BAB I PENDAHULUAN. 1 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Dokumen International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards: A Revised Framework atau yang lebih dikenal dengan Kerangka Basel II yang diterbitkan oleh BCBS (Basel Committee on Banking Supervision) pada Juni 2004 serta edisi revisi pada Juni 2006, berisikan 3 (tiga) Pilar yang saling melengkapi dalam rangka perhitungan modal sesuai dengan profil risiko bank serta memberikan insentif terhadap bank-bank yang mempunyai manajemen risiko yang lebih baik. Adapun tiga Pilar tersebut adalah sebagai berikut : a. Pilar 1 Persyaratan Modal Minimum (Minimum Capital Requirements) yaitu persyaratan modal minimum yang harus dipenuhi oleh bank dengan memperhitungkan risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional b. Pilar 2 Proses Review Pengawas (Supervisory Review Process) yaitu proses review yang dilakukan oleh pengawas untuk memastikan bahwa modal bank dan proses perhitungan modal yang digunakan sudah memadai untuk menggambarkan profil risiko bank secara utuh; dan c. Pilar 3 Disiplin Pasar (Market Discipline) yaitu terkait dengan disiplin pasar melalui transparansi dan pengungkapan (disclosure) yang memungkinkan para pelaku pasar untuk melakukan penilaian terhadap profil risiko dan kecukupan modal bank 2. Pilar 3 bertujuan untuk menciptakan transparansi kondisi keuangan bank sebagai salah satu aspek penting dalam rangka memperkuat perbankan. Sebagaimana diketahui bahwa ketiga pilar dalam Basel II saling mempengaruhi satu sama lain, dan Pilar 3 merupakan pendukung terhadap pemenuhan persyaratan modal minimum dan pelaksanaan proses review dalam rangka pengawasan (supervisory review process). 3. Peningkatan disiplin pasar dilakukan dengan merumuskan persyaratan dan kriteria transparansi dalam rangka meminimalisasi kesenjangan informasi untuk dapat memberikan penilaian yang wajar dan obyektif terhadap bank-bank. Secara prinsip, pengungkapan informasi oleh bank harus konsisten dengan pendekatan yang digunakan dalam Pilar 1 dan Pilar 2 untuk mengukur berbagai risiko yang dihadapi dan dampaknya terhadap kebutuhan modal bank. Kerangka pengungkapan harus konsisten dan mudah dipahami serta dapat diperbandingkan agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengevaluasi informasi penting dari bank. 4. Bagi bank, pengungkapan informasi merupakan sarana efektif untuk menginformasikan kepada pasar mengenai eksposur risiko yang ada pada bank. Pengungkapan Pilar 3 akan menjadi sarana untuk menunjukkan keunggulan dalam mengelola risiko, hal ini dapat berdampak positif terhadap hasil kinerja bank, sehingga dapat meningkatkan daya kompetisi bank dalam industri. 1 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

2 5. Bagi pengguna informasi, pengungkapan Pilar 3 akan memberikan akses yang sama untuk menilai dan mengevaluasi kinerja dan kondisi keuangan bank serta risiko yang dihadapi. Sehingga pengguna informasi dapat melakukan perbandingan antar bank untuk menilai bank yang berkinerja baik dan yang kinerjanya kurang baik. Evaluasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan oleh pengguna informasi. Bagi pengawas, pengungkapan Pilar 3 akan menjadi sumber informasi yang bermanfaat dalam melakukan tugas-tugas pengawasan. 6. Disadari bahwa pemenuhan terhadap tujuan penerapan Pilar 3 secara komprehensif akan memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu penerapan yang memadai memerlukan komitmen yang kuat dari dewan komisaris dan direksi bank. Untuk memfasilitasi rencana implementasi Pilar 3, Bank Indonesia menerbitkan Consultative Paper (CP) ini guna memberikan arah dan gambaran rencana penerapan dan selanjutnya untuk memperoleh tanggapan dari seluruh stakeholders. 7. CP ini memuat berbagai kriteria dan persyaratan pengungkapan (Disclosure Pilar 3) yang wajib dipenuhi bank dalam mempublikasikan hal-hal yang berkaitan dengan kerangka Basel 2 khususnya mengenai permodalan, profil risiko dan proses manajemen risiko. Tanggapan publik atas CP ini akan menjadi masukan bagi Bank Indonesia untuk melakukan penyesuaian atas ketentuan mengenai Transparansi Kondisi Keuangan Bank yang berlaku saat ini. 8. CP Pengungkapan Pilar 3 ini merupakan fase kedua dari fase pertama berdasarkan Kerangka Basel II yang diterbitkan tahun Substansi CP Pengungkapan Pilar 3 ini akan terus disesuaikan dengan perkembangan penerapan Basel 2. Adapun sistematika penulisan CP ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, Bab II Ketentuan Transparansi Kondisi Keuangan Bank, Bab III Persyaratan Umum, dan Bab IV Persyaratan Khusus serta Lampiran. 2 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

3 BAB II KETENTUAN TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK 9. Dalam rangka menciptakan disiplin pasar dari peserta pasar, bank didorong untuk meningkatkan transparansi kondisi keuangan dan kinerja bank melalui publikasi laporan kepada masyarakat. Peraturan mengenai transparansi kondisi keuangan bank telah diterbitkan oleh Bank Indonesia sejak tahun 2001 yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank serta ketentuan turunannya yaitu: SE Bank Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 tentang Laporan Keuangan Publikasi Triwulan dan Bulanan Bank Umum Serta Laporan tertentu Yang Disampaikan Kepada Bank Indonesia; SE Bank Indonesia No. 3/31/DPNP tanggal 14 Desember 2001 tentang Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan tertentu Yang Disampaikan Kepada Bank Indonesia; SE Bank Indonesia No.3/32/DPNP tanggal 14 Desember 2001 tentang Hubungan Antar Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia. 10. Bagi Bank yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), harus pula memenuhi ketentuan transparansi kondisi keuangan yang dikeluarkan oleh otoritas pasar modal (BAPEPAM) dan ketentuan yang dikeluarkan Bursa Efek Indonesia. 11. Dari sisi standar akuntansi, Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah mengeluarkan standar pengungkapan yaitu: PSAK 50 (2006), Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan, yang merupakan adopsi dari International Accounting Standar (IAS) 32 serta Exposure Draft (ED) PSAK 60 (Revisi 2009), Instrumen Keuangan : Pengungkapan, yang merupakan adopsi dari International Financial Reporting Standars (IFRS) Meskipun dalam beberapa hal ada persamaan persyaratan pengungkapan yang diwajibkan oleh regulasi otoritas lain dan standar akuntansi misalnya persyaratan pengungkapan risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas, bank diharapkan menyadari perbedaan pengungkapan berdasarkan kedua standar tersebut. Bank wajib untuk melakukan pengungkapan sebagaimana yang diatur dalam standar akuntansi maupun kerangka Basel II. 13. Pengungkapan Pilar 3 dan standar akuntansi yang memungkinkan untuk disinergikan hanyalah pengungkapan kualitatif seperti kebijakan dan prosedur manajemen risiko, proses pengendalian intern, dll. Sinergi pengungkapan kuantitatif akan cukup sulit dilakukan mengingat perbedaan dasar pengukuran dan pengakuan berdasarkan kedua standar tersebut. 14. Menyadari terdapatnya perbedaan pengungkapan yang dipersyaratkan oleh standar akuntansi dan Basel II yang tidak dapat disinergikan terutama pengungkapan kuantitatif, maka Bank Indonesia berpendapat pengaturan pengungkapan Pilar 3 perlu diatur tersendiri dan dipisahkan baik format maupun media pelaporan dari pengungkapan yang disyaratkan oleh standar akuntansi. 3 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

4 BAB III PERSYARATAN UMUM A. Kewenangan Pengawas 15. Pengawas memiliki wewenang untuk meminta bank mengungkapkan tambahan informasi dan/atau informasi diluar ketentuan dan peraturan yang berlaku. B. Kebijakan dan Prosedur 16. Bank harus mendefinisikan dengan jelas kebijakan dan prosedur pengungkapan Pilar 3 secara tertulis, disetujui oleh dewan direksi dan sekurang-kurangnya mencakup: a. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan hal-hal yang diungkapkan dalam pengungkapan Pilar 3 termasuk di dalamnya definisi relevan, kewajaran, signifikansi dan materialitas yang dijadikan acuan untuk melakukan pengungkapan; b. Pengendalian internal dalam proses penyusunan pengungkapan, termasuk proses verifikasi/evaluasi terhadap akurasi informasi yang dipublikasikan; dan c. Frekuensi publikasi laporan. C. Media Pengungkapan 17. Bank harus mempublikasikan pengungkapan Pilar 3 yang bersifat kuantitatif dan kualitatif melalui media publikasi baik cetak nasional, laporan tahunan, maupun media elektronik atau website eksternal bank 18. Media publikasi lain, selain yang disebutkan pada paragraf 17, mengacu pada ketentuan transparansi kondisi keuangan Bank. 19. Pengungkapan informasi sedapat mungkin disajikan dalam satu lokasi yang sama, jika tidak terdapat dalam satu lokasi, maka bank harus memberikan informasi mengenai dimana informasi tersebut dapat diperoleh/diakses oleh pengguna. 20. Bank harus mempublikasikan pengungkapan Pilar 3 secara triwulanan, pada website eskternal bank dan media cetak nasional yang berperedaran luas, serta harus menyampaikan compact disc (CD) yang berisi pengungkapan Pilar 3 secara triwulanan kepada Bank Indonesia. 21. Bank harus mempublikasikan pengungkapan Pilar 3 secara semesteran pada website eksternal bank, media cetak nasional yang berperedaran luas, serta harus menyampaikan kepada Bank Indonesia pengungkapan Pilar 3 secara semesteran dalam media CD. 22. Bank harus mempublikasikan pengungkapan Pilar 3 secara tahunan pada website eksternal bank, laporan tahunan dan harus menyampaikan CD yang berisi pengungkapan Pilar 3 kepada Bank Indonesia. 23. Untuk meningkatkan transparansi kepada publik, bank wajib memiliki website eksternal. 4 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

5 24. Dalam mempublikasikan pengungkapan Pilar 3 melalui website dan media cetak, bank perlu memperhatikan berbagai aspek untuk menjamin tidak terjadi misleading terhadap informasi penting yang akan mempengaruhi pemahaman publik terhadap kondisi bank. 25. Apabila laporan keuangan yang dipublikasikan disusun oleh perusahaan induk di luar negeri, maka laporan keuangan yang terkait dengan operasional bank di Indonesia harus mencantumkan alamat website yang memuat laporan keuangan perusahaan induk secara konsolidasi. 26. Bank wajib menginformasikan referensi tempat data keuangan dan informasi lain dicantumkan apabila terdapat pengungkapan yang lebih detail sebagaimana yang disyaratkan oleh Pengungkapan Pilar 3. D. Ruang Lingkup Penerapan 27. Pengungkapan Pilar 3 wajib diimplementasikan oleh seluruh bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional yaitu Bank Umum dan Kantor Cabang Bank Asing. Cakupan ini dimaksudkan agar pelaku pasar memiliki akses informasi yang setara terhadap seluruh bank di Indonesia. 28. Pengungkapan Pilar 3 diterapkan pada level konsolidasi. Kerangka konsolidasi yang dimaksud pada ketentuan ini mengacu pada definisi kerangka konsolidasi sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. Bagi bank yang tidak menerapkan kerangka konsolidasi wajib untuk mengaplikasikan Pengungkapan Pilar 3 secara individu. E. Perbedaan Material antara Prinsip Akuntansi dengan Prinsip Pilar Kerangka pengungkapan Pilar 3 ditegaskan tidak bertentangan dengan standar akuntansi. Jika terdapat persyaratan dalam ketentuan Pilar 3 yang secara substansi menyerupai dengan yang dipersyaratkan dalam standar akuntansi ataupun terdapat pengungkapan yang disyaratkan bagi entitas yang telah mencatatkan sahamnya di bursa berdasarkan ketentuan otoritas pasar modal, maka bank dapat menggunakan pengungkapan tersebut untuk pemenuhan persyaratan Pengungkapan Pilar 3. Dalam hal ini, Bank harus menjelaskan perbedaan material antara Pengungkapan Pilar 3 dengan pengungkapan lainnya. F. Validasi dan Verifikasi 30. Bank Indonesia tidak mensyaratkan Pengungkapan Pilar 3 wajib diaudit oleh auditor eksternal namun apabila Bank Indonesia menilai bahwa informasi yang diungkapkan oleh Bank tidak akurat, tidak lengkap dan misleading, Bank Indonesia dapat meminta bank untuk melakukan audit independen dari eksternal audit terhadap Pengungkapan Pilar 3 atas beban bank. 31. Bank harus melakukan review secara internal terhadap data dan informasi yang tercantum di dalam Pengungkapan Pilar 3. Yang dimaksud dengan review adalah proses validasi dan verifikasi yang dilakukan oleh pegawai/unit kerja bank yang kompeten dan independen. 5 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

6 32. Validasi dan verifikasi bertujuan untuk memastikan konsistensi informasi yang diungkapkan dengan publikasi lain yang dihasilkan oleh bank, misalnya kewajiban pengungkapan berdasarkan standar akuntansi atau kewajiban pengungkapan berdasarkan standar lainnya. Validasi dan verifikasi juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa ketidakkonsistenan informasi adalah dikarenakan perbedaan dasar pengukuran atau penyajian sebagaimana yang diatur dalam standar-standar tersebut. 33. Manajemen bank bertanggungjawab terhadap keakuratan dan kelengkapan Pengungkapan Pilar 3 serta menjamin bahwa informasi yang disajikan tersebut tidak menyesatkan. 34. Untuk memastikan akuntabilitas Pengungkapan Pilar 3 yang dibuat oleh Bank, pengesahan terhadap pengungkapan pilar 3 harus dilakukan oleh pihak manajemen senior (Chief Executive Officer) Bank. G. Konsistensi 35. Pengungkapan Pilar 3 harus konsisten dengan bagaimana senior manajemen dan dewan direksi mengelola risiko bank. Pengungkapan Pilar 3 juga harus konsisten dengan informasi lain yang diterbitkan atau disampaikan kepada Bank Indonesia maupun yang disampaikan kepada otoritas lain dan telah direview oleh auditor eksternal. H. Materialitas 36. Bank harus menentukan informasi-informasi yang bersifat material dalam rangka pengungkapan Pilar 3. Oleh karena itu, Bank wajib memiliki pedoman tentang kebijakan untuk mempublikasikan informasi yang dipandang material (materiality concept). 37. Suatu Informasi dikatakan material apabila terdapat ketiadaan atau kesalahan pencatatan informasi tersebut, dapat mengubah atau mempengaruhi penilaian atau keputusan yang diambil oleh pengguna informasi tersebut. Namun demikian, definisi mengenai informasi yang bersifat material yang digunakan dalam pengungkapan Pilar 3 mengacu pada standar akuntansi yang berlaku. I. Informasi Eksklusif (Proprietary) dan Rahasia (Confidential) 38. Dalam rangka menjaga keseimbangan antara pentingnya pengungkapan yang bermanfaat/berarti dengan perlindungan terhadap informasi yang eksklusif dan rahasia, bank dapat untuk tidak mengungkapkan informasi yang dipandang rahasia dan eksklusif. Namun demikian, bank tetap wajib untuk mengungkapkan informasi terkait secara umum disertai dengan fakta dan alasan mengapa informasi tersebut tidak dapat diungkapkan. 39. Informasi eksklusif adalah informasi yang apabila diketahui oleh pesaing akan mengakibatkan penurunan nilai pada investasi bank dan dapat melemahkan daya saing bank. Contoh informasi yang bersifat eksklusif adalah informasi tentang suatu produk atau sistem yang apabila diketahui oleh kompetitor akan menyebabkan investasi bank pada produk/sistem tersebut menjadi kurang berharga dan melemahkan daya saing. 6 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

7 40. Informasi yang bersifat rahasia adalah sesuai dengan definisi sebagaimana dijelaskan di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah pada Undang-Undang No. 10 Tahun Bank harus mendapat persetujuan dari pengawas mengenai informasi-informasi yang dipandang rahasia dan eksklusif untuk dapat dikecualikan dari informasi yang diungkapkan kepada publik. J. Cakupan Pengungkapan 42. Bank wajib mempublikasikan Pengungkapan Pilar 3, sekurang-kurangnya meliputi : a. Permodalan, yang mencakup struktur permodalan dan kecukupan modal sesuai dengan ketentuan persyaratan modal minimum b. Proses manajemen risiko dan penilaian profil risiko, yang meliputi : 1) Risiko Kredit, termasuk mitigasi risiko kredit, transaksi rekening administratif dan tagihan counterparty credit risk serta transaksi sekuritisasi 2) Risiko Pasar 3) Risiko Operasional 4) Risiko Ekuitas 5) Risiko Suku Bunga Pada Banking Book (IRRBB) c. Pengungkapan lain yang akan diatur oleh Bank Indonesia. 43. Cakupan informasi harus diterapkan oleh bank, baik yang menggunakan pendekatan sederhana maupun yang menggunakan pendekatan yang lebih kompleks. Cakupan informasi transparansi yang lebih luas dan detail diberlakukan bagi bank yang menggunakan pendekatan yang lebih kompleks agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengukur akurasi dan efektivitas dari pendekatan yang digunakan. 44. Persyaratan pengungkapan Pilar 3 ini akan menjadi bagian dari ketentuan mengenai Transparansi Kondisi Keuangan Bank, oleh karena itu persyaratan pengungkapan lain yang diatur oleh ketentuan Bank Indonesia selain yang diatur dalam persyaratan ini tetap wajib untuk dipenuhi oleh bank. 45. Dengan diberlakukan persyaratan pengungkapan Pilar 3 ini maka sistematika isi laporan tahunan bank sekurang-kurangnya menjadi sebagai berikut : a. Informasi Umum b. Management Discussion & Analysis c. Pengungkapan Pilar 3 d. Laporan Keuangan 46. Selain persyaratan pengungkapan yang diatur dalam ketentuan Bank Indonesia, bank juga wajib untuk memenuhi persyaratan pengungkapan yang tercantum di dalam standar akuntansi dan ketentuan Bapepam-LK khususnya informasi yang dimuat dalam Laporan Tahunan. 7 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

8 K. Perbandingan Informasi 47. Untuk tujuan perbandingan, bank wajib menyajikan perbandingan pengungkapan kuantitatif dengan laporan periode sebelumnya serta menjelaskan hal-hal yang berbeda secara material dan atau signifikan. 48. Bank wajib memberikan penjelasan bila terdapat perbedaan informasi yang disebabkan perbedaan dasar konsolidasi untuk kepentingan akuntansi dan regulasi. 49. Pengecualian untuk tidak membandingkan pengungkapan Pilar 3 apabila : a. Pengungkapan Pilar 3 adalah untuk yang pertama kali dilakukan. b. Bank mengadopsi model yang berbeda (tergantung pada persetujuan yang diberikan oleh Bank Indonesia) untuk menghitung besarnya modal untuk mengcover risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional dari laporan periode sebelumnya. L. Kepatuhan 50. Bank wajib memenuhi seluruh persyaratan pengungkapan Pilar 3 serta permintaan pengungkapan lain yang diminta oleh pengawas. 51. Kepatuhan bank untuk melakukan pengungkapan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia akan menjadi salah satu objek dalam melakukan pemeriksaan oleh pengawas. M. Sanksi 52. Bank harus mempublikasikan pengungkapan Pilar 3 sesuai dengan ketentuan tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. 53. Dalam hal isi pengungkapan Pilar 3 secara material tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya maka bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. N. Frekuensi Pengungkapan 54. Bank harus mengungkapkan semua informasi sebagaimana dipersyaratkan dalam CP ini setiap tahun dan semesteran, kecuali persyaratan pengungkapan pada paragraf 58 dan 59 dan semua pengungkapan kualitatif yang hanya dipublikasikan setiap tahun apabila tidak ada perubahan yang material signifikan pada periode interim. 55. Untuk publikasi triwulan hanya mengungkapkan informasi kuantitatif tentang permodalan sebagaimana tercantum pada tabel 2 dan tabel 3. Ilustrasi pengungkapan informasi kuantitatif permodalan ini dapat dilihat pada lampiran 1. Pengungkapan ini nantinya akan menjadi bagian dari laporan publikasi triwulan sebagaimana tercantum pada ketentuan yang berlaku. 8 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

9 BAB IV PERSYARATAN KHUSUS A. Ruang Lingkup Penerapan 56. Persyaratan pengungkapan dalam CP ini harus diterapkan secara individual atau secara konsolidasi untuk bank-bank yang memiliki dan atau melakukan pengendalian terhadap Perusahaan Anak. Tabel 1 Ruang Lingkup Penerapan Pengungkapan Kualitatif 1 Nama entitas tertinggi dalam grup usaha yang mengaplikasikan Kerangka Basel II 2 Penjelasan secara garis besar mengenai perbedaan konsolidasi untuk tujuan akuntasi dan regulasi (penerapan Basel II) temasuk deskripsi singkat mengenai entitas dalam grup usaha yang i) dikonsolidasikan secara penuh; ii) dikonsolidasikan secara pro-rata; iii) diperlakukan sebagai pengurang dari modal; iv) merupakan sumber kelebihan/surplus modal yang diakui; dan v) tidak dikonsolidasikan dan tidak diperlakukan sebagai pengurang modal (misal ketika investasi dikenakan bobot risiko). 3 Setiap pembatasan atau larangan/hambatan utama lainnya dalam hal perpindahan/transfer dana atau modal berdasarkan ketentuan (regulatory capital) dalam grup usaha. Pengungkapan Kuantitatif 4 Total kekurangan modal dari seluruh perusahaan anak yang tidak diperhitungkan/ tidak termasuk dalam konsolidasi, yang dikurangkan/dikeluarkan dari perhitungan modal serta nama dari perusahaan anak tersebut. 9 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

10 B. Permodalan 57. Bank harus mengungkapkan data dan informasi mengenai permodalan. Bagi bank yang memiliki dan/atau melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak, kewajiban pengungkapan berlaku bagi Bank secara individual dan Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Tabel 2 Kecukupan Modal Pengungkapan Kualitatif 1 Deskripsi singkat mengenai perbedaan perhitungan kecukupan modal berdasarkan ketentuan dan perhitungan kecukupan modal dengan menggunakan internal capital adequacy assessment process (ICAAP) yang dibangun oleh bank. *) 2 Deskripsi singkat mengenai pendekatan yang digunakan bank dalam menilai kecukupan modal untuk mendukung aktivitasnya sekarang dan yang akan datang (ICAAP) yang meliputi, namun tidak terbatas pada : i) pengawasan dari direksi dan manajemen bank; ii) penilaian yang komprehensif dalam mengidentifikai dan mengukur inherent risk, kebijakan dan upaya paripurna untuk menilai seluruh risiko, termasuk pengendalian internal, review dan audit; serta iii) jumlah modal yang diperlukan untuk mengcover seluruh risiko. 3 Ringkasan hasil review pengawas terhadap pendekatan ICAAP yang digunakan oleh bank yang meliputi kecukupan metode/pendekatan yang digunakan oleh bank untuk mengukur kecukupan modal serta alasan jika terdapat perbedaan hasil perhitungan yang signifikan. 4 Informasi mengenai tindakan pengawasan yang dilakukan antara lain perbaikan manajemen risiko dan penetapan kebutuhan modal oleh individual bank sepanjang tidak melanggar asas proprietary dan confidential information. 5 Informasi dan latar belakang bank menyediakan modal diatas batas minimum. Pengungkapan Kuantitatif 6 KPMM dan rasio modal inti : secara konsolidasi, sebelum dan setelah pembayaran dividen, secara global (termasuk kantor cabang di negara lain), sebelum dan setelah pembayaran dividen 10 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

11 Masing-masing perusahaan anak sebelum dan setelah pembayaran dividen Ilustrasi pada lampiran 1 7 Jumlah ATMR dan jumlah modal untuk mengcover risiko kredit dirinci sebagai berikut: Tagihan bruto berdasarkan kategori portfolio, tagihan bersih setelah mitigasi risiko dan netting, sesuai dengan ketentuan Risiko Kredit Pendekatan Standar. Ilustrasi pada lampiran 1 8 Jumlah ATMR dan jumlah modal untuk mengcover risiko pasar dirinci sebagai berikut: Jumlah eksposur pada Trading Book dan ATMR Risiko Pasar dari Metode Standar atau Metode Internal, yang mana diantara dua metode tersebut yang diterapkan bank. Ilustrasi pada lampiran 1 9 Jumlah ATMR dan jumlah modal untuk mengcover risiko operasional sesuai dengan salah satu pendekatan yang digunakan oleh bank: Pendekatan Indikator Dasar Pendekatan Standar Ilustrasi pada lampiran 1 *) Pengungkapan yang berkaitan dengan ICAAP mengacu pada ketentuan yang berlaku. Tabel 3 Struktur Permodalan Pengungkapan Kualitatif 1 Deskripsi singkat mengenai instrumen modal yang diterbitkan oleh bank antara lain meliputi namun tidak terbatas pada: karakteristik, jangka waktu instrumen, data mengenai investor/kreditur, fitur opsi beli, fitur step-up, tingkat imbal hasil, hasil peringkat (apabila diterbitkan melalui pasar modal), dan lain-lain. Pengungkapan Kuantitatif 2 a. Jumlah Modal Inti dengan rincian sebagai berikut : Modal disetor Cadangan tambahan modal Modal inovatif b. Komponen dan jumlah modal pelengkap c. Pengurang modal bank d. Jumlah modal bank 11 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

12 C. Manajemen Risiko 58. Untuk setiap jenis risiko (kredit, pasar, operasional, IRRBB, ekuitas), bank harus menjelaskan tujuan dan kebijakan manajemen risiko yang meliputi : a. Strategi dan proses b. Struktur dan organisasi dari fungsi manajemen risiko yang relevan c. Cakupan pelaporan risiko serta sistem pengukuran d. Kebijakan untuk lindung nilai dan atau mitigasi risiko dan strategi dan proses untuk pemantauan kelangsungan efektivitas dari lindung nilai/mitigasi 59. Bank harus mengungkapkan mengenai risk strategy yaitu strategi yang dijalankan untuk memastikan kecukupan modal sesuai dengan bagaimana bank menyikapi risiko yang diambil dan manajemen risiko. Hal ini dicerminkan oleh kebijakan bank mengenai risiko, risk appetite, struktur risiko (saat ini dan masa datang) dan struktur manajemen risiko bank. D. Pengungkapan Risiko kredit 1) Persyaratan Pengungkapan Umum Risiko Kredit Tabel 4 Pengungkapan Umum Risiko Kredit Pengungkapan Kualitatif 1 a. Definisi tagihan yang telah jatuh tempo dan tagihan yang mengalami penurunan nilai/ impairment (untuk tujuan akuntansi) b. Deskripsi dari pendekatan yang digunakan untuk cadangan khusus dan umum. Bagi bank yang sudah menggunakan pendekatan lebih maju diminta untuk memberikan deskripsi mengenai metode yang digunakan. c. Kebijakan dan tujuan manajemen risiko kredit, yang meliputi namun tidak terbatas pada : 1) Struktur organisasi fungsi manajemen risiko 2) Cakupan pelaporan risiko 3) Sistem pengukuran 4) Kebijakan mitigasi risiko, serta strategi dan prosedur yang digunakan untuk memantau keefektifan mitigasi, yang meliputi namun tidak terbatas pada : a) Instrumen yang digunakan, strategi dan objective b) Pencatatan akuntansi c) Kebijakan atas valuasi agunan 12 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

13 Pengungkapan Kuantitatif 2 a. Total tagihan bruto yaitu sebelum memperhitungkan instrumen mitigasi risiko kredit namun setelah memperhitungkan cadangan kerugian penurunan nilai yang dirinci berdasarkan: 1) Kategori portofolio 2) Lokasi geografis 3) Counterparty signifikan. 4) Industri 5) Sisa jangka waktu kontrak b. Bank wajib mengungkapkan 25 terbesar debitur berkolektibilitas macet, dengan mencantumkan nama debitur dan atau group, jumlah fasilitas dan jumlah baki debet. c. Informasi berikut ini diungkapkan secara terperinci berdasarkan geografis dan sektor ekonomi: 1) Tagihan yang mengalami penurunan nilai (impaired loans) dan tagihan yang telah jatuh tempo (past due loans) 2) Jumlah cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) baik yang dihitung secara individual maupun kolektif. 3) Cadangan penyisihan umum (untuk masingmasing area) 4) Cadangan penyisihan khusus (untuk masingmasing area) 5) Jumlah tagihan yang dihapusbuku d. Rekonsiliasi nilai CKPN yang dirinci secara terpisah untuk individual dan kolektif yang meliputi : 1) Saldo awal CKPN 2) Jumlah hapus tagih 3) Tambahan CKPN 4) Kredit macet yang tertagih 5) Penyesuaian lain-lain, misal perubahan nilai tukar, akuisisi, penjualan anak perusahaan, dll (termasuk perpindahan antar CKPN) 6) Saldo akhir CKPN e. Penghapusan biaya dan perbaikan/ pemulihan yang telah dicatat secara langsung ke laporan laba rugi harus diungkapkan secara terpisah 60. Jika posisi akhir periode merepresentasi posisi risiko bank selama periode tersebut, maka eksposur rata-rata bruto tidak perlu untuk diungkapkan. 61. Jika jumlah rata-rata diungkapkan sesuai standar akuntansi atau persyaratan lain yang menetapkan metode perhitungan untuk digunakan, maka metode tersebut harus (dapat) digunakan. Jika tidak, eksposur rata-rata harus dihitung menggunakan interval 13 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

14 frekuensi yang paling sering dihasilkan dari sistem entitas untuk manajemen, peraturan atau alasan lain, sepanjang rata-rata yang dihasilkan mewakili operasional bank. Dasar yang digunakan untuk menghitung rata-rata harus dinyatakan apabila tidak dilakukan secara harian. 62. Perincian berdasarkan tipe utama dari eksposur kredit, dapat merupakan perincian yang diaplikasikan berdasarkan standar akuntasi, dan dapat berupa misalnya, i) pinjaman, komitmen dan eksposur neraca non-derivatif off balance sheet lainnya, ii) efek utang, iii) OTC derivatif. 63. Area/wilayah geografi dapat terdiri dari negara tertentu, kelompok negara atau daerah dalam negara. Bank dapat memilih mendefinisikan wilayah geografis berdasarkan portofolio bank yang dikelola dengan memperhatikan lokasi geografis. Kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan pinjaman berdasarkan wilayah geografis harus ditentukan. 64. Bank dapat menggunakan pengelompokan maturitas/jatuh tempo yang sama dengan yang digunakan pada akuntansi (berdasarkan standar akuntasi) 65. Bank didorong untuk menyajikan analisis pinjaman yang telah jatuh tempo. 2) Persyaratan Pengungkapan Khusus Risiko Kredit Metode Standar Tabel 5 Pengungkapan Risiko Kredit Metode Standar Pengungkapan Kualitatif 1 a. Bagi bank yang menggunakan pendekatan standar wajib mengungkapkan : 1) Nama lembaga pemeringkat yang digunakan yaitu lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia dan bersifat solicited, serta alasan bila terjadi penggantian sebelum waktu yang diharuskan (berakhirnya jangka waktu); 2) Jenis/tipe eksposur yang menggunakan peringkat dari masing-masing lembaga pemeringkat; 3) Deskripsi proses yang digunakan untuk mentransfer peringkat yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat ke aset (comparable assets) dalam banking book; 4) Penyelarasan skala/peringkat dari masing-masing lembaga pemeringkat yang digunakan dengan risk buckets; 5) Penjelasan mengenai peringkat yang digunakan yaitu peringkat domestik atau peringkat global, peringkat instrumen atau peringkat debitur, peringkat jangka pendek atau peringkat jangka panjang. 14 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

15 Pengungkapan Kuantatif 2 a. Mengacu pada SE ATMR Risiko Kredit Dengan Menggunakan Pendekatan Standar, bank wajib mengungkapkan : 1) Pengungkapan berdasarkan bobot risiko (termasuk eksposur yang dikurangkan) : Semua jumlah tagihan yang diperingkat dan tidak diperingkat setelah mitigasi risiko Eksposur kredit berdasarkan Pembiayaan/Investasi yang dikelompokkan berdasarkan kriteria pengawas. Ilustrasi pada lampiran 2 2) Pengungkapan tagihan yang berperingkat dan tidak berperingkat sesuai dengan peringkat yang diterbitkan oleh Lembaga Pemeringkat. Ilustrasi pada lampiran 3a, 3b dan 3c 3) Persyaratan Pengungkapan Mitigasi Risiko Kredit Metode Standar Tabel 6 : Pengungkapan Mitigasi Risiko Kredit (MRK)-Metode Standar Pengungkapan Kualitatif 1 Selain merujuk pada paragraf 58 dan 59 tentang Pengungkapan Manajemen Risiko Kredit secara umum, bank juga diminta untuk mengungkapkan mengenai ; a. Kebijakan, prosedur serta indikasi penggunaan netting pada on dan off balance sheet; b. Kebijakan dan proses untuk penilaian dan manajemen agunan; c. Jenis dan deskripsi dari tipe utama agunan yang diminta oleh bank; d. Jenis utama garantor/credit derivative counterparty serta kelayakannya/ reputasinya; dan e. Informasi terkait konsentrasi risiko (kredit dan pasar) pada mitigasi yang digunakan Pengungkapan Kuantitatif 2 Untuk setiap portofolio yang diungkapkan secara terpisah berdasarkan pendekatan standar, bank wajib mengungkapkan total tagihan masing-masing portofolio/tagihan setelah aplikasi netting on dan off balance sheet (apabila dapat diterapkan) dan hair cut (apabila dapat diterapkan), yang dicover dengan: 1) Agunan keuangan yang memenuhi syarat dan credit derivative; dan 15 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

16 2) Agunan lain yang memenuhi syarat setelah haircuts, yang diperbolehkan dalam perhitungan kerangka perhitungan ATMR. Ilustrasi pada lampiran 4 4) Persyaratan Pengungkapan Transaksi Rekening Administratif dan Risiko Kredit Counterparty (Counterparty Credit Risk/CCR) Tabel 7 : Pengungkapan atas Transaksi Rekening Administratif dan Risiko Kredit Counterparty. Pengungkapan Kualitatif 1 Terkait dengan persyaratan pengungkapan umum sebagaimana tercantum pada paragraf 58 dan 59 di atas, bank harus mengungkapkan : Limit kredit untuk eksposur kredit counterparty untuk transaksi derivatif OTC, transaksi Repo dan kontrak derivatif yang dibukukan pada trading dan banking book; Kebijakan untuk pengamanan agunan dan penetapan credit reserve. Penjelasan dampak terhadap jumlah agunan yang harus disediakan oleh bank jika terjadi penurunan peringkat kredit Pengungkapan Kuantitatif 2 Bank harus mengungkapkan informasi sebagai berikut : Nilai nominal, gross positif dari nilai wajar dari kontrak, jumlah ekuivalen kredit, dan ATMR kontrak derivatif dan Jumlah nominal, jumlah ekuivalen kredit dan ATMR Rekening Administratif. Ilustrasi pada lampiran 5 5) Persyaratan Pengungkapan Sekuritisasi 66. Bank yang melakukan transaksi sekuritisasi, harus melakukan pengungkapan kualitatif dan kuantitatif sebagaimana tercantum pada tabel sebagai berikut : 16 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

17 Tabel 8 : Sekuritisasi : Pengungkapan berdasarkan pendekatan standar Pengungkapan Kualitatif 1 Disamping pengungkapan kualitatif pada paragraf 58 dan 59, bank juga diminta untuk mengungkapkan : tujuan bank berkaitan dengan aktivitas sekuritisasi, termasuk sejauh mana aktivitas ini mengalihkan risiko kredit dari aset yang disekuritisasi kepada entitas lain; terhadap risiko lain yang melekat pada aset yang disekuritisasi (mis. risiko likuiditas) fungsi yang dijalankan bank dalam aktivitas sekuritisasi aset dan penjelasan mengenai keterlibatan bank dalam setiap fungsi; dan penjelasan mengenai proses untuk memantau perubahan risiko kredit dan risiko pasar karena aktivitas sekuritisasi (misalnya bagaimana perilaku underlying asset berdampak terhadap eksposur sekuritisasi); dan deskripsi mengenai kebijakan bank mengenai mitigasi risiko kredit yang digunakan untuk memitigasi risiko yang tidak dialihkan bank dalam eksposur sekuritisasi. 2 Rincian dari : penerbit dalam aktivitas sekuritisasi aset, termasuk apakah bank mempunyai eksposur di penerbit tersebut baik pada neraca maupun item rekening administratif. Pihak terafiliasi : (i) dimana bank bertindak sebagai pengelola atau penasehat (ii) yang bertindak sebagai investor baik pada eksposur sekuritisasi yang atau dari penerbit yang menerbitkan EBA. 3 Ringkasan dari kebijakan akuntansi untuk aktivitas sekuritisasi aset, termasuk : apakah transaksi diperlakukan sebagai penjualan atau pembiayaan pengakuan keuntungan dari hasil penjualan metode dan asumsi utama untuk valuasi terhadap kepemilikan yang ditahan (retained position) atau posisi yang dibeli (purchased position), termasuk perubahan metode dan asumsi utama yang signifikan dibandingkan periode pelaporan terakhir serta 17 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

18 Pengungkapan Kuantitatif (posisi trading dan banking book) dampak dari perubahan tersebut; dan bagaimana valuasi eksposur yang akan disekuritisasi dan apakah pencatatan dilakukan pada banking book atau trading book. kebijakan untuk mengakui kewajiban pada neraca jika bank memberikan dukungan keuangan pada aktivitas sekuritisasi aset. 4 Nama lembaga pemeringkat (ECAI) yang digunakan untuk transaksi sekuritisasi dan jenis eksposur sekuritisasi yang menggunakan jasa lembaga tersebut. 5 Penjelasan atas perubahan signifikan atas informasi kuantitatif (misal; jumlah aset yang disekuritisasi, perpindahan aset antara banking book dan trading book) sejak periode sebelumnya. 6 Total eksposur yang disekuritisasi oleh bank dan dirinci berdasarkan jenis eksposur dan dipisahkan berdasarkan sekuritisasi yang dilakukan oleh pihak ketiga dimana bank bertindak sebagai pendukung aktivitas sekuritisasi. 7 Untuk eksposur yang disekuritisasi oleh bank dan mengacu pada kerangka sekuritisasi dan apakah ada beban modal berdasarkan pilar 1: nilai aset bermasalah/telah jatuh tempo yang disekuritisasi, dan; kerugian yang diakui oleh bank pd periode berjalan dirinci berdasarkan jenis eksposur 8 Ringkasan aktivitas sekuritisasi pada tahun berjalan termasuk jumlah eksposur yang disekuritisasi (jenis eksposur) dan pengakuan keuntungan atau kerugian penjualan berdasarkan jenis aset. 9 Jumlah agregat eksposur sekuritisasi dari item neraca dan item rekening administratif yang tetap dimiliki atau dibeli, dirinci berdasarkan ; jenis eksposur, bobot risiko dan eksposur yang menjadi faktor pengurang modal. 10 Untuk sekuritisasi yang memiliki fitur pembelian kembali, harus diungkapkan hal-hal berikut: total eksposur yang dibeli kembali berdasarkan kepentingan penerbit dan investor total beban modal terhadap kepemilikan terhadap pembalian kembali yang dilakukan bank untuk fasilitas yang telah maupun belum ditarik; dan total beban modal yang disediakan untuk pembelian kembali yang dilakukan investor baik untuk fasilitas yang telah maupun belum ditarik; dan dirinci berdasarkan jenis eksposur Ilustrasi pada lampiran 6, 7 dan 8 18 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

19 E. Persyaratan Pengungkapan Risiko Pasar 67. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 9/13/PBI/2007 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar, bank yang memenuhi kriteria tertentu diwajibkan untuk menghitung beban modal risiko pasar. Untuk perhitungan risiko pasar dalam KPMM, bank diperkenankan menggunakan Pendekatan Standar maupun Model Internal. 68. Bank yang terkena eksposur risiko pasar harus melakukan pengungkapan sesuai dengan pendekatan yang digunakan untuk perhitungan bobot risiko pasar. Pengungkapan dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. 1) Pendekatan Standar 69. Baik untuk bank yang menggunakan pendekatan standar maupun model internal, pengungkapan yang diperlukan meliputi: Tabel 9 Pengungkapan Risiko Pasar Pendekatan Standar Pengungkapan Kualitatif 1 Persyaratan umum pengungkapan kualitatif (paragraf 58 dan 59) untuk risiko pasar termasuk portfolio yang tercakup dalam metode standar. Pengungkapan kuantitatif 2 Kebutuhan modal untuk mengcover : Risiko suku bunga Risiko nilai tukar Risiko ekuitas Risiko komoditi Ilustrasi pada lampiran 1 2) Pendekatan Model Internal 70. Untuk bank yang menggunakan pendekatan model internal dalam perhitungan bobot risiko pasar, pengungkapan meliputi: 19 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

20 Tabel 10 Pengungkapan Risiko Pasar Pendekatan Model Internal Pengungkapan kualitatif 1 Persyaratan umum pengungkapan kualitatif (paragraf 58 dan 59) untuk risiko pasar termasuk portfolio yang tercakup dalam model internal, dan metodologi model internal yang digunakan untuk menghitung posisi trading 2 Portfolio yang dicover oleh model internal yang telah disetujui oleh Bank Indonesia 3 Untuk setiap portofolio yang dicover oleh model internal : 1) Karakteristik model yang digunakan; 2) Deskripsi stress testing yang digunakan terhadap portofolio; dan 3) Deskripsi pendekatan yang digunakan untuk becktesting/validasi terhadap akurasi dan konsistensi model internal dan proses permodelan. Pengungkapan kuantitatif 1 Untuk trading portofolio yang dihitung dengan metode internal: a. VaR tertinggi, rata-rata dan terendah selama periode pelaporan dan pada akhir periode; dan b. Perbandingan antara perkiraan VaR dengan laba/rugi aktual yang dialami bank, dengan analisis penyimpangan (outliers) pada hasil backtesting. Ilustrasi pada lampiran 1 F. Persyaratan Pengungkapan Risiko Operasional 71. Pengungkapan risiko operasional dibagi menjadi dua yaitu aspek kualitatif dan aspek kuantitatif berdasarkan pendekatan yang digunakan oleh bank. Tabel 11 Pengungkapan Risiko Operasional Pengungkapan Kualitatif 1 a. Ringkasan obyektif dan kebijakan manajemen risiko operasional bank, sebagaimana yagn dipersyaratkan dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai manajemen risiko serta ketentuan SE Ekstern mengenai Risiko Operasional untuk masing-masing pendekatan yang digunakan. b. Struktur organisasi fungsi manajemen risiko c. Cakupan pelaporan risiko d. Sistem pengukuran 20 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

21 e. Kebijakan mitigasi risiko, serta strategi dan prosedur yang digunakan untuk memantau keefektifan mitigasi : 1) Instrumen yang digunakan, strategi dan obyektif 2) Kebijakan atas valuasi agunan 3) Penggunaan asuransi (bagi bank yang menggunakan pendekatan AMA) Pendekatan yang digunakan oleh bank untuk mengukur ATMR/beban modal risiko operasional Pengungkapan Kuantitatif 2 a. Jumlah modal yang dibutuhkan untuk mengcover risiko operasional, sesuai dengan metode yang digunakan. Ilustrasi pada lampiran 1 G. Persyaratan Pengungkapan Risiko Ekuitas pada posisi Banking Book 72. Pengungkapan risiko ekuitas pada posisi banking book dibagi menjadi dua yaitu ; aspek kualitatif dan aspek kuantitatif dengan rincian sebagai berikut : Tabel 12 Pengungkapan Risiko Ekuitas pada posisi Banking Book Pengungkapan Kualitatif 1 Persyaratan pengungkapan kualitatif umum (paragraf 58 dan 59), termasuk pengungkapan mengenai: 1) Perbedaan antara ekuitas yang dimiliki untuk mendapatkan capital gain dan yang dimiliki untuk tujuan lain termasuk alasan strategis dan pengembangannya 2) Pembahasan/penjelasan mengenai kebijakan penting yang mencakup valuasi dan akuntansi terhadap ekuitas yang dicatat pada banking book, termasuk teknik akuntansi dan metodologi valuasi yang digunakan, asumsi kunci dan praktek yang mempengaruhi valuasi serta perubahan yang signifikan pada praktek tersebut. Pengungkapan Kuantitatif 2 Nilai investasi yang dicatat dalam neraca dan nilai wajar dari investasi tersebut. Untuk sekuritas yang nilainya dikuotasi wajib pula mengungkapkan perbandingan nilai saham yang dikuotasi (publicly quoted) jika nilai saham berbeda secara signifikan dengan nilai wajar 3 Jenis dan sifat investasi, termasuk jumlah yang dapat diklasifikasikan sbb : a) Diperdagangkan secara umum b) Dimiliki secara pribadi 21 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

22 4 Nilai kumulatif dari realisasi keuntungan/ kerugian yang timbul dari penjualan dan likuidasi pada periode pelaporan 5 Keuntungan atau kerugian Total keuntungan dan kerugian yang belum direalisasikan yang diakui sebagai comprehensive income. 6 Suatu analisis investasi ekuitas dengan mengelompokkan ATMR dan ekuitas yang sama, konsisten dengan praktek manajemen risiko. H. Persyaratan Pengungkapan Risiko Suku Bunga Pada Banking Book (IRRBB) 73. Pengungkapan risiko suku bunga pada banking book (IRRBB) dibagi menjadi dua yaitu aspek kualitatif dan aspek kuantitatif, dengan rincian sebagai berikut : Tabel 13 Pengungkapan Risiko Suku Bunga pada banking Book (IRRBB) Persyaratan Kualitatif 1 Disamping memenuhi persyaratan pengungkapan kualitatif umum pada paragraf 58 dan 59, bank juga mengungkapkan hal-hal sebagai berikut : asumsi mengenai proses repricing untuk non maturity deposit seperti giro dan tabungan metode pengukuran IRRBB yang digunakan dan asumsi-asumsi yang mendasarinya frekuensi pengukuran dan pemantauan IRRBB Persyaratan Kuantitatif 2 Peningkatan dan penurunan earning atau economic value sebagai akibat skenario perubahan suku bunga yang diterapkan di dalam stress test bank untuk mengukur eksposur IRRBB, dirinci berdasarkan mata uang. Ilustrasi pada lampiran 9 22 Consultative Paper: Pengungkapan Pilar 3

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

2015, No.74 2 d. bahwa informasi yang diungkapkan kepada masyarakat perlu memperhatikan faktor keseragaman dan kompetisi antar Bank; e. bahwa berdasar

2015, No.74 2 d. bahwa informasi yang diungkapkan kepada masyarakat perlu memperhatikan faktor keseragaman dan kompetisi antar Bank; e. bahwa berdasar No.74, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Laporan Bank. Transparansi. Publikasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat.

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat. Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat. RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG TRANSPARANSI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.53, 2016 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan disiplin

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2016 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2016 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2016 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai

Lebih terperinci

2 mengelola risiko; dan (iv) mengurangi ketidakpastian pasar (market uncertainty) serta kesenjangan informasi (asymmetric information). Di sisi lain,

2 mengelola risiko; dan (iv) mengurangi ketidakpastian pasar (market uncertainty) serta kesenjangan informasi (asymmetric information). Di sisi lain, TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. OJK. Laporan Bank. Transparansi. Publikasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.199, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Laporan Bank. Transparansi. Publikasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5353) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/10 /PBI/2003 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/10 /PBI/2003 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/10 /PBI/2003 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam menjalankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu No.298, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Syariah. Unit Usaha. Bank Umum. Manajemen Risiko. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 25 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

2016, No tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2

2016, No tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2 No.170, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Bank. Laporan. Transparansi. Publikasi. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5917) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH Yth. Bank Umum Syariah di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2016 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2016 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2016 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko

Lebih terperinci

DRAFT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/ /20 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK

DRAFT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/ /20 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DRAFT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/ /20 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK BATANG TUBUH Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan disiplin pasar (market discipline) dan sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5929 KEUANGAN OJK. Bank. Modal. Kewajiban. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 188). PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/6/PBI/2006 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PEMENUHAN RASIO PENDANAAN STABIL BERSIH (NET STABLE FUNDING RATIO) BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/13/PBI/2007 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/13/PBI/2007 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/13/PBI/2007 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam perhitungan kecukupan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2016 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2016 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2016 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk

Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk Kebijakan ini berlaku sejak mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris pada bulan Mei 2018. Manajemen risiko merupakan suatu bagian yang esensial

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan No.142, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Penyertaan Modal. Prinsip Kehatihatian. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6085) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No.7/56/DPbS Jakarta, 9 Desember 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan,

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Ilustrasi Pengungkapan Kecukupan Modal-Metode Standar

Lampiran 1 : Ilustrasi Pengungkapan Kecukupan Modal-Metode Standar Lampiran 1 : Ilustrasi Pengungkapan Kecukupan Modal-Metode Standar No. Jenis Eksposur 1 Risiko Kredit a Eksposur Neraca Tagihan kepada Pemerintah Tagihan kepada Bank Pembangunan Multilateral Tagihan kepada

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/22/PBI/2001 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/22/PBI/2001 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/22/PBI/2001 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan disiplin pasar (market discipline) perlu diupayakan

Lebih terperinci

REPRESENTASI MANAJEMEN

REPRESENTASI MANAJEMEN SA Seksi 333 REPRESENTASI MANAJEMEN Sumber: PSA No. 17 PENDAHULUAN 01 Seksi ini mensyaratkan auditor untuk memperoleh representasi tertulis dari manajemen sebagai bagian dari audit yang dilaksanakan sesuai

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM - 1 - I. PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA UMUM Sebagaimana diatur dalam

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN

PEDOMAN PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN PEDOMAN PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN Lampiran II I. PEDOMAN UMUM A TANGGUNG JAWAB ATAS LAPORAN KEUANGAN 1 Pengurus Dana Pensiun bertanggung jawab atas laporan keuangan Dana

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Pasar

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Pasar Pengelolaan Risiko Pasar Manajemen Risiko, Sesi 7 Latar Belakang Risiko Pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk para nasabah dan investor global agar tetap survive di percaturan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk para nasabah dan investor global agar tetap survive di percaturan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi persaingan internasional, perbankan berlomba-lomba menciptakan produk baru dan layanan yang kompetitif dengan perbankan berskala internasional

Lebih terperinci

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR../ /POJK/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DEWAN KOMISIONER NOMOR../.../POJK/2015

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI OTORITAS JASA KEUANGAN

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI OTORITAS JASA KEUANGAN Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/10/PBI/2004 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/10/PBI/2004 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/10/PBI/2004 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang

Lebih terperinci

I. PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA UMUM. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dari masing-masing pilar tersebut diuraikan sebagai berikut:

I. PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA UMUM. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dari masing-masing pilar tersebut diuraikan sebagai berikut: I. PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA UMUM Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009

Lebih terperinci

NERACA TRIWULANAN Tanggal : 30 Juni 2013 dan 31 Desember 2012

NERACA TRIWULANAN Tanggal : 30 Juni 2013 dan 31 Desember 2012 No. NERACA TRIWULANAN Tanggal : 30 Juni 2013 dan 31 Desember 2012 POS POS (dalam jutaan rupiah) Posisi 31 Desember Th. ASET 1. Kas 11.925 11.327 2. Penempatan pada Bank Indonesia 215.761 264.622 3. Penempatan

Lebih terperinci

2. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa Jangka Waktu Kontrak (Dalam Jutaan Rp)

2. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa Jangka Waktu Kontrak (Dalam Jutaan Rp) A. RISIKO KREDIT 1. Pegungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah. Tagihan bersih berdasarkan Wilayah Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 Wilayah 4 Jakarta Medan Surabaya Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 18 /PBI/2012 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 18 /PBI/2012 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 18 /PBI/2012 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)

Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi Siti Astiyah Gantiah

Lebih terperinci

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL - 1 - PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN PUBLIKASI BANK UMUM KONVENSIONAL OTORITAS

Lebih terperinci

No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Modal Minimum. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5369) PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14 /PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14 /PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK - 34 - PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14 /PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK I. UMUM Tuntutan untuk meningkatkan transparansi kondisi keuangan dan kinerja Bank

Lebih terperinci

PETUNJUK PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI JIWA

PETUNJUK PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI JIWA Hal. 1 PETUNJUK PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI JIWA I. UMUM 1. Laporan keuangan ini dibuat khusus untuk kepentingan pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian. Untuk itu, bentuk, isi,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 15 /PBI/2008 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 15 /PBI/2008 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 15 /PBI/2008 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2018

RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2018 - 1 - LAMPIRAN I RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2018 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN PENGUKURAN RISIKO PENDEKATAN STANDAR UNTUK RISIKO SUKU BUNGA DALAM BANKING

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/11/PBI/2013 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/11/PBI/2013 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/11/PBI/2013 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5841 KEUANGAN OJK. Bank. Rencana Bisnis. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 17) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2016 KEUANGAN OJK. Bank. Modal. Kewajiban. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5929). PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

FINANCIAL INSTRUMENT

FINANCIAL INSTRUMENT Pelaporan Akuntans Keuangan- Financial Instrument 1 FINANCIAL INSTRUMENT Dwi Martani Latar Belakang Revisi PSAK 50-55 2 Perkembangan standar Internasional IFRS 30 dan 39 Investor melakukan investasi secara

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN Yth. 1. Direksi Bank; 2. Direksi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi; 3. Direksi Perusahaan Efek; dan 4. Direksi Perusahaan Pembiayaan; di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2015

Lebih terperinci

NERACA TRIWULANAN Tanggal : 31 Maret 2013 dan 31 Desember 2012

NERACA TRIWULANAN Tanggal : 31 Maret 2013 dan 31 Desember 2012 No. NERACA TRIWULANAN Tanggal : 31 Maret 2013 dan 31 Desember 2012 POS POS (dalam jutaan rupiah) Posisi 31 Desember Th. ASET 1. Kas 10,117 11,327 2. Penempatan pada Bank Indonesia 226,726 264,622 3. Penempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan alat bagi investor untuk mengetahui kondisi perusahaan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi. Selain itu laporan keuangan juga memiliki

Lebih terperinci

PEDOMAN PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR

PEDOMAN PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR LAMPIRAN IV SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /SEOJK.03/2016 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN ASET TERTIMBANG MENURUT RISIKO UNTUK RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR - 1 - PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Bank Pengertian bank menurut PSAK No. 31 adalah: Suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5811 KEUANGAN. OJK. Bank Umum. Pemberian Remunerasi. Tata Kelola. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 371) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5353 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Laporan Bank. Transparansi. Publikasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Perubahan Penerapan PSAK No.50 (revisi 2006) pada Bank. yang berkaitan dengan penyajian instrumen keuangan:

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Perubahan Penerapan PSAK No.50 (revisi 2006) pada Bank. yang berkaitan dengan penyajian instrumen keuangan: BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Perubahan Penerapan PSAK No.50 (revisi 2006) pada Bank Tabungan Pensiun Nasional Tbk. IV.1.1. Penyajian Instrumen Keuangan Terdapat beberapa perubahan pada pos instrumen

Lebih terperinci

PENGUNGKAPAN INFORMASI KUANTITATIF EKSPOSUR RISIKO

PENGUNGKAPAN INFORMASI KUANTITATIF EKSPOSUR RISIKO 1. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah No Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 Wilayah 4 Total Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 Wilayah

Lebih terperinci

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Desember 2012 dan 2011 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS. 31 Dec Dec 2011

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Desember 2012 dan 2011 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS. 31 Dec Dec 2011 LAPORAN POSISI KEUANGAN (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS ASET 1. Kas 5,177 4,547 2. Penempatan pada Bank Indonesia 331,111 576,314 3. Penempatan pada bank lain 501,231 192,880 4. Tagihan spot dan derivatif

Lebih terperinci

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Maret 2013 dan 31 Desember 2012 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS. 31 Mar Dec 2012

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Maret 2013 dan 31 Desember 2012 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS. 31 Mar Dec 2012 LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Maret 2013 dan 31 Desember 2012 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS 31 Mar 2013 31 Dec 2012 ASET 1. Kas 5,416 5,177 2. Penempatan pada Bank Indonesia 229,426 331,111 3. Penempatan

Lebih terperinci

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM - 1 - Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RISIKO KREDIT 1. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank secara Individu

RISIKO KREDIT 1. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank secara Individu RISIKO KREDIT 1. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank secara Individu Tagihan bersih berdasarkan wilayah Kategori Portofolio Kalimantan & Central Java East Java & Bali Jakarta Sumatera

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA 1. Penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola yang baik Lembaga Pembiayaan Ekspor

Lebih terperinci

PT WAHANA PRONATURAL TBK. Check List SEOJK/30/2016 Laporan Tahunan

PT WAHANA PRONATURAL TBK. Check List SEOJK/30/2016 Laporan Tahunan PT WAHANA PRONATURAL TBK Check List SEOJK/30/2016 Laporan Tahunan DAFTAR ISI A. Ikhtisar Data Keuangan Penting B. Informasi Saham C. Laporan Direksi D. Laporan Dewan Komisaris E. Profil Emiten atau Perusahaan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30/SEOJK.04/2016

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30/SEOJK.04/2016 SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30/SEOJK.04/2016 Materi dan Penjelasan I. Ketentuan Umum a. Laporan Tahunan paling sedikit memuat informasi mengenai: 1) Ikhtisar data keuangan penting 8-10 2)

Lebih terperinci

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M No.73, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Modal Minimum. Modal Inti Minimum. Bank. Perkreditan Rakyat. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5686) PERATURAN

Lebih terperinci

PSAK 60 (REVISI 2014) PENGUNGKAPAN INSTRUMEN KEUANGAN

PSAK 60 (REVISI 2014) PENGUNGKAPAN INSTRUMEN KEUANGAN PSAK 60 (REVISI 2014) PENGUNGKAPAN INSTRUMEN KEUANGAN 60 PSAK 60 PSAK 60 mengatur persyaratan pengungkapan dalam laporan keuangan terhadap instrumen keuangan. Sebelumnya diatur dalam PSAK 50 (revisi 2006):

Lebih terperinci

ED PSAK 71 INSTRUMEN KEUANGAN RINGKASAN PERUBAHAN

ED PSAK 71 INSTRUMEN KEUANGAN RINGKASAN PERUBAHAN ED PSAK 71 INSTRUMEN KEUANGAN RINGKASAN PERUBAHAN PSAK 71 Instrumen Keuangan Direncanakan Efektif 1 Januari 2019 Klasifikasi dan pengukuran untuk instrumen keuangan. Klasifikasi amortized cost dan fair

Lebih terperinci

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Ringkasan Eksekutif Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 1. Latar belakang penerbitan POJK ini adalah

Lebih terperinci

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 50 AKUNTANSI INVESTASI EFEK TERTENTU

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 50 AKUNTANSI INVESTASI EFEK TERTENTU 0 0 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 0 AKUNTANSI INVESTASI EFEK TERTENTU Paragraf-paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf standar yang harus dibaca dalam konteks dengan

Lebih terperinci

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo)

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo) LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 30 September 2015 dan 31 Desember 2014 (dalam jutaan Rupiah) No. POS POS 30 Sep 2015 31 Dec 2014 ASET 1. Kas 9,942 10,443 2. Penempatan pada Bank Indonesia 3,520,489 1,473,201

Lebih terperinci

(dalam jutaan rupiah) 30-Jun-17 Kategori Portofolio

(dalam jutaan rupiah) 30-Jun-17 Kategori Portofolio Pengungkapan Berdasarkan Wilayah - Bank secara Individual Berdasarkan Wilayah Wil. Jakarta Wil. Barat Wil. Tengah Wil. Timur Total (3) (4) (5) (6) (7) 1 Tagihan Kepada Pemerintah 2,435,098 - - - 2,435,098.00

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 65 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 65 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 65 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo)

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo) LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Maret 2016 dan 31 Desember 2015 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS 31 Mar 2016 31 Des 2015 ASET 1. Kas 12.254 12.320 2. Penempatan pada Bank Indonesia 2.621.559 1.228.564

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM Batang Tubuh PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

Lebih terperinci

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Rerangka Teori dan Literatur 2.1.1. Pengertian Bank Pada Pasal 1 (Butir 2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,

Lebih terperinci

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo)

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo) LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Desember 2015 dan 31 Desember 2014 (dalam jutaan Rupiah) No. POS POS ASET 1. Kas 12,320 10,443 2. Penempatan pada Bank Indonesia 1,228,564 1,473,201 3. Penempatan pada bank

Lebih terperinci

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo)

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo) LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 30 Juni 2015 dan 31 Desember 2014 (dalam jutaan Rupiah) No. POS POS 30 Jun 2015 31 Des 2014 ASET 1. Kas 9.144 10.443 2. Penempatan pada Bank Indonesia 2.770.562 1.473.201 3.

Lebih terperinci