BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. internasional di dalamnya, namun belum banyak studi mengenai interaksi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. internasional di dalamnya, namun belum banyak studi mengenai interaksi"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi tidak dapat dilepaskan dari keterbukaan perekonomian suatu negara jika dilihat dari bebasnya perdagangan barang serta aliran modal internasional di dalamnya, namun belum banyak studi mengenai interaksi perdagangan barang dan aliran modal dalam proses tersebut. Studi-studi sebelumnya seringkali menempatkan keduanya dalam dua bidang terpisah. Interaksi perdagangan barang dan aliran modal internasional pada prinsipnya dapat secara bersama-sama menentukan alokasi modal secara global sekaligus mengubah pola perdagangan antar negara. Satu alasan terjadinya pengabaian terhadap perpindahan faktor-faktor produksi internasional dalam model-model perdagangan karena dalam analisisnya masih menggunakan teori perdagangan tradisional. Teori klasik bahkan melihat faktor-faktor produksi internasional yang bersifat tidak dapat bergerak sebagai alasan dasar dari adanya perdagangan internasional (Springer, 2000). Perbedaan dalam sumber daya faktor mendorong adanya perdagangan barang. Heckscher- Ohlin (H-O model) memprediksi terbukanya perdagangan internasional meningkatkan permintaan atas produk yang bersifat padat karya (labor intensive) dan menurunkan permintaan produk yang cenderung bersifat lebih padat modal (capital intensive) di negara yang memiliki sumber daya tenaga kerja melimpah. Peningkatkan permintaan atas kapital di sisi lain menjadikan nilai imbal hasil riil

2 2 atas kapital semakin tinggi di negara-negara yang secara komparatif memiliki keunggulan memproduksi barang yang bersifat padat modal. Terbukanya perdagangan internasional di antara kedua negara dengan karakteristik sumber daya yang berbeda memberikan manfaat yang dinikmati oleh keduanya. Manfaat tersebut berupa peningkatan utilitas dari konsumsi dan efisiensi dalam memproduksi dua jenis barang yang berbeda dalam intensitas penggunaan faktor produksi. Masuknya aliran modal dalam kerangka model Heckscher-Ohlin pertama kali dinyatakan oleh Mundell (1957). Model ini memprediksi perdagangan dalam komoditas bersifat substitusi sempurna dengan pergerakan langsung faktor-faktor produksi jika sumber daya faktor yang dimiliki antar negara tidak terlalu berbeda. Sifat dari substitusi sempurna itu diartikan jika keseimbangan harga komoditas dapat diperoleh melalui mobilitas faktor internasional tanpa adanya perdagangan barang atau sebaliknya. Keseimbangan harga faktor dapat dihasilkan dari perdagangan barang tanpa mobilitas faktor jika berbagai halangan dalam perdagangan ditiadakan. Hal tersebut dapat diartikan dengan sederhana apabila tidak ada halangan dalam perdagangan, dengan produk marjinal yang sama di kedua negara, tidak akan ada perpindahan kapital karena harga faktor di kedua negara adalah sama. Bertolak belakang dengan prediksi Heckscher-Ohlin-Mundell (H-O-M) model, beberapa studi empiris menunjukkan bahwa perpindahan faktor dan perdagangan barang saling melengkapi satu sama lain. Markusen (1983) pertama kali memberikan pandangan berbeda dan mencoba menentang pendapat adanya

3 3 hubungan substitusi antara perdagangan barang dan perpindahan faktor produksi. Model yang dibangun menunjukkan bahwa pencabutan berbagai halangan perdagangan akan menghasilkan hubungan komplementer dengan pergerakan faktor. Hal itu berdasarkan fakta karena harga faktor yang digunakan secara intensif untuk memproduksi barang ekspor akan bernilai relatif tinggi. Karenanya faktor-faktor produksi tersebut akan berpindah ke industri negara lain yang juga mempergunakan mereka secara intensif dalam memproduksi barang yang akan diekspor sehingga terjadi peningkatan dalam perdagangan. Beberapa hasil kajian teori lanjutan juga mendukung terjadinya hubungan komplementer. Kondisi yang memungkinkan terjadinya perbedaan dengan model awal antara lain adanya perbedaan teknologi antar negara, memasukkan pajak produksi, struktur pasar monopoli, skala ekonomi eksternal atau distorsi di pasar faktor dan diijinkannya modal asing untuk mendukung pembangunan ekonomi domestik. Peningkatan penanaman investasi asing langsung dapat mendukung membesarnya perdagangan internasional pada semua kasus di atas (Goldberg dan Klein, 1999). Dua fenomena penting yang berkembang dalam perekonomian global adalah integrasi perdagangan dan keuangan serta meningkatnya angkatan kerja atau produktifitas di negara-negara berkembang. Model-model perekonomian terbuka memprediksi modal mengalir masuk ke negara-negara berkembang, namun ternyata hal tersebut tidak sesuai dengan fakta (Jin, 2012). Kondisi yang terjadi kemudian adalah kekuatan dua fenomena tersebut telah mengubah

4 4 keunggulan komparatif sebuah negara yang pada gilirannya mengubah struktur perdagangan dan bermuara pada alokasi modal secara global. Model-model standar untuk perekonomian terbuka merupakan model pertumbuhan satu barang atau dua barang yang memungkinkan perpindahan aliran modal antar negara tapi proporsi faktor perdagangan tidak muncul di dalamnya (Backus dkk., 1992; 1994). Model perdagangan internasional di sisi lain dengan karakteristik dua sektor, dua negara yang menunjukkan proporsi faktor dalam perdagangan seringkali mengasumsikan bahwa aliran modal tidak dapat berpindah antar negara (Beaudry dan Collard, 2006; Ventura, 1997). Perkembangan studi yang menarik dalam menguji interaksi antara perdagangan dan aliran modal dengan memungkinkan perpindahan barang dan kapital dilakukan oleh Jin (2012). Analisisnya mengembangkan kerangka keseimbangan umum yang mengintegrasikan paradigma proporsi atau intensitas faktor dalam produk yang diperdagangkan dengan aliran modal yang memungkinkan mereka untuk saling berinteraksi. Hasilnya kontradiktif dengan prediksi ekonomi makro standar. Peningkatan angkatan kerja atau produktifitas tenaga kerja dalam sebuah negara akan mendorong keluarnya aliran modal. Kondisi tersebut memungkinkan modal mengalir dari negara berkembang ke negara maju ketika kedua negara tersebut terintegrasi. Beberapa studi lainnya juga menempatkan hubungan perdagangan barang dengan modal sebagai fokus utama antara lain oleh Antras dan Cabalerro (2009). Mereka menunjukkan jika perdagangan barang dan aliran modal bersifat komplementer terutama di negara-negara bagian selatan yang sedang

5 5 berkembang dan memiliki lembaga keuangan yang relatif kurang tertata dibandingkan negara-negara utara yang lebih maju. Proses integrasi perdagangan yang lebih dalam akan meningkatkan insentif masuknya modal ke negara-negara bagian utara. Studi oleh Zhang (2012) menunjukkan semakin besarnya arus modal setelah dimulainya liberalisasi perdagangan terutama di negara-negara berkembang. Proposisi model dan data empiris menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan tidak selalu menyebabkan ketidakseimbangan global. Sebagian besar hubungan model ekonomi makro dalam perekonomian terbuka dengan perdagangan antar waktu diukur dengan neraca transaksi berjalan. Transaksi berjalan suatu negara merupakan selisih kepemilikan penduduk atas pendapatan (output) dikurangi kepemilikan asing di dalam negeri. Transaksi berjalan secara teori tidak hanya ekspor dikurang impor tapi juga keuntungan modal bersih atas aset luar negeri yang ada (Obstfeld dan Rogoff, 1995:1). Transaksi berjalan juga menunjukkan posisi tabungan nasional dikurangi investasi domestik. Posisi tabungan yang lebih rendah daripada investasi yang diharapkan maka pihak asing akan menyeimbangkan keduanya. Pendekatan antar waktu pada analisis transaksi berjalan melebar pada pendekatan melalui tabungan swasta dan keputusan investasi serta keputusan pemerintah sebagai hasil dari kalkulasi penerawangan ke depan berdasarkan pada ekspektasi pertumbuhan produktifitas di masa datang, permintaan pengeluaran pemerintah, tingkat bunga riil, dan lainnya.

6 6 Definisi transaksi berjalan sebagai peningkatan dalam aset luar negeri bersih sedikit membingungkan jika transaksi berjalan hanya dipikirkan sebagai penjumlahan atas nilai ekspor bersih sebuah negara untuk barang dan jasa. Sebuah negara dengan ekspor bersih positif pastilah memperoleh aset luar negeri dalam nilai yang seimbang karena berhasil menjual ke luar negeri lebih banyak dibandingkan dengan membeli dari luar. Negara dengan ekspor bersih yang negatif di sisi lain berarti memiliki pinjaman yang bernilai sama untuk membiayai defisit dengan luar negeri. Neraca pembayaran mencatat penjualan aset bersih sebuah negara dalam neraca modal. Karena pembayaran untuk setiap barang dan jasa diterima dari pihak luar negeri, setiap ekspor bersih dikaitkan dengan nilai negatif yang sama besarnya dalam neraca modal sehingga total ekspor bersih dan neraca modal identik sama dengan nol. Karenanya neraca modal yang surplus dilihat dari tanda negatif dari peningkatan bersih kepemilikan aset luar negeri, atau sama dengan neraca transaksi berjalan (Obstfeld dan Rogoff, 1996:5). Penelitian disertasi ini menganalisis pengaruh proporsi intensitas faktor sebuah negara, yang menentukan pola perdagangan yang bersifat padat karya atau padat modal, terhadap neraca transaksi berjalan di negara-negara ASEAN+6. Wilayah ASEAN+6 di sini adalah sepuluh negara anggota ASEAN (kecuali Myanmar) dan enam negara di Asia Pasifik lainnya, yaitu Australia, Selandia Baru, Jepang, China, dan Korea. Perekonomian dalam wilayah Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) telah menjadi bagian dari keajaiban Asia Timur (Park dkk., 2008).

7 7 Proporsi faktor yang dimaksud di sini adalah intensitas kapital dalam bentuk rasio kapital-angkatan kerja yang dimiliki oleh masing-masing negara. Singapura adalah ekonomi industri baru bersama-sama dengan Hong Kong, Korea, dan Taipei. Negara ASEAN lainnya yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand juga telah bertransformasi dari ekonomi pertanian yang stagnan menuju ekonomi manufaktur yang dinamis melalui pertumbuhan yang berkelanjutan dan industrialisasi. Ekonomi ASEAN, khususnya Vietnam juga telah mulai mencapai pertumbuhan yang relatif cepat secara konsisten. ASEAN didirikan tahun 1967 oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Brunei kemudian bergabung tahun 1980an, yang dikenal dengan ASEAN-6, dan ditambah dengan Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam (dikenal dengan CMLV) tahun 1990an. Ke sepuluh anggota ASEAN memiliki perbedaan baik dalam ukuran, tingkat pertumbuhan ekonomi, sumber daya, dan kemampuan teknologi dan industri (Yue, 2004). Pada tahun 1992, ASEAN sepakat untuk membentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA) dengan pengurangan tarif mencapai 0% 5% pada tahun 2002 untuk negara-negara ASEAN-6. Tarif dikurangi sampai nol di tahun 2010 untuk ASEAN-6 dan CLMV di tahun ASEAN juga memiliki kesepakatan liberalisasi jasa dan investasi, serta melakukan perdagangan bebas dengan China, Jepang, Korea Selatan, dan India sementara masing-masing anggotanya membentuk perdagangan bebas bilateral dengan sejumlah negara di Asia Pasifik dan sekitarnya (Shiino, 2012). Hal tersebut menunjukkan betapa terbukanya

8 8 perekonomian negara-negara ASEAN dengan negara-negara lainnya baik lewat transaksi perdagangan internasional maupun modal asing. Negara-negara ASEAN dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan dan relatif stabil, seperti yang terlihat pada Grafik 1.1. Salah satu resep penting tercapainya kestabilan dalam pertumbuhan ekonomi ini adalah lingkungan ekonomi makro. Negaranegara ASEAN telah menerapkan kebijakan ekonomi makro yang ditandai dengan nilai tukar yang kompetitif, kebijakan moneter yang hati-hati, defisit sektor publik yang rendah, dan pasar keuangan yang terbuka. Hal ini telah memungkinkan negara-negara anggota ASEAN untuk tumbuh, memperluas ekspor mereka ke dunia dan menjadi tujuan yang menarik bagi investasi asing langsung. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi ASEAN Sumber: ASEAN Statistical Yearbook, 2008 dan 2015 Catatan: termasuk dalam ASEAN 5 adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand Tahun 2014 nilai estimasi Tingkat pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun Hal itu sebagai dampak terjadinya krisis keuangan global pada tahun Gejolak

9 9 ekonomi tahun 2008 dipicu oleh inovasi yang cepat dalam produk keuangan seperti praktek sekuritisasi dan credit default swap. Krisis tersebut berbeda dengan krisis pada tahun 1997 yang disebabkan oleh kurangnya transparansi dan kredibilitas pemerintah diperburuk oleh spekulasi properti dan peringkat kredit yang tidak akurat. Pada kedua kasus, perkembangan krisis menyebar ke benuabenua lain dan dalam waktu singkat menjadi krisis global karena efek menular di tengah sistem keuangan yang terintegrasi secara global dan penyebaran informasi yang cepat (Raz dkk., 2012). Selama krisis 2008 beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand diseret ke krisis dengan mengalami pembebanan keuangan besar meskipun sumber krisis disebabkan oleh runtuhnya lembaga-lembaga keuangan internasional di barat, terutama di Amerika Serikat dan Inggris. Grafik 1.2 menunjukkan nilai penanaman modal asing langsung yang masuk ke negara-negara ASEAN+6. China, Singapura, dan Australia adalah tiga negara yang menerima penanaman modal asing langsung terbesar di antara negara ASEAN+6 lainnya. Peningkatan paling menonjol terjadi di China. Penanaman modal asing lansung yang masuk ke Jepang, India, dan Indonesia relatif sama. Singapura dan Australia sebagai penerima modal asing terbesar lainnya merupakan negara maju atau negara industri, sedangkan China juga dikategorikan sebagai negara industri baru. Myanmar dan Kamboja menempati posisi negara penerima aliran modal asing terendah diantara negara lainnya. Ada indikasi jika aliran modal cenderung masuk ke negara-negara yang sudah relatif kaya akan

10 10 modal, bukan seperti yang diprediksikan teori tradisional jika modal akan mengalir ke negara-negara berkembang yang relatif langka akan modal. Grafik 1.2. Penanaman Modal Asing Langsung yang Masuk ke Negara ASEAN+6 Sumber: World Bank, 2016 Ketidakseimbangan transaksi berjalan dapat disebabkan oleh ketidaksesuian antara tabungan dan investasi. Periode besarnya aliran modal masuk pada umumnya disertai dengan meningkatnya investasi. Aliran modal jika dipergunakan untuk meningkatkan investasi, dengan asumsi tabungan stabil, berakibat membesarnya defisit transaksi berjalan. Tabel 1.1 menunjukkan besarnya nilai transaksi berjalan yang dimiliki negara-negara ASEAN+6 selama periode Awal tahun 1990an, negara-negara ASEAN terlihat mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat yang diiringi dengan bertahannya defisit transaksi berjalan. Kondisi tersebut cenderung berbalik setelah krisis Asia pada tahun 1997/1998. Selama 1997/1998, defisit menjadi surplus dan itu

11 11 bertahan selama beberapa tahun dan cukup lama. Pembalikan kondisi transaksi berjalan menjadi surplus disebabkan oleh terhentinya aliran modal secara tibatiba. Perubahan transaksi berjalan terbesar tampak terjadi di Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Pola yang muncul tampak tidak konsisten dengan pandangan standar bahwa perekonomian negara industri seharusnya mengekspor kapital ke negaranegara berkembang. Karena negara sedang berkembang memiliki rasio tenaga kerja modal yang tinggi, negara berkembang seharusnya memiliki produktifitas marjinal kapital yang lebih tinggi dan menarik modal dari negara industri yang langka tenaga kerja. Jjika negara-negara sedang berkembang mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi untuk mengejar ketertinggalan mereka dari negara industri, maka ada insentif bagi mereka untuk meminjam modal yang membawa pada defisit transaksi berjalan.

12 12 Tabel 1.1. Neraca Transaksi Berjalan Negara ASEAN+6 (dalam Milyar USD) Tahun Australia Brunei Cambodia China India Indonesia Japan Korea Laos Malaysia New Zealand Philippines Singapore Thailand Vietnam ,660 2,531-0,035 7,441-3,200-3,200 44,709-2,404-0,078-0,870-1,280-2,695 3,098-7,281-0, ,640 2,565-0,025 9,474-4,400-4,400 68,116-7,605-0,025-4,183-1,029-1,034 4,851-7,571-0, ,362 1,870-0,025 12,063-3,100-3, ,394-2,432-0,041-2,167-1,516-1,000 5,885-6,303-0, ,262 1,313-0,040 15,358-2,300-2, ,918 2,026-0,043-2,991-1,494-3,016 4,175-6,355-1, ,767 1,594-0,095 19,555-3,000-3, ,543-4,464-0,106-4,520-1,633-2,950 11,350-8,059-1, ,685 1,595-0,171 24,897-6,800-6, ,422-9,752-0,124-8,644-2,427-1,980 14,417-13,582-2, ,415 1,502-0,250 31,700-7,300-7,300 68,937-23,831-0,236-4,462-3,292-3,953 13,879-14,691-2, ,096 1,399 0,042 40,361-3,800-3,800 95,154-10,285-0,185-5,935-3,576-4,351 15,257-3,021-1, ,854 0,825-0,179 31,472 4,000 4, ,093 40,057-0,060 9,529-1,512 1,546 18,443 14,242-1, ,777 1,624-0,176 21,115 5,752 5, ,244 21,608-0,059 12,604-2,887-2,875 14,487 12,428 1, ,609 2,998-0,103 20,431 7,990 7, ,651 10,444-0,183 8,488-1,770-2,228 10,158 9,313 0, ,827 2,602-0,046 17,403 6,900 6,900 86,186 2,700-0,190 7,287-0,432-1,750 12,060 5,101 0, ,721 2,347-0,104 35,422 7,822 7, ,125 4,693-0,172 7,190-1,357-0,282 12,257 4,654-0, ,968 2,904-0,166 43,052 8,107 8, ,414 11,877-0,266 13,381-2,023 0,285 21,899 4,772-1, ,080 3,325-0,116 68,941 5,258 5, ,049 29,743-0,426 15,079-4,649 1,625 20,506 2,759-1, ,367 4,507-0, ,378 1,595 1, ,135 12,655-0,492 20,694-8,040 1,986 27,868-7,642-0, ,339 5,752-0, ,843 9,542 9, ,536 3,569-0,353 26,188-7,854 6,963 36,884 2,315-0, ,509 5,857-0, ,183 6,795 6, ,138 11,795-0,662 29,736-9,184 8,075 46,749 15,682-6, ,335 7,056-0, ,569 0,126 0, ,599 3,190-0,978 39,439-10,353 0,147 27,742 2,157-10, ,998 4,320-0, ,257 10,628 10, ,250 33,593-1,174 31,420-2,713 8,444 32,360 21,896-6, ,629 5,623-0, ,810 5,224 5, ,647 28,850-1,251 27,067-3,210 7,182 55,943 10,024-4, ,790 6,075-1, ,097 1,752 1, ,471 18,656-1,247 33,474-4,699 5,645 62,594 8,887 0, ,827 5,674-1, ,392-24,377-24,377 58,683 50,835-2,607 17,640-7,011 6,948 50,150-1,470 9, ,163 3,778-1, ,203-49,225-29,109 41,132 81,148-0,376 11,205-5,931 11,383 54,083-5,067 7, ,238 4,749-1, ,677-27,451-27,485 24,020 84,373 n.a 14,471-6,409 10,917 58,771 15,413 9,508 Sumber: World Bank, 2016

13 13 Sejauh ini penelitian yang berbicara mengenai intensitas kapital dalam struktur perdagangan suatu negara terhadap aliran modal internasional yang tergambar dalam neraca transaksi berjalan masih sangat terbatas. Khusus untuk wilayah ASEAN+6, penelitian disertasi ini mengisi kesenjangan studi empiris yang selama ini belum ada. Penelitian serupa dilakukan oleh Nedoncelle (2013) dengan mengambil sampel 34 OECD dari tahun 1988 sampai dengan Fokus penelitian juga melihat pengaruh struktur intensitas kapital terhadap neraca transaksi berjalan dengan menggunakan metode efek tetap. Hasil analisis sesuai dengan prediksi jika intensitas kapital berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan di negara-negara OECD. Penelitian lainnya dilakukan oleh Peeters (2011) dengan mengambil objek negara-negara the Gulf Cooperation Council (GCC), yaitu Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi Arabia, dan the United Arab Emirates yang menunjukkan jika negara-negara yang kaya akan minyak tersebut mendapatkan aliran modal asing yang semakin besar ketika mereka semakin membuka perdagangan internasional. Tingginya aliran modal internasional tersebut mendorong membesarnya impor barang dan jasa yang memaksa mereka untuk mengubah jenis produk yang diperdagangkan. Neraca transaksi berjalan negara-negara tersebut cenderung menunjukkan defisit dan sulit bagi mereka untuk menyeimbangkannya. Studi yang dilakukan oleh Moreno (2008) di lima negara ASEAN, yaitu Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina, dan Singapura menunjukkan jika tren perdagangan barang-barang manufaktur di negara-negara tersebut, terutama Indonesia dan Malaysia memberikan angka surplus, namun neraca transaksi

14 14 berjalan tetap defisit selama periode tahun 1990an. Pertumbuhan ekspor tampak lebih besar dan stabil selama periode defisit neraca transaksi berjalan dibandingkan dengan yang mereka alami setelah tahun Pembalikan kondisi dari defisit menjadi surplus neraca transaksi berjalan dikatakan tidak mencerminkan dorongan ekspor yang kuat karena yang terjadi adalah sebaliknya. Nilai ekspor pada tahun 1998 di hampir semua sampel mengalami kontraksi. Penurunan pendapatan ekspor produk manufaktur rata-rata antara tahun dan di Indonesia turun dari 13% menjadi 9%, Malaysia turun dari 20% menjadi 10%, Filipina mengalami penurunan dari 15% menjadi 5%, dan Thailand turun dari 19% menjadi 11%. Karena itu, aspek lain dari neraca transaksi berjalan menjadi penting untuk dianalisis. Gambaran umum neraca transaksi berjalan di lima negara tersebut menunjukkan adanya cerminan perubahan investasi, terutama dalam pengembangan dan penyediaan mesin industri. 1.2 Rumusan Permasalahan Gambaran umum kondisi di negara-negara ASEAN+6 mengindikasikan jika aliran modal asing cenderung masuk ke negara-negara maju atau industri yang relatif lebih kaya modal dibandingkan dengan negara berkembang. Negaranegara maju tersebut memiliki intensitas kapital yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang sehingga cenderung untuk berspesialisasi pada produk-produk padat modal. Hal ini ini bertentangan dengan teori perekonomian terbuka yang memprediksi jika modal mengalir masuk ke negara berkembang

15 15 yang relatif kaya tenaga kerja dan langka dalam permodalan. Peningkatan tenaga kerja atau produktifitas di suatu negara pada gilirannya akan mendorong aliran modal untuk keluar dari negara tersebut. Apabila kondisi tersebut terjadi, maka keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara dapat berubah atau bersifat dinamis karenanya. Interaksi antara intensitas faktor dalam perdagangan internasional dapat dihubungkan dengan perubahan tenaga kerja (produktifitas) melalui neraca transaksi berjalan. Neraca transaksi berjalan pada negara-negara ASEAN+6 cenderung menggambarkan selisih posisi tabungan investasi, dibandingkan dengan selisih ekspor impor. Negara yang memiliki tingkat intensitas kapital yang tinggi membutuhkan investasi lebih besar dibandingkan dengan tabungan yang ada. Kesenjangan tersebut yang akan ditutupi oleh pihak asing. Kondisi ini akan tercermin dari membesarnya defisit neraca transaksi berjalan. Peningkatan jumlah angkatan kerja pada suatu negara mendorong penurunan intensitas kapital yang pada gilirannya mendorong aliran modal keluar. Berdasarkan uraian permasalahan di atas dapat dikemukakan pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini. 1. Apakah intensitas kapital berpengaruh pada neraca transaksi berjalan di negara-negara ASEAN+6? 2. Apakah angkatan kerja di suatu negara berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan di negara-negara ASEAN+6? 3. Apakah ada perubahan dalam struktur industri dan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara, studi kasus di Indonesia?

16 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut. 1. Menganalisis pengaruh intensitas kapital yang dimiliki suatu negara terhadap neraca transaksi berjalan di negara-negara ASEAN Menganalisis pengaruh angkatan kerja suatu negara terhadap neraca transaksi berjalan negara-negara ASEAN Menganalisis ada tidaknya perubahan dalam struktur industri dan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara, studi kasus di Indonesia. 1.4 Keaslian Penelitian Ketidakseimbangan dalam neraca transaksi berjalan telah menjadi kontroversi dalam analisis kebijakan perdagangan internasional. Debat yang terjadi merefleksikan kembali teori dari David Hume dengan menitikberatkan keseimbangan transaksi berjalan sebagai alat potensial dalam transmisi kejutan internasional atau sebagai kerentanan keuangan. Beberapa bukti menunjukkan jika krisis seringkali didahului dengan defisit transaksi berjalan dalam jumlah besar, termasuk yang terjadi di beberapa negara maju (Obstfeld, 2012). Studi yang dilakukan oleh Chinn dan Prasad (2003) mengidentifikasi beberapa variabel determinan neraca transaksi berjalan dalam jangka menengah dengan mengambil sampel dari negara-negara industri dan berkembang. Studi

17 17 serupa dilakukan oleh Gruber dan Kamin (2005). Analisis tidak hanya dilakukan dengan data cross section (silang tempat) tapi juga data panel dengan metode OLS dan fixed effect (metode efek tetap) untuk menangkap karakteristik variasi neraca transaksi berjalan antar negara dan antar waktu. Beberapa variabel yang dikatakan berpengaruh positif adalah anggaran pemerintah dan stok awal net foreign assets. Beberapa negara berkembang juga menunjukkan hubungan positif antara kedalaman integrasi keuangan dengan neraca transaksi berjalan. Indikator keterbukaan terhadap perdagangan internasional dikatakan berkorelasi negatif. Pendekatan yang digunakan di sini adalah melihat neraca transaksi berjalan dari perspektif jangka panjang keseimbangan tabungan investasi, tidak hanya mempengaruhi pergerakan neraca transaksi berjalan dalam jangka pendek. Beberapa studi terdahulu mencoba mengidentifikasikan beberapa variabel yang dapat menjadi sumber kejutan terhadap transaksi berjalan. Cashin dan McDermott (1998) menguji hubungan antara kejutan terms of trade terhadap tabungan dan posisi transaksi berjalan. Hasil penelitian mereka mengatakan jika hubungan diantara variabel ini bersifat ambigu. Kejutan dalam terms of trade dapat memperburuk atau memperbaiki posisi transaksi berjalan tergantung pada apakah hasil efek pendapatan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan efek substitusi. Hubungan relatif dari efek subsitusi ini diestimasi dengan menggunakan data lima negara OECD selama periode Hasilnya menunjukkan besar dan signifikannya pengaruh kejutan ini terhadap transaksi berjalan.

18 18 Glick dan Rogoff (1995) mengembangkan model empiris dari investasi dan transaksi berjalan yang diaplikasikan pada data negara-negara G7. Hasilnya menunjukkan perbedaan antara kejutan global dan spesifik negara dapat menjelaskan perilaku transaksi berjalan. Satu puzzle yang muncul kemudian adalah respon transaksi berjalan terhadap kejutan spesifik ini lebih kecil dibandingkan dengan respon yang diberikan oleh investasi. Lane (1999) menunjukkan bahwa kejutan moneter dapat mendorong ketidakseimbangan transaksi berjalan suatu negara. Hasil dengan menggunakan analisis VAR menunjukkan jika kejutan moneter berpengaruh signifikan terhadap transaksi berjalan Amerika Serikat. Analisis VAR juga digunakan oleh Lee dan Chinn (2002) di tujuh negara yaitu Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jepang, Jerman, Prancis, dan Italia. Salah satu asumsi yang digunakan dalam analisis di sini bahwa kejutan global tidak berpengaruh terhadap transaksi berjalan, dan hanya dipengaruhi oleh kejutan spesifik negara. Sek dan Chuah (2011) menguji dinamisme transaksi berjalan di beberapa negara Asia untuk menganalisis determinan dalam menjelaskan pergerakan neraca transaksi berjalan, khususnya melihat pengaruh nilai tukar sebagai determinan utama. Penelitian dilatarbelakangi oleh perubahan transaksi berjalan beberapa negara Asia yang bergerak dari defisit menjadi surplus setelah krisis Analisis dilakukan dengan menggunakan SVAR dan diperoleh hasil jika nilai tukar tidak berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan setelah krisis. Determinan utama pergerakan transaksi berjalan adalah kejutan riil dan CPI. Sebagai tambahan analisis oleh Sachs (1982) menegaskan jika hubungan antara

19 19 nilai tukar dan transaksi berjalan harus diteliti lebih cermat, karena hubungan antara transaksi berjalan dan depresiasi dapat dibuktikan di dalam perekonomian negara OECD yang besar, tapi tidak untuk negara lainnya yang relatif kecil. Ju dan Wei (2007) menyajikan teori tentang penyesuaian transaksi berjalan yang menempatkan sistem kelembagaan pasar tenaga kerja sebagai pusat analisis. Pada dasarnya penyesuaian sebuah perekonomian terhadap satu kejutan melibatkan kombinasi transmisi dari dua sektor. Pertama transmisi dalam satu waktu (intratemporal), yaitu perubahan dalam komposisi perdagangan barang. Kedua, transmisi antar waktu (intertemporal), yaitu perubahan dalam aliran modal. Ketika tenaga kerja di satu sektor yang spesifik, seluruh penyesuaian untuk sebuah perekonomian yang relatif kecil bergerak melalui aliran modal. Hal sebaliknya jika tenaga kerja bersifat mobilitas sempurna dalam satu negara, setiap kejutan dicerminkan melalui perubahan dalam output dan komposisi perdagangan tanpa perubahan dalam transaksi berjalan. Peraturan ketenagakerjaan yang relatif kaku akan menurunkan transisi dari jangka pendek ke jangka panjang, dan karenanya menurunkan kecepatan konvergensi rasio transaksi berjalan terhadap PDB. Studi oleh Antras dan Caballero (2009) membagi negara-negara di dunia menjadi utara dan selatan berdasarkan perkembangan sistem finansial mereka. Hasil model yang mereka kembangkan menunjukkan adanya hubungan komplementer antara perdagangan dan mobilitas kapital, terutama di negaranegara dengan sistem finansial yang kurang berkembang. Hal ini disebabkan karena terbukanya perdagangan internasional menyebabkan meningkatnya imbal

20 20 hasil atas kapital sehinggga mendorong naiknya insentif apabila modal bergerak ke negara tersebut. Ada dua dimensi heterogenitas dalam friksi sistem finansial di setiap negara. Pertama adalah heterogenitas antar negara yaitu kemampuan untuk memberikan janji imbal hasil atas modal bagi penanam modal potensial di negara kaya lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berkembang. Kedua adalah heterogenitas antar sektoral. Sekalipun beroperasi di dalam sistem keuangan yang sama, produsen di sektor tertentu menemukan masalah yang lebih besar dalam memperoleh pendanaan dibandingkan dengan produsen di sektor lainnya. Negara-negara berkembang, atau yang mereka sebut selatan, memiliki institusi finansial yang kurang berkembang dan karenanya memiliki batasan pinjaman yang lebih ketat di sektor-sektor tertentu. Ketidaksempurnaan dalam hal finansial tersebut mendorong munculnya keunggulan komparatif yang memiliki efek serupa dengan keunggulan komparatif dalam H-O model setelah liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan meningkatkan permintaan atas barangbarang yang diproduksi oleh sektor-sektor yang tidak memiliki keterbatasan dalam pinjaman di selatan dan mendorong mereka untuk berspesialisasi dalam produksi barang tersebut. Tenaga kerja di selatan akan dialokasikan pada sektor yang tidak memiliki keterbatasan tersebut yang kemudian meningkatkan permintaan agregat kapital karena sektor ini tidak memiliki keterbatasan dalam pinjaman. Hasil derivasi model mereka secara khusus menunjukkan bahwa saat perbedaan antar negara hanya dalam perkembangan sistem finansial dan ketergantungan terhadap pembiayaan finansial, integrasi perdagangan akan mengurangi kesenjangan antara imbal hasil riil kapital di utara dan selatan.

21 21 Zhang (2012) dalam penelitiannya mengenai hubungan liberalisasi perdagangan dan aliran modal dalam perspektif keunggulan komparatif dan perusahaan yang heterogen menunjukkan adanya pola S dari aliran modal dalam merespon liberalisasi perdagangan. Aliran modal keluar bergerak dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju. Dua mekanisme yang dikatakan sebagai kekuatan pendorong perubahan aliran modal yang menyertai liberalisasi perdagangan. Pertama adalah meningkatnya produktifitas secara keseluruhan di kedua negara yang merupakan salah satu manfaat penting liberalisasi perdagangan karena efek pilihan ekspor. Produktifitas yang semakin tinggi menghasilkan hasil marjinal dari kapital yang lebih besar, meningkatkan nilai imbal hasil dan menarik lebih banyak aliran modal masuk, dengan asumsi pergerakan tenaga kerja antar negara yang dibatasi. Efek ini disebut dengan efek heterogen. Mekanisme kedua adalah realokasi tenaga kerja dari sektor yang padat modal ke sektor-sektor yang padat karya. Liberalisasi perdagangan meningkatkan permintaan atas produk-produk yang bersifat padat karya dan menurunkan permintaan untuk produk yang padat modal di negara yang memiliki tenaga kerja yang melimpah. Konsekuensinya kapital diharapkan akan bergerak dari negara yang kekurangan kapital ke negara yang kaya akan kapital. Efek ini dikenal dengan efek keunggulan komparatif. Kedua mekanisme tersebut memberikan dorongan yang saling bertolak belakang terhadap respon aliran modal. Studi empiris di China menunjukkan adanya kedua mekanisme tersebut.

22 22 Perkembangan model menjadi perekonomian terbuka yang dinamis juga menunjukkan pola serupa. Hal ini karena liberalisasi perdagangan memiliki dua efek yang saling bertolak belakang terhadap permintaan kapital. Liberalisasi perdagangan di sisi lain mendorong ekspansi pasar untuk perusahaan di kedua negara dan karenanya menarik semakin banyak perusahaan lain untuk masuk pasar. Pendanaan berdirinya perusahaan-perusahaan baru tersebut membutuhkan tambahan permintaan kapital, dimana ekspansi yang lebih besar akan didorong untuk sektor-sektor padat karya di negara-negara berkembang dan menekan permintaan kapital. Studi-studi terdahulu mengenai hubungan antara aliran modal dan perdagangan pada prinsipnya masih dipertanyakan secara teoritis. Sekalipun beberapa studi empiris telah membuktikan jika perdagangan barang internasional yang semakin terbuka berkaitan erat dengan semakin besarnya perdagangan aset finansial, namun jembatan penghubung spesifik yang dilalui perdagangan barang untuk mempengaruhi aliran modal masih kurang dieksplorasi. Jin (2012) mengembangkan sebuah model berdasarkan pada teori perdagangan Heckscher- Ohlin dengan menggunakan kerangka analisis overlapping generations model (OLG). Proposisi utama yang diajukan dari hasil konstruksi teorinya adalah negara yang semakin berspesialisasi pada barang-barang padat modal akan mengalami defisit neraca transaksi berjalan yang semakin besar. Literatur-literatur empiris tentang determinan neraca transaksi berjalan sebelumnya tidak ada yang memasukkan pengaruh perubahan pola spesialisasi sepanjang waktu. Pola spesialisasi sebuah negara dalam Jin (2012) disebut berupa intensitas kapital

23 23 sebuah negara yang dilihat dari hubungan intensitas produk setiap industri dengan aliran perdagangannya atau ekspor, seperti yang digunakan oleh Romalis (2004). Prediksi teori kemudian diujikan pada data panel beberapa negara industri dan negara berkembang untuk melihat hubungan antar variabel dalam jangka panjang dengan menggunakan metode ordinary least squares (OLS) dan metode efek tetap. Penelitian disertasi ini menguji kemapanan model yang dikembangkan oleh Jin (2012) dengan memasukkan variabel intensitas kapital sebagai determinan neraca transaksi berjalan negara-negara ASEAN+6. Perbedaan mendasar penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Metode pembentukan variabel intensitas kapital yang menggunakan variasi dari revealed capital intensity (RCI) yang berupa salah satu variasi pengukuran keunggulan komparatif negara dengan menggunakan nilai revealed comparative advantage (RCA) sebagai pembobot. Pembentukan variabel ini menjadi lebih sederhana namun tetap dapat menggambarkan keunggulan komparatif setiap negara. 2. Perbedaan mendasar lainnya adalah model panel yang digunakan mengingat hubungan antara perdagangan barang dan aliran modal melibatkan neraca transaksi berjalan. Perkembangan pendekatan intertemporal modern terhadap keuangan internasional yang menekankan bahwa transaksi berjalan sangat tergantung pada keputusan investasi dan tabungan domestik diharapkan dapat memberikan masukan yang baik dalam menjelaskan fenomena

24 24 ketidakseimbangan dalam neraca transaksi berjalan global. Hal ini sangat penting dari perspektif peramalan seperti halnya informasi ekonomi yang bisa diperoleh dengan mempertimbangkan penyesuaian dinamis. Pengujian dilakukan tidak hanya untuk melihat hubungan jangka pendek, namun juga melihat hubungan jangka panjang. Karena itu model dalam disertasi ini mengaplikasikan model panel dinamik autoregression distributed lag (ARDL). 3. Perubahan jumlah angkatan kerja yang dikatakan sebagai sumber kejutan yang mengubah nilai intensitas kapital setiap negara akan mempengaruhi pergerakan neraca transaksi berjalan, namun bagaimana arah dan karakteristik kejutan tersebut tidak banyak dieksplorasi bahkan oleh Jin (2012) sendiri. Penelitian disertasi ini menyajikan bagaimana pengaruh dan arah angkatan kerja terhadap negara tertentu secara spesifik dan juga negara lainnya dalam kelompok ASEAN Proposisi lain yang diajukan oleh Jin (2012) adalah adanya perubahan struktur industri suatu negara karena interaksi antara aliran modal dengan keunggulan komparatif tersebut, namun hal itu tidak diuji lebih lanjut. Disertasi ini melakukan pengujian terhadap ada tidaknya perubahan keunggulan komparatif dengan menggunakan data industri Indonesia sebagai kasus. Analisis mengenai intensitas kapital dalam seluruh kelompok industri dengan menggunakan data industri sedang dan besar Indonesia pada level perusahaan dapat dikatakan jarang dilakukan. Sejauh ini analisis produktifitas industri hanya dilakukan untuk satu kelompok tertentu secara spesifik yang ditujukan

25 25 untuk melihat perkembangan produktifitas suatu industri. Analisis pada disertasi ini dimaksudkan untuk melihat intensitas kapital pada setiap kelompok industri sehingga dapat diketahui dengan pasti bagaimana perkembangan kelompok indutri yang bersifat padat modal dan padat karya di Indonesia serta pengaruhnya terhadap transaksi berjalan.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang, yang membutuhkan investasi cukup besar untuk menopang pertumbuhan ekonominya. Sementara sumber-sumber dana yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juli 2014, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara. Perekonomian terbuka inilah yang membawa suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pesat merupakan tujuan utama dari kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdebatan telah disampaikan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Beberapa peneliti

BAB I PENDAHULUAN. perdebatan telah disampaikan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Beberapa peneliti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Studi mengenai pengaruh utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang menjadi pembahasan yang sangat menarik. Berbagai perdebatan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar tidak diragukan lagi adalah merupakan salah satu variabel ekonomi yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perbedaan nilai

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja. BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan ASEAN, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sejak 1980 sampai dengan 2012 (dihitung dengan persentase

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PADA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN TIGA NEGARA (CHINA, INDIA, DAN AUSTRALIA) TERHADAP KINERJA EKSPOR-IMPOR, OUTPUT NASIONAL DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA: ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth).

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu negara dalam membangun perekonomian negaranya adalah laju pertumbuhan ekonomi. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara.perekonomian terbuka membawa suatu dampak ekonomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sehingga keadaan suatu negara dalam dunia perdagangan internasional menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara berusaha memenuhi kebutuhannya baik barang dan jasa, atinya akan ada kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain.

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Dunia, (dalam persen)

Pertumbuhan Ekonomi Dunia, (dalam persen) 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan ekonomi dunia mengalami

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap hubungan kerjasama antar negara. Hal ini disebabkan oleh sumber daya dan faktor produksi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global yang perlahan-lahan mengalami kemajuan. Perkembangan ini didorong oleh

BAB I PENDAHULUAN. global yang perlahan-lahan mengalami kemajuan. Perkembangan ini didorong oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global yang perlahan-lahan mengalami kemajuan. Perkembangan ini didorong oleh pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM Perekonomian empat sektor adalah perekonomian yg terdiri dari sektor RT, Perusahaan, pemerintah dan sektor LN. Perekonomian empat sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan perbankan yang kerap kali muncul menjadi isu krusial bagi perbankan Indonesia dan menjadi perhatian masyarakat adalah masalah tingginya tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan tugas wajib bagi negera-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan tugas wajib bagi negera-negara di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan tugas wajib bagi negera-negara di dunia terutama negara berkembang, tak terkecuali negara-negara ASEAN. Dalam mengupayakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua analisis untuk membuat penilaian mengenai pengaruh ukuran negara dan trade facilitation terhadap neraca perdagangan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilitas sistem keuangan memegang peran penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi negaranya. Dewasa ini, salah satu syarat penting untuk mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun 1997 1998 bermula di Thailand, menyebar ke hampir seluruh ASEAN dan turut dirasakan juga oleh Korea Selatan,

Lebih terperinci

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF Wahono Diphayana 1. MERKANTILISME a. Pandangan Merkantilisme Mengenai PI Suatu negara akan kaya atau makmur dan kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas, walaupun disadari bahwa proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi merupakan suatu tujuan utama. Hal ini juga merupakan tujuan utama negara kita, Indonesia. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA Makroekonomi Perekonomian Terbuka : Konsep Dasar Perekonomian Tertutup dan Terbuka Perekonomian tertutup adalah perekonomian yang tidak berinteraksi dengan perekonomian lain

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci