NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN"

Transkripsi

1 UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. Bahwa penyiaran merupakan bagian integral dari pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dalam upaya mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia berdasarkan Undang- Undang Dasar 1945; b. bahwa penyiaran melalui media komunikasi massa elektronik yaitu radio, televisi, dan media elektronik lainnya memiliki kamampuan serta pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku manusia serta memiliki peran yang penting dalam meningkatakankecerdasan kehidupanbangsa yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; c. bahwa dengan kemampuan dan pengaruh yang besar serta perannya yang setrategis tersebut, pertumbuhab dan perkembangan lembaga serta kegiatan penyiaran di Indonesia, perlu dibina dan diarahkan sehingga dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi terwujudnya tujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b di atas; d. bahwa dengan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu mengatur penyelenggaraan penyiaran di Indonesia dengan Undang-Undang; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28, Pasal 31 ayat (1), Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi (Lembaga Negara Tahun 1989 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3391); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman ( Lembaga Negara Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Negara Nomor 3473); 1

2 Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENYIARAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana tranmisi di barat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan gelombang elektromagnetik, kabel, serat optik, dan /atau media lainnya untuk dapat diterima oleh masyarakat dengan pesawat penerima siaran televisi, atau perangkat elektronik lainnya dengan atau tanpa alat bantu. 2. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, dan karakter lainnya yang dapat diterima melalui pesawat penerima siaran radio, televisi atau perangkat elektronik lainnya, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau tanpa alat bantu. 3. Mata Acara adalah bagian dari siaran yang berisi muatan pesan yang disusun dalam suatu kemasan yang ditujukan kepada khalayak. 4. Sistem Penyiaran Nasional adalah tatanan penyelenggaraan penyiaran nasional berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku menuju tercapainya dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran nasional. 5. Siaran Sentral adalah siaran pemerintah yang wajib dipancarteruskan oleh seluruh sistem penyiaran nasional ke seluruh wilayah negara Republik Indonesia. 6. Siaran Bersama adalah siaran yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Pemerintah dan/atau Lembaga Penyiaran Swasta yang dipancarluaskan oleh jaringan penyiaran, baik yang bersifat lokal, regional, nasional maupun internasional. 7. Siaran Nasional adalah siaran yang dipancarkan dengan wilayah jangkauan siaran meliputi seluruh atau sebagian wilayah negara Republik Indonesia. 8. Siaran Regional adalah siaran yang dipancarkan dengan wilayah jangkauan siaran meliputi wilayah satu Propinsi. 9. Siaran Lokal adalah siaran yang dipancarkan dengan wilayah jangkauan siaran meliputi wilayah di sekitar tempat kedudukan lembaga penyiaran atau wilayah satu Kabupaten/Kotamadya. 10. Siaran Internasional adalah siaran yang dipancarkan dengan wilayah jangkauan siaran meliputi wilayah satu atau beberapa negara. 11. Siaran Berlangganan adalah siaran yang dipancarluaskan dan /atau disalurkan khusus kepada pelanggan. 2

3 12. Pola Acara adalah susunan mata acara yang memuat penggolongan, jenis, hari, waktu dan lamanya, serta kekerapan siaran setiap mata acara dalam satu periode tertentu sebagai panduan dalam penyelenggaraan siaran. 13. Siaran Iklan adalah mata acara yang memperkenalkan, memasyarakatkan, dan /atau mempromosikan barang, jasa, gagasan atau cita-cita dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. 14. Siaran Iklan Niaga adalah acara yang memperkenalkan, memasyarakakan dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran dengan tujuan mempengaruhi konsumen atau khalayak sasaran agar menggunakan produk yang ditawarkan, yang disiarkan melalui lembaga penyiaran dengan imbalan. 15. Siaran Iklan Layanan Masyarakat adalah mata acara yang memperkenalkan, memasyarakatakn, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita anjuran dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat dengan tujuan agar khalayak sasaran berpikir, berbuat dan bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan penaja iklan, yang disiarkan melalui lembaga penyiaran dengan atau tanpa imbalan. 16. Badan Pertimbangan dan Pengendalian Penyiaran Nasional, yang selanjutnya disingkat BP3N, adalah lembaga nonstruktural yang merupakan wadah kerja sama sebagai wujud interaksi positif antara penyelenggara penyiaran, Pemerintah, dan masyarakat dalam membina pertumbuhan dan perkembangan penyiaran nasional. 17. Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran, baik Lembaga Penyiaran Pemerintah, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus maupun penyelenggara siaran lainnya, yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berpedoman pada perturan perundangundangan yang berlaku. 18. Rumah Produksi adalah Perusahaan pembuatan rekaman video dan/atau perusahaan pembuatan rekaman audio yang kegiatan utamanya membuat rekaman acara siaran, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk keperluan lembaga penyiaran. 19. Menteri adalah Menteri Penerangan BAB II DASAR, ASAS, TUJUAN, DAN ARAH Pasal 2 Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 3 Penyiaran berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kemanfaatan, pemerataan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, kemadirian, kejuangan, serta ilmu pengetahuan dan tehnologi. Pasal 4 Penyiaran bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap mental masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan membangun masyarakat adil dan makmur. 3

4 Pasal 5 Penyiaran mempunyai fungsi sebagai media informasi dan penerangan, pendidikan, dan hiburan, yang memperkuat ideologi, politik, sosial budaya, serta pertahanan keamanan. Penyiaran diarahkan untuk : Pasal 6 1. meningkatkan kualitas sumber daya manusia; 2. menyalurkan pendapat umum yang konstruktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan; 3. meningkatkan ketahanan budaya bangsa; 4. meningkatkan kemampuan perekonomian nasional untuk mewujudkan pemerataan dan memperkuat daya saing; 5. meningkatkan kesadaran hukum dan disiplin nasional; 6. meningkatkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis. BAB III PENYELENGGARAAN PENYIARAN Bagian Pertama Umum Pasal 7 1. Penyiaran dikuasai oleh Negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh Pemerintah. 2. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah didampingi oleh BP3N. Pasal 8 1. Penyiaran diselenggarakan dalam satu Sistem Penyiaran Nasional. 2. Sistem Penyiaran Nasional merupakan pedoman dalam menyelenggarakan penyiaran. Bagian Kedua Jenis Penyiaran Pasal 9 1. Jenis penyiaran yang menjadi subsistem dari Sistem Penyiaran Nasional terdiri dari jasa penyiaran,jasa siaran, dan jasa layanan informasi yang menjangkau masyarakat luas sebagai berikut : a. penyiaran radio atau televisi; b. siaran radio dan/atau televisi berlangganan; c. siaran untuk disalurkan sebagai materi mata acara penyiaran radio dan televisi atau materi saluran siaran berlangganan; d. siaran audiovisual di lingkungan terbuka secara terbatas (closed circuit TV); 4

5 e. siaran melalui satelit dengan satu saluran atau lebih; f. siaran radio dan/atau televisi untuk lingkungan khalayak terbatas; g. siaran audiovisual berdasarkan permintaan (video-on-demand services); h. layanan informasi suara dengan teks (audiotext services); i. layanan informasi gambar dengan teks (videotext services); j. layanan informasi multimedia; k. jasa penyiaran, jasa siaran,dan jasa layanan informasi lainnya. 2. Jenis siaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Pemerinah dan Lembaga Penyiaran Swasta. 3. Jenis penyiaran sebagai dimaksud dalam ayat (1) huruf b sampai dengan huruf k, diselenggarakan oleh Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus. Bagian Ketiga Lembaga Penyiaran Pemerintah Pasal Lembaga Penyiaran Pemerintah adalah suatu unit kerja organik di bidang penyiaran di lingkungan Departemen Penerangan, yang diberi wewenang khusus, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, serta berkedudukan di ibukota negara, yang stasiun penyiarannya berada di ibu kota negara, ibu kota propinsi, dan ibu kota kabupaten/kotamadya yang dianggap perlu. 2. Lembaga Penyiaran Pemerintah mengutamakan usaha pemberian jasa penyiaran kepada seluruh lapisan masyarakat secara merata di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. 3. Lembaga Penyiaran Pemerintah terdiri dari Radio Republik Indonesia, Televisi Republik Indonesia, Radio Siaran Internasional Indonesia, dan Televisi Siaran Internasional Republik Indonesia yang dikelola secara profesional. 4. Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia masing-masing menyelenggarakan berbagai acara siaran melalui beberapa programa/saluran, satu di antaranya merupakan saluran programa/saluran pendidikan. 5. Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat menyelenggarakan siaran berlangganan dan jasa tambahan penyiaran radio data melalui siaran radio (radio data services) dan informasi teks melalui siaran televisi (teletext). 6. Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat mengadakan kerja sama dengan pihak swasta nasional di bidang penyiaran atau bidang usaha lain yang dapat mendukung kegiatan penyiaran. 7. Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Pemerintah diperolah dari : 8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); 9. alokasi dana dari iuran penyiaran, kontribusi, dan biaya izin penyelenggara penyiaran; 5

6 10. alokasi dana dari siaran iklan niaga Radio Republik Indonesia; dan 11. usaha-usaha lain yang sah. 12. Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyiaran Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Lembaga Penyiaran Swasta Pasal Lembaga Penyiaran Swasta adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya khusus menyelenggarakan siaran radio atau siaran televisi. 2. Lembaga Siaran Swasta didirikan oleh warga negara atau badan hukum Indonesia yang tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam kegiatan yang menentang Pancasila. 3. Lembaga Penyiran Swasta dilarang didirikan semata-mata hanya dikhususkan untuk menyiarakan mata acara aliran politik, ideologi, agama, aliran tertentu, perseorangan, atau golongan tertentu. Pasal Lembaga Penyiaran Swasta didirikan dengan modal yang sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum yang seluruh modal sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia. 2. Penambahan atau pemenuhan modal berikutnya bagi pengembangan Lembaga Penyiaran Swasta hanya dapat dilakukan oleh lembaga penyiaran yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah. 3. Penambahan atau pemenuhan kebutuhan modal melalui pasar modal dilalkukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pasal Pemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta, baik yang mengarah pada pemutusan di satu oarang atau di satu badan hukum maupun yang mengarah pada pemusatan di satu tempat atau di satu wilayah, dilarang. 2. Kepemilihan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta dengan perusahaan media cetak dan Lembaga Penyiaran Swasta dengan Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi. 3. Karyawan di lingkungan Lembaga Penyiaran Swasta diberi hak memiliki saham yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilikan dan kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 14 Lembaga Penyiaran Swasta dilarang menerima bantuan modal dari pihak asing. Pasal Sumber pembiayaan lembaga penyiaran swasta diperoleh dari siaran iklan niaga dan usaha-usaha lain yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. 2. Lembaga penyiaran swasta dilarang memungut pembayaran wajib, kecuali lembaga yang menelenggarakan siaran berlangganan. 6

7 Pasal Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan siran radio didirikan di lokasi tertentu dari suatu wilayah, sesuai dengan peta lokasi stasiun penyiaran radio, yang jumlahnya ditetapkan oleh Pemerintah. 2. Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan siaran televisi didirikan di ibu kota negara dan jumlahnya ditetapkan oleh Pemerintah. 3. Lembaga Penyiaran Swasta hanya dapat menyelenggarakn siaran dengan satu programa/saluran siaran. 4. Dalam keadaan terntentu Lembaga Penyiaran Swasta dapat ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendukung penyelenggaraan siaran internasional. Pasal Lembaga penyiran swasta wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran dari Pemerintah. 2. Izin penyelenggaraan radio diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan izin penyelenggaraan penyiaran televisi di berikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat di perpanjang. 3. Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan wilayah jangkauan siaran, dan khusus bagi penyiaran radio selain wilayah jangkauan siaran juga memperhatikan format siaran. 4. Lembaga Penyiran Swasta wajib membayar biaya izin penyelenggaraan penyiaran dan kontribusi kepada Pemerintah, khusus Lembaga Penyiaran Swasta radio tidak wajib membayar kontribusi. 5. Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan. 6. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), syarat dan tata cara perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta biaya izin dan kontribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal Izin penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), termasuk pengggunaan frekwensi, sarana pemancaran, dan sarana tranmisi dikeluarkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instasi terkait. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal Lembaga Penyiaran Swasta menetapkan pemimpin dan penanggung jawab penyelenggara penyiaran yang mencakup : a. pemimpin umum; b. penanggung jawab siaran; c. penanggung jawab pemberitaan; d. penanggung jawab tehnik; e. penanggung jawab usaha. 7

8 2. Khusus bagi Lembaga Penyiaran Swasta radio, pemimpin dan penaggung jawab penyelenggara penyiaran sekurang-kurangnya terdiri dari : a. pemimpin umum; b. penanggung jawab siaran; c. penanggung jawab pemberitaan. 3. Pemimpin dan penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia yang tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam kegiatan yang menentang Pancasila. 4. Pertanggungjawaban hukum pemimpin umum Lembaga Penyiaran Swasta dapat dilimpahkan secara tertulis kepada penanggung jawab, sesuai dengan bidang pertanggungjawaban masing-masing. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, tanggung jawab, dan pelimpahan tanggung jawab pemimpin dan penanggung jawab penyelenggara penyiaran siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus Pasal 20 Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus meliputi: a. penyelenggara siaran berlangganan melalui satelit; b. penyelenggara siaran berlangganan melalui pemancaran terestrial; c. penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel; d. penyelenggara siaran yang khusus untuk disalurkan ke saluran radio atau televisi berlangganan atau ke penyelenggara penyiaran untuk menjadi bagian dari siaran; e. penyelenggara jasa audiovisual secara terbatas di lingkungan terbuka (closed circuit TV); f. penyalur siaran melalui satelit dengan satu saluran atau lebih; g. penyalur siaran dalam lingkungan terbatas; h. penyelenggara jasa audiovisual berdasarkan permintaan ( vidio-ondemand services ); i. penyelenggara jasa layanan informasi suara dengan teks ( audio text services ); j. penyelenggara jasa layanan informasi gambar dengan teks ( vidiotext srvices ); k. penyelenggara jasa layanan informasi multimedia; l. Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus lainnya. Pasal 21 Lembaga Penyelengara Siaran Khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, harus berbadan hukum Indonesia dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Menteri. 8

9 Pasal Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 12, Pasal13, Pasal 14, Pasal 17 ayat (4) dan (5) serta Pasal 18, berlaku pula bagi Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus. 2. Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus seperti tersebut dalam Pasal 20 wajib menyelenggarakan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan. Pasal Penyelenggara siaran berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, harus menggunakan sarana pemancar ke satelit (uplink) yang berlokasi di Indonesia dan mengutamakan penggunaan satelit Indonesia. 2. Penyelenggara siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam menyelenggarakan siarannya mengutamakan masyarakat di wilayah Indonesia sebagai sasarannya. 3. Penyelengara siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus menjamin agar siarannya hanya dierima oleh pelanggan. Pasal Penyelenggara siaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dan huruf c, dalam menyelenggarakan siarannya harus menyiarkan 1 (satu) siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri, sekurang-kurangnya 1 (satu) siaran produksi dalam negeri. 2. Penyelenggara siaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, dalam menyelenggarakan siarannya harus menyiarkan 1 (satu) siaran produksi dalam negeri berbanding 5 (lima) siaran produksi luar negeri, sekurangkurangnya 1 (satu) produksi dalam negeri. 3. Perbandingan siaran produksi dalam negeri dengan siaran produksi luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), dapat ditinjau ulang oleh Pemerintah. Pasal 25 Penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, harus menyalurkan siaran televisi baik dari Lembaga Penyiaran Pemerintah maupun lembaga penyiaran swasta, yang dapat diterima di wilayah lokal, tempat lembaga yang bersangkutan melakukan kegiatan siaran berlangganan. Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, syarat dan tata cara memperoleh izin serta biaya perizinan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22, dan jangka waktu berlakunya izin serta perpanjangan izin diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keenam Lembaga Penyiaran Asing Pasal Lembaga Penyiaran Asing dilarang didirikan di Indonesia 9

10 2. Lembaga Penyiaran Asing hanya dapat melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dan/atau kegiatan jurnalistik di Indonesia dengan izin Pemerintah. 3. Lembaga Penyiaran asing yang melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dari Indonesia dapat membawa perangkat pengiriman siaran ke satelit setelah memperoleh izin Pemerintah. 4. Lembaga Penyiaran Asing dapat membuka perwakilan atau menempatkan koresponden untuk melakukan kegiatan jurnalistik di indonesia dengan izin Pemerintah. 5. Lembaga Penyiaran Asing dan kantor berita asing yang melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia, baik yang disiarkan secara langsung maupun dalam bentuk rekaman video 6. Lembaga Penyiaran Asing yang menyewa fasilitas transmisi ke satelit dan transponder satelit Indonesia untuk siaran internasional dapat melakukan pengiriman siarannya dari Indonesia berdasarkan izin Pemerintah 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan dan kegiatan Lembaga Penyiaran Asing di Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketujuh Hubungan Antar lembaga Penyiaran Pasal 28 Lembaga-lembaga penyiaran wajib menumbuhkan dan mengembangkan kerjasama serta iklim usaha yang sehat untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya persaingan yang dapat merugikan kepentingan siaran bagi masyarakat. Pasal Dalam rangka menumbuhkan mengembangkan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, lembaga-lembaga penyiaran dan para praktisi penyiaran, masing-masing membentuk wadah kerjasama lembaga dan wadah kerjasama profesi. 2. Lembaga-lembaga penyiaran wajib bergabung dalam wadah kerjasama lembaga dan par praktisi profesi penyiaran wajib bergabung dlam wadah kerja sama profesi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal Pemerintah mengatur dan mengkoordinasikan kerja sama antar lembaga penyairan di dalam negeri dan antara lembaga penyiaran di dalam negeri dengan organisasi internasional atau lembaga penyiaran di luar negeri yang menyangkut kepentingan bersama. 2. Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyiaran Swasta dapat mewakili Indonesia pada forum, badan, atau organisasi penyaiarn internasional. 3. Lembaga Penyiaran Swasta dapat menjadi peserta atau anggota pada forum, badan, atau organisasi penyiaran internasional atas izin Pemerintah. Pasal Dengan izin Pemerintah, kerja sama pemancaran siaran, teknik, dan jasa dengan Lembaga Penyiaran Asing di luar negeri dilakukan atas dasar prinsip saling menguntungkan. 10

11 2. Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat melakukan kerjasama pemancaran siaran luar negeri dengan Lembaga Penyiaran Asing guna saling membantu untuk saling meningkatkan kualitas penerimaan dan jangkauan siaran di wilayah sasaran khalayak kedua belah pihak. BAB IV PELAKSANAAN SIARAN Bagian Pertama Isi Siaran Pasal Sesuai dengan dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah siaran bagaimana diatur dalam Undang-undang ini, isi siaran Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyiaran Swasta wajib lebih banyak memuat mata acara saiarn produksi dalam negeri. 2. Mata acara siaran radio dan televisi dalam negeri, paling sedikit 70 (tujuh puluh) berbanding 30 (tiga puluh) dengan mata acara siaran yang berasal dari luar negeri. 3. Mata acara siaran dari luar negeri yang dapat disiarkan adalah yang tidak merugikan kepentingan nasional dan tata nilai yang berlaku di Indonesia, serta tidak merusak hubungan baik dengan negara sahabat. 4. Isi siaran yang disiarkan oelh Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyaiarn Swasta harus sesuai dengan standar isi siaran, terutama program produksi dalam negeri dan program anak. 5. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan pada anak dan remaja dengan menyiarkan acara pada waktu khusus. 6. Materi siaran yang akan disiarkan hendaknya mengandung unsur yang bersifat membangun moral dan watak bangsa, persatuan dan kesatuan, pemberdayaan nilai-nilai luhur budaya bangsa, disiplin, serta cinta ilmu pengetahuan dan teknologi. 7. Isi siaran yang mengandung unsur kekerasan dan sadisme,pornografasi, takhayul, perjudian, pola hidup permisif, konsumtif, hedonistis, dan feodalistis, dilarang. 8. Isi siaran yang bertentangan dengan Pancasila, seperti halnya yang bertolak dari paham komunisme, Marxisme-Leninisme, dilarang. 9. Isi siaran dilarang memuat hl-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama atau merendahkan martabat manusia dan budaya bangsa atau memuat hal-hal yang patut dapat duduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. Bagian Kedua Bahasa Siaran Pasal Bahasa pengantar utama dalam pelaksanakan saiaran adalah bahasa Indonesia. 2. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pelaksanaan saiaran sejauh diperlukan untuk mendukung mata acara tertentu. 11

12 3. Bahasa Inggris hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara. 4. Bahasa asing lainnya di luar bahasa Inggris dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar hanya untuk mata acara pelajaran bahasa asing yang bersangkutan. 5. Bahasa isyarat dapat digunakan dala pelaksanaan siaran televii tertentu yang ditujukan kepada pemirsa tunarungu. 6. Mata acara berbahsa Inggris, dapat disiarkan dengan cara untuk radio diberi narasi dalam bahsa Indonesia, sedangkan utnuk televisi dapat diberi narasi atau teks bahsa Indonesia. 7. Mata acara yang menggunakan bahasa asing di luar mata acara sebgaimana dimaksud dalam ayat (6), kecuali bahasa yang serumpun dengan bahasa yang serumpun dengan bahasa Indonesia, wajib diberi narasi dalam bahsa Indonesia untuk radio, sedangkan untuk televisi wajib disulihsuarakan ke dalam bahasa Inggris dan diberi narasi atau teks bahasa Indonesia. 8. Mata acara berbahasa asing secara selektif dapat disulihsuarakan ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan keprluan mata acara tertentu. 9. Penggunaan bahasa asing dalam acara siaran agama disesuaikan dengan keperluan ajaran agama yang bersangkutan. 10. Bahasa asing dapat dipergunakan untuk mata acara siaran yang ditujukan ke luar negeri dalam acara siaran internasional sesuai dengan bahasa di wiliyah masyarakat sasaran. 11. bahasa asing dalam mata acara siaran televisi yang berasal dari luar negegri dapat disiarkan di dalam negeri melalui saluran audio terpisah, yang hanya dapat diterima masyarakat dengan pesawat penerima siaran televisi yang memiliki fasilitas untuk keprluan tersebut. 12. Penggunaan bahasa asing dalam mata acara siaran televisi dan siaran lainnya yang berasal dari luar negeri dan dipancarluaskan oleh Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, diatur lebih lanjut oleh Menteri. Bagian Ketiga Sumber Acara Siaran Pasal Setiap lembaga penyiaran wajib mengutamkan mata acara yang bersumber dari dalam negeri, baik yang diproduksi sendiri maupun oleh rumah produksi di dalam negeri. 2. Mata acara yang berasal dari luar negeri diperlakukan sebagai pembanding atau pelengkap dalam presentase yang lebih rendah daripada mata acara produksi dalam negeri. 3. Setiap mata acara film atau rekaman video cerita yang akan disiarkan wajib terlebih dahulu memperoleh tanda lulus sensor dari Lembaga Sensor Film. 4. Mata acara yang bersumber dari rumah produksi harus sesuai dengan standar isi siaran dan tidak boleh bertentangan dengan dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Undangundang ini. 12

13 5. Rumah produksi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus berbadan hukum Indonesia dan memiliki izin dari Pemerintah, sesuai dengan peraturan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Persenase mata acara televisi yang disiarkan oleh Lembaga Penyiaran Swasta harus lebih besar bagi mata acara yang diproduksi oleh rumah produksi dalam negeri dibanding dengan mata acada yang diproduksi sendiri oleh Lembaga Penyiaran Swasta. 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, pemilikan, permodalan, dan keenagakerjaan bagi rumah produksi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Relai Siaran Pasal Siaran yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemerintah dalam bentuk siaran sentral wajib direlai oleh Lembaga Penyiaran Swasta. 2. Mata acara siaran sentral, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi acara kenegaraan, siaran berita pada jam-jam siaran tertentu, dan acara atau pengumuman penting yang perlu segera diketahui oleh masyarakat. 3. Lembaga penyiaran dalam negeri dilarang merilai siaran Lembaga Siaran Asing untuk dijadikan acara tetap. 4. Merilai siaran dari luar negeri dapat dilakukan secara tidak tetap atas mata acara tertentu yang bersifat mendunia atau acara terpilih yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai relai siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Siaran Bersama Pasal Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan siaran bersama. 2. Siaran bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikoordinasi oleh Lembaga Penyiaran Pemerintah. Bagian Keenam Rekaman Audio Pasal Tanggung jawab kelayakan siaran rekaman audio yang tidak diproduksi sendiri dibebankan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. 2. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan : a. rekaman audio yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama atau merendahkan martabat manusia dan budaya bangsa yang memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa; b. rekaman musik dan lagu dengan lirik yang mengungkapkan pornografi dan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyiaran rekaman audio diatur dengan Peraturan Pemerintah. 13

14 Bagian Ketujuh Hak Siar Pasal Lembaga penyiaran wajib memiliki hak siar untuk mata acara yang disiarkan. 2. Kepemilikan hak siar harus dicantumkan secara jelas dalam penjelasan mata acara. 3. Setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan Undang-undang tentang Hak Cipta. Bagian Kedelapan Klasifikasi Acara Siaran Pasal Lembaga siaran wajib membuat klasifikasi acara siaran untuk film, sinetron, dan/atau mata acara tertentu, baik melalui radio maupun televisi, yang disesuaikan dengan kelompok umur khalayak dan waktu penyiaran. 2. Klasifikasi acara siaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan baik pada saat diiklankan maupun pada waktu disiaran. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi acara siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kesembilan Siaran Berita Pasal Lembaga Penyiaran Swasta dapat melaksanakan siaran berita. 2. Dalam melaksanakan siaran berita, Lembaga Penyiaran Swasta harus memenuhi standar berita dan mentaati Kode Etik Siaran serta Kode Etik Jurnalistik. 3. Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus yang menyelenggarakan siaran berlangganan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dilarang menyiarkan siaran berita yang dibuat sendiri. 4. Rumah produksi sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (4) dilarang memproduksi mata acara untuk keperluan siaran berita, kecuali berita tertentu seperti karangan khas (feature) atau hal-hal yang menarik perhatian orang (human interest). 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan siaran berita diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kesepuluh Siaran Iklan Pasal 41 Siaran iklan terdiri dari siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat. 14

15 Pasal Materi siaran iklan niaga harus dibuatoleh perusahaan yang memiliki izin Pemerintah atau oleh lembaga penyiaran itu sendiri. 2. Siaran iklan niaga dilarang memuat : a. promosi yang berjkaitan dengan ajaran suatau agama atau aliran tertentu, ajaran politik atau ideologi tertentu, promosi pribadi, golongan, atau kelompok tertentu; b. promosi barang dan jasa yang berlebih-lebihan dan yang menyesatkan, baik mengenai mutu, asal, isi, ukuran, sifat, komposisi maupun keslianya; c. iklan minuman keras dan sejenisnya, bahan/zat adiktif serta iklan yang menggambarkan penggunaan rokok; d. hal-hal yang bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat. 3. Materi siaran iklan niaga harus dibuat dengan mengutamakan latar belakang alam Indonesia, artis, dan kerabat kerja produksi Indonesia. 4. Materi siaran iklan niaga yang disiarkan melalui televisi harus memperoleh tanda lulus sensor dari Lembaga Sensor Film. 5. Materi siaran iklan niaga yang disiarkan melalui radio dipertanggungjawabkan oleh lembaga penyiaran yang bersangkutan. 6. Siaran iklan niaga untuk anak-anak harus memperhatikan dan mengikuti standar isi siaran televisi untuk anak-anak. 7. Siaran iklan niaga dilarang melebihi persentase waktu siaran iklan niaga yang ditetapkan, dan dilarang disisipkan pada acara siaran sentral, sebagaimana di maksud dalam Pasal 35 ayat (2), dan pada acara siaran agama. 8. Isi siaran iklan niaga harus sesuai dengan standar isi siaran. 9. Lembaga penyiaran mengutamakan untuk menerima dan menyiarakan ikaln niaga yang dipasang oleh perusahaan yang menjadi anggota asosiasi perusahaan periklanan yang diakui oleh Pemerintah. Pasal 43 Siaran iklan layanan masyarakat wajib diberi porsi sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari waktu siaran iklan niaga di Lembaga Penyiaran Swasta, dan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) menit dalam sehari bagi Lembaga Penyiaran Pemerintah yang disiarkan tersebar sepanjang waktu siaran. Pasal 44 Ketentuan lebih lanjut mengenai siaran iklan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 45 Ketentuan mengenai penyelenggaraan siaran iklan oleh Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, diatur denga Peraturan Pemerintah. 15

16 Bagian Kesebelas Pola Acara Pasal Lembaga penyiaran wajib menyusun pola acara. 2. Lembaga penyiaran wajib membuat penggolongan acara siaran yang memuat jenis, tujuan, dan maksud acara siaran tersebut. 3. Waktu penyiaran mata acra sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disesuaikan dengan masyarakat sasaran, kecuali untuk acara-acara tertentu yang terpilih. 4. Pola acara yang dibuat oleh Lembaga Penyiaran swasta harus mendapat rekomendasi dari BP3N. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pola acara, penggolongan acara dan waktu penyiaran mata acara, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Belas Wilayah Jangkauan Siaran Pasal Wilayah Jangakauan Siaran meliputi : a. wilayah siaran nasional; b. wilayah siaran regional; c. wilayah siaran lokal; d. wilayah siaran internasional. 2. Wilayah jangakuan siaran Lembaga Penyiaran Pemerintah ditentukan sebai berikut : a. Stasiun penyiaran radio wilayah jangkauan siarannya adalah wilayah siaran nasional, wilayah siaran regional, wilayah siaran lokal, dan wilayah siaran internasional. b. Stasiun penyiaran televisi wilayah jangkauan siarannya adalah wilayah siaran nasional, wilayah siaran regional, wilayah siaran lokal dan wilayah siaran internasional. 3. Wilayah jangkauan siaran Lembaga Penyiaran Swasta ditentukan sebagai berikut : a. Stasiun penyiaran radio wilayah jangkauan siarannya adalah wilayah siaran lokal; b. Stasiun penyiaran televisi wilayah jangkauan siarannya adalah siaran nasional. 4. Wilayah jangkauan siaran Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus ditentukan sebagai berikut : a. untuk penyelenggaraan siaran radio atau televisi berlangganan melalui satelit, jangakauan siarannya meliputi seluruh wilayah Indonesia; 16

17 b. untuk penyelenggaraan siaran radio atau televisi berlangganan melalui pemancar terestrial, jangkauan siarannya meliputi wilayah di sekitar tempat penyelenggaran siarannya; c. untuk penyelenggaraan siaran radio atau televisi berlangganan melalui kabel, jangakauan siarannya meliputi daerah sekitar tempat penyelenggaraan siarannya; d. ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah jangkauan Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah. 5. Lembaga penyiaran dan Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus dilarang memperluas wilayah jangkauan siarannya melebihi ketentuan sebagaimana tercantum dalam izin penyelenggaraan penyiaran yang dimilikinya. 6. Ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah jangkauan siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah Bagian Ketiga Belas Sarana Tehnik Siaran Pasal Setiap lembaga penyiaran wajib menggunakan saranan tehnik siaran yang sesuai dengan standar sistem dan memenuhi standar kinerja tehnik yang ditetapkan oleh Pemerintah. 2. Setiap lembaga penyiaran wajib mengutamakan penggunaan sarana tehnik yang telah dibuat dalamnegeri, sejauh telah tebukti sesuai dengan standar sistem dan memenuhi standar kinerja tehnik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berdasrkan hasil pengujian lembaga yang berwenang. 3. Setiap lembaga penyiaran swasta wajib menyediakan sarana dan prasarana sendiri sehingga mampu melaksanakan siaran secara mandiri sebagaimana layaknya sebuah lembaga penyiaran. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana tehnik siaran, standar sistem, dan kinerja tehnik, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal Pemerintah mengatur penggunaan sistem pemancaran radio dan televisi dangan mempertimbangkan perkembangan tehnologi. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sistem pemancaran radio dan televisi, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Belas Perangka Khusus Penerima Siaran Pasal Perangkat khusus penerima siaran sebagai alat bantu untuk penerimaan siaran dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk keperluan komersial dan nonkomersial. 2. Penggunaan perangkat khusus penerima siaran untuk tujuan komersial dapat dilakukan oleh badan usaha berbadab hukum Indonesia dengan ketentuan : a. Memiliki izin yang diberikan Pemerintah; b. Memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Pemerintah. 17

18 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan perangkat khusus penerima siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Belas Jasa Tambahan Penyiaran Pasal Pelaksanaan jasa tambahan penyiaran oleh Lembaga Penyiaran Swasta dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Pemerintah. 2. Pelaksanaan jasa tambahan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib menggunakan standar sistem dan memenuhi kinerja teknik yang ditetapkan Pemerintah. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan jasa tambahan penyiaran, standar sistem, dan kinerja teknik diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB V TATA KRAMA SIARAN Bagian Pertama Umum Pasal Penyelenggaraan penyiaran wajib senantiasa berusaha agar pelaksanaan kegiatan penyiaran tidak menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2. Siaran wajib dilaksanakan dengan menggunakan bahasa, tutur kata, dan sopan santun sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Bagian Kedua Kode Etik Siaran Pasal Penyelenggaraan penyiaran wjib menghormati dan menjunjung tinggi Kode Etik Siaran yang disusun dan ditetapkan oleh organisasi lembaga penyiaran dan organisasi profesi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, sebagai dalam pelaksanaan siaran. 2. Untuk menjaga terlaksana dan dihormatinya Kode Etik Siaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 91), organisasi lembaga penyiaran dan organisasi profesi penyiaran membentuk Dewan Kehormatan Kode Etik Siaran. Bagian Ketiga Wajib Ralat Pasal Lembaga penyiaran wajib meralat isi siran dan/atau berita apabila diketahui terdapat kekeliruan atau terjadi sanggahan atas isi siaran dan/atau berita. 2. Ralat atau pembetulan wajib dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam berikutnya atau pada kesempatan pertama pada ruang mata acara yang sama, dan dalam bentuk serta cara yang sama dengan penyampaian isi siaran dan /atua berita yang disanggah. 18

19 3. Ralat atau pembentulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (20), tidak membebaskan lembaga penyiaran dari tangung jawab atau tuntutan hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai ralat atau pembetulan, diatur dengan keputusan Menteri. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Bagian Pertama Umum Pasal Pembinaan dan pengendalian penyiaran dilakukan sesuai dengan dasar, asas, tujuan, fungsi dan arah penyairan agar penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undanag ini dapat terwujud. 2. Pembinaan dan pengendalian penyiaran dilakukan untuk menjamin : a. Kepentingan masyarakat sebagai kontributor, konsumen, dan pemakai penyiaran terlindungi; b. Mutu keseluruhan aspek penyiaran semakin meningkat; c. Iklim usaha dan kebebasan berkreasi penyelenggara penyiaran serta kebebasan berekspresi masyarakat secara bertanggung jawab semakin berkembang; d. Jangkauan penyiaran semakin merata; e. Daya saing penyiaran nasional semakin sehat. 3. Pembinaan dan pengendalian penyiaran dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan BP3N secara proaktif, intensif, terpadu dan berkesinambungan dengan memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagian Kedua Peran Pemerintah Khusus dalam Pembinaan dan Pengendalian Pasal Dalam melakukan pembinaan dan pengendalian penyiaran, Pemerintah : a. Menetapkan kebijakan penyaiarn; b. Menyusun dan menetapkan peraturan yang terkait dengan penyiaran; c. Merencanakan, menyusun dan menentukan peta lokasi penyiaran; d. Menetapkan klasifikasi dan standar isi siaran; e. Menghimpun, mengalokasikan, memanfaatkan dan mempertanggungjawabkan dana baik dari iuran penyiaran, kontribusi, biaya izin penyelenggaraan penyiaarn, siaran ikan niaga Radio Republik Indonesia maupaun dari sumber usaha lain yang sah, yang dikelola oleh unit kerja tertentu. f. Menerbitkan, memperpanjang, menangguhkan dan mencabut izin penyelenggaraan penyiaran; 19

20 g. Merencanakan, membina, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang penyaiarn; h. Menetapkan dan mengatur penggunaan teknologi sarana penyaiaran, distribusi dan penerima siaran dan jasa layanan informasi. i. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti keluhan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; j. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pihak terkait dalam bidang penyairan, baik di dalam maupaun di luar negeri. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penghimpunan, pengalokasian, pemanfaatan, dan pertanggungjawaban dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Peran Badan Pertimbangan dan Pengendalian Penyiaran Nasional dalam Pembinaan dan Pengendalian Pasal Dalam mendampingi Pemerintah menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian penyiatan, Pemerintah membentuk BP3N yang mempunyai tugas dan fungsi : a. Memberikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan penyiaran; b. Memberikan pertimbangan dalam penyusunan dan penetapan peraturan yang terjait dengan bidang penyiaran; 2. BP3N terdiri dari unsur pemerintah, ahli dan tokoh dalam bidang pendidikan, kebudayaan, agama, penyiaran dan tokoh di bidang lainnya yang dianggap perlu, serta wakil organisasi lembaga penyairan, organisasi penyiaran, dan organisasi kemasyarakatan yang terkait dengan kegiatan penyiaran. 3. dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BP3n membentuk komisi-komisi. 4. Ketua dipilih oleh seluruh anggota diantaranya anggota BP3N yang tidak menduduki jabatan di pemerintahan. 5. Untuk mendampingi Ketua BP3N ditunjuk Direjtur jenderal yang bertanggung jawab di bidang penyiatan sebagai sekretaris BP3N. 6. ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, kedudukan, susunan keanggotaan, sumberdana, serta sarana dan prasarana BP3N, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Penyimanan Bahan Siaran Pasal Lembaga penyiaran wajib menyimpan bahan saiarn yang sudah disiarkan, baik berupa rekaman audio, rekaman video, gambar, maupun naskah. 2. bahan siaran yang mengandung nilai sejarah, baik secara nasional maupun internasional, diserahkan kepada lembaga yang bertugas menyimpan arsip sesuai dengan ketantuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Bahan siaran yang mempunyai nilai penting bagi dunai penyairan nasional disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 20

21 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib simpan bahan siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat 91), diatur dengan Peraturan pemerintah. BAB VII PERAN SERTA DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Pasal Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam berkreasi, berkarya, dan berusaha, serta menyampaikan kontrol sosial dibidang penyiaran. 2. Peran serta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diwujudkan, antara lain dalam bentuk : a. Mendirikan lembaga penyairan sesuai dengan ketantuan Undang-Undang ini; b. Memberikan sumbangan pikiran dan gagasan bagi peningkatan dan pengembangan mutu siaran; c. Mendirikan lembaga pendidikan dan pelatihan kepenyiaran; d. Melakukan pendidikan dan pelatihan profesi kepenyiaran; e. Mendirikan rumah produksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal Setiap pemilik pesawat penerima siaran televisi dan pemilik perangkat khusus penerima siaran televisi wajib membayar iuran penyiaran. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai besar iuran penyiaran dan sanksi atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII PENYERAHAN URUSAN Pasal Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan pemerintah di bidang penyiaran kepada Pemerintah Daerah. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyerahan sebagian urusan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB IX PENYIDIKAN Pasal Selain penyidik pejabat negara Republik Indonesia juga pejabat pegawai sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan penyiaran diberi wewenang khusus sebagai penyidik, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang penyiaran sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. 21

22 2. Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang penyiaran; b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang penyiaran; c. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang penyiaran berdasarkan bukti permulaan yang cukup; d. meminta keterangan dan bahan bukti dari atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang penyiaran; e. memeriksa orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi sehubungan dengan pemeriksaan tindak pidana di bidang penyiaran; f. melakukan pemeriksaan atas alat-alat atau bahan dan barang lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang penyiaran; g. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil tindak pidana yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang penyiaran; h. mengambil sidik jari, memotret seseorang, dan meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang penyiaran. 3. Pelaksaan lebih lanjut mengenai kewenagan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB X SANKSI ADMNISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA Bagian Pertama Sanksi Administratif Pasal Pemerintah mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3); Pasal 12 ayat (1); Pasal 12 ayat (2); Pasal 13 ayat (1); Pasal 13 ayat (2); Pasal 13 ayat (3); Pasal 14; Pasal 16 ayat (3); Pasal 17 ayat (4); Pasal 17 ayat (5); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 11 ayat (3); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 12 ayat (1); Pasal 22 (1), jo. Pasal 12 ayat (2); Pasal 22 ayat (1) jo. Pasal 13 ayat (1); Pasal 22 ayat (1), jo.pasal 13 ayat (2); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 13 ayat (3); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 14; Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 17 ayat (4), jo. Pasal 17 ayat (5); Pasal 22 ayat (2); Psal 23 ayat (1); Pasal 23 ayat (3); Pasal 24 auat (1); Pasal 24 ayat (2); Pasal 25; Pasal 27 ayat (3); Pasal 27 ayat (4); Pasal 27 ayat (6); Pasal 30 ayat (3); Pasal 31 ayat (1); Pasal 32 ayat (1); Pasal 32 ayat (2); Pasal 32 ayat (4); Pasal 32 ayat (5); Pasal 33; Pasal 34 ayat (3); Pasal 34 ayat (4); Pasal 34 ayat (5); Pasal 35 ayat (1); Pasal 35 ayat (3); Pasal 38 ayat (2); Pasal 39 ayat (1); Pasal 39 ayat (2); Pasal 40 ayat (2); Pasal 40 ayat (3); Pasal 40 ayat (4) Pasal 42 ayat (1); Pasal 42 ayat (7); Pasal 42 ayat (8); Pasal 43; Pasal 46 ayat (1); Pasal 46 ayat (2); Pasal 47 ayat (5); Pasal 48 ayat (1); Pasal 48 ayat (2); Pasal 50 ayat (2) huruf b; Pasal 51 ayat (1); Pasal 51 ayat (2); Pasal 52 ayat (1); Pasal 52 ayat (2); Pasal 54 ayat (1); atau Pasal 58 ayat (1) Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 22

23 2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa : a. peringatan tertulis; b. pembatasan pelayanan administrasi tertentu; c. pembatasan kegiatan siaran; d. pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu; e. pencabutan izin penyelengara penyiaran. 3. Dalam pengenaan sanksi administratif sengaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e, Pemerintah mempertimbangkan pertimbangan BP3N. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 64 Dipidana denga pidana penjara paling lama 7 Tujuh tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (tujuh ratus juta rupiah) : 1. barangsiapa denga sengaja menyiarkan melalui radio, televisi atau media elektronik lainnya hal-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama, atau merendahkan martabat manusia dan budaya bangsa, atau memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa, sabagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (9); atau 2. barangsiapa denga sengaja menyiarakan rekaman musik dan lagu-lagu dengan lirik yang mengungkapkan pornografi dan hal-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama, atau merendahkanmartabat manusia dan budaya bangsa atau memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa sebagimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b. Pasal 65 Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan hal-hal yang bersifat sadisme, pornografi, dan/atau bersifat perjudian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (7), dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah). Pasal 66 Barangsiapa denga sengaja menyelenggarakan penyiaran tanpa izin aebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (delapan ratus juta rupiah). Pasal 67 Barangsiapa dengan sengaja mendirikan Lembaga Penyiaran Asing di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama (10) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (satu milyar rupiah). 23

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyiaran merupakan bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 72, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3701)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 72, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3701) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 72, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3701) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyiaran merupakan bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 72, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3701) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyiaran merupakan bagian integral

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN [LN 1997/72, TLN 3701]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN [LN 1997/72, TLN 3701] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN [LN 1997/72, TLN 3701] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 64 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh

Lebih terperinci

Ketentuan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran terkait Haluan Dasar, Karakteristik Penyiaran, dan Prinsip Dasar Penyiaran di Indonesia

Ketentuan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran terkait Haluan Dasar, Karakteristik Penyiaran, dan Prinsip Dasar Penyiaran di Indonesia Ketentuan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran terkait Haluan Dasar, Karakteristik Penyiaran, dan Prinsip Dasar Penyiaran di Indonesia 1. Haluan Dasar Penyiaran di Indonesia Landasan Filosofis Asas bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a ) bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa Film sebagai media komunikasi massa pandangdengar mempunyai

Lebih terperinci

TERDIRI DARI 64 pasal, dan 12 bab

TERDIRI DARI 64 pasal, dan 12 bab HUKUM PENYIARAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TERDIRI DARI 64 pasal, dan 12 bab BAB 1 : KETENTUAN UMUM BAB II : ASAS, TUJUAN, FUNGSI, DAN ARAH BAB III : PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO LUHAK NAN TUO FM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, bahwa untuk meningkatkan penyampaian

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 10 TAHUN 2015 T E N T A N G

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 10 TAHUN 2015 T E N T A N G WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 10 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GANDORIAH FM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 129, 2005 PENYIARAN. LEMBAGA PENYIARAN. Penyelenggaraan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA SIKKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA SIKKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA SIKKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang : a. bahwa lembaga penyiaran merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL (LPPL) RADIO MANDIRI KOTA CILEGON DENGAN

Lebih terperinci

Pedoman Wawancara. 1. Mengapa perlunya ada perubahan status dari Radio Republik Indonesia? 3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan RRI harus berubah?

Pedoman Wawancara. 1. Mengapa perlunya ada perubahan status dari Radio Republik Indonesia? 3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan RRI harus berubah? Lampiran 1 Pedoman Wawancara A. Direktur Utama Radio Republik Indonesia 1. Mengapa perlunya ada perubahan status dari Radio Republik Indonesia? 2. Apakah kelemahan RRI ketika menjadi PERJAN, hingga perlu

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN: GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN BERLANGGANAN TELEVISI MELALUI KABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SELAWANG SEGANTANG KABUPATEN BANGKA TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SERANG GAWE FM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 3TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 3TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 3TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL INFO RADIO PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SWARA BERSUJUD KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO PESONA FM KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO KABUPATEN MAJALENGKA

Lebih terperinci

1 of 10 3/17/2011 4:26 PM

1 of 10 3/17/2011 4:26 PM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA MADIUN

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA MADIUN WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA PRAJA KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL TELEVISI KABUPATEN SINJAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL TELEVISI KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL TELEVISI KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GEMILANG KABUPATEN MAGELANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GEMILANG KABUPATEN MAGELANG BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GEMILANG KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GEMILANG KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL SELAPARANG TELEVISI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG - 1 - KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) DAERAH SULAWESI SELATAN Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TERKAIT PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Lebih terperinci

BUPATI TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG 1 BUPATI TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KABUPATEN TABALONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RAN TV SEBAGAI TELEVISI SIARAN PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RAN TV SEBAGAI TELEVISI SIARAN PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RAN TV SEBAGAI TELEVISI SIARAN PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SWARA PANRITA LOPI FM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO KABUPATEN BREBES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO KABUPATEN BREBES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA SERASI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 15 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO PAKPAK BHARAT FM KABUPATEN PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN TELEVISI MELALUI KABEL DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SERAH SIMPAN KARYA CETAK DAN KARYA REKAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SERAH SIMPAN KARYA CETAK DAN KARYA REKAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SERAH SIMPAN KARYA CETAK DAN KARYA REKAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. Bahwa karya cetak

Lebih terperinci

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 005/SK/KPI/5/2004 TENTANG

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 005/SK/KPI/5/2004 TENTANG S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 005/SK/KPI/5/2004 TENTANG KEWENANGAN, TUGAS, DAN TATA HUBUNGAN ANTARA KOMISI PENYIARAN INDONESIA PUSAT DAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH KOMISI

Lebih terperinci

BUPATI LAMPUNG BARAT PROVINSI LAMPUNG

BUPATI LAMPUNG BARAT PROVINSI LAMPUNG SALINAN BUPATI LAMPUNG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SWARA PRAJA FM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ALAT KELENGKAPAN DAN PENGELOLAAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO BERCAHAYA FM KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan daya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 17 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 17 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 17 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 17 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 17 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA SALATIGA b. c. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SERAH SIMPAN KARYA CETAK DAN KARYA REKAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SERAH SIMPAN KARYA CETAK DAN KARYA REKAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SERAH SIMPAN KARYA CETAK DAN KARYA REKAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. Bahwa karya cetak

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik PROVINSI JAWA BARAT KABUPATEN TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, KONSULTASI PUBLIK RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAPORAN PERUBAHAN DATA PERIZINAN, BIAYA IZIN, SISTEM STASIUN JARINGAN, DAN DAERAH

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO BUTTA SALEWANGANG KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 42 / PER / M.KOMINFO / 10 / 2009 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH IZIN BAGI LEMBAGA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENDIRIAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KABUPATEN KUDUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN UMUM Bahwa kemerdekaan menyatakan pendapat, menyampaikan, dan memperoleh informasi, bersumber dari kedaulatan rakyat

Lebih terperinci

QANUN KOTA SABANG. Nomor 10 Tahun 2010

QANUN KOTA SABANG. Nomor 10 Tahun 2010 QANUN KOTA SABANG Nomor 10 Tahun 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA SABANG FM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KARIMUN. dan BUPATI KARIMUN MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KARIMUN. dan BUPATI KARIMUN MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KABUPATEN KARIMUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KANDAGA

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KANDAGA SALINAN BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KANDAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG Menimbang: a. bahwa televisi merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN No. 4 Tahun 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SWARA PASAMAN SAIYO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERJAN JAWATAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERJAN JAWATAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERJAN JAWATAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA) Sumber: LN 1989/11; TLN NO. 3391 Tentang: TELEKOMUNIKASI Indeks: PERHUBUNGAN. TELEKOMUNIKASI.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL ABIRAWA TOP FM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL ABIRAWA TOP FM PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL ABIRAWA TOP FM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa Lembaga penyiaran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 2 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 2 SERI D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 2 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENDIRIAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA BANJARNEGARA FM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa statistik penting artinya bagi perencanaan,

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN MELALUI SATELIT, KABEL, DAN TERESTRIAL DENGAN

Lebih terperinci

NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KABUPATEN BEKASI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan daya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO BROMO FM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci