BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resep Pengertian Resep Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan/atau membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Jika resep tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep tersebut. Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan. 2. Tanggal penulisan resep (inscriptio). 3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio). 4. Nama setiap obat dan komposisinya (praescrippio/ordonatio). 5. Aturan pemakaiain obat yang tertulis (signatura). 6. Tanda tangan atau paraf dokterr penulis resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (subscriptio). 7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan. 8. Tanda seru atau paraf dokter untuk setiap resep yang melebihi dosis maksimalnya (Anief, 2000).

2 Dr. Bajuri Ahmad SIP no. 228/K/84 Jln. Budi Kemulian no. 8A No. Telp Jakarta. Jakarta, R/ Acetosal mg 500 mg Codein HCL 20 mg C.T.M 4 mg S.L q.s m.f. pulv. Dtd. No. XV da in caps S.t.d.d. caps. I Pro: Ny Elin (dewasa) Paraf/tanda tangan Dokter Gambar 1 : Contoh Resep Tahap-Tahap Pelayanan Resep Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep adalah menjadi tanggung Apoteker Pengelola Apotek. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung dengan keahlian profesinya dan dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker wajib memberi informasi tentang penggunaan secara tepat, aman, rasional, kepada pasien atas permintaan masyarakat (Anief, 2005). Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan palayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.

3 Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberin informasi, monitoring pnggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan (Anonim, 2004). Berikut digambarkan tahap-tahap pelayanan resep di apotek secara umum : Resep Datang Skrining Resep Resep Diberi Pasien Tidak Setuju Pasien Setuju Diajukan obat alternatif dengan jenis, jumlah, dan harga sesuai kemampuan pasien Pasien Tidak Setuju Pasien Setuju Kembali Ke Dokter Ke Apotek Lain Penyiapan/Peracikan Obat Penyerahan Obat Pemberian Konseling, Informasi, dan Edukasi Monitoring Penggunaan Obat Gambar 2 : Tahap-tahap pelayanan resep di apotek secara umum

4 a. Skrining resep. Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1) Persyaratan Administratif : a. Nama, SIPA dan alamat dokter b. Tanggal penulisan resep c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien e. Cara pemakaian yang jelas f. Informasi lainnya 2) Kesesuaian farmasetik. Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 3) Pertimbangan klinis. adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. b. Penyiapan obat 1) Peracikan, merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. 2) Etiket, etiket harus jelas dan dapat dibaca. 3) Kemasan obat yang diserahkan, obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

5 4) Penyerahan obat, sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. 5) Informasi obat, apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 6) Konseling, apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 7) Monitoring penggunaan obat, setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. 8) Promosi dan edukasi, dalam rangaka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilih obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi.

6 Apoteker ikut membantu desiminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya (Anonim, 2004). 2.2 Pemilihan Obat Tahap Pemilihan Obat Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi : 1. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan. 2. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi. 3. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik. 4. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal Kriteria pemilihan obat Sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu :

7 1. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit. 2. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah. 3. Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal. 4. Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavailabilitasnya. 5. Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik. 6. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa maka pilihan diberikan kepada obat yang : a. Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah. b. Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan. c. Stabilitas yang paling baik. d. Paling mudah diperoleh. e. Harga terjangkau. f. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal. Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus mempertimbangkan : a. Kontra Indikasi. b. Peringatan dan Perhatian. c. Efek Samping. d. Stabilitas. Pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku (Anonim, 2008).

8 2.3 Tinjauan Apotek Kesehatan merupakan keadaan sejatera baik jahmani, rohani maupun sosial seseorang. Kesehatan dapat dicapai dengan adanya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat pada setiap masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Tempat untuk menyelenggarakan kesehatan disebut sarana kesehatan. Salah satu sarana pelayanan kesehatan adalah apotek (Furdiyanti dkk, 2006) Pengertian Apotek Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pedmberian Izin Apotek Pasal 1 Ayat (a) : Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi. Perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat, sedangakan Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2006). Adapun menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 13 Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Anonim, 2009).

9 2.3.2 Tugas dan Fungsi Apotek Apotek mempunyai fungsi utama dalam pelayanan obat atas dasar resep dan yang berhubungan dengan itu, serta pelayanan obat tanpa resep. Dalam pelayanan obat ini Apoteker harus berorientasi pada pasien/penderita, apakah obat yang diinginkan pasien tersebut dapat menyembuhkan penyakitnya serta ada tidaknya efek samping yang merugikan (Anief, 2005). Tugas dan fungsi Apotek menurut pasal 2 Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1980, yaitu : a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana Farmasi yang telah melakukan peracikan, perubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan baku obat. c. Penyaluran perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat secara luas dan merata (Anief, 2005) Peraturan Perundang-undangan di Bidang Perapotekan Peraturan perundang-undangan perapotekan di indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Dimulai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) No.26 tahun 1965 tentang pengelolaan dan perizinan Apotek, kemudian disempurnakan dalam peraturan pemerintah No , beserta petunjuk pelaksanaannya dalam peraturan Menteri Kesehatan No.26 tahun 1981 dan surat keputusan Menteri Kesehatan No.178 tentang ketentuandan tata cara pengelolaan apotek. Peraturan selanjutnya yang ber laku adalah Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 yang memberikan beberapa keleluasaan kepada

10 apotek untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Peraturan yang terakhir berlaku sampai sekarang adalah Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Hartini dan Sulasmono, 2006). Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 adalah sebagai berikut : a. Apoteker adalah sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. b. Surat Izin Praktek Apotek (SIPA) adalah Surat Izin yang diberikan oleh menteri kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan apotek disuatu tempat tertentu. c. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin apotek. d. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan Perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker (Anonim, 2010).

11 2.4 Apotek Motilango Profil Apotek Motilango Apotek Motilango Kota Gorontalo pertama kali didirikan pada tahun 1999 yang berbentuk KOPKAR yaitu Koperasi Karyawan Askin dimana pemiliknya terdiri atas 5 orang karyawan PT. Askes. Apotek Motilango mengadakan perjanjian kerjasama dengan PT. Askes, Pemerintah Daerah dan PT. Jamsostek dalam pengambilan obat untuk pasien. Pada awalnya Apotek Motilango hanya melayani pasien tanggungan Askes. Tetapi setelah adanya perubahan, maka apotek motilango saat ini sudah banyak melayani pasien tanggungan kesehatan seperti : Jamkesda, Jamkesta, jamkespro, Jamsostek, Jamkespra, dan Inhealt. Pada awalnya Apotek Motilango berlokasi di Jalan Aloe Saboe lama, berdekatan dengan Rumah Sakit Umum Daerah Gorontalo. Namun pada tahun 2004, setelah Rumah Sakit dipindahkan ke Jalan Taman Pendidikan, Apotek pun dipindahkan di bangunan yang baru. Pada awal didirikan Apotek Motilango telah memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Apotek Motilango mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun dan telah memiliki Surat Izin Praktek Apotek (SIPA) dengan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Salman S.Si.,M.S.i.,Apt. Sekarang ini seluruh saham Apotek Motilango telah dimiliki satu orang yaitu Mantan kepala PT. Askes dr. Burhanudin Umar.

12 Untuk pelayanan pasien, Apotek Motilango melayani resep umum, Askes, Jamkesda, Jamsostek, Inhealt, resep dokter keluarga juga untuk pasien yang melakukan swamedikasi. Apotek Motilango memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, bersih dan nyaman. Lingkungannya selalu terjaga kebersihannya serta memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin dan lemari untuk obat-obat kemoterapeutik. Selain itu sarana yang dimiliki Apotek Motilango diantaranya : 1) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien 2) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi. 3) Ruang racikan 4) Tempat pncucian alat 5) Perabotan apotek yang tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. 6) Gudang penyimpanan sediaan farmasi. 7) Kamar kecil untuk pasien dan petugas Struktur Organisasi Apotek Motilango Sedikit banyaknya tenaga kerja di apotek tergantung besar kecilnya apotek. Struktur organisasi sebuah apotek dapat disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan besarnya volume aktivitas apotek itu sendiri. Agar dapat mencegah

13 tumpang tindih kewajiban serta wewenang petugas maka dengan adanya suatu struktur organisasi sebuah apotek akan memperjelas posisi hubungan antar elemen orang. Berikut struktur organisasi Apotek Motilango Kota Gorntalo : Apoteker Pengelola Apotek Pemilik Sarana Apotek Administrasi Pelaksana Umum Petugas Pelayanan Resep Petugas Pelaporan Resep Petugas Administrasi Keuangan Petugas Pengadaan Sediaan Farmasi Gambar 3 : Struktur Organisasi Apotek Motilango Personalia Apotek Motilango Untuk menjaga tugasnya sebagai sarana pelayanan kesehatan yang beroperasi selama 24 jam penuh maka Apotek Motilango memiliki 14 (empat belas) orang petugas dan 1 (satu) orang Apoteker Penanggung jawab Apoteker. Dimana tugas dan tanggung jawab dari kedelapan orang petugas dibagi menjadi : 1. Petugas pengadaan obat : 1 orang 2. Petugas administrasi keuangan : 1 orang 3. Petugas pelaporan resep Askes Jamsostek dan Jamkesda : 1 orang

14 4. Petugas Komputer : 4 orang 5. Petugas pelayanan resep : 7 orang 2.5 Tinjauan Asuransi Semua negara yang telah menyadari pentingnya kesehatan sebagai salah satu syarat menuju kesejahteraan hidup dengan berbagai upaya berusaha untuk menyediakan dana bagi pelaksana kegiatan pelayanan kesehatan mereka. Salah satu diantaranya adalah dengan melaksanakan asuransi kesehatan (health assurance) yang dipakai untuk membiayai pelayanan kesehatan ditengah-tengah masyarakat (Nurhayati, 2010) Pengertian Asuransi Asuransi yang dalam bahasa Belanda disebut Verzekering, atau Assurantie disebut dengan pertanggungan sedangkan pihak penanggung disebut sebagai verzekeraar yaitu orang yang menerima resiko dan terhadap tertanggung disebut dengan verzekerde yaitu orang yang mengalihkan resiko yang ada padanya (Muhammad, 2006). Istilah asuransi (assurantie) lebih banmyak dikenal dan dipakai dalam praktek perusahaan pertanggungan sehari-hari. Asuransi adalah perjanjian dan penegasan yang dibuat antara pihak penanggung jawab dengan tanggungannya yang diatur dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Sofyanto, 2009). Dari defenisi di atas dapat dilihat bahwa asuransi ataupun pertanggungan adalah perjanjian atau kontrak antar para pihak yang sepakat. Dimana salah satu pihak bertindak sebagai penanggung jawab terdapat resiko dari suatu potensi

15 kerugian yang diperjanjian dan pihak lain bertindak sebagai tertanggung, yang akan menerima ganti rugi sebesar kerugian yang dialaminya ataupun sebesar nilai yang diperjanjikan (Widjaja dan Yani, 2000) Dasar Hukum Asuransi Sesuai dengan arah pembangunan nasional dan dengan pemikiran dasar dari sistem kesehatan nasional, tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya mutu dan lingkungan hidup yang optimal bagi setiap penduduk dengan mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Tentang Pokok-Pokok Kesehatan Nomor 9 Tahun 1960 pasal 1 menyebutkn bahwa tiap-tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya dan perlu diikutsertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah. Oleh karena itu, negara telah menyadari pentingnya kesehatan sebagai syarat menuju kesejahteraan hidup, sehingga dengan berbagai upaya berusaha menyediakan dana bagi pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan. Pembangunan yang berlangsung selama ini telah mempeluas kesempatan kerja dan memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi tenaga kerja dan keluarganya. Namun kemampuan bekerja dan penghasilan tersebut dapat berkurang atau hilang karena berbagai risiko yang dihadapi, misalkan kecelakaan, cacat, sakit, hari tua dan meninggal dunia. Berikut beberapa dasar hukum asuransi kesehatan di indonesia : 1. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 2. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja(sebagaimana telah beberapa kali diubah

16 terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamian Sosial Tenaga Kerja Asuransi Kesehatan Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirikepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu. Ketentuan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 antara lain disebutkan bahwa penyelanggaraan pemeliharaan kesehatan pembiayaan dikelola secara terpadu, dilakukan secara pra upaya. Upaya pemeliharaan kesehatan yang mencakup pemeliharaan kesehatan dasar itu wajib diikuti setiap peserta, dan pemeliharaan kesehatan tambahan yang walaupun sifatnya sukarela harus tetap merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pemeliharaan kesehatan dasar (Poernomo, 2004). Salim dalam Dwiriani (2009) menyebutkan bahwa asuransi kesehatan adalah salah satu jenis produk asuransi secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (out-patient treatment). Asuransi adalah suatu sistem untuk merendahkan kehilangan finansial dengan menyalurkan resiko kehilangan dari seseorang ke badan lainnya. Seseorang yang menyalurkan resiko disebut sebagai tertanggung,

17 sedangkan badan yang menerima resiko disebut penanggung. Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan. Ini adalah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar tertanggung kepada penanggung untuk resiko yang ditanggung disebut premi yang biasanya ditentukan oleh penanggung. PT. Asuransi kesehatan indonesia atau juga dikenal dengan nama PT. Jamostek Indonesia (Persero) adalah merupakan badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelanggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Jamsostek itu untuk seluruh pekerja baik formal maupun informal dan mandiri. Negara berkewajiban melindungi mereka semua. Jadi, semua pekerja wajib diikitkan oleh pengusaha menjadi peserta Jamsostek. Keluarga yang dimaksud adalah isteri atau suami dan anak yang sah dan atau anak angkat dan peserta yang mendapat tunjangan keluarga Dalam satu keluarga, maksimal yang ditanggung adalah lima orang. (PT. Jamsostek, 2008) Tujuan Asuransi Kesehatan Tujuan pemerintah menyelenggarakan semua pertanggungan sosial pada dasarnya adalah sama yaitu untuk memberikan jaminan sosial bagi masyarakat.

18 Demikian juga hal asuransi kesehatan tujuannya adalah membayar biaya rumah sakit, biaya pengobatan dan mengganti kerugian tertanggung atas hilangnya pendapatan karena cedera akibat kecelakaan atau penyakit. Sedangkan tujuan asuransi kesehatan adalah meningkatkan pelayanan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan anggota keluarganya. Asuransi kesehatan juga bertujuan memberikan bantuan kepada peserta dalam membiayai pemeliharaan kesehatannya (Dwiriani, 2009). PT. Jamsostek (persero) Indonesia sebagai badan pengelola asuransi kesehatan di Indonesia bertujuan untuk menjaga, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan bagi Tenaga Kerja penerima pensiun beserta anggota keluarganya dalam rangka upaya menciptakan aparatur negara yang sehat, kuat dan dinamis seta memiliki jiwa pengabdian terhadap nusa dan bangsa. 2.6 Jamsostek Pengertian Jamsostek Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggarannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang- Undang No. 3 tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedang kewajibannya adalah membayar iuran.

19 Program ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacad, hari tua dan meninggal dunia. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) merupakan salah satu program JAMSOSTEK dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui usaha kesehatan. Melalui program JPK tenaga kerja bergotong royong mengumpulkan dana, sehingga mereka yang sehat dapat membantu yang sakit, dan mereka yang berpenghasilan lebih besar membantu mereka yang berpenghasilan lebih kecil. Jadi melalui program JPK biaya untuk pelayanan kesehatan tidak lagi menjadi masalah bagi tenaga kerja. Dengan adanya jaminan biaya untuk pelayanan kesehatan diharapkan tenaga kerja maupun keluarganya yang sakit atau kecelakaan dengan segera dapat diobati sehingga cepat sembuh atau penyakitnya tidak bertambah parah. Dengan terjaminnya kesehatan tenaga kerja beserta keluarganya diharapkan tenaga kerja mampu bekerja dengan produktivitas yang tinggi. Tetapi dalam pelaksanaan program tersebut masih dijumpai berbagai masalah sehingga program yang diharapkan memberikan ketenangan bagi tenaga kerja beserta keluarganya ternyata menimbulkan kekecewaan justru pada saat mereka membutuhkan pelayanan. Masalah-masalah tersebut akhirnya menjadi biang keladi kekecewaan para peserta, kemudian ketidak percayaan pada program

20 JPK maupun JAMSOSTEK, yang pada akhirnya dapat menimbulkan pemutusan kepesertaan atau keluar dari program JPK (Anonim, 2012) Tinjauan Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) Pelayanan obat merupakan salah satu mata rantai penting dari pelayanan kesehatan. Sebagai upaya untuk memberikan pelayanan obat yang terbaik kepada peserta, PT. Jamsostek (Persero) menerapkan suatu daftar obat-obatan dengan harga yang tertentu yang tercantum dalam Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) yang diharapkan menjadi acuan bagi dokter penulis resep dalam memberikan pelayanan obat kepada masyarakat indonesia. Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) disusun dengan melibatkan berbagai pihak yaitu para ahli dan mitra PT. Jamsostek (Persero) yang memiliki kompetensi dibidangnya, sehingga obatobatan yang tercantum dalam Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) dapat dipertanggung jawabkan (Anonim, 2012) Pengertian Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) adalah daftar obat dengan nama generik dan atau nama lain yang diberikan oleh pabrik yang memproduksinya serta daftar harganya. Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) merupakan pedoman dalam penyediaan dan pemberian obat-obatan bagi peserta PT. Jamsostek (Persero) untuk pelayanan tingkat pertama di dokter keluarga dan pelayanan tingkat lanjut baik rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit (Anonim, 2012). Jika pada pelayanan kesehatan tingkat pertama di puskesmas obat disediakan oleh puskesmas dimana obat merupakan komponen pelayanan

21 kesehatan yang dibayar oleh PT. Jamsostek secara kapitasi, untuk pelayanan dokter keluarga obat dapat diperoleh di apotek yang ditunjukan berdasarkan resep dari dokter keluarga yang berpedoman pada Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ). Pada pelayanan tingkat lanjutan baik rawat jalan maupun rawat inap pmberian obat berdasarkan resep obat dari dokter spesialis yang merawat, berpedoman pada Daftar Obat Standar yang berlaku (Hutagaol, 2008) Ruang Lingkup Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) terdiri dari daftar obat I dan daftar obat II yang meliputi obat Esesuai Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan obat tambahan diluar Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), berdasarkan rekomendasi Tim Ahli DOSJ, yaitu : a. Daftar Obat I : 1. Obat untuk penyakit umum dan khusus 2. Peresepan obat untuk kebutuhan 3-5 hari, kecuali untuk penyakit kronis dapat untuk kebutuhan maksimum selama 30 hari. 3. Pengambilan obat di Apotek/Instalasi Farmasi PPK PT.Jamsotek (Persero). b. Daftar Obat II : 1. Obat untuk penyakit kanker. 2. Peresepannya sesuai dengan stadium penyakit serta kondisi pasien. 3. Resepnya hanya boleh diresepkan oleh dokter Ahli Onkologi dan harus dilengkapi dengan protokol terapi dari dokter yang merawat yang diketahui oleh Tim Dokter Onkologi/Spesialis konsultannya kecuali obat

22 Goserelin Asetat Leuprorelin Asetat dapat diresepkan dan disetujui oleh Dokter Ahli Urologi. 4. Resep harus dilegalisir terlebih dahulu oleh PT. Jamsostek (Persero). 5. Pengambilan obat di Apotek/Instalasi Farmasi / PPK / PT. Jamsostek (Persero). 6. Peresepan obat sitostatika pada PKK yang memiliki Dokter Ahli Onkologi/Spesialis konsultannya yang menetap bekerja maka peresepan obat sitostatika diberikan oleh dokter tersebut (Anonim, 2012).

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : HAPSARI MIFTAKHUR ROHMAH K 100 050 252 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : DWI RETNO MURDIYANTI K 100 050 127 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : MAYA DAMAYANTI K 100 050 191 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

HEALTH & BEAUTY. Oleh Aftiyani. Guardian, The One You Trust

HEALTH & BEAUTY. Oleh Aftiyani. Guardian, The One You Trust HEALTH & BEAUTY Guardian, The One You Trust Guardian adalah salah satu unit bisnis bagian dari Hero Group yang bergerak pada apotek modern berupa toko kesehatan dan kecantikan. Guardian memulai bisnisnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: ASRI MUHTAR WIJIYANTI K 100 040 150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DIDIK SANTOSO K 100 050 243 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker (Presiden RI, 2009). Praktik kefarmasian meliputi pembuatan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era persaingan yang ketat, hal utama yang perlu diperhatikan oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, mempertahankan pasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Farmasi Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto Kabupaten Bone Bolango. Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin modern, menyebabkan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undangundang

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Oleh : SUSI AMBARWATI K100 040 111 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas Kegiatan

Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas Kegiatan Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas No Kegiatan Helvetia Medan- Belawan Deli A. Kebijakan pelayanan kefarmasian 1. Penanggung jawab Apotek/Instalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat (Syamsuni, 2006). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat (Syamsuni, 2006). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 URAIAN UMUM TENTANG INSTANSI 2.1.1 Apotek Apotek adalah suatu tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat (Syamsuni, 2006). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana untuk memperoleh generasi yang baik perlu adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama dan ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk menyelenggarakan upaya kesehatan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU Monompia Kotamobagu. Apotek RSU Monompia merupakan satu-satunya Apotek

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KOTA MAGELANG BULAN SEPTEMBER TAHUN 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KOTA MAGELANG BULAN SEPTEMBER TAHUN 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KOTA MAGELANG BULAN SEPTEMBER TAHUN 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN Disusun oleh: Elmiawati Latifah, M.Sc, Apt Prasojo Pribadi, M.Sc, Apt Fitriana Yuliastuti,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : FITRIA DYAH AYU PRIMA DEWI K 100050019 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah rumah sakit sangat diperlukan oleh masyarakat, oleh karena itu diperlukan upaya kesehatan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Haliman dan Wulandari, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Haliman dan Wulandari, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh NUR ASNI K100050249 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2009

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan

Lebih terperinci

BAB IV. dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Pekerjaan kefarmasian menurut UU Kesehatan No. 36

BAB IV. dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Pekerjaan kefarmasian menurut UU Kesehatan No. 36 BAB IV 1. GAMBARAN UMUM SEJARAH PERUSAHAAN A. Sejarah dan Perkembangan Apotik Azzmi Apotek adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: DIAH PRAWITOSARI K 100 040 193 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 1 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apoteker Berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi yang telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

MAKALAH FARMASI SOSIAL

MAKALAH FARMASI SOSIAL MAKALAH FARMASI SOSIAL KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DENGAN ASUHAN KEFARMASIAN DAN KESEHATAN DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 DIANSARI CITRA LINTONG ADE FAZLIANA MANTIKA JURUSAN FARMASI FAKULTASMATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI Oleh : SANDY RIA APRILANI K 100 050 159 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi komunitas merupakan salah satu bagian penting karena sebagian besar apoteker melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan penting dari setiap manusia. Hidup sehat bukan hanya tujuan dari setiap individu melainkan juga tanggung jawab dan tujuan dari setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan juga meningkat. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sumber daya manusia yang baik dan berkualitas diperoleh dari tubuh yang sehat. Kesehatan sendiri merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang sangat penting bagi setiap orang. Tanpa adanya kesehatan yang baik, setiap orang akan mengalami kesulitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah mengalami perubahan orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kuesioner Kuesioner atau angket merupakan suatu daftar pertanyaan atau pernyataan tentang topik tertentu yang diberikan kepada subyek, baik secara individual atau kelompok untuk

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APOTEK Apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. No Peresepan Resep % Tidak Sesuai 4,68 % - 4,68 / 100 X 100% = 4,68 %

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. No Peresepan Resep % Tidak Sesuai 4,68 % - 4,68 / 100 X 100% = 4,68 % BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian No Peresepan Resep % Tidak Sesuai 4,68 % - 4,68 / 100 X 100% = 4,68 % Sesuai 95,32 % - 95,32 / 100 X 100% = 95,32 % Jumlah Resep 4,68+95,32 =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam melakukan kegiatan perlu memperhatikan masalah kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan dimana tubuh dan mampu melakukan kegiatan yang produktif, oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci