Hijau (alpha) Sempurna (beta) Tidak ada hemolisis (gamma)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hijau (alpha) Sempurna (beta) Tidak ada hemolisis (gamma)"

Transkripsi

1 BAB 6 Streptococci Streptokoki merupakan salah satu agen penyebab utama infeksi intramamari pada sapi dan biasanya menyebabkan infeksi yang bersifat kronis (mastitis subklinis) dan kadang-kadang kasusnya bisa menjadi bersifat akut. 1. Pola Hemolisis Streptokoki mempunyai tiga pola hemolisis. Tapi sangat susah untuk mengidentifikasi dari pola hemolisis jika dibandingkan dengan Staphylokoki. Tapi secara umum, Strep Agalactiae yang diisolasi dari susu yang terkena mastitis subklinis memiliki pola hemolisis yang komplit. Hijau (alpha) Sempurna (beta) Tidak ada hemolisis (gamma) 2. Identifikasi Streptokokus Pengujian untuk diferensiasi SAG (Strep Agalactiae) lainnya) adalah melalui uji CAMP-Eskulin. dengan OS (Strep CAMP Test + ー Esculin Hydrolysis Test OS + ー OS SAG 21

2 Untuk identifikasi Streptokoki, sangat perlu dilakukan pengujian CAMP terhadap semua koloni Streptokoki. Jika hasil uji CAMP positif, letakkan cakram eskulin pada daerah koloni, kemudian 30 menit kemudian amati hasilnya. Jika cakram menjadi berwarna coklat/hitam, ini berarti hasilnya positif. Uji CAMP positif dan hidrolisis eskulin negative, menunjukkan sampel yang diuji merupakan koloni SAG dan jika hasilnya berbeda maka bukan SAG tapi OS. Metode ini sangat mudah dilakukan dan ekonomis. 3. Streptococcus canis (SC) Pola hemolisis dari SC adalah sempurna dan luas pola hemolisisnya. Pada pengujian CAMP, SC menghasilkan koloni yang hemolisis sempurna dan membentuk pola pentul korek api, hal ini yang menjadi hal untuk membedakan SAG dengan SC. SC SAG 22

3 Bab 7 Staphylococci 1. Pola Hemolisis Pada agar darah, Staphylokoki menghasilkan koloni yang kekuningan, putih dengan ukuran kecil sampai sedang dengan pola / zona hemolisis yang khas. Staphylokoki mempunyai 4 jenis pola hemolisis : A. adalah hemolisis sempurna (alfa), B. adalah Hemolisis tidak sempurna (beta), C. zona ganda (alfa-beta) dan tidak ada hemolisis. Pada pola hemolisis yang tdak sempurna dan zona ganda adalah Staphylococcus aureus (SA). Pada kasus hemolisis sempurna, perlu dilakukan pengujian Koagulase hanya pada koloni ukuran sedang dan hemolisis sempurna. Koloni yang hemolisisnya sempurna, ukuran koloni kecil dengan atau zona hemolisis yang sempit, diidentifikasi sebagai Staph non SA (CNS). Uji Koagulase positif : SA, Negatif : CNS Pada kasus koloni tidak ada hemolisis, ini diidentifikasi sebagi CNS. Pola Hemolisis dan uji lainnya ukuran sedang dan Sempurna Uji Koagulase hemolisis sempurna (Alpha) Ukuran kecil dengan zona hemolisis sempit Tidak sempurna (Beta) campuraj (Double zone: Alpha-Beta) Tidak ada hemolisis Species + SA - CNS CNS SA SA CNS 23

4 Bab 8 Coliforms (CO) CO merupakan bakteri yang termasuk genera Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia. Tapi CO sangat jarang terdapat pada susu segar (1%). Identifikasi CO berdasarkan pada ukuran koloni dan warna koloni. Jika tidak bisa membedakan antara CO dengan CNS, maka dilakukan uji KOH. Escherichia coli Klebsiella pneumoniae Species Karakteristik Koloni E. coli Abu, lembab, bau feses, hemolisis kurang dari 15% Klebsiella pneumoniae Mengkilap, putih, mukoid, tidak hemolisis 24

5 BAB 9 Corynebacterium bovis (CB) Koloni dengan karakteristik Abu, kering, datar, seperti serbuk dan kecil serta tidak ada hemolisis pada agar darah. Tidak ada pertumbuhan pada inkubasi 37 C selama 24 jam, tapi koloni biasanya akan terlihat pada waktu inkubasi setelah 24 jam. Uji katalase positif. 25

6 BAB 10 Uji Sensitivitas Antibiotika 1. Tujuan Untuk pemilihan jenis antibiotic yang akan digunakan untuk pengobatan mastitis 2. Disk diffusion sensitivity test (Modified) Menggunakan agar Muller-Hinton dan menggunkan metode internasional yang direkomendasikan oleh NCCLS (National Committee for Clinical Laboratory Standard). 1. Pilih dua buah koloni 2. Sentuh koloni dengan cotton swab steril 3. Lakukan inokulasi ke seluruh permukaan agar Mueller Hinton dengan cotton swab tadi secara merata pada seluruh permukaan agar 4. Setelah jam inkubasi, amati dan ukur diameter zona inhibisi yang timbul di sekitar cakram antibiotika sampai dengan mm terdekat. 5. Sesuaikan dengan standar yang ada dan tentukan hasilnya. 3. Catatan Uji Kualitatif Mengetahui antibiotika mana yang resisten Pembacaan hasil dari uji sensitivitas Susceptible: meskipun obat tersebut digunakan, tidak selalu mempunyai efek penyembuhan Resistant: Jika digunakan, obat tidak mempunyai daya penyembuhan. 26

7 Bab 11 Biakan Susu dari Bulk Tank 1. Prosedur Pembiakan Ambil contoh dari Bulk (milk can) setelah diagitasi dari bagian atas bulk. Teteskan 0,1 ml dengan pipet steril dan gunakan batang penyebab untuk menyebarkan susu pada permukaan agar (agar darah domba 5%). Kemudian koloni yang tumbuh yang diinkubasikan pada suhu 37C selama 24 jam diamati. 2. Hasil Pengujian Susu Bulk (1) Rangking 1 sampai 6 berdasarkan pada jumlah koloni pada plate agar (2) Cek keberadaan koloni SA dan SAG berdasar pola hemolisis (3) Jika ragu/ mencurigakan SA (hemolisis sempurna dan ukuran sedang), perlu dilakukan pengujian uji Koagulase. (4) Jika diduga koloni SAG (hemolisis sempurna), perlu dilakukan pengujian CAMP. (5) Lakukan uji lanjutan untuk identifikasi spesies

8 X 10,000/ml Ranking 3. Perhatian (1) Biakan Bulk tidak berguna untuk mengukur prevalensi dari kejadian mastitis di suatu kelompok ternak. (2) Biakan Bulk bisa digunakan untuk pengganti/ pelengkap contoh susu kuartir, tapi tidak bisa digunakan untuk menentukan akan insiden dan prevalensi berdasar pada sampel susu per kuartir. 28

9 Bab 12 Klasifikasi dan Karakteristik dari Agen Penyebab Mastitis Subklinis 1. Klasifikasi Klasifikasi Major pathogen Minor pathogen Infeksius Lingkungan S. aureus (SA) S. agalactiae (SAG) C. bovis (CB) Other Streptococci*(OS) Coagulase Negative Staph Coliforms (CO) (CNS) * Streptococci lainnya: Streptococci lingkungan (Strep. selain SAG) Streptococcus canis (SC) diklasifikasikan sebagi agen infeksius 2. Karakteristik dan Pengendalian Mastitis infeksius kadang-kadang dihubungkan dengan mastitis yang menular dari sapi ke sapi, karena menyebar pada saat proses pemerahan 9dari mesin maupun pemerah). Habitat utama dari bakteri penyebab mastitis infeksius adalah pada lesi yang ada pada putting ambing. Bakteri ini biasanya tidak bisa tahan lama hidup di lingkungan. Mastitis infeksius merupakan tipe mastitis dalam bentuk kronis atau subklinis. Infeksi bisa menular pada saat proses pemerahan (alat atau mesin serta orang yang memerah susu). Bakteri utama penyebab mastitis infeksius adalah SAG dan SA. Mastitis lingkungan diartikan hubungan antara lingkungan dengan sapi yang mastitis. Pada kasus ini bakteri yang menyebabkan mastitis ditemukan di lingkungan sekitar sapi. Kejadian mastitis lingkungan memilki trend yang meningkat terus seiring dengan penggunaan celup putting yang efektif dan pengobatan antibiotika pada masa kering kandang. Habitat utama bakteri penyebab mastitis lingkungan adalah feses, tanah, bedding atau air. Kejadian ini bisa terjadi pada saat putting berkontak langsung dengan lingkungan pada saat pemerahan atau waktu antara pemerahan. Bakteri utama penyebab ini adalah streptokoki lingkungan, koliform dll. 29

10 3. Agen Penyebab Mastitis yang Infeksius Staphylococcus aureus (SA) Sumber Infeksi Sumber utama adalah ambing yang terinfeksi. SA biasanya membentuk koloni/ berkolonisasi di sekitar lubang putting, saluran putting dan sel-sel epitel yang rusak (luka di bagian dalam putting). Tapi bagaimanapun juga, SA tidak bisa hidup (berkolonisasi) pada kulit yang sehat. Cara Penularan/ Penyebaran Bakteri SA merupakan agen penyakit yang bersifat infeksius dan disebarkan dari ambing yang terinfeksi ke ambing yang tidak terinfeksi atau putting selama proses pemerahan. Pencegahan dan Pengendalian dasar Untuk mengurangi jumlah kuartir terinfeksi SA sampai kurang dari 1% dari suatu kelompok ternak sangat mungkin dilaksanakan melalui proses identifikasi, pemisahan, penerapan kesehatan pemerahan yang benar, pengobatn efektif dan culling. Pencelupan putting setelah pemerahan menggunakan desinfektan dan pengobatan masa kering kandang pada semua sapi yang kering kandang merupakan factor utama yang bisa mengendalikan penyebaran agen penyakit. Kesehatan putting yang buruk sangat mempengaruhi efektivitas pencelupan putting. Identifikasi dan pemisahan sapi yang terinfeksi SA dan mengakhirkan mereka pada saat pemerahan akan mengurangi penyebaran penyakit ke sapi yang sehat. Reaksi dari pengobatan gejala klinis pada masa laktasi akan bervariasi, dan biasanya infeksi yang kronis kurang berespon baik terhadap pengobatan menggunakan antibiotika pada masa laktasi. Culling pada sapi yang terinfeksi SA kronis merupakan cara yang paling ampuh untuk mengurangi prevalensi infeksi SA pada kelompok ternak. Infeksi SA biasanya bersifat kronis dan subklinis dengan gejala klinis yang sedang yang timbul secara periodic, SA bisa menyebabkan mastitis gangrenus. Vaksinasi SA tidak bisa mengendalikan penyakit ini, tapi bisa mengurangi keparahan pada kasus baru dan meningkatkan penyembuhan secara spontan pada kelompok ternak dimana pernah terjadi mastitis gangrenous. 30

11 Proses backflushing otomatis atau pasteurisasi pada mesin perah antara sapi secara signifikan dapat mengurangi kontaminasi. Tapi, dampak dari pasteurisasi teat cup pada infeksi yang baru sangat kecil dibandingkan dengan celup putting dan pengobatan kering kandang. Celup putting sebelum pemerahan hanya berpengaruh kecil pada pengendalian infeksi SA. Beberapa Informasi Bermanfaat SA bisa berada pada bagian badan lain seperti vagina, tapi ini merupakan sumber yang minor bagi infeksi. Meskipun prevalensi SA bisa direduksi sampai tingkat rendah pada kelompok sapi laktasi, SA sudah bisa diisolasi dari ambing/ kelenjar sapi dara pada semua umur. Beberapa peneliti menerangkan bahwa penularan SA pada sapi dara melalui lalat, terutama jika lalat sering hinggap di luka pada putting. Sapi dara bisa menjadi sumber infeksi SA pada kelompok ternak laktasi dengan tingkat prevalensi rendah. Perbedaan geografis pada prevalensi SA pada sapi daratelah dilaporkan; kisaran 0 s.d >10% kelenjar telah diamati. SA tidak bisa hidup dalam periode yang lama di lingkungan (tidak bisa hidup di lingkungan). 31

12 Streptococcus agalactiae (SAG) Sumber Sumber utama SAG adalah ambing yang terinfeksi. SAG merupakan parasit obligat pada ambing sapi perah. Tapi, SAG telah diisolasi dari alat kelamin manusia dan saluran pencernaan. Cara Penyebaran SAG merupakan agen penyebab utama Mastitis dan tersebar dari sapi ke sapi terutama pada saat pemerahan. Pencegahan dan Pengendalian Pemusnahan SAG dari kelompok ternak perah sangat mungkin dilakukan. SAG merupakan masalah utama pada peternakan sapi perah terutama di Negara yang kurang memperhatikan program pengendalian mastitis. SAG bisa dikendalikan dengan efektif melalui prosedur yang bisa mencegah penyebaran bakteri pada saat pemerahan, meliputi pencucian dan pengeringan putting menggunakan kertas tisu dan penerapan hygiene pemerahan, celup putting setelah pemerahan menggunakan desinfektan efektif, dan pengobatan masa kering kandang dengan antibiotika. Direkomendasikan juga untuk menguji terhadap SAG pada sapi baru sebelum masuk ke kandang. Streptococcus canis (SC) Karena ptevalensinya rendah, infeksi SC sangat sulit untuk memperkirakan kejadian infeksi SC. Mungkin infeksi SC sama seperti SAG. 32

13 Corynebacterium bovis (CB) Sumber Sumber infeksi CB adalah ambing terinfeksi dan saluran puitng. Cara Penyebaran Menyebar dari sapi ke sapi pada saat proses pemerahan. Pencegahan dan Pengendalian Dasar Celup putting setelah pemerahan menggunakan desinfektan yang efektif dapat mengendalikan penyebaran dari sapi ke sapi. Pengecualian jika menggunakan desinfektan linear dodecylbenzene sulfonic acid. Bahan aktif ini tidak efektif dalam mengendalikan CB dan CNS. Beberapa Informasi Tambahan CB biasanya berkolonisasi pada saluran putting dan merupakan organisme dengan tingkat patogenik sedang. CB bisa menyebabkan infeksi ambing dengan peningkatan jumlah sel somatic (SCC) yang sedang dan penurunan produksi susu. Meskipun jarang menyebabkan kasus klinis, CB kadang-kadang ditemukan sebagai satu-satunya bakteri yang ditemukan pada kasusu mastitis klinis. Pengobatan dengan antibiotika tidak disarankan. Pengobatan yang paling efektif adalah dengan pengobatan mastitis pada masa kering kandang untuk infeksi CB dalam ambing. Biakan murni dari CB dapat diperoleh dari contoh susu dari sapi yang menderita mastitis klinis atau subklinis. Biakan murni CB dapat diperoleh dari sampel susu yang menderita mastitis subklinis dan klinis. Masih belum pasti apakah bakteri ini berkembang biak setelah atau sebelum bakteri penyebab utama hilang. Angka prevalensi CB sangat rendah pada kelompok ternak yang sudah menerapkan program celup putting menggunakan desinfektan yang efektif. 33

14 Kesimpulan 1. Siapkan putting dan ambing dengan baik sebelum pemerahan. Ambing harus kering, dan putting harus dibersihkan dan dikeringkan menggunakan kertas tisu/ lap individu yang bersih. 2. Gunakan mesin perah yang masih berfungsi dengan baik dan praktek pemerahan yang baik. 3. Desinfeksi putting menggunakan desinfektan yang efektif. 4. Evaluasi kasus-kasus klinis untuk pemilihan pengobatan. Sebagian besar kasus klinis yang disebabkan selain oleh SAG hasil pengobatan antibiotic pada masa laktasi kurang efektif. Kerja sama dengan dokter hewan untuk menyusun suatu program managemen untuk penanganan kasus mastitis ringan, sedang dan berat. 5. Terapkan pengobatan pada masa kering kandang. Obati setiap putting pada saat kering kandang menggunakan antibiotik yang efektif. 6. Pertimbangkan untuk mengafkir sapi yang menderita infeksi kronis terutama SA dan SAG untuk menghindari penularan ke sapi yang sehat lainnya. 7. Terapkan biosekuriti dengan cara pengujian (identifikasi bakteri) sampel susu dari sapi yang baru masuk ke kandang 8. Buatlah suatu program pemantauan kualitas susu dengan dokter hewan. Tujuan utama dari pengendalian mastitis infeksius termasuk: sapi yang terinfeksi SAG 0% dan kurang dari 5% yang terinfeksi SAG. 34

15 4. Penyebab Mastitis dari Lingkungan Sumber utama dari pathogen lingkungan adalah lingkungan sekitar dimana sapi hidup. Sumber penyebab mastitis infeksius, bagaimanapun juga adalah sapi yang terinfeksi yang bisa menularkan dari sapi sakit ke sapi yang sehat. Oleh karena itu, cara pengendalian untuk pathogen yang infeksius kurang terlalu efektif bagi pathogen asal lingkungan. Other Streptococci (OS)/ Streptokokus yang lainnnya Rataan Infeksi Intramammari Angka rata-rata dari infeksi intramamari yang baru (angka infeksi baru per sapi/hari) sangat tinggi pada saat masa kering kandang dibanding pada saat laktasi. Tanpa pengobatan masa kering kandang, angka infeksi akan meningkat pada 2 minggu pertama masa kering kandang dan 2 minggu sebelum waktu melahirkan. Pada 75 hari post partus, angka infeksi sangat tinggi dibanding pada masa laktasi lainnya. Angka infeksi oleh Streptokokus meningkat secara progresif seiring dengan bertambahnya hari/ masa laktasi. Durasi sekitar 60% infeski intramamari oleh streptokokus terjadi kurang dari 30 hari, tapi 18% dari angka tersebut akan menjadi infeksi kronis dan bertahan dalam 100 hari. Sekitar 40% angka infeksi pada masa laktasi akan sembuh sendiri secara spontan. Prevalensi persentase dari kuartir yang terinfeksi oleh streptokokus pada satu titik dalam satu waktu secara umum sangat sedikit dengan angka 10% dari kuartir. Metode Pengawasan Kelompok Ternak akibat dari mastitis lingkungan bisa dievaluasi dengan baik melalui pembiakan bakteri dari sampel susu sapi yang baru melahirkan, yang akan dikering kandangkan, dan kuartir yang terinfeksi klinis. Monitoring pada jumlah SCC dan seluruh biakan tidak terlalu efektif untuk skema pengawasan. Penghitungan jumlah kuman dari tangki penampungan dan jumlah SCC dapat meningkat apabila terjadi infeksi intramamari akibat streptokokus lingkungan. 35

16 Tapi, pengaruh dari infeksi akibat streptokokus lingkungan ini pada satu kelompok ternak tidak bisa dievaluasi dengan cara pengukutran tersebut. Coagulase Negative Staphylococci (CNS) Sumber CNS yang sering terisolasi merupakan bagian dari flora normal kulit yang bisa ditemukan di lingkungan Cara Penyebaran CNS bersifat oportunis dan dapat menginfeksi saluran putting dan kelenjar yang berasal dari kulit. Kebanyakan infeski CNS hanya bersifat sementara. Penularan dari sapi ke sapi sangat kecil kemungkinannya. Pencegahan dan Pengendalian Celup putting setelah pemerahan menggunakan desinfektan dan pengobatan kering kandang pada semua kuartir menggunakan antibiotika pada saat pemerahan terakhir sebelum di keringkan. Penerapan kesehatan pemerahan bisa menurunkan angka kontaminasi susu dari bakteri yang ada di kulit atau dinding permukaan putting. Pengobatan kering kandang bisa mengeliminasi sekitar 90% infeksi CNS. Tapi, infeksi baru akan terjadi pada saat kering kandang karena adanya flora normal pada kulit putting. Informasi Tambahan CNS secara umum merupakan bakteri yang sering terisolasi dari sampel susu dari peternakan yang menerapkan manajemen yang baik. Angka prevalensi 10-15% dari seluruh kuartir merupakan hal yang biasa. Beberapa dari infeksi ini akibat adanya infeksi pada saluran putting. Ketika angka prevalensi CNS cukup tinggi, kemungkinan hal ini disebabkan penggunaan desinfektan untuk celup putting kurang baik/ tidak efektif. Infeksi Subklinis Infeksi subklinis menyebabkan peningkatan angka SCC sampai 2-3 kali lipat dibanding kelenjar yang tidak terinfeksi. Sekitar 10% infeksi CNS dihubungkan dengan angka CNS di atas sel/ml. CNS dapat diisolasi dari sekitar 10% sampel mastitis klinis. 36

17 Jumlah Kelahiran dan Tahapan Laktasi Sapi pada laktasi pertama akan memiliki angka prevalensi infeksi CNS yang cukup tinggi dibanding dengan sapi yang lebih tua. Semua sapi pada saat melahirkan akan memilki angka prevalensi infeksi CNS yang tinggi, dimana angka ini akan menurun setelah minggu pertama atau kedua masa laktasi dengan pemakaian desinfektan untuk celup putting yang efektif. Penurunan angka prevalensi ini pada masa awal laktasi di asumsikan dengan terjadinya eliminasi infeski CNS pada saluran putting. 37

18 Coliforms (CO) Bakteri koliform yang menyebabkan mastitis termasuk Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia. Angka rataan infeksi intramamari Angka Infeksi intramamari oleh koliform kurang lebih 4 kali lipat lebih besar terjadi pada masa kering kandang dibanding masa laktasi. Terutama pada menggu kesatu dan kedua masa kering kandang, begitu juga pada 2 minggu sebelum waktu melahirkan. Infeksi intramamari angkanya akan meningkat pada masa awal laktasi dan akan menurun seiring bertambahnya masa periode laktasi. Durasi Infeksi Infeksi Koliform biasanya berdurasi pendek. Lebih dari 50% bertahan kurang dari 10 hari dan hampir 70% kurang dari 30 hari. Infeksi koliform bisa bersifat kronis. 13% kasus ditemukan berdurasi lebih dari 100 hari. Tapi bagaimanapun juga, hanya 1,5% infeksi E. Coli yang berdurasi melebihi 100 hari. Prevalensi Biasanya angka persentase dari kuartir yang terinfeksi sangat rendah. Biasanya 1% atau kurang dari kuartir yang menunjukkan gejala terinfeksi, tapi bakteri koliform biasanya bisa menyebabkan kasus mastitis klinis sebanyak 30-40%. Metode Pengawasan kelompok ternak Catatan akurat tentang kasus klinis baru, bersama dengan pembiakan susu dari ambing terinfeksi, hal ini akan mempermudah untuk penilaian dari akibat mastitis akibat koliform. Akibat infeksi ini tidak bisa dinilai dengan jumlah SCC kandang, SCC individu, Biakan dari seluruh ternak, biakan subpopulasi ternak, atau biakan dari cooling unit. 38

19 Pengendalian Mastitis lingkungan Pengendalian mastitis lingkungan bisa berhasil melalui cara pengurangan keterpaparan putting pada pathogen yang potensial atau meningkatkan resistensi ternak pada pathogen penyebab mastitis. Celup putting Celup putting antibakterial: Celup putting setelah pemerahan menggunakan bahan germisidal di sarankan. Dry cow therapy Pengobatan kering kandang pada semua kuartir semua sapi disarankan. Pengobatan kering kandang secara signifikan dapat mengurangi infeksi baru akibat pathogen streptokokus lingkungan pada saat masa awal kering kandang, tapi bukan pada saat melahirkan atau 1-2 minggu sebelum melahirkan. Pengobatan kering kandang tidak bisa mengendalikan infeski koliform. Pengobatan antibiotika intramamari pada periode pertengahan kering kadang tidak efektif untuk mencegah infeksi baru. Pengobatan masa laktasi Angka kesembuhan akibat pengobatan pada masa laktasi untuk streptokokus lingkungan secara umum adalah 50-60%. Antibiotika yang telah teruji yang digunakan untuk obat masa laktasi secara umum kurang efektif terhadap infeksi koliform, tapi angka kesembuhan biasanya cukup tinggi (50%), hal ini diakibatkan pendeknya durasu infeksi oleh koliform. Pembilasan Pembilasan mesin perah tidak bisa mengendalikan mastitis lingkungan. 39

20 Fungsi Mesin Perah Mesin perah yang sudah rusak/ berfungsi tidak baik yang menyebabkan terjadinya liner slip dan kerusakan lainnya akan menyebabkan peningkatan kasus mastitis lingkungan. Penyiapan ambing pra pemerahan Pemerahan sapi dengan ambing dan putting masih basah akan menyebabkan kenaikan kejadian mastitis lingkungan. Putting harus bersih dan kering sebelum dilakukan pemerahan. Pencucian/ pengelapan putting disarankan dibanding pencucian ambing sebelum pemerahan. Predipping Predipping bisa digunakan untuk mengurangi kasus baru mastitis lingkungan. Tapi harus diingat jangan lupa untuk membersihkan bahan predip sebelum diperah agar tidak mengkontaminasi susu. Imunisasi/ vaksinasi Vaksinasi sapi pada saat kering kandang dengan E. coli J-5 bacterin akan menyebabkan penurunan derajat keparahan dari kasus klinis akibat koliform pada masa awal laktasi. Manajemen pemberian pakan Defisiensi pakan terhadap vitamin A atau E, beta karoten atau mineral selenium, tembaga dan zinc akan menyebabkan meningkatnya angka insidensi dari mastitis lingkungan. Manajemen lingkungan Usahakan lingkungan kandang harus bersih dan sekring mungkin termasuk kandang untuk anak, dara dan kering kandang serta melahirkan. Kesimpulan Pada intinya pengendalian mastitis lingkungan bisa dilakukan dengan cara menyediakan kandang yang bersih, kering, dan nyaman bagi ternak. Selain itu lakukan suatu program untuk pencegahan dan pengendalian terhadap pathogen yang berasal dari lingkungan. 40

Yoni Darmawan SUGIRI 1) dan Akira ANRI 2)

Yoni Darmawan SUGIRI 1) dan Akira ANRI 2) Prevalensi Patogen Penyebab Mastitis Subklinis (Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae) dan Patogen Penyebab Mastitis Subklinis lainnya pada Peternak Skala Kecil dan Menengah di Beberapa Sentra

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Seseorang pada umur produktif, susu dapat membantu

Lebih terperinci

Prosedur Pengujian Mikrobiologi untuk Identifikasi Agen Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah. Alpha-Beta hemolytic Staphylococcus aureus

Prosedur Pengujian Mikrobiologi untuk Identifikasi Agen Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah. Alpha-Beta hemolytic Staphylococcus aureus Prosedur Pengujian Mikrobiologi untuk Identifikasi gen Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah lpha-eta hemolytic Staphylococcus aureus aftar Isi Pendahuluan 1 ab 1 ara Penanganan dan Pengambilan contoh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) Sapi perah yang umum digunakan sebagai ternak penghasil susu di Indonesia adalah sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH). Sapi PFH merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan

Lebih terperinci

25 Universitas Indonesia

25 Universitas Indonesia 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) untuk mengetahui pola resistensi bakteri terhadap kloramfenikol, trimethoprim/ sulfametoksazol,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi susu dipengaruhi beberapa faktor utama yang salah satunya adalah penyakit. Penyakit pada sapi perah yang masih menjadi ancaman para peternak adalah penyakit mastitis yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia yang baik genetiknya, merupakan persilangan kambing etawa dan kambing lokal (Syukur dan Suharno,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari kelompok peternakan yakni Budiarso, 2001 Tingkat cemaran rata-rata Coliform yang mengkontaminasi susu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Patogen dalam Susu Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogen yang mudah tercemar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu yang digunakan adalah sampel susu kuartir yang berasal dari Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli banteng dan telah mengalami proses domestikasi. Sapi bali telah tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu UJI-UJI ANTIMIKROBA KIMIA BIOESAI PS-S2 KIMIA IPB 2014 Uji Suseptibilitas Antimikrobial Metode Difusi Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu Metode Dilusi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan protein yang tinggi masyarakat Indonesia yang tidak disertai oleh kemampuan untuk pemenuhannya menjadi masalah bagi bangsa Indonesia. Harper dkk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dalam penelitian ini adalah Ilmu Mikrobiologi, Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 4.2 Tempat dan waktu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan Kunak, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sampel diuji di laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen

Lebih terperinci

Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013

Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013 Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013 Quiss.. Jelaskan secara singkat istilah-istilah dalam epidemiologi berikut ini Incubation period Prevalensi Insidensi Endemic Epidemic Sporadic Vector Eradication Tuliskan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyuwangi secara astronomis terletak di antara 113 53 00 114 38 00 Bujur Timur dan 7 43 00 8 46 00 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi yang mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing 4 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing Kelenjar mamaria atau ambing pada sapi letaknya di daerah inguinal yang terdiri dari empat perempatan kuartir. Setiap kuartir memiliki satu puting, keempat

Lebih terperinci

BAB VIII INFEKSI NOSOKOMIAL

BAB VIII INFEKSI NOSOKOMIAL BAB VIII INFEKSI NOSOKOMIAL PENDAHULUAN Setelah mahasiswa mengikuti kuliah bab VIII yang diberikan pada pertemuan keempat belas, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan kaitan materi sebelumnya dengan pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes HASIL DAN PEMBAHASAN Tiga puluh sampel keju impor jenis Edam diambil sebagai bahan penelitian. Sampel keju impor diambil didasarkan pada frekuensi kedatangan keju di Indonesia, dilakukan di Instalasi Karantina

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn) TERHADAP MASTITIS SUBKLINIS

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn) TERHADAP MASTITIS SUBKLINIS EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn) TERHADAP MASTITIS SUBKLINIS (Efficacy of Piper betle Linn Toward Subclinical Mastitis) MASNIARI POELOENGAN, SUSAN M.N. dan ANDRIANI Balai Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme patogen yang masuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN MOTTO. HALAMAN PERSEMBAHAN. DEKLARASI.. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL.

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN MOTTO. HALAMAN PERSEMBAHAN. DEKLARASI.. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN MOTTO. HALAMAN PERSEMBAHAN. DEKLARASI.. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL. DAFTAR LAMPIRAN INTISARI.... i iii.iv

Lebih terperinci

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureus Genus Staphylococcus masuk kedalam bakteri gram positif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal, sebagian besar tersusun atas peptidoglikan.

Lebih terperinci

MIKROBIOLOGI SUSU. Jatinangor, Maret Jurusan Teknologi Industri Pangan FTIP Univesitas Padjadjaran

MIKROBIOLOGI SUSU. Jatinangor, Maret Jurusan Teknologi Industri Pangan FTIP Univesitas Padjadjaran MIKROBIOLOGI SUSU Souvia Rahimah,STP., M.Sc. Jatinangor, Maret 2011 Jurusan Teknologi Industri Pangan FTIP Univesitas Padjadjaran TPK Setelah mengikuti kuliah dengan pokok bahansan MIKROBIOLOGI SUSU, mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga diseluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya, bakteri juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang penilaian higiene dan sanitasi tempat peternakan sapi dan tempat pemerahan susu sapi segar, jumlah bakteri Coliform

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan alami yang mempunyai nilai gizi tinggi dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi manusia. Pada umumnya

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

AKTIVITAS AIR PERASAN DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ENCOK TERHADAP BAKTERI YANG DIISOLASI DARI SAPI MASTITIS SUBKLINIS

AKTIVITAS AIR PERASAN DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ENCOK TERHADAP BAKTERI YANG DIISOLASI DARI SAPI MASTITIS SUBKLINIS AKTIVITAS AIR PERASAN DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ENCOK TERHADAP BAKTERI YANG DIISOLASI DARI SAPI MASTITIS SUBKLINIS (Activity Water Extract and Ethanol Extraction of Plumbago Zeylanica L. leaves Against Bacteria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu merupakan bahan pangan alami yang mempunyai nutrisi sangat lengkap dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kesempurnaan Susu UHT/Uji Kekeruhan (Aschaffenburg test) Pengujian dilakukan terhadap 30 sampel susu UHT dari Australia dengan merek A sebanyak 15 sampel, dan merek B sebanyak 15

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Mikroorganisme Patogen Oportunis Mikroorganisme atau mikroba adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. Mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannya. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Friesian Holstein (FH) impor dan turunannya. Karakteristik sapi FH yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Friesian Holstein (FH) impor dan turunannya. Karakteristik sapi FH yaitu 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangsa Sapi Perah Sapi-sapi perah di Indonesia pada umumnya adalah sapi perah bangsa Friesian Holstein (FH) impor dan turunannya. Karakteristik sapi FH yaitu terdapat warna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan sebagai obat tradisional. Obat tradisional merupakan obat yang berasal dari tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Busungbiu Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng memiliki letak geografis antara 114-115 Bujur Timur dan 8 03-9 23 Lintang

Lebih terperinci

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, tidak bergerak ditemukan satu-satu, berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salmonella merupakan salah satu anggota dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

I S O L A S I DAN E N U M E R A S I K U M A N P A T O G E N

I S O L A S I DAN E N U M E R A S I K U M A N P A T O G E N I S O L A S I DAN E N U M E R A S I K U M A N P A T O G E N Pemeriksaan laboratorium merupakan bagian dari rangkaian pemeriksaan untuk mengetahui penyebab penyakit, menilai perkembangan penyakit setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus meningkat,

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus meningkat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mastitis merupakan infeksi pada parenkim payudara yang dapat terjadi pada masa nifas. Mastitis biasanya terjadi pada salah satu payudara dan dapat terjadi pada minggu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu saluran ke bagian luar yang disebut puting. Pada puting ini akan mengeluarkan susu sewaktu diperah.

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Mikrobiologi dengan judul Daya Kerja Antimikroba dan Oligodinamik yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Adit

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Mikrobiologi dengan judul Daya Kerja Antimikroba dan Oligodinamik yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Adit LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI (DAYA KERJA ANTIMIKROBA DAN OLIGODINAMIK) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : II (Dua) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerja Seks Komersiil Umumnya telah diketahui bahwa sumber utama penularan penyakit hubungan seks adalah pekerja seks komersial, dengan kata lain penularan lewat prostitusi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan bagian penting dari sistem usaha tani bagi sebagian petani di Indonesia, bahkan di beberapa negara Asia, dan tersebar luas di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan sampel berdasarkan jumlah susu pasteurisasi yang diimpor dari Australia pada tahun 2011 yaitu 39 570.90 kg, sehingga jumlah sampel yang diuji dalam penelitian ini sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, kesehatan, dan industri. Umumnya pengetahuan masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI

PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI ELLIN HARLIA, ROOSTITA L. BALIA dan DENNY SURYANTO Jurusan Teknologi Hasil Ternak Fakultas an Universitas Padjadjaran ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic Escherichia coli atau disebut EHEC yang dapat menyebabkan kematian pada manusia (Andriani, 2005; Todar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya

Lebih terperinci

MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU

MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU MENANGANI AIR SUSU MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU Air susu mengandung zat-zat gizi yg sangat cocok utk perkembangbiakan bakteri penyebab kerusakan air susu. Proses produksi yg tdk hygienes, penanganan yg

Lebih terperinci

Penelitian Komparatif mengenai Karakteristik Mikrobiologi Angular. Cheilitis pada Pasien HIV Seropositif dan HIV Seronegatif dari India

Penelitian Komparatif mengenai Karakteristik Mikrobiologi Angular. Cheilitis pada Pasien HIV Seropositif dan HIV Seronegatif dari India Penelitian Komparatif mengenai Karakteristik Mikrobiologi Angular Cheilitis pada Pasien HIV Seropositif dan HIV Seronegatif dari India Selatan Abstrak Tujuan: Penelitian ini didesain untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar LAMPIRAN 47 Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar KUISIONER PETERNAK SAPI PERAH Wilayah Kabupaten : Kecamatan : Tanggal Wawancara : Nama Enumerator : I.Identitas Peternak 1. Nama Pemilik : 2.

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN KATUK (SAUROPUS ANDROGYNUS L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS SECARA IN VITRO

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN KATUK (SAUROPUS ANDROGYNUS L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS SECARA IN VITRO EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN KATUK (SAUROPUS ANDROGYNUS L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS SECARA IN VITRO Siti Fatimah, Yuliana Prasetyaningsih, Aris Munandar STIKes Guna Bangsa

Lebih terperinci

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

Alat dan Bahan : Cara Kerja : No : 09 Judul : Uji kualitatif dan kuantitatif Bakteri Coli (Coliform) Tujuan : - Untuk menentukan kehadiran bakteri coliform dalam sampel air - Untuk memperkirakan jumlah bakteri coliform dalam sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Susu Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa dikenal sebagai ternak penghasil susu yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan susu kuda. Susu kuda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh, kemudian terjadi kolonisasi dan menimbulkan penyakit (Entjang, 2003). Infeksi Nosokomial

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi

BAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi serius mulai dari sistitis hingga pyelonephritis, septikemia, pneumonia, peritonitis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu dan produk olahannya merupakan pangan asal hewan yang kaya akan zat gizi, seperti protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi hampir

Lebih terperinci

A. Wibowo, T.H. Suprayogi dan Sudjatmogo* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

A. Wibowo, T.H. Suprayogi dan Sudjatmogo* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj TAMPILAN TOTAL PLATE COUNT DAN Staphylococcus aureus PADA SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT DIPPING DENGAN IODOSFOR PADA BERBAGAI KONSENTRASI

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Skema Alur Pikir

LAMPIRAN 1. Skema Alur Pikir 66 LAMPIRAN 1. Skema Alur Pikir Keberadaan bakteri mempunyai nilai yang penting dalam patogenesis pulpa dan periapeks. Eliminasi mikroorganisme dari saluran akar yang terinfeksi merupakan fokus utama pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah manusia, jutaan orang dilaporkan meninggal dunia akibat infeksi bakteri. Infeksi dapat menular dari satu orang ke orang lain atau dari hewan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan susu Nasional dari tahun ke tahun terus meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan inflamasi kronis mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan masalah kesehatan global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat langsung diminum atau dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase MURNI SARI, IDA BAGUS NGURAH SWACITA, KADEK KARANG AGUSTINA Laboratorium Kesmavet, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

KAJIAN PENGENDALIAN MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH

KAJIAN PENGENDALIAN MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH KAJIAN PENGENDALIAN MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH (Studies on Subclinical Mastitis Control in the Dairy Cows) SUPAR dan TATI ARIYANTI Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor ABSTRACT Mastitis is a

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 1. Pengambilan data berupa sampel swab nasofaring dan kuesioner diadakan di

BAB IV METODE PENELITIAN. 1. Pengambilan data berupa sampel swab nasofaring dan kuesioner diadakan di BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Disiplin ilmu yang terkait dalam penelitian ini adalah Ilmu Mikrobiologi, Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu Kesehatan Masyarakat. 4.2 Tempat dan waktu penelitian

Lebih terperinci