HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN JENIS ANDROGINI DENGAN PENCAPAIAN STATUS IDENTITAS ACHIEVEMENT MAHASISWI
|
|
- Adi Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN JENIS ANDROGINI DENGAN PENCAPAIAN STATUS IDENTITAS ACHIEVEMENT MAHASISWI Nurul Imam Rizky Hartono Sri Widyawati Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara persepsi terhadap peran jenis androgini dengan pencapaian status identitas achievement mahasiswi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara persepsi terhadap peran jenis androgini dengan pencapaian status identitas achievement pada mahasiswi. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 58 orang mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Semarang angkatan 2010 dan angkatan Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik proportionate clasified sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan dua skala yaitu Skala Pencapaian Status Identitas Diri Achievement dan Skala Persepsi terhadap Peran Jenis Androgini. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Korelasi Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap peran jenis androgini dengan pencapaian status identitas achievement yang ditunjukkan dengan nilai r xy = 0,665 dan (p < 0,01), sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Kata Kunci : pencapaian status identitas achievement, persepsi terhadap peran jenis androgini The Relation Between the Perception of Androgyny Sex Role and Female Students Achievement Identity Status The Faculty of Psychology the University of Semarang Abstract The purpose of this study was to empirically know the relationship between the perception toward the androgyny sex role and accomplishment of female students identity status achievement. The purposed hypothesis in this study says that there is a relationship between the perception toward androgyny sex role and identity status accomplishment of female students identity status achievement. Respondents in this study consisted of 58 female students of the Faculty of Psychology, Universitas Semarang, batches of 2010 and The samples were taken by using proportionate classified sampling techniques. Data in this study were collected using two scales i.e. the Achievement Identity Status scale and the Perception Scale toward the Androgyny Sex Role. Data were analysized by using a Correlation Product Moment technique. The results showed that there was a very significant positive relationship between the perception toward the androgyny sex role and the identity status achievement, which was indicated by the value of r xy = 0,665 and (p < 0.01), so the hypothesis in this study was received. Keywords: achievement status identity, perceptions of androgyny sex role 128
2 Pendahuluan Pembentukan identitas merupakan tugas utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada akhir masa remaja yaitu pada umur tahun (Desmita, 2006: 212). Meskipun tugas pembentukan identitas ini telah mempunyai akar-akarnya pada masa anak-anak, namun pada masa remaja ia menerima dimensi-dimensi baru karena berhadapan dengan perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan relasional. Selama masa remaja ini, kesadaran akan identitas menjadi lebih kuat, karena remaja berusaha mencari identitas dan mendefinisikan kembali siapakah ia saat ini dan akan menjadi siapakah ia pada masa yang akan datang. Perkembangan identitas selama masa remaja ini juga sangat penting karena memberikan suatu landasan bagi perkembangan psikososial dan relasi interpersonal pada masa dewasa. Gunarsa dan Gunarsa (2007: 84) menyatakan bahwa identitas diri merupakan inti pribadi yang tetap ada, walaupun mengalami perubahan bertahap dengan pertambahan umur dan perubahan lingkungan. Proses pencapaian identitas yang diawali dengan masa eksplorasi dimulai pada masa remaja. Diharapkan, pada tahap perkembangan selanjutnya remaja telah memiliki suatu komitmen yang menandakan dimilikinya suatu status identitas tertentu. Seringkali diantara masa eksplorasi dan pembentukan komitmen, terjadi hal-hal (peristiwa) besar yang tidak diharapkan sehingga seseorang harus menyusun kembali apa yang telah dibentuknya. Proses pencapaian identitas berawal dengan berakhirnya pengidentifikasian diri individu terhadap orang tua atau orang dewasa di sekeliling individu. Individu tidak lagi mengidentifikasi dirinya dengan anggota tubuh, penampilan dan orang tuanya. Proses pencapaian identitas tergantung pada keadaan masyarakat dimana ia tinggal, sehingga kemudian masyarakat mengenalnya sebagai individu yang telah menjadi dirinya sendiri dengan caranya sendiri Menurut Josselson (dalam Desmita, 2006: ), proses pencarian identitas diri adalah proses dimana seorang remaja mengembangkan suatu identitas personal yang unik, yang berbeda dan terpisah dari orang lain dan disebut dengan individuasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Widyawati dan Gusti (2012: 36) terhadap mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Semarang diketahui bahwa sebesar 46% atau 38 mahasiswi tahun ajaran 2011/2012 masih tersebar dalam diffusion of identity, foreclosure, dan moratorium of identity, Kondisi tersebut mencerminkan mahasiswi yang kesulitan membuat komitmen apapun, belum mengalami krisis identitas yang membuat mahasiswi kurang mengetahui norma, nilai, tata cara serta adat istiadat baru yang berlaku di lingkungan sekitarnya, serta belum memiliki komitmen yang jelas terhadap identitas tertentu. Menurut Piaget (dalam Syamsu 2010: 79) masa remaja mencapai 129
3 tahap operasi formal mengenai kegiatankegiatan mental tentang berbagai gagasan. Remaja secara mental telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan abstrak. Berfikir operasi formal lebih bersifat hipotetis dan abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah dari pada berpikir konkret. Seharusnya mahasiswi diharapkan telah mencapai tahap achievement of identity. Salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan identitas diri adalah faktor lingkungan (Perdana, dalam Dariyo, 2004: 114). Individu berusaha untuk menemukan lingkungan pergaulannya sebagai tempat mengekspresikan identitas dirinya. Lingkungan masyarakat seringkali memberikan label atau penilaian yang cenderung merugikan peran jenis tertentu. Semua persoalan kesenjangan atau ketimpangan peran jenis berawal dari persepsi terhadap peran jenis yang bias karena dibentuk oleh budaya yang secara turuntemurun dan sudah terinternalisasi sejak berabad-abad dan bias pada salah satu jenis kelamin. Gambaran tentang ciri sifat maupun peran laki-laki dan wanita sering disebut sebagai peran jenis. Istilah peran jenis digunakan untuk menguraikan aspek sosiologis, antropologis, atau kulturan dari peran maskulin versus feminin. Peran jenis adalah apa yang diharapkan, ditentukan, atau dilarang bagi suatu jenis kelamin tertentu (Handayani dan Novianto, 2004: 161). Tidak ada yang membantah bahwa beberapa sifat (trait) kepribadian tampaknya lebih dominan pada salah satu jenis kelamin dibanding jenis kelamin lain. Santrock (2003: 381) menyatakan bahwa individu diklasifikasikan memiliki salah satu dari orientasi peran gender maskulin, feminin, androgini, dan undifferentiated. Peran jenis maskulin merupakan individu yang memiliki taraf tinggi untuk sifat-sifat instrumental dan rendah untuk sifat-sifat ekspresif, sedangkan peran jenis feminin memiliki taraf yang tinggi untuk sifat-sifat feminin. Peran jenis androgini merupakan peran yang ada dalam diri individu, dimana individu androgin adalah seorang perempuan atau seorang laki-laki yang memiliki taraf sifat feminin (ekspresif) dan sifat maskulin (instrumental) yang tinggi. Orientasi peran jenis juga menemukan adanya peran jenis undifferentiated, yaitu individu yang memiliki kualitas rendah pada sifat yang feminin dan maskulin. Individu dengan peran jenis undifferentiated adalah individu yang paling tidak kompeten (Santrock, 2007: 236). Fokus kajian dalam penelitian ini adalah peran jenis androgini. Individu yang androgini digambarkan lebih fleksibel dan lebih sehat mentalnya daripada individu yang hanya maskulin atau feminin saja. Dalam hubungan yang dekat, peran gender androgini lebih disukai (Santrock, 2003: 381). Individu androgini lebih fleksibel dan lebih sehat secara 130
4 mental daripada individu maskulin atau feminin. Dalam sebuah hubungan, gender feminin dan androgini lebih diinginkan karena mereka lebih ekspresif dalam sebuah hubungan. Peran jenis androgini kemungkinan akan dipersepsikan secara berbeda oleh masing-masing individu. Rakhmat (2005: 51) mendefinisikan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Kebutuhan wanita Indonesia di masa lalu pada umumnya terbatas pada kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman serta kebutuhan akan cinta dan belonging. Peran wanita hanya terbatas pada kehidupan rumah tangga saja. Pada masa lalu hanya sedikit wanita yang mengikuti pendidikan, bekerja di kantor atau menduduki jabatan kepemimpinan karena hal tersebut tidak merupakan previlage bagi wanita. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner persepsi terhadap peran jenis androgini yang dilakukan peneliti pada tanggal 20 April 2012 terhadap 17 orang mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Semarang, diketahui bahwa mahasiswa telah dapat mempersepsikan secara positif peran jenis androgini. Satu sisi dari segi feminitas, mahasiswa menganggap bahwa wanita adalah sosok yang harus tampil feminin dan temanteman menunjukkan rasa senang penampilan feminin tersebut. Sedangkan dari segi maskulin, mahasiswa menganggap bahwa penampilan seorang wanita yang feminin atau maskulin bukanlah hal utama dalam kesuksesan seseorang. Mahasiswi menunjukkan keyakinan yang tinggi bahwa seorang wanita dapat bersaing dengan lakilaki. Mahasiswa menganggap bahwa sisi feminitas yang dimiliki wanita dan disertai dengan adanya kerja keras dapat menjadikannya mampu menunjukkan kompetensi yang dimiliki kepada masyarakat. Persepsi positif terhadap peran jenis androgini kemungkinan akan menjadikan mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Semarang mampu memahami diri dan peran yang ada pada dirinya. Mahasiswi tidak akan merasa rendah diri, sehingga berpengaruh terhadap pembentukan identitas dirinya. Mahasiswi dengan persepsi positif terhadap peran jenis androgini diharapkan dapat mencapai tahap achievement of identity, yang ditandai dengan kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dengan tegas tentang pendidikan dan pekerjaan yang nantinya akan dilakukan. Individu itu yakin bahwa keputusan-keputusan itu dibuat berdasarkan pertimbangan yang matang. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap peran jenis androgini dengan pencapaian status identitas diri achievement mahasiswi? Pencapaian status identitas achievement 131
5 Shafer (2005: 190) menyatakan bahwa identitas achievement dicapai individu setelah berbagai masalah terselesaikan dengan membuat komitmen pribadi untuk tujuan tertentu, keyakinan, dan nilai. Sebagai contoh, individu mengerti apa yang dipercaya dan apa yang tidak dipercaya mengenai sebuah agama. Kroger dan Marcia (dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2009: 69) menyatakan bahwa individu yang berada pada status identitas achievement lebih matang dan lebih kompeten secara sosial dibandingkan dengan orang dalam ketiga kategori yang lain. Syamsu (2010: 101) menyatakan bahwa identitas achievement berarti bahwa setelah remaja memahami pilihan yang realistik, maka remaja harus membuat pilihan dan berperilaku sesuai dengan pilihannya. Dalam penelitian ini pencapaian status identitas achievement merupakan pencapaian status identitas terbaik yang mencerminkan bahwa remaja telah membentuk identitas dirinya secara mantap sehingga lebih matang dan lebih kompeten secara sosial dibandingkan dengan individu dalam ketiga status identitas diri yang lain. Marcia (dalam Papalia, dkk, 2009: 69) menyatakan bahwa ciri-ciri individu yang telah mencapai status identity achievement, antara lain: a. Telah menyelesaikan krisis identitas Krisis merupakan periode pembuatan keputusan secara sadar. Selama masa krisis, remaja menghabiskan banyak waktu untuk berpikir dan berjuang secara emosional dalam mengatasi masalahmasalah yang berat dalam hidupnya. b. Komitmen untuk menjalani berbagai pilihan yang dibuat setelah krisis. Komitmen merupakan investasi pribadi dalam pekerjaan atau sistem keyakinan (ideologi). Orangtua mendorong untuk membuat keputusan sendiri. Pencapaian identitas (identity achievement) oleh Santrock (2003: 345) ditandai oleh ciriciri sebagai berikut: a. Remaja telah melewati krisis Krisis (crisism) didefinisikan sebagai suatu masa perkembangan identitas di mana remaja memilah-milah alternatif-alternatif yang berarti dan tersedia. b. Remaja telah membuat komitmen Komitmen didefinisikan sebagai membuat keputusan yang sesuai atau tidak namun tidak disertai dengan adanya keterlibatan diri pada proyek tertentu yang berlaku sepanjang hidup. Penulis akan memakai pendapat yang diutarakan oleh Marcia (dalam Papalia, dkk, 2009: 69) bahwa ciri-ciri individu yang telah mencapai identitas achievement adalah telah menyelesaikan krisis identitas dan komitmen untuk menjalani berbagai pilihan yang dibuat setelah krisis. Persepsi terhadap peran jenis androgini 132
6 Robbins (2002: 46) memandang persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensori mereka untuk memberi arti pada lingkungan mereka. Riset tentang persepsi secara konsisten menunjukkan bahwa individu yang berbeda dapat melihat hal yang sama tetapi memahaminya secara berbeda. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensori (Walgito, 2004: 87-88). Sarwono (2002: 94) bahwa persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami, alat untuk mencari tersebut adalah penginderaan dan alat untuk memahami adalah kesadaran atau kognisi. Persepsi (perception) dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavit, dalam Sobur, 2003: 445). Lebih lanjut Kartono dan Gulo (2004: 203) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dan lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya, pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera. Rakhmat (2005: 51) mendefinisikan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa persepsi adalah cara seseorang memandang, menafsirkan dan mengartikan dengan penuh pemahaman hasil pengamatan suatu objek, yang merupakan pengalaman seseorang secara sadar melalui indera sensori. Gambaran tentang ciri sifat maupun peran laki-laki dan wanita sering disebut sebagai stereotip gender. Istilah peran jenis digunakan untuk menguraikan aspek sosiologis, antropologis, atau kulturan dari peran maskulin versus feminin. Peran jenis adalah apa yang diharapkan, ditentukan, atau dilarang bagi suatu jenis kelamin tertentu (Handayani dan Novianto, 2004: 161). Individu yang androgini digambarkan lebih fleksibel dan lebih sehat mentalnya daripada individu yang hanya maskulin atau feminin saja. Sadli (2010: 95) menyatakan bahwa peran jenis androgini berarti bahwa seseorang memiliki karakteristik psikologi feminin dan maskulin (andro = laki-laki, dan gyn = perempuan). Proses mengembangkan ciri-ciri androgini berarti seksualitas tidak dibatasi oleh stereotip yang berlaku tentang peran gender, sehingga memberikan seseorang kebebasan untuk memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh gender yang lain. Konsep peran jenis androgini menempatkan manusia yang mempunyai ciriciri feminin sekaligus maskulin. Individu 133
7 androgin memiliki kemampuan yang dominan, namun juga pribadi yang hangat dalam melakukan hubungan antar manusia (Murniati, 2004: 113). Ketika mendengarkan persoalan dari teman-temannya, individu androgin berlaku secara feminin dengan berempati dan perhatian (Fox dan Isaac, 2000: 254). Dalam penelitian ini persepsi terhadap peran jenis androgini adalah cara seseorang memandang, menafsirkan dan mengartikan dengan penuh pemahaman terhadap pembagian peran yang sama dalam karakter maskulin dan feminin pada saat yang bersamaan yang merupakan pengalaman seseorang secara sadar melalui indera sensori. Walgito (2004: 87) menyatakan bahwa terdapat beberapa aspek yang diperlukan agar seseorang dapat mempersepsikan sesuatu antara lain: a. Aspek kognisi, yaitu menyangkut pengenalan, cara mendapatkan pengetahuan atau cara berpikir dan pengalaman masa lalu. Hal ini berpengaruh pada pandangan individu terhadap atau berdasarkan dari keinginan atau pengharapan atau dari cara individu tersebut memandang sesuatu berdasarkan pengalaman yang pernah didengar atau dilihat dalam kehidupan sehari-hari. b. Aspek afeksi, menyangkut perasaan individual, pendidikan moral dan etika yang diperoleh sejak kecil dalam mengekspresikan diri dengan sekitarnya. c. Aspek konasi, yaitu motif, sikap, perilaku dan aktivitas. Pandangan individu terhadap sesuatu yang berhubungan dengan motif atau tujuan timbulnya perilaku yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini aspek-aspek persepsi adalah aspek kognisi, afeksi dan konasi. Akbar dan Hawadi (2004: 69) menyatakan bahwa ciri-ciri individu androgini adalah sebagai berikut: a. Dapat bertingkah laku feminin atau seperti ekspresif, seperti lembut, sensitif, hangat dan penuh pengertian. b. Dapat bertingkah laku maskulin, seperti mandiri, tegas dan agresif. Santrock (2007: 236) menyatakan bahwa karakteristik individu androgini, yaitu: a. Memperlihatkan praktik hidup yang lebih sehat b. Memiliki ekspektasi yang lebih tinggi mengenai kemampuannya untuk mengontrol hasil dari upaya akademis. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa ciri-ciri peran jenis androgini adalah memiliki pemikiran yang logis dan masuk akal, dapat bertingkah laku feminin seperti ekspresif, seperti lembut, sensitif, hangat dan penuh pengertian; dapat bertingkah laku maskulin seperti mandiri, tegas dan agresif; memperlihatkan praktik hidup yang lebih sehat, serta memiliki ekspektasi yang lebih tinggi dalam bidang akademis. Metode Penelitian 134
8 Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Semarang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu proportionate clasified sampling. Peneliti sebelumnya secara random telah menetapkan 58 orang mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Semarang angkatan 2010 dan angkatan 2011 sebagai subjek penelitian yang berjumlah 108. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui metode skala, yaitu Skala Pencapaian Status Identitas Diri Achievement dan Skala Persepsi terhadap Peran Jenis Androgini Hipotesis yang diajukan diuji secara statistik dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment. Semua perhitungan statistik dalam penelitian ini menggunakan program SPSS. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap peran jenis androgini dengan pencapaian status identitas diri achievement yang ditunjukkan dengan nilai r xy = 0,665 dan (p < 0,01),. Semakin positif persepsi terhadap peran jenis androgini maka mahasiswi akan mencapai status identitas achievement, dan sebaliknya. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Perdana (dalam Dariyo, 2004: 114) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan identitas diri adalah faktor lingkungan. Individu berusaha untuk menemukan lingkungan pergaulannya sebagai tempat mengekspresikan identitas dirinya. Lingkungan masyarakat seringkali memberikan label atau penilaian yang cenderung merugikan peran jenis tertentu. Semua persoalan kesenjangan atau ketimpangan peran jenis berawal dari persepsi terhadap peran jenis yang bias karena dibentuk oleh budaya yang secara turun-temurun dan sudah terinternalisasi sejak berabad-abad dan bias pada salah satu jenis kelamin. Rakhmat (2005: 51) mendefinisikan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Kebutuhan wanita Indonesia di masa lalu pada umumnya terbatas pada kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman serta kebutuhan akan cinta dan belonging. Peran wanita hanya terbatas pada kehidupan rumah tangga saja. Pada masa lalu hanya sedikit wanita yang mengikuti pendidikan, bekerja di kantor atau menduduki jabatan kepemimpinan karena hal tersebut tidak merupakan previlage bagi wanita. Persepsi positif terhadap peran jenis androgini akan menjadikan wanita menganggap bahwa peran jenis sebagai wanita bukanlah penghambat bagi dirinya untuk berkarir seperti halnya kaum laki-laki. Persepsi positif terhadap peran jenis androgini akan 135
9 menjadikan wanita mampu menumbuhkan penilaian diri yang positif dalam menjalani tantangan dalam kehidupan, sehingga dapat mencapai status identitas diri achievement. Sumbangan efektif variabel persepsi terhadap peran jenis androgini terhadap pencapaian status identitas diri achievement, yaitu 44,2%. Sisanya sebesar 55,8% dari variabel lain seperti faktor keluarga, pendidikan, eksplorasi, komitmen, peran, tingkat keterbukaan, tokoh idola, peluang pengembangan diri, serta tingkat kepribadian. Simpulan Ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap peran jenis androgini dengan pencapaian status identitas achievement pada mahasiswi. Semakin positif persepsi terhadap peran jenis androgini maka mahasiswi akan mencapai status identitas achievement, dan sebaliknya sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Daftar Pustaka Akbar, R., dan Hawadi Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Grasindo. Dariyo, A Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Desmita Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Fox, D., dan Isaac, P Psikologi Kritis. Jakarta: Teraju. Gunarsa, Y. S., Gunarsa, S. D Psikologi Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Handayani, C. S., dan Novianto, A Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta. Kartono, K, dan Gulo, D Kamus Psikologi. Bandung : Pionir Jaya. Murniati, A. N. P Getar Gender. Magelang: Yayasan Indonesia Tera. Papalia, D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D Human Development: Perkembangan Manusia. Alih Bahasa: Brian Marwensdy. Jakarta: Salemba Humanika. Rakhmat, J Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya. Robbins, S.P Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi 10. Alih Bahasa : Halida dan Dewi Sartika. Klaten: Intan Sejati. Sadli, S Berbeda Tetapi Setara. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. Santrock, J. W Adolescence. Edisi Keenam. Alih Bahasa : Drs. Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga Adolescende. Edisi Kesebelas. Alih Bahasa: Benedictine Widyasinta. Jakarta: Erlangga. Sobur, A Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia. Syamsu, Y. L. N Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Walgito, B Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI. Widyawati, S., dan Gusti, Y.A Studi Deskriptif: Kemandirian dan Status Identitas Mahasiswa Baru di Fakultas Psikologi Universitas Semarang. Laporan Penelitian. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Semarang 136
PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA
PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA Terendienta Pinem 1, Siswati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG
HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG Soraya Prabanjana Damayanti, Dinie Ratri Desiningrum* Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Sorayadamayanti88@gmail.com
Lebih terperinciKEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Dewina Pratitis Lybertha, Dinie Ratri Desiningrum Fakultas Psikologi,Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah
Lebih terperinciKINERJA DITINJAU DARI STATUS IDENTITAS ACHIEVEMENT PADA ANGGOTA DIREKTORAT SABHARA KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH ANGGUN WINARIS SUDIYONO PUTRO
KINERJA DITINJAU DARI STATUS IDENTITAS ACHIEVEMENT PADA ANGGOTA DIREKTORAT SABHARA KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH ANGGUN WINARIS SUDIYONO PUTRO Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian
Lebih terperinciJurnal SPIRITS, Vol.5, No.2, Mei ISSN:
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONISME PADA MAHASISWI PSIKOLOGI UST YOGYAKARTA Ayentia Brilliandita Flora Grace Putrianti ABSTRACT This study aims to determine the relationship
Lebih terperinciPROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A
1 HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A Rohmatul Ummah, Anita Listiara* Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan data skala motivasi berprestasi dan skala peran jenis dilakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik ANOVA
Lebih terperinci2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu penyelenggara pendidikan formal yang bertujuan untuk mempersiapkan dan mengasah keterampilan para siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas
Lebih terperinciWahyuningtyas Program Studi Psikologi, FIP, UNESA.
Perbedaan Dependensi Pada Mahasiswa Fakultas Angkatan 2011 Ditinjau Dari Jenis Kelamin Dan Persepsi Terhadap Pola Pengasuhan Orang Tua PERBEDAAN DEPENDENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SMA N NAWANGAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SMA N NAWANGAN TAHUN PELAJARAN 014/015 ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar
Lebih terperinciTAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN
TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang
Lebih terperinciPERBEDAN STATUS IDENTITAS DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH OTORITER DI PANTI ASUHAN X. Siti Mahmudah Fakultas Psikologi Universitas Semarang
PERBEDAN STATUS IDENTITAS DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH OTORITER DI PANTI ASUHAN X Siti Mahmudah Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan
Lebih terperinciHUBUNGAN KEDEWASAAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM ANGKATAN 2012 UNIVERSITAS SAM RATULANGI TERHADAP CARA BERSOSIALISASI
HUBUNGAN KEDEWASAAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM ANGKATAN 2012 UNIVERSITAS SAM RATULANGI TERHADAP CARA BERSOSIALISASI 1 Citra F. Karim 2 Jehosua S.V. Sinolungan 2 Henry Opod
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG Lucky Rianatha 1, Dian Ratna Sawitri 2 1,2 Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro Jl. Prof.
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa
Lebih terperinciEFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract
EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DAN KINERJA GURU DI SMA X
ISSN 1410-9859 HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DAN KINERJA GURU DI SMA X Sri Kandariyah Nawangsih, M.Psi. Fitria Linayaningsih, M.Psi. Abstrak Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL
1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL DyahNurul Adzania, Achmad Mujab Masykur Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro dyadzania@gmail.com
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016
HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh : Pudyastuti Widhasari ABSTRAK Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL REMAJA- ORANGTUA DAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMK NEGERI 7 SEMARANG
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL REMAJA- ORANGTUA DAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMK NEGERI 7 SEMARANG Rahayu Putranti Utami, Prasetyo Budi Widodo Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro
Lebih terperinciPOLA ASUH OTORITATIF ORANG TUA DAN EFIKASI DIRI DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN KARIR PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA
POLA ASUH OTORITATIF ORANG TUA DAN EFIKASI DIRI DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN KARIR PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA Chelsea Sulastry Sianipar, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl.
Lebih terperinciINTENSI WIRAUSAHA DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI (Entrepreneurial intentions Reviewed from Self-Confidence) Tulus Al Eklas.
INTENSI WIRAUSAHA DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI (Entrepreneurial intentions Reviewed from Self-Confidence) Tulus Al Eklas Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Siapakah saya? Apa potensi saya? Apa tujuan yang ingin saya capai di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Siapakah saya? Apa potensi saya? Apa tujuan yang ingin saya capai di masa depan? Apa peranan saya bagi dunia? Mungkin pertanyaan-pertanyaannya tersebut merupakan pertanyaan
Lebih terperinciHUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR
HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR Nur Widia Wardani Nurul Ulfatin E-mail: nurwidia_wardani@yahoo.co.id, Universitas Negeri Malang, Jl.
Lebih terperinciDIRI PRIBADI. Tentang Diri MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh. mengkomunikasikan tentang Diri Pribadi
MODUL PERKULIAHAN DIRI PRIBADI Presentasi diri; Pengetahuan diri pribadi; Berpikir mengenai diri pribadi; Harga diri pribadi; Penilaian diri pribadi; Diri pribadi sebagai sasaran prasangka Fakultas Program
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak
7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
Lebih terperinciSIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH PERMISIF PADA REMAJA
SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH PERMISIF PADA REMAJA ( PREWEDDING SEXUAL BEHAVIOUR OBSERVED FROM THE PERMISIVE PARENTING STYLE IN ADOLESENCE ) Chatifatun
Lebih terperinciPERBEDAAN KONSEP DIRI NEGATIF ANTARA REMAJA YANG SEKOLAH DAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH. Nurul Uliyah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan
Jurnal Psikologi September 2014, Vol. II, No. 2, hal 80-88 PERBEDAAN KONSEP DIRI NEGATIF ANTARA REMAJA YANG SEKOLAH DAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH Nurul Uliyah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan
Lebih terperinciHubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel
Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA ANGAKATAN 2013 DIPLOMA III FAKULTAS TEKNIK JURUSAN KIMIA DAN SIPIL UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis penelitian, dan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis penelitian, dan pembahasan, dapat disimpulkan ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sikap Negatif Terhadap Korban Pemerkosaan 2.1.1. Definisi sikap negatif terhadap korban pemerkosaan Sikap negatif terhadap korban pemerkosaan adalah penilaian individu mengenai
Lebih terperinciHUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS TINGGI SD N 1 MUDALREJO TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL JURNAL
HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS TINGGI SD N 1 MUDALREJO TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi
Lebih terperinciHUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN IDENTITAS DIRI PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH KOTA KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN IDENTITAS DIRI PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH KOTA KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis
Lebih terperinciPENGARUH KELEKATAN ORANGTUA TERHADAP STRESS COPING PADA MAHASISWA YANG MENYUSUN SKRIPSI DI PRODI RUMPUN IKK, UNJ
JKKP: Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan http://doi.org/10.21009/jkkp DOI: E-ISSN: 2597-4521 PENGARUH KELEKATAN ORANGTUA TERHADAP STRESS COPING PADA MAHASISWA YANG MENYUSUN SKRIPSI DI PRODI RUMPUN
Lebih terperinciPENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS
PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004)
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Aspek Psikososial Remaja Masa remaja merupakaan masa dimana remaja mencari identitas, dan dalam proses pencarian identitas tersebut tugas utama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciPERBEDAAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT
PERBEDAAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Edwina Renaganis Rosida 1, Tri Puji Astuti 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto
Lebih terperinciMOTIVASI BERAFILIASI DAN MINAT MENJADI PASKIBRAKA PADA SISWA SMKN
MOTIVASI BERAFILIASI DAN MINAT MENJADI PASKIBRAKA PADA SISWA SMKN Andriani, Endang Sri Indrawati Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama masa hidupnya orang lebih banyak berada pada kondisi saling
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama masa hidupnya orang lebih banyak berada pada kondisi saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Faktanya orang tidak bisa hidup sendiri. Sebagian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai identitas diri pada remaja beserta
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN PRODUK SKIN CARE PADA MAHASISWI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO
HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN PRODUK SKIN CARE PADA MAHASISWI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO Liestianti Surya Putri 1, Hastaning Sakti 2 1,2 Fakultas
Lebih terperinciHASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT
HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DAN KESIAPAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : RESTY HERMITA NIM K4308111 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciDekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1
Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN INTENSI PERILAKU SEKSUAL PADA SMP NEGERI X
HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN INTENSI PERILAKU SEKSUAL PADA SMP NEGERI X Dinda Puspa Handika, Imam Setyawan* Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro E-mail: dinda.handika@gmail.com, imamsetyawan.psiundip@gmail.com
Lebih terperinciSELF & GENDER. Diana Septi Purnama.
SELF & GENDER Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id www.uny.ac.id KONSEP DIRI Penghayatan individu terhadap identitasnya, sekumpulan keyakinan mengenai dirinya sebagai seorang individu
Lebih terperinciDUKUNGAN SOSIAL AYAH DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA REMAJA LAKI-LAKI
DUKUNGAN SOSIAL AYAH DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA REMAJA LAKI-LAKI Puspita Puji Rahayu, Sri Hartati Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275 puspitapujirahayu@gmail.com
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada masa transisi ini remaja mengalami perubahan yang cepat dan fundamental menuju
Lebih terperinciHUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP
HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP Jumiyanti (jumiyanti963@gmail.com) 1 Yusmansyah 2 Ratna Widiastuti 3 ABSTRACT The objective of this research was to
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan, perilaku dan kemampuan individu dalam menghadapi tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep dan evaluasi individu tentang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman modernisasi ini banyak dijumpai remaja yang sering ikutikutan
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pada zaman modernisasi ini banyak dijumpai remaja yang sering ikutikutan dalam perilaku atau berbicara sehari-hari yang berasal dari hasil meniru terhadap temannya
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang
BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Kepribadian manusia sejatinya telah ditentukan berdasarkan jenis kelaminnya. Namun dalam kenyataanya, masih sering kita menemukan orang orang yang berpenampilan atau
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA FLEKSIBILITAS KOGNITIF DENGAN PROBLEM FOCUSED COPING PADA MAHASISWA FAST-TRACK UNIVERSITAS DIPONEGORO
HUBUNGAN ANTARA FLEKSIBILITAS KOGNITIF DENGAN PROBLEM FOCUSED COPING PADA MAHASISWA FAST-TRACK UNIVERSITAS DIPONEGORO Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Efi Oktawidiyanti Santosa, Imam Setyawan*
Lebih terperinciSTATUS SOSIAL EKONOMI DAN INTENSITAS KOMUNIKASI KELUARGA PADA IBU RUMAH TANGGA DI PANGGUNG KIDUL SEMARANG UTARA. Endang Sri Indrawati.
STATUS SOSIAL EKONOMI DAN INTENSITAS KOMUNIKASI KELUARGA PADA IBU RUMAH TANGGA DI PANGGUNG KIDUL SEMARANG UTARA Endang Sri Indrawati Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi Dalam Kamus Lengkap Psikologi, memaparkan bahwa persepsi adalah: (1) proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia perlu adanya hubungan yang baik antar sesamanya. Manusia tidak dapat hidup sendiri karena manusia merupakan makhluk sosial dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata
Lebih terperinciKECEMASAN TERHADAP KETIADAAN HANDPHONE DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN SOSIAL PADA MAHASISWA S1 MANAJEMEN STIE AMA SALATIGA
KECEMASAN TERHADAP KETIADAAN HANDPHONE DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN SOSIAL PADA MAHASISWA S1 MANAJEMEN STIE AMA SALATIGA Wido Tripujiati Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran status identity di bidang akademik dalam pemilihan jurusan pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2007 di Universitas X, Bandung. Metode yang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012 Roy Silitonga, Sri Hartati *) Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Ali, M & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Ahmadi, A. (1999). Psikologi Sosial. Surabaya: Bina Ilmu.
56 DAFTAR PUSTAKA Ali, M & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Ahmadi, A. (1999). Psikologi Sosial. Surabaya: Bina Ilmu. Arikunto, S. (2006). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Lebih terperinciHUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Artikel Skripsi HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Jurusan Bimbingan Konseling FKIP UNP Kediri Oleh: SUCI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson
BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan
Lebih terperinciHUBUNGAN GENDER TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMP
HUBUNGAN GENDER TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMP Oleh: Umi Muthoharoh, Budiyono, Puji Nugraheni Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo rahmi_912313@yahoo.com
Lebih terperinciJURNAL OLEH: FAJAR KUSUMAJATI K
PEMBERIAN INFORMASI TENTANG KONSEP DIRI POSITIF MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENUMBUHKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS VII SMP N 7 KLATEN TAHUN AJARAN 2013/2014 JURNAL OLEH: FAJAR KUSUMAJATI K3109031
Lebih terperinciKONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013
KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SELF-CONTROL IN STUDENTS IN SMP STATE 2 KUTASARI, PURBALINGGA LESSONS YEAR 2012/2013 Oleh : Destri Fajar
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PETUGAS SECURITY. Oleh: SUPARJO ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PETUGAS SECURITY Oleh: SUPARJO ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dengan perilaku prososial pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja atau dikenal dengan istilah adolescene adalah suatu transisi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang individu dalam keseluruhan hidupnya. Transisi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki
Lebih terperinciINTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi
INTUISI 7 (1) (2015) INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP METODE MENGAJAR GURU MATEMATIKA DENGAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DAN DISIPLIN DIRI DENGAN PRESTASI AKADEMIK PADA SISWA RSBI KELAS VII SMP NEGERI 4 SURAKARTA
1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DAN DISIPLIN DIRI DENGAN PRESTASI AKADEMIK PADA SISWA RSBI KELAS VII SMP NEGERI 4 SURAKARTA Nidya Agesthi, Siswati*, Imam Setyawan* Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja
BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan didalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja 2.1. Parasosial 2.2.1. Pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap
Lebih terperinciPENGETAHUAN TENTANG PENELITIAN DAN MOTIVASI BELAJAR PADA MAHASISWA
PENGETAHUAN TENTANG PENELITIAN DAN MOTIVASI BELAJAR PADA MAHASISWA Agoes Dariyo Dosen Fakultas Psikologi Universitas INDONUSA Esa Unggul agoes_dariyo@yahoo.com 44 ABSTRACT The research knowledge is basic
Lebih terperinciKumpulan Abstrak Jurnal Psikologika Nomor 9 Tahun V
Kumpulan Abstrak Jurnal Psikologika Nomor 9 Tahun V - 2000 Psikologi dan Tantangan Milenium Ketiga: Dampak Teknologi Internet pada Kehidupan Manusia dan Pengelolaan Institusi Pendidikan Psikologi Djamaludin
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA
Jurnal Penelitian Psikologi 2016, Vol. 07, No. 01, 1-9 HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA Jurusan Psikologi, FIP, Unesa. Abstrak ; Penelitian ini bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,
Lebih terperinciPERILAKU REMAJA DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013
PERILAKU REMAJA DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013 Dina Indarsita 1, Mariaty S 2, Ravina Primursanti 1 1 Jurusan Keperawatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun
Lebih terperinciPENGARUH MINAT, KEMANDIRIAN, DAN SUMBER BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII SMP NEGERI 5 UNGARAN
JURNAL PENDIDIKAN EKONOMI DINAMIKA PENDIDIKAN Vol. VII, No. 1, Juni 2012 Hal. 8-13 PENGARUH MINAT, KEMANDIRIAN, DAN SUMBER BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII SMP
Lebih terperinciPSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT
Modul ke: PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Perkembangan Remaja Fakultas Psikologi Tenny Septiani Rachman, M. Psi, Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Preface Masa remaja sering disebut sebagai
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Diri Responden Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas responden siswa laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa
Lebih terperinci