MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS MASYARAKAT INDONESIA: TINJAUAN PSIKOLOGI ISLAM
|
|
- Hadi Tedjo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia 2016 Vol. 1, No. 1, Hal 1-7 MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS MASYARAKAT INDONESIA: TINJAUAN PSIKOLOGI ISLAM Taufik Kasturi, Ph.D Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembicara Undangan Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia Abstrak Konsep kesejahteraan psikologis dikembangkan oleh para ahli psikologi dari konsep kebahagiaan. Konsep ini sebenarnya bukanlah konsep baru, karena para filosof dan ilmuwan zaman dahulu sudah cukup serius mendiskusikannya. Namun demikian para ilmuwan saat ini, mengkonseptualisasikan konsep kesejahteraan psikologis dengan membedakannya dengan kesejahteraan fisik atau materi, gabungan dari keduanya yaitu kesejahteraan fisik dan psikologis disebut dengan kebahagiaan. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan psikologis. Faktor-faktor apa yang dapat meningkatkannya. Bagaimana pandangan ilmuwan-ilmuwan Islam untuk meningkatkan ksejahteraan psikologis? Berdasarkan penjabaran dari makalah ini bahwa bagi seorang muslim kesejahteraan psikologis dapat diperoleh melalui taqwa, yaitu menjauhi segala larangan dan mengerjakan segala perintah Allah SWT. Kata kunci: kesejahteraan psikologis, kebahagiaan, taqwa Pendahuluan Pada tahun 2011, IPSOS Global sebuah perusahaan riset di Toronto Kanada bekerja sama dengan majalah What Make You Happy membuat penelitian tentang kebahagiaan di 24 negara. Survey yang dilakukan terhadap responden dewasa menunjukkan hasil yang mengejutkan sekaligus menggembirakan. Berdasarkan regional, Indonesia merupakan negeri yang paling bahagia, di mana lebih dari separuh warga yang disurvey (51%) mengaku bahwa mereka Sangat Bahagia. Peringkat selanjutnya diikuti oleh India dan Mexico (43%), Brazil dan Turkey (30%), Australia dan Amerika (28%), dan setrusnya. Sementara Negara yang paling tidak bahagia diraih oleh Hungaria (6%), Korea Selatan (7%), Rusia (8%), Spanyol (11%), Italia (13%), Polandia dan perancis masing-masing 15%, dan seterusnya. Sebagai sebuah penelitian tentu ada keterbatasannya. Namun bila kita ingin menggunakan hasil penelitian di atas untuk memahami tingkat kebahagiaan masyarakat Indonesia, tentunya hasilnya sangat menggembirakan. Bila dibandingkan dengan Negara-negara yang kurang bahagia, ada data yang menarik untuk dikaji. Yaitu Negara-negara yang mengaku kurang bahagia adalah Negara-negara maju atau kaya. Hungaria merupakan salah satu Negara kaya dan maju di Eropa, sedangkan Korea Selatan merupakan Negara kaya dan [1]
2 maju di Asia. Realitas di atas sangat kontradiksi dengan di Indonesia. Di sisi lain, Indonesia dengan status sebagai Negara berkembang justru menduduki peringkat teratas. Bila kita mempercayai hasil survey di atas, banyak hal yang bisa menjelaskan mengapa Indonesia menduduki peringkat tertinggi dalam pengukuran kebahagiaan. Antara lain: kebahagiaan bagi masyarakat dunia ketiga adalah simple, banyak alasan atau hal yang bisa membuat rakyat Indonesia bahagia, sementara untuk masyarakat modern kebahagiaan harus memiliki capaian yang luar biasa. Konsep Kebahagiaan dalam Sejarah Dalam kehidupan sehari-hari, orang biasanya menyebut kesejahteraan psikologis dengan istilah kebahagiaan. Konsep kebahagiaan sendiri telah didiskusikan secara menarik sejak ribuan tahun silam, pada masa Yunani Kuno. Yaitu zaman para pemikir seperti Sokrates, Epikuros, Plato, Aristoteles, dan sebagainya. Mereka mengkaji konsep kebahagiaan secara berbeda tergantung dari sudut pandang yang mereka anggap tepat untuk membidiknya. Dari sekian pemikir, Sokrates menduduki tempat yang istimewa dalam sejarah diksusi kebahagiaan. Menurutnya kebahagiaan dapat diraih melalui usaha-usaha manusia. Ia juga mengatakan bahwa setiap manusia memiiki tujuan hidup yang sama yaitu meraih kebahagiaan yang disebutnya sebagai eudaimonia. Secara harfiah eudaimonia dapat diartikan sebagai jiwa yang baik. Eudaimonia dapat diraih oleh manusia apabila manusia telah memiliki pengetahuan tentang itu, sehingga dari pengetahuan tersebut manusia akan berperilaku baik pula. Perilaku-perilaku buruk pada manusia disebabkan karena manusia tidak memiliki pengetahuan tentang hal yang baik. Pengetahuan tentang kebaikan menjadi sumber kebahagiaan. Manusia akan mencapai kebahagiaan apabila mereka memahami prinsip kebaikan. Dari keyakinannya itu Sokrates merekomendasikan kepada para pemimpin Negara bahwa selain memimpin suatu Negara para pemimpin juga harus memperhatikan kebahagiaan rakyatnya. Dengan kata lain kebahagiaan rakyat menjadi tanggung jawab pemerintah. Sokrates menyimpulkan tujuan utama kehidupan manusia untuk membangun jiwanya sebaik mungkin. Sayangnya penjelasan Sokrates berhenti sampai di situ, mestinya Sokrates mengelaborasi lebih jauh apa yang dimaksud jiwa yang baik dan bagaimana cara membangunnya? Tidak mendetailnya penjelasan di atas menyebabkan murid-muridnya menjabarkan pendapatnya sendiri-sendiri di mana yang satu bertentangan dengan yang lain. Menurut salah satu muridnya, Antithenes, kebahagiaan itu sifatnya metafisik maka hal-hal metafisik yang harus ditingkatkan. Untuk meraih kebahagiaan manusia harus meninggalkan kesenangan-kesenangan materiil menuju kesenangan-kesenangan yang lebih hakiki yaitu imateriil. [2]
3 Murid Sokrates lainnya yaitu Plato, membicarakan tentang keadilan psikis yaitu bagaimana seseorang dapat menyeimbangkan antara kebutuhan fisiknya seperti makan dan minum dengan kebutuhan psikologisnya seperti ketenangan, kenyamanan, dan bebas dari konfik, atau bagiaman setiap bagian jiwa dapat menyeimbangkan fungsinya. Namun Plato tidak secara kongkrit menjelaskan bagaimana hubungan antara keadilan sosial, keadilan psikologis, dan kebahagiaan. Apakah keduanya menjadi prasyarat kebahagiaan, ataukah pelengkap kebahagiaan? Sama halnya seperti gurunya, Plato berpandangan bahwa the good life (eudomonegnia) atau kebahagiaan dapat dicapai dengan cara hidup secara berkomunitas atau bernegara, sehingga agar kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan lebih berbahagia, maka perlu diciptakan pemerintahan yang baik pula. Menurut Plato, kedua pihak saling mempengaruhi. Tatanan pemerintahan yang baik dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang tenteram dan sejahtera, sebaliknya kesejahteraan masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan diri pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya. Konsepsi kehidupan yang baik dijelaskan oleh Plato dari teorinya tentang ide. Menurutnya, pada hakekatnya manusia memiliki kerinduan untuk kembali ke negeri asalnya yaitu pulang ke kerajaan ideide. Kondisi tersebut dapat dicapai bila manusia memiliki akal budi (kualitas diri) yang baik. Akal budi akan membuat manusia mampu menguasai dirinya sendiri, sehingga manusia memiliki ketenangan hidup. Untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia juga harus memenuhi hidupnya dengan keutamaan-keutamaan, yaitu: kebijaksanaan, keberanian, memahami diri sendiri, dan keadilan. Manusia yang telah memiliki keempat keutamaan tersebut ruhnya akan bisa memasuki alam-alam ruh (ruhani), sehingga manusia akan memiliki kualitas hidup yang baik yang membedakannya dengan manusia-manusia lainnya. Pandangan-pandangan Plato selanjutnya diteruskan oleh muridnya yaitu Aristoteles. Menurut Aristoteles happiness depends on ourselves, bila manusia ingin meraihnya maka ia akan mendapatkannya dengan cara melakukan usaha-usaha menuju kesana yaitu melalui cultivation of virtues (penanaman kebaikan-kebaikan). Menurutnya tujuan kehidupan manusia untuk meraih kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan tahapan tertinggi yang bisa dicapai oleh hidup manusia. Bila manusia telah bahagia maka telah lengkaplah kebutuhan hidupnya, sehingga bila benarbenar telah mencapai kebahagiaan manusia tidak lagi memerlukan hal-hal lainnya. Aristoteles berkeyakinan melalui penggunaan rasio manusia akan meraih kebahagiaan (kebahagiaan personal). Metode perenungan pikiran merupakan sarana untuk mencapai kebaikan tertinggi. Pikiran yang terlatih melalui perenunganperenungan akan menentukan arah kehidupan manusia. Kajian-kajian tentang kebahagiaan ini selanjutnya berkembang, seiring dengan semakin jelinya para peneliti mengkaji konsep kebahagiaan. Konsep kebahagiaan pun berkembang dengan berbagai istilah antara lain: psychological well being, subjective well being, emotional well being, dan sebagainya. Beberapa istilah tersebut sebenarnya tidak memiliki perbedaan signifikan dengan konsep kebahagiaan, namun demikian penjelasan para ahli lebih memperdalam ruang kajian mengenai kebahagiaan ini. Dalam makalah ini kajian akan difiokuskan pada konsep kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan Psikologis dalam Konsep Menurut Ryff (1989), psychological well being yaitu terpenuhinya kondisi-kondisi psikologis pada beberapa dimensi utama [3]
4 yaitu: penerimaan diri, hubungan-hubungan yang positif dengan orang lain, otonomi, pemahaman lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Kesejahteraan psikologis bukanlah variable tunggal, para ahli memiliki sebutan yang berbeda-beda untuk indicator yang relative sama ini, diantaranya yaitu Subjective Well- Being (SWB) dan Emotional Well-Being (EWB). Para ahli menganggap subjective well being adalah term ilmiah yang ditujukan untuk menggambarkan orang-orang yang mengalami kebahagiaan (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000), meliputi kebahagiaan, kepuasan hidup, kehadiran emosi-emosi yang positif, dan sebaliknya ketiadaan emosi-emosi negatif (Myers & Diener, 1995). Subjective well being didefinisikan sebagai evaluasi kognitif tentang kehidupan yang berisi emosi-emosi yang menyenangkan (Lyubomirsky dkk, 2005), termasuk didalamnya pemahaman individu terhadap konsep-konsep kehidupan, kepuasan dalam pernikahan dan pekerjaan (Diener, 2003). Dengan kata lain individu yang sudah mencapai well-being adalah mereka yang telah memahami tujuan hidup dan kehidupan, memiliki kontrol diri dan sosial yang baik sehingga dapat memandang hidup dan kehidupan di sekitarnya secara lebih positif, baik itu kondisi kehidupan yang menguntungkan ataupun tidak menguntungkan untuknya. Emotional well being merefer pada kualitas emosional individu dalam kehidupan sehari-hari terutama berkaitan dengan bahagia, stres, sedih, marah, dan afeksi yang membuat seseorang nyaman dan tidak nyaman (Kahneman & Deaton, 2010). Emosi-emosi positif menjadi triger meningkatnya emotional well being (Fredricson & Joiner, 2002), tidak hanya berpengaruh pada kondisi-kondisi saat ini, bahkan kemungkinan dapat meningkatkan kenyamanan pada masa-masa yang akan datang. Emosi-emosi positif dapat mempengaruhi sikap dan tindakan sehingga membuka diri individu untuk menerima atau berinteraksi dengan orang lain. Dalam kondisi senang akan mudah menerima masukan dari orang lain daripada pada kondisi sedang sedih. Mahasiswa yang baru saja lulus ujian akan mudah untuk mengeluarkan uang dengan tujuan syukuran, beberapa orang bahkan bisa secara royal membelanjakan uangnya untuk menyenangkan teman-temannya. Mereka mengaku tidak begitu bermasalah mengeluarkan uangnya karena sedang bahagia. Emosi-emosi positif berdampak pada perilaku-perilaku yang positif, sebaliknya emosi-emosi negatif berdampak pada perilaku negatif. Orang yang sedang kehilangan uang akan terlihat murung, sehingga keberadaan orang lain kurang menarik perhatiannya, bahkan bila orang lain tidak hati-hati bisa terkena marahnya. Implikasi menurunnya EWB berkaitan dengan persoalan-persoalan kesehatan mental seperti stres, depresi, dan kecemasan. Kondisi-kondisi tersebut pada gilirannya berpengaruh pada kesehatan fisik seperti gangguan pencernaan, kesulitan tidur, dan kekurangan tenaga (lemas). Sebaliknya meningkatnya EWB berdampak positif pada kondisi-kondisi psikologis, seperti kemampuan pemecahan masalah, harga diri, konsep diri, performansi, dan produktivitas kerja, bahkan berpengaruh pada bertambahnya usia individu. Kesejahteraan Psikologis dalam Dimensi Untuk mengukur sejauhmana tingkatan kesejahteraan psikologis seseorang maka kita perlu mengenal dimensi-dimensinya. Dalam makalah ini qakan dijelaskan dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yang dikemukakan oleh Ryff (1989), meliputi: self-acceptance, positive relationships, autonomy, environmental mastery, personal growth, and purpose in life. 1) Self-acceptance, yaitu penerimaan individu terhadap kondisi dirinya apa [4]
5 adanya, di dalamnya meliputi sikapsikap positif terhadap kondisi diri, baik itu kondisi yang menguntuntungkannya maupun yang dirasa kurang menguntungkannya. Penerimaan diri merupakan bentuk pengakuan akan kekuasaan Allah kepada hambanya, yaitu individu menganggap apapun yang diberikan oleh Penciptanya kepadanya adalah sesuatu yang positif, karena Allah adalah Sang Maha Perencana. 2) Positive relationships, merupakan bentuk dari kecerdasan spiritual. Individu memiliki kemampuan untuk menjalin interaksi dengan orang lain, interaksi dengan orang lain ini didasari oleh sikap-sikap positif dan empati terhadap kondisi orang lain. Dalam dimensi ini individu tidak bersikap egoistic, dimana interaksi dengan orang lain semata-mata bertujuan untuk kesejahteraan dirinya, namun lebih jauh dari itu interaksi dengan orang lain dibangun untuk mkesejahteraan orang itu. 3) Autonomy, bentuk dari individu yang sejahtera secara psikologis yaitu memiliki kemandirian dalam bersikap, mengambil keputusan, dan dalam berinteraksi dengan orang lain. Orang yang otonom dalam pengambilan keputusan tidak membutuhkan dukungan orang lain, karena individu memiliki keyakinan akan pandangannya. Tidak terlalu memikirkan apapun pandanganpandangan orang tentang dirinya. 4) Environmental mastery, yaitu menggambarkan kemampuan manajerial seseorang terhadap dirinya untuk bisa mengatur lingkungannya atau hal-hal di luar dirinya secara efektif. Individu seperti ini memiliki ketertarikan terhadap lingkungan sekitarnya namun bukan sekedar berpartisipasi untuk meramaikannya, melainkan memiliki kemampuan untuk mengendalikan lingkungannya itu dalam genggamannya, dan menselaraskan dengan kondisi psikologisnya. 5) Personal growth, yaitu pribadi yang selalu tumbuh dari pengalamanpengalaman hidup sebelumnya, senantiasa belajar dari kesalahan, memiliki dorongan memperbaiki diri, dan beradaptasi dengan persoalanpersoalan hidup yang dihadapi. Kondisi-kondisi itu dilakukan secara kontinyu disepanjang hidupnya. 6) Purpose in life, tujuan hidup menjadi pembeda antara individu yang satu dengan yang lain. Orang yang memiliki tujuan hidup maka memiliki targettarget yang hendak dicapai dalam hidupnya, baik itu dimulai dari target jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki memperkuat tujuan-tujuan hidupnya. Orang yang memiliki tujuan dalam hidupnya menganggap positif apapun tujuantujuan yang bisa dicapainya, artinya individu menganggap keseluruhan hidupnya adalah bermakna buatnya. Peningkatan Kesejahteraan Psikologis Berdasarkan hasil-hasil riset di bidang ilmu psikologi, para ahli merumuskan faktorfaktor yang dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis, antara lain: kemampuan financial, lingkungan pekerjaan, keluarga, dan tingkat pendidikan (Mirowsky & Ross, 2005), dan kualitas kepribadian (Ryff, 1989). Ryff menjelaskan bagaimana faktor kepribadian (big five personality) dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Ternyata tipe extroversion, conscientiousness, low neuroticism berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan psikologis. Aspek yang dipengaruhi oleh ketiga factor tersebut yaitu self-acceptance, environment mastery, dan purpose in life. Agreeableness dan extraversions berpengaruh terhadap [5]
6 positive relationships with others, sementara itu low neuroticism akan mempengaruhi autonomy. Selanjutnya Ryff juga mengatakan bahwa keterbukaan terhadap pengalaman baru akan berpengaruh kuta terhadap personal growth. Apabila kita menggunakan teori Ryff di atas, maka bila ingin meningkatkan kesejahteraan psikologis, maka factorfaktor tersebut di ataslah yang perlu untuk ditingkatkan. Meningkatnya factor-faktor selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan psikologisnya. Sesuai dengan pendapat Ryff di atas, apabila individu memiliki keterbukaan diri dan ceria sehingga mudah pula baginya bergaul dengan orang lain (extraversions), dan ramah (agreeableness) maka individu akan memiliki penerimaan diri yang baik (good self-acceptance) serta memiliki kemampuan dalam membangun hubungan dengan orang lain, dan pemahaman lingkungan social yang baik pula (good environment mastery). Sementara itu individu yang memiliki sikap hati-hati (agreeableness) dan memiliki tingkatan kecemasan yang rendah (low neuroticism) akan meningkatkan penguasaan terhadap lingkungan (environment mastery) dan kejelasan dalam tujuan hidupnya (purpose in life), dan membuat individu lebih mandiri (autonomy). Selain ilmuwan-ilmuwan psikologi, ilmuwan-ilmuwan Islam pun telah menjelaskan konsep kesejahteraan psikologis ini. Dalam makalah ini akan disebutkan dua diantaranya, yaitu: Ibnu Miskawaih ( ) dan Imam Al Ghazali ( ). Menurut Ibnu Miskawaih kebahagiaan (alsa adah) terdiri atas dua jenis, yaitu: kebahagiaan materi (jism al-sa adah) dan kebahagiaan psikologis (nafs al sa adah). Kebahagiaan materi pada dasarnya bukan kebahagiaan, karena individu bahagia hanya sebatas pada hal-hal material saja, Ibnu Miskawaih menyebutnya sebagai kebahagiaan yang menipu. Namun demikian kebanyakan manusia ketika menyebutkan dirinya bahagia sering terjebak dengan kebahagiaan materi ini. Adapun kebahagiaan yang sejati menurut Ibnu Miskawaih adalah kebahagiaan jenis kedua yaitu kebahagiaan psikologis. Konsep kebahagiaan psikologis ini mirip dengan kesejahteraan psikologis (true happiness), menurut Ibnu Miskawaih kebehagiaan jenis ini akan dapat membawa manusia ke derajat para malaikat. Sejalan dengan Ibnu Miskawaih, Abu Hamid Al Ghazali atau yang lebih dikenal dengan Imam Ghazali telah menulis sebuah karya monumental, yaitu buku Kimia Kebahagiaan (The Alchemy of Happiness) setebal lebih dari 6000 halaman (4 volume). Menurut Al Ghazali kebahagiaan itu berasal dari transformasi diri, dan terletak pada pemahaman dirinya. Kata al Ghazali, barangsiapa yang dapat memahami dirinya, maka sungguh ia akan bahagia. Mengapa demikian? Karena pemahaman diri dapat menjadi cermin dari pengalaman-pengalaman hidupnya di masa lalu, masa sekarang, dan teropongan individu pada masa yang akan datang. Individu akan benar-benar mencapai taraf kebahagiaan apabila ia dapat membersihkan hatinya dari debu-debu racun sehingga bersih seperti cermin, itu berarti cahaya Allah telah masuk kedalam dirinya. Al-Ghazali menekankan, hanya sedikit orang yang mampu mencapai puncak kebahagiaan. Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta ala, seperti para Nabi dan orang-orang shalih (juga muslih). Kebahagiaan yang mereka miliki merupakan kebahagiaan sejati. Standar kebahagiaan mereka tentunya berbeda dengan jenis kebahagiaan yang dimiliki oleh orang-orang awam yang cenderung masih merupakan kebahagiaan material. Kebahagiaan mereka tercapai apabila telah berhasil menunaikan suatu tugas atau berhasil dalam dakwahnya karena kelak mereka meyakini akan [6]
7 mendapatkan buah dari jerih payahnya itu. Kata Al Ghazali inilah yang disebut kebahagiaan sejati. Kesimpulan Kesejahteraan subjektif bisa diraih apabila individu hidup dengan menggunakan jalan seperti yang telah ditempuh oleh para Nabi, wabil khusus nabiyullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam. Yaitu hidup dengan limpahan maghfirah, hidayah, dan taufiq dari Allah Subhanahu Wa Ta ala. Maghfirah yaitu ampunan Allah yang akan membuka pintu-pintu nikmat lainnya, hidayah adalah petunjuk Allah sehingga individu senantiasa berada di jalannya, sedangkan taufiq adalah bertemunya antara keinginan hamba dengan keinginan Allah, atau kondisi di mana seorang mukmin menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Dengan kata lain kesejahteraan psikologis bagi seorang mukmin akan dapat dicapai apabila ia bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta ala. Referensi Al-Ghazali, A. H. (2009). The Alchemy of Happiness. London: WLC Books Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R.E. (2003). Personality, culture, and subjective well being: emotional and cognitive evaluations of life. Anual Review of Psychology, 54, Fredrickson, B.L., & Joiner, T. (2002). Positive emotions trigger upward spirals toward emotional well-being, Psychological Science, 13, Kahneman, D. & Deaton, A. (2010). High income improves evaluation of life but not emotional well-being. Proceedings of the National Academy of Sciences, 7 September 2010 Mirowsky J, Ross CE. Education, Learned Effectiveness, and Health. Review of Education, 3, Myers, D.G., & Diener, E. (1995). Who is happy? Psychological Science, 6, Ryff, C.D. (1989). Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well- Being. Journal of Personality and Social Psychology, 57, Seligman, M.E.P., & Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive Psychology: an introduction. American Psychologist, 55, [7]
Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 11
MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 11 MK61112 Aulia Kirana, M.Psi., Psikolog Abstract
Lebih terperinciKesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan
Lebih terperinciMENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS MASYARAKAT INDONESIA: TINJAUAN PSIKOLOGI ISLAM
Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia 2016 Vol. 1, No. 1, Hal 1-7 MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS MASYARAKAT INDONESIA: TINJAUAN PSIKOLOGI ISLAM Taufik Kasturi, Ph.D taufik@ums.ac.id
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing
67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap individu, baik dengan keunikan ataupun kekurangan berhak
Lebih terperinciPSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI
PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, semakin banyak sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi dalem ini telah dilakukan selama belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Kehidupan Keraton
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja. Aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi. Pada zaman
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan melewati berbagai tahapan perkembangan yang berbeda dalam hidupnya. Tahapan perkembangan yang terakhir dalam hidup manusia adalah masa lansia.
Lebih terperinciGAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA
GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA INDIENA SARASWATI ABSTRAK Studi yang menggunakan teori kebahagiaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pet Attachment II.1.1 Pengertian Pet Attachment Konsep pet attachment diambil langsung dari teori Bowlby (dalam Quinn, 2005) mengenai gaya kelekatan atau attachment. Bowlby menjelaskan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajad Sarjana S-1 Diajukan oleh: Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati F100110101
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa kemajuan dan perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. Hal ini menimbulkan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa
Lebih terperinciKesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,
Lebih terperinciKESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit Lupus di Indonesia meningkat dari 12.700 jiwa pada 2012 menjadi 13.300 jiwa per
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial membuat manusia bertemu dan berhubungan dengan berbagai macam orang.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kebutuhan yang tidak terbatas dan tidak akan pernah berhenti sampai mengalami kematian. Untuk bisa memenuhi kebutuhan yang beragam
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan
Lebih terperinciProsiding Psikologi ISSN:
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Subjective Well-Being pada Warga Usia Dewasa Madya di Kawasan Padat Penduduk RT 09/ 09 Cicadas Sukamulya Kelurahan Cibeunying Kidul Kota Bandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya, karena manusia memiliki akal budi dan dapat berpikir. Seiring berjalannya waktu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terdapat perkembangan yang signifikan dari kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan publik menyangkut
Lebih terperinciSM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian dan saran yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang bahagia. Mencari kebahagiaan dapat dikatakan sebagai fitrah murni setiap manusia. Tidak memandang jenis kelamin,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA.
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau
Lebih terperinciLAMPIRAN A. Alat Ukur
LAMPIRAN A Alat Ukur A1. Kuesioner PWB Petunjuk pengisian : Di balik halaman ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan apa yang Saudara rasakan terhadap diri sendiri dan kehidupan Saudara
Lebih terperinciPEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU
PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Riau email: pakzul_n@yahoo.co.id ABSTRAK Kesejahteraan guru secara umum sangat penting diperhatikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Selain itu juga Allah memerintahkan manusia untuk mencari kebahagiaan seperti firman Allah
Lebih terperinciStudi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu ¹Hemas Farah Khairunnisa, ²Fanni Putri Diantina 1,2 Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciSubjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra
Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi
BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia menginginkan apa yang disebut dengan kebahagiaan dan berusaha menghindari penderitaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Seligman, 2011: 27) berpendapat
Lebih terperinciTEORI BELAJAR KLASIK Oleh : Habibi FKIP Universitas Wiraraja Sumenep
TEORI BELAJAR KLASIK Oleh : Habibi FKIP Universitas Wiraraja Sumenep Teori belajar berkembang dengan pesat setelah psikologi sebagai bidang ilmu terbentuk. Ilmu pengetahuan sendiri benar-benar eksis dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kaum muslimin dari wilayah lain berangkat ke tanah suci Mekkah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aceh dikenal sebagai Serambi Mekkah karena dari wilayah inilah awal kaum muslimin dari wilayah lain berangkat ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah
1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah perempuan yang berada dalam dunia kerja (bekerja maupun sedang secara aktif mencari pekerjaan) telah meningkat secara drastis selama abad ke-20. Khususnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana.
DAFTAR PUSTAKA Fransiska, M. 2009. Gambaran Psychological well-being pada Pria Gay Dewasa Muda yang telah Coming-out. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Mardiah, D. 2009. Hubungan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan
Lebih terperinciMewujudkan Kebahagiaan di Masa Lansia dengan Citra Diri Positif *
Mewujudkan Kebahagiaan di Masa Lansia dengan Citra Diri Positif * Oleh Adi Heryadi ** Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan. dalam setiap perkembangannya, pasti akan mengalami perubahan, baikk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tak dapat dipungkiri bahwa agama yang dianut seseorang membentuk dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya, dalam membentuk kepribadiannya,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.
112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Psychological Well Being merupakan evaluasi individu terhadap kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik kekuatan dan kelemahannya, memiliki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan tahap terakhir dari tahapan perkembangan manusia. Didalam masyarakat, masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.
Lebih terperinciStudi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi 1 Farah Fauziah Ismail, dan 2 Fanni Putri Diantina 1,2 Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di zaman modern dan era globalisasi ini, sangat mudah untuk menemukan individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku seksual yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,
Lebih terperinciSUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG
SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG Nimas Ayu Nawangsih & Ika Febrian Kristiana* M2A 009 090 nimasayunawang@gmail.com, zuna210212@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau yang dikenal dengan HIV merupakan sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah kurang lebih lima hingga
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui psychological well-being pada pasien HIV positif (usia 20-34 tahun) di RS X Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan memperoleh ilmu sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang dilaksanakan secara formal sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2013, hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan pasti akan dihadapkan dengan cobaan untuk mengetahui sebagaimana usaha lahir dan batin seseorang ketika dihadapkan pada ujian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, didapatkan data jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 87% memeluk agama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat enam agama resmi yang dapat dianut, yaitu Islam, Budha, Hindu, Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Kong Hu Cu. Kebebasan memilih agama
Lebih terperinciStudi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 246-6448 Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung 1 Rahmadina Haturahim, 2 Lilim Halimah 1,2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal
Lebih terperinci2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa hidup yang dijalaninya tidak berarti. Semua hal ini dapat terjadi karena orang tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dengan semangat yang menggebu. Awalnya mereka menyebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia bukan hanya ingin sekedar memperbaiki kelemahan mereka. Mereka menginginkan kehidupan yang bermakna, bukan kegelisahan sampai ajal menjemput. Beberapa
Lebih terperinciKonsep Wellbeing dalam Psikologi Positif. Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi
Konsep Wellbeing dalam Psikologi Positif Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Keluarkan selembar kertas dan jawab saya akan merasa bahagia saat saya Manakah orang yang lebih bahagia? Mana yang bisa membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semua manusia pasti berharap dapat terlahir dengan selamat dan memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia pasti berharap dapat terlahir dengan selamat dan memiliki kondisi jasmani dan rohani yang sehat. Namun, banyak anak yang lahir kurang sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut atau biasa disebut dengan lanjut usia (lansia) merupakan tahap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut atau biasa disebut dengan lanjut usia (lansia) merupakan tahap penutup dalam perkembangan manusia setelah seseorang berada pada masa dewasa akhir. Mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan atau
Lebih terperinciPERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi
PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan
Lebih terperinciStudi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Full-Day Darul Ilmi Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Full-Day Darul Ilmi Bandung 1 Nurcahyani Rahayu Rahman, 2 Siti Qodariah 1,2 Fakultas Psikologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan berbagi tugas seperti mencari nafkah, mengerjakan urusan rumah tangga,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah dan amanah yang Allah berikan kepada sepasang suami istri dalam membangun sebuah keluarga. Orang tua memiliki kewajiban untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisa Data Dan Uji Hipotesa Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara religiusitas dan well-being pada komunitas salafi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran masing-masing yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai
Lebih terperinciBAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran
BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran 5.1 Simpulan Pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan state dengan psychological well being pada isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas
Lebih terperinciPerbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship
Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship Sania Faradita ABSTRACT The purpose of this study, is to know the
Lebih terperinci