HUBUNGAN KADAR TROPONIN-T DENGAN GAMBARAN KLINIS PENDERITA SINDROMA KORONER AKUT ELIAS TARIGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KADAR TROPONIN-T DENGAN GAMBARAN KLINIS PENDERITA SINDROMA KORONER AKUT ELIAS TARIGAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KADAR TROPONIN-T DENGAN GAMBARAN KLINIS PENDERITA SINDROMA KORONER AKUT ELIAS TARIGAN Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara BAB-I PENDAHULUAN Pertanda biokimia dewasa ini dan di masa yang akan datang aka terus mempunyai peran penting pada diagnostik, stratifikasi maupun pengobatan penderita dengan sindroma koroner akut. Penatalaksanaan dengan metode intervensi yang agresif namun rasional diperlukan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian pada sindroma koroner akut. Masalahnya adalah belum sempurnanya petanda yang dapat dipakai dengan mudah namun dapat sepenuhnya dipercaya untuk deteksi dini terjadinya perburukan kejadian koroner pada sindroma koroner akut. Pemeriksaan histopatologis ternyata membuktikan adanya kerusakan minimal pada sel miokard atau mikro infark pada seluruh permukaan miokardium penderita sindroma koroner akut yang mengalami perburukan serangan koroner atau kematian. Kerusakan sel tersebut tidak dapat terlihat sebagai perubahan elektrokardiogram (EKG) ataupun dalam pemeriksaan laboratorium enzim-enzim jantung yang selama ini rutin dikerjakan untuk diagnostik kerusakan miokard suatu sindroma iskemik akut. Akhir-akhir ini telah dikembangkan suatu pertanda biokimiawi yang baru dalam pemeriksaan kerusakan sel miosit otot jantung dengan memantau penglepasan suatu protein kontraktil sel miokard yaitu troponin T akibat disintegrasi sel pada iskemi berat. Penelitian diluar negri menunjukan bahwa troponin T ini mempunyai sensitifitas 97% dan spesifitas 99% dalam deteksi kerusakan sel miokard. Bahkan disebutkan penanda ini dapat mendeteksi kerusakan sel miosit jantung yang sangan minimal (mikro infark), yang mana oleh penanda jantung yang lain, hal ini tidak ditemukan. Sehingga pada keadaan ini dikatakan sensitifitas dan spesitifitas troponin T lebih superior dibandingkan pemeriksaan enzim-enzim jantung lainnya. Penelitian petanda biokimia ini banyak yang berfokus padda diagnosa dini dan juga untuk menilai prognostik, karena jika ditemukan dalam plasma, penanda ini dapat mengenali kelompok pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya serangan jantung baik saat dirawat di rumah sakit (fase akut) maupun sesudah keluar dari rumah sakit. Beberapa penelitian melaporkan dengan pengukuran troponin T, suatu protein yang dilepas dari kerusakan otot jantung, merupaka indikator terbaik yang dapat digunakan untuk menilai penderita yang mempunyai resiko kematian dari serangan jantung (7-11). Penelitian pada pusat kedokteran universitas Duke di Amerika Serikat menyimpulkan pemeriksaan troponin T adalah indikator yang baik dari kerusakan otot jantung, terutama jika dipakai pada penderita yang dengan pemeriksaan CK-MB dan EKG tidak menunjukan suatu kerusakan otot jantung yang nyata. Dari laporan pertama Hamm dkk (1992) tentang penelitian troponin T yang meninggi pada populasi kecil dengan pasien angina pektoris tak stabil, disebutkan bahwa resiko kematian dan infark miokard selama dirawat di rumah sakit sangat meningkat, meskipun diberikan pengobatan yang adekuat. Hal yang sama pada studi FRISC, menyatakan nilai prognostik penderita sindroma koroner akut berhubungan erat dengan kadar absolut troponin T saat 2003 Digitized by USU digital library 1

2 dirawat. Nilai troponin T yang tinggi dalam 24 jam pertama saat dirawat, merupakan petunjuk Yang baik sebagai nilai prognostik bebas (independent). Penelitian substudi Global Use of Stategies to Open Occluded Arteies (GUSTO) IIA pada 801 penderita iskemik miokard akut, membandingkan pemeriksaan troponin T, CK-MB dan EKG yang diperiksa dalam jam saat dirawat. Nila nilai troponin T > 0,1 ng/ml, mempunyai korelasi positif dengan kematian dalam 30 hari (11,8% vs 3,9 %, p<0,01) dibanding dengan CK-MB dan EKG. Studi ini menyimpulkan troponin T adalah penanda prognostik yang baik dibandingkan CK-MB dan EKG. Schuchert A dkk meneliti pada 158 penderita angina pektoris tak stabil, dimana pada 11 penderita hasil toponin T meningkat ( >0,1 ng/ml), 5 dari 11 penderita tersebut meninggal selama perawatandi rumah sakit, sedangkan 6 penderita yang lain meninggal sesudah keluar dari rumah sakit salam 30 hari. Ravkilde dkk meneliti dari 127 pasien sindroma koroner akut, didapati sebanyak 35% kadar troponin T meninggi ( >0,1 ng/ml), dalam 6 bulan kemudian terdapat 22 % penderita yang troponin T meninggi meninggal. Demikian juga oleh Wu dkk dari 131 penderita sindroma koroner akut yang diteliti, 21% troponin T meninggi dalam 1 bulan didapatkan 30% dari troponin T meninggi meninggal. Lindahl dkk dari 976 penderita sindroma koroner akut, 51% nilai troponin T meninggi, dalam 1 bulan kemudian didapatkan 13% dari troponin T meninggi meninggal. Dengan banyaknya penelitian yang telah mempublikasikan tentang penggunaan klinik pemeriksaan troponin T serum dalam mendeteksi kerusakan miokard, baik pada infark miokard akut, angina pektoris tak stabil maupun menilai secara dini keberhasilan reperfusi terapi trombolitik, strarifikasi resiko dan meramalkan serangan jantung serta prediktor prognastik, sehingga pemeriksaan kwalitatif troponin T ini telah disetujui oleh Food and Drug Administration di Amerika untuk digunakan di klinik, dan saat ini telah dikembangkan alat generasi ke II (Troponin-T ELISA) dari alat ini yang dapat memeriksa troponin T secara kwantitaif yang lebih sensitif dari Boehringer Mannheim. Penelitian tentang nilai troponin T dan hubungannya dengan perjalanan klinis penderita sindroma koroner akut belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut di Medan, sehingga para klinisi dapat lebih waspada dan hati-hati pada penatalaksanaan penderita sindroma koroner akut dengan peningkatan nilai troponin T. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Troponin T Otot serat lintang terutama terdiri dari dua tipe miofilamen, yaitu filamen tebal yang mengandung miosin dan filamen tipis yang terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin ( gambar 1). Troponin yang berlokasi pada filamen tipis dan mengatur aktivasi kalsium untuk kontraksi otot secara teratur, merupakan suatu protein kompleks yang terdiri dari 3 subunit dengan struktur dan fungsi yang erbeda, yaitu : 1) Troponin T Troponin I (TnI),3) Troponin C (TnC) Digitized by USU digital library 2

3 Gambar 1. Model filamen tipis otot jantung Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya berbeda dari otot skelet isoform. Demikian pula TnI untuk otot jantung dan dapat dibedakan dari otot skelet lainnya dengan cara imunologik. Sebaiknya TnC ditemukan pada otot jantung dan rangka. Kompleks troponin adalah suatu kelompok yang terdiri dari 3 subunit protein yang berlokasi pada filamen tipis dari apparatus kontraktil, yaitu : 1. Troponin C ( TnC), mengikat kalsium dan bertanggung jawab dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot skelet dan jantung. Berat molekulnya adalah Dalton. 2. Troponin I (TnI) dengan berat molekul Dalton merupakan subunit penghambat yang mencegah kontraksi otot tanpa adanya kalsium dan troponin. 3. Troponin T (TnT) berat molekulnya Dalton bertanggung jawab dalam ikatan kompleks troponin terhadap tropomiosin. Troponin T kardiak, suatu polipeptida yang berlokasi pada filamen tipis merupakan protein kontraktil regular, paa orang sehat TnT tidak dapat dideteksi atau terdeteksi dalam kadar yang sangat rendah, tetapi terdapat dalam sitoplasma miosit jantung sebanyak 6% dan dalam bentuk ikatan sebanyak 94%. Troponin T lokasinya intraseluler, terikat pada kompleks troponin dan untaian molekul tropomision. Kompleks troponin merupakan suatu protein yang mengatur interaksi aktin dan miosin bersama-sama dengan kadar kalsium intra seluler. Pada otot jantung manusia, diperkirakan 6% dari total TnT miokardial ditemukan sebagai larutan pada sitoplasmik ( fraksi bebas), yang mungkin berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis kompleks troponin. TnT yang larut dalam cairan sitosol akan mencapai sirkulasi darah dengan cepat bila terjadi kerusakan miokard, sedangkan TnT yang terikat secara struktural sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu ( degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil. Karena pelepasan TnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar TnT serum pada IMA mempunyai 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh pelepasan TnT dari cairan sitosol dan puncak kedua karena pelepasan TnT yang terikat secara struktural. Sehingga pada kasus IMA, TnT kardiak akan masuk lebih dini kedalam sirkulasi darah dari pada CK-MB sehingga dalam waktu singkat kadarnya dalam darah sudah dapat diukur,s edangkan puncak kedua pelepasan TnT ini berlangsung lebih lama dibanding dengan CK-MB, sehingga disebut jendela diagnostik yang lebih besar dibanding dengan petanda jantung lainnya. Tampaknya pelepasan troponin T beberapa jam setelah infark miokard adalah berasal dari sitoplasma, sehingga akan mencapai sirkulasi darah dengan cepat. Sedangkan pelepasan yang berkepanjangan akibat dari kerusakan strukstur apparatus, sehingga untuk mencapai sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu ( degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil. troponin T 2003 Digitized by USU digital library 3

4 kardiak terdeteksi setelah 3-4 jam sesudah kerusakan miokard dan masih tinggi dalam serum selama 1-2 minggu. Dilaporkan troponin T merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat terutama bila penderita IMA yang disertai dengan kerusakan otot skelet. Pelepasan troponin T sitolitik juga sensitif terhadap perubahan perfusi arteri koroner dan dapat digunakan dalam menilai keberhasilan terapi reperfusi. TnT kardiak merupakan protein spesifik miokard dan dapat dibedakan dari isoformnya yang terdapat pada otot lurik dengan teknik imunologi. Oleh karena itu TnT kardiak dapat digunakan untuk mendeteksi adanya nekrosis miokard pada keadaan dimana terdapat peningkatan CK non kardiak paa cedera lurik FUNGSI TROPONIN T Kompleks troponin menyebabkan aktifasi kalsium untuk kontraksi dan memodulasi fungsi kontraktil otot serat lintang. Oleh sebab itu troponin dan tropomiosin disebut sebagai protein pengatur. Meningkatnya kadar kalsium dalam sitosol dirangsang oleh depolarisasi membran sel akibat penempatan sisi bebas ikatan kalsium pada troponin C. Peningkatan kalsium pada troponin C menimbulkan perubahan pada kompleks troponin, sehingga terjadi pergeseran serat tropomiosin. Perubahan serat tropomiosin menjadi berbalik dan menghadapkan sisi ikatan miosin kearah molekul aktin, menyebabkan molekul dapat berikatan dengan molekul miosin. Gaya elektrostatik menyebabkan bagian kepala molekul miosin miring dan geseran itu menimbulkan kontraksi otot. Bilamana kalsium bebas tidak lagi yang dapat mengikat molekul TnC, maka akan terjadi perubahan bentuk TnC. Hasilnya TnI mengikat aktin dan menghambat aktifasi ATP-ase dari aktin-miosin, sehingga otot relaksasi. Berbagai tipe otot (otot skelet, otot jantung, otot polos) memiliki sifat kontraksi yang berbeda. Sebagian secara genetik ditentukan oleh perbedaan dari struktur beberapa protein kontraktil dan protein pengaturnya. Sebagai contoh, troponin T jantung dan otot skelet berbeda pada komposisi asam aminonya sehingga dapat dibedakan secara imunologi. Perkembangan saat ini memungkinkan dilakukannya suatu pemeriksaan imunologi untuk mengatur kadar troponin T dalam plasma yang spesifik untuk jantung PENGLEPASAN TROPONIN T Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang reversible atau irreversible ( berupa kematian sel). Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan terakhir hilangnya integritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transport vesikular. Setelah itu terjadi difusi bebas dari isi sel kedalam interstisium yang dimungkinkan oleh pecahnya seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intra sel disebabkan proses glikolisis sehingga menurunkan ph yang diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan ph bersama-sama dengan aktifasi enzim proteolitik mengakibatkan terjadinya disintegrasi struktur intra seluler dan degradasi protein yang struktural terikat. Implikasi klinisnya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, TnT dan CK-MB dari sitoplasma dilepas kedalam aliran darah. Lamanya kira-kira 30 jam terus menerus sampai persediaan TnT sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan 2003 Digitized by USU digital library 4

5 terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar TnT yang terikat ke dalam darah. Masa pelepasan TnT ini berlangsung jam, lalu perlahan-lahan turun (2,27,28,40) SENSITIFITAS DAN SPESIFITAS PEMERIKSAAN TROPONIN T Wu dkk paa evaluasi klinik multisenter dalam menilai diagnosa infark miokard akut, melaporkan bahwa sensitifitas troponin T bervariasi menurut lamanya onset nyeri dada, sebagai tertera pada label 1. Antman dkk mendapatkan sensitifitas pemeriksaan troponin T meningkat secara bermakna antara 0-2 jam dan > 8 jam setelah onset nyeri dada. Hasil sensitifitas dan spesitifitas pemeriksaan troponin T meningkat secara bermakna antara 0-2 jam dan > 8 jam setelah onset nyeri dada, dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 1. Sensitifitas pemeriksaan troponin T bervariasi dibanding CKMB menurut lamanya onset nyeri dada. Onset nyeri dada ( Jam) > 96 TnT 55% 97% 100% 100% 100% 100% CKMB 37% 97% 97% 97% 56% 88% Tabel 2. Sensitifitas dan spesitifitas pemeriksaan troponin T menurut lamanya onset nyeri dada. Onset nyeri dada ( Jam) 0-2 >2 4 >4 8 >8 TnT 55% 97% 100% 100% CKMB 37% 97% 97% 97% Perbandingan antara troponin T dengan petanda lainnya dalam mendeteksi kerusakan otot jantung dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Perbandingan troponin T dengan petanda lain. Petanda Saat mulai Keuntungan Kekurangan dilepas Mioglobulin 2 jam Sangat dini Tidak spesifik, jendela waktunya pendek CKMB 4-6 jam Dini Tidak spesifik, jendela waktunya pendek Troponin T 3-4 jam Spesifik untuk jantung, Pelepasan bifasik, Sebagai petanda dini 1.2. SINDROMA KORONER AKUT Defnisi Sindroma koroner akut adalah suatu peralihan (spektrum) manifestasi dari penyakit jantung iskemik meliputi angina tak stabil hingga infark miokard akut (IMA) dengan gelombang Q atau pun tanda gelombang Q (Gambar 2) Patofisiologi sindroma koroner akut Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang progresif dengan bermacam tampilan klinis, dari yang asimtomatis, angina stabil maupun sindroma koroner akut, sampai kematian jantung mendadak (13). Hasil pengamatan patologis, 2003 Digitized by USU digital library 5

6 angiokopis dan biologis menunjukan adanya perbedaan gejala klinik antara angina tak stabil dan infard miokard, disebabkan mekanisme patifisiologi yang mendasarinya yakni ruptur aterosklerosis, dengan derajat trombosis yang berbedabeda dan ada tidaknya embolisasi distal (7,43). Pada definisi yang diperluas, sindroma koroner akut meliputi The Continuum of Acute Coronary Syndromes Mycardial Ischemia Stable angina Unsable angina Non Q-Wave Ml Q-Wave Ml Currently undetected Non Q -Wave Ml Ischemic Cell Injury Reversible Small Area Ireversible Large Area Gambar 2. Continuum dari sindroma koroner akut Juga semua penderita dengan kejadian awal yang menuju keparahan angina. Walaupun studi Framingham menunjukan bahwa angina tak stabil hanya terdapat pada 10% kasus yang merupakan manifestasi awal dari penyakit arteri koroner diluar miokard infark, tetapi umumnya penderita mengalami suatu siklus atau perubahan pola nyeri dada, dan hanya jumlah kecil yang memerlukan perhatian maupun perawatan di rumah sakit. Diagosis angina tak stabil tidak memerlukan perubahan EKG, biarpun adanya perubahan ini akan meningkatkan spesifisitas diagnosis dan menunjukan prognosis yang jelek ( klasifikasi Braunwald). Kejadian penyakit jantung koroner meliputi dua tahap yang berbeda. Tahap pertama terdiri dari suatu periode awal asimtomatik, dimana terbentuk plak aterosklerotik non obstruktif, dan progresi lebih lanjut tergantung pada faktor resiko. Tahaop kedua terjadi trombogenesis dengan cepat dikarenakan koyaknya plak yang mengeluarkan kontituennya yang bersifat trombogenik, seperti kolagen dan tromboplastin jaringan yang menstimulasi agregasi trombosit, pembentukan fibrin, dan perkembangan terjadinya trombus yang oklusif. Hasil akhir dari robeknya plak tergantung pada keseimbangan hemostatis. Keseimbangan hemostatis ini merupakan suatu interaksi yang kompleks antara dinamika aliran darah, komponen dinding pembuluh darah, trombosit dan protein plasma, begitu juga dengan faktor-faktor regulasi pada trombosit, sistem koagulasi dan sistem fibrinolisis. Kejadian trombosis pada penyakit jantung aterosklerosis dipengaruhi dan distimulasi oleh beberapa faktor seperti : 1). Disfungsi endotel, 2). Hiperaktifitas trombosit, 3). Peningkatan aktifitas prokoagulan, dan 4). Gabungan kapasitas fibrinolisis Struktur Plak Pada mulanya telah disepakati bahwa terjadinya sindroma koroner akut oleh karena adanya penutupan yang tiba-tiba dari aliran darah koroner yang aterosklerotik yang kemudian mengakibatkan kekurangan oksigen di otot jantung dan akibatnya terjadi jaringan iskemi sampai jaringan nekrosis. Luas tidaknya jaringan nekrosis yang terjadi mempengaruhi harapan hidup penderita sindroma koroner akut. Pada saat itu diperkirakan semakin besar ateroma yang ada di 2003 Digitized by USU digital library 6

7 pembuluh darah semakin mudah menyebabkan sindroma koroner akut, akan tetapi ternyata pada penelitian dibuktikan bahwa justru pada stenosis yang ringan dan sedang lebih banyak terjadi sindroma koroner akut dan hal ini diduga oleh karena pecahnya ateroma tersebut ( ruptur plak) Plak aterosklerosis yang sudah matang terdiri dari bermacam-macam yaitu : lipid core atau gumpalan lipid, gumpalan lipid ini terdiri dari sel-sel makrofag yang mengandung lipid di dalamnya, dan lipoprotein yang terjebak di dalam subendotelial maupun ruang ekstra sel. Di dalam bungkah lipid tersebut konsistensinya lunak, selselnya jarang ( hiposeluler) dan juga terdapat gumpalan kolesterol ester ( yang berkonsistensi lunak) dan kristal kolesterol yang berkonsistensi agak keras. Kemudian gumpalan lipid ini diselimuti oleh suatu kap yang terdiri dari matriks jaringan ikat. Bila gumpalan lipid tersebut dominan dengan kap tipis, maka ateroma tersebut disebut sebagai plak yang stabil. Sebaliknya bila gumpalan lipid leih padat dengan kap yang kuat dan tebal disebut sebagai plak stabil. Maka bila dicermati, terdapat dua macam plak yaitu yang stabil dan plak yang tidak stabil Ruptur Plak Ruptur plak ditemukan pada 56 %-95% sindroma koroner akut, Forrester yang memeriksa dengan angioskopis intraoperatif mendapatkan 95% sindroma koroner akut ditemukan adanya ruptur plak (49). Tidak semua plak yang terjadi pada proses aterogenesis menjadi plak yang tidak stabil, hal tersebut tergantung dari bentuknya kap dan gumpalan lipid yang ada, dan proses yang mendasarinya, dan hal ini sangat berhubungan dengan tampilan klinis. Menurut American Heart Association, tipe plak dihubungkan dengan tampilan klinis dapat dibagi menjadi 5 tipe yaitu (50) : 1. Tipe 1 : Penebalan tunika intima, makrofag, isolated foam cell, pada fase ini tampilan klinisnya asimptomatik. 2. Tipe 2 : Fatty streak, terdapat akumulasi lipid intra sel dan infiltrasi makrofag serta otot polos, fase ini juga masih asimptomatik. 3. Tipe 3 : masih seperti diatas tetapi disertai pula dengan lipid ekstra sel dan deposisi jaringan ikat, juga masih asimptomatik. 4. Tipe 4 : Ateroma terdapat gumpalan lipid pada tunika intima, sel inflamasi mulai infiltrasi diikuti dengan makrofag, sel busa, da sel T, biasanya tampilan klinis pada fase ini asimptomatik, namun bisa juga angina stabil. 5. Tipe 5a : Seperti tipe 4 disertai denganlapisan jaringan fibrous, tampilan klinis masih seperti tipe 4. Tipe 5b : Ateroma dengan klasifikasi berat di dalam core atau lesinya, tampilan klinis apa fase ini adalah anginastabil. Tipe 5c :Fibrous-ateroma dengan trombus mural dengan komponen lipid yang minimal, tampilan klinisnya masih seperti 5 b. 6. Tipe 6 : Complicated lesion, terjadi ruptur plak tipe 4 dan 5 dengan hemorhagi intra mural dan mulainya proses trombogenesis insitu. Tampilan klinis dari fase adalah suatu keadaan yang disebut sindroma koroner akut. Faktor-faktor yang mempengaruhi instabilitas dan ruptur plak (45) : Faktor Eksternal : 1. Sistemik : Lingkungan internal/faktor farmakologik. 2. Faktor intrinsik dari plak : besarnya plak, lokasi plak, kepadatan lipid dan ketebalan kap yang menyelimuti plak Digitized by USU digital library 7

8 Faktor Internal : 1. Aktifitas sel inflmasi 2. Infeksi 3. Disfungsi endotel 4. Proliferasi sel otot polos Evaluasi dari plak yang stabil menjadi tidak stabil melalui 5 tahap yaitu : aktifasi endotel, kemudian LDL masuk ke dalam sel dan teroksidasi, kemudian memacu produksi sitokin dan protease ( MMP expression), sehingga menyebabkan rupturnya plak. Lima puluh persen dari timbulnya sindroma koroner akut, biasanya didahului oleh faktor pencetus seperti : yang berhubungan dengan aktifitas saraf simpatis sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba, peningkatan aliran darah koroner, peningkatan kontraktilitas otot jantung, latihan fisik berat, stress emosional dan lain sebagainya TROMBOSIS PLAK Lebih dari 75% trombus yang ditemukan di sindroma koroner akut, terletak ditempat dimana plak menglamai ruptur. Bila plak yang tidak stabil mendapat pencetus, makka kap yang tipis tersebut akan koyak dan kemudian berlangsunglah proses selanjutnya berupa pembentukan trombus yang dimulai dari fisura atau robekan kap tadi. Mula-mula terjadi akumulasi trombosit ditempat koyakan, kemudian ditambah dengan adanya fibrin, membentuk gumpalan dini yang disebut white clot yang secara langsung berusaha menutupi semua permukaan yang robek tadi. Kemudian datanglah eritrosit untuk menutupi seluruh white clot. Didalam komponen plak, gumpalan lipid memiliki efek trombogenisitas yang paling kuat, hal ini disebabkan oleh karena pengaruh adanya faktor jaringan, dimana faktor jaringan ini mengaktifkan faktor IX dab X bersama membentuk trombin. Sedangkan faktor yang mempengaruhi respons trombogenesis ditempat kap yang terkoyak tadi adalah : 1. Substrat trombogenik yang memang selalu berada di tempat tersebut. 2. Iregularitas permukaan plak dan sempitnya stenosis ; semakin tajam lengkungan kap stenosis dan semakin iregular, maka semakin mudah terjadi proses trombogenesis tersebut. 3. Keseimbangan trombotik-trombotik faktor trombogenik misalnya hiperagregabilitas, hiperkoagulabilitas dan menurunnya fibrinolisis meningkatkan resiko terjadinya trombus pada sindroma koroner akut STRATIFIKASI RESIKO Penentuan penyakit jantung koroner ditentukan dari gambaran klinis, EKG, riwayat penyakit, kadar troponin serta faktor resiko terjadinya arterosklerosis. Perubahan EKG merupakan pelengkap dari riwayat penyakit dan gejala klinis dan masih menjadi suatu proses stratifikasi penting dari sindroma koroner akut. Bila memungkinkan perekaman EKG dilakukan saat nyeri dada timbul. Gambaran EKG yang normal yang normal pada saat episode nyeri dada merupakan dasar kuat untuk menyatakan gejala yang tidak spesifik oleh sebab kardiak, sememtara perubahan dinamis dari segmen ST dan gelombang T yang inversi sangat mendukung diagnosa angina tak stabil atau non Q wave infark miokard. Gelombang T yang inversi dan isolated relatif ringan dan prognosenya baik dibanding dengan perubahan segmen ST. saat ini dapat dinyatakan bahwa EKG inisial tidak hanya memprediksikan perjalanan jangka pendek tetapi depresi segmen ST juga menunjukan menandai kelompok resiko tinggi pada waktu yang lama (55). Konsentrasi serum troponin T dan I merupakan indikator peningkatan resiko baik secara independen maupun merupakan pendukung dari perubahan EKG. Tanpa memperdulikan perubahan EKG penderita dengan perubahan serum troponin 2003 Digitized by USU digital library 8

9 mempunyai resiko lebih tinggi dibanding dengan yang normal. Disadari bahwa terdapat perbedaan waktu selama 2-4 jam setelah muncul gejala baru dapat dideteksi perubahan serum troponin dan mencapai puncaknya pada jam kemudian. Peningkatan troponin ini merupakan indikator untuk komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Selanjutnya dengan dasar informasi diatas penetapan diagnosis angina yang stabil dapat dilakukan stratifikasi penderita dalam tiga kelompok yaitu kelompok resiko rendah, sedang dan tinggi ( tabel 4). Stratifikasi resiko ini merupakan proses yang berkesimbungan selama perawatan penderita pada fase akut termasuk evaluasi riwayat penyakit sekarang, penyakit terdahulu dan gambaran EKG. Pemeriksaan serum kardiak secara diagnostik sangat diperlukan dans sesuai dengan guidelines 1994 merekomendasikan bahwa baik kadar CK dan CK-MB diperiksa paa waktu dan setiap 6 sampai 8 jam dan seterusnya paa 24 jam. guidelines 1994 belum merekomendasikan pemeriksaan troponin secara rutin untuk deteksi kerusakan miokard. Sejak itu berbagai studi telah menunjukan bahwa peningkatan kaar troponin T dan I berhubungan dengan dampak buruk dari penderita sindroma koroner akut ANGINA PEKTORIS TAK STABIL (APTS) APTS merupakan manifestasi akut dari penyakit arteri koroner yang spektrum kliniknya terletak antara angina stabil dan infark miokard akut ( IMA). Pusat statistik kesehatan AS tahun 1998 melaporkan bahwa lebih dari 1 jura pasien APTS dirawat di rumah sakit setiap tahunnya, 6-8% di antara mengalami infark miokard non fatal atau meninggal dalam satu tahun pertama setelah didiagnosis. APTS umumnya disebabkan oleh distrupsi plak aterosklerotik yang kemudian diikuti oleh agregasi trombosit, pembentukan trombus dan penurunan aliran darah koroner (60). Spektrum klinik dari APTS sangat heterogen, oleh karena itu Braunwald mengelompokan APTS berdasarkan beratnya manifestasi klinis, keadaan klinis saat masuk APTS dan ada atau tidaknya tanda-tanda episode iskemik ( tabel 5). Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi saat masuk rumah sakit serta pengukuran petanda biokimiawi. Tabel 4. Stratifikasi sindroma koroner akut. Kelompok Resiko Gambaran penderita Tinggi Nyeri dada yang berkepanjangan (>20menit) Edema paru yang berhubungan dengan iskemia Angina at rest dengan perubahan ST segmen >1 mm Angina dengan mitral insuff yang baru atau memburuk Angina dengan S3 atau ronki baru atau memburuk Angina dengan hipotensi Peningkatan kadar troponin T atau I Sedang Rest angina yg lama (>20 menit) dengan kecendrungan PJK yang sedang maupun berat. Resting angina (>20 menit atau berkurang dengan nitrogliserin sublingual ). Nocturnal angina Angina dengan perubahan gelombang T Onset baru dari angina CCSC II atau IV dalam waktu 2 minggu terakhir dengan kecendrungan PJK. Q patologis atau depresi segmen ST <1 mm pada multiple lead ( anterior, inferior, lateral). Usia > 65 tahun 2003 Digitized by USU digital library 9

10 Rendah Adanya peningkatan angina baik dalam frekuensi, berat dan lamanya. Angina yang tercetus dengan treshold rendah. Onset baru dari angina dengan waktu 2 minggu sampai 2 bulan sebelum terjadi. EKG normal atau tidak berubah Tabel 5. Klasifikasi angina pektoris tak stabil BERATNYA PENYAKIT Kelas I : Onset baru, berat atau adanya akselerasi angina Angina dengan durasi kurang dari 2 bulan, berat atau terjadi 3 kali atau Lebih dalam 1 hari, angina yg secara nyata lebih sering dan dipressipitasi Oleh aktifitas ringan. Tidak ada nyeri saat istirahat dalam 2 bulan terakhir. Kelas II : Angina saat istirahat, Sub akut. Pasien dengan episode angina saat istirahat 1 kali atau lebih dalam 1 bulan yang lalu, tetapi bukan dalam 24 jam terakhir. Kelas III : Angina saat istirahat, Akut. Episode angina 1 kali atau lebih dalam 48 jam terakhir. KEADAAN KLINIS Kelas A : APTS sekunder. Kelas B : APTS Primer. Kelas C : APTS paska infark ( 2 minggi setelah infark) PERANAN PEMERIKSAAN TROMPONIN T (TnT) PADA APTS Nilai diagnostik pemeriksaan TnT pada APTS TnT adalah protein pengatur kontraktil jantung dan secara normal kadarnya tidak terdeteksi dalam sirkulasi darah. TnT baru terdeteksi jika terjadi kerusakan sel miokard, sehingga merupakan petanda kerusakan miokard yang sensitif dan spesifik. Pemeriksaan TnT dapat membantu menegakkan diagnosa Angina Pektoris Tak Stabil (62,64). Rottbauer W dkk (64) meneliti infark kecil akut atau kerusakan miokard minor, dan didapatkan hasil bahwa penderita angina pektoris tak stabil 30% menunjukan kenaikan kadar TnT walaupun tidak terjadi IMA ( pemeriksaan enzim jantung dan EKG tidak menyokong) Seino Yoshihiko dkk (66) pada penelitiannya tentang kerusakan miokard minor pada 22 penderita angina pektoris tak stabil kelas III yang diukur setiap 2-12 jam selama 2-4 hari sejak dirawat di ICCU menyimpulkan bahwa TnT merupakan petanda yang paling sensitif untuk mengindentifikasikan kerusakan sel jantung dibandingkan dengan CK, CKMB, mioglobulin dan myosin chain light 1. bakker AJ (67) mendapatkan 37% penderita angina pektoris tak stabil mengalami kenaikan kadar TnT. Efthymiadis A dkk 968) mendapatkan kadar CKMB, SGOT.LDH, dan TnT selalu normal Nilai Prognostik Pemeriksaan Troponin T Pada APTS Peningkatan kadar TnT merupakan faktor prediksi yang kuat meningkatnya mortalitas (24). Gokhan, Gok dan Kaptanoglu (69) mendapatkan 34% penderita angina akut saat istirahat mengalamai kenaikan kadar TnT dan setengahnya berkembang menjadi IMA. Sedangkan pada 50% penderita IMA tersebut meninggal dalam perawatan. Sementara penderita angina akut saat istirahat dengan kadar TnT yang tidak terukur hanya 4,1% yang berkembang menjadi IMA. Hamm CW dkk (63) melaporkan penelitian terhadap 109 orang penderita angina pektoris yang stabil yang dilihat kadar CK, CKMB, dan troponin T setiap 8 jam selama 2 hari setelah 2003 Digitized by USU digital library 10

11 dirawat, troponin T dapat terdeteksi rata-rata pada kadar 0,78 ng/ml pada 39% penderita angina akut saat istirahat. Hanya 3 dari penderita tersebut mengalami peningkatan CK-MB. Dari 33 penderita yang troponin T meninggi, 30% mengalami infark miokard. Sebaliknya hanya 1 dari 51 penderita angina saat istirahat dengan troponin T negatif yang berkembang menjadi IMA. Penilaian resiko pada saat awal sangant diperlukan pada penderita dengan penyakit koroner tak stabil, misalnya APTS. Beberapa penelitian dengan jumlah sampel yang sedikit telah menunjukan bahwa penderita APTS dengan peningkatan kadar TnT mempunyai prognosis jangka pendek maupun jangka panjangyang buruk. Bertil Lindahl dkk dalam kelompok studi FRISC meneliti 976 penderita APTS dan menemukan adannya peningkatan resiko serangan jantung jika terjadi peningkatan nilai troponin T pada 24 jam pertama. Jika kadar troponin T kurang dari 0,06 ng/ml mempunyai resiko rendah (4,3%) ; 0,06-0,18 ng/ml mempunyai resiko sedang (10,5%) dan jika lebih dari 0,18 ng/ml mempunyai resiko tinggi untuk menadi IMA atau kematian penyakit jantung. Penelitian ini menunjukan bahwa nilai troponin T maksimal pada 24 jam pertama dapat disajikan sebagai petunjuk prognostik bebas dan penting. Stubbs dkk juga mendapatkan hasil yang sama, dari 460 penderita nyeri dada dan diikuti selama rata-rata 3 tahun, 183 penderita terbukti APTS. Sebanyak 34% penderita APTS tersebut mempunyai troponin T positif, dan secara bermakna kematian jantung dan IMA berbeda dari yang troponin T nya negatif INFARK MIOKARD AKUT Morfologi aterosklerosis koroner Aterosklerosis adalah suatu bentuk aterosklerosis yang terutama mengenai lapisan intima dan umumnya terjadi pada arteri muskuler ukuran besar dan sedang serta merupakan kelainan yang mendasari penyakit jantung iskemik. Kerusakan vaskuler dan pembentukan trombus merupakan kunci dari proses dan progresifitas aterosklerosis serta patogenesis sindrom koroner akut. Kerusakan vaskuler dimaksud di klarifikasikan atas 3 tipe, yaitu Tipe 1 bila terjadi gangguan fungsi sel endotel tetapi tanpa terjadi perubahan substansi morfologi, tipe 2 terjadi kerusakan endotel dan intima dengan lamina interna elastik yang masih utuh dan tipe 3 kerusakan endotel dengan intima & media (45) Lesi dini Adanya perubahan ultrastruktur yang terjadi pada aterosklerosis spontan, khususnya lesi dini telah dilaporkan oleh Stary. Pada penelitian otopsi dari artei koroner dan aorta pada orang-orang usia muda telah ditemukan adanya evolusi secara mikroskopis dari aterosklerosis. Hal ini akibat adanya kerusakan vaskuler tipe 1 berupa kerusakan sel endotel yang diakibatkan gangguan aliran darah atau faktor lainnya sehingga makrofag atau sel busa ditemukan dalam intima, yang merupakan tanda dini penumpukan lipid ( Stary I). oleh Stary lesi ini di klarifikasikan atas : Stary I bila ditemukan adanya makrofag ataus sel busa dalam intima, Stary II bila ditemukan juga sel-sel otot polos yang mengandung lipid dan tersebarnya lipid ektraseluler, Stary III tampak adanya inti lipid ekstra seluler yang multipel sedangkan Stary IV bila adanya ateroma (50) Progresi aterosklerosis Lesi dini aterosklerosis lebih cepat mengalami progresi pada mereka dengan berbagai faktor resiko koroner. Pada beberapa plak dapat terjadi progresi secara lambat, tetapi ada juga yang cepat.adanya fisura minor yang terjadi pada lapisan lemak atau plak ateroma akan diikuti dengan pembentukan trombus da 2003 Digitized by USU digital library 11

12 terjadinya fibrosis. Selanjutnya bila terjadi fisura plak yang dalam atau ulseri maka dapat terjadi oklusi trombus dan timbul sindrom koroner akut Patofisiologi iskemi dann infark miokard IMA adalah kematian otot jantung akibat suplai oksigen yang tidak mencukupi (tidak adekuat) dalam waktu yang cukup lama. Pada umumnya terjadi oklusi trombosis pada arteri koroner mengalami plak ateromatoes. Trombosis merupakan faktor utama terjadinya iskemi akut baik pada angina pektoris tak stabil maupun IMA. IMA merupakan keadaan berat yang terjadi akibat oklusi mendadak pembuluh koroner atau pun cabangnya yang mengalami skerosis. Oklusi tersebut biasanya disebabkan oleh adanya perubahan pada plak ateroma yang menyebabkan tertutupnya lumen arteri koronaria secara mendadak (70,71). Keberhasilan terapi trombolitik sangat me ndukung anggapan tersebut, walaupun dikatakan bahwa trombosit bukan satu-satunya faktor yang berperan dalam terjadinya IMA ( 29). Dilaporkan bahwa hampir 90% penderita IMA transmural (5-10%) sulit dibuktikan adanya trombus sebagai penyebabnya dan pada keadaan ini spasme arteri koroner terlibat di dalamnya (71). Patofisiologi IMA nontransmural ( subendokardial) belum banyak diketahui, atau adanya trombosis pada arteri koroner kecil yang telah mengalami aterosklerosis berat. Selain itu dapat pula diakibatkan adanya spasme koroner. Patogenesis terjadinya trombosis melibatkan banyak faktor, antara lain vasoplasme akibat hilangnya endothelium dependent dilator mechanism pada aterosklerosis. Demikian pula menurunnya sintesis faktor-faktor endoterial yang beraksi sebagai antikoagulan seperti tisue plasmibogen activator dan prostasiklin paa aterosklerosis, juga ikut berperan dalam terbentuknya trombosis. Juga berbagai penelitian klinik telah memperlihatkan adanya hubungan antara lipoprotein dan trombosis. Terjadinya oklusi koroner selama 20 menit akan diikuti dengan terjadinya nekrosis miokard ( Infark Miokard). Adanya nekrosis miosit akan menyebabkan kehilangan intergitas membran sel dan makromolekul intraselluler akan berdifusi ke dalam jaringan interstitial miokard dan selanjutnya akan masuk ke dalam mikrovakskuler dan limfatik kardiak. Perubahan morfologi akan terjadi dalam 12 jam pertama setelah infark miokard berupa inflamasi dan infiltrasi seluler, kemudian setelah 24 jam daerah infark akan nampak pucat atau kekuningan dengan batas yang jelas, yang pada pemeriksaan histologik ditemukan adanya infiltrasi lekosit APLIKASI KLINIK PEMERIKSAAN TROPONIN T PADA IMA Langkah pertama dalam diagnosis IMA adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik, selanjutnya dikomfirmasikan dengan pemeriksaan EKG dan serum CK isoenzim. Tapi pemeriksaan serum CK isoenzim ini dapat digunakan untuk diagnosis IMA jika tanpa disertai kerusakan otot skelet. Temuan EKG pada penderita dengan dugaan IMA sering tidaknya membantu, namun elekrokardiogram yang tidak spesifik dapat ditemukan palig sedikit pada 8% dari seluruh IMA dan indeterminate pada 12% penderita, terutama karena adanya kelainan left bundle branch block (LBBB) atau gelombang ST-T non spesifik. Untuk mendiagnosis suatu IMA dapat dilakaukan pemeriksaan enzim jantung sitolitik. Keuntungan dari pemakaian protein jantung miofibril sebagai cardio spesific isoform, konsentrasinya intraseluler yang tinggi dan pelepasannya secara kontinyu dari miokard yang mengalami infark (5,30,38,72,73). Hamm dkk (23) pertama kali membandingkan nilai troponin T (+) ( cut off 0,2 ng/ml) dengan CKMB paa pasien sindrom koroner akut dan mengikutinya adanya serangan jantung seperti kematian, IMA atau perlunya segera revaskulerisasi dan 2003 Digitized by USU digital library 12

13 menyimpulkan troponin T (+) merupakan petanda yang sensitif untuk miokard infark dari pada CKMB. Troponin adalah merupakan kompleks tropomiosin yaitu kelompok protein pada otot jantung, kompleks tersebut diperlukan dalam prosesaktivasi filamen tipis otot jantung yang terjadi selama kontraksi otot, sehingg dapat dibedakan dengan otot rangka jika dibanding dengan CKMB, dengan pemeriksaan ini TnT ini diagnostik menjadi lebih efektif pada rusaknya otot jantung minimal yang irreversible. Pada IMA, TnT dalam serum mulai meningkat dalam 1 sampai 10 jam (median 4 jam) setelah serangan IMA dan pada beberapa penderita yang tidak diperiksa pada permulaan infark (5,24,74) Bekker dkk (67) mendapat sensitifitas troponin T adalah 74% sedangkan spesifitasnya 84% pada 6 jam sesudah nyeri dada pada IMA. Lee dkk (24) mendapatkan sensitifitas troponin T 87% dan spesifitas 84% sesudah 8 jam dari gejala nyeri dada. Katus dkk (5) mendapatkan spesifitas dan sensitifitasnya 89% pada pasien IMA dengan bersamaan ( superimposed) kerusakan otot rangka dibanding dengan CKMB hanya 63%. Perkembangan terakhir init tampaknya lebih ideal dalam mengatasi kekurang tepatan diagnosa infark yang tradisional. Studi FRISC melakukan penelitian pada penderita dengan gejala yang spesifik untuk IMA dan hasil pemeriksaan ctnt (+) dalam 24 jam, mereka menyimpulkan dengan troponin T (+) merupakan prediktor bebas untuk resiko kematian jangka pendek dan serangan jantung meningkat. Hamm dkk meneliti pada 315 penderita sindrom koroner akut dengan troponin T (+) pada 22% pasien dan jumlah kematian dalam 30 hari pada troponin T (+) mencapai 22%. Studi TRIM pada 516 penderita sindrom koroner akut dengan troponin T (+) pada 48% pasien, jumlah kematian dalam 30 hari mencapai 11%. Studi FRISC I pada 823 pasein sindrom koroner akut dengan troponin T (+) pada 66% penderita, jumlah kematian dalam 5 bulan mencapai 16,7%. Demikian juga oleh Ottani dkk pada 74 penderita sindrome koroner akut dengan troponin T (+) pada 24 % penderita, jumlah kematian selama follow up 30 hari mencapai 17% dari troponin T (+) NILAI PROGNOSTIK PEMERIKSAAN TROPONIN T PADA IMA Pada IMA pola troponin T muncul dalam darah bergantung pada lamanya sumbatan vaskuler dan kadar troponin dalam darah bergantung pada jumlah kerusakan yang terjadi. Kadar troponin T awal pada waktu pertama kali diperiksa mempunyai nilai prognostik pada penderita IMA (5). Stubbs dkk (75) mengikuti 240 penderita IMA selama rata-rata 3 tahun dan mendapatkan kesimpulan bahwa kadar troponin T 0,2 ng/ml atau lebih mempunyai resiko untuk IMA berulang atau bahkan kematian lebih tinggi. Ohman dkk (15) meneliti 855 penderita IMA yang datang kurang dari 12 jam sejak nyeri dada, dan mendapatkan hasil bahwa troponin T merupakan variabel kematian kurang dari 30 hari yang terkuat dan diikuti oleh EKG serta CK-MB. Wu dkk (35) secara meta-analisis mendapatkan bahwa konsentrasi troponin T yang abnormal berkaitan dengan peningkatan resiko prognosis yang buruk dibanding dengan jika kadarnya normal. Troponin T merupakan petanda faktor resiko bebas yang kuat pada penderita IMA Digitized by USU digital library 13

14 BAB III PENELITIAN SENDIRI 3.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN : Dewasa ini petanda biokimia untuk menilai kerusakan sel otot jantung pada penderita sindrom koroner akut semakin berkembang. Sindrom koroner akut merefleksikan proses fisiologis dari iskemia miokard akut, dan lebih penting dari sudut pandang klinik, merupakan suatu continuum (proses berkelanjutan) resiko bagi penderita dengan nyeri dada. Selama tiga dasa warsa terakhir, iskemia miokard akut ditentukan sebagai penderita infark miokard atau non infark miokard, berdasarkan kriteria badan kesehatan dunia (WHO), dimana diagnosis infark miokard ditegakkan dengan adanya dua dari tiga kriteria : gejala klinis & nyeri dada yang menjurus ke miokard infark, perubahan elektrokardiografi (EKG), dan parameter biokimiawi ( misalnya peningkatan CK-MB). Pada kriteria pertama, pengamatan seksama pada gejala klinik merupakan hal yang sangat penting, namun dari data statistik, gejala tidak spesifik terdapat pada sepertiga penderita, terutama pada penderita diabetes dan usia lanjut, yang umumnya menunjukan gejala iskemia ayng tiddak khas. Kriteria kedua, yaitu adanya perubahan pada EKG, merupakan piranti diagnosis infark miokard yang penting, disamping untuk menentukan terapi trombolitik. Namun demikian, EKG mempunyai sensitifitas yang rendah, hanya sekitar 50%. Kriteria ketiga adanya peningkatan pada parameter biokimia, yang pada masa lalu digunakan aktifitas enzim CK-MB sebagai baku emas enzim tetapi karena keterbatasan spesifisitas, telah dicoba untuk memakai petanda biokimiawi yang lain seperti mioglobin, troponin. Peningkatan troponin T dalam plasma merupakan petanda spesifik untuk kerusakan sel otot jantung dan lebih sensitif dari pada pemeriksaan konvensional CK dan CK-MB. Mengapa peningkatan troponin T merupakan faktor prognostik yang kuat dalam kasus-kasus sindroma koroner akut? Banyak data menduga bahwa pasien-pasien dengan peningkatan sedikit nilai troponin T, dibanding dengan troponin T yang tidak meninggi, didapati jumlah yang besar dari trombus koroner, lesi yang kompleks dan terganggunya aliran arteri koroner, mengikuti sistim trombosis pada penelitian sindroma koroner akut. Rao dkk (76) meneliti pada 50 penderita infark miokard akut dengan peningkatan troponin T (>0,1 ng/ml) dan diukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dengan ekokardiografi atau radionuclide left ventriculography ( kardiologi nuklir). Kesimpulannya bahwa pasien infark miokard akut dengan troponin T >2,8 ng/ml merupakan sebagai prediktor sudah terjadi penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri ( <40%) setelah serangan pertama troponin infark miokard akut. Heeschen C dkk (77) meneliti 853 penderita APTS dengan troponin T meninggi hanya pada 30,9% penderita. Ke mudian dilakukan angiografi pada penderita dengan troponin T yang meninggi dan negatif. Ternyata didapatkan 72% mengalami lesi yang kompleks pada troponin T yang meninggi dibanding dengan 53,9% pada troponin negatif (p<0,001) American Heart Association (AHA) memperkirakan 1,5 juta penduduk Amerika mengalami serangan jantung setiap tahunnya dan kira-kira dari kasus tersebut dikeluarkan dari rumah sakit karena tidak diketahui diagnosanya, dan kirakira 25% sering meninggal selama 24 jam pertama dan sebagian dari kasus ini diagnosanya tidak terdeteksi (56). Angka kematian dan komplikasi dari penderita ini mewakili > 20% kejadian malpraktek pada kedokteran gawat darurat. Jelas bahwa diperlukan petanda biokimiawi sebagian piranti diagnosis dan menilai beratnya kerusakan sel otot jantung pada penderita dengan nyeri dada akut, sehingga para klinisi juga akan meningkatkan kewaspadaan dalam manajemen pelayanan bagi penderita dengan lebih baik, yang akhirnya dapat menurunkan mortalitas Digitized by USU digital library 14

15 Newby dkk (42) melakukan penilaian pada penderita sindrom koroner akut dengan membandingkan nilai TnT (+) dan TnT (-) saat dirawat dan menilai kematian dini (30 hari) dan kemudian kematian timbul belakangan ( hari). Hasil penelitiannya dengan 260 penderita TnT (+) saat dirawat, jumlah kematian dalam 30 hari yaitu 10,4 % dan kematian pada hari 4,1%. pada penderita TnT (-) angka kematiannya 0%. Hasil ini menyimpulkan jumlah kematian berbeda antara nilai TnT (+) dengan TnT (-) saat dirawat yang terjadi selama 30 hari, nilai ctnt juga dapat mengenali kelompok pasien resiko tinggi untuk kematian yang timbul belakangan. Dari uraian diatas penulis berketepatan hati ingin meneliti pada penderita sindrom koroner akut dengan mengukur troponin T dan hubungannnya dengan perjalanan klinis selama dirawat di rumah sakit. Dengan demikian mungkin kita akan melakukan tindakan yang lebih bai pada awal pengobatan penderita sindroma koroner akut yang mempunyai resiko tinggi untuk kematian dan kita lebih hati-hati pada penderita sindrom koroner akut dengan nilai troponin T meninggi Tujuan Penelitian : Menilai hubungan antara kadar troponin T dengan beratnya gambaran klinis penderita sindroma koroner akut Perumusan Masalah : Apakah terdapat hubungan kadar troponin T pada penderita sindroma koroner akut dengan beratnya gambaran klinis penderita selama dirawat di rumah sakit? 3.4. Manfaat Penelitian : Dengan mengukur kadar troponin T kita dapat meramalkan beratnya gambaran klinis penderita sindroma koroner akut Hipotesa : Terdapat hubungan antara kadar troponin T dengan beratnya gambaran klinis penderita sindroma koroner akut Bahan dan cara : Desain penelitian Penelitian bersifat deskriptif analitik terhadap seluruh penderita yang memenuhi kriteria untuk sindroma koroner akut Waktu dan tempat penelitian Penelitian dimulai bulan Januari 2002 s/d Mei 2002 Tempat penelitian : RSUP. H. Adam Malik / RS Pirngadi Medan dan beberapa RS Swasta di kota Medan Subjek penelitian : Penderita sindroma koroner akut ( Angina Pektoris Tak Stabil, Infark non Q dan Infark Q) yang dirawat di ICU rumah sakit tersebut diatas. Kriteria inkusi : Seluruh penderita sindroma koroner akut yakni : - IMA berdasarkan kriteria WHO yaitu nyeri dada, EKG yang spesifik dan peningkatan enzim jantung. - APTS berdasarkan kriteria Braunwald klas II B yaitu angina saat istirahat, akut dan angina 1 kali atau lebih dalam 48 jam terakhir Digitized by USU digital library 15

16 Kriteria ekslusi : - Penderita infark lama. - Tak bersedia diikut sertakan dalam penelitian. Prosedur penelitian : Dilakukan anamnese mengenai keluhan nyeri dada dan permulaan dan lama timbulnya nyeri dada dan anamnese lain yang ditujukan untuk mengetahui faktor resiko, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG dan laboratorium enzim jantung ( CKMB dan troponin T ). Seluruh penderita diawasi sejak dari unit gawat darurat hingga ICU/ICCU dan keruang rawat biasa. Pemantauan meliputi klinis dan obat-obatan yang digunakan selama dirawat di ICU/ICCU, komplikasi, EKG, cut off point nilai troponin T, CK-MB, faktor resiko. Analisa EKG : Seluruh penderita segera dilakukan pemeriksaan EKG ( 12 sandapan), kemudian dianalisa perubahan EK berupa : ST segmen elevasi, ST segmen depresi atau gelombang T inversi. ST segmen elevasi dan ST depresi jika 0,1 mv didaerah limb lead, atau 0,2 mv didaerah precordial lead. Pemeriksaan enzim jantung dan troponin T : Sampel darah vena diambil segera mungkin setelah pasien masuk ( umumnya di UGD) untuk memeriksa CKMB dan troponin T. Reagen troponin T yang digunakan adalah produksi Boehringer Mannheim. Untuk pemeriksaan troponin T menggunakan immunometric one-step sandwich ( ELISA/1 step sanwich assay ) dengan tehnik Steptavidin, kit yang memproduksi oleh Boehringer Mannheim. Uji ini dilakukan dengan Microprocessor controlled photometer ( ES 22, Boehringer Mannheim) dan menggunakan tabung-tabung berlapis Streptavidin sebagai fase solid dan 2 monoklonal anti human cardiac troponin T antibodies. Troponin T meninggi jika >0,1 ng/ml, negatif jika <0,1 ng/ml. CKMB diukur dengan cara imunoinhibitor assay ( CKMB NAC, Boehringer Mannheim), nilai normal < 10 IU/L, meninggi jika 2 kali normal. Perkiraan besar sampel Jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian adalah 28 Jumlah sampel ditentukan dengan rumus : Prevalensi TnT (+) pada penderita sindroma koroner akut 80% Besar sampel : 2 zα P O n = = 2 d 2 ( 1,96) x ( 0,15) 0,8x0,2 = 27,31 Dimana z α = 1,96 ; P (proporsi) = 0,8 ; Q = (1-P) = 0,2 D=presisi atau besar simpangan pengukuran yang masih dapat ditoleransi =15% α=taraf signifikasi 5% Analisa data Pengelolaan data secara desriptif analitik Uji kai kwadrat menguji antara masing-masing variabel, dan kalau didapat salah satu n<5, dipergunakan uji Fisher Exact, menilai korelasi antarra kadar TnT dan gambaran klinis digunakan uji korelasi Spearman atau Person. Data diolah dengan memakai perangkat lunak komputer SPSS 10, dianggap bermakna bila nilai p<0, HASIL PENELITIAN Data lengkap hasil penelitian pada penderita dapat dilihat pada lampiran I Digitized by USU digital library 16

17 Distribusi penderita menurut jenis kelamin Dari 35 penderita yang ikut dalam penelitian ini terdiri dari 28 orang laki-laki (80,0%) dan dari 7 orang wanita (20,0%). Tidak ada perbedaan bermakna antara pemeriksaan kadar troponin T dengan jenis kelamin pad apenderita sindroma koroner akut (p>0,05) (Tabel 6). Tabel 6. Hubungan pemeriksaan troponin T dengan jenis kelamin. Nilai TnT Jenis kelamin <0,1 ng/ml >o,1 ng /ml Jumlah n % n % n % Laki-laki 3 6, , ,0 Wanita 2 5,7 5 14,3 7 20,0 Jumlah 5 14, , ,0 Uji Fisher Exact = 0, Distribusi penderita menurut umur. Umur penderita antara 39 s/d 85 tahun dengan nilai rata-rata 61,89 ± 11,35 tahun, yang paling muda umur 39 tahun, dan paling tua umur 85 tahun. Kelompok umur yang terbanyak diatas 60 tahun yaitu 19 penderita (54,3%), disusul tahun yaitu 10 penderita (28,6%) dan dibawah 50 tahun sebanyak 6 penderita (17,1%). Dari kelompok umur dihubungkan dengan pemeriksaan kadar troponin T, tidak dengan berbeda bermakna (p>0,05) secara statistik ( Tabel 7). Tabel 7. Hubungan pemeriksaan troponin T dengan umur. Nilai TnT Umur <0,1 ng/ml >o,1 ng /ml Jumlah n % n % n % <50 2 5,7 4 11,4 6 17, , , ,6 >61 3 8, , ,3 Jumlah 5 14, , ,0 Person Chi Square = 3,480 df=2 p =0, Onset nyeri dada Dari onset nyeri dada rata-rata 13,97 ± 13,26 ( mean ± SD ) yang terbanyak dibawah 6 jam yaitu 13 penderita (37,1%), disusul pada 6 s/d 12 jam sebanyak 12 penderita (34,3%), dan lebih 12 jam yaitu 10 penderita (28,6%). Tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) berdasarkan pemeriksaan troponin T dihubungkan dengan onset nyeri dada pada penderita SKA ( Tabel 8). Tabel 8. Hubungan pemeriksaan troponin T dengan onset nyeri dada. Nilai TnT Onset nyeri dada Jumlah <0,1 ng/ml >o,1 ng /ml ( jam) N % n % n % >6 2 5, ,4 3 37, ,6 9 25, ,3 >12 0 0, , ,6 Jumlah 5 14, , ,0 Person Chi Square = 2,804 df=2 p =0, Digitized by USU digital library 17

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang berasosiasi dengan infark miokard. Menurut WHO, pada 2008 terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2012 penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian daripada penyakit lainnya. Infark miokard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall. 1994). Diantaranya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian dan gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, 2011). Dalam 3 dekade terakhir,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot jantung (Siregar, 2011). Penyebab IMA yang

Lebih terperinci

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang Definisi Sindroma koroner akut adalah spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Acute Coronary Syndrome (ACS) digunakan untuk menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun angka morbiditas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini sangat ditakuti oleh seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh dunia. Hal ini sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan stroke yang tergolong dalam penyakit kardiovaskular adalah pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) yang dikenal sebagai serangan jantung, merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju dan penyebab tersering kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom koroner akut (SKA) merupakan spektrum klinis yang menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner hingga terjadi iskemia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang sangat serius, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Data dari WHO tahun 2004 menyatakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J PERBEDAAN RERATA KADAR KOLESTEROL ANTARA PENDERITA ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL, INFARK MIOKARD TANPA ST- ELEVASI, DAN INFARK MIOKARD DENGAN ST-ELEVASI PADA SERANGAN AKUT SKRIPSI Diajukan oleh : Enny Suryanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma koroner akut merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya infark/iskemik miokard yang terjadi secara akut. Keadaan ini biasanya disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Survey WHO, 2009 : angka kematian akibat penyakit kardiovaskular terus meningkat, thn 2015 diperkirakan 20 juta kematian DKI Jakarta berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada negara maju antara lain heart failure, ischemic heart disease, acute coronary syndromes, arrhythmias,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu sindroma klinis berupa sekumpulan gejala khas iskemik miokardia yang berhubungan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat menjadi penyebab kematian peringkat ketiga dan penyebab utama kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian pertama pada negara-negara berkembang. Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh

Lebih terperinci

Hubungan antara Kadar Troponin T dengan Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Al Islam Bandung Tahun 2014

Hubungan antara Kadar Troponin T dengan Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Al Islam Bandung Tahun 2014 Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan antara Kadar Troponin T dengan Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Al Islam Bandung Tahun 2014 1 M.Fajar Sidiq, 2

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab kematian utama di dunia dan merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia pada tahun 2002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan struktural maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). Prevalensi gagal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stroke merupakan satu dari masalah kesehatan yang penting bagi individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian stroke, akan

Lebih terperinci

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan volume aliran darah ke jantung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada penyakit jantung koroner (PJK) terdapat kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan yang menyebabkan kondisi hipoksia pada miokardium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab

Lebih terperinci

Hubungan Kadar Troponin - T dengan Gambaran Klinis Penderita Sindroma Koroner Akut

Hubungan Kadar Troponin - T dengan Gambaran Klinis Penderita Sindroma Koroner Akut Hubungan Kadar Troponin - T dengan Gambaran Klinis Penderita Sindroma Koroner Akut Harris Hasan, Elias Tarigan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan Abstrak: Petanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011. Penyakit jantung iskemik menyebabkan 7 juta kematian dan menjadi penyebab

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H.

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. ADAM MALIK TESIS MAGISTER Oleh ARY AGUNG PERMANA NIM : 117115004

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT A. DEFINISI Sindrom koroner akut adalah keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil, gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap tahun, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. Kasus ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT JANTUNG KORONER Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya proses degeneratif kronik pada pembuluh darah koroner yang sudah dimulai

Lebih terperinci

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perubahan pola hidup yang terjadi meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan berperan besar pada mortalitas serta morbiditas. Penyakit jantung diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam non-communicable disease atau penyakit tidak menular (PTM) yang kini angka kejadiannya makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infark Miokard 2.1.1. Definisi Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Angka kematian penyakit kardiovaskular di Indonesia meningkat setiap tahunnya, tahun 2004 mencapai 30% dibandingkan tahun 1975 yang hanya 5%. Data Survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS)

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS) BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS) >139 mmhg dan/ atau, Tekanan Darah Diastolik (TDD) >89mmHg, setelah dilakukan pengukuran rerata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung. BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) 2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung disebabkan oleh beberapa keadaan yang menyebabkan kerusakan otot jantung, termasuk Coronary Artery Disease (CAD), heart attack, kardiomiopati dan keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah epidemiologi bermula dengan penanganan masalah penyakit menular yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan sosioekonomi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung, stroke, dan penyakit periferal arterial merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kardiovaskuler merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot dan bekerja menyerupai otot polos, yaitu bekerja di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit sindroma koroner akut yang paling sering dijumpai pada usia dewasa. Penyakit ini terutama disebabkan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plak yang tersusun oleh kolesterol, substansi lemak, kalsium, fibrin, serta debris

BAB I PENDAHULUAN. plak yang tersusun oleh kolesterol, substansi lemak, kalsium, fibrin, serta debris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronik yang terjadi pada arteri akibat adanya disfungsi endotel. Proses ini ditandai oleh adanya timbunan plak yang

Lebih terperinci

Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A.

Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A. Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : 09.30 A. LATAR BELAKANG Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Senyawa sulfida merupakan senyawa yang banyak jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokard disertai elevasi segmen ST yang persisten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab utama kematian secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization (WHO) melaporkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Definisi dan Klasifikasi Sindroma Koroner Akut Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk mendiskripsikan gejala yang disebabkan oleh iskemik miokard akut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung merupakan organ yang sangat vital bagi tubuh. Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang dialirkan oleh jantung. Jantung memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang lingkup penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah ilmu penyakit dalam. 2. Waktu Pengambilan Sampel Waktu pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup dengan memilih makan yang siap saji menjadi pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. Masyarakat kita, umumnya diperkotaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penelitian Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian terbanyak di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka morbiditas

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah gangguan vaskular yang disebabkan oleh proses aterosklerosis atau tromboemboli yang mengganggu struktur maupun fungsi aorta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan jenis penyakit jantung yang paling banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab kematian tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan sampai dengan tahun 2020 diprediksikan merupakan penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan sampai dengan tahun 2020 diprediksikan merupakan penyebab kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbesar di negara maju, dan sampai dengan tahun 2020 diprediksikan merupakan penyebab kematian terbesar di negara

Lebih terperinci

SINDROM KORONER AKUT PJK MCI. Prodi Fisioterapi STIKes Medistra

SINDROM KORONER AKUT PJK MCI. Prodi Fisioterapi STIKes Medistra SINDROM KORONER AKUT PJK MCI Prodi Fisioterapi STIKes Medistra DX.MEDIS : ACUT CORONARY SYNDROME Definisi : iskemik yang berlangsung lebih dari 30-45 menit yang menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan akan memberikan beban mortalitas, morbiditas dan beban sosial ekonomi bagi keluarga penderita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci