BAB I PENDAHULUAN. memiliki daratan luas, tanah subur dengan hasil bumi yang melimpah. Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. memiliki daratan luas, tanah subur dengan hasil bumi yang melimpah. Indonesia"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimata dunia internasional Indonesia dikenal sebagai negara agraris, hal ini didukung oleh letak wilayah Indonesia yang sangat strategis. Indonesia memiliki daratan luas, tanah subur dengan hasil bumi yang melimpah. Indonesia juga didukung oleh banyaknya masyarakat Indonesia yang memiliki mata pencaharian sebagai petani, sehingga tanah yang subur tesebut dimanfaatkan oleh para petani untuk menghasilkan produk-produk pertanian.pesatnya perkembangan di bidang agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Usaha di bidang pertanian tidak hanya dilakukan oleh profesi petani tetapi juga termasuk pengusaha yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang pertanian dan mereka dapat digolongkan sebagai pengusaha golongan kecil dan menengah atau pengusaha UKM. Salah satu prestasi yang diraih oleh negara Indonesia di bidang agraris adalah pada tahun 1984 Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangannya sendiri tanpa bergantung pada pihak luar atau dikenal dengan swasembada pangan, sehingga Indonesia memperoleh penghargaan dari Food and Agriculture Organization (FAO) 1. Namun prestasi ini tidaklah bertahan lama, sejak tahun 2010 tercatat sekitar hektar lahan pertanian hilang per tahunnya, padahal kebutuhan pangan kita cukup tinggi sedangkan infrastruktur pertanian sudah mulai rusak dan keadaan ini diperburuk 1 Kebijakan Pangan, diakses pada 31 Januari 2015, Pukul

2 dengan tenaga petani yang kurang serta cara yang masih konvensional dalam mengelola pertanian, dengan begini Indonesia tidak akan mampu mempertahankan prestasi yang pernah diraih sebelumnya 2. Usaha di bidang pertanian pastinya membutuhkan dukungan dari sektorsektor lain seperti sektor ekonomi yang dapat membantu proses penjualan sehingga dapat membantu perkembangan ekonomi dari Indonesia sendiri. Agar penjualan dari hasil pertanian tersebut dapat meningkat setiap tahunnya, jelas kita harus menghasilkan produk yang berkualitas sehingga diperlukan teknologi memadai sehingga kita mampu bersaing dengan negara-negara lainnya yang sudah mulai menerapkan sistem pertanian modern.selain teknologi yang memadai, modal yang cukup juga sangat mempengaruhi keberhasilan usaha di bidang pertanian. Sayangnya di Indonesia yang menjadi permasalahan utama dari usaha ini adalah modal dan biaya terutama pada saat musim panen raya, karena para petani cenderung memiliki pola tanam yang seragam hal ini dilakukan agar semua pertanaman padi mendapat jatah pengairan yang cukup, meminimalkan serangan hama-penyakit serta para petani dapat mengejar musim tanam yang optimal. Masa panen yang berlangsung dalam kurun waktu yang hampir bersamaan akan menghasilkan gabah yang banyak, akibatnya harga jual dari gabah-gabah yang dihasilkan akan turun drastis. Ketidakmampuan para petani dalam hal pengelolaan dana dan pengelolaan gudang yang layak menyebabkan mereka seringkali dimanfaatkan oleh para rentenir. 2 Infrastruktur Pertanian Buruk Buat Swasembada Sukit Terwujud, diakses pada 31 Januari 2015, Pukul

3 Para petani tidak mungkin menunda penjualan hasil panen mereka, karena pada saat yang sama para petani tersebut juga dihadapkan dengan kebutuhan rumah tangga dan biaya untuk masa tanam selanjutnya. Pilihan yang tersisa adalah menjual hasil panen walaupun dengan harga rendah dan untung yang relatif sedikit. Para petani tidak mungkin menyimpan hasil panennya karena akan membutuhkan tempat yang relatif besar dan mampu menjaga kualitas hasil panen, mengingat hasil tani merupakan jenis barang yang rentan mengalami kerusakan terutama oleh hama. Kondisi seperti inilah yang membuat para petani terpaksa menjual hasil taninya meskipun dengan harga rendah. Fluktuasi harga yang terjadi pada produk pertanian tersebut menyebabkan rendahnya penyaluran kredit ke sektor pertanian karena usaha tani dianggap beresiko tinggi 3. Selain itu dalam memperoleh fasilitas kredit baik dari sektor formal maupun informal, petani mengalami banyak hambatan seperti tidak dimilikinya agunan seperti tanah dan bangunan, birokrasi yang berbelit-belit, kurangnya pengalaman bank dalam melayani wilayah pedesaan, tingginya biaya pinjaman dari sektor informal, ketergantungan sektor formal terhadap kemampuan pemerintah, tidak cukupnya dana yang tersedia pada sektor informal, bunga pinjaman yang tinggi, lemahnya pengawasan dan tidak adanya kerjasama dengan sektor formal 4. Sebelum diundangkannya peraturan-peraturan tentang Sistem Resi Gudang, ada beberapa jaminan dengan sistem serupa yang telah berkembang seperti jaminan fidusia dan gadai. 3 Iswi Hariyani dan Serfianto, 2010, Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat Perdagangan, Sinar Ggrafika, Jakarta, hlm Evi Sustyaningrum, 2014, Eksistensi Resi Gudang Sebagai Lembaga Jaminan di indonesia, Fakultas Hukum Program Kenotariatan Universitas Sebelas Maret. 3

4 Keberadaan kedua jaminan tersebut tetap saja tidak mengurangi beban para petani dalam hal keuangan. Karena para petani secara tidak langsung dituntut untuk menjaminkan benda bergerak ataupun tidak bergerak lain yang mereka miliki selain hasil tani mereka dan akhirnya jika petani tersebut tidak mampu membayar utangnya pada kreditur maka seluruh benda berharga yang dijadikan jaminan oleh petani tersebut akan habis disita oleh kreditur. Hambatan yang terlalu banyak dan birokrasi yang berbelit-belit untuk mendapatkan pinjaman modal dari jasa perbankan, menyebabkan para petani terpaksa meminjam uang pada rentenir atau tengkulak meskipun dengan resiko yang sama, tetapi setidaknya proses peminjaman uang melalui rentenir atau tengkulak prosesnya lebih cepat daripada memanfaatkan jasa perbankan pemerintah atau swasta. Apabila hal seperti ini terus menerus terjadi dan dibiarkan oleh pemerintah, maka usaha di sektor pertanian akan mengalami kemunduran dan kemudian menghilang. Hal ini jelas akan mempengaruhi pemasokan hasil tani di Indonesia khususnya pemasokan beras yang akhirnya akan menyebabkan ketergantungan pada negara lain. Melihat dari permasalahan tersebut, maka diperlukan sistem jaminan yang mampu membantu para petani untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pada tahun 2006 pemerintah mengesahan Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, dimana sistem resi gudang merupakan suatu sistem jaminan yang diciptakan oleh pemerintah untuk para petani agar mereka dapat menyimpan hasil taninya di gudang yang telah disiapkan oleh pemerintah atau swasta yang telah memenuhi syarat-syarat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah menyelesaikan administrasi 4

5 penyimpanan hasil tani di gudang pemerintah tersebut, para petani akan mendapatkan nomor resi sebagai bukti kepemilikan terhadap barang yang dititipkan tersebut. Pada tahun 2011 undang-undang tentang sistem resi gudang tersebut mengalami perubahan, kemudian disahkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Meskipun telah mengalami perubahan, pengaturan mengenai sistem resi gudang ini masih mengalami kekurangan. Sehingga berdasarkan uraian permasalahan di atas maka dalam penulisan skripsi ini penulis memutuskan untuk mengangkat judul KEDUDUKAN JAMINAN RESI GUDANG DALAM SISTEM HUKUM JAMINAN. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana kedudukan jaminan resi gudang dalam sistem hukum jaminan? 2. Bagaimana keabsahan resi gudang dalam hal terjadi kerusakan pada barang yang disimpan? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Agar pembahasan tidak menyimpang dari permasalahan yang akan dibahas, maka diperlukan pembatasan ruang lingkup masalah, adapun pembatasan ruang lingkup masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Pertama akan dibahas mengenai bagaimana kedudukan resi gudang dalam sistem hukum jaminan. Dalam skripsi ini yang dimaksud dengan kedudukan adalah eksistensi dari jaminan resi gudang dalam sistem hukum jaminan karena seperti yang kita ketahui jaminan resi gudang 5

6 merupakan sistem jaminan yang belum dikenal oleh masyarakat luas di Indonesia. Selain itu pada pembahasan rumusan masalah pertama akan dibahas juga mengenai ruang lingkup dan karakteristik jaminan resi gudang serta perbedaan dan persamaan jaminan resi gudang dengan gadai dan fidusia. 2. Kedua akan dibahas mengenai bagaimana keabsahan resi gudang dalam hal terjadi kerusakan pada barang yang disimpan. Dalam skripsi ini yang dimaksud dengan keabsahan resi gudang adalah status dari resi gudang tersebut dalam hal terjadi kerusakan pada barang yang disimpan. Selain itu pada pembahasan rumusan masalah kedua akan dibahas mengenai para pihak dalam jaminan resi gudang dan mekanisme sistem jaminan resi gudang. 1.4 Orisinalitas Penelitian Untuk menghindari adanya plagiarisme, maka penulis mengumpulkan skripsi-skripsi yang juga membahas mengenai Resi Gudang, dimana skrips-skripsi tersebut tidak memiliki judul dan rumusan masalah yang sama dengan skripsi ini. Penulis menemukan tiga judul skripsi yaitu sebagai berikut: 1. Skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis Resi Gudang Sebagai Surat Berharga Dalam Lalu Lintas Pembayaran Berdasarkan Undang- Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang ini adalah karya dari Nisrin Utami E, seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam skripsi tersebut terdapat dua rumusan masalah yang dibahas yaitu rumusan masalah pertama 6

7 adalah bagaimana pengaturan mengenai Resi Gudang di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2006? dan rumusan masalah kedua adalah apa saja aspek-aspek surat berharga dari instrument Resi Gudang berdasarkan peraturan mengenai surat berharga di dalam KUHD maupun diluar KUHD? 2. Skripsi yang berjudul Penjaminan Resi Gudang Berdasarkan Undang- Undang Sistem Resi Gudang ini adalah karya dari Elrick Christian Runtukahu, seorang mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya. Dalam skripsi tersebut terdapat dua rumusan masalah yang dibahas yaitu rumusan masalah pertama adalah lembaga jaminan manakah yang tepat digunakan dalam Sistem Resi Gudang? dan rumusan masalah kedua adalah apakah penjaminan melalui Resi Gudang dapat memberikan kepastian hukum bagi para kreditur? 3. Skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagai Dasar Hukum bagi Perbankan dalam Mengembangkan Pembiayaan Retail Berbasis Resi Gudang di Indonesia ini adalah karya dari Dewi Yanto Octaviani seorang mahasiswi dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam skripsi tersebut dibahas dua rumusan masalah yaitu rumusan masalah pertama adalah apa saja substansi-substansi Undang- Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagai dasar hukum bagi perbankan dalam mengembangkan pembiayaan retail berbasis resi gudang di Indonesia? dan rumusan masalah kedua adalah 7

8 bagaimana sistem pembiayaan retail berbasis resi gudang pada perbankan Indonesia setelah disahkannya Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang? Berdasarkan tiga skripsi di atas maka dapat dipastikan bahwa skripsi ini tidak mengandung unsure plagiarisme, dimana judul dan rumusan masalah pada skripsi ini berbeda dengan judul dan rumusan masalah yang dibahas dalam skripsi-skripsi di atas. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian terkait dengan kedudukan resi gudang dalam sistem hukum jaminan ada dua, yaitu sebagai berikut: Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami kedudukan jaminan resi gudang dalam sistem hukum jaminan Tujuan Khusus Selain untuk mengetahui kedudukan resi gudang dalam sistem hukum jaminan, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa keabsahan suatu resi gudang dalam hal terjadi kerusakan pada barang yang disimpan. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum dalam ranah Hukum Bisnis khususnya dibidang Hukum Jaminan. 8

9 1.6.2 Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran serta dapat memberikan kontribusi dan solusi kongkrit bagi pemerintah sebagai pembentuk kebijakan dan para penegak hukum serta pelaksana hukum di bidang Hukum Jaminan agar dalam membentuk suatu kebijakan selalu memperhatikan perkembangan masyarakat sehingga kebijakan yang dibentuk dapat mewujudkan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat. 1.7 Landasan Teoritis Istilah jaminan berasal dari kata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan 5. Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit bahwa jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian. Ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata secara tidak tegas merumuskan tentang apa yang dimaksud dengan jaminan. Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut. Melalui isi Pasal 1131 KUH Perdata diatas, maka dapat diketahui yaitu jaminan menurut pasal ini adalah segala kebendaan debitur baik yang bergerak, tidak 5 Abdul R. Saliman, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan-Teori dan Contoh Kasus, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, hlm

10 bergerak, yang sudah ada ataupun yang akan ada dikemudian hari yang dijadikan jaminan dari segala sesuatu perikatan pribadi debitur tersebut. Ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa kebendaan tersebut dalam Pasal 1131 menjadi jaminan bersama bagi para kreditur dan hasil pelelangan kebendaan tersebut dibagi di antara para kreditur seimbang menurut besar kecilnya piutang mereka masing-masing, kecuali ada alasan-alasan yang sah untuk mendahulukan piutang yang satu daripada yang lain. Dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dapat diketahui yaitu apabila seorang debitur memiliki lebih dari satu kreditur, maka kedudukan kreditur tersebut sama (asas paritas creditorium). Apabila debitur tidak mampu melunasi utangnya maka hasil dari pelelangan barang jaminan dibagi seimbang antara kreditur satu dengan yang lainnya secara seimbang dengan piutangnya. Ketentuan dalam Pasal 1132 KUH Perdata ini dapat dikesampingkan dengan alasan-alasan yang sah melalui undang-undang atau karena adanya perjanjian. Secara umum jaminan dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan perorangan (persoonlijke zekerheid) dan jaminan kebendaan (zakerlijke zekerheid). Jaminan perseorangan (persoonlijke zekerheid) adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitur), dalam jaminan perorangan selalu dimaksudkan bahwa untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban pihak debitur, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda debitur dapat disita dan dilelang menurut ketentuan- 10

11 ketentuan prihal pelaksanaan atau eksekusi putusan pengadilan 6. Sedangkan yang dimaksud dengan jaminan kebendaan (zakerlijke zekerheid)adalah jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu, selalu mengikuti benda tersebut kemanapun benda tersebut beralih atau dialihkan, dapat dialihkan dan dipertahankan terhadap siapapun 7. Ruang lingkup hukum jaminan di Indonesia mencakup berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur halhal yang berkaitan dengan penjaminan utang yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia. Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan prundangundangan yang mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan hukum jaminan diantaranya adalah KUH Perdata, KUH Dagang, Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia 8. Dalam hukum jaminan ada lima asas penting yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut 9 : 1. Asas publicitet yaitu asas yang menyatakan bahwa semua hak, baik hak tanggungan, fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. 2. Asas specialitet yaitu asas yang menyatakan bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu. 6 Ibid, hlm Munir Fuady, 2014, Konsep Hukum Perdata, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm Ibid, hlm

12 3. Asas tak dapat dibagi-bagi yaitu asas yang menyatakan bahwa dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hak hipotek dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian. 4. Asas inbezittstelling yaitu asas yang menyatakan bahwa barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai. 5. Asas horizontal yaitu asas yang menyatakan bahwa bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, yang dimaksud dengan sistem resi gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian transaksi resi gudang, sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 Angka 2 yang dimaksud dengan resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang.Sebelum muncul Undang- Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, pemerintah maupun pelaku usaha dalam sistem tata niaga komoditi pertanian sudah menempuh berbagai macam sistem yang hampir mirip dengan Sistem Resi Gudang seperti 12

13 sistem tanda jual, gadai gabah dan CMA (Collateral Management Agreement) 10. Dalam Sistem Resi Gudang, para petani menyimpan hasil taninya pada gudang yang sudah disiapkan oleh pemerintah dimana menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 Pasal 1 Angka 4 yang dimaksud dengan gudang adalah semua ruangan yang tidak bergerak dan tidak dapat dipindah-pindahkan dengan tujuan tidak dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan secara umum dan memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh menteri. Ketentuan Pasal 1 Angka 4 Peraturan Menteri Perdagangan No.37/M-DAG/PER/11/2011 tentang Barang Yang Dapat Disimpan Di Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang menyatakan bahwa, pihak yang melakukan usaha pergudangan, baik gudang milik sendiri maupun milik orang lain, yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan, dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang serta berhak menerbitkan Resi Gudang disebut sebagai pengelola gudang. Pada Pasal 3 juga diatur mengenai persayaratan terhadap barang yang dapat disimpan di Gudang untuk menerbitkan resi gudang seperti, memiliki daya simpan paling sedikit tiga bulan, memenuhi standar mutu tertentu dan jumlah minimum barang yang disimpan. 1.8 Metode Penelitian Jenis Penelitian 10 Sistem Resi Gudang Solusi Bagi Petani, diakses pada 8 Februari 2015, Pukul WITA. 13

14 Dalam penulisan skripsi ini digunakan jenis penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum 11. Faktor-faktor yang dapat melatarbelakangi suatu metode penelitian hukum normatif adalah norma kabur, norma kosong atau konflik norma. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh faktor norma kosong karena penulis menemukan suatu hal yang sangat penting namun tidak diatur di dalam instrument-instrumen hukum yang mengatur tentang Sistem Resi Gudang, sehingga peraturan-peraturan tersebut belum mampu mewujudkan kepastian hukum bagi para pihak dalam sistem jaminan resi gudang, khususnya kreditur Jenis Pendekatan Dalam penelitian ini digunakan 2 jenis pendekatan yaitu: - Analisis konsep hukum (Analitical & Conseptual Approach), adalah jenis pendekatan yang digunakan untuk memahami dan menganalisa konsepkonsep aturan tentang kedudukan resi gudang dalam sistem hukum jaminan, serta konsep aturan tentang keabsahan resi gudang dalam hal terjadi kerusakan pada barang yang disimpan. - Pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) adalah jenis pendekatan yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, normanorma hukum atau kaidah-kaidah yang berkaitan dengan kedudukan resi gudang dalam sistem hukum jaminan Sumber Bahan Hukum 11 H.Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm

15 Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sumber Bahan Hukum Primer Sumber bahan hukum primer adalah bahan hukum yang memiliki otoritas mengikat dan dapat dijadikan sumber bahan hukum yang utama. Dalam penelitian ini sumber bahan hukum primer yang digunakan yaitu: - Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata - Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang - Undang-Undang No. 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang - Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Lembaga Pelaksana Penjamin Resi Gudang - Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 37/M-DAG/PER/11/2011 tentang Barang Yang Dapat Disimpan Di Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang - Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 52/M-DAG/PER/9/2014 tentang Tata Cara Seleksi Lembaga Pelaksana Penjaminan Sistem Resi Gudang b. Sumber Bahan Hukum Sekunder Sumber bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai teori-teori yang 15

16 didapatkan melalui bahan hukum primer. Dalam penelitian ini menggunakan literatur-literaur yang relevan dengan judul yang dibahas, pendapat para sarjana, jurnal hukum yang berkaitan dengan judul penelitian dan artikel-artikel yang diperoleh melalui internet Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (study document) dimana teknik kepustakaan ini dilakukan dengan sistem kartu (card system) yaitu cara mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder Teknik Analisis Bahan Hukum Dalam pengumpulan bahan hukum, penulis menggunakan teknik evaluasi, teknik argumentasi dan teknik sistematisasi. Teknik evaluasi adalah dalam pengumpulan bahan hukum, peneliti melakukan penilaian terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan, rumusan norma, keputusan, baik berupa tepat atau tidak, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder. Teknik argumentasi adalah dalam pengumpulan bahan hukum yang dibahas dalam penelitian ini, peneliti mendasarkan pada alasanalasan yang bersifat penalaran hukum. Teknik sistematis adalah dalam pengumpulan bahan hukum dimana peneliti berupaya mencari kaitan dengan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara 16

17 peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat. 17

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, sebutan tersebut didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah yang subur dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan umum usaha agribisnis di Indonesia, terutama yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan umum usaha agribisnis di Indonesia, terutama yang berkaitan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan umum usaha agribisnis di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan petani kecil adalah jatuhnya harga pada saat musim panen raya. Kejadian seperti ini sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai negara agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Kegiatan di bidang usaha pertanian tidak terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka masyarakat dan pemerintah sangat penting perannya. Perkembangan perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi diantaranya dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat dewasa ini semakin luas, dimana kebutuhan tersebut tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan yang lain seirng

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis dapatlah dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik Pemerintah maupun masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM JAMINAN DAN SISTEM RESI GUDANG. zakerheidesstelling atau dalam bahasa Inggris security of law 1.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM JAMINAN DAN SISTEM RESI GUDANG. zakerheidesstelling atau dalam bahasa Inggris security of law 1. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM JAMINAN DAN SISTEM RESI GUDANG 2.1 Hukum Jaminan 2.1.1 Pengertian Hukum Jaminan Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan dalam bahasa Belanda zakerheidesstelling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, CEK KOSONG, DAN JAMINAN. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, CEK KOSONG, DAN JAMINAN. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, CEK KOSONG, DAN JAMINAN 2.1 Perlindungan Hukum 2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, makhluk sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI PD BPR BANK BOYOLALI A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya, seringkali mengalami masalah pada terbatasnya dana yang dimiliki. Untuk mengatasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, untuk mewujudkan hal tersebut salah satunya melalui lembaga perbankan, lembaga tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan masyarakat ialah Bank. Bank mempunyai peran yang sangat penting. Mengapa demikian, karena perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang berkelanjutan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sipil. Ada juga beberapa orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan sebagai

I. PENDAHULUAN. Sipil. Ada juga beberapa orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia memiliki hasrat untuk memperoleh kehidupan yang layak dan berkecukupan. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan perekonomian, setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa 76 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengikatan secara fidusia terhadap bangunan yang didirikan diatas tanah berstatus ijin pemakaian tanah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 pukul WIB.

BAB I PENDAHULUAN. diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 pukul WIB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu Negara adalah kesehatan perbankan. 1 Di Indonesia, industri perbankan sudah mulai bangkit dan berkembang terutama setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank sesuai dengan Pasal 1 butir 2 Undang-undang no.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Pengertian jaminan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari adanya suatu utang piutang yang terjadi antara

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menangkap setiap peluang untuk mendatangkan pendapatan. Pendapatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan menangkap setiap peluang untuk mendatangkan pendapatan. Pendapatan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia yang semakin kompleks dan kebutuhan manusia yang semakin beragam, menuntut manusia untuk selalu tanggap dalam setiap kesempatan dan menangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian masyarakat adalah bercocok tanam. 2. Indonesia disebut sebagai negara yang bercorak agraris. 3

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian masyarakat adalah bercocok tanam. 2. Indonesia disebut sebagai negara yang bercorak agraris. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terwujudnya suatu sistem sosial di masyarakat tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kondisi geografis dan keadaan alam dimana masyarakat tersebut menetap. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tujuan tersebut di cita-citakan dan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tujuan tersebut di cita-citakan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diharapkan dapat menciptakan masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun belakangan ini, nampak adanya kemajuan yang sangat berarti bagi pembangunan di bidang ekonomi, akan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di jaman seperti sekarang ini kebutuhan seseorang akan sesuatu terus meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis, dapat dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh hampir semua pelaku bisnis, baik pengusaha besar maupun

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian kredit macet perbankan yang terjadi pada bank-bank umum terutama pada bank umum milik pemerintah wajib di intensifkan dan harus dilaksanakan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era globalisasi membutuhkan kesiapan dunia usaha untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR A. Pengertian Kreditur dan Debitur Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adapun pengertian

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa II. Tinjauan Pustaka A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undangundang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah perekonomian yang terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan usahanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Untuk benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nopmor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mendefinisikan: Bank sebagai badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan di segala bidang pada umumnya merupakan salah satu dari tujuan utama pembangunan nasional. Dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah penduduk di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran bank sebagai salah satu lembaga keuangan sangat penting bagi pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara tentu memerlukan suatu pembangunan untuk menjadi suatu Negara yang maju. Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia mengacu pada salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung dimanapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci