PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG"

Transkripsi

1 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN FORMULA BAYI DAN FORMULA BAYI UNTUK KEPERLUAN MEDIS KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi; b. bahwa pengaturan tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus sebagaimana telah dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2009 tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk Keperluan Medis Khusus sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perlu disesuaikan dengan ketentuan dalam Codex Alimentarius; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus; : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

2 -2-3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); 6. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005; 7. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005; 8. Keputusan Kepala Badan Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2004; 9. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2006 tentang Kategori Pangan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG PENGAWASAN FORMULA BAYI DAN FORMULA BAYI UNTUK KEPERLUAN MEDIS KHUSUS.

3 -3- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan: 1. Formula Bayi adalah formula sebagai pengganti air susu ibu (ASI) untuk bayi sampai umur 6 (enam) bulan yang secara khusus diformulasikan untuk menjadi satu-satunya sumber gizi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sampai bayi diperkenalkan dengan makanan pendamping air susu ibu (MP- ASI). 2. Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus adalah pangan bagi bayi yang diolah atau diformulasi secara khusus dan disajikan sebagai tatalaksana diet pasien bayi sehingga secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi dengan gangguan, penyakit atau kondisi medis khusus selama beberapa bulan pertama kehidupannya sampai saat pengenalan MP-ASI dan hanya boleh digunakan dibawah pengawasan tenaga medis. 3. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 4. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. 5. Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. 6. Label Pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. 7. Klaim Gizi adalah pernyataan, saran atau sesuatu yang berhubungan dengan sifat gizi tertentu termasuk, tetapi tidak terbatas pada, nilai energi, kandungan protein, lemak dan karbohidrat, juga kandungan vitamin dan mineral. 8. Klaim Kesehatan adalah klaim yang menyatakan hubungan pangan atau zat yang terkandung dalam pangan dengan kesehatan. 9. Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 10. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

4 -4- BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan ini berlaku untuk Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus yang diproduksi dalam bentuk cair dan/atau bubuk. BAB III PERSYARATAN Pasal 3 (1) Formula Bayi yang diproduksi dan/atau dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi. (2) Persyaratan keamanan, mutu dan gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan ini. Pasal 4 (1) Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus yang diproduksi dan/atau dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi. (2) Persyaratan keamanan, mutu dan gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan ini. Pasal 5 (1) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 bagi Formula Bayi dan Pasal 4 bagi Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus, keduanya dapat ditambahkan asam amino esensial dan asam amino semiesensial. (2) Acuan jenis dan jumlah asam amino esensial dan asam amino semi-esensial yang dapat ditambahkan, tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan ini.

5 -5- Pasal 6 (1) Pelaku Usaha yang memproduksi Formula Bayi dan/atau Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus wajib menerapkan: a. Cara Produksi yang Baik; dan b. Sistem Pengendalian Bahaya Pada Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point/HACCP). (2) Penerapan Cara Produksi yang Baik dan Sistem Pengendalian Bahaya Pada Titik Kritis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Sarana dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau bukti lain yang dikeluarkan oleh lembaga yang telah terakreditasi di dalam maupun di luar negeri. (1) Pelaku Usaha dilarang: BAB IV LARANGAN Pasal 7 a. memproduksi dan/atau memasukkan Formula Bayi dan/atau Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan yang tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini; b. mencantumkan klaim gizi dan/atau klaim kesehatan pada label Formula Bayi; c. mencantumkan klaim kesehatan pada label Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus; dan d. mengiklankan Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan. (2) Pelaku Usaha dilarang menggunakan perlakuan iradiasi terhadap: a. bahan yang digunakan dalam Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus; dan b. Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus.

6 -6- BAB V TINDAKAN ADMINISTRATIF Pasal 8 Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan ini dapat dikenai tindakan administratif berupa: a. peringatan secara tertulis; b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah menarik Formula Bayi dan/atau Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus dari peredaran; c. pemusnahan Formula Bayi dan/atau Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus, jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia; d. penghentian produksi untuk sementara waktu; e. pencabutan surat persetujuan pendaftaran. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 9 Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus yang telah mempunyai surat persetujuan pendaftaran dan masih berlaku sebelum nya Peraturan ini wajib menyesuaikan dengan persyaratan dalam Peraturan ini paling lambat tanggal 31 Desember BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 Sejak Peraturan ini berlaku, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2009 tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

7 -7- Pasal 11 Peraturan ini mulai berlaku sejak diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2011 KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, ttd. KUSTANTINAH Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 September 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA ttd. PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA TAHUN 2011 NOMOR 602

8 Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2011 PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA BAYI 1. Ruang lingkup 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Bayi dalam bentuk cair atau bubuk yang jika perlu digunakan sebagai pengganti air susu ibu (ASI) untuk memenuhi kebutuhan gizi normal bagi bayi. Yang dimaksud dengan jika perlu dalam hal ini adalah kondisi dimana seorang ibu tidak dapat/tidak boleh memberikan ASI pada bayinya, misalnya ibu meninggal atau ibu berpenyakit menular atau pada bayi yang tidak dapat mengkonsumsi ASI karena kondisi tertentu. 1.2 Ketentuan ini memuat uraian tentang persyaratan bahan, mutu, keamanan dan pelabelan untuk Formula Bayi. 1.3 Hanya produk yang memenuhi kriteria dalam ketentuan ini yang dapat dipasarkan sebagai Formula Bayi. Produk lain selain Formula Bayi tidak diizinkan untuk dipasarkan atau dinyatakan cocok sebagai makanan bayi yang secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan zat gizi bayi normal dan sehat selama beberapa bulan pertama kehidupannya. 2. Deskripsi 2.1 Definisi produk Formula Bayi adalah formula sebagai pengganti air susu ibu (ASI) untuk bayi sampai umur 6 (enam) bulan yang secara khusus diformulasikan untuk menjadi satu-satunya sumber gizi dalam bulanbulan pertama kehidupannya sampai bayi diperkenalkan dengan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) Produk diproses hanya secara fisik serta dikemas untuk mencegah kerusakan dan kontaminasi selama penanganan, penyimpanan dan distribusi dalam kondisi normal sesuai dengan tempat dimana produk dijual. 2.2 Definisi lain Bayi adalah seseorang yang berusia tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis dalam tubuh sehingga dibutuhkan dari luar Acuan Batas Atas (ABA) adalah nilai tertinggi kandungan zat gizi yang diperoleh berdasarkan pertimbangan pemenuhan kebutuhan zat

9 -2- gizi bayi dan riwayat penggunaan yang aman namun tidak berdasarkan kajian risiko. ABA dapat disesuaikan berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan ABA adalah sebagai panduan bagi produsen dan tidak diterjemahkan sebagai nilai yang harus dicapai. Kandungan zat gizi Formula Bayi biasanya tidak melebihi ABA kecuali tidak dapat dihindari sehubungan dengan keragaman kandungan atau karena alasan teknologi. 3. Bahan utama dan syarat mutu 3.1 Bahan utama Formula Bayi merupakan produk yang berbahan dasar susu sapi atau susu hewan lain atau campuran kedua susu tersebut dan atau bahanbahan lain yang telah terbukti sesuai untuk makanan bayi. Keamanan dan kecukupan kandungan zat gizi Formula Bayi harus terbukti secara ilmiah dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi. Semua bahan harus bebas gluten Formula Bayi siap konsumsi harus mengandung energi tidak kurang dari 60 kkal dan tidak lebih dari 70 kkal per 100 ml produk, yang dibuat sesuai dengan petunjuk penyiapan Kandungan zat gizi Formula Bayi siap konsumsi per 100 kkal harus memenuhi ketentuan nilai minimum, maksimum, atau ABA berikut ini. a. Protein Sumber Protein Protein susu sapi Isolat protein kedelai g/100 kkal 1,8 3,0 - g/100 kkal 2,25 3,0 - Dalam Peraturan ini perhitungan kandungan protein pada produk akhir yang siap untuk dikonsumsi harus didasarkan pada perhitungan N x 6,25, kecuali jika terdapat pertimbangan ilmiah khusus untuk faktor konversi yang berbeda pada produk tertentu. Penentuan kandungan protein pada produk berbahan dasar susu sapi didasarkan pada faktor konversi nitrogen 6,25. Faktor konversi 6,38 umumnya sebagai faktor spesifik untuk konversi nitrogen ke protein pada produk susu lain, faktor konversi 5,71 spesifik untuk konversi nitrogen ke protein dalam produk kedelai. Isolat asam amino dapat ditambahkan pada Formula Bayi untuk meningkatkan nilai gizi. Asam amino esensial dan semi-esensial dapat ditambahkan hanya sejumlah yang diperlukan untuk

10 -3- meningkatkan mutu protein. Hanya asam amino bentuk L yang dapat digunakan. Untuk nilai energi Formula Bayi yang sama dengan ASI, formula harus mengandung asam amino esensial dan asam amino semiesensial sekurang-kurangnya sama dengan kandungan pada protein acuan ASI, sebagaimana diuraikan dalam Lampiran III. Meskipun demikian untuk keperluan perhitungan, konsentrasi tirosin dan fenilalanin dapat dijumlahkan. Demikian juga konsentrasi metionin dan sistein bila rasionya kurang dari 2:1. Bila rasio diantara 2:1 dan 3:1, maka kelayakan formula harus dibuktikan dengan uji klinis. Asam amino semi-esensial/esensial kondisional adalah asam amino yang pada kondisi tertentu tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Jika Formula Bayi mengandung protein susu non hidrolisat kurang dari 2 g/100 kkal atau protein hidrolisat kurang dari 2,25 g/100 kkal harus dievaluasi secara klinis. b. Lipida Total Lemak g/100 kkal 4,4 6,0 - Minyak dan lemak terhidrogenasi komersial tidak boleh digunakan pada Formula Bayi. Asam laurat dan asam miristat merupakan unsur dari lemak, kandungan kombinasi asam lemak tersebut tidak boleh lebih dari 20% dari total asam lemak. Kandungan asam lemak trans tidak boleh lebih dari 3% dari total asam lemak. Kandungan asam erusat (erucic acid) tidak boleh lebih dari 1% total asam lemak. Kandungan total fosfolipid tidak boleh lebih dari 300 mg/100 kkal. Asam Linoleat mg/100 kkal Asam -Linolenat mg/100 kkal 50 N.S. - N.S. (Not Specified ) = tidak dinyatakan Rasio Asam Linoleat/ Asam -Linolenat Minimum Maksimum 5:1 15:1

11 c. Karbohidrat BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN -4- Total Karbohidrat g/100 kkal 9,0 14,0 - Laktosa dan polimer glukosa merupakan karbohidrat pilihan utama yang digunakan pada formula berbahan protein susu sapi dan protein hidrolisat. Pati yang diperbolehkan untuk ditambahkan ke dalam Formula Bayi hanya pati yang secara alami bebas gluten yang telah dimasak (precooked) dan atau pati yang telah digelatinisasi. Penambahan pati tersebut maksimum 30% dari total karbohidrat dan maksimum 2 g/100 ml. Penambahan sukrosa harus dihindarkan, kecuali bila diperlukan (maksimum 20% dari total karbohidrat), dan fruktosa tidak boleh digunakan. Kedua zat tersebut berpotensi menimbulkan gejala yang mengancam kehidupan bayi intoleransi fruktosa herediter. d. Vitamin Vitamin A mcg RE/100 kkal RE = Retinol Ekuivalen 1 mcg RE = 3,33 SI Vitamin A = 1 mcg all-trans retinol Kandungan retinol adalah dalam bentuk preformed retinol (retinol yang sudah jadi), dan semua kandungan karotenoid tidak diperhitungkan dan tidak dinyatakan sebagai aktivitas vitamin A. Vitamin D 3 mcg/100 kkal 1 2,5-1 mcg kalsiferol = 40 SI vitamin D Vitamin E mg -TE/100 kkal 0,5-5 1 mg -TE ( -tokoferol ekuivalen) = 1 mg d- -tokoferol Kandungan vitamin E harus sekurang-kurangnya 0,5 mg -TE per g asam lemak tidak jenuh ganda. Faktor ekuivalen berikut untuk mengadaptasi kandungan minimal vitamin E terhadap asam lemak tidak jenuh ganda : 0,5 mg -TE/g asam linoleat (18:2 n-6); 0,75 mg -TE/g asam - linolenat (18:3 n-3); 1,0 mg -TE/g asam arakhidonat (20:4 n-6); 1,25 mg -TE/g asam eikosapentaenoat (20:5 n-3); 1,5 mg -TE/g asam dokosaheksaenoat (22:6 n-3).

12 -5- Vitamin K mcg/100 kkal 4-27 Tiamin mcg/100 kkal Riboflavin mcg/100 kkal Niasin mcg/100 kkal Kandungan niasin adalah dalam bentuk preformed niasin (niasin yang sudah jadi). Piridoksin mcg/100 kkal Vitamin B 12 mcg/100 kkal 0,1-1,5 Asam Pantotenat mcg/100 kkal Asam Folat mcg/100 kkal Vitamin C mg/100 kkal Vitamin C dinyatakan sebagai asam askorbat. ABA vitamin C untuk produk cair. Untuk produk berbentuk bubuk, ABA harus lebih rendah. Biotin mcg/100 kkal 1,5-10

13 -6- e. Mineral dan Trace Elements Besi mg/100 kkal 0,45-2 Kalsium mg/100 kkal Fosfor mg/100 kkal ABA fosfor sudah mencakup kebutuhan yang lebih tinggi pada Formula Bayi berbahan dasar kedelai. Rasio kalsium/fosfor Minimum Maksimum 1:1 2:1 Magnesium mg/100 kkal 5-15 Natrium mg/100 kkal Klorida mg/100 kkal Kalium mg/100 kkal Mangan mcg/100 kkal Iodium mcg/100 kkal 10-60

14 -7- Selenium mcg/100 kkal 1-9 Tembaga mcg/100 kkal Seng mg/100 kkal 0,5-1,5 f. Zat gizi lain Kolin mg/100 kkal 7-50 Myo-Inositol mg/100 kkal 4-40 L-Karnitin mg/100 kkal 1,2 N.S. - N.S. (Not Specified ) = tidak dinyatakan 3.2 Bahan lain yang dapat ditambahkan Selain persyaratan komposisi sebagaimana dimaksud dalam angka 3.1.3, bahan lain yang secara normal terdapat dalam ASI dapat ditambahkan pada Formula Bayi. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa formulasi tersebut adalah merupakan sumber zat gizi satu-satunya bagi bayi atau untuk memberikan manfaat lain yang serupa dengan manfaat yang didapat oleh bayi yang mendapat ASI Kelayakan dan keamanan zat-zat gizi tersebut bagi bayi harus dibuktikan secara ilmiah. Formula harus mengandung bahan dengan jumlah yang cukup untuk memberikan manfaat yang diharapkan, dengan mempertimbangkan jumlah kandungannya pada ASI.

15 Bahan-bahan berikut ini dapat ditambahkan dengan batasan: Taurin mg/100 kkal Nukleotida mg/100 kkal Nukleotida sekurang-kurangnya terdiri dari 4 (empat) jenis yaitu adenosin (nukleotida purin) dan guanosin (nukleotida purin), serta cytidine (nukleotida pirimidin) dan uridin (nukleotida pirimidin). Kandungan nukleotida purin maksimum 45% dari total nukleotida yang ditambahkan. Asam dokosaheksaenoat (DHA) % asam lemak 0,2-0,5 Penambahan DHA pada Formula Bayi harus disertai penambahan asam arakhidonat (ARA) dengan rasio 1:1-2 Kandungan asam eikosapentaenoat (EPA), yang dapat terbentuk dari sumber asam lemak tidak jenuh ganda rantai panjang, tidak boleh lebih dari kandungan DHA Hanya bakteri penghasil asam laktat bentuk L(+) yang boleh digunakan. 3.3 Fluor Fluor tidak boleh ditambahkan pada Formula Bayi. Dalam keadaan apapun, kandungan fluor tidak boleh lebih dari 100 mcg/100 kkal dalam produk Formula Bayi siap konsumsi. 3.4 Senyawa vitamin dan garam mineral Senyawa vitamin dan garam mineral yang ditambahkan sebagaimana dalam butir (d dan e) dan zat gizi lain yang ditambahkan sebagaimana dalam butir harus sesuai dengan Advisory Lists of Nutrient Compounds For Use In Foods For Special Dietary Uses Intended For Infants And Young Children (CAC/GL ). 3.5 Konsistensi dan ukuran partikel Produk harus bebas gumpalan dan partikel besar serta dapat disajikan sesuai kebutuhan bayi.

16 3.6 Kemurnian BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN -9- Semua bahan harus bersih, bermutu baik, aman dan sesuai untuk dikonsumsi bayi. Produk harus memenuhi persyaratan mutu yang baku seperti warna, rasa dan bau. 4. Bahan Tambahan Pangan (BTP) Hanya BTP yang tercantum berikut atau yang terdapat dalam Codex Advisory Lists of Nutrient Compounds For Use In Foods For Special Dietary Uses Intended For Infants And Young Children (CAC/GL ) yang dapat digunakan di dalam Formula Bayi, sebagai hasil senyawa ikutan (carry-over) dari bahan baku atau bahan lain (termasuk bahan tambahan makanan). Jumlah BTP pada Formula Bayi tidak boleh melebihi batas maksimum yang. Jika lebih dari satu unsur ditambahkan maka kandungan maksimum masingmasing senyawa tersebut harus lebih rendah dibanding senyawa lain. BTP berikut dapat digunakan dalam pembuatan Formula Bayi, dengan ketentuan sebagai berikut. 4.1 Pengental No. INS Nama Bahan Tambahan Batas maksimum penggunaan Pangan per 100 ml produk siap konsumsi 412 Gom guar 0,1 g untuk formula cair yang mengandung protein hidrolisat 410 Gom kacang lokus 0,1 g untuk semua jenis Formula Bayi 1412 Di-pati fosfat 0,5 g tunggal atau kombinasi untuk 1414 Pati fosfat terasetilasi Formula Bayi berbahan dasar kedelai 1413 Fosfat dipati fosfat 2,5 g tunggal atau kombinasi, hanya 1440 Pati hidroksipropil untuk Formula Bayi berbahan dasar protein hidrolisat dan atau asam amino 107 Karagenan 0,03 g untuk Formula Bayi bentuk cair dengan bahan dasar susu dan kedelai 0,1 g untuk formula bentuk cair dengan bahan dasar protein hidrolisat dan atau asam amino 4.2 Pengemulsi No. INS Nama Bahan Tambahan Batas maksimum penggunaan Pangan per 100 ml produk siap konsumsi 322 Lesitin 0,5 g 471 Mono dan digliserida 0,4 g

17 Pengatur Keasaman No. INS Nama Bahan Tambahan Pangan 524 Natrium hidroksida 500 ii Natrium hidrogen karbonat 500 i Natrium karbonat 525 Kalium hidroksida 501 ii Kalium hidrogen karbonat 501 i Kalium karbonat 526 Kalsium hidroksida 270 L(+)Asam laktat 330 Asam sitrat 331 i Natrium dihidrogen sitrat 331 iii Trinatrium sitrat 332 Kalium sitrat 4.4 Antioksidan Nama Bahan Tambahan No. INS Pangan 307 b Konsentrat tokoferol campuran 304 i Askorbil palmitat 4.5 Gas Untuk Pengemas No. INS Nama Bahan Tambahan Pangan 290 Karbondioksida 941 Nitrogen Batas maksimum penggunaan per 100 ml produk siap konsumsi 0,2 g tunggal atau kombinasi dengan pembatasan kandungan natrium, kalium dan kalsium sesuai pada bagian (e) Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) Batas maksimum penggunaan per 100 ml produk siap konsumsi 1 mg, tunggal atau kombinasi Batas maksimum penggunaan per 100 ml produk siap konsumsi CPPB 5. Residu pestisida Formula Bayi harus diproduksi sesuai dengan Cara Produksi yang Baik sehingga residu pestisida yang digunakan dalam proses produksi, penyimpanan atau pengolahan bahan baku, tidak tersisa dalam produk akhir, atau bila secara teknis tidak dapat dihindarkan, telah dikurangi sampai serendah mungkin. 6. Cemaran Formula Bayi harus memenuhi persyaratan batas cemaran mikroba, cemaran logam dan cemaran lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

18 7. Pengemasan BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Produk harus dikemas dalam wadah yang dapat menjaga higiene serta mutu produk. Produk yang berbentuk cair, harus dikemas dalam wadah tertutup hermetis. 7.2 Wadah, termasuk bahan kemasan, harus terbuat dari bahan yang aman dan sesuai dengan maksud penggunaannya serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 8. Isi kemasan Isi kemasan Formula Bayi siap konsumsi harus : a. tidak kurang dari 80% v/v kapasitas wadah pada produk dengan berat kurang dari 150 g; b. tidak kurang dari 85% v/v kapasitas wadah pada produk dengan berat g; dan c. tidak kurang dari 90% v/v kapasitas wadah pada produk dengan berat lebih dari 250 g. Kapasitas wadah adalah volume wadah yang terisi penuh air suling suhu 20 C dalam keadaan tertutup. 9. Pelabelan Label Formula Bayi harus memenuhi ketentuan tentang pelabelan yang berlaku. Selain ketentuan tersebut diatas, label Formula Bayi juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 9.1 Nama Produk Keterangan pada label dan informasi lain yang menyertai produk harus ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang benar Nama produk adalah Formula Bayi Sumber protein yang digunakan pada produk harus dinyatakan dengan jelas pada label Bila susu sapi merupakan satu-satunya sumber protein, produk dapat mencantumkan Formula Bayi Berbahan Dasar Susu Sapi Produk yang tidak mengandung susu atau hasil olahnya harus mencantumkan tulisan Tidak mengandung susu atau hasil olahnya atau kalimat sejenis.

19 9.2 Daftar bahan yang digunakan BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Semua bahan yang digunakan harus dicantumkan secara berurutan ke samping atau ke bawah mulai dari yang terbanyak jumlahnya. Uraian tentang vitamin dan mineral dibuat tersendiri dan tidak harus secara berurutan menurut jumlahnya Untuk bahan-bahan yang berasal dari hewan atau tanaman serta BTP harus ditulis secara spesifik. Penulisan BTP sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 9.3 Informasi nilai gizi Informasi nilai gizi harus dinyatakan dalam per 100 g atau per 100 ml dan per 100 kkal. 9.4 Tanggal kedaluwarsa dan petunjuk penyimpanan Tanggal kedaluwarsa dinyatakan dengan tanggal, bulan dan tahun serta didahului dengan kalimat Baik Digunakan Sebelum harus dicantumkan pada label. Produk yang mempunyai masa simpan lebih dari tiga bulan, cukup ditulis bulan dan tahun saja. Pencantuman bulan boleh dinyatakan dengan huruf Latin sekurang-kurangnya 3 digit, dan tahun dinyatakan dengan angka sekurang-kurangnya 2 digit. Jika bulan dan tahun dinyatakan dengan angka maka tahun harus dinyatakan dengan lengkap (4 digit) Jika masa simpan produk sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan khusus, maka kondisi penyimpanan khusus tersebut harus dituliskan pada label dalam bentuk petunjuk penyimpanan dan dicantumkan berdekatan dengan tanggal kedaluwarsa Label Formula Bayi harus memuat penjelasan tentang tanda-tanda yang menunjukkan Formula Bayi sudah tidak baik lagi, tidak boleh diberikan pada bayi. 9.5 Petunjuk penggunaan Petunjuk penggunaan meliputi cara penyiapan, penanganan dan penggunaan harus dicantumkan dalam label dan/atau leaflet Formula Bayi dalam bentuk cair harus mencantumkan tulisan dapat diminum langsung Formula Bayi dalam bentuk konsentrat harus mencantumkan petunjuk pengenceran dengan air minum Formula Bayi dalam bentuk bubuk harus mencantumkan petunjuk rekonstitusi dengan air minum.

20 Label harus memuat cara penyiapan dan penggunaan produk, termasuk cara penyimpanan dan pembuangan produk setelah disiapkan, misal sisa susu yang tidak diminum harus dibuang Label harus memuat ilustrasi tentang cara penyiapan Petunjuk penggunaan harus dilengkapi dengan peringatan tentang bahaya terhadap kesehatan apabila cara penyiapan, penyimpanan dan penggunaan tidak tepat Label produk harus memuat petunjuk yang jelas tentang penyimpanan produk setelah wadah dibuka Panduan untuk membersihkan dan sterilisasi peralatan, serta menyiapkan dan menyajikan Formula Bayi harus dicantumkan pada label dan/atau leaflet seperti dibawah ini: a. Cara membersihkan dan sterilisasi peralatan 1. Mencuci tangan dengan sabun sebelum membersihkan dan mensterilkan peralatan minum bayi; 2. Mencuci semua peralatan (botol, dot, sikat botol dan sikat dot) dengan air bersih yang mengalir; 3. Membilas botol dan dot dengan air yang mengalir; 4. Sterilisasi dengan cara direbus: - Botol harus terendam seluruhnya sehingga tidak ada udara di dalam botol; - Panci ditutup dan biarkan sampai mendidih selama 5 10 menit; - Panci biarkan tertutup, biarkan botol dan dot didalamnya sampai segera akan digunakan; 5. Mencuci tangan dengan sabun sebelum mengambil botol dan dot; 6. Bila botol tidak langsung digunakan setelah direbus: - Botol harus disimpan ditempat yang bersih dan tertutup - Dot dan penutupnya terpasang dengan baik b. Cara menyiapkan dan menyajikan Formula Bayi 1. Membersihkan tempat penyiapan Formula Bayi; 2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, kemudian keringkan; 3. Rebus air minum sampai mendidih selama 10 menit dalam panci tertutup; 4. Setelah mendidih, biarkan air tersebut didalam panci tertutup selama menit agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari 70 C; 5. Tuangkan air tersebut (suhunya tidak kurang dari 70 C) sebanyak yang dapat dihabiskan oleh bayi (jangan berlebihan) ke dalam botol susu yang telah disterilkan;

21 Tambahkan bubuk Formula Bayi sesuai takaran yang dianjurkan pada label; 7. Tutup kembali botol susu dan kocok sampai Formula Bayi larut dengan baik; 8. Dinginkan segera dengan merendam bagian bawah botol susu didalam air bersih dingin, sampai suhunya sesuai untuk diminum (dicoba dengan meneteskan Formula Bayi pada pergelangan tangan, akan terasa agak hangat, tidak panas); 9. Sisa Formula Bayi yang telah dilarutkan dibuang setelah 2 jam. 9.6 Persyaratan tambahan untuk label Isi label tidak boleh bertentangan dengan program pemberian ASI. Label produk Formula Bayi harus memuat: a. kata Perhatian Penting atau kata lain yang sejenis; b. Tulisan Produk Formula Bayi bukan merupakan produk steril oleh karena itu perhatikan petunjuk penyiapan tulisan dicantumkan pada bagian utama label dengan ukuran huruf minimal 2 mm; c. kalimat ASI adalah makanan terbaik untuk bayi anda atau kalimat sejenis yang menyatakan keunggulan menyusui/asi; d. pernyataan bahwa produk hanya digunakan atas anjuran dokter berdasarkan indikasi medis dan disertai penjelasan cara penggunaan yang benar Label tidak boleh memuat gambar bayi dan wanita atau sesuatu yang mengunggulkan penggunaan formula bayi baik dalam bentuk gambar ataupun kalimat. Label tidak boleh menyatakan Formula Bayi memiliki kualitas yang sama dengan ASI Istilah menyetarakan dengan manusia, ibu atau atau istilah serupa/semakna, tidak boleh digunakan Pada label harus dicantumkan informasi bahwa bayi usia 6 (enam) bulan keatas harus diberi MP-ASI selain formula lanjutan, sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pemberian MP-ASI sebelum usia 6 (enam) bulan harus atas petunjuk dokter Label produk harus jelas sehingga konsumen dapat membedakan antara Formula Bayi, Formula Lanjutan dan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus.

22 10. Metode analisis *) BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN -15- No. Rincian Metode yang digunakan 1 Protein SNI /AOAC Lemak SNI /AOAC 2005 (Rose Gottlieb/Mojonnier) 3 Asam linoleat MA PPOMN 2006/AOAC 2005 Ch 50 4 Asam -linoleat GC 5 Karbohidrat SNI (AOAC=perhitungan) (100% - % protein - % lemak - % air -% abu) Vitamin: 6 Vitamin A MA PPOMN 2001/AOAC 2005 Ch 50 7 Vitamin D3 AOAC 2002 (Vit D)/AOAC 2005 Ch 45 8 Vitamin E AOAC 2005 Ch 50 9 Vitamin K AOAC 2005 Ch Tiamin AOAC 2005 Ch Riboflavin AOAC 2005 Ch Niasin AOAC 2005 Ch Piridoksin AOAC 2005 Ch 50 (mikrobiologi) 14 Vitamin B12 AOAC 2005 Ch 50 (mikrobiologi) 15 Asam pantotenat AOAC 2005 Ch 50 (mikrobiologi) 16 Asam folat AOAC 2005 Ch 50 (mikrobiologi) 17 Vitamin C MA PPOMN 2000/AOAC 2005 Ch Biotin HPLC Mineral dan Trace Elements: 19 Zat besi AOAC 2005 Ch 50 (ICPS), AAS 20 Kalsium AOAC 2005 Ch 50 (ICPS), AAS 21 Fosfor AOAC 2005 Ch 50 (ICPS), AAS 22 Magnesium AOAC 2005 Ch 50 (ICPS), AAS 23 Natrium AOAC 2005 Ch 50 (ICPS), AAS 24 Klorida AOAC 2005 Ch 50 (Potensio), AAS 25 Kalium AOAC 2005 Ch 50, AAS, ICPS 26 Mangan AOAC 2005 Ch 50, AAS, ICPS 27 Iodium AOAC 2005 Ch Selenium AOAC 2005 Ch 50, AAS, ICPS 29 Tembaga AOAC 2005 Ch 50, AAS, ICPS

23 -16- No. Rincian Metode yang digunakan 30 Seng AOAC 2005 Ch 50, AAS, ICPS 31 Kromium AOAC 2005 Ch 50, AAS, ICPS 32 Molibdenum AOAC 2005 Ch Kolin AOAC 2005 Ch 50 (enzim, kolorimetri) 34 Myo-Inositol sesuai dengan metoda yang 35 L-Karnitin sesuai dengan metoda yang Bahan lain: 36 Taurin AOAC 2005 Ch Nukleotida sesuai dengan metoda yang 38 Asam arakhidonat (ARA) AOAC 2005 Ch Asam dokosaheksaenoat (DHA) AOAC 2005 Ch Fluor AOAC 2005 Ch 47 Bahan Tambahan Pangan: Pengental: 41 Gom guar sesuai dengan metoda yang 42 Gom kacang lokus sesuai dengan metoda yang 43 Dipati fosfat sesuai dengan metoda yang 44 Asetil dipati fosfat sesuai dengan metoda yang 45 Fosfat dipati fosfat sesuai dengan metoda yang 46 Karagen sesuai dengan metoda yang Pengemulsi: 47 Lesitin sesuai dengan metoda yang 48 Mono dan digliserida sesuai dengan metoda yang Pengatur Keasaman: 49 Natrium hidroksida sesuai dengan metoda yang 50 Natrium hidrogen karbonat sesuai dengan metoda yang 51 Natrium karbonat sesuai dengan metoda yang 52 Kalium hidroksida sesuai dengan metoda yang

24 -17- No. Rincian Metode yang digunakan 53 Kalium hidrogen karbonat sesuai dengan metoda yang 54 Kalium karbonat sesuai dengan metoda yang 55 Kalsium hidroksida sesuai dengan metoda yang 56 L(+) asam laktat sesuai dengan metoda yang 57 Asam sitrat sesuai dengan metoda yang 58 Natrium dihidrogen sitrat sesuai dengan metoda yang 59 Trinatrium sitrat sesuai dengan metoda yang 60 Kalium sitrat sesuai dengan metoda yang Antioksidan: 61 Konsentrat tokoferol campuran AOAC 2005 Ch Askorbil palmitat sesuai dengan metoda yang Gas untuk pengemas: 63 Karbondioksida sesuai dengan metoda yang 64 Nitrogen sesuai dengan metoda yang Cemaran: 65 Residu pestisida AOAC Ch 10 Cemaran logam: 66 Timbal SNI /AOAC Ch 9 Keterangan : *) Dapat menggunakan Metode Analisis lain yang tervalidasi KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, ttd. KUSTANTINAH

25 -18- Lampiran II Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2011 PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA BAYI UNTUK KEPERLUAN MEDIS KHUSUS 1. Ruang lingkup 1.1 Ketentuan ini berlaku bagi Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus dalam bentuk cair atau bubuk. Jika diperlukan formula ini ditujukan sebagai pengganti air susu ibu (ASI) atau Formula Bayi, sebagai tatalaksana diet untuk memenuhi kebutuhan gizi khusus bayi dengan gangguan, penyakit atau kondisi medis khusus. 1.2 Ketentuan ini memuat uraian tentang persyaratan bahan, mutu, keamanan dan pelabelan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus 1.3 Hanya produk yang memenuhi kriteria dalam ketentuan ini yang boleh dipasarkan sebagai Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus. Formula ini dimaksudkan untuk bayi yang mempunyai keterbatasan atau gangguan kapasitas dalam mengkonsumsi, mencerna, menyerap atau memetabolisme bahan makanan biasa atau zat gizi tertentu yang terkandung didalamnya atau untuk bayi yang secara medis membutuhkan persyaratan zat gizi tertentu. 2. Deskripsi 2.1 Definisi Produk 2.1.1Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus adalah pangan bagi bayi yang diolah atau diformulasi secara khusus dan disajikan sebagai tatalaksana diet pasien bayi sehingga secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi dengan gangguan, penyakit atau kondisi medis khusus selama beberapa bulan pertama kehidupannya sampai saat pengenalan MP-ASI dan hanya boleh digunakan dibawah pengawasan tenaga medis Lihat Lampiran I bagian Definisi lain Lihat Lampiran I bagian 2.2

26 3. Bahan utama dan syarat mutu 3.1 Bahan utama BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Bahan utama Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus dapat berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan dan atau bahan sintetik yang sesuai untuk konsumsi manusia. Semua bahan harus bebas gluten Komposisi Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus harus berdasarkan prinsip medis dan gizi. Keamanan dan kecukupan zat gizi produk harus terbukti secara ilmiah dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi yang diharapkan, sesuai dengan indikasi dan spesifikasi produk. Penggunaan produk tersebut harus terbukti secara ilmiah bermanfaat dalam tatalaksana diet bayi Kandungan energi dan komposisi zat gizi Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus harus didasarkan pada persyaratan Lampiran I bagian dan Lampiran I bagian 3.1.3, kecuali apabila diperlukan penyesuaian komposisi untuk memenuhi kebutuhan zat gizi khusus akibat penyakit, gangguan atau kondisi medis khusus, maka perlu diformulasikan, dilabel, dan disajikan secara khusus Jika diperlukan, selain ketentuan pada 3.1.3, Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus juga harus memenuhi persyaratan berikut : Kromium mcg/100 kkal 1,5-10 Molibdenum mcg/100 kkal 1, Bahan lain yang dapat ditambahkan Selain persyaratan bahan utama pada bagian 3.1, bahan lain yang secara normal terdapat dalam ASI atau bahan lain yang dibutuhkan, dapat ditambahkan untuk menjamin formula dapat digunakan sebagai sumber zat gizi satu-satunya pada tatalaksana diet bayi dengan penyakit, gangguan atau kondisi medis khusus Kelayakan, kesesuaian, dan keamanan bahan untuk keperluan medis khusus, harus dibuktikan secara ilmiah. Formula harus mengandung bahan-bahan dalam jumlah yang cukup untuk memberikan manfaat yang diharapkan Hanya bakteri penghasil asam laktat bentuk L (+) yang boleh digunakan dalam produk Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus, jika terbukti aman dan sesuai untuk digunakan pada kelompok bayi yang rentan.

27 Senyawa vitamin dan garam mineral Lihat Lampiran I bagian Konsistensi dan ukuran partikel Lihat Lampiran I bagian Kemurnian Lihat Lampiran I bagian Bahan tambahan pangan (BTP) Lihat Lampiran I bagian Residu pestisida Lihat Lampiran I bagian Cemaran Lihat Lampiran I bagian Pengemasan Lihat Lampiran I bagian Isi kemasan Lihat Lampiran I bagian Pelabelan Label Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus harus memenuhi ketentuan tentang pelabelan yang berlaku. Selain ketentuan tersebut diatas, label Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 9.1 Nama produk Lihat Lampiran I bagian Nama produk adalah Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus Lihat Lampiran I bagian Jika susu sapi merupakan satu-satunya sumber protein, produk dapat mencantumkan Formula Bayi Berbahan Dasar Susu Sapi Untuk Keperluan Medis Khusus Lihat Lampiran I bagian 9.1.5

28 9.2 Daftar bahan yang digunakan Lihat Lampiran I bagian Informasi nilai gizi BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN -21- Label Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus harus memuat informasi sebagai berikut: a. Informasi nilai gizi harus dinyatakan dalam per 100 gram atau per 100 ml dan per 100 kkal. b. Jika diperlukan, informasi mengenai osmolalitas dan osmolaritas dan atau keseimbangan asam-basa harus dicantumkan. c. Informasi mengenai sumber protein nabati atau hewani atau protein hidrolisat harus dicantumkan. d. Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus yang mempunyai karakteristik khusus termasuk modifikasi kandungan atau modifikasi jenis protein, lemak atau karbohidrat, jika dibutuhkan harus memuat uraian keterangan sehubungan dengan modifikasi tersebut dan informasi jenis asam amino, asam lemak atau karbohidrat. 9.4 Tanggal kedaluwarsa dan petunjuk penyimpanan Lihat Lampiran I bagian Petunjuk penggunaan Lihat Lampiran I bagian Persyaratan tambahan untuk label Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus harus memuat tambahan informasi sebagai berikut: a. Pernyataan GUNAKAN DI BAWAH PENGAWASAN TENAGA MEDIS dicantumkan terpisah dari tulisan dan informasi lain. b. Pada label harus dicantumkan peringatan tambahan mengenai bahaya penggunaan Formula Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus jika dikonsumsi oleh bayi yang tidak memiliki penyakit, gangguan medis atau kondisi medis lain. Tulisan harus dicantumkan dengan jelas pada label dengan huruf tebal pada area yang terpisah dari tulisan, gambar atau informasi lain. c. Pernyataan bahwa produk bukan untuk pemberian secara parenteral harus dicantumkan. d. Pernyataan Untuk kontrol diet pada... diisi dengan nama penyakit, gangguan medis atau kondisi medis lain sesuai dengan peruntukan makanan tersebut. Tulisan harus dicantumkan dengan jelas pada label.

29 -22- e. Pernyataan yang menjelaskan tentang zat gizi yang telah mengalami pengurangan, penghapusan, peningkatan atau modifikasi lain dibandingkan terhadap persyaratan normal dan alasan pengurangan, penghapusan, peningkatan atau modifikasi lain Pada label harus dicantumkan pernyataan bahwa produk dimaksudkan sebagai satu-satunya sumber zat gizi Persyaratan lain yang harus dicantumkan pada label atau dengan cara lain terpisah dari kemasan sebagai berikut: a. Informasi lengkap tentang perhatian, efek samping, kontraindikasi dan interaksi obat bila ada. b. Alasan penggunaan produk dan deskripsi sifat dan karakteristik produk terkait dengan manfaatnya. c. Instruksi cara pemberian dan takaran saji, bila diperlukan Label dan informasi yang disiapkan terpisah dari kemasan tidak boleh mengganggu pemberian ASI, kecuali pemberian ASI bersifat kontraindikasi terhadap penyakit, gangguan atau kondisi medis lainnya, sebagaimana peruntukan produk Lihat Lampiran I bagian Metode analisis Lihat Lampiran I bagian 10. KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, ttd. KUSTANTINAH

30 -23- Lampiran III Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2011 Acuan Jenis dan Jumlah Asam Amino Esensial dan Semi Esensial yang Ditambahkan Kandungan rata-rata asam amino dalam ASI (mg asam amino per) Asam Amino g nitrogen g protein 100 kkal Sistein Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Threonin Triptofan Tirosin Valin Kandungan asam amino esensial dan semi-esensial dalam ASI dinyatakan dalam mg per g nitrogen, mg per g protein dan dalam mg per 100 kkal. Kandungan protein terendah ASI 1,8 g/100 kkal. Apabila perhitungan didasarkan pada satuan mg asam amino/g nitrogen maka digunakan faktor pembagi 6,25 dan dikalikan 1,8. Nilai rata-rata diperoleh dari beberapa kajian kandungan asam amino yang dinyatakan dalam satuan per g protein (total nitrogen x 6,25) dan per 100 kkal energi. KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, ttd. KUSTANTINAH

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN. 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Lanjutan dalam bentuk cair atau bubuk.

PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN. 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Lanjutan dalam bentuk cair atau bubuk. 7 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

PENGAWASAN FORMULA BAYI DAN FORMULA BAYI UNTUK KEPERLUAN MEDIS KHUSUS

PENGAWASAN FORMULA BAYI DAN FORMULA BAYI UNTUK KEPERLUAN MEDIS KHUSUS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.1.52.3920 TENTANG PENGAWASAN FORMULA BAYI DAN FORMULA BAYI UNTUK KEPERLUAN MEDIS KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.480,2014 BADAN POM. Formula Bayi. Pengawasan. Keperluan Medis. Khusus. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.480,2014 BADAN POM. Formula Bayi. Pengawasan. Keperluan Medis. Khusus. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.480,2014 BADAN POM. Formula Bayi. Pengawasan. Keperluan Medis. Khusus. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014

Lebih terperinci

2013, No.710 6

2013, No.710 6 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.52.08.11.07235 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN FORMULA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR MUTU GIZI, PELABELAN, DAN PERIKLANAN SUSU FORMULA PERTUMBUHAN DAN FORMULA PERTUMBUHAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.11.11.09605 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475 TAHUN 2005 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.709, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Formula Pertumbuhan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data mutu produk formula bayi yang terdaftar di BPOM selama tahun 2004 2008 Inventarisasi data dilakukan melalui pengamatan terhadap berkas pendaftaran suatu

Lebih terperinci

2011, No BAB 9 FORMAT

2011, No BAB 9 FORMAT 5 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.11.11. TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.708, 2013 BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.710, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Minuman. Khusus. Ibu Hamil. Menyusui. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nasional Indonesia Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan disasi Nasional dan berlaku secara nasional (Pemerintah RI 2000). adalah spesifikasi teknis

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR: HK.00.06.52.0100 TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Produksi. Pangan. Olahan. Formula. Bayi. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.792, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Label Gizi. Acuan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.11.11.09657 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN PENAMBAHAN ZAT GIZI DAN ZAT NON GIZI DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) untuk balita dengan berat badan di bawah standart dalam bentuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl No.1144, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pangan Steril Komersial. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2013 TENTANG SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2013 TENTANG SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2013 TENTANG SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.03.12.1564 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN PELABELAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1055, 2015 BPOM. Takaran Saji. Pangan Olahan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Q1 Apakah iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI KANDUNGAN GULA, GARAM, DAN LEMAK SERTA PESAN KESEHATAN UNTUK PANGAN OLAHAN DAN PANGAN SIAP SAJI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131,

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1221, 2016 BPOM. Pangan Perisa. Bahan Tambahan. Penggunaan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR: HK.00.05.52.6291 TENTANG KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, Menimbang : Mengingat : a. b. c. d. 1. bahwa

Lebih terperinci

TENTANG KATEGORI PANGAN

TENTANG KATEGORI PANGAN LAMPIRAN XIII PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KATEGORI PANGAN 13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 4 Pangan untuk keperluan gizi khusus

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK 00.05.52.0685 TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI TANPA BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara No.239, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengawasan Pangan Olahan Organik. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG NOMOR:HK.00.05.5.1142 TENTANG ACUAN PENCANTUMAN PERSENTASE ANGKA KECUKUPAN GIZI PADA LABEL PRODUK PANGAN RI, Menimbang : a. bahwa pangan yang disertai pernyataan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO KEAMANAN PANGAN DI INDUSTRI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN Analisis Perilaku Konsumen dalam Proses Keputusan Pembelian Produk Susu untuk Batita (1-3 Tahun) Merek Dancow Batita Nama/NRP : Pagitta Puteri Fabiola/A103043

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 1 : Bubuk Instan

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 1 : Bubuk Instan Standar Nasional Indonesia Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 1 : Bubuk Instan ICS 67.230 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 2 : Biskuit

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 2 : Biskuit Standar Nasional Indonesia Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 2 : Biskuit ICS 67.230 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini.

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. 2.1 Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain

Lebih terperinci

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN No. BAK/TBB/BOG311 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2010 Hal 1 dari 9 BAB III ACUAN LABEL GIZI Jika kita membeli produk makanan atau minuman di supermarket, seringkali Informasi Nilai Gizi yang tercetak pada kemasan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO KEAMANAN PANGAN DI INDUSTRI FORMULA BAYI, FORMULA LANJUTAN, DAN FORMULA PERTUMBUHAN DENGAN

Lebih terperinci

INFORMASI NILAI GIZI

INFORMASI NILAI GIZI Format Informasi Nilai Gizi untuk pangan yang biasa dikombinasikan dengan pangan lain sebelum dikonsumsi INFORMASI NILAI GIZI Takaran saji. (URT) ( g) Jumlah Sajian per Kemasan :. JUMLAH PER SAJIAN Sereal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA.  BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum. No.680, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGGUNAAN AMONIUM SULFAT SEBAGAI BAHAN PENOLONG DALAM PROSES PENGOLAHAN NATA DE COCO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 DIREKTUR STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN POM RI 1 Maret 2012 1 LIST PERATURAN 1. Peraturan Kepala Badan POM No.HK.03.1.23.11.11.09605 Tahun 2011

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK. 03.1.23.06.10.5166 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI ASAL BAHAN TERTENTU, KANDUNGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.555, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.547, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar

2016, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar No.820, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Bahan Penolong. Penggunaan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN PENOLONG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN No.550, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No.1220, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Kategori Pangan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.802, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Antioksidan. Batas Maksmum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg No. 738, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Periklanan Pangan Olahan. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI )

TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI ) TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI ) Sebagai acuan bagi produsen pangan dalam memproduksi MP-ASI, Indonesia telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang MP-ASI yang terdiri

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09956 TAHUN 2011 TENTANG TATA LAKSANA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PEMBUIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.557, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1712, 2017 BPOM. Pangan Olahan. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat. PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.545,2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pembawa. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BPOM. Pangan Campuran. Bahan Tambahan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BPOM. Pangan Campuran. Bahan Tambahan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No. 739, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pangan Campuran. Bahan Tambahan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.707, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pangan Iradiasi. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2012 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2205 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR Studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai empat jenis produk yang diproduksi PT.

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PERETENSI WARNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KEAMANAN DAN MUTU MINUMAN BERALKOHOL

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KEAMANAN DAN MUTU MINUMAN BERALKOHOL RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KEAMANAN DAN MUTU MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR BUBUK TABUR GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR BUBUK TABUR GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR BUBUK TABUR GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.543, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Penambahan Pangan. Pengkarbonasi. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui Salah satu faktor di antara sekian banyak yang mempengaruhi keberhasilan suatu kehamilan adalah gizi. Status gizi ibu hamil salah satunya berpengaruh

Lebih terperinci

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci