komponen Utama. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggolongan Anggota Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 17 (1) Anggota Komponen Cadangan wajib menjalani masa bakti Komponen Cadangan selama 5 (lima) tahun dan setelah masa bakti berakhir secara sukarela dapat diperpanjang paling lama 5 (lima) tahun. (2) Persyaratan untuk dapat diperpanjang adalah sebagai berikut : a. tenaganya masih diperlukan; b. sehat jasmani dan rohani; c. keinginan dan/atau kesediaan yang bersangkutan; d. tidak sedang menjalani hukuman penjara atau kurungan; e. tidak sedang dicabut haknya ikut serta dalam pertahanan negara; dan f. tidak dalam keadaan pemberhentian tidak dengan hormat dari instansi/badan swasta di mana yang bersangkutan bekerja. 9

10 (3) Perpanjangan masa bakti sebagai Anggota Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 18 (1) Selama menjalani masa bakti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Anggota Komponen Cadangan berada dalam dinas aktif dan tidak dalam dinas aktif. (2) Selama dalam dinas aktif Anggota Komponen Cadangan melaksanakan penugasan untuk menjalani latihan atau mobilisasi. (3) Selama tidak dalam dinas aktif Anggota Komponen Cadangan kembali melaksanakan pekerjaan dan/atau profesi semula. (4) Setiap Anggota Komponen Cadangan wajib memenuhi panggilan dalam dinas aktif berdasarkan tingkat keadaan dan kebutuhan. (1) Pada saat mobilisasi : Pasal 19 a. perpanjangan masa bakti dapat diberlakukan terhadap Anggota Komponen Cadangan yang akan mengakhiri masa baktinya, terhitung mulai tanggal pemberhentiannya; dan b. mantan Anggota Komponen Cadangan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak pemberhentiannya diwajibkan aktif kembali sesuai kebutuhan. (2) Perpanjangan masa bakti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b wajib aktif kembali berlaku paling lama 2 (dua) tahun. (3) Perpanjangan masa bakti dan pemanggilan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 20 (1) Calon Anggota Komponen Cadangan selama menjalani latihan dasar kemiliteran, memperoleh hak uang saku, perlengkapan perorangan lapangan, rawatan kesehatan, dan asuransi jiwa. (2) Anggota Komponen Cadangan selama menjalani dinas aktif, memperoleh hak sebagaimana hak yang diterima oleh anggota TNI. 10

11 (3) Anggota Komponen Cadangan selama tidak dalam dinas aktif, memperoleh hak untuk mendapatkan rawatan kesehatan. (4) Ketentuan tentang hak calon Anggota Komponen Cadangan dan Anggota Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 21 (1) Anggota Komponen Cadangan yang berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil dan pekerja dan/atau buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), selama menjalani masa bakti dan/atau dalam penugasan sebagai Komponen Cadangan tidak menyebabkan putusnya hubungan kerja dengan instansi atau perusahaan tempatnya bekerja. (2) Dalam hal Anggota Komponen Cadangan melaksanakan penugasan dalam masa bakti sebagai Komponen Cadangan tidak mengakibatkan hapusnya sebagai peserta didik, dan tetap memperoleh hak-hak akademis. (3) Pimpinan instansi, pimpinan perusahaan atau pimpinan badan swasta atau pimpinan lembaga pendidikan wajib memberi kesempatan kepada pegawai, pekerja dan/atau buruh atau peserta didik untuk mengikuti dinas atau penugasan sebagai Komponen Cadangan dan wajib untuk tetap memberikan hak-haknya. Pasal 22 Anggota Komponen Cadangan yang memenuhi persyaratan dapat dianugerahi gelar, tanda jasa, dan/atau tanda kehormatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 (1) Anggota Komponen Cadangan dapat memperoleh masa non aktif karena : a. sakit dan berada dalam perawatan; atau b. menjalani pendidikan yang tidak dapat ditangguhkan; (2) Masa non aktif wajib diganti setelah keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir yang lamanya sama dengan masa non aktif. 11

12 Bagian Kedua Pemeliharaan dan Perawatan Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional Komponen Cadangan Pasal 24 (1) Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Buatan yang digunakan sebagai Komponen Cadangan wajib dipelihara dan dirawat oleh negara sesuai dengan peruntukannya. (2) Sarana dan Prasarana Nasional sebagai unsur Komponen Cadangan, dapat didayagunakan dalam waktu yang tidak lebih dari setengah masa daur hidup atau usia pakainya dan dapat diperpanjang atas persetujuan pemilik, penanggung jawab, atau pengelola. (3) Persyaratan untuk dapat diperpanjang sebagai Komponen Cadangan sebagai berikut : a. masih diperlukan; dan b. masih laik pakai. (4) Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Buatan serta Sarana dan Prasarana Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam rangka latihan memperoleh hak sewa atau penggantian atas penggunaan barang. (5) Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Buatan serta Sarana dan Prasarana Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada saat mobilisasi digunakan untuk kepentingan negara sepenuhnya. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perpanjangan, perawatan, dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 25 (1) Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional termasuk anggota yang mengawakinya selama tidak dalam dinas aktif berada di bawah kekuasaan dan tanggung jawab pemilik, penanggung jawab, atau pengelola. (2) Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional termasuk anggota yang mengawakinya selama digunakan dalam dinas aktif sebagai Komponen Cadangan, menjadi tanggung jawab negara. 12

13 Bagian Ketiga Pembinaan Satuan Komponen Cadangan Pasal 26 (1) Pembinaan satuan Komponen Cadangan dilakukan dengan latihan perorangan, latihan tingkat satuan, latihan tingkat antarsatuan, latihan satuan tingkat antarmatra dan latihan tingkat gabungan. (2) Pembinaan satuan Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan dalam dinas aktif. (3) Satuan Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam dinas aktif sebagai penugasan paling lama 30 (tiga puluh) hari dalam 1 (satu) tahun. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan satuan Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IV PENGGUNAAN Pasal 27 Komponen Cadangan digunakan berdasarkan strategi pertahanan melalui mobilisasi yang ditetapkan oleh Presiden. Pasal 28 Kekuatan Komponen Cadangan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan pertimbangan Panglima dan digunakan oleh Panglima. Pasal 29 Dalam keadaan perang Anggota Komponen Cadangan setelah dimobilisasi berstatus sebagai kombatan. Pasal 30 Anggota Komponen Cadangan, dalam dinas aktif tunduk pada hukum yang berlaku bagi militer. Pasal 31 (1) Anggota Komponen Cadangan yang dalam melaksanakan tugas pertahanan negara mengalami cacat ringan, cacat sedang, cacat berat, gugur, tewas, meninggal dunia atau dinyatakan hilang dalam tugas diberlakukan ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi prajurit TNI. 13

14 (2) Anggota Komponen Cadangan yang gugur, tewas, dan meninggal dunia karena melaksanakan tugas pertahanan negara berhak dimakamkan dengan upacara militer. (3) Perlakuan terhadap Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional yang rusak tetap, rusak tidak tetap dan hilang selama digunakan dalam dinas aktif menjadi tanggung jawab negara. BAB V PEMBERHENTIAN DAN PENGEMBALIAN Pasal 32 (1) Anggota Komponen Cadangan diberhentikan dengan hormat apabila: a. telah menjalani masa bakti paling singkat 5 (lima) tahun dan tidak diperpanjang; b. tidak memenuhi persyaratan kesehatan; c. gugur, tewas, atau meninggal dunia, atau d. tidak ada kepastian atas dirinya, setelah 1 (satu) tahun sejak dinyatakan hilang dalam tugas. (2) Anggota Komponen Cadangan diberhentikan dengan tidak hormat apabila: a. menganut ideologi yang bertentangan dengan ideologi negara; b. melakukan tindakan yang dapat mengancam/membahayakan keamanan dan keselamatan negara dan bangsa; c. dijatuhi pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan/atau d. mempunyai tabiat dan/atau perbuatan yang nyata-nyata merugikan atau dapat merugikan kepentingan komponen cadangan. (3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan kewenangan Menteri. 14

15 Pasal 33 (1) Anggota Komponen Cadangan yang diberhentikan dengan hormat diberi penghargaan. (2) Anggota Komponen Cadangan yang dinyatakan hilang dalam tugas pertahanan negara setelah 1 (satu) tahun belum ada kepastian atas dirinya, diberhentikan dengan hormat dan diberlakukan sebagai Anggota Komponen Cadangan yang gugur. (3) Masa dinas aktif sebagai Anggota Komponen Cadangan diperhitungkan sebagai tambahan masa kerja. (4) Anggota Komponen Cadangan yang diberhentikan dengan tidak hormat, tidak memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 34 Anggota Komponen Cadangan selama berada dalam dinas aktif, dan tidak dalam dinas aktif serta yang diberhentikan dengan hormat dan yang diberhentikan dengan tidak hormat wajib memegang rahasia militer. Pasal 35 Anggota Komponen Cadangan yang diberhentikan dengan hormat wajib melaporkan setiap perubahan alamat dan/atau perubahan data pribadi kepada instansi pertahanan negara di daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadinya perubahan tersebut. Pasal 36 (1) Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional yang digunakan sebagai Komponen Cadangan diakhiri dan dikembalikan dalam kondisi baik oleh negara kepada pemilik, penanggung jawab atau pengelola. (2) Pengakhiran dan pengembalian Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional yang rusak, dilaksanakan setelah diadakan perbaikan dan yang hilang dilakukan penggantian oleh negara. 15

16 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengakhiran dan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI PENDANAAN Pasal 37 Pendanaan penyelenggaraan Komponen Cadangan Pertahanan Negara didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 38 (1) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) yang memenuhi persyaratan, dengan sengaja tidak mematuhi panggilan menjadi Anggota Komponen Cadangan tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (2) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) yang memenuhi persyaratan, dengan sengaja tidak mematuhi panggilan menjadi Anggota Komponen Cadangan tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan. (3) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan sengaja melakukan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan yang menyebabkan dirinya tidak memenuhi syarat menjadi Anggota Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (4) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan sengaja melakukan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan yang menyebabkan dirinya ditangguhkan menjadi Anggota Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. Pasal 39 (1) Pimpinan instansi,pimpinan perusahaan atau pimpinan badan swasta atau pimpinan lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat(3) yang tidak memberi kesempatan kepada pegawai, pekerja dan/atau buruh atau peserta didik untuk mengikuti dinas atau penugasan sebagai Komponen Cadangan tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)bulan. 16

17 (2) Pimpinan instansi, pimpinan perusahaan atau pimpinan badan swasta atau pimpinan lembaga pendidikan sebagimana dimaksud Pasal 21 ayat (3) yang memberi kesempatan kepada pegawai, pekerja dan/atauburuh atau peserta didk untuk mengikuti dinas atau penugasan sebagai Komponen Cadangan tapi tidak memberi hakhaknya dikenakan sanksi pidana denda sesuai dengan hak-haknya yang harus diterima oleh Anggota Komponen Cadangan Pasal 40 (1) Setiap orang yang dengan sengaja membuat atau menyuruh membuat orang lain dengan suatu pemberian atau janji, mempengaruhi, menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, memberi kesempatan dan memberi keterangan, sengaja menggerakkan orang lain untuk tidak melaksanakan panggilan atau menyebabkan orang lain tidak memenuhi syarat untuk menjadi Anggota Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. (2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh seseorang yang karena jabatan atau kedudukannya, pidananya ditambah 1/3 (satu per tiga). Pasal 41 (1) Setiap Anggota Komponen Cadangan yang tidak melaksanakan dinas aktif pada saat latihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (2) Setiap Anggota Komponen Cadangan yang tidak melaksanakan penugasan pada saat mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. (3) Setiap Anggota Komponen Cadangan yang menolak perpanjangan masa bakti pada saat mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 42 (1) Setiap pemilik, penanggung jawab, atau pengelola Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban untuk menyerahkan pemakaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. 17

18 (2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pelaksanaan dinas aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan. (3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 43 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3905) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 44 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR... 18

19 PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Bangsa Indonesia yang telah berhasil menegakkan kemerdekaannya, diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus Tahun 1945, serta mampu mempertahankan kedaulatan negara dan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 terhadap segala ancaman baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Keberhasilan tersebut adalah berkat kebulatan tekad segenap kekuatan komponen bangsa, kesadaran warga negara akan hak dan kewajibannya dengan pembelaan negara, semangat tidak kenal menyerah, kemanunggalan yang baik antara rakyat dengan TNI, serta berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Tekad, semangat dan kebersamaan sebagaimana diuraikan di atas, harus dapat dipertahankan bahkan lebih ditingkatkan mengingat masalah dan tantangan yang akan kita hadapi pada masa mendatang akan lebih kompleks. Masalah dan tantangan dimaksud adalah berupa arus globalisasi, perdagangan, persaingan bebas yang menuntut kompetensi, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, di bidang informasi, komunikasi, transportasi, bioteknologi, serta dihadapkan pada karakteristik geografi Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau terletak pada posisi silang benua dan samudra, yang kaya akan sumber daya alam, namun masih lemah dalam kualitas sumber daya manusia. Keadaan tersebut menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak negatifnya dapat menimbulkan konflik baik horizontal maupun vertikal yang mungkin dapat berkembang menjadi ancaman yang bersifat multi dimensional. Kondisi tersebut di atas memerlukan pembangunan dan pembinaan kekuatan pertahanan sebagai inti kekuatan dan daya tangkal bangsa dan negara dengan melibatkan segenap sumber daya nasional yang diwujudkan sebagai satuan kekuatan pertahanan dengan pendekatan kewilayahan. 19

20 Perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia selama ini menunjukkan bahwa ancaman dapat datang dalam dimensi atau ukuran paling kecil sampai mencapai ancaman paling besar yang mengharuskan kekuatan pertahanan negara dibangun secara dini dengan mengutamakan efektivitas maupun efisiensi semaksimal mungkin. Pada masa damai, pembangunan kekuatan pertahanan tidak hanya dititik beratkan pada kekuatan TNI yang relatif terbatas namun kekuatan pertahanan lainnya harus pula dikembangkan secara bersama agar dalam keadaan darurat dengan cepat dapat dimobilisir guna mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, serta mampu menjamin kepentingan nasional lainnya. Pengembangan kekuatan pertahanan meliputi pembangunan Komponen Utama, Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang merupakan kekuatan komponen pertahanan. Komponen Cadangan yang merupakan satuan kekuatan yang berasal dari segenap sumber daya nasional, diperlukan untuk memperbesar dan memperkuat TNI sebagai Komponen Utama. Satuan kekuatan Komponen Cadangan disiapkan, dilatih dan diarahkan agar memiliki kemampuan pertahanan setara dengan kemampuan TNI. Sebagai Penjabaran dari Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mengamanatkan dalam Pasal 1 angka 2 bahwa Sistem Pertahanan Negara adalah Sistem Pertahanan yang bersifat semesta. Dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara ditentukan pula bahwa kekuatan pertahanan meliputi tiga komponen yaitu Komponen Utama yang didukung oleh Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. Tentang Komponen Cadangan yang berasal dari segenap sumber daya nasional pada hakekatnya adalah implementasi amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang hak dan kewajiban seluruh warga negara dalam upaya bela negara, sehingga sumber daya nasional yang digunakan dalam mewujudkan Komponen Cadangan adalah milik seluruh bangsa Indonesia dalam arti bukan hanya milik negara, sebagai wujud keikutsertaan warga negara dalam bela negara. Dalam rangka itulah Undang-Undang tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara ini disusun. 20

21 Sehubungan dengan perkembangan dan kenyataan dewasa ini serta dengan tidak mengurangi prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, prinsip hidup berdampingan secara damai, prinsip hukum nasional, ketentuan hukum dan kebiasaan internasional, maka Undang-Undang ini disusun sebagai dasar pembentukan Komponen Cadangan. Mengingat bahwa kekuatan yang diperbesar dan diperkuat itu ialah TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, maka konsepsi Komponen Cadangan dalam Undang-Undang ini disusun dalam satuan menjadi Komponen Cadangan matra darat, Komponen Cadangan matra laut, Komponen Cadangan matra udara. Besarnya kekuatan Komponen Cadangan dibangun sesuai kebutuhan pertahanan negara agar sewaktu diperlukan dalam waktu singkat dapat dikerahkan. Sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan negara, maka menjadi Anggota Komponen Cadangan adalah wajib bagi warga negara yang telah memenuhi persyaratan termasuk pengerahan sumber daya nasional lainnya untuk pertahanan negara. Komponen Cadangan dalam Undang-Undang ini berbeda dengan Cadangan TNI dan/atau Bala Cadangan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, diantaranya ialah pembinaan Komponen Cadangan dilakukan oleh Menteri sedangkan pembinaan cadangan TNI dan/atau Bala Cadangan dilakukan oleh Panglima TNI karena merupakan bagian organik dari TNI. Selain itu pengaktifan Komponen Cadangan untuk menghadapi ancaman militer dilaksanakan melalui mobilisasi sedangkan Cadangan TNI dan/atau Bala Cadangan tidak memerlukan mobilisasi. Komponen Cadangan dalam penugasan atau pembinaannya dapat dipilah menjadi dua yaitu dalam dinas aktif dan tidak dalam dinas aktif, artinya dalam dinas aktif Komponen Cadangan melaksanakan tugas negara dalam bidang pertahanan, dan bila tidak dalam dinas aktif sumber daya nasional yang tergabung dalam Komponen Cadangan kembali melaksanakan tugas semula atau sesuai profesinya masing-masing di luar tugas pertahanan negara. Anggota Komponen Cadangan yang berada dalam dinas aktif dengan segala akibat yang dialami dalam penugasan pada dasarnya sama dengan pembinaan prajurit TNI, karena tugas dan resiko yang dihadapi sama, bagi Komponen Cadangan yang berasal dari Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana Nasional segala kerusakan atau kehilangan pada masa dalam dinas aktif menjadi beban dan tanggung jawab negara baik pemeliharaan, perawatan maupun penggantiannya. 21

22 Di atas telah diuraikan bahwa menjadi Anggota Komponen Cadangan untuk warga negara dan sumber daya nasional lainnya adalah wajib dan untuk pelaksanaan tugasnya dibedakan dalam keadaan biasa dan keadaan bahaya, sehingga dalam Undang-Undang ini diatur pula ketentuan pidana sebagai sanksi baik bagi warga negara yang tidak memenuhi kewajibannya. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Yang dimaksud dengan Penyelenggaraan Pertahanan Negara adalah segala kegiatan untuk melaksanakan kebijakan pertahanan negara. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kewarganegaraan. Pada usia 18 (delapan belas) tahun seseorang umumnya mulai berada pada tingkat kemampuan jasmani dan rohani yang tenaganya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menjadi Anggota Komponen Cadangan. Huruf b 22

23 Pasal 10 Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cuup jelas Ayat (1) Ayat (2) Sumpah dan/atau janji yang diucapkan Anggota Komponen Cadangan merupakan jaminan berdasarkan agama, moral dan etika pribadi untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Huruf a Huruf b Yang dimaksud dengan keberadaannya diperlukan masyarakat adalah apabila yang bersangkutan dikenakan wajib menjadi Anggota Komponen Cadangan akan menimbulkan kesulitan bagi orang banyak atau masyarakat luas, misalnya guru atau dokter yang bertugas di daerah terpencil. Huruf c Yang dimaksud dengan tugas akhir pendidikan antara lain, adalah praktek kerja, kuliah kerja nyata dan/atau penulisan skripsi, tesis atau disertasi. Huruf d 23

24 Huruf e Yang dimaksud dengan tugas penting adalah tugas atau jabatan yang memerlukan keahlian khusus yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri atas usul tertulis dari pimpinan instansi atau lembaga yang bersangkutan. Tugas atau jabatan yang memerlukan keahlian khusus misalnya, ahli nuklir, ahli kimia, dan ahli biologi. Ayat (2) Pasal 13 Pasal 14 Ayat (1) Yang dimaksud dengan yang mengawaki adalah manusia yang menjalankan material bergerak misalnya kendaraan darat, kapal dan pesawat terbang dan/atau mengoperasikan material yang tidak bergerak, misalnya petugas meteorologi dan geofisika, petugas komunikasi serta peralatan lainnya. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Pasal 15 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Yang dimaksud dengan instansi terkait adalah instansi yang berhubungan dengan Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan dan Sarana Prasarana Nasional. Ayat (5) Pasal 16 24

25 Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud dengan masa bakti adalah periode setelah Anggota Komponen Cadangan diangkat sampai dengan pemberhentian. Ayat (2) Ayat (3) Pasal 18 Ayat (1) Selama masa bakti Anggota Komponen Cadangan menjalani dinas aktif yaitu menjalani tugas dalam rangka latihan atau mobilisasi. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Yang dimaksud dengan tingkat keadaan dan kebutuhan adalah keadaan dan kebutuhan untuk mengikuti berbagai latihan sesuai dengan program yang disiapkan oleh masing-masing matra atau kebutuhan mobilisasi. Pasal 19 Ayat (1) Pasal 20 Ayat (2) Untuk berlaku paling lama 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat ini dimaksudkan sebagai berikut : a. apabila mobilisasi sudah melampaui waktu 2 (dua) tahun sejak saat yang bersangkutan dipanggil tetapi belum dicabut maka yang bersangkutan dikembalikan ke kegiatan atau profesi semula; dan b. apabila mobilisasi dicabut sebelum masa 2 (dua) tahun sejak saat yang bersangkutan dipanggil, maka yang bersangkutan dikembalikan ke kegiatan atau profesi semula. Ayat (3) 25

26 Pasal 21 Ayat (1) Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi peserta didik yang menjadi Anggota Komponen Cadangan agar tidak dirugikan dalam hak, misalnya mengikuti ujian. Ayat (3) Yang dimaksud dengan hak-haknya adalah hak atas penghasilan dan atau kesejahteraan yang diterima bagi dirinya atau keluarganya, tidak boleh berkurang dari saat sebelum tugas sebagai Komponen Cadangan. Bagi peserta didik hak untuk mengikuti kurikulum dan atau hak akademis lainnya tidak boleh berkurang apabila yang bersangkutan menjalani tugas sebagai Komponen Cadangan. Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Penetapan dinas aktif selama 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah dengan mempertimbangkan agar kegiatan sehari-hari Anggota Komponen Cadangan tidak terlalu terganggu. Pelaksanaannya dilakukan tidak secara utuh atau berturut-turut selama 30 (tiga puluh) hari melainkan secara penggal waktu tetapi 26

27 seluruhnya berjumlah 30 (tiga puluh) hari dalam 1 (satu) tahun, meskipun tidak tertutup kemungkinan pada kondisi tertentu dilakukan secara berturut-turut dalam 30 (tiga puluh) hari. Ayat (4) Pasal 27 Yang dimaksud dengan strategi pertahanan adalah perpaduan antara seni dan ilmu dalam menentukan pilihan-pilihan guna mencapai tujuan pertahanan negara. Strategi pertahanan negara disusun berdasarkan 3 (tiga) kaidah penuntun yakni, yang menyangkut sasaran (ends), alat (means), dan cara dan/atau pendekatan (ways); yang menjawab 3 (tiga) pertanyaan penuntun yang mendasar, yaitu apa yang dipertahankan, dengan apa mempertahankan dan bagaimana mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,dan menjamin keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan : Cacat ringan adalah cacat jasmani dan atau rohani ringan dimana yang bersangkutan masih dapat melaksanakan tugas sebagaimana biasa. Cacat sedang adalah cacat jasmani dan atau rohani yang mengakibatkan penyandang cacat tidak mampu lagi menjalani dinas keprajuritan dengan baik namun masih dapat berkarya di luar lingkungan TNI. Cacat berat adalah cacat jasmani dan/atau rohani yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak mampu sama sekali untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan apapun sehingga menjadi beban orang lain. Gugur adalah menemui ajal dalam pertempuran sebagai akibat langsung tindakan lawan. 27

28 Pasal 32 Tewas adalah menemui ajal dalam melaksanakan tugas berdasarkan perintah dinas, bukan akibat tindakan lawan. Dinyatakan hilang dalam tugas adalah bila seorang Anggota Komponen Cadangan yang dalam melaksanakan tugas pertahanan sebagai akibat dari atau diduga diakibatkan oleh tindakan lawan atau karena hal-hal diluar kekuasaannya tidak kembali bergabung dengan kesatuannya. Ayat (2) Pemakaman dengan upacara militer merupakan penghargaan dari negara atas jasa dan pengabdiannya sebagaimana berlaku bagi Prajurit TNI. Ayat (3) Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Yang dimaksud dengan tabiat yang nyata-nyata merugikan adalah seperti tidak disiplin dan tidak punya jiwa korsa. Ayat (3) Pasal 33 Ayat (1) 28

29 Ayat (2) Yang dimaksud dengan diberlakukan sebagaimana Anggota Komponen Cadangan yang gugur adalah bahwa kepada ahli warisnya diberikan hak-hak seperti Anggota Komponen Cadangan yang gugur; apabila yang bersangkutan sudah ada kepastian atas dirinya maka yang bersangkutan diperlakukan sesuai kondisi pada saat ditemukan misalnya meninggal dunia, atau karena alasan yang sah yang bersangkutan tidak dapat bergabung dengan kesatuannya. Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Komponen Cadangan sebagai bagian intergal pertahanan negara merupakan kewenangan pemerintah yang diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut dengan melibatkan seluruh sumber daya nasional dan sarana prasarana nasional, dimana sumber pendanaannya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, namun demikian Komponen Cadangan berkaitan dengan kepentingan daerah, tidak menutup kemungkinan adanya sumber pedanaan lainnya yang sah seperti bantuan/hibah pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. Pasal 38 Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Pasal 41 29

30 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa pertahanan negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA. Jakarta, Agustus 2005 RANCANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA. Jakarta, Agustus 2005 RANCANGAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA Jakarta, Agustus 2005 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN.. TENTANG KOMPONEN CADANGAN

Lebih terperinci

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 4, 1988 (ADMINISTRASI. HANKAM. ABRI. Warga Negara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA)

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA) UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA) Tentang: MOBILISASI DAN DEMOBILISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1997 TENTANG MOBILISASI DAN DEMOBILISASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1997 TENTANG MOBILISASI DAN DEMOBILISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1997 TENTANG MOBILISASI DAN DEMOBILISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN PENDUKUNG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN PENDUKUNG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN PENDUKUNG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa"tiap-tiap warga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3704)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3704) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3704) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1997 TENTANG MOBILISASI DAN DEMOBILISASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

*10197 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 27 TAHUN 1997 (27/1997) TENTANG MOBILISASI DAN DEMOBILISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*10197 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 27 TAHUN 1997 (27/1997) TENTANG MOBILISASI DAN DEMOBILISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI Menimbang: a *10197 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 27 TAHUN 1997 (27/1997) TENTANG MOBILISASI DAN DEMOBILISASI PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pertahanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 31 TAHUN 1981 TENTANG PENGANGKATAN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA YANG TELAH SELESAI MENUNAIKAN MASA DINASNYA MENJADI ANGGOTA CADANGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA PRESIDEN,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGANGKATAN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA YANG TELAH SELESAI MENUNAIKAN MASA DINASNYA MENJADI ANGGOTA CADANGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA (Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1981 Tanggal 5 Oktober

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan nasional Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan nasional Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1493, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tanda Penghargaan. Bela Negara. Pemberian. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 20132013 TENTANG PEMBERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.190, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. Wilayah. Penataan. Penetapan. Perencanaan. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 2009 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA I. UMUM TNI merupakan suatu profesi Warga Negara yang mengaktualisasikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan. No.175, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DEPARTEMEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

P R E S I D E N REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

P R E S I D E N REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA P R E S I D E N REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa usaha pembelaan negara diselenggarakan dengan Sistem

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 2012, No.362 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 1. Latar belakang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2010... TENTANG PENGHASILAN, UANG KEHORMATAN, DAN HAK-HAK LAIN KETUA, WAKIL KETUA, DAN ANGGOTA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf No.1393, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Hukuman Disiplin. Penjatuhan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN

Lebih terperinci

REPUBLIK PRESIDEN. Menimbang: bahwa untuk Ombudsman. Mengingat: Nomor. Nomor. Republik Indonesia. Indonesia. Lembaran Negara Republik

REPUBLIK PRESIDEN. Menimbang: bahwa untuk Ombudsman. Mengingat: Nomor. Nomor. Republik Indonesia. Indonesia. Lembaran Negara Republik www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA VETERAN. Penghargaan. Tanda Kehormatan. Hak. Kewajiban. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5342) UNDANG -UNDANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA FINAL HARMONISASI RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa usaha pembelaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le No.1209, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan bagi Prajurit TNI, WNI Bukan Prajurit TNI, dan WNA. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan yang dilaksanakan oleh prajurit Tentara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2014 PERTAHANAN. Veteran. Tanda Kehormatan Santunan. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5573) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG ASURANSI SOSIAL PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA, ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTHANAN RI NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA

DEPARTEMEN PERTHANAN RI NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DEPARTEMEN PERTHANAN RI NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN Jakarta, Maret 2003 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1988 (2/1988) Tanggal: 1 MARET 1988 (JAKARTA) Sumber: LN 1988/4; TLN NO. 3369 Tentang: Indeks: PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG SANTUNAN DAN TUNJANGAN CACAT PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG SANTUNAN DAN TUNJANGAN CACAT PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG SANTUNAN DAN TUNJANGAN CACAT PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PENGAMANAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, MANTAN PRESIDEN DAN MANTAN WAKIL PRESIDEN BESERTA KELUARGANYA SERTA TAMU NEGARA SETINGKAT KEPALA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENEGAKAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM BAGI ANGGOTA DAN JAJARAN SEKRETARIAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Pertahanan. Komunikasi dan Elektronika. Negara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Pertahanan. Komunikasi dan Elektronika. Negara. No.110, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Pertahanan. Komunikasi dan Elektronika. Negara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM KOMUNIKASI DAN ELEKTRONIKA

Lebih terperinci